Anda di halaman 1dari 11

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN POLIP HIDUNG

DI RSUD SULTAN SYARIF MUHAMMAD ALKADRIE


KOTA PONTIANAK

Disusun Oleh:
WINDI AUDIA SARI
I4051171050

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2018
SAK RSUD SULTAN SYARIF MUHAMMAD ALKADRIE KOTA PONTIANAK
JUDUL SAK POLIP HIDUNG
1. PENDAHULUAN
a. Pengertian Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung
banyak cairan didalam rongga hidung, berwarna putih
keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa
(Efiaty, dkk, 2011).
Polip nasi (polip hidung) ialah bentuk selaput lendir
yang turun (biasanya akibat radang kronik), licin,
berwarna abu – abu atau merah muda dan biasanya
bilateral (Nurbaiti, 2010)
Polip hidung adalah massa lunak, berwarna putih atau
keabu-abuan yang terdapat dalam rongga hidung. Paling
sering berasal dari sinus etmoid, multipel dan bilateral.
Polip koana adalah polip hidung yang berasal dari sinus
maksila yang keluar melalui rongga hidung dan
membesar di koana dan nasofaring. (Mansjoer, 2012)
b. Etiologi Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi
hipersensitif atau reaksi alergi pada mukosa hidung.
Peranan infeksi pada pembentukan polip hidung belum
diketahui dengan pasti tetapi ada keragu – raguan bahwa
infeksi dalam hidung atau sinus paranasal seringkali
ditemukan bersamaan dengan adanya polip. Polip
berasal dari pembengkakan lapisan permukaan mukosa
hidung atau sinus, yang kemudian menonjol dan turun ke
dalam rongga hidung oleh gaya berat. Polip banyak
mengandung cairan interseluler dan sel radang (neutrofil
dan eosinofil) dan tidak mempunyai ujung saraf atau
pembuluh darah. Polip biasanya ditemukan pada orang
dewasa dan jarang pada anak – anak. Pada anak – anak,
polip mungkin merupakan gejala dari kistik fibrosis.
Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip
antara lain :
1. Alergi terutama rinitis alergi.
2. Sinusitis kronik.
3. Iritasi.
4. Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti
deviasi septum dan hipertrofi konka (Efiaty, dkk, 2011).
c. Patofisiologi Pada tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang
kebanyakan terdapat di daerah meatus medius.
Kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler,
sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila
proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin
membesar dan kemudian akan turun ke dalam rongga
hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terbentuk
polip.
Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang
lama. Penyebab tersering adalah sinusitis kronik dan
rinitis alergi. Dalam jangka waktu yang lama,
vasodilatasi lama dari pembuluh darah submukosa
menyebabkan edema mukosa. Mukosa akan menjadi
ireguler dan terdorong ke sinus dan pada akhirnya
membentuk suatu struktur bernama polip. Biasanya
terjadi di sinus maksila, kemudian sinus etmoid. Setelah
polip terrus membesar di antrum, akan turun ke kavum
nasi. Hal ini terjadi karena bersin dan pengeluaran sekret
yang berulang yang sering dialami oleh orang yang
mempunyai riwayat rinitis alergi karena pada rinitis
alergi terutama rinitis alergi perennial yang banyak
terdapat di Indonesia karena tidak adanya variasi musim
sehingga alergen terdapat sepanjang tahun. Begitu
sampai dalam kavum nasi, polip akan terus membesar
dan bisa menyebabkan obstruksi di meatus media.
(Ballenger, 2013)
d. Cara mendiagnosis 1.Anamnesis
Melalui anamnesis dapat ditanyakan keluhan-keluhan
yang berkaitan dengan gangguan yang ditimbulkan oleh
polip nasi, diantaranya:
· Hidung tersumbat
· Rinore, mulai dari jernih sampai purulen bila terdapat
infeksi sekunder
· Post nasal drip
Gejala ini ditandai dengan merasakan adanya suatu
cairan yang jatuh secara terus menerus ke belakang
rongga mulut dikarenakan mukus yang berasal dari
kavum nasi.
