Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PEMANFAATAN TOHB PADA PENYAKIT


AKIBAT PENYELAMAN : GIGITAN BINATANG
LAUT YANG BERBISA

KELOMPOK 3 :

SITI FEBRIANTI HIA (122212032)

PUTRI NURFITAFERA (122212023)

ARDIAN (122212003)

SYAHWANDI (1222120)

Preceptor Akademik : Yusnaini Siagian, S.Kep, Ns, M.Kep

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
TANJUNGPINANG
2022
A. KONSEP DASAR MEDIK
1. DEFINISI

Pada umumnya resiko infeksi pada gigitan binatang lebih besar daripada
luka biasa. Seseorang yang tergigit mempunyai resiko terinfeksi. Pada umumnya
bila tergigit binatang, perlu mendapatkan pemeriksaan medis.
Gigitan binatang termasuk dalam kategori racun yang masuk kedalam
tubuh melalui suntikan. Gigitan bintang atau engatan serangga dapat
menyebabkan nyeri yang hebat dan/ atau pembengkakan. Gigitan dan sengatan
berbagai binatang walaupun tidak selalu membahayakan jiwa dapat
menimbulkan reaksi alergi yang hebat dan bahkan kadang-kadang dapat
berakibat fatal.
Kesadaran akan penyebab dari gigitan dan sengatan ini dapat mengurangi
atau mencegah timbulnya korban. Pengetahuan tentang penanganan yang cepat
dari tindakan pertolongan pertama dapat mengurangi parahnya cedera akibat
gigian dan sengatan tersebut dan menjaga penderita dari sakit yang parah.

2. ETIOLOGI
Ada berbagai macam kelompok bahan yang dapat menyebabkan keracunan,
antara lain :
1) Bahan kimia umum ( Chemical toxicants ) yang terdiri dari berbagai golongan
seperti pestisida ( organoklorin, organofosfat, karbamat ), golongan gas
(nitrogen metana, karbon monoksida, klor ), golongan logam (timbal, posfor,
air raksa,arsen) ,golongan bahan organik ( akrilamida, anilin, benzena
toluene, vinil klorida fenol).
2) Racun yang dihasilkan oleh makluk hidup ( Biological toxicants ) mis :
sengatan serangga, gigitan ular berbisa , anjing, binatang laut yang berbahaya
dll
3) Racun yang dihasilkan oleh jenis bakteri ( Bacterial toxicants ) mis : Bacillus
cereus, Compilobacter jejuni, Clostridium botulinum, Escherichia coli dll
4) Racun yang dihasilkan oleh tumbuh tumbuhan ( Botanical toxicants ) mis :
jamur amnita, jamur psilosibin, oleander, kecubung dll

3. MANIFESTASI KLINIS
1) Rasa terbakar di tenggorokan dan lambung.
2) Pernafasan yang cepat dan dalam, hilang selera makan, anak terlihat lemah.
3) Mual, muntah, haus, buang air besar cair.
4) Sakit kepala, telinga berdenging, sukar mendengar, dan pandangan kabur.
5) Bingung.
6) Koma yang dalam dan kematian karena kegagalan pernafasan
7) Reaksi lain yang kadang bisa terjadi : demam tinggi, haus, banyak
berkeringat, bintik merah kecil di kulit dan membran mukosa

4. KLASIFIKASI
1) Gigitan ikan pari (Sting Ray)
Ikan pari (stingray) merupakan salah satu flora laut dari  family Dasyatidae,
bertulang rawan, memiliki ekor menyerupai cambuk, dengan sirip dada menyerupai
sayap dengan sisi  bagian depan menyatu dengan kepala, dan ekor pada beberapa
spesies sangat tajam dan menyerupai cambuk.

Pasien biasanya mengalami luka


akibat sengatan ikan pari karena secara
tidak sengaja menginjak ikan pari, yang
secara reflek ikan pari tersebut
menyerang orang yang menginjaknya
sebagai mekanisme pertahanan diri.
Sengatan ikan pari merupakan perlukaan
yang paling sering dialami oleh para penyelam. Ekor pari dapat menyebabkan luka
robek dan luka tusuk ikan pari tidak akan menyerang kecuali saat ikan tersebut merasa
terganggu. Sengatan akibat ikan pari sendiri sering terjadi namun jarang yang fatal.

Ikan pari mungkin menyebabkan beberapa tipe perlukaan pada manusia yang
tidak fatal seperti, gigitan, laserasi superfisial tanpa disertai adanya racun yang terlibat,
laserasi yang dalam, serta dapat juga kombinasi luka penetrasi disertai proses
envenoming. Walaupun banyak yang tidak fatal, namun luka penetrasi pada dada
dapat menyebabkan tamponade jantung segera atau dalam waktu tertentu, selain itu
luka-luka pada leher yang dapat menyebabkan gangguan jalan nafas, luka penetrasi
yang mengenai pembuluh darah yang dapat menyebabkan syok, dan infeksi lanjutan
disertai adanya kerusakan jaringan serta syok septik merupakan komplikasi-
komplikasi yang dapat muncul dan dapat menjadi hal yang fatal dari sengatan ikan
pari.

Gejala-gejala yang biasanya dirasakan oleh pasien yang mengalami sengatan


ikan pari antara lain:nyeri sedang, tajam dan seperti ditusuk-tusuk, luka yang berdarah,
area disekitar luka biasanya bengkak dan kemerahan atau membiru, adanya
pembesaran kelenjar limfa, mual, muntah, demam, kram otot, tremor, kelemahan,
peningkatan heart rate, penurunan tekanan darah mungkin terjadi, bahkan kematian.

Tindakan yang dapat dilakukan pada pasien sengatan ikan pari adalah :

1. Melakukan pemeriksaan luka, jangan lupa melakukan pemeriksaan cermat


kemungkinan luka lain, apabila terjadi perlukaan pada region thorakoabdominal,
segera lakukan rujukan ke fasilitas kesehatan tersier yang memiliki peralatan dan
staf medis yang lengkap.
2. Pastikan kondisi pasien stabil, keluarkan pasien dari air, lakukan pembilasan luka
untuk membuang serpihan duri ekor ikan pari, jaringan kelenjar ikan pari, namun
jika luka yang dihasilkan hanya berupa laserasi superfisial, bukan luka yang
menyebabkan penetrasi ke dada, perut ataupun leher, serta pada duri yang
menancap dalam pada ekstremitas.
3. Jika mengalami perdarahan, lakukan tekanan langsung pada luka, jangan
memberikan ikatan atau torniket untuk menghentikan perdarahan.
4. Bersihkan luka dengan menggunakan larutan irigasi steril  atau dengan air bersih,
beberapa rekomendasi lain antara lain dengan merendam luka ke dalam air hangat
( maksimal 43,3 0C, atau pada suhu yang dapat ditolerir oleh kulit dan tidak
menyebabkan luka bakar) antara 30-90 menit, hal ini karena racun pada duri ekor
ikan pari bersifat heat labile,  sehingga racun dari duri ekor ikan pari dapat
mengalami denaturasi dan dapat mengurangi nyeri yang timbul, namun pada
percobaan pada kontrol acak tidak terlalu efektif dan beresiko menimbulkan
perlukaan tambahan akibat panas yang ditimbulkan.
5. Gunakan pinset untuk mencabut duri ekor yang masih menancap, basuh luka
dengan menggunakan air bersih. Lakukan debridemen luka, untuk membersihkan
luka yang ada, untuk menghindari kerusakan jaringan dan infeksi. Debridemen
luka menggunakan larutan salin atau air yang bersih serta penanganan jaringan
nekrosis segera dan secepat mungkin memberikan hasil penyembuhan yang lebih
cepat.
6. Beberapa rekomendasi lain adalah pemberian anastesi lokal dengan lidokain
ataupun bupivakain untuk mengurangi nyeri, lalu selanjutnya memberikan serum
anti tetanus untuk pencegahan. Pemberian anti nyeri juga dapat dipertimbangkan.
7. Penggunaan antibiotik rutin tidak direkomendasikan pada luka akibat sengatan
ikan pari, antibiotik dapat dipertimbangkan untuk diberikan pada luka-luka yang
berpotensi menjadi infeksi. Antibiotik yang dapat diberikan antara lain
kloramfenikol, trimetropim/sulfamethoxazole, golongan quinolon, golongan
aminoglikosida ataupun cefalosforin.  Biasanya pemberian antibiotik profilaksis
diberikan secara oral dengan jangka waktu minimal 5 hari. Hewan ini
menyuntikan racunnya dengan menusukkan duri-durinya / jarum-jarumnya.

