Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

KONSEP DASAR NYERI


Dibuat sebagai tugas Psikososial dan Budaya dalam Keperawatan

Dosen Pembimbing:
Ns.Wedi Martin,S.Kep,M.Kep

Disusun Oleh:
Nama: Selvy Orline
Nim: 2010120201606
Prodi: S1 Keperawatan

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SUMATERA BARAT
TAHUN AJARAN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya dalam penyelesaian makalah berjudul “Konsep Dasar Nyeri”.
Penyusunan makalah ini disusun sebagai salah satu tugas yang diberikan pada mata
kuliah Psikososial dan Budaya dalam Keperawatan.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga terselesaikannya makalah ini. Demikian banyak pihak yang turut serta membantu
sehingga tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Mudah-mudahan, semua bantuan dan
amal baiknya mendapat imbalan yang berlimpah dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.Penulis percaya
tidak ada hasil karya manusia yang sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifatmembangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini sebagai makalah yang dapat memberikan sumbangan atau
kajian yang bermanfaat bagi pendidikan di sekolah dan masyarakat.

Lubuk Alung, 6 Desember 2021

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................................1
C. Tujuan..................................................................................................................................1
D. Manfaat................................................................................................................................2
BAB II..............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN..............................................................................................................................3
1. Definisi Nyeri.........................................................................................................................3
2. Sifat Sifat Nyeri.....................................................................................................................3
3. Fisiologi Nyeri........................................................................................................................3
4. Klasifikasi Nyeri.....................................................................................................................6
5. Faktor yang mempengaruhi Nyeri.........................................................................................8
6. Metode yang di gunakan untuk menghilangkan nyeri..........................................................9
Pengelompokan Anestesi..........................................................................................................11
7. Pengukuran Derajat Nyeri...................................................................................................12
8. Pengukuran Derajat Nyeri Mandiri.....................................................................................13
9. Pengukuran Mandiri Pada Pasien Anak...............................................................................16
10. Pengukuran Berdasarkan Perubahan Timgkah Laku Pada Anak......................................17
BAB III..........................................................................................................................................19
PENUTUP.....................................................................................................................................19
A.  Kesimpulan............................................................................................................................19
B. Saran.......................................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................20

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nyeri merupakan alasan yang paling umum seseorang mencari bantuan perawatan
kesehatan. Nyeri terjadi bersama proses penyakit, pemeriksaan diagnostik dan proses
pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan banyak orang. Perawat tidak bisa
melihat dan merasakan nyeri yang dialami oleh klien, karena nyeri bersifat subyektif
(antara satu individu dengan individu lainnya berbeda dalam menyikapi nyeri). Perawat
memberi asuhan keperawatan kepada klien di berbagai situasi dan keadaan, yang
memberikan intervensi untuk meningkatkan kenyamanan. Menurut beberapa teori
keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan
pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut didukung oleh Kolcaba yang
mengatakan bahwa kenyamanan adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar
manusia.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Nyeri?
2. Bagaimanakah Sifat Nyeri?
3. Bagaimanakah Fisiologi Nyeri?
4. Bagaimana Klasifikasi Nyeri?
5. Apa Saja Faktor Nyeri?
6. Bagaimana Metode Menghilangkan Nyeri?
7. Penggolongan Nyeri?
8. Pengukuran Derajat Nyeri?
9. Perngukuran Derajat Nyeri Mandiri?
10. Pengukuran Mandiri Pada Pasien Anak?
11. Pengukuran Berdasarkan Perubahan Tingkah Laku Pada Anak?

C. Tujuan
1. Menjelaskan tentang pengertian Nyeri
2. Menjelaskan tentang Sifat Nyeri
3. Menjelaskan tentang Fisiologi Nyeri
4. Menjelaskan tentang