COMBUSTIO
STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
DOSEN PEMBIMBING
Ns. Titan Ligita, MSN., Ph.D.
DISUSUN OLEH :
ATRASINA AZYYATI
NIM. I4051201012
Combustio
1. Definisi
Combustio atau luka bakar (burn) adalah cedera akibat kontak langsung atau
terpapar dengan sumber-sumber panas (thermal), listrik (electric), zat kimia
(chemical), atau radiasi (radiation). Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan
jaringan yang disebabkan oleh panas meliputi api, cairan/lemak panas, uap panas,
radiasi, listrik dan kimia. Luka bakar merupakan luka yang terjadi akibat sentuhan
pada permukaan tubuh dengan benda-benda yang menghasilkan panas, baik kontak
secara langsung maupun tidak langsung (Anggrowarsito, 2014).
Combustio atau luka bakar merupakan suatu trauma yang disebabkan oleh
panas, arus listrik, bahan kimia, dan petir yang mengenai kulit, mukosa, dan
jaringan yang lebih dalam. Luka bakar yang luas mempengaruhi metabolisme dan
fungsi setiap sel tubuh, semua sistem dapat terganggu, terutama sistem
kardiovaskuler (Rahayuningsih, 2012).
2. Etiologi
Rahayuningsih (2012) menuliskan penyebab dari combustio berdasarkan
penyebab injurinya antara lain:
a. Luka bakar panas (thermal burns)
Luka bakar thermal (panas) disebabkan oleh karena terpapar atau kontak
dengan api, cairan panas atau objek-objek panas lainnya.
b. Luka bakar kimia (chemical burns)
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit
dengan asam atau basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan
banyaknya jaringan yang terpapar menentukan luasnya injuri karena zat
kimia ini. Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya karena kontak dengan
zat – zat pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah
tangga dan berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang industri,
pertanian dan militer. Lebih dari 25.000 produk zat kimia diketahui dapat
menyebabkan luka bakar kimia
c. Luka bakar elektrik (electric burns)
Luka bakar electric (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakan dari
energi listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka
dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang
elektrik itu sampai mengenai tubuh.
d. Luka bakar radiasi (radiation burns)
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif.
Tipe injuri ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion
pada industri atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada
dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar yang
terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi.
3. Klasifikasi
Berdasarkan derajat kedalaman luka bakar, jenis luka bakar dibagi menjadi
(Smeltzer & Bare, 2010):
Kedalaman Penyebab Gejala Tampak luka
Superficial Panas matahari, cahaya Hyperesthesia Kemerahan
Partial Thickness intensitas rendah Kesemutan Luka lepuh
(Derajat 1) (paresthesia)
Nyeri ringan
Deep Partial Kontak dengan api dan Nyeri Luka lepuh
Thickness panas Hyperesthesia Edema
(Derajat 2) Sensitif dengan Permukaan berair
udara dingin
Full-thickness Api Hilang sensasi Kering
(Derajat 3) Terpapar cairan nyeri Putih pucat
panas dalam waktu Hematuria Terlihat lemak
lama Terdapat luka Edema
Aliran listrik seperti lubang pada
Kimia kulit
Menurut Dewi (2013), derajat luka bakar terbagi menjadi empat macam,
yakni:
a. Superficial burns (Derajat I)
Kerusakan hanya terjadi di permukaan kulit. Kulit akan tampak
kemerahan, tidak ada bulae, sedikit edema dan nyeri, dan tidak akan
menimbulkan jaringan parut setelah sembuh
b. Partial Thickness burns (Derajat II)
Luka bakar derajat II mengenai sebagian dari ketebalan kulit yang
melibatkan semua epidermis dan sebagian dermis. Pada kulit terdapat
bulae, sedikit edema, dan nyeri hebat
c. Full thickness burns (Derajat III)
Kerusakan terjadi pada semua lapisan kulit dan terdapat nekrosis. Lesi
tampak putih dan kulit kehilangan sensasi rasa, dan akan menimbulkan
jaringan parut setelah luka sembuh
d. Charring injury (Derajat IV)
Pada derajat IV kulit tampak hitam seperti arang dikarenakan terbakarnya
jaringan. Terjadi kerusakan pada seluruh kulit dan jaringan subkutan
begitu juga pada tulang akan mengalami kegosongan
Berdasarkan luas luka bakar, beberapa metode dapat dilakukan untuk
mengklasifikasikan luka bakar, yaitu (Smeltzer & Bare, 2010):
a. Rule of Nine
Alat pengkajian yang cepat untuk menentukan perkiraan ukuran atau luas
luka bakar. Metode ini umum digunakan untuk menentukan luas luka
bakar pada dewasa. Tubuh dibagi menjadi perkalian sembilan. Total dari
bagian tubuh yang terpapar dijumlahkan.