Tanda dan Gejala :

 Pembengkakan
 Mual,muntah dan diare
 Kejang-kejang bahkan terkadang disertai kelumpuhan otot - otot      
         
Penanganan :

 Amankan diri dan lingkungan sekitar


 Nilai keadaan airway, breathing, dan sirkulasi (ABC)
 Bersihkan luka dengan sabun dan air hangat selama 30-60 menit (efektif untuk
menonaktifkan racun yang tidak tahan panas)
 Bawa segera ke Rumah Sakit

2) Ikan Lepu Batu (Stonefish)

Ikan Lepu Batu atau Stonefish merupakan Ikan yang paling berbisa di dunia ini.
Seperti namanya, Ikan ini berbentuk seperti Batu atau karang yang biasanya kita temukan
di laut sehingga sangat sulit untuk melihatnya.  Stonefish termasuk ke dalam famili
Synanceiidae, yang terdiri atas 9 genus dan 11 spesies, dimana tiap spesies dari ikan
dalam famili ini termasuk ikan yang beracun, berbahaya, dan bahkan dapat
mengakibatkan dampak yang fatal bagi manusia. Ikan dari genus Synanceia dikenal
sebagai ikan Stonefish yang paling umum dan juga yang paling beracun yang pernah ada.
Ikan ini juga termasuk ke dalam Ordo Scorpaeniformes, sehingga ikan ini memiliki
kekerabatan dengan ikan Scorpionfish (Lepu ayam) yang juga beracun. Secara
taksonomis, Ikan Stonefish memiliki klasifikasi sebagai berikut : Biota > Animalia
(Kingdom) > Chordata (Filum) > Actinopterygii (Kelas) > Scorpaeniformes (Ordo) >
Synanceiidae (Famili) > Synanceia (Genus).

Stonefish umumnya hidup di perairan laut dengan dasar substrat berupa karang
ataupun batuan, tak jarang pula ikan ini ditemukan mengubur dirinya di dalam pasir.
Stonefish dari jenis Synanceia horrida lebih cenderung hidup di daerah estuari atau muara
sungai dengan dasar substrat berupa lumpur. Ikan ini tersebar di perairan tropis Indo-
Pasifik, termasuk di dalamnya perairan Indonesia, Australia, dan Pulau - pulau
disekitarnya. Ikan ini termasuk ikan yang tidak aktif berenang, ikan ini cenderung
berdiam diri di dasar perairan untuk waktu yang sangat lama. Ikan ini menunggu mangsa
untuk lewat di dalam jangkauannya dan kemudian memakannya dengan gerakan yang
sangat cepat. Makanan ikan ini adalah ikan - ikan kecil dan udang - udangan. Ikan ini
juga dikenal tenang, mereka tidak akan berenang menjauh ketika ada bahaya datang,
namun ikan ini cukup menegakkan duri - duri punggungnya yang beracun untuk
menghalau musuhnya. 

Ikan ini memiliki ukuran rata - rata 15 - 30 cm panjangnya, meskipun 'monster'


sebesar 50 cm juga umum ditemukan. Duri ikan ini dikenal mampu menembus alas kaki,
sehingga pengunjung pantai mungkin harus lebih waspada akan keberadaan ikan ini,
karena ikan ini juga seringkali muncul ke permukaan ketika air sedang surut dan dapat
bertahan di luar air selama 24 jam. Racun yang dikeluarkan ikan ini adalah racun yang
menyerang sistem kardiovaskular dan neuromuskular secara bersamaan. Menyebabkan
rasa sakit yang luar biasa disekitar sumber sengatan, kematian jaringan kulit, dan
pelemahan atau kelumpuhan otot. Tingkat gejala yang dialami bergantung kepada
seberapa dalam duri itu menembus otot, dan berapa jumlah duri yang menembus otot.
Metode yang paling sering digunakan untuk memberikan pertolongan pertama bagi
penderita adalah dengan merendam daerah yang tersengat dengan air panas yang dapat
mengurangi efek racun stonefish sebelum dilakukan penanganan medik lebih lanjut.

Sengatan Ikan Karang dapat menyebabkan rasa sakit yang luar biasa serta
kelumpuhan. Jika tidak segera diobati akan menyebabkan kematian ataupun amputasi
bagian tubuh yang terkena sengatan.

Stonefish yang juga disebut dengan Ikan Karang ini banyak ditemukan di perairan
tropikal Samudera Pasifik dan Samudera India.

3) Ikan Buntal (Puffer Fish)


Ikan Buntal atau Puffer Fish merupakan Hewan Vertebrata paling beracun kedua
di Dunia setelah Katak Panah Beracun (Poison Dart Frog). Ginjal, hati dan kulitnya
mengandung racun Tetrodotoxin yang sangat berbahaya bagi yang memakannya. Hanya
dengan racun 1 Ekor Ikan Buntal sudah dapat membunuh 30 orang dewasa yang sehat.
Keracunan Ikan Buntal dapat menyebabkan mati rasa di bibir dan lidah, muntal, mual,
sulit bernafas, pening, jantung berdetak dengan cepat, lumpuh dan kematian. Kebanyakan
mereka yang keracunan Ikan Buntal akan meninggal dunia dalam waktu 4 hingga 24 jam.
Namun di Jepang dan Korea, daging beberapa spesis Ikan Buntal dijadikan sebagai
makanan tetapi harus disiapkan oleh juru masak yang berlisensi dan berpengalaman
sehingga mereka mengetahui bagian mana yang dapat dimakan dan bagian manapula
yang tidak dapat dimakan.

Racun Dalam Ikan Buntal atau Puffer Fish :

Bagian ikan fugu yang paling beracun adalah hati, telur serta saluran
pencernaanya. Tapi bahkan bagian daging pun bisa beracun jika dalam pengolahannya
tidak benar dan terkontaminasi oleh bagian organ dalam. Daging fugu yang
terkontaminasi akan berakibat kematian bagi yang mengkonsumsinya.

Zat racun yang terkandung dalam ikan fugu ini bernama Tetrodotoksin. Dosis
tetrodotoksin sebanyak 2 mg sudah mampu untuk membunuh manusia. Tetrodotoksin
pada ikan fugu akan bereaksi dalam tubuh sekitar kurang dari setengah jam. Oleh
karenanya, di restoran Jepang, untuk menjamin keamamanan sajian yang dihidangkan,
koki yang mengolah ikan fugu akan mencicipinya masakannya terlebih dahulu setengah
jam sebelum disajikan pada konsumen. Sayangnya, racun pada ikan fugu belum ada
penangkalnya (antidote). Daging ikan fugu yang tercemar racun tidak akan hilang
meskipun sudah dimasak.

Gejala keracunan akibat Ikan Buntal atau Puffer Fish :

 Mual dan muntah-muntah


 Rongga mulut mati rasa
 Rasa gatal di bibir, kaki dan tangan sebagai penanda adanya gangguan fungsi
saraf
 Kelumpuhan otot

Gejala-gejala di atas akan timbul dalam waktu 10 hingga 30 menit pertama


setelah seseorang mengkonsumsi racun dalam ikan fugu. Hingga akhirnya berakhir
dengan kematian akibat sulit bernafas serta serangan jantung.

