Anda di halaman 1dari 15

RADIKULOPATI

Pendahuluan
Radikulopati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan fungsi dan
struktur radiks akibat proses patologik yang dapat mengenai satu atau lebih radiks saraf
dengan pola gangguan bersifat dermatomal.

Etiologi
Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya radikulopati, diantaranya yaitu proses
kompresif, proses inflammatory, proses degeneratif sesuai dengan struktur dan lokasi
terjadinya proses.
a. Proses kompresif
Kelainan-kelainan

yang

bersifat

kompresif

sehingga

mengakibatkan

radikulopati adalah seperti : hernia nucleus pulposus (HNP) atau herniasi diskus,
tumor medulla spinalis, neoplasma tulang, spondilolisis dan spondilolithesis, stenosis
spinal, traumatic dislokasi, kompresif fraktur, scoliosis dan spondilitis tuberkulosa,
cervical spondilosis
b. Proses inflammatory
Kelainan-kelainan inflamatori sehingga mengakibatkan radikulopati adalah seperti :
Gullain-Barre Syndrome dan Herpes Zoster
b. Proses degenerative
Kelainan-kelainan yang bersifat degeneratif sehingga mengakibatkan radikulopati
adalah seperti Diabetes Mellitus

Epidemiologi
Frekuensi
Amerika Serikat
Radiculopati lumbosakral terjadi pada sekitar 3-5% dari populasi, dimana angka kejadian
antara laki-laki dan perempuan adalah sama, meskipun laki-laki yang paling sering
terkena pada usia 40-an, sedangkan wanita yang paling sering terkena antara usia 50-60.
Dari mereka yang memiliki kondisi ini, 10-25% mengembangkan gejala-gejala yang
menetap selama lebih dari 6 minggu.

Tipe-tipe radikulopati
a. Radikulopati lumbal
Radikulopati lumbal merupakan problema yang sering terjadi yang disebabkan
oleh iritasi atau kompresi radiks saraf daerah lumbal. Ia juga sering disebut sciatica.
Gejala yang terjadi dapat disebabkan oleh beberapa sebab seperti bulging diskus (disk
bulges), spinal stenosis, deformitas vertebra atau herniasi nukleus pulposus.
Radikulopati dengan keluhan nyeri pinggang bawah sering didapatkan (low back
pain)
b. Radikulopati cervical
Radikulopati cervical umunya dikenal dengan pinched nerve atau saraf
terjepit merupakan kompresi [ada satu atau lebih radix saraf uang halus pada leher.
Gejala pada radikulopati cervical seringnya disebabkan oleh spondilosis cervical.
c. Radikulopati torakal
Radikulopati torakal merupakan bentuk yang relative jarang dari kompresi
saraf pada punggung tengah. Daerah ini tidak didesain untuk membengkok sebanyak
lumbal atau cervical. Hal ini menyebabkan area thoraks lebih jarang menyebabkan
sakit pada spinal. Namun, kasus yang sering yang ditemukan pada bagian ini adalah
nyeri pada infeksi herpes zoster.
Pengetahuan anatomi, pemeriksaan fisik diagnostik dan pengetahuan berbagai
penyebab untuk radikulopati sangat diperlukan sehingga diagnosa dapat ditegakkan
secara dini dan dapat diberikan terapi yang sesuai.

Radiks anterior dan posterior bergabung menjadi satu berkas di foramen intervertebral
yang disebut saraf spinal. Baik iritasi pada serabut serabut saraf sensorik di bagian radiks
posterior maupun dibagian saraf spinal itu membangkitkan nyeri radikular yaitu nyeri yang
terasa berpangkal pada tingkat tulang belakang tertentu dan menjalar sepanjang kawasan
dermatomal radiks posterior yang bersangkutan
Diskus pada daerah lumbalis menyebabkan iritasi radiks saraf yang terasa sebagai
nyeri dan parestesia pada segmen yang berkaitan. Kerusakan yang lebih berat dari radiks,
menyebabkan defisit sensorik dan motorik segmental.
Sindrom lesi yang terbatas pada masing masing radiks lumbalis :
o L3 : nyeri, kemungkinan parestesia pada dermatom L3; paresis otot kuadriseps
femoris; fefleks patela menurun atau menghilang
o L4 : nyeri, kemungkinan parestesia atau hipalgesia pada dermatom L4; paresis otot
kuadriseps dan tibialis anterior; refleks patela berkurang
o L5 : nyeri, kemungkinan parestesia atau hipalgesia pada dermatom L5; paresis dan
kemungkinan atrofi otot ekstensor halusis longus, seperti juga otot ekstensor
digitorum brevis; tidak ada refleks tibialis posterior
S1 : nyeri, kemungkinan parestesis atau hipalgesia pada dermatom S1; paresis otot peronealis
dan triseps surae; hilangnya refleks tendon Achilles

