FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2018 SAK RSUD SULTAN SYARIF MUHAMMAD ALKADRIE KOTA PONTIANAK JUDUL SAK POLIP HIDUNG 1. PENDAHULUAN a. Pengertian Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung banyak cairan didalam rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa (Efiaty, dkk, 2011). Polip nasi (polip hidung) ialah bentuk selaput lendir yang turun (biasanya akibat radang kronik), licin, berwarna abu – abu atau merah muda dan biasanya bilateral (Nurbaiti, 2010) Polip hidung adalah massa lunak, berwarna putih atau keabu-abuan yang terdapat dalam rongga hidung. Paling sering berasal dari sinus etmoid, multipel dan bilateral. Polip koana adalah polip hidung yang berasal dari sinus maksila yang keluar melalui rongga hidung dan membesar di koana dan nasofaring. (Mansjoer, 2012) b. Etiologi Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau reaksi alergi pada mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan polip hidung belum diketahui dengan pasti tetapi ada keragu – raguan bahwa infeksi dalam hidung atau sinus paranasal seringkali ditemukan bersamaan dengan adanya polip. Polip berasal dari pembengkakan lapisan permukaan mukosa hidung atau sinus, yang kemudian menonjol dan turun ke dalam rongga hidung oleh gaya berat. Polip banyak mengandung cairan interseluler dan sel radang (neutrofil dan eosinofil) dan tidak mempunyai ujung saraf atau pembuluh darah. Polip biasanya ditemukan pada orang dewasa dan jarang pada anak – anak. Pada anak – anak, polip mungkin merupakan gejala dari kistik fibrosis. Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain : 1. Alergi terutama rinitis alergi. 2. Sinusitis kronik. 3. Iritasi. 4. Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan hipertrofi konka (Efiaty, dkk, 2011). c. Patofisiologi Pada tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang kebanyakan terdapat di daerah meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler, sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian akan turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terbentuk polip. Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang lama. Penyebab tersering adalah sinusitis kronik dan rinitis alergi. Dalam jangka waktu yang lama, vasodilatasi lama dari pembuluh darah submukosa menyebabkan edema mukosa. Mukosa akan menjadi ireguler dan terdorong ke sinus dan pada akhirnya membentuk suatu struktur bernama polip. Biasanya terjadi di sinus maksila, kemudian sinus etmoid. Setelah polip terrus membesar di antrum, akan turun ke kavum nasi. Hal ini terjadi karena bersin dan pengeluaran sekret yang berulang yang sering dialami oleh orang yang mempunyai riwayat rinitis alergi karena pada rinitis alergi terutama rinitis alergi perennial yang banyak terdapat di Indonesia karena tidak adanya variasi musim sehingga alergen terdapat sepanjang tahun. Begitu sampai dalam kavum nasi, polip akan terus membesar dan bisa menyebabkan obstruksi di meatus media. (Ballenger, 2013) d. Cara mendiagnosis 1.Anamnesis Melalui anamnesis dapat ditanyakan keluhan-keluhan yang berkaitan dengan gangguan yang ditimbulkan oleh polip nasi, diantaranya: · Hidung tersumbat · Rinore, mulai dari jernih sampai purulen bila terdapat infeksi sekunder · Post nasal drip Gejala ini ditandai dengan merasakan adanya suatu cairan yang jatuh secara terus menerus ke belakang rongga mulut dikarenakan mukus yang berasal dari kavum nasi. · Anosmia atau hiposmia · Suara sengau karena sumbatan pada hidung · Sakit kepala dan snoring bila polipnya berukuran besar · Pembesaran hidung dan muka apabila massa polip sudah bertambah besar · Terdapatnya gejala-gejala sinusitis apabila polip sudah mengganggu drainase muara sinus ke rongga hidung · Polip yang besar kadang-kadang dapat mengganggu pernapasan saat tidur yang menimbulkan obstructive sleep apnea. Selain keluhan-keluhan di atas, harus juga ditanyakan riwayat rinitis, asma, intoleransi terhadap aspirin, alergi obat lainnya, dan alergi makanan. 