Upaya Penanganan Ikan Buntal atau Puffer Fish : :

Jika seseorang mengalami keracunan ikan fugu, sebaiknya segera di bawa ke rumah sakit.
Penanganan pertama yang dilakukan biasanya adalah memompa perut pasien untuk
mencegah masuknya racun ke bagian tubuh yang lain. Penanganan ini harus dilakukan
sebelum 30 menit pertama setelah makanan masuk ke dalam tubuh. Pada kasus-kasus
tertentu, racun ikan fugu ini bahkan masih dapat bereaksi 6 jam setelah proses
‘pemompaan’ selesai.

Cara Ikan Buntal atau Puffer Fish Bertahan :

Pertanyaan yang cukup membuat penasaran adalah bagaimana bisa ikan fugu bertahan
hidup dengan racun mematikan yang ada di tubuhnya?. Berdasarkan beberapa penelitian,
yang salah satunya dilakukan oleh para peneliti dari universitas di Singapura, National
University of Singapore mengungkapkan bahwa racun tetrodotoxin yang terdapat pada
ikan Fugu memiliki kekuatan 20 kali lebih mematikan daripada sianida sekalipun. Racun
tersebut digunakan oleh ikah fugu untuk membantu proses perkembangbiakan serta untuk
melindungi diri dari pemangsa.

Ikan fugu bertahan karena adanya proses adaptasi evolusi dimana kekebalan tubuhnya
akan semakin tinggi seiring dengan berjalannya waktu. Racun pada ikan fugu diduga
berasal dari hewan lain yang mengandung bakteri tetrodotoxin-laden.

Ikan Buntal atau Puffer Fish bebas racun :

Kini, seiring dengan berjalannya waktu, telah banyak petambak yang memproduksi Fugu
bebas racun yaitu dengan cara menjauhkan ikan fugu dari hewan-hewan yang
mengandung bakteri tetrodotoxin-laden.

Menurut statistik yang dipublikasikan oleh Jepang, terdapat rata-rata 6 kasus kematian
dalam setahun yang dikarenakan oleh keracunan Ikan Buntal.
4) Surgeonfish

Biasa sering disebut dengan ikan Botana atau kulit pasir, jenis ikan herbivora ini
hidup didaerah terumbu karang dan umumnya dikonsumsi oleh masyarakat pesisir.
Namun jika diperhatikan dengan seksama dibagian pangkal sirip ekor (penducle) terdapat
duri yang menyerupai mata pisau dan setajam pisau bedah, oleh karena ciri khas ini
sehingga ikan ini dberi nama Surgeonfish.

5) Scorpionfish and Lionfish


Sama halnya dengan stonefish, namun bentuknya jauh lebih elegan dengan sirip –
sirip yang memanjang. Pada bagian ujung dari Sirip-sirip keras tersebut terdapat kelenjar
racun juga, apabila terkena tubuh manusia dapat menyebabkan sakit yang berlangsung
selama 6 jam. Untuk mengurangi rasa sakitnya kalian dapat menggunaka air panas
dicampur cuka atau irisan lemon

6) Lined Catfish

Sembilang, cukup familiar kan dengan nama lele laut ini. Ikan ini biasa
ditemukan bergerombol dalam jumlah besar. Seperti lele pada umumnya ikan
ini dapat mematil, yaitu menggunakan duri yang terletak di bagian sirip dada
(pectoral) dan sirip punggung (dorsal), duri-duri tersebut kadang tidak terlihat
karena terselubung dibalik kulitnya. Ketika menyelam sebaiknya menjauhi
gerombolan ikan ini, dikhawatirkan mereka akan bersifat agresif jika merasa
terganggu oleh kehadiran kalian.

7) Rabbitfish
Ikan baronang adalah ikan yang enak rasanya namun sirip bagian
punggung, perut dan anal dari ikan baronang terdapat duri yang beracun,
walaupun tidak berdampak fatal terhadap manusia, namun cukup membuat
nyeri dalam waktu yang lama, racunya pun masih ada hingga ikan ini sudah
mati bahkan kalau bisa kurangi memakan ikan herbivora ini, karena mereka
membantu mengurangi kompetitor karang untuk tumbuh di substrat.
8) Ikan Singa

Menjadi ikan favorit penghuni aquarium, ikan singa terkenal dengan duri-
durinya yang beracun. Walaupun tidak terlalu mematikan pada manusia,
racunnya dapat mengakibatkan sakit kepala, muntah-muntah, dan gangguan
pernafasan. Menurut beberapa laporan, gejala tersebut berlangsung selama
beberapa minggu.

9) Ubur-ubur
Kelompok hewan-hewan laut ini menimbulkan cedera dengan sengatan dari sel-
sel penyengat dari alat-alat penangkap (tentakel- tentakel)-nya yang menyebabkan rasa
panas terbakar dan sedikit perdarahan ada kulit. Ubur-ubur ada banyak jenisnya dan
hidup di daerah tropis. Racun ubur-ubur di buat oleh beribu-ribu duri halus yang terdapat
di permukaan badannya. Bila duri halus itu di sentuh oleh perenang di laut, ubur-ubur
akan menyuntukkan racun melalui duri halus itu.
Kulit yang bersentuhan dengan duri ubur-ubur, akan merasa gatal bercampur
panas. Beberapa menit kemudian akan timbul urtikaria yang dapat berubah menjadi
(lepuh-lepuh visikel). Perasaan sakit biasanya akan hilang sendiri dalam beberapa jam,
tetapi dapat kambuh lagi beberapa hari kemudian.
Tanda dan gejala :
1) Rasa panas dan terbakar serta sedikit perdarahan pada kulit.
2) Urtikaria
3) Mual
4) Muntah
5) Kejang otot
6) Syok
7) Kesulitan bernafas
8) Keluar air mata terus-menerus
9) Mata menjadi merah bengkak, pupil melebar

Penanganan :
1) Aman diri dan lingkungan sekitar
2) Nilai keadaan dari airway, breating, dan sirkulasi (ABC).
3) Bebaskan anggota badan yang cedera dari tentakel-tentakel dengan handuk basah.
4) Cuci luka dengan larutan Aromatic Ammonia Spirit atau alcohol 70%
5) Berikan 10 ml larutan Na Glukonat.
6) Asang tourniket dan berikan antidote Sea Wasp Antivenome (SWA) bila ada
7) Bawa segera ke rumah sakit

10) Gigitan Gurita (Blue Ringed Octopus)

Gurita tidak akan menggigit kecuali terinjak atau di ganggu.


Gigitannya sangat beracun dan seringkali menimbulakan kematian.

Tanda dan gejala

 Kegagalan nafas secara progresif terjdi dalam 10-15 menit.


 Luka bekas gigitan kecil, tidak terasa nyeri yang mungkin berwarna merah dan
benjolan (tampak seperti meleuh berisi darah).
 Kehilangan rasa raba (di mulai sekitar mulut dan leher).
 Mual, muntah
 Kesulitan menelan
 Kesulitan bernafas
 Gangguan penglihatan
 Inkoordinasi
 Kelumpuhan otot
 Pernapasan berhenti
 Denyut nadi berhenti
 Dapat diikuti kematian

Penanganan
 Aman diri dan lingkungan sekitar
 Nilai keadaan dari airway, breating, dan sirkulasi (ABC).
 Tenangkan penderita
 Bersihkan/cuci luka bekas gigitan dengan air hangat
 Lakukan pressure imobilisasi pada bagian yang cidera
 Monitor tanda-tanda vital
 Lakukan RJP jika diperlukan

11) Gigitan lintah


Ludah lintah mengandung zat anti pembekuan darah. Darah akan terus mengalir keluar
dan masuk ke perut lintah.
Tanda dan Gejala
 Pembengkakan
 Gatal
 Kemerahan.

Tindakan pertolongan

 Dengan hati-hati lepaskanlah lintah dari tempat ia menggigit.