Patofisiologi
Kontruksi punggung yang unik dapat memungkinkan fleksibilitas sementara yang
dapat melindungi sumsum tulang belakang secara maksimal. Lengkungan tulang belakang
akan mengalami guncangan vertikal pada saat berlari atau melompat. Batang tubuh
membantu menstabilkan tulang belakang. Otot- otot abdominal dan toraks sangat penting
pada aktivitas mengangkat beban. Bila tidak pernah dipakai akan melemahkan struktur
pendukung ini. Obesitas, masalah postur, dan peregangan berlebihan pendukung tulang
belakang dapat berakibat nyeri punggung.
Diskus intervertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika usia bertambah tua.
Pada orang muda, diskus tersusun atas fibrokartilago dengan matriks gelatinus. Pada lanjut
usia akan menjadi fibrokartilago yang padat dan tidak teratur. Penonjolan diskus atau

kerusakan sendi dapat mengakibatkan penekanan pada akar saraf ketika keluar dari kanalis
spinalis, yang mengakibatkan nyeri yang menyebar sepanjang saraf.

Herniasi diskus intervertebra lumbal, sering terjadi pada daerah L4-L5 dan L5-S1. L5
sering terkena karena mempunyai diameter radiks paling besar dan foramen intervertebranya
lebih sempit daripada lumbal lainnya. Pada proses penuaan pada diskus intervebralis, maka
kadar cairan dan elastisitas diskus akan menurun. Keadaan ini mengakibatkan ruang diskus
intervebralis makin menyempit, facet join makin merapat, kemampuan kerja diskus
menjadi makin buruk, annulus menjadi lebih rapuh.
Akibat proses penuaan ini mengakibatkan seorang individu menjadi rentan mengidap
nyeri punggung bawah. Gaya yang bekerja pada diskus intervebralis akan makin bertambah
setiap individu tersebut melakukan gerakan membungkuk, gerakan yang berulang-ulang
setiap hari yang hanya bekerja pada satu sisi diskus intervebralis, akan menimbulkan robekan
kecil pada annulus fibrosus, tanpa rasa nyeri dan tanpa gejala prodromal.

Jika terdapat penonjolan di lateral diskus radik L4-L5, dapat mempengaruhi daerah
nervus L5 saja, tidak daerah L4. Namun jika terjadi di lateral diskus L5-S1, maka akan
mengenai nervus daerah S1 saja.

Dan jika terdapat penonjolan pada bagian tengah diskus L4-L5, maka akan berefek
pada L5, S1, S2, S3, bahkan nervus sacral lainnya, tetapi tidak mengenai L4.

Manifestasi Klinis Radikulopati


Secara umum, manifestasi klinis radikulopati adalah sebagai berikut :
1. Rasa nyeri berupa nyeri tajam yang menjalar dari daerah parasentral dekat vertebra
hingga ke arah ekstremitas. Rasa nyeri ini mengikuti pola dermatomal. Nyeri bersifat
tajam dan diperhebat oleh gerakan, batuk, mengedan, atau bersin.
2. Paresthesia yang mengikuti pola dermatomal.
3. Hilang atau berkurangnya sensorik (hipesthesia) di permukaan kulit sepanjang distribusi
dermatom radiks yang bersangkutan.
4. Kelemahan otot-otot yang dipersarafi radiks yang bersangkutan.
5. Refles tendon pada daerah yang dipersarafi radiks yang bersangkutan menurun atau
bahkan menghilang.