2.Pemeriksaan fisik Terlihat deformitas hidung luar 3.Rinoskopi anterior Dengan pemeriksaan rhinoskopi anterior biasanya polip sudah dapat dilihat, polip yang masif seringkali menciptakan kelainan pada hidung bagian luar. Pemeriksaan Rontgen dan CT scan dapat dilakukan untukPolip biasanya tumbuh di daerah dimana selaput lendir membengkak akibat penimbunan cairan, seperti daerah di sekitar lubang sinus pada rongga hidung. Ketika baru terbentuk, sebuah polip tampak seperti air mata dan jika telah matang, bentuknya menyerupai buah anggur yang berwarna keabu-abuan. Polip nasi yang masif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga hidung tampak mekar karena pelebaran batang hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior dapat terlihat adanya massa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus medius dan mudah digerakkan.1 Pembagian polip nasi · Grade 0 : Tidak ada polip · Grade 1 : Polip terbatas pada meatus media · Grade 2 : Polip sudah keluar dari meatus media, tampak di rongga hidung tapi belum menyebabkan obstruksi total · Grade 3 : Polip sudah menyebabkan obstruksi total 4. Naso-endoskopi Naso-endoskopi memberikan gambaran yang baik dari polip, khususnya polip berukuran kecil di meatus media. Polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak dengan pemeriksan naso-endoskopi. Pada kasus polip koanal juga dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari ostium asesorius sinus maksila. Dengan naso-endoskopi dapat juga dilakukan biopsi pada layanan rawat jalan tanpa harus ke meja operasi. 5.Pemeriksaan radiologi Foto polos sinus paranasal (posisi water, AP, caldwell, dan lateral) dapat memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara dan cairan di dalam sinus, tetapi pemeriksaan ini kurang bermanfaat pada pada kasus polip. Pemeriksaan CT scan sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada kelainan anatomi, polip, atau sumbatan pada komplek osteomeatal. CT scan terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal diterapi dengan medikamentosa. 6.Biopsi Kita anjurkan jika terdapat massa unilateral pada pasien berusia lanjut, menyerupai keganasan pada penampakan makroskopis dan ada gambaran erosi tulang pada foto polos rontgen (Nuty, 2012) e. Standar terapi medis a. Bila polip masih kecil dapat diobati secara konservatif dengan kortikosteroid sistemik atau oral , missalnya prednisone 50 mg/hari atau deksametason selama 10 hari kemudian diturunkan perlahan. b. Secara local dapat disuntikan ke dalam polip, misalnya triasinolon asetenoid atau prednisolon 0,5 ml tiap 5-7 hari sekali sampai hilang. c. Dapat memaki obat secara topical sebagai semprot hidung misalnya beklometason dipropinoat. d. Tindakan operasi diambil jika polip tidak bisa diobati dan terus membesar serta menganggu jalannya pernafasan yaitu operasi polipektomi atau juga bisa operasi etmoidektomi (Adams, 2010) 2. ASUHAN KEPERAWATAN a. Pengkajian Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang pasien agar dapat mengidentifikasi mengenai masalah masalah, kebutuhan kesehatan dan perawatan pasien baik fisik, mental, social dan lingkungan. 1. Pengumpulan Data a. Identitas Pasien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, tanggal MRS. diagnose medis dan no register. b. Keluhan Utama. Sulit bernapas. 2. Riwayat Kesehatan Dahulu. Klien memiliki riwayat penyakit sinusitis, rhinitis alergi, serta riwayat penyakit THT. Klien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma. Selain itu, klien pernah menderita sakit gigi geraham. 3. Riwayat Penyakit Sekarang. Klien merasakan buntu pada hidung dan nyeri kronis pada hidung. 4. Riwayat Penyakit Keluarga. Tidak ada keluarga yang menderita polip dan epistaksis. 5. Riwayat Psikososial. Intrapersonal : klien merasa cemas akibat nyeri yang kronis. Interpersonal : gangguan citra diri yang berhubungan dengan suara sengau akibat massa dalam hidung. Pemeriksaan Fisik Persistem. 1. B1 (breath) : RR dapat meningkat atau menurun, terjadi perubahan pola napas akibat adanya massa yang membuntu jalan napas, adanya suara napas tambahan seperti ronchi akibat penumpukan secret, serta terlihat adanya otot bantu napas saat inspirasi. 2. B2 (blood) : tidak ada gangguan. 3. B3 (brain) : adanya nyeri kronis akibat pembengkakan pada mukosa, gangguan penghidu atau penciuman. 4. B4 (bladder) : terjadi penurunan intake cairan. 5. B5 (bowel) : nafsu makan menurun, berat badan turun, klien terlihat lemas. 6. B6 (bone) : tidak ada gangguan. b. Diagnosa keperawatan 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya masa dalam hidung 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan menurunnya nafsu makan. 3. Resiko infeksi berhubungan dengan terhambatnya drainase sekret. 