 Menyiram minyak atau air tembakau ke tubuh lintah, akan membantu
mempercepat usaha melepaskan gigitan lintah.
 Apabila ada tanda-tanda reaksi kepekaan seperti tersebut di atas, cukup digosok
dengan obat atau salep anti gatal biasa.

12) Ikan Hiu


Ikan hiu, disamping dapat menggigit manusia, ada pula yang mengeluarkan
racun. Ikan hiu yang beracun mempunyai sirip di punggungnya. Ikan hiu yang
mengandung racun adalah born shark, memunyai sirip di punggung yang berhubungan
dengan kelenjar pembuat racun. Orang yang tertusuk sirip beracun ikan hiu ini,

Tanda dan Gejala

 Sakit yang berlangsung beberapa jam


 Daerah tusukan itu menjadi merah dan bengkak
 Dapat menimbulkn kematian.
Pengobatan hanya simptomatis dan luka gigitan dirawat seperti luka gigitan lainnya.

5. PATOFISIOLOGI
Penyebab terbanyak keracunan adalah pada sistem saraf pusat dengan akibat
penurunan tingkat kesadaran dan depresi pernapasan. Fungsi kardiovaskuler mungkin
juga terganggu,sebagian karena efek toksik langsung pada miokard dan pembuluh darah
perifer,dan sebagian lagi karena depresi pusat kardiovaskular diotak.Hipotensi yang
terjadi mungkin berat dan bila berlangsung lama dapat menyebabkan kerusakan
ginjal,hipotermia terjadi bila ada depresi mekanisme pengaturan suhu tubuh. Gambaran
khas syok mungkin tidak tampak karena adanya depresi sistem saraf pusat dan
hipotermia, Hipotermia yang terjadi akan memperberat syok,asidemia,dan hipoksia

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada pasien terdiri dari :
1) Hb
2) LED
3) Leukosit
4) Eritrosit
5) Trombosit
6) PCV
7) PPT
8) KPTT
9) BUN
10) Screatinin
11) Kalium
12) Natrium
13) GDA
14) SGOT
15) SGPT

7. PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan ada penderita dengan gigitan binatang sama dengan
pentalaksanaan pada penderita keracunan. Yang harus selalu diperhatikan pada penderita
keracunan maupun gigitan binatang hendaknya selalu monitor dan catat setiap
perubahan-perubahan yang terjadi (ABC). Bersihkan bagian yang tersengat dengan air
laut untuk melemahkan racun kemudian keluarkan berbagai partikel sirip ikan pari yang
tertinggal di luka kemudian rendam bagian yang terinfeksi dengan air panas (43-45°C)
selama 30 menit. Air panas menetralisir berbagai racun dari ikan atau bulu babi dan
membantu mengurangi nyeri.
Beberapa tindakan penatalaksanaan :
1) Tindakan Emergenci
Airway : Bebaskan jalan nafas, kalau perlu lakukan intubasi.
Breathing : Berikan pernafasan buatan bila penderita tidak bernafas spontan atau
pernapasan tidak adekuat.
Circulation : Pasang infus bila keadaan penderita gawat dan perbaiki perfusi
jaringan.
2) Identifikasi Penyebab Keracunan
Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi hendaknya usaha
mencari penyebab keracunan ini tidak sampai menunda usaha-usaha penyelamatan
penderita yang harus segera dilakukan.
3) Eliminasi
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau dengan
pemberian sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat diulang setelah 20 menit bila tidak
berhasil. Katarsis, ( intestinal lavage ), dengan pemberian laksan bila diduga racun
telah sampai diusus halus dan besar. Kumbah lambung atau gastric lavage, pada
penderita yang kesadarannya menurun,atau pada penderita yang tidak kooperatif.
Hasil paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan.
Keramas rambut dan memandikan seluruh tubuh dengan sabun.
Emesis,katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan
terjadi kurang dari 4 – 6 jam . pada koma derajat sedang hingga berat tindakan
kumbah lambung sebaiknya dukerjakan dengan bantuan pemasangan pipa
endotrakeal berbalon untuk mencegah aspirasi pnemonia.
4) Anti dotum (Penawar Racun)
Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akh pada tempat
penumpukan.
a) Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg
b) Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menitsamapi timbulk gejala-
gejala atropinisasi ( muka merah,mulut kering,takikardi,midriasis,febris dan
psikosis).
c) Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 - 60 menit selanjutnya setiap 2 –
4 –6 – 8 dan 12 jam.
d) Pemberian SA dihentikan minimal setelaj 2 x 24 jam. Penghentian yang
mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan
kegagalan pernafasan akut yang sering fatal.

8. KOMPLIKASI
1) Kejang
2) Koma
3) Henti jantung
4) Henti napas
5) Syok

B. KONSEP DASAR TOHB


1. DEFINISI
Terapi Oksigen Hiperbarik (HBOT) adalah suatu terapi dengan pemberian
oksigen konsentrasi 100% dan tekanan lebih dari 1 atmosfer absolut (ATA),
yang dilakukan di ruang udara bertekanan tinggi/ruang hiperbarik dengan
tekanan lebih dari 1 atmosfer (Atm). Regimen HBO (hiperbarik oksigen)
menggunakan tekanan 1,5 hingga 2,5 Atm untuk durasi 30 hingga 90 menit,
yang dapat diulang beberapa kali. Waktu antara dan jumlah total sesi berulang
sangat bervariasi. Tujuan terapi oksigen hiperbarik untuk perawatan dan
pengobatan beberapa penyakit seperti emboli intravaskular, penyakit
dekompresi, infeksi anaerob, keracunan CO (Shahriari, Khooshideh, & Heidari,
2014).
Terapi oksigen hiperbarik menggambarkan seseorang yang menghirup
oksigen 100 % pada tekanan lebih besar dari permukaan laut untuk waktu yang
ditentukan-biasanya 60 hingga 90 menit. Tekanan atmosfir, Udara yang kita
hirup terdiri dari 20,9 persen oksigen, 79 persen nitrogen, dan 0,1 persen gas
inert. Udara normal memberikan tekanan karena memiliki berat dan berat ini
ditarik ke arah pusat gravitasi bumi. Tekanan yang dialami dinyatakan sebagai
tekanan atmosfer. Tekanan atmosfer di permukaan laut adalah 14,7 pound per
inci persegi (psi). Atmospheres Absolute (ATA dalam HBOT) ATA mengacu
pada ukuran tekanan yang sebenarnya dimanapun lokasi seseorang berada.
Dengan cara ini, kedalaman standar dapat dicapai apakah terletak di atas atau di
bawah permukaan laut (Hampson, 1999; Huchim et al., 2017).
Terapi hiperbarik oksigen adalah modalitas pengobatan di mana seseorang
bernafas 100% oksigen dalam ruangan dengan tekanan atmosfer yang
meningkat. Perawatan dilakukan dalam satu ruangan tunggal (satu orang)
biasanya dikompresi dengan oksigen murni dan Multiplace ruang (sekitar 2-14
pasien) dengan oksigen murni dan pasien bernapas melalui masker wajah,
tudung, atau tabung endotrakeal. Selama perawatan, tekanan pada arteri sering
melebihi 2000 mmHg dengan kadar 200-400 mmHg pada jaringan. Tekanan
yang diberikan saat berada di dalam ruangan perawatan biasanya 2 hingga 3
atmosfer absolut (ATA), jumlah tekanan atmosfer (1 ATA) ditambah tekanan
hidrostatik tambahan yang setara dengan satu atau dua atmosfer (1 atmosfer =
tekanan 14,7 pound per inci persegi atau 101 kPa). Waktu perawatan 1,5-2 jam,
tergantung pada indikasi dan dapat dilakukan 1-3 kali sehari (Stephen R. Thom,
2011).