· Anosmia atau hiposmia
· Suara sengau karena sumbatan pada hidung
· Sakit kepala dan snoring bila polipnya berukuran besar
· Pembesaran hidung dan muka apabila massa polip
sudah bertambah besar
· Terdapatnya gejala-gejala sinusitis apabila polip sudah
mengganggu drainase muara sinus ke rongga hidung
· Polip yang besar kadang-kadang dapat mengganggu
pernapasan saat tidur yang menimbulkan obstructive
sleep apnea.
Selain keluhan-keluhan di atas, harus juga ditanyakan
riwayat rinitis, asma, intoleransi terhadap aspirin, alergi
obat lainnya, dan alergi makanan.
2.Pemeriksaan fisik
Terlihat deformitas hidung luar
3.Rinoskopi anterior
Dengan pemeriksaan rhinoskopi anterior biasanya polip
sudah dapat dilihat, polip yang masif seringkali
menciptakan kelainan pada hidung bagian luar.
Pemeriksaan Rontgen dan CT scan dapat dilakukan
untukPolip biasanya tumbuh di daerah dimana selaput
lendir membengkak akibat penimbunan cairan, seperti
daerah di sekitar lubang sinus pada rongga hidung.
Ketika baru terbentuk, sebuah polip tampak seperti air
mata dan jika telah matang, bentuknya menyerupai buah
anggur yang berwarna keabu-abuan.
Polip nasi yang masif dapat menyebabkan deformitas
hidung luar sehingga hidung tampak mekar karena
pelebaran batang hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi
anterior dapat terlihat adanya massa yang berwarna
pucat yang berasal dari meatus medius dan mudah
digerakkan.1
Pembagian polip nasi
· Grade 0 : Tidak ada polip
· Grade 1 : Polip terbatas pada meatus media
· Grade 2 : Polip sudah keluar dari meatus media,
tampak di rongga hidung tapi belum menyebabkan
obstruksi total
· Grade 3 : Polip sudah menyebabkan obstruksi total
4. Naso-endoskopi
Naso-endoskopi memberikan gambaran yang baik dari
polip, khususnya polip berukuran kecil di meatus media.
Polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat pada
pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak dengan
pemeriksan naso-endoskopi. Pada kasus polip koanal
juga dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari ostium
asesorius sinus maksila. Dengan naso-endoskopi dapat
juga dilakukan biopsi pada layanan rawat jalan tanpa
harus ke meja operasi.
5.Pemeriksaan radiologi
Foto polos sinus paranasal (posisi water, AP, caldwell,
dan lateral) dapat memperlihatkan penebalan mukosa
dan adanya batas udara dan cairan di dalam sinus, tetapi
pemeriksaan ini kurang bermanfaat pada pada kasus
polip. Pemeriksaan CT scan sangat bermanfaat untuk
melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus
paranasal apakah ada kelainan anatomi, polip, atau
sumbatan pada komplek osteomeatal. CT scan terutama
diindikasikan pada kasus polip yang gagal diterapi
dengan medikamentosa.
6.Biopsi
Kita anjurkan jika terdapat massa unilateral pada pasien
berusia lanjut, menyerupai keganasan pada penampakan
makroskopis dan ada gambaran erosi tulang pada foto
polos rontgen (Nuty, 2012)
e. Standar terapi medis a. Bila polip masih kecil dapat diobati secara konservatif
dengan kortikosteroid sistemik atau oral , missalnya
prednisone 50 mg/hari atau deksametason selama 10 hari
kemudian diturunkan perlahan.
b. Secara local dapat disuntikan ke dalam polip,
misalnya triasinolon asetenoid atau prednisolon 0,5 ml
tiap 5-7 hari sekali sampai hilang.
c. Dapat memaki obat secara topical sebagai semprot
hidung misalnya beklometason dipropinoat.
d. Tindakan operasi diambil jika polip tidak bisa diobati
dan terus membesar serta menganggu jalannya
pernafasan yaitu operasi polipektomi atau juga bisa
operasi etmoidektomi (Adams, 2010)
2. ASUHAN
KEPERAWATAN
a. Pengkajian Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses
keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan
data atau informasi tentang pasien agar dapat
mengidentifikasi mengenai masalah masalah,
kebutuhan kesehatan dan perawatan pasien baik fisik,
mental, social dan lingkungan.