4. Nyeri berhubungan dengan penekanan polip pada jaringan sekitar. c. Perencanaan 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan 1) Tujuan 2) Rencana tindakan adanya masa dalam hidung Tujuan : Bersihan jalan nafas menjadi efektif dalam 10 – 15 menit setelah dilakukan tindakan. Kriteria Hasil : a. RR normal (16 – 20 x/menit). b. Suara napas vesikuler c. Pola napas teratur tanpa menggunakan otot bantu pernapasan. d. Saturasi oksigen 100% Intervensi : a. Observasi RR tiap 4 jam, bunyi napas, kedalaman inspirasi, dan gerakan dada. b. Auskultasi bagian dada anterior dan posterior . c. Pantau status oksigen pasien. Tindakan Mandiri Perawat : a. Berikan posisi fowler atau semi flower. b. Lakukan Nebulizing. c. Berikan oksigen (O2). Tindakan Kolaborasi : a. Berikan obat sesuai dengan indikasi mukolitik, ekspetoran, bronkodilator. Tindakan Edukasi : a. Ajarkan batuk efektif pada pasien. b. Ajarkan terapi napas dalam pada pasien. 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan menurunnya nafsu makan. Tujuan : Menunjukkan peningkatan nafsu makan setelah dilakukan tindakan dalam 3 x 24 jam. Kriteria Hasil : a. Klien tidak merasa lemas. b. Nafsu makan klien meningkat. c. Klien mengalami peningkatan BB minimal 1kg/2minggu d. Kadar albumin > 3.2, Hb > 11. Intervensi : a. Pastikan pola diet biasa pasien, yang disukai atau tidak disukai. b. Pantau masukan dan pengeluaran dan berat badan secara pariodik. c. Kaji turgor kulit pasien. d. Pantau nilai laboratorium, seperti Hb, albumin, dan kadar glukosa darah. Tindakan Mandiri Perawat : a. Pertahankan berat badan dengan memotivasi pasien untuk makan. b. Menyediakan makanan yang dapat meningkatkan selera makan pasien. c. Berikan makanan kesukaan pasien. Tindakan Kolaborasi : a. Kolaborasi dengan tim analis medis untuk mengukur kandungan albumin, Hb, dan kadar glukosa darah. b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan diet seimbang TKTP pada pasien. c. Diskusikan dengan dokter mengeni kebutuhan stimulasi nafsu makan atau makanan pelengkap. Tindakan Edukasi : a. Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya. b. Ajarkan pada pasien dan keluarga tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal. c. Dukung keluarga untuk membawakan makanan favorit pasien di rumah. 3. Resiko infeksi berhubungan dengan terhambatnya drainase sekret. Tujuan : Meningkatnya fungsi indera penciuman klien Kriteria hasil: a. Klien tidak merasa lemas. b. Mukosa mulut klien tidak kering. Intervensi : a. Pantau adanya gejala infeksi b. Kaji faktor yang dapat meningkatkan serangan infeksi. Tindakan Mandiri Perawat : a. Awasi suhu sesuai indikasi. b. Pantau suhu lingkungan. 4. Nyeri berhubungan penekanan polip pada jaringan sekitar. Tujuan : nyeri berkurang atau hilang. Kriteria Hasil : a. Klien mengungkapakan kualitas nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang b. Klien tidak menyeringai kesakitan. c. Tidak ada kegelisahan dan ketegangan otot. d. Tidak terjadi perubahan pola tidur pada pasien. Intervensi : a. Kaji tingkat nyeri klien b. Observasi tanda-tanda vital dan keluhan klien. c. Kaji pola tidur , pola makan, serta pola aktivitas pasien. Tindakan Mandiri Perawat : a. Ajarkan tekhnik relaksasi dan distraksi (misal: baca buku atau mendengarkan music). Tindakan Kolaborasi : Kolaborasi dengan tim medis untuk terapi konservatif: pemberian obat acetaminofen; aspirin, dekongestan hidung; pemberian analgesik. d. Dishcarge planning Pada polip hidung, bila polip masih kecil dapat diobati secara konservatif dengan kortikosteroid sistemik atau oral, namun jika pengobatan tidak optimal maka tindakan operasi diambil jika polip tidak bisa diobati dan terus membesar serta menganggu jalannya pernafasan yaitu operasi polipektomi atau juga bisa operasi etmoidektomi (Nurarif, 2015). 3. DAFTAR PUSTAKA 1. Adams, George. Boies, Lawrence. Higler, Peter. 2010. Buku Ajar Penyakit Telinga Hidung Tenggorok. W.B. Saunders, Philadelphia 2. Ballenger, John Jacob. 2013. Diseaes of The Nose Throat Ear Head and Neck. Lea & Febiger 14th edition. Philadelphia 3. Efiaty, Soepardi, Iskandar, Nurbaiti. 2011. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok edisi IV cetakan I. Balai Penerbit FK-UI, Jakarta 4. Mansjoer, Arif. 2012. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid II. Jakarta: Media Aesculapius 5. Nurarif. A.H dan Kusuma. H. 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA NIC-NOC. Jogyakarta: MediAction 6. Nurbaiti Iskandar, Bashiruddin Jenny, Dwi Ratna. Buku Ajar. 2010. Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Jakarta : EGC 7. Nuty W. Nizar & Endang Mangunkusumo. 2012. Polip Hidung dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5