2. RUANG HIPERBARIK
Ruang hiperbarik dapat terdiri dari dua jenis: tunggal atau ganda. Sementara
tekanan terjadi di tempat duduk tunggal melalui oksigen dan peningkatan
tekanan bersifat sistemik, ruang multiplace diberi tekanan dengan udara dan
oksigen disuplai kepada pasien melalui masker, helm, atau tabung endotrakeal,
tergantung kasusnya. (Gill & Bell, 2004)

Perbandingan monoplace dan multiplace kamar oksigen hiperbarik.


Monoplace; Lingkungan Claustrophobic, akses terbatas ke pasien, Seluruh ruang
mengandung oksigen khas, meningkatkan risiko kebakaran, Biaya rendah,
Portable. Sedangkan Berganda; Lebih banyak ruang; asisten canenter untuk
menangani masalah-masalah acuteproblem seperti aspneumothorax, Oksigen
hiperbarik melalui masker, kamar berupa udara (mengurangi risiko kebakaran),
Risiko infeksi silang bila digunakan untuk bisul/luka. (Huchim et al., 2017)

3. MEKANISME KERJA TOHB


Terapi oksigen hiperbarik dapat bertindak sebagai terapi utama maupun
terapi bantuan pada kasus klinis yg bersifat ilmiah dan alamiah. Dua penyebab
utama kematian pada infeksi pernapasan adalah penurunan difusi O2 dari paru
ke darah sehingga terjadi hipoksemia dan hipoksia dan peningkatan respons
inflamasi (badai sitokin).
Pada umumnya manusia bernafas dengan komposisi unsur udara: 78%
nitrogen, 20% oksigen, 0,93% argon, 0,03% karbondioksida dan sisanya terdiri
dari neon, helium, metan dan hidrogen. Berbagai faktor resiko penyebab
kurangnya oksigen pada tingkat seluler menyebabkan gangguan pada berbagai
sistem organ. Oksigen masuk ke dalam tubuh melalui cara pertukaran gas
(sistem pernapasan), yang terdiri dari fase ventilasi, transportasi, utilisasi dan
difusi. Dengan berada di dalam kondisi hiperbarik, maka molekul udara bisa
semakin kecil dan rapat, sehingga mudah larut dalam cairan. Sehingga ketika
seseorang masuk ke dalam Chamber/ RUBT, maka oksigen bisa langsung masuk
ke dalam cairan tubuh seperti plasma darah, cairan getah bening, dan cairan
otak.
Peningkatan ROS (Reactive Oxygen Species) adalah Kunci TOHB:
1. Reactive oxygen species (ROS) merupakan molekul yang reaktif secara
kimia yang mengandung oksigen, seperti Superoxide anion (O2-), Hydrogen
peroxidee (H2O2) dan hydrogen radical (OH-).
2. Spesies nitrogen reaktif (Reactive nitrogen species; RNS) adalah keluarga
molekul antimikroba yang berasal dari nitrat oksida (•NO) dan superoksida
(O2•−) diproduksi melalui aktivitas enzimatik dari nitrat oksida sintase 2
(NOS2 dan NADPH oksidase yang dapat diinduksi, berturut-turut).
3. NOS2 diekspresikan terutama pada makrofag setelah induksi oleh sitokin
dan produk mikroba, terutama interferon-gamma (IFN-γ) dan
lipopolisakarida(LPS).
4. Spesies nitrogen reaktif bekerja sama dengan spesies oksigen reaktif (ROS)
untuk merusak sel biologis, yang menyebabkan tekanan nitrosatif. Oleh
karena itu, kedua spesies ini sering disebut sebagai ROS/RNS.
5. TOHB dapat meningkatkan ROS dan RNS. Sehingga dari proses tersebut
didapatkan dua hasil akhir yaitu neovaskuralisasi dan peningkatan
kelangsungan hidup jaringan pasca iskemik.

4. PRINSIP PENGOBATAN TOHB


Pada prinsipnya tekanan diperlukan agar oksigen dapat secara efektif larut
ke dalam cairan plasma darah. Dengan meningkatnya tekanan, maka ukuran
molekul oksigen akan berkurang dan menciptakan lingkungan oksigen yang
lebih padat. Molekul oksigen di dalam alveolus atau membran paru menjadi
lebih terkonsentrasi sehingga memungkinkan molekul oksigen lebih banyak
dipindahkan ke dalam darah secara difusi, sehingga memenuhi cairan plasma
darah. Dengan meningkatnya tekanan, suhu juga akan meningkat. Hal ini secara
langsung akan meningkatkan volume oksigen yang tersedia. Sehingga kadar
oksigen yang lebih tinggi dapat mencapai jaringan tubuh yang lebih dalam.

5. PROSEDUR TOHB
1. Persiapan Terapi
Oksigen murni dapat menyebabkan kebakaran apabila ada percikan atau
api. Oleh karena itu, pasien tidak boleh membawa korek api atau perangkat
bertenaga baterai ke dalam ruang terapi. Pasien harus menghapus produk
perawatan rambut dan kulit, parfum, deodoran, dan hal lainnya yang
berbasis minyak dan berpotensi menimbulkan kebakaran. Hanya pakaian
katun bersih yang diperbolehkan di dalam ruangan. Pasien juga harus
memberi tahu teknisi apabila ada obat yang digunakan dan pasien
disarankan untuk tidak meminum alkohol atau minuman berkarbonasi
selama empat jam sebelum perawatan. Pada kebanyakan kasus, pasien harus
berhenti merokok dan berhenti menggunakan produk tembakau lainnya
selama masa pengobatan mereka, karena dapat mengganggu kemampuan
tubuh untuk mengangkut oksigen.
2. Selama Terapi
Pasien bisa mendapatkan terapi hiperbarik dalam dua jenis pengaturan,
yaitu dalam suatu tabung yang dirancang untuk 1 orang atau dalam suatu
ruang yang dirancang untuk beberapa orang. Selama terapi oksigen
hiperbarik, tekanan udara dalam ruangan adalah sekitar dua sampai tiga kali
tekanan udara normal. Tekanan udara yang meningkat akan menimbulkan
perasaan penuh yang bersifat sementara di dalam telinga yang mirip dengan
apa yang dirasakan ketika berada di dalam pesawat terbang atau ketika
berada pada tempat yang tinggi. Hal ini dapat diredakan dengan melakukan
gerakan menguap atau menelan.
3. Setelah Terapi
Pada kebanyakan kondisi, terapi berlangsung hingga sekitar dua jam.
Pasien mungkin merasa agak lelah atau lapar setelah terapi ini, namun tidak
membatasi aktivitas normal.

6. INDIKASI TOHB
Penting untuk mengetahui indikasi untuk terapi hiperbarik. Indikasi meliputi
penyakit dekompresi, emboli udara, keracunan karbon monoksida, cedera,
anemia kehilangan darah akut, abses intrakranial, luka bakar termal, fasciitis
nekrotikans, gas gangren, dan kehilangan pendengaran akut. Pada umunya pusat
hiperbarik merawat pasien dengan dengan kondisi nonalergi seperti
penyembuhan luka yang buruk, cedera radiasi yang tertunda, osteomielitis kronis
dan flap. Sangat penting bagi tim medis yang merawat untuk mengenali indikasi
hiperbarik yang muncul. (Chen et al., 2019)
Menurut UHMS indikasi untuk terapi oksigen hiperbarik adalah Emboli
udara atau Keracunan gas karbon monoksida, keracunan sianida, inhalasi asap
Myostitis dan mionekrosis klostridial (gangren gas), Cedera, sindrom
kompartemen, dan iskemia perifer akut lainnya. Penyakit dekompresi,
Peningkatan penyembuhan pada luka, Anemia kehilangan darah yang banyak,
Abses intrakranial, Infeksi jaringan lunak nekrotikans, Osteomielitis refraktori,
Flap dan cangkok kulit (terganggu), Cedera radiasi (jaringan lunak dan nekrosis
tulang), Luka bakar termal.(Chen et al., 2019; Mathieu, Marroni, & Kot, 2017).