4. Patofisiologi
Combustio atau luka bakar merupakan hasil dari perpindahan panas dari satu
tempat ke tempat lain. Kerusakan jaringan merupakan hasil dari koagulasi,
denaturasi protein atau ionisasi isi sel (Smeltzer & Bare, 2010). Pajanan panas yang
menyentuh permukaan kulit mengakibatkan kerusakan pada pembuluh darah kapiler
kulit dan peningkatan permeabilitasnya. Peningkatan permeabilitas ini
mengakibatkan edema jaringan dan pengurangan caian intravaskular. Kerusakan
kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan terjadi akibat penguapan
yang berlebihan di derajat I, penumpukan cairan pada bulae diluka bakar derajat II,
dan pengeluaran cairan dari luka bakar derajat III. Bila luas luka bakar kurang dari
20% masih bisa terkompensasi oleh keseimbangan cairan tubuh, namun jika lebih
dari 20% akan muncul resiko syok hipovolemik dengan tanda-tanda seperti gelisah,
pucat, dingin, nadi lemah dan cepat, serta penurunan tekanan darah dan produksi
urin. Kulit manusia dapat mentoleransi suhu 44˚C relatif selama 6 jam sebelum
mengalami cedera termal (Anggowarsito, 2014).
Perpindahan panas
Peningkatan Pengeluaran
Depresi limfosit
permeabilitas mediator
Risiko infeksi
Edema jaringan ↓ cairan
intravaskuler
↓GFR
Inhalasi
Hipovolemia Oliguria
Keracunan CO
8. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik atau pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
adalah (Nurarif & Kusuma, 2015):
a. Laboratorium : Hb, Ht, leukosit, trombosit, gula darah, elektrolit,
kreatinin, ureum, protein, albumin, hapusan luka, urin lengkap, AGD (bila
diperlukan).
b. Rontgen : Foto thorax, dan lain-lain
c. EKG
d. CVP. Dilakukan untuk mengetahui tekanan vena sentral. Pemeriksaan ini
diperlukan pada luka bakar lebih dari 30% pada orang dewasa dan lebih
dari 20% pada anak-anak.
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan antara lain (Dewi, 2014):
a. Pemeriksaan darah perifer lengkap
b. Metabolik dasar
c. Analisa gas darah
d. Kadar mioglobin
e. Urinalisis dan profil faktor pembekuan.
f. Sel darah putih biasanya akan mengalami peningkatan pada pasien luka
bakar akibat adanya respons terhadap kondisi akut yang terjadi, atau
disebabkan oleh adanya infeksi.
g. Kadar hemoglobin dan hematokrit dapat meningkat akibat kehilangan
cairan atau perdarahan.
h. Penilaian fungsi ginjal sangat penting dilakukan untuk mengetahui apakah
terjadi asidosis metabik dan nekrosis tubular akut atau tidak.