1. Pengumpulan Data
a. Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama,
pekerjaan, tanggal MRS. diagnose medis dan no register.
b. Keluhan Utama.
Sulit bernapas.
2. Riwayat Kesehatan Dahulu.
Klien memiliki riwayat penyakit sinusitis, rhinitis alergi,
serta riwayat penyakit THT. Klien pernah menderita
penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma. Selain
itu, klien pernah menderita sakit gigi geraham.
3. Riwayat Penyakit Sekarang.
Klien merasakan buntu pada hidung dan nyeri kronis
pada hidung.
4. Riwayat Penyakit Keluarga.
Tidak ada keluarga yang menderita polip dan epistaksis.
5. Riwayat Psikososial.
Intrapersonal : klien merasa cemas akibat nyeri yang
kronis.
Interpersonal : gangguan citra diri yang berhubungan
dengan suara sengau akibat massa dalam hidung.
Pemeriksaan Fisik Persistem.
1. B1 (breath) : RR dapat meningkat atau menurun,
terjadi perubahan pola napas akibat adanya massa yang
membuntu jalan napas, adanya suara napas tambahan
seperti ronchi akibat penumpukan secret, serta terlihat
adanya otot bantu napas saat inspirasi.
2. B2 (blood) : tidak ada gangguan.
3. B3 (brain) : adanya nyeri kronis akibat
pembengkakan pada mukosa, gangguan penghidu atau
penciuman.
4. B4 (bladder) : terjadi penurunan intake cairan.
5. B5 (bowel) : nafsu makan menurun, berat badan
turun, klien terlihat lemas.
6. B6 (bone) : tidak ada gangguan.
b. Diagnosa keperawatan 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
adanya masa dalam hidung
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan menurunnya nafsu makan.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan terhambatnya
drainase sekret.
4. Nyeri berhubungan dengan penekanan polip pada
jaringan sekitar.
c. Perencanaan 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
1) Tujuan
2) Rencana tindakan adanya masa dalam hidung
Tujuan : Bersihan jalan nafas menjadi efektif dalam 10 –
15 menit setelah dilakukan tindakan.
Kriteria Hasil :
a. RR normal (16 – 20 x/menit).
b. Suara napas vesikuler
c. Pola napas teratur tanpa menggunakan otot bantu
pernapasan.
d. Saturasi oksigen 100%
Intervensi :
a. Observasi RR tiap 4 jam, bunyi napas, kedalaman
inspirasi, dan gerakan dada.
b. Auskultasi bagian dada anterior dan posterior .
c. Pantau status oksigen pasien.
Tindakan Mandiri Perawat :
a. Berikan posisi fowler atau semi flower.
b. Lakukan Nebulizing.
c. Berikan oksigen (O2).
Tindakan Kolaborasi :
a. Berikan obat sesuai dengan indikasi mukolitik,
ekspetoran, bronkodilator.
Tindakan Edukasi :
a. Ajarkan batuk efektif pada pasien.
b. Ajarkan terapi napas dalam pada pasien.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan menurunnya nafsu makan.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan nafsu makan setelah
dilakukan tindakan dalam 3 x 24 jam.
Kriteria Hasil :
a. Klien tidak merasa lemas.
b. Nafsu makan klien meningkat.
c. Klien mengalami peningkatan BB minimal
1kg/2minggu
d. Kadar albumin > 3.2, Hb > 11.
Intervensi :
a. Pastikan pola diet biasa pasien, yang disukai atau tidak
disukai.
b. Pantau masukan dan pengeluaran dan berat badan
secara pariodik.
c. Kaji turgor kulit pasien.
d. Pantau nilai laboratorium, seperti Hb, albumin, dan
kadar glukosa darah.