7. MANFAAT TOHB
Fungsi HBOT sangat kompleks. Akan mengurangi ukuran gelembung gas
dalam cairan (darah). Sehingga meningkatkan kapasitas pembawa oksigen darah
melalui peningkatan konsentrasi oksigen plasma menjadi sekitar 7%. Adanya
bakteriostatik dan bakteriosidal pada tekanan dan oksigenasi yang lebih tinggi.
Oksigen hiperbarik akan meningkatkan neovaskularisasi arteri dan mengurangi
edema jaringan, yang akan menghambat berbagai eksotoksin seperti racun alfa
dan beta yang terkait dengan infeksi nekrotikans. Pengobatan hiperbarik akan
meningkatkan difusi oksigen lebih lanjut dalam jaringan dengan jarak sekitar
empat kali jarak perfusi normal. Sehingga akan menyebabkan terjadi difusi
oksigen dari lingkungan yang kaya oksigen ke lingkungan oksigen yang buruk
seperti dengan luka iskemik dan anggota badan.
Hukum Boyle adalah dasar untuk efektivitas dalam penyakit dekompresi
dan emboli udara. Permukaan terlalu cepat dari penyelaman bawah laut yang
dalam akan menghasilkan presipitasi gelembung nitrogen dalam darah. Ini akan
menghasilkan persendian yang sangat menyakitkan, tikungan, dan bahkan
kematian. (Fife et al., 2016; Jones & Wyatt, 2019)
Tujuan pengobatan adalah untuk mencegah pembentukan gelembung
nitrogen sehingga berkurang ukurannya dan kembali larut. Hal yang sama
berlaku untuk perawatan emboli udara. Peningkatan tekanan yang diberikan oleh
terapi medis hiperbarik akan mengurangi gelembung gas tersebut. Keracunan
karbon monoksida disebabkan oleh perpindahan oksigen dari hemoglobin darah
yang membentuk karboksihemoglobin yang yang merusak.
Oksigen hiperbarik akan menggerakkan kurva saturasi untuk meningkatkan
saturasi oksigen sel darah merah yang menggantikan molekul karbon
monoksida. Sehingga sebagai indikasi yang penting untuk perawatan. HBOT
dapat menyembuhkan beberpa kondisi seperti penyembuhan luka, osteomielitis
yang sulit disembuhkan, cedera radiasi, cangkok yang terganggu, cush injury,
dan luka bakar. Peningkatan pengiriman oksigen ke daerah tersebut,
neovaskularisasi, penurunan edema, dan jarak perfusi oksigen yang lebih besar
adalah semua hasil terapi yang terbukti memberikan dampak positif. (Fife et al.,
2016; Jones & Wyatt, 2019)

8. LANGKAH-LANGKAH TOHB
1. Pasien berada di dalam chamber bertekanan 2-3 ATA pada konsentrasi
oksigen 100%.
2. Dosis terapi diberikan secara normal selama 1,5-2 jam per sesi. Terapi bisa
diulang tiga kali sehari. Untuk jumlah total terapi tergantung pada kondisi
klinis, bervariasi dari 20 hingga 60x.
3. Udara yang dihirup berasal dari peningkatan PO2 eksternal. Sehingga
gradien positif memungkinkan masuknya O2 yang lebih tinggi, yang per-
difusi akan lebih tinggi juga di alveoli dan aliran darah.
4. Efek “hiperoksemia” dan “hiperoksia” ini tidak tergantung pada hemoglobin
(Hb), karena oksigen bisa langsung larut ke dalam plasma darah. Sehingga
bisa mengurangi hipoksia pada jaringan.
5. Hal ini akan menghasilkan pasokan utama spesies oksigen reaktif (ROS)
dan spesies nitrit reaktif (RNS), dengan ekspresi yang lebih tinggi dari
faktor pertumbuhan (Growth Factors) dan merangsang neovaskularisasi dan
peningkatan imunomodulator.

9. EFEK SAMPING TOHB


Terapi oksigen hiperbarik umumnya merupakan prosedur yang aman.
Komplikasi jarang terjadi, namun perawatan ini berisiko menimbulkan efek
samping sebagai berikut:
1. Rabun jauh sementara (miopia) yang disebabkan oleh perubahan sementara
pada lensa mata.
2. Kerusakan telinga tengah, termasuk kebocoran cairan dan robekan gendang
telinga akibatnya meningkatnya tekanan udara.
3. Kerusakan paru - paru akibat perubahan tekanan udara (barotrauma).
4. Kejang akibat terlalu banyak oksigen (toksisitas oksigen) di dalam sistem
saraf pusat.
5. Pada keadaan tertentu bisa terjadi api dan kebakaran karena lingkungan
terapi yang kaya oksigen.
C. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
1) Identitas klien:
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, no. RM, dan diagnosa medis
2) Keluhan utama
Keluhan yang muncul merupakan keluhan klinis, alasan menggunakan terapi
hiperbarik.
3) Riwayat penyakit sekarang
Mengkaji perjalanan penyakit secara detail mulai dari kapan terjadinya, hingga
dilakukan terapi hiperbarik oksigen, serta berapa kali ke hiperbarik dan apakah
melakukan kunjungan hiperbarik secara rutin dan berkala.
4) Riwayat penyakit dahulu
Mengkaji penyakit yang pernah dialami klien yang mungkin menjadi kontraindikasi
terapi HBO.
5) Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
1) Keadaan umum
2) Tanda-tanda vital
b. ROS (Review of System)
1) B1 (Breath)
2) B2 (Blood)
3) B3 (Brain)
4) B4 (Bladder)
5) B5 (Bowel)
6) B6 (Bone)
6) Pengkajian pra HBO
a. Observasi tanda-tanda vital
b. Indikasi HBO : Beberapa indikasi penyakit yang bisa diterapi dengan HBO
adalah penyakit dekompresi, emboli udara, keracunan gas CO, infeksi seperti
gas gangren, osteomyelitis, lepra, pada bedah plastik dan rekonstruksi seperti
luka yang sulit sembuh, luka bakar, operasi reimplantasi dan operasi cangkok
jaringan. Keadaan trauma seperti crush injury, compartment syndrome dan
cidera olahraga.
c. Auskultasi paru-paru
d. Kaji adanya tanda-tanda flu
e. Tes pada klien keracunan CO/ Oksigen.
f. Lakukan uji gula darah pada Klien dengan IDDM.
g. Kaji status nutrisi pada klien dengan ulkus skin degloving dengan pengobatan
h. Observasi cedera tulang umum dalam luka trauma.
i. Kaji tingkat nyeri
7) Pengkajian intra HBO
a. Pantau adanya tanda-tanda dan gejala barotrauma, keracunan oksigen dan
komplikasi/efek samping yang biasa ditemui dalam HBOT.
b. Mendorong klien untuk menggunakan teknik valsava maneuver yang paling
nyaman.
c. Mengingatkan Klien bahwa valsava maneuver hanya digunakan pada saat
proses dekompresi, setelahnya Klien hanya perlu bernapas normal (tidak
menahan napas).
d. Jika Klien mengalami nyeri ringan sampai sedang, hentikan dekompresi hingga
nyeri reda. Jika nyeri ringan sampai sedang tidak mereda, Klien harus
dikeluarkan dari ruang dan diperiksa oleh dokter THT.
e. Untuk mencegah barotrauma GI, ajarkan Klien bernafas secara normal (jangan
menelan udara).
f. Segera periksa gula darah jika terdapat tanda-tanda hypoglycemia
8) Pengkajian post HBO
a. Untuk Klien dengan tanda-tanda barotrauma, lakukan uji ontologis.
b. Lakukan penilaian status neurovaskular dan luka pada Klien
c. Klien yang mengkonsumsi obat anti ansietas selama terapi dilarang
mengemudikan alat transportasi atau menghidupkan mesin.
d. Dokumentasikan tindakan dan kondisi klien pasca HBOT