i. Hiperkalemia dapat ditemukan pada pasien luka bakar akibat pemecahan
sel dan pergeseran kalium intrasel ke ekstrasel
9. Diagnosa Keperawatan
Mengacu pada PPNI (2016), diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada
pasien combustio yaitu:
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi (keracunan CO)
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (luka bakar)
c. Hipovolemia berhubungan dengan evaporasi (luka bakar)
d. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan perubahan sirkulasi
dan luka bakar
e. Risiko infeksi ditandai dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
sekunder dan luka bakar
10. Rencana Intervensi
No Diagnosa Tujuan Intervensi
DX
1 Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan intervensi selama 1 Terapi Oksigen
berhubungan dengan x 24 jam, diharapkan pertukaran gas 1. Observasi tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi,
ketidakseimbangan meningkat dengan kriteria hasil: frekuensi pernapasan, suhu)
ventilasi (keracunan CO) a. Tingkat kesadaran meningkat 2. Bersihkan sekret pada mulut, hidung, dan trakea
b. Dispnea menurun 3. Pertahankan kepatenan jalan napas
c. Pola napas membaik 4. Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
5. Berikan oksigen tambahan, jika perlu
6. Monitor kecepatan aliran oksigen
7. Monitor posisi alat terapi oksigen
8. Monitor aliran oksigen secara periodik dan
pastikan praksi yang diberikan cukup
9. Monitor efektivitas terapi oksigen (oksimetri,
analisa gas darah)
10. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
11. Monitor integritas mukosa hidung akibat
pemasangan oksigen
12. Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi
13. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
2 Hipovolemia Setelah dilakukan intervensi selama 2 Manajemen Hipovolemia
berhubungan dengan x 24 jam, diharapkan status cairan 1. Observasi tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi,
evaporasi (luka bakar) membaik dengan kriteria hasil: frekuensi pernapasan, suhu)
a. Kekuatan nadi meningkat 2. Periksa tanda-tanda hipovolemia (frekuensi nadi
b. Output urin meningkat meningkat, tekanan darah menurun, membran
c. Membran mukosa membaik mukosa kering)
3. Hitung keburuhan cairan
4. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
5. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis
6. Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis
7. Kolaborasi pemberian cairan IV koloid
3 Gangguan integritas Setelah dilakukan intervensi selama 3 Perawatan Luka Bakar
jaringan berhubungan x 24 jam, diharapkan integritas kulit 1. Observasi tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi,
dengan perubahan dan jaringan meningkat dengan frekuensi pernapasan, suhu)
sirkulasi dan luka bakar kriteria hasil: 2. Identifikasi penyebab luka bakar
a. Kerusakan lapisan kulit cukup 3. Identifikasi durasi terkena luka bakar dan riwayat
menurun penanganan luka sebelumnya
b. Nyeri menurun 4. Monitor kondisi luka (misal presentasi ukuran
c. Suhu kulit membaik luka, derajat luka, perdarahan, warna dasar luka,
infeksi, eksudat, bau luka, kondisi tepi luka)
5. Gunakan teknik aseptik selama merawat luka
6. Lepaskan balutan lama dengan menghindari nyeri
dan pendarahan
7. Rendam luka dengan cairan steril
8. Lakukan terapi relaksasi untuk mengurangi nyeri
9. Gunakan modern dressing sesuai dengan kondisi
luka (hydrocolloid, polymer, cystalline cellulose)
10. Jadwalkan frekuensi perawatan luka berdasarkan
ada atau tidaknya infeksi, jumlah eksudat, dan
jenis balutan yang digunakan
11. Berikan diet dengan kalori 30 – 35
kkal/kg/BB/hari dan protein 1,25 – 1,5
g/kg/BB/hari
12. Berikan suplemen vitamin dan mineral (vitamin
A, vitamin C, Zinc, asam amino)
13. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
14. Anjurkan mengonsumsi makanan tinggi kalori
dan protein
15. Kolaborasi prosedur debridement
16. Kolaborasi pemberian antibiotik
4 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan intervensi selama 3 Manajemen Nyeri
dengan agen pencedera x 24 jam, diharapkan tingkat nyeri 1. Observasi tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi,
fisiologis (luka bakar) menurun dengan kriteria hasil: frekuensi pernapasan, suhu)
a. Keluhan nyeri menurun 2. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
b. Meringis menurun frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
c. Nafsu makan membaik 3. Identifikasi skala nyeri
4. Identifikasi respons nyeri non verbal
5. Identifikasi faktor yang memperberat dan
meringankan nyeri
6. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
7. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
8. Fasilitasi istirahat dan tidur
9. Kolaborasi pemberian analgetik
10. Monitor efek samping penggunaan analgesik
5 Risiko infeksi ditandai Setelah dilakukan intervensi selama 3 Pencegahan Infeksi
dengan ketidakadekuatan x 24 jam, diharapkan status imun a. Observasi tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi,
pertahanan tubuh membaik dengan kriteria hasil: frekuensi pernapasan, suhu)
sekunder dan luka bakar a. Integritas kulit cukup meningkat b. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
b. Integritas mukosa cukup sistemik
meningkat c. Batasi jumlah pengunjung
c. Suhu tubuh membaik d. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
d. Sel darah putih membaik pasien dan lingkungan pasien
e. Berikan perawatan kulit
f. Anjurkan tingkatkan asupan nutrisi
g. Anjurkan tingkat asupan cairan
Daftar Pustaka