Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

COMBUSTIO
STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

DOSEN PEMBIMBING
Ns. Titan Ligita, MSN., Ph.D.

DISUSUN OLEH :
ATRASINA AZYYATI
NIM. I4051201012

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2021
LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

Combustio

1. Definisi
Combustio atau luka bakar (burn) adalah cedera akibat kontak langsung atau
terpapar dengan sumber-sumber panas (thermal), listrik (electric), zat kimia
(chemical), atau radiasi (radiation). Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan
jaringan yang disebabkan oleh panas meliputi api, cairan/lemak panas, uap panas,
radiasi, listrik dan kimia. Luka bakar merupakan luka yang terjadi akibat sentuhan
pada permukaan tubuh dengan benda-benda yang menghasilkan panas, baik kontak
secara langsung maupun tidak langsung (Anggrowarsito, 2014).
Combustio atau luka bakar merupakan suatu trauma yang disebabkan oleh
panas, arus listrik, bahan kimia, dan petir yang mengenai kulit, mukosa, dan
jaringan yang lebih dalam. Luka bakar yang luas mempengaruhi metabolisme dan
fungsi setiap sel tubuh, semua sistem dapat terganggu, terutama sistem
kardiovaskuler (Rahayuningsih, 2012).

2. Etiologi
Rahayuningsih (2012) menuliskan penyebab dari combustio berdasarkan
penyebab injurinya antara lain:
a. Luka bakar panas (thermal burns)
Luka bakar thermal (panas) disebabkan oleh karena terpapar atau kontak
dengan api, cairan panas atau objek-objek panas lainnya.
b. Luka bakar kimia (chemical burns)
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit
dengan asam atau basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan
banyaknya jaringan yang terpapar menentukan luasnya injuri karena zat
kimia ini. Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya karena kontak dengan
zat – zat pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah
tangga dan berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang industri,
pertanian dan militer. Lebih dari 25.000 produk zat kimia diketahui dapat
menyebabkan luka bakar kimia
c. Luka bakar elektrik (electric burns)
Luka bakar electric (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakan dari
energi listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka
dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang
elektrik itu sampai mengenai tubuh.
d. Luka bakar radiasi (radiation burns)
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif.
Tipe injuri ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion
pada industri atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada
dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar yang
terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi.

3. Klasifikasi
Berdasarkan derajat kedalaman luka bakar, jenis luka bakar dibagi menjadi
(Smeltzer & Bare, 2010):
Kedalaman Penyebab Gejala Tampak luka
Superficial Panas matahari, cahaya  Hyperesthesia  Kemerahan
Partial Thickness intensitas rendah  Kesemutan  Luka lepuh
(Derajat 1) (paresthesia)
 Nyeri ringan
Deep Partial Kontak dengan api dan  Nyeri  Luka lepuh
Thickness panas  Hyperesthesia  Edema
(Derajat 2)  Sensitif dengan  Permukaan berair
udara dingin
Full-thickness  Api  Hilang sensasi  Kering
(Derajat 3)  Terpapar cairan nyeri  Putih pucat
panas dalam waktu  Hematuria  Terlihat lemak
lama  Terdapat luka  Edema
 Aliran listrik seperti lubang pada
 Kimia kulit
Menurut Dewi (2013), derajat luka bakar terbagi menjadi empat macam,
yakni:
a. Superficial burns (Derajat I)
Kerusakan hanya terjadi di permukaan kulit. Kulit akan tampak
kemerahan, tidak ada bulae, sedikit edema dan nyeri, dan tidak akan
menimbulkan jaringan parut setelah sembuh
b. Partial Thickness burns (Derajat II)
Luka bakar derajat II mengenai sebagian dari ketebalan kulit yang
melibatkan semua epidermis dan sebagian dermis. Pada kulit terdapat
bulae, sedikit edema, dan nyeri hebat
c. Full thickness burns (Derajat III)
Kerusakan terjadi pada semua lapisan kulit dan terdapat nekrosis. Lesi
tampak putih dan kulit kehilangan sensasi rasa, dan akan menimbulkan
jaringan parut setelah luka sembuh
d. Charring injury (Derajat IV)
Pada derajat IV kulit tampak hitam seperti arang dikarenakan terbakarnya
jaringan. Terjadi kerusakan pada seluruh kulit dan jaringan subkutan
begitu juga pada tulang akan mengalami kegosongan
Berdasarkan luas luka bakar, beberapa metode dapat dilakukan untuk
mengklasifikasikan luka bakar, yaitu (Smeltzer & Bare, 2010):
a. Rule of Nine
Alat pengkajian yang cepat untuk menentukan perkiraan ukuran atau luas
luka bakar. Metode ini umum digunakan untuk menentukan luas luka
bakar pada dewasa. Tubuh dibagi menjadi perkalian sembilan. Total dari
bagian tubuh yang terpapar dijumlahkan.

b. Lund and Browder


Merupakan modifikasi dari persentasi bagian bagian tubuh menurut usia
yang dapat memberikan perhitungan yang lebih akurat tentang luas luka
bakar. Metode Lund and Browder mengidentifikasi luas luka bakar
berdasarkan persentase bagian tubuh terutama kepala dan kaki, di mana
bergantung terhadap usia pasien.
c. Handpalm atau Palmer method
Cara menentukan luas atau persentasi luka bakar yaitu dengan
menggunakan telapak tangan, satu telapak tangan mewakili 1% dari
permukaan tubuh yang mengalami luka bakar.

4. Patofisiologi
Combustio atau luka bakar merupakan hasil dari perpindahan panas dari satu
tempat ke tempat lain. Kerusakan jaringan merupakan hasil dari koagulasi,
denaturasi protein atau ionisasi isi sel (Smeltzer & Bare, 2010). Pajanan panas yang
menyentuh permukaan kulit mengakibatkan kerusakan pada pembuluh darah kapiler
kulit dan peningkatan permeabilitasnya. Peningkatan permeabilitas ini
mengakibatkan edema jaringan dan pengurangan caian intravaskular. Kerusakan
kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan terjadi akibat penguapan
yang berlebihan di derajat I, penumpukan cairan pada bulae diluka bakar derajat II,
dan pengeluaran cairan dari luka bakar derajat III. Bila luas luka bakar kurang dari
20% masih bisa terkompensasi oleh keseimbangan cairan tubuh, namun jika lebih
dari 20% akan muncul resiko syok hipovolemik dengan tanda-tanda seperti gelisah,
pucat, dingin, nadi lemah dan cepat, serta penurunan tekanan darah dan produksi
urin. Kulit manusia dapat mentoleransi suhu 44˚C relatif selama 6 jam sebelum
mengalami cedera termal (Anggowarsito, 2014).

Kedalaman luka bakar bergantung pada temperatur dari agen yang


membakarnya dan durasi kontak terhadap agen. Luka bakar dapat menimbulkan
respon lokal dan sistemik. Respon sistemik ini disebabkan oleh pelepasan sitokin
dan mediator lainnya ke dalam sirkulasi sistemik. Pelepasan mediator lokal dan
perubahan pada aliran darah, edema jaringan, dan infeksi dapat memperburuk luka
bakar (Smeltzer & Bare, 2010). Perubahan patofisiologis yang disebabkan oleh
kombusio mayor adalah hipoperfusi dan hipofungsi organ sekunder hingga
kehilangan integritas kapiler, perubahan cairan, sodium, dan protein (Smeltzer &
Bare, 2010).
Menurut Rahayuningsih (2012), perubahan yang timbul akibat kombusio
antara lain:
a. Kulit
Perubahan patofisiologik yang terjadi pada kulit segera setelah luka bakar
tergantung pada luas dan ukuran luka bakar. Untuk luka bakar yang kecil
(smaller burns), respon tubuh bersifat lokal yaitu terbatas pada area yang
mengalami injuri. Sedangkan pada luka bakar yang lebih luas misalnya 25
% dari total permukaan tubuh (TBSA : total body surface area) atau lebih
besar, maka respon tubuh terhadap injuri dapat bersifat sistemik dan
sesuai dengan luasnya injuri.
b. Kardiovaskuler
Segera setelah injuri luka bakar, dilepaskan substansi vasoaktif
(catecholamine, histamin, serotonin, leukotrienes, dan prostaglandin) dari
jaringan yang mengalami injuri. Substansi–substansi ini menyebabkan
meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga plasma merembes (to seep)
ke dalam sekitar jaringan. Injuri panas yang secara langsung mengenai
pembuluh akan lebih meningkatkan permeabilitas kapiler. Injuri yang
langsung mengenai membran sel menyebabkan sodium masuk dan
potasium keluar dari sel. Secara keseluruhan akan menimbulkan tingginya
tekanan osmotik yang menyebabkan meningkatnya cairan intracellular
dan interstitial dan yang dalam keadaan lebih lanjut menyebabkan
kekurangan volume cairan intravaskuler. Luka bakar yang luas
menyebabkan edema tubuh general baik pada area yang mengalami luka
maupun jaringan yang tidak mengalami luka bakar dan terjadi penurunan
sirkulasi volume darah intravaskuler. Denyut jantung meningkat sebagai
respon terhadap pelepasan catecholamine dan terjadinya hipovolemia
relatif, yang mengawali turunnya kardiac output. Kadar hematokrit
meningkat yang menunjukan hemokonsentrasi dari pengeluaran cairan
intravaskuler. Di samping itu pengeluaran cairan secara evaporasi melalui
luka terjadi 4-20 kali lebih besar dari normal. Sedangkan pengeluaran
cairan yang normal pada orang dewasa dengan suhu tubuh normal perhari
adalah 350 ml. Keadaan ini dapat mengakibatkan penurunan pada perfusi
organ. Jika ruang intravaskuler tidak diisi kembali dengan cairan intravena
maka syok hipovolemik dan ancaman kematian bagi penderita luka bakar
yang luas dapat terjadi.Kurang lebih 18-36 jam setelah luka bakar,
permeabilitas kapiler menurun, tetapi tidak mencapai keadaan normal
sampai 2 atau 3 minggu setelah injuri. Kardiac output kembali normal dan
kemudian meningkat untuk memenuhi kebutuhan hipermetabolik tubuh
kira-kira 24 jam setelah luka bakar. Perubahan pada kardiak output ini
terjadi sebelum kadar volume sirkulasi intravena kembali menjadi normal.
Pada awalnya terjadi kenaikan hematokrit yang kemudian menurun
sampai di bawah normal dalam 3-4 hari setelah luka bakar karena
kehilangan sel darah merah dan kerusakan yang terjadi pada waktu injuri.
Tubuh kemudian mereabsorbsi cairan edema dan diuresis cairan dalam 2-
3 minggu berikutnya
c. Renal dan gastrointestinal
Respon tubuh pada mulanya adalah berkurangnya darah ke ginjal dan
menurunnya GFR (glomerular filtration rate), yang menyebabkan oliguri.
Aliran darah menuju usus juga berkurang, yang pada akhirnya dapat
terjadi ileus intestinal dan disfungsi gastrointestia pada klien dengan luka
bakar yang lebih dari 25 %
d. Imunitas
Fungsi sistem imun mengalami depresi. Depresi pada aktivitas
lymphocyte, suatu penurunan dalam produksi immunoglobulin, supresi
aktivitas complement dan perubahan/gangguan pada fungsi neutropil dan
macrophage dapat terjadi pada klien yang mengalami luka bakar yang
luas. Perubahan-perubahan ini meningkatkan resiko terjadinya infeksi dan
sepsis yang mengancam kelangsungan hidup klien.
e. Respirasi
Dapat mengalami hipertensi arteri pulmoner, mengakibatkan penurunan
kadar oksigen arteri dan lung compliance
 Smoke Inhalation.
Menghisap asap dapat mengakibatkan injuri pulmoner yang
seringkali berhubungan dengan injuri akibat jilatan api. Kejadian
injuri inhalasi ini diperkirakan lebih dari 30 % untuk injuri yang
diakibatkan oleh api.
Manifestasi klinik yang dapat diduga dari injuri inhalasi meliputi
adanya LB yang mengenai wajah, kemerahan dan pembengkakan
pada oropharynx atau nasopharynx, rambut hidung yang gosong,
agitasi atau kecemasan, takipnea, kemerahan pada selaput hidung,
stridor, wheezing, dispnea, suara serak, terdapat karbon dalam
sputum, dan batuk. Bronchoscopy dan Scanning paru dapat
mengkonfirmasikan diagnosis. Patofisiologi pulmoner yang dapat
terjadi pada injuri inhalasi berkaitan dengan berat dan tipe asap
atau gas yang dihirup
 Keracunan Carbon Monoxide. CO merupakan produk yang sering
dihasilkan bila suatu substansi organik terbakar. Ia merupakan gas
yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, yang dapat
mengikat hemoglobin 200 kali lebih besar dari oksigen. Dengan
terhirupnya CO, maka molekul oksigen digantikan dan CO secara
reversibel berikatan dengan hemoglobin sehingga membentuk
carboxyhemoglobin (COHb). Hipoksia jaringan dapat terjadi
akibat penurunan secara menyeluruh pada kemampuan
pengantaran oksigen dalam darah. Kadar COHb dapat dengan
mudah dimonitor melalui kadar serum darah.
5. Pathway
Thermal Chemical Electrical Radiation

Perpindahan panas

Gangguan integritas Kerusakan jaringan


kulit/jaringan

Nyeri akut Combustio

Peningkatan Pengeluaran
Depresi limfosit
permeabilitas mediator

Risiko infeksi
Edema jaringan ↓ cairan
intravaskuler
↓GFR

Inhalasi
Hipovolemia Oliguria

Keracunan CO

Gangguan pertukaran gas


6. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pada combustio atau luka bakar yakni (Nurarif & Kusuma,
2015):
a. Luka bakar derajat I
 Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis
 Kulit kering, hiperemi berupa eritema
 Tidak dijumpai bulae
 Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
 Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari
b. Luka bakar derajat II
 Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi
inflamasi disertai proses eksudasi.
 Dijumpai bulae
 Nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi.
 Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi di
atas kulit normal
c. Luka bakar dejarat III
 Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang lebih
dalam
 Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea mengalami kerusakan.
 Tidak dijumpai bulae.
 Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Karena kering
letaknya lebih rendah dibanding kulit sekitar.
 Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal
sebagai eskar.
 Tidak dijumpal rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-ujung
saraf sensorik mengalami kerusakan atau kematian.
 Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi proses epitelias
spontan dari dasar luka
7. Komplikasi
Komplikasi luka bakar dapat berasal dari luka tersebut atau dari
ketidakmampuan tubuh dalam proses penyembuhan luka (Anisah, 2019). Adapun
komplikasi yang dapat ditimbulkan adalah:
a. Infeksi luka bakar
Infeksi pada luka bakar merupakan komplikasi yang paling sering
terjadi. Kulit yang mengalami keruakan atau nekrosis menyebabkan
tubuh lebih rentan terhadap patogen diudara seperti bakteri dan
jamur.
b. Terganggunya suplai darah atau sirkulasi
Penderita dengan kerusakan pembuluh darah yang berat dapat
menyebabkan kondisi hipovolemik atau rendahnya volume darah.
Trauma luka bakar yang berat lebih rentan mengalami sumbatan
darah pada ekstremitas. Hal ini disebakan oleh tirah baring dalam
waktu lama pada pasien luka bakar. Tirah baring dapat mengganggu
sirkulasi darah normal, sehingga dapat membentuk sumbatan darah.
c. Komplikasi jangka panjang
Komplikasi jangka panjang terdiri dari komplikasi fisik dan
komplikasi psikologis. Pad luka bakar derajat III, pembentukan
jaringan sikatriks terjadi secara berat dan menetap seumur hidup, di
mana luka bakar terjadi di area sendi. Hal tersebut terjadi ketika kulit
dalam proses penyembuhan, kulit berkontraksi atau tertarik bersama
sehingga mengakibatkan pasien memiliki gerak terbatas pada area
luka. Pasien dengaan trauma luka bakar berat juga dapat mengalami
tekanan stres seetelah trauma. Sering ditemukan pasien mengalami
depresi dan ansietas

8. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik atau pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
adalah (Nurarif & Kusuma, 2015):
a. Laboratorium : Hb, Ht, leukosit, trombosit, gula darah, elektrolit,
kreatinin, ureum, protein, albumin, hapusan luka, urin lengkap, AGD (bila
diperlukan).
b. Rontgen : Foto thorax, dan lain-lain
c. EKG
d. CVP. Dilakukan untuk mengetahui tekanan vena sentral. Pemeriksaan ini
diperlukan pada luka bakar lebih dari 30% pada orang dewasa dan lebih
dari 20% pada anak-anak.
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan antara lain (Dewi, 2014):
a. Pemeriksaan darah perifer lengkap
b. Metabolik dasar
c. Analisa gas darah
d. Kadar mioglobin
e. Urinalisis dan profil faktor pembekuan.
f. Sel darah putih biasanya akan mengalami peningkatan pada pasien luka
bakar akibat adanya respons terhadap kondisi akut yang terjadi, atau
disebabkan oleh adanya infeksi.
g. Kadar hemoglobin dan hematokrit dapat meningkat akibat kehilangan
cairan atau perdarahan.
h. Penilaian fungsi ginjal sangat penting dilakukan untuk mengetahui apakah
terjadi asidosis metabik dan nekrosis tubular akut atau tidak.
i. Hiperkalemia dapat ditemukan pada pasien luka bakar akibat pemecahan
sel dan pergeseran kalium intrasel ke ekstrasel

9. Diagnosa Keperawatan
Mengacu pada PPNI (2016), diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada
pasien combustio yaitu:
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi (keracunan CO)
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (luka bakar)
c. Hipovolemia berhubungan dengan evaporasi (luka bakar)
d. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan perubahan sirkulasi
dan luka bakar
e. Risiko infeksi ditandai dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
sekunder dan luka bakar
10. Rencana Intervensi
No Diagnosa Tujuan Intervensi
DX
1 Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan intervensi selama 1 Terapi Oksigen
berhubungan dengan x 24 jam, diharapkan pertukaran gas 1. Observasi tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi,
ketidakseimbangan meningkat dengan kriteria hasil: frekuensi pernapasan, suhu)
ventilasi (keracunan CO) a. Tingkat kesadaran meningkat 2. Bersihkan sekret pada mulut, hidung, dan trakea
b. Dispnea menurun 3. Pertahankan kepatenan jalan napas
c. Pola napas membaik 4. Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
5. Berikan oksigen tambahan, jika perlu
6. Monitor kecepatan aliran oksigen
7. Monitor posisi alat terapi oksigen
8. Monitor aliran oksigen secara periodik dan
pastikan praksi yang diberikan cukup
9. Monitor efektivitas terapi oksigen (oksimetri,
analisa gas darah)
10. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
11. Monitor integritas mukosa hidung akibat
pemasangan oksigen
12. Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi
13. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
2 Hipovolemia Setelah dilakukan intervensi selama 2 Manajemen Hipovolemia
berhubungan dengan x 24 jam, diharapkan status cairan 1. Observasi tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi,
evaporasi (luka bakar) membaik dengan kriteria hasil: frekuensi pernapasan, suhu)
a. Kekuatan nadi meningkat 2. Periksa tanda-tanda hipovolemia (frekuensi nadi
b. Output urin meningkat meningkat, tekanan darah menurun, membran
c. Membran mukosa membaik mukosa kering)
3. Hitung keburuhan cairan
4. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
5. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis
6. Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis
7. Kolaborasi pemberian cairan IV koloid
3 Gangguan integritas Setelah dilakukan intervensi selama 3 Perawatan Luka Bakar
jaringan berhubungan x 24 jam, diharapkan integritas kulit 1. Observasi tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi,
dengan perubahan dan jaringan meningkat dengan frekuensi pernapasan, suhu)
sirkulasi dan luka bakar kriteria hasil: 2. Identifikasi penyebab luka bakar
a. Kerusakan lapisan kulit cukup 3. Identifikasi durasi terkena luka bakar dan riwayat
menurun penanganan luka sebelumnya
b. Nyeri menurun 4. Monitor kondisi luka (misal presentasi ukuran
c. Suhu kulit membaik luka, derajat luka, perdarahan, warna dasar luka,
infeksi, eksudat, bau luka, kondisi tepi luka)
5. Gunakan teknik aseptik selama merawat luka
6. Lepaskan balutan lama dengan menghindari nyeri
dan pendarahan
7. Rendam luka dengan cairan steril
8. Lakukan terapi relaksasi untuk mengurangi nyeri
9. Gunakan modern dressing sesuai dengan kondisi
luka (hydrocolloid, polymer, cystalline cellulose)
10. Jadwalkan frekuensi perawatan luka berdasarkan
ada atau tidaknya infeksi, jumlah eksudat, dan
jenis balutan yang digunakan
11. Berikan diet dengan kalori 30 – 35
kkal/kg/BB/hari dan protein 1,25 – 1,5
g/kg/BB/hari
12. Berikan suplemen vitamin dan mineral (vitamin
A, vitamin C, Zinc, asam amino)
13. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
14. Anjurkan mengonsumsi makanan tinggi kalori
dan protein
15. Kolaborasi prosedur debridement
16. Kolaborasi pemberian antibiotik
4 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan intervensi selama 3 Manajemen Nyeri
dengan agen pencedera x 24 jam, diharapkan tingkat nyeri 1. Observasi tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi,
fisiologis (luka bakar) menurun dengan kriteria hasil: frekuensi pernapasan, suhu)
a. Keluhan nyeri menurun 2. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
b. Meringis menurun frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
c. Nafsu makan membaik 3. Identifikasi skala nyeri
4. Identifikasi respons nyeri non verbal
5. Identifikasi faktor yang memperberat dan
meringankan nyeri
6. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
7. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
8. Fasilitasi istirahat dan tidur
9. Kolaborasi pemberian analgetik
10. Monitor efek samping penggunaan analgesik
5 Risiko infeksi ditandai Setelah dilakukan intervensi selama 3 Pencegahan Infeksi
dengan ketidakadekuatan x 24 jam, diharapkan status imun a. Observasi tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi,
pertahanan tubuh membaik dengan kriteria hasil: frekuensi pernapasan, suhu)
sekunder dan luka bakar a. Integritas kulit cukup meningkat b. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
b. Integritas mukosa cukup sistemik
meningkat c. Batasi jumlah pengunjung
c. Suhu tubuh membaik d. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
d. Sel darah putih membaik pasien dan lingkungan pasien
e. Berikan perawatan kulit
f. Anjurkan tingkatkan asupan nutrisi
g. Anjurkan tingkat asupan cairan
Daftar Pustaka

Anggowarsito, J. L. (2014). Luka bakar sudut pandang dermatologi. Jurnal Widya


Medika, 2(2), 115-120.
Anisah, S. (2019). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Pertolongan Pertama Pada Luka
Bakar Terhadap Tingkat Pengetahuan Ibu Rumah Tangga Di Desa
Timbang, Kecamatan Kejobong, Kabupaten Purbalingga. (Doctoral
dissertation Universitas Muhammadiyah Purwokerto)
Dewi, Y. R. S. (2013). Luka Bakar: Konsep Umum dan Investigasi berbasis Klinis Luka
Antemortem dan Postmortem. Universitas Udayana.
Nurarif, A.H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan
diagnosa medis & NANDA. Yogyakarta: Mediaction Jogja
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawtaan, edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Rahayuningsih, T. (2012). Penatalaksanaan Luka Bakar (Combustio). Jurnal Profesional
Islam (PROFESI) volume 8. http://dx.doi.org/10.26576/profesi.11
Smeltzer, S. C. & Bare, B. G. (2010). Brunner & Suddarth’s Textbook of Medical
Surgical Nursing, 12th edition. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.

Anda mungkin juga menyukai