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kecemasan b/d defisit pengetahuan tentang terapi oksiegn hiperbarik dan prosedur
keperawatan.
2. Kecemasan b/d defisit pengetahuan tentang pola nafas yang tidak efektif.
3. Perubahan perfusi jaringan cerebral b/d efek toksik pada mioakrd, keracunan
oksigen, dekompresi, infeksi akut, gas emboli, dll.
4. Resti barotrauma ke telinga, sinus, gigi dan paru paru atau gas embolik cerebral b/d
perubahan tekanan udara di dalam ruang HBO.
5. Resti toksisitas oksigen b/d pemberian oksigen 100% pada tekanan atmosfer yang
meningkat.
6. Resti untuk pengiriman gas yang tidak memadai b/d sistem pengiriman dan
kebutuhan pasien/ keterbatasan.
7. Kecemasan dan ketakutan b/d ruang HBO yang tertutup.
8. Nyeri terkait berhubungan dengan masalah medis klinis.
9. Ketidaknyamanan b/d perubahan suhu dan kelembaban di ruang HBO.
10. Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan stress terhadap penyakit dan atau
kurangnya sistem dukungan psikososial.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
PERENCANAAN KEPERAWATAN
NO Diagnosa Keperawatan NIC NOC
1. Kecemasan berhubungan dengan Kriteria Hasil : 1. Kaji & dokumentasikan pemahaman pasien
defisit pengetahuan tentang terapi Pasien dan keluarga mengungkapkan : dengan keluarga tentang dan tujuan terapi
oksigen hiperbarik & prosedur a. Alasan terapi HBO serta efek samping terapi.
perawatan. b. Tujuan terapi HBO 2. Identifikasi hambatan dan kebutuhan
c. Prosedur dalam terapi HBO belajarnya terkait dengan informasi tentang :
d. Resiko bahaya (efek samping) dari terapi  Tujuan dan hasil yang diharapkan dari
HBO. terapi oksigen hiperbarik.
 Urutan prosedur perawatan & apa yang
diharapkan (yaitu tekanan, temperatur,
suara, perawatan luka).
 Sistem pengiriman oksigen.
 Teknik mengosongkan telinga.
2. Kecemasan b/d defisit Kriteria Hasil : 1. Kaji & dokumentasikan pemahaman pasien
pengetahuan tentang pola nafas Pasien dan keluarga mengungkapkan : dengan keluarga tentang dan tujuan terapi
yang tidak efektif. a. Alasan terapi HBO : mengurangi pola nafas serta efek samping terapi.
yang tidak efektif pada pasien akibat gigitan 2. Identifikasi hambatan dan kebutuhan
binatang laut. belajarnya terkait dengan informasi tentang :
b. Tujuan terapi HBO  Tujuan dan hasil yang diharapkan dari
c. Prosedur dalam terapi HBO terapi oksigen hiperbarik.
Resiko bahaya (efek samping) dari terapi HBO.  Urutan prosedur perawatan & apa yang
diharapkan (yaitu tekanan, temperatur,
suara, perawatan luka).
 Sistem pengiriman oksigen.
Teknik mengosongkan telinga.

3. Perubahan perfusi jaringan Kriteria Hasil : 1. Kaji status neurologi pasien saat terapi
cerebral b/d efek toksik pada a. Tanda dan gejala penurunan perfusi jaringan
mioakrd, keracunan oksigen, serebral dikenali dan diatasi dengan tepat. berlangsung.
dekompresi, infeksi akut, gas 2. Monitor dan dokumentasikan tes neurologi
emboli, dll. pada kondisi tertentu.
3. Bandingkan hasil pengkajian neurologi
sebelum dan sesudah terapi berlangsung.
4. Kaji dan dokumentasikan fungsi motorik dan
sensorik.
5. Sediakan reorientasi dan dukungan
emosional yang diperlukan.
6. Sediakan tes-neuropsikometri seperti yang
diperintahkan.

Beritahu dokter hiperbarik perubahan yang


signifikan yang ditunjukkan.

4. Resiko barotrauma ke telinga, Kriteria Hasil : 1. Kelola dekongestan, instruksi dokter, sebelum
sinus, gigi dan paru-paru atau gas a. Tanda dan gejala dari barotrauma akan diakui, perawatan terapi hiperbarik.
emboli serebral berhubungan ditangani & segera dilaporkan. 2. Sebelum perawatan instruksikan pada pasien
dengan perubahan tekanan udara tentang teknik pengosongan telingan dengan
dalam ruang oksigen hiperbarik. mengunyah, menelan, menguap modifikasi
manuver valsava, atau head tilt.
3. Kaji kemampuan pasien melakukan teknik
pengosongan telinga saat tekanan dilakukan.
4. Lakukan tindakan keperawatan :
 Ingatkan pasien untuk bernafas dengan
normal selama perubahan tekanan,
 Konfirmasi ET/ manset trach diisi
dengan NS sebelum tekanan udara.
 Beritahukan operator ruang multiplace
jika pasien tidak dapat menyesuaikan
persamaan tekanan.
5. Dokumentasikan hasil pengkajian :
 Monitor secara berkelanjutan untuk
mengetahui tanda-tanda dan gejala
barotrauma termasuk :
 Ketidakmampuan untuk
menyamakan telinga, atau sakit di
telinga dan atau sinus (terutama
setelah pengobatan awal, dan
setelah perawatan berikutnya).
 Peningkatan kecepatan dan
kedalaman nafas
 Tanda dan gejala dari
pneumotoraks, termasuk : tiba-tiba
nyeri dada tajam, kesulitan atau
benafas cepat, gerakan dada
abnormal pada sisi yang terkena,
dan takikardi atau kecemasan.
6. Ikuti perintah dokter hiperbarik untuk
manajemen pasien.
5. Resiko keracunan oksigen Kriteria Hasil : 1. Catat hasil pengkajian pasien dari dokter
berhubungan dengan pemberian a. Tanda dan gejala keracunan oksigen dikenali hiperbarik :
oksigen 100% selama tekanan dan ditangani dengan tepat.  Peningkatan suhu tubuh.
atmosfir meningkat.  Riwayat penggunaan steroid.
 Riwayat kejang oksigen.
 Penggunaan vitamin C dosis tinggi atau
aspirin.
 FiO2 >50%.
 Faktor resiko tinggi lainnya.
2. Monitor kondisi pasien saat terapi
berlangsung & dokumentasikan tanda dna
gejala dari keracunan oksigen pada sistem
saraf pusat :
 Mati rasa dan berkedut.
 Telinga berdenging atau halusinasi
pendengaran.
 Vertigo.
 Penglihatan kabur.
 Gelisah dan mudah tersinggung.
 Mual.
3. Ubah sumber oksigen 100% untuk pasien
jikan tanda dan gejala muncul dan
beritahukan kepada dokter hiperbarik.
4. Monitor pasien selama terapi oksigen
hiperbarik & dokumentasikan tanda dan
gejala keracunan oksigen paru, termasuk :
nyeri dan rasa terbakar didada, sesak di dada,
batuk kering, kesulitan menghirup nafas
penuh & dispneu saat bergerak.
5. Memberitahukan dokter hiperbarik jika tanda
dan gejala keracunan oksigen paru muncul.
6. Resiko terapi pengiriman gas tidak Kriteria Hasil : 1. Kaji kondisi pasien, kebutuhan, dan
memadai berhubungan dengan a. Tanda & gejala pengiriman oksigen yang tidak keterbatasan untuk sistem pengiriman gas
sistem pengiriman dan memadai akan diakui dan dilaporkan segera. terbaik :
kebutuhan/keterbatasan pasien b. Menilai kondisi pasien, kebutuhan dan  Face mask untuk anak dan dewasa
keterbatasan untuk pengiriman gas yang  “T” piece untuk pasien yang
terbaik. menggunakan intubasi atau trakeostomi.
 Ventilator untuk pasien dengan intubasi
yang memerlukan bantuan ventilasi.
2. Monitor respon dengan sistem pengiriman
oksigen, termasuk kemampuan mereka untuk
mentolerir sistem yang dipilih.
3. Bantu teknisi hiperbarik dengan sistem
pengiriman yang sesuai.
Tutup Kepala :
 Bantu pasien menggunakan dan
melepaskan tutup kepala.
 Setelah terpasang, periksa kebocoran.
 Amati pasien untuk tanda dan gejala
penumpukan CO2, termasuk kegelisahan.
Face Mask :
 Bantu pasien menggunakan dan
melepaskan masker dan perbaiki posisi
masker bila perlu.
 Periksan kebocoran dan kelangsungan seal
pada wajah pasien.
T- piece
 Proses pemasangan.
 Monitor kecepatan dan kedalaman
respirasi, dengarkan suara nafas.
 Beritahukan kepada dokter hiperbarik jika
pasien mengalami kesulitan bernafas.
 Lakukan penghisapan bila diperlukan.
7. Kecemasan dan ketakutan Kriteria Hasil : 1. Kaji riwayat kecemasan dan ketakutan pasien
berhubungan dengan perasaan a. Pasien mampu mentolerir terapi HBO. dan ulang kembali informasi dari dokter
kecemasan kurungan terkait . hiperbarik yang relevan.
dengan ruang oksigen hiperbarik  Lakukan tindakan pencegahan yang sesuai
(claustrofobia). (mis. HE, Orientasi chamber, dan obat).
 Saat terapi berlangsung monitor tanda dan
gejala dari kecemasan, termasuk :
 Gelisah.
 Ketidakmampuan untuk mentolerir
masker wajah atau tudung kepala.
 Laporkan perasaan tertutup atau
terjebak.
2. Jaga ketenangan.
3. Pastikan terjadi kontak mata dengan pasien.
4. Yakinkan pasien bahwa dia aman.
5. Libatkan pasien dalam pemecahan
masalah/perasaannya terhadap kecemasan
kurungan.
6. Beri obat anti kecemasan sesuai perintah
dokter hiperbarik dan nilai efektivitas atau
pengobatan.
7. Beritahukan dokter hiperbarik, respon pasien
terhadap obat anti kecemasan, langkah-
langkah dan kemampuan untuk mentolerir
kurungan.
8. Dokumentasi hasil intervensi.
8. Nyeri berhubungan dengan Kriteria Hasil : 1. Nilai pengalaman sakit pasien, apakah rasa
masalah medis terkait. a. Pasien akan menyatakan kepuasan dengan sakit meningkat selama terapi oksigen
manajemen nyeri. hiperbarik.
2. Obati nyeri pasien sebelum terapi oksigen
hiperbarik, sesuai kebutuhan, dan
dokumentasikan efek analgesik yang
diberikan.
3. Siapkan obat analgesik selama pengobatan
terapi oksigen hiperbarik.
4. Berikan posisi yang nyaman pada pasien.
5. Hindari obat IM selama perawatan.

9. Gangguan rasa nyaman Kriteria Hasil : 1. Nilai secara berkala kenyamanan pasien
berhubungan dengan perubahan a. Pasien akan mentolerir iklim internal ruangan. dengan perubahan kelembaban dan suhu.
suhu dan kelembaban di dalam 2. Tawarkan tindakan kenyamanan pasien
ruang hiperbarik. (misalnya, selimut, botol air panas, atau kain
dingin).
10. Ketidakefektifan koping individu Kriteria Hasil : 1. Berikan dukungan dan dorongan tanpa
berhubungan dengan stress a. Pasien akan dapat memenuhi prosedur melebih harapan hasil dari pengobatan.
terhadap penyakit dan atau perawatan terapi oksigen hiperbarik. 2. Bahas kemampuan pasien untuk
kurangnya sistem dukungan meningkatkan koping dengan care giver
psikososial. lainnya, dan tetap informasikan kemajuan dan
pendekatan pertolongan.
3. Fasilitasi komunikasi antara pasien atau
keluarga dan anggota staf pelaksana terapi
oksigen hiperbarik.
4. Berikan dorongan pada pasien, jika mampu
untuk membahas keprihatinan dan perasaan.
5. Dokumentasikan hasil diskusi dan penilaian.
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi keperawatan merupakan tindakan yang sudah di rencanakan dalam rencana
tindakan keperawatan yang mencakup tindakan independen (mandiri) dan kolaborasi. Akan
tetapi implementasi keperawatan disesuaikan dengan situasi dan kondisi pasien. Tindakan
mandiri adalah aktivitas perawatan yang didasarkan pada kesimpulan atau keputusan sendiri
dan bukan merupakan petunjuk atau perintah dari petugas kesehatan lain. Tindakan
kolaborasi adalah tindakan yang didasarkan hasil keputusan bersama seperti dokter dan
petugas kesehatan lain. (Tarwoto Wartonah, 2014)

5. EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan
identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Jika tujuan
tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang letak kesalahannya, dicari jalan keluarnya, kemudian
catat apa yang dotemukan, serta apakah perlu dilakukan perubahan intervensi.

D. PEMBAHASAN
Gigitan dan cakaran binatang yang sampai merusak kulit kadang kala dapat
mengakibatkan infeksi. Beberapa luka gigitan perlu ditutup dengan jahitan, sedangkan
beberapa lainnya cukup dibiarkan saja dan sembuh dengan sendirinya. Dalam kasus tertentu
gigitan binatang (terutama oleh binatang liar) dapat menularkan penyakit yang berbahaya
terhadap nyawa manusia. Binatang laut berbahaya bagi kesehatan manusia diantaranya ikan
pari, ubur-ubur, lintah laut, ikan hiu dll.
Gigitan binatang termasuk dalam kategori racun yang masuk kedalam tubuh melalui
suntikan. Gigitan bintang atau sengatan serangga dapat menyebabkan nyeri yang hebat dan/
atau pembengkakan. Gigitan dan sengatan berbagai binatang walaupun tidak selalu
membahayakan jiwa dapat menimbulkan reaksi alergi yang hebat dan bahkan kadang-
kadang dapat berakibat fatal.
Dalam penelitian ini terapi oksigen hiperbarik sangat membantu klien dalam melakukan
proses perawatan untuk kesembuhan atas gigitan atau keracunan pada pasien. Tetapi banyak
masyarakat yang belum tau akan TOHB, sehingga kita sebagai tenaga medis khususnya
perawat perlu menjelaskan secara rinci kepada pasien akan hasil yang terjadi sebelum,
sesudah dan akan berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA

Suling, Pieter L.2011.Cutaneus Lesions From Coastal and Marine


Organism.surabaya.Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries
White J. CSL Antivenom Handbook 2011. CSL Ltd: Parkville, Melbourne, Victoria

Lee JYL, Teoh LC, Leo SPM. Stonefish envenomation of the hand – a local marine hazard. A
series of 8 cases and review of the literature. Annals of the Academy of Medicine, Singapore
2014; 33:515–520
Little M. Stonefish (Synanceia species) sting. Emergency Medicine 2012; 2(4):5.

Sutherland SK, Tibballs J. Australian animal toxins: the creatures, their toxins and care of the
poisoned patient. South Melbourne: Oxford University Press, 2011.
Baromedical, (2016). “Terapi Oksigen Hiperbarik”. Jakarta: Kencana

Battisti AS, Haftel A, Murphy-Lavoie HM. Barotrauma. [Updated 2021 Jul 26]. In: StatPearls.
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482348/

Hopkins Medicine Staff. (2014). “Hyperbaric Oxygen Therapy For Wound Healing”.
http://www.hopkinsmedicine.org/healthlibrary/test-procedures/neurological/
hyperbaric_oxygen_therapy_for_wound_healing_135,44/

Anda mungkin juga menyukai