Tindakan Mandiri Perawat :
a. Pertahankan berat badan dengan memotivasi pasien
untuk makan.
b. Menyediakan makanan yang dapat meningkatkan
selera makan pasien.
c. Berikan makanan kesukaan pasien.
Tindakan Kolaborasi :
a. Kolaborasi dengan tim analis medis untuk mengukur
kandungan albumin, Hb, dan kadar glukosa darah.
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan diet
seimbang TKTP pada pasien.
c. Diskusikan dengan dokter mengeni kebutuhan
stimulasi nafsu makan atau makanan pelengkap.
Tindakan Edukasi :
a. Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan
nutrisi dan bagaimana memenuhinya.
b. Ajarkan pada pasien dan keluarga tentang makanan
yang bergizi dan tidak mahal.
c. Dukung keluarga untuk membawakan makanan
favorit pasien di rumah.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan terhambatnya
drainase sekret.
Tujuan : Meningkatnya fungsi indera penciuman klien
Kriteria hasil:
a. Klien tidak merasa lemas.
b. Mukosa mulut klien tidak kering.
Intervensi :
a. Pantau adanya gejala infeksi
b. Kaji faktor yang dapat meningkatkan serangan infeksi.
Tindakan Mandiri Perawat :
a. Awasi suhu sesuai indikasi.
b. Pantau suhu lingkungan.
4. Nyeri berhubungan penekanan polip pada jaringan
sekitar.
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil :
a. Klien mengungkapakan kualitas nyeri yang dirasakan
berkurang atau hilang
b. Klien tidak menyeringai kesakitan.
c. Tidak ada kegelisahan dan ketegangan otot.
d. Tidak terjadi perubahan pola tidur pada pasien.
Intervensi :
a. Kaji tingkat nyeri klien
b. Observasi tanda-tanda vital dan keluhan klien.
c. Kaji pola tidur , pola makan, serta pola aktivitas
pasien.
Tindakan Mandiri Perawat :
a. Ajarkan tekhnik relaksasi dan distraksi (misal: baca
buku atau mendengarkan music).
Tindakan Kolaborasi :
Kolaborasi dengan tim medis untuk terapi konservatif:
pemberian obat acetaminofen; aspirin, dekongestan
hidung; pemberian analgesik.
d. Dishcarge planning Pada polip hidung, bila polip masih kecil dapat diobati
secara konservatif dengan kortikosteroid sistemik atau
oral, namun jika pengobatan tidak optimal maka
tindakan operasi diambil jika polip tidak bisa diobati dan
terus membesar serta menganggu jalannya pernafasan
yaitu operasi polipektomi atau juga bisa operasi
etmoidektomi (Nurarif, 2015).
3. DAFTAR PUSTAKA 1. Adams, George. Boies, Lawrence. Higler, Peter.
2010. Buku Ajar Penyakit Telinga Hidung
Tenggorok. W.B. Saunders, Philadelphia
2. Ballenger, John Jacob. 2013. Diseaes of The Nose
Throat Ear Head and Neck. Lea & Febiger 14th
edition. Philadelphia
3. Efiaty, Soepardi, Iskandar, Nurbaiti. 2011. Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
edisi IV cetakan I. Balai Penerbit FK-UI, Jakarta
4. Mansjoer, Arif. 2012. Kapita Selekta Kedokteran
Edisi 3 Jilid II. Jakarta: Media Aesculapius
5. Nurarif. A.H dan Kusuma. H. 2015. APLIKASI
Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
NANDA NIC-NOC. Jogyakarta: MediAction
6. Nurbaiti Iskandar, Bashiruddin Jenny, Dwi Ratna.
Buku Ajar. 2010. Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. Jakarta : EGC
7. Nuty W. Nizar & Endang Mangunkusumo. 2012.
Polip Hidung dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed.
ke-5

Anda mungkin juga menyukai