Gejala radikulopati tergantung pada lokasi radiks saraf yang terkena (yaitu pada
servikal, torakal, atau lumbal). Nyeri radikular yang bangkit akibat lesi iritatif di radiks
posterior tingkat servikal dinamakan brakialgia, karena nyerinya dirasakan sepanjang lengan.
Demikian juga nyeri radikular yang dirasakan sepanjang tungkai dinamakan iskialgia, karena
nyerinya menjalar sepanjang perjalanan n.iskiadikus dan lanjutannya ke perifer. Radikulopati
setinggi segmen torakal jarang terjadi karena segmen ini lebih rigid daripada segmen servikal
maupun lumbal. Jika terjadi radikulopati setinggi segmen torakal, maka akan timbul nyeri
pada lengan, dada, abdomen, dan panggul.
Manifestasi klinis radikulopati pada daerah lumbal antara lain :

Rasa nyeri pada daerah sakroiliaka, menjalar ke bokong, paha, hingga ke betis, dan
kaki. Nyeri dapat ditimbulkan dengan Valsava maneuvers (seperti : batuk, bersin,
atau mengedan saat defekasi).

Pada ruptur diskus intervertebra, nyeri dirasakan lebih berat bila penderita sedang
duduk atau akan berdiri. Ketika duduk, penderita akan menjaga lututnya dalam
keadaan fleksi dan menumpukan berat badannya pada bokong yang berlawanan.
Ketika akan berdiri, penderita menopang dirinya pada sisi yang sehat, meletakkan
satu tangan di punggung, menekuk tungkai yang terkena (Minors sign).
Nyeri mereda ketika pasien berbaring. Umumnya penderita merasa nyaman dengan
berbaring telentang disertai fleksi sendi coxae dan lutut, dan bahu disangga dengan
bantal untuk mengurangi lordosis lumbal. Pada tumor intraspinal, nyeri tidak
berkurang atau bahkan memburuk ketika berbaring.

Gangguan postur atau kurvatura vertebra. Pada pemeriksaan dapat ditemukan


berkurangnya lordosis vertebra lumbal karena spasme involunter otot-otot
punggung. Sering ditemui skoliosis lumbal, dan mungkin juga terjadi skoliosis
torakal sebagai kompensasi. Umumnya tubuh akan condong menjauhi area yang
sakit, dan panggul akan miring, sehingga sendi coxae akan terangkat. Bisa saja
tubuh penderita akan bungkuk ke depan dan ke arah yang sakit untuk menghindari
stretching pada saraf yang bersangkutan. Jika iskialgia sangat berat, penderita akan
menghindari ekstensi sendi lutut, dan berjalan dengan bertumpu pada jari kaki
(karena dorsifleksi kaki menyebabkan stretching pada saraf, sehingga memperburuk

nyeri). Penderita bungkuk ke depan, berjalan dengan langkah kecil dan semifleksi
sendi lutut disebut Neris sign.

Ketika pasien berdiri, dapat ditemukan gluteal fold yang menggantung dan tampak
lipatan kulit tambahan karena otot gluteus yang lemah. Hal ini merupakan bukti
keterlibatan radiks S1.

Dapat ditemukan nyeri tekan pada sciatic notch dan sepanjang n.iskiadikus.

Pada kompresi radiks spinal yang berat, dapat ditemukan gangguan sensasi,
paresthesia, kelemahan otot, dan gangguan refleks tendon. Fasikulasi jarang terjadi.

Hernia Nucleus Pulposus (HNP) biasanya terletak di posterolateral dan


mengakibatkan gejala yang unilateral. Namun bila letak hernia agak besar dan
sentral, dapat menyebabkan gejala pada kedua sisi yang mungkin dapat disertai
gangguan berkemih dan buang air besar.

Gambar 13. Penjalaran nyeri pada radikulopati lumbal


Tabel 1. Common Root Syndromes of Intervertebral Disc Disease
Disc

L3-4

L4-5

L5-S1

C4-5

C6-7

C7-T1

space
Root

L4

L5

S1

C5

C7

C8

Quadriceps

Peroneals,

Gluteus

Deltoid,

Triceps,

Intrinsic

anterior

maximus,

biceps

wrist

hand

tibial,

gastrocne

exrensors

muscles

extensor

mius,

hallucis

plantar

longus

flexor

Thumb,

Index,

affected
Muscles
affected

Area of Anterior

toes
Great toe, Lateral

of
Shoulder,

pain

thigh,

dorsum of foot, small anterior

and

medial shin foot

toe

arm,

sensory

radial

loss
Reflex

Knee jerk

forearm
Biceps

affected
Straight

Many

leg

increase

raising

pain

Posterior

Ankle jerk

tibial
not Aggravates Aggravate
root pain

middle

fourth

fingers

fifth
finger

Triceps

Triceps

s root pain

Anamnesis dan pemeriksaan fisis


Pasien datang dengan nyeri pinggang

Penyebab mekanis

Penyebab sistemik(peradangan)

Sindrom kauda

ekuina
Gejala klinis:

1.kaku dominan

(Penekanan kauda ekuina)

1.Onset mendadak

2.Onset bertahapprogresif

1.Persisten +progresif

2.berkurang dengan istirahat

3. Nyeri meningkat dgn istirahat

2.Nyeri tungkai saat

4.Tulang belakang kaku

3.denyut nadi tungkai N

berjalan
3.Gejala unilateral

4.meningkat bila batuk,bersin 5.Restriksi simetris(nyeri sendi5.riwayat nyeri punggung bawah

-sakroiliaka)

4.Nyeri berkurang bila


membungkuk ke depan
5.gejala neurologis,

berupa:
< 55 th, ada riwayat Onset baru
>55 th/<20th

- Gangguan BAK/BAB
Pemeriksaan penunjang:

- Parapresis

-Lab darah (LED, CRP)


Berikan percobaan terapi

- Leukosit, Hb
-Foto polos, MRI, CT scan

MRI vertebra L/S

Tinjau setelah 3bulan


90% baik

10% simtomatik

Diagnosis:

Intervensi bedah

1.Neoplasia
? tanda baru

cari penyebab

2.Paget desease

lain

3.Abses epidural

Mencurigakan
Pemeriksaan penunjang
Dan terapi yg sesuai

Pemeriksaan Fisik
Sebelum melakukan pemeriksaan fisik, adalah penting untuk melakukan anamnesa
terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk mengetahui hubungan dengan trauma atau infeksi
dan rekurensi. Harus ditanyakan karakter nyeri, distribusi dan penjalarannya, adanya
paresthesia dan gangguan subjektif lainnya, adanya gangguan motorik (seperti kelemahan
dan atrofi otot). Juga perlu diketahui gejala lainnya seperti gangguan pencernaan dan
berkemih, anestesia rektal/genital.
Pemeriksaan fisik yang lengkap adalah penting. Penting untuk memperhatikan
abnormalitas postur, deformitas, nyeri tekan, dan spasme otot. Pada pemeriksaan neurologis
harus diperhatikan :

Gangguan sensorik (hipesthesia atau hiperesthesia). Perlu dibedakan gangguan saraf


perifer atau segmental.

Gangguan motorik (pemeriksaan kekuatan otot, atrofi, fasikulasi, spasme otot).

Perubahan refleks.

Prosedur diagnosa khusus untuk pemeriksaan radikulopati lumbal antara lain :


1. Lasegues sign
Pemeriksaan dilakukan dengan : pasien berbaring, secara pasif lakukan fleksi sendi
coxae, sementara lutut ditahan agar tetap ekstensi. Fleksi pada sendi coxae dengan lutut
ekstensi akan menyebabkan stretching n.iskiadikus. Dengan tes ini, pada radikulopati
lumbal, sebelum tungkai mencapai kecuraman 70, akan didapatkan nyeri (terkadang juga
disertai dengan baal dan paresthesia) pada sciatic notch disertai nyeri dan hipersensitif
sepanjang n.iskiadikus.
Straight-leg-raising-test : dilakukan dengan metode seperti Kernigs sign.

Bila kedua prosedur tersebut positif, mengindikasikan terdapat iritasi meningen atau
iritasi radiks lumbosakral.
Bonnets phenomenon merupakan modifikasi Lasegues test, yang mana nyeri akan
lebih berat atau lebih cepat muncul bila tungkai dalam keadaan adduksi dan endorotasi.
Prosedur lain yang merupakan modifikasi Lasegues test adalah Bragards sign
(Lasegue disertai dengan dorsofleksi kaki) dan Sicards sign (Lasegue disertai dengan
dorsofleksi jari-1 kaki). Pada kasus yang ringan, pemeriksaan dengan Lasegue dapat
menunjukkan hasil negatif. Dengan modifikasi ini, stretching n.iskiadikus di daerah tibial
meningkat, sehingga memperberat nyeri. Gabungan Bragards sign dan Sicards sign
disebut Spurlings sign.

Gambar 16 . Test Lasegue

Gambar 17. Spurlings sign


2. Test Lasegue silang

Pada beberapa pasien radikulopati lumbal, iskialgia pada tungkai yang sakit dapat
diprovokasi dengan mengangkat tungkai yang sehat dalam posisi lurus.
Test OConell : dilakukan Lasegue test pada tungkai yang sehat, nyeri dapat dirasakan
pada sisi yang sehat (Fajersztajns sign), namun dengan derajat yang lebih ringan.
Selanjutnya pemeriksaan ini dilakukan pada tungkai yang sakit. Kemudian dilakukan
secara bersamaan pada kedua kaki. Selanjutnya tungkai yang sehat direndahkan
mendekati tempat tidur; hal ini akan menyebabkan eksaserbasi nyeri, kadang juga disertai
dengan paresthesia.
Beberapa ahli menyatakan pemeriksaan ini patognomonik untuk herniasi diskus
intervertebra.
3. Nerve pressure sign
Pemeriksaan dilakukan dengan : Lasegues test dilakukan hingga penderita merasakan
nyeri, kemudian lutut difleksikan 20, dilanjutkan dengan fleksi sendi coxae dan
penekanan n.tibialis pada fossa poplitea, hingga penderita mengeluh nyeri. Test ini positif
bila terdapat nyeri tajam pada daerah lumbal, bokong sesisi, atau sepanjang n.iskiadikus.
4. Test Viets dan Naffziger
Meningkatnya tekanan intrakranial atau intraspinal dapat menimbulkan nyeri
radikular pada pasien dengan space occupying lession yang menekan radiks saraf.
Tekanan dapat meningkat dengan batuk, bersin, mengedan, dan dengan kompresi vena
jugularis. Tekanan harus dilakukan hingga penderita mengeluh adanya rasa penuh di
kepalanya, dan tes ini tidak boleh dianggap negatif hingga venous return dihambat selama
2 menit. Kompresi vena jugularis juga dapat dilakukan dengan sphygmomanometer cuff,
dengan tekanan 40 mmHg selama 10 menit (Naffzigers test). Penderita dapat berbaring
atau berdiri. Pada pasien ruptur diskus intervertebra, akan didapatkan nyeri radikular pada
radiks yang bersangkutan.

Sensorik

Penting dicatat bila ada gangguan sensorik dengan batas jelas. Namun
seringkali

gangguan

sensorik

tidak

sesuai

dermatomal

atlas

anatomik.

Hal ini disebabkan oleh adanya daerah persarafan yang bertumpang tindih satu sama
lain. Pemeriksaan ini juga menunjukkan tingkat subyektivitas yang tinggi.

Pemeriksaan Penunjang Radikulopati


Radikulopati dapat didiagnosa dari menifestasi klinis yang khas, seperti rasa nyeri,
baal, atau paresthesia yang mengikuti pola dermatomal. Namun demikian gejala-gejala
tersebut dapat disebabkan oleh banyak hal, sehingga untuk menentukan penatalaksanaan
radikulopati, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang, antara lain :

a. Rontgen
Tujuan utama foto polos Roentgen adalah untuk mendeteksi adanya kelainan
struktural. Seringkali kelainan yang ditemukan pada foto roentgen penderita radikulopati
juga dapat ditemukan pada individu lain yang tidak memiliki keluhan apapun.

b. MRI/CT Scan
MRI merupakan pemeriksaan penunjang yang utama untuk mendeteksi kelainan
diskus intervertebra. MRI selain dapat mengidentifikasi kompresi medula spinalis dan
radiks saraf, juga dapat digunakan untuk mengetahui beratnya perubahan degeneratif
pada diskus intervertebra. Dibandingkan dengan CT Scan, MRI memiliki keunggulan,
yaitu adanya potongan sagital, dan dapat memberikan gambaran hubungan diskus
intervertebra dan radiks saraf yang jelas; sehingga MRI merupakan prosedur skrining
yang ideal untuk menyingkirkan diagnosa banding gangguan struktural pada medula
spinalis dan radiks saraf.

CT Scan dapat memberikan gambaran struktur anatomi tulang vertebra dengan baik,
dan memberikan gambaran yang bagus untuk herniasi diskus intervertebra. Namun
demikian sensitivitas CT Scan tanpa myelography dalam mendeteksi herniasi masih
kurang bila dibandingkan dengan MRI.

c. Myelograf
Pemeriksaan ini memberikan gambaran anatomik yang detail, terutama elemen osseus
vertebra. Myelografi merupakan proses yang invasif karena melibatkan penetrasi pada
ruang subarachnoid. Secara umum myelogram dilakukan sebagai test preoperatif,
seringkali dilakukan bersama dengan CT Scan.

d. Nerve Concuction Study (NCS), dan Electromyography (EMG)


NCS dan EMG sangat membantu untuk membedakan asal nyeri atau untuk
menentukan keterlibatan saraf, apakah dari radiks, pleksus saraf, atau saraf tunggal.
Selain itu pemeriksaan ini juga membantu menentukan lokasi kompresi radiks saraf.
Namun bila diagnosis radikulopati sudah pasti secara pemeriksaan klinis, maka
pemeriksaan elektrofisiologis tidak dianjurkan.

e. Laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap, laju endap darah, faktor

rematoid, fosfatase alkali/asam, kalsium.


Urin analisis, berguna untuk penyakit nonspesifik seperti

infeksi.

Penatalaksanaan Radikulopati
1. Informasi dan edukasi
2. Farmakoterapi
a. Akut : asetaminofen, NSAID, muscle relaxant, opioid (nyeri berat), injeksi epidural.
b. Kronik : antidepresan trisiklik (amitriptilin), opioid (kalau sangat diperlukan).
3. Terapi nonfarmakologik

a. Akut : imobilisasi (lamanya tergantung kasus), pengaturan berat badan, posisi tubuh
dan aktivitas, modalitas termal (terapi panas dan dingin), masase, traksi (tergantung
kasus), alat bantu (antara lain korset, tongkat).
b. Kronik : terapi psikologik, modulasi nyeri (akupunktur, modalitas termal), latihan
kondisi otot, rehabilitasi vokasional, pengaturan berat badan, posisi tubuh dan
aktivitas.
4. Invasif nonbedah
Blok saraf dengan anestetik lokal.
Injeksi steroid (metilprednisolon) pada epidural untuk mengurangi pembengkakan
edematous sehingga menurunkan kompresi pada radiks saraf.
5. Bedah
Indikasi operasi pada HNP :
Skiatika dengan terapi konservatif selama lebih dari 4 minggu : nyeri berat /
intractable / menetap / progresif.
Defisit neurologik memburuk.
Sindroma kauda.
Stenosis kanal : setelah terapi konservatif tidak berhasil.
Terbukti adanya kompresi radiks berdasarkan pemeriksaan neurofisiologik dan
radiologik.

Prognosis
Quo ad Vitam : Ad Bonam
Quo ad Functionam : Ad Bonam
Quo ad Sanationam : Ad Bonam

DAFTAR PUSTAKA

1. Mardjono, mahar. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat, Jakarta:2004. 322.


2. http://emedicine.medscape.com/article/95025-overview
3. De Jong R. The neurologi examination. 4th ed. Hagerstown: Harper & Row,
1979:446-448, 566-568
4. Rowland LP. Merritts textbook of neurology. 7th ed. Philadelphia : Lea &Febiger,
1984: 304-309
5. Snell, Richard S. Neuroanatomi Klinik. EGC.Jakarta : 2006.

Anda mungkin juga menyukai