MANAJEMEN NYERI
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................................3
A. LATAR BELAKANG................................................................................................................3
B. RUMUSAN MASALAH............................................................................................................4
C. TUJUAN PENULISAN.............................................................................................................5
D. MANFAAT PENULISAN.........................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................................5
1. PENGERTIAN NYERI.............................................................................................................5
2. KLASIFIKASI NYERI.............................................................................................................6
3. ETIOLOGI NYERI....................................................................................................................8
4. MEKANISME NYERI..............................................................................................................8
2. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NYERI.....................................................................9
3. RESPON TUBUH TERHADAP NYERI.............................................................................12
4. PENILAIAN INTENSITAS NYERI.....................................................................................14
5. PENATALAKSANAAN NYERI............................................................................................16
A) Terapi Multimodal...........................................................................................................17
B) Modalitas Farmakoterapi..............................................................................................18
C) Analgesia Balans...............................................................................................................18
D) Analgesia Preemptif........................................................................................................19
E) PCA (patient controlled administration)................................................................19
F) Tim nyeri akut..................................................................................................................20
G) Servis Nyeri Akut.............................................................................................................20
BAB III PENUTUP.................................................................................................................................20
A. KESIMPULAN.........................................................................................................................20
B. SARAN......................................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................21
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Nyeri merupakan bagian dari pengalaman hidup sehari-hari. Nyeri
mempunyai sifat yang unik, karena di satu sisi nyeri menimbulkan derita
bagi yang bersangkutan, tetapi disisi lain nyeri juga menunjukkan suatu
manfaat. Nyeri bukan hanya merupakan modalitas sensori tetapi juga
merupakan suatu pengalaman. Menurut The International Association for
the Study of Pain (IASP), nyeri didefinisikan sebagai suatu pengalaman
sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan
dengan adanya atau potensi rusaknya jaringan atau keadaan yang
menggambarkan kerusakan jaringan tersebut.1,2 Berdasarkan definisi
tersebut nyeri merupakan suatu gabungan dari komponen objektif (aspek
fisiologi sensorik nyeri) dan komponen subjektif (aspek emosional dan
psikologis).
Nyeri akut merupakan sensibel nyeri yang mempunyai manfaat.
Adapun yang menjadi manfaatnya antara lain: manfaat berupa mekanisme
proteksi, mekanisme defensif, dan membantu menegakkan diagnosis
suatu penyakit. Di lain pihak, nyeri tetaplah merupakan derita belaka bagi
siapapun, dan semestinya ditanggulangi oleh karena menimbulkan
perubahan biokimia, metabolisme dan fungsi sistem organ. 2 Bila tidak
teratasi dengan baik nyeri dapat mempengaruhi aspek psikologis dan
aspek fisik dari penderita. Aspek psikologis meliputi kecemasan, takut,
perubahan kepribadian dan perilaku,gangguan tidur dan gangguan
kehidupan sosial. Sedangkan dari aspek fisik, nyeri mempengaruhi
peningkatan angka morbiditas dan mortalitas.
Nyeri sering dilukiskan sebagai suatu yang berbahaya (noksius,
protofatik) atau yang tidak berbahaya (nonnoksius, epikritik) misalnya
sentuhan ringan, kehangatan, tekanan ringan.3 Nyeri dapat
dirasakan/terjadi secara akut, dapat pula dirasakan secara kronik oleh
penderita. Nyeri akut akan disertai heperaktifitas saraf otonum dan
umumnya mereda dan hilang sesuai dengan laju proses penyembuhan.
Pemahaman tentang patofisiologi terjadinya nyeri sangatlah penting
sebagai landasan menanggulangi nyeri yang diderita oleh penderita. Bila
pengelolaan nyeri dan penyebab nyeri akut tidak dilaksanakan dengan
baik, nyeri itu dapat berkembang menjadi nyeri kronik.
Nyeri sampai saat ini merupakan masalah dalam dunia kedokteran.
Nyeri bukan hanya berkaitan dengan kerusakan struktural dari sistem
saraf dan jaringan saja, tetapi juga menyangkut kelainan transmiter yang
berfungsi dalam proses penghantaran impuls saraf. Di lain pihak, nyeri
juga sangat mempengaruhi morbiditas, mortilitas, dan mutu kehidupan.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Pengertian pada Nyeri ?
2. Bagaimana Klasifikasi pada Nyeri ?
3. Bagaimana Etiologi pada Nyeri ?
4. Bagaimana Mekanisme pada Nyeri ?
5. Bagaimana Faktor yang mempengaruhi Nyeri ?
6. Bagaimana Respon Tubuh terhadap Nyeri ?
7. Bagaimana Penilaian Intensitas Nyeri ?
8. Bagaimana Penatalaksanaan Nyeri ?
C. TUJUAN PENULISAN
Adapun Tujuan adalah sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui Pengertian pada Nyeri.
2) Untuk mengetahui Klasifikasi pada Nyeri.
3) Untuk mengetahui Etiologi pada Nyeri.
4) Untuk mengetahui Mekanisme pada Nyeri.
5) Untuk mengetahui Faktor yang mempengaruhi Nyeri.
6) Untuk mengetahui Respon Tubuh terhadap Nyeri.
7) Untuk mengetahui Penilaian Intensitas Nyeri.
8) Untuk mengetahui Penatalaksanaan Nyeri.
D. MANFAAT PENULISAN
BAB II PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN NYERI
The International Association for the Study of Pain (IASP)
mendefinisikan nyeri sebagai berikut nyeri merupakan pengalaman
sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat adanya
kerusakan atau ancaman kerusakan jaringan. Berdasarkan definisi
tersebut nyeri merupakan suatu gabungan dari komponen objektif (aspek
fisiologi sensorik nyeri) dan komponen subjektif (aspek emosional dan
psikologis).
Nyeri adalah bentuk ketidaknyamanan baik sensori maupun
emosional yang berhubungan dengan resiko atau aktualnya kerusakan
jaringan tubuh, timbul ketika jaringan sedang rusak dan menyebabkan
individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rasa nyeri (Andarmoyo,
2013).
Sedangkan nyeri akut disebabkan oleh stimulasi noxious akibat
trauma, proses suatu penyakit atau akibat fungsi otot atau viseral yang
terganggu. Nyeri tipe ini berkaitan dengan stress neuroendokrin yang
sebanding dengan intensitasnya. Nyeri akut akan disertai hiperaktifitas
saraf otonom dan umumnya mereda dan hilang sesuai dengan laju proses
penyembuhan.
2. KLASIFIKASI NYERI
A. Berdasarkan sumber nyeri, maka nyeri dibagi menjadi:
1) Nyeri somatik luar
Nyeri yang stimulusnya berasal dari kulit, jaringan subkutan dan
membran mukosa. Nyeri biasanya dirasakan seperti terbakar, jatam
dan terlokalisasi
2) Nyeri somatik dalam
Nyeri tumpul (dullness) dan tidak terlokalisasi dengan baik akibat
rangsangan pada otot rangka, tulang, sendi, jaringan ikat
3) Nyeri viseral
Nyeri karena perangsangan organ viseral atau membran yang
menutupinya (pleura parietalis, perikardium, peritoneum). Nyeri tipe
ini dibagi lagi menjadi nyeri viseral terlokalisasi, nyeri parietal
terlokalisasi, nyeri alih viseral dan nyeri alih parietal.
3. ETIOLOGI NYERI
Nyeri dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu trauma, mekanik,
thermos, elektrik, neoplasma (jinak dan ganas), peradangan (inflamasi),
gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah serta yang
terakhir adalah trauma psikologis (Handayani, 2015).
4. MEKANISME NYERI
Menurut Asmadi (2008) Ada beberapa teori yang menjelaskan
mekanisme nyeri. Teori tersebut diantaranya :
1) Teori Spesifik
Otak menerima informasi mengenai objek eksternal dan struktur tubuh
melalui saraf sensoris. Saraf sensoris untuk setiap indra perasa bersifat
spesifik, artinya saraf sensoris dingin hanya dapat diransang oleh
sensasi dingin. Menurut teori ini, timbulnya sensasi nyeri berhubungan
dengan pengaktifan ujung-ujjung serabut saraf bebas oleh perubahan
mekanik, ransangan kimia atau temperature yang berlebihan, persepsi
nyeri yang dibawa serabut saraf nyeri diproyeksikan oleh spinotalamik
ke spesifik pusat nyeri di thalamus.
2) Teori Intensitas
Nyeri adalah hasil ransangan yang berlebihan pada reseptor. Setiap
ransangan sensori punya potensi untuk menimbulkan nyeri jika
intensitasnya cukup kuat.
3) Teori gate control
Teori ini menjelaskan mekanisme transisi nyeri. Kegiatannya tergantung
pada aktifitas saraf afferen berdiameter besar atau kecil yang dapat
memengaruhi sel saraf di substansia gelatinosa. Aktivitas serat yang
berdiameter besar menghambat transmisi yang artinya pintu di tutup
sedangkan serat saraf yang berdiameter kecil mempermudah transmisi
yang artinya pintu dibuka.
a) Usia
Usia merupakan variabel yang penting dalam mempengaruhi nyeri
pada individu. Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan dalam
memahami nyeri dan prosedur pengobatan yang dapat menyebabkan
nyeri. Anak-anak kecil yang belum dapat mengucapkan kata-kata juga
mengalami kesulitan dalam mengungkapkan nyeri yang dialami, takut
akan tindakan keperawatan yang harus di terima nantinya (Potter &
Perry, 2006).
b) Jenis kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara signifikan
dalam berespon terhadap nyeri. Hanya beberapa budaya yang
menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus lebih berani dan tidak
boleh menangis dibandingkan anak perempuan dalam situasi yang
sama ketika merasakan nyeri. Akan tetapi dari penelitian
memperlihatkan hormon seks pada mamalia berpengaruh terhadap
tingkat toleransi terhadap nyeri. Hormon seks testosteron menaikkan
ambang nyeri pada percobataan binatang, sedangkan estrogen
meningkatkan pengenalan/sensitivitas terhadap nyeri. Pada manusia
lebih komplek, dipengaruhi oleh personal, sosial, budaya dan lain-lain
(Nugroho, 2010).
c) Budaya
Petugas kesehatan seringkali berasumsi bahwa cara yang
dilakukan dan hal yang diyakini adalah sama dengan cara dan
keyakinan orang lain. Dengan demikian, mencoba mengira klien akan
berespon terhadap nyeri. Misalnya, apabila seorang perawat yakin
bahwa menangis dan merintih mengindikasikan suatu ketidakmampuan
untuk mentolerasi nyeri, Akibatnya pemberian terapi mungkin tidak
cocok untuk klien. Seorang klien yang menangis keras tidak selalu
mempersepsikan pengalaman nyeri sebagai sesuatu yang berat atau
mengharapkan perawat melakukan intervensi (Potter & Perry, 2006).
d) Ansietas
Meskipun pada umumnya diyakini bahwa ansietas akan
meningkatkan nyeri, mungkin tidak seluruhnya benar dalam semua
keadaaan. Riset tidak memperlihatkan suatu hubungan yang konsisten
antara ansietas dan nyeri juga tidak memperlihatkan bahwa pelatihan
pengurangan stress praoperatif menurunkan nyeri saat pasca operatif.
Namun, ansietas yang relevan atau berhubungan dengan nyeri dapat
meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri. Ansietas yang tidak
berhubungan dengan nyeri dapat mendistraksi pasien dan secara aktual
dapat menurunkan persepsi nyeri. Secara umum, cara yang efektif
untuk nyeri adalah dengan mengarahkan pengobatan nyeri ketimbang
ansietas (Smeltzer & Bare, 2003).
f) Efek plasebo
Efek placebo terjadi ketika seseorang berespon terhadap
pengobatan atau tindakan lain karena sesuatu harapan bahwa
pengobatan tersebut benar-benar bekerja. Menerima pengobatan atau
tindakan saja sudah merupakan efek positif. Harapan positif pasien
tentang pengobatan dapat meningkatkan keefektifan medikasi atau
intervensi lainnya. Seringkali makin banyak petunjuk yang diterima
pasien tentang keefektifan intervensi, makin efektif intervensi tersebut
nantinya. Individu yang diberitahu bahwa suatu medikasi diperkirakan
dapat meredakan nyeri hampir pasti akan mengalami peredaan nyeri
dibanding dengan pasien yang diberitahu bahwa medikasi yang
didapatnya tidak mempunyai efek apapun. Hubungan pasien perawat
yang positif dapat juga menjadi peran yang penting dalam
meningkatkan efek plasebo (Smeltzer & Bare, 2003).
h) Pola koping
Ketika seseorang mengalami nyeri dan menjalani perawatan di
rumah sakit adalah hal yang sangat tak tertahankan. Secara terus-
menerus klien kehilangan kontrol dan tidak mampu untuk mengontrol
lingkungan termasuk nyeri. Klien sering menemukan jalan untuk
mengatasi efek nyeri baik fisik maupun psikologis. Penting untuk
mengerti sumber koping individu selama nyeri. Sumber-sumber koping
ini seperti berkomunikasi dengan keluarga, latihan dan bernyanyi dapat
digunakan sebagai rencana untuk mensupport klien dan menurunkan
nyeri klien.
Sumber koping lebih dari sekitar metode teknik. Seorang klien
mungkin tergantung pada support emosional dari anak-anak, keluarga
atau teman. Meskipun nyeri masih ada tetapi dapat meminimalkan
kesendirian. Kepercayaan pada agama dapat memberi kenyamanan
untuk berdo’a, memberikan banyak kekuatan untuk mengatasi ketidak
nyamanan yang datang (Potter & Perry, 2006).
2. Teknik Distraksi
Teknik distraksi merupakan teknik pengalihan perhatian seseorang
terhadap nyeri yang dirasakan sehingga kesadaran terhadap nyerinya
berkurang. Adapun contoh teknik distraksi yang dilakukan, sebagai
berikut:
Distraksi visual: menonton televisi, membaca Koran
Distraksi pendengaran: mendengarkan musik hingga bercakap-
cakap dengan orang lain
Distraksi intelektual: mengisi TTS
Distraksi pernapasan: hirup napas melalui hidung, napas berirama
4. Teknik Relaksasi
Teknik relaksasi efektif dilakukan untuk pada nyeri kronik. Adapun
manfaat yang diperoleh, seperti menurunkan nyeri dan stres,
mendorong individu melupakan nyeri, serta meningkatkan efektifitas
terhadap terapi lain. Terdapat tiga hal utama dalam teknik relaksasi
meliputi:
Posisi yang tepat
Pikiran yang tenang
Lokasi/lingkungan yang tenang
A) Terapi Multimodal
1) Modalitas fisik
Latihan fisik, pijatan, vibrasi, stimulasi kutan (TENS), tusuk
jarum, perbaikan posisi, imobilisasi, dan mengubah pola
hidup.
2) Modalitas kognitif-behavioral
Relaksasi, distraksi kognitif, mendidik pasiern, dan pendekatan
spiritual. 22 c. Modalitas Invasif Pendekatan radioterapi,
pembedahan, dan tindakan blok saraf.
3) Modalitas Psikoterapi
Dilakukan secara terstruktur dan terencana, khususnya bagi
merreka yang mengalami depresi dan berpikir ke arah bunuh
diri
B) Modalitas Farmakoterapi
Semua obat yang mempunyai efek analgetika biasanya efektif
untuk mengatasi nyeri akut. Hal ini dimungkinkan karena nyeri akut
akan mereda atau hilang sejalan dengan laju proses penyembuhan
jaringan yang sakit.
Dalam melaksanakan farmakoterapi terdapat beberapa prinsip
umum dalam pengobatan nyeri. Perlu diketahui sejumlah terbatas
obat dan pertimbangkan berikut:
Bisakan pasien minum analgesik oral?
Apakah pasien perlu pemberian iv untuk mendapat efek analgesik
cepat?
Bisakan anestesi lokal mengatasi nyeri lebih baik, atau digunakan
dalam kombinasi dengan analgesik sistemik?
Bisakan digunakan metode lain untuk membantu meredakan
nyeri, misal pemasangan bidai untuk fraktur, pembalut luka
bakar.
C) Analgesia Balans
Obat analgetika nonnarkotika hanya efektif untuk mengatasi
nyeri dengan intensitas ringan sampai sedang. Sedangkan obat
analgetika narkotika efektif untuk mengatasi nyeri dengan intensitas
berat. Dipihak lain blok saraf tidak selalu mudah dapat dikerjakan.2
Tidak jarang, untuk mendapatkan efek analgesia yang adekuat
diperlukan dosis obat yang besar. Hal ini dapat diikuti oleh
timbulnya efek samping.
Untuk menghindari hal ini, dapat diusahakan dengan
menggunakan beberapa macam obat analgetika yang mempunyai
titik tangkap kerja yang berbeda. Dapat digunakan dua atau lebih
jenis obat dengan titik tangkap yang berbeda. Dengan pendekatan
ini, dosis masing-masing individu obat tersebut menjadi jauh lebih
kecil, tetapi akan menghasilkan kwalitas analgesia yang lebih
adekuat dengan durasi yang lebih panjang. Dengan demikian efek
samping yang dapat ditimbulkan oleh masing masing obat dapat
dihindari.
Analgesia Balans merupakan suatu teknik pengelolaan nyeri
yang menggunakan pendekatan multimodal pada proses nosisepsi,
dimana proses transduksi ditekan dengan AINS, proses transmisi
dengan obat anestetik lokal, dan proses modulasi dengan opiat.
Pendekatan ini, memberikan penderita obat analgetika dengan titik
tangkap kerja yang berbeda seperti obat obat analgetika non
narkotika, obat analgetika narkotika serta obat anesthesia lokal
secara kombinasi disebut Balans analgesia atau pendekatan
polifarmasi.
D) Analgesia Preemptif
Diatas sudah dijelaskan bahwa bila seseorang tertimpa cedera
dan yang bersangkutan menderita nyeri (berat) dan nyeri ini tidak
ditanggulangi dengan baik, dapat diikuti oleh perubahan kepekaan
reseptor nyeri dan neuron nosisepsi di medulla spinalis (kornu
dorsalis) terhadap stimulus yang masuk.
Ambang rangsang organ-organ tersebut akan turun. Terjadinya
plastisitas sistem saraf. Tindakan mencegah terjadinya plastisitas
sistem saraf dengan memberikan obat-obat analgetika sebelum
trauma terjadi disebut tindakan preemptif analgesia. Tindakan
anestesia merupakan salah satu contoh preemptif analgesia ini.
Dengan menanggulangi penyebab, keluhan nyeri akan mereda atau
hilang. Pembedahan merupakan saat yang tepat untuk melakukan
teknik analgesia preemtif dimana teknik ini menjadi sangat efektif
karena awitan dari sensari nyeri diketahui.
A. KESIMPULAN
Nyeri merupakan hal seringkali kita jumpai pada dunia praktek
kedokteran yang sampai saat ini merupakan masalah dalam dunia
kedokteran Nyeri merupakan manifestasi dari suatu proses patologis
yang terjadi di dalam tubuh. Nyeri akut merupakan sensibel nyeri yang
mempunyai manfaat. Bila pengelolaan nyeri dan penyebab nyeri akut
tidak dilaksanakan dengan baik, nyeri itu dapat berkembang menjadi
nyeri kronik. Beberapa prinsip dalam manajemen nyeri sebagai berikut :
Pasien yang mengeluh nyeri, berarti mereka betul-betul merasa
nyeri. Mereka perlu didengarkan dan dipercaya.
Tidak ada pola fisiologis atau perilaku yang bisa digunakan untuk
membuktikan bahwa seseorang sedang berpura-pura nyeri.
Operasi yang sama mungkin akan menghasilkan kebutuhan
analgesia yang bervariasi pada berbagai pasien.
Derajat nyeri yang sama mungkin diekspresikan dengan cara
berbeda oleh pasien.
Opioid yang diberikan untuk nyeri akut tidak menyebabkan adiksi
obat.
Nyeri hebat setelah pembedahan bisa dicegah. Cari sebab-sebab
nyeri yang bisa diatasi, tetapi jangan tunda analgesia dengan alasan
takut menyelubungi tanda-tanda bedah.
Dosis tepat dari analgesik opioid adalah ‘cukup dan sering cukup’
Manfaat maksimum dengan efek samping paling sedikit sering
diperoleh dengan kombinasi berbagai obat dengan cara pemberian
berbeda (misal opioid dan AINS dan anestesi lokal).
B. SARAN
Disarankan kepada perawat untuk dapat memahami dan
mengaplikasikan materi ini terutama dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan terhadap pasien pada Manajemen Nyerinya. Berdasarkan
tujuan dan prinsip yang didapat, dengan demikian dapat memberikan
jalan keluar yang terbaik bagi pasien. Dengan sendirinya sebagai
perawat.
DAFTAR PUSTAKA