Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

HAMBATAN MOBILITAS FISIK PADA PASIEN STROKE

STASE KEPERAWATAN DASAR PROFESIONAL

Dosen Pembimbing: Ns. Ali Maulana, M.Kep

DISUSUN OLEH :

ATRASINA AZYYATI

NIM. I4051201012

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2020
A. Definisi

Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara

mudah. bebas, dan teratur untuk mencapai suatu tujuan, yaitu untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya secara mandiri maupun dengan bantuan orang lain dan hanya

dengan bantuan alat (Widuri, 2010). Kozier, Erb, Snyder (2010) mendefinisikan

mobilitas adalah sebuah kondisi di mana tubuh dapat melakukan aktivitas atau

kegiatan dengan bebas.

Menurut North American Nursing Diagnosis (NANDA), gangguan mobilitas fisik

atau imobilitas didefinisikan sebagai keterbatasan dalam gerakan fisik satu atau lebih

ekstremitas secara mandiri atau terarah (Herdman, 2018). Adapun individu yang

berisiko mengalami hambatan mobilitas fisik antara lain lansia, individu dengan

penyakit yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari, individu yang

mengalami kehilangan fungsi anatomis akibat perubahan fisiologis, penggunaan alat

eksternal, dan pembatasan gerakan volunter, atau gangguan fungsi motorik dan

rangka (Kozier, Erb, & Snyder, 2010).

B. Etiologi

Menurut PPNI (2016), penyebab terjadinya imobilitas fisik antara lain:

a. Kerusakan integritas struktur tulang

b. Perubahan metabolisme

c. Ketidakbugaran fisik

d. Penurunan kendali otot

e. Penurunan massa otot

f. Penurunan kekuatan otot

g. Kekakuan sendi
h. Malnutrisi

i. Gangguan muskuloskeletal

j. Nyeri

k. Gangguan sensoripersepsi

C. Patofisiologi

Imobilitas dalam tubuh dapat mempengaruhi sistem tubuh, seperti perubahan

pada metabolisme tubuh, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan dalam

kebutuhan nutrisi, gangguan fungsi gastrointestinal, perubahan sistem pernapasan,

perubahan kardiovaskuler, perubahan sistem muskuloskeletal, perubahan kulit,

perubahan eliminasi (BAB & BAK), dan perubahan perilaku (Widyastuti, 2019).

Imobilitas mengganggu metabolisme secara normal, mengingat imobilitas dapat

menyebabkan turunnya kecepatan metabolisme dalam tubuh. Hal tersebut dapat

dijumpai pada menurunnya basal metabolism rate (BMR) yang menyebabkan

berkurangnya energi untuk perbaikan sel-sel tubuh, sehingga dapat memengaruhi

gangguan oksigenasi sel. Perubahan metabolisme imobilitas dapat mengakibatkan

proses anabolisme menurun dan katabolisme meningkat. Keadaan ini dapat berisiko

meningkatkan gangguan metabolisme. Proses imobilitas dapat juga menyebabkan

penurunan ekskresi urine dan pengingkatan nitrogen. Hal tersebut dapat ditemukan

pada pasien yang mengalami imobilitas pada hari kelima dan keenam. Beberapa

dampak perubahan metabolisme, di antaranya adalah pengurangan jumlah

metablisme, atropi kelenjar dan katabolisme protein, ketidakseimbangan cairan dan

elektrolit, deminetralisasi tulang, gangguan dalam mengubah zat gizi, dan gangguan

gastrointestinal.
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari

imobilitas akan mengakibatkan persediaan protein menurun dan konsentrasi protein

serum berkurang sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Di samping

itu, berkurangnya perpindahan cairan dari intravaskular ke interstisial dapat

menyebabkan edema sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

Imobilitas juga dapat menyebabkan demineralisasi tulang akibat menurunnya aktivitas

otot, sedangkan meningkatnya demineralisasi tulang dapat mengakibatkan reabsorbsi

kalium

Pada sistem gastrointestinal, imobilisasi menyebabkan turunnya hasil makanan

yang dicerna, sehingga penurunan jumlah masukan yang cukup dapat menyebabkan

keluhan, seperti perut kembung, mual, dan nyeri lambung yang dapat menyebabkan

gangguan proses eliminasi.

Imobilisasi juga memengaruhi sistem muskuloskeletal. Gangguan muskular

seperti berkurangnya massa otot sehingga terjadi atrofi otot merupakan akibat dari

hambatan mobilitas. Gangguan skeletal seperti kontraktur sendi dan osteoporosis juga

dapat muncul akibat dari imobilisasi fisik (Wulandari, 2018).


D. Pathway

Tidak mampu beraktivitas

Tirah baring lama

Kehilangan daya otot Gangguan fungsi paru Tidak mampu beraktivitas Gastrointestinal

Gangguan katabolisme
Penurunan massa otot Gangguan fungsi paru Perubahan sistem integumen

Perubahan sistem Penumpukan sekret Gangguan fungsi paru Anoreksia


muskuloskeletal

Konstriksi pembuluh darah Nitrogen tidak efektif


Sulit batuk
Hambatan mobilitas fisik
Sel kulit mati Kemunduran defekasi
Ketidakefektifan bersihan
jalan napas
Kerusakan integritas kulit Konstipasi
E. Manifestasi Klinis

Adapun tanda dan gejala dari perubahan mobilisasi antara lain perubahan pada

(Asmadi dalam Wulandari, 2018):

a. Muskuloskeletal, seperti kehilangan daya tahan, penurunan massa otot, atrofi

dan abnormalnya sendi (kontraktur) dan gangguan metabolisme kalsium.

b. Kardiovaskuler, seperti hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja jantung,

dan pembentukan thrombus.

c. Pernapasan, seperti atelektasis dan pneumonia hipostatik, dispnea setelah

beraktivitas.

d. Metabolisme dan nutrisi antara lain laju metabolik; metabolisme karbohidrat,

lemak dan protein; ketidakseimbangan cairan dan elektrolit;

ketidakseimbangan kalsium; dan gangguan pencernaan (seperti konstipasi).

e. Eliminasi urin, seperti stasis urin meningkatkan risiko infeksi saluran

perkemihan dan batu ginjal.

f. Integumen, seperti ulkus dekubitus adalah akibat iskhemia dan anoksia

jaringan.

g. Neurosensori: sensori deprivation

Menurut PPNI (2016), gejala yang muncul akibat imobilitas fisik yakni:

a. Tanda dan gejala mayor

a) Subyektif

- Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas

b) Obyektif

- Kekuatan otot menurun

b. Tanda dan gejala minor

a) Subyektif
- Nyeri saat bergerak

- Enggan melakukan pergerakan

- Merasa cemas saat bergerak

b) Obyektif

- Sendi kaku

- Gerakan tidak terkoordinasi

- Gerakan terbatas

- Fisik lemah

F. Pemeriksaan Diagnostik

Berikut adalah pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan untuk mengetahui

penyebab imobilisasi lebih rinci, yaitu:

a. Sinar – X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan

hubungan tulang.

b. CT scan (Computed Tomography)

c. MRI (Magnetic Resonance Imaging)

d. Pemeriksaan Laboratorium: penurunan Hb pada trauma, penurunan Ca pada imobilisasi

lama, peningkatan Alkali Fosfat, kreatinin dan SGOT pada kerusakan otot

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan gangguan mobilitas yaitu:

a. Pencegahan primer

Untuk imobilitas dan intoleransi aktivitas, pencegahan primer

merupakan proses yang berlangsung sepanjang kehidupan, mobilitas

dan aktivitas bergantung pada fungsi sistem muskuloskeletal,


kardiovaskuler, dan pulmonal. Pencegahan primer yang dapat dilakukan

adalah dengan melakukan latihan gerak. Latihan sangat bermanfaat bagi

lansia baik yang sehat maupun yang sedang mengalami masalah kesehatan

fisik. Latihan teratur dapat menunda proses penuaan dan digubungkan dengan

peningkatan fungsi kardiopulmonal. Aktivitas dan latihan dianjurkan untuk

meningkatkan energi, mempertahankan mobilitas, dan meningkatkan

kemampuan kardiovaskuler dan pulmonal (Stanley & Beare, 2007)

b. Positioning pasien yang tirah baring

Adapun yang dapat kita lakukan pada pasien yang tirah baring lama, seperti

penderita stroke, adalah (Pradana, 2019):

a) Membantu pasien duduk di tempat tidur

Tindakan ini merupakan salah satu cara mempertahankan kemampuan

mobilitas  pasien. Tujuannya adalah mempertahankan kenyamanan dan

toleransi terhadap aktivitas

b) Mengatur posisi pasien di tempat tidur

- Posisi fowler adalah posisi pasien setengah duduk atau duduk.

Tujuannya adalah mempertahankan kenyamanan dam menfasilitasi

fungsi pernafasan

c) Posisi sim adalah pasien terbaring miring baik ke kanan atau ke kiri

Tujuannya adalah:

- Melancarkan peredaran darah ke otak

- Memberikan kenyamanan

d) Posisi terlentang adalah menempatkan pasien di tempat tidur dengan

bagian kepala lebih rendah dari bagian kaki


e) Posisi genu pectorat adalah posisi nungging dengan kedua kaki ditekuk

dan dada menempel pada bagian atas tempat tidur

f) Memindahkan pasien ke tempat tdiur/ ke kursi roda 

g) Membantu pasien berjalan

c. Latihan ROM aktif dan pasif

Latihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan tindakan pelatihan

untuk mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan otot (Suratun dalam

Wulandari, 2018)

a) ROM aktif:

Gerakan yang dilakukan oleh seseorang dengan menggunakan energi

sendiri. Perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien dalam

melaksanakan pergerakan sendiri secara mandiri sesuai dengan rentang

gerak sendi normal. ROM aktif ini dilakukan pada klien yang masih aktif

atau mampu bergerak.

b) ROM pasif:

Latihan berasal dari orang lain atau alat mekanik. Perawat melakukan

gerakan persendian klien sesuai dengan rentang gerak yang normal.

Indikasi latihan pasif adalah pasien semikoma dan tidak sadar, pasien

dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau

semua latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah baring total atau

pasien dengan paralisis ekstermitas total


DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T. Heather (2018). NANDA-I diagnosis keperawatan: definisi dan klasifikasi 2018
– 2020, edisi 11. Jakarta: EGC
Kozier. Erb, Berman. Snyder. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses
& Praktik, Volume : 1, Edisi : 7, EGC : Jakarta
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Pradana, Fajar Adrian Aji (2019). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan
Pemenuhan Kebutuhan Mobilisasi di Ruang Cempaka RSUD H. Suwondo Kendal.
Profesi Ners. Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan
Stanley, M. & Beare, P.G.. (2007). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta, EGC
Widuri, Hesti. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Lanjut Usia Di Tatanan Klinik.
Yogyakarta: Penerbit Fitramaya
Widyastuti, Shintia (2019) Asuhan Keperawatan Pemenuhan Aktivitas pada Lansia dengan
Gangguan Mobilitas Fisik pada Pasien Reumatoid Athritis di Panti UPTD PSLU
Tresna Werdha Natar Lampung Selatan Tahun 2019. Diploma Thesis, Poltekkes
Tanjungkarang.
Wulandari, Ni Kadek Vicky (2018) Gambaran Asuhan Keperawatan pada Pasien Pasca
Stroke Non Hemoragik dengan Gangguan Pemenuhan Mobilitas Fisik (di Wilayah
Kerja UPT Kesmas Sukawati I ) Tahun 2018. Diploma thesis, Jurusan Keperawatan

Anda mungkin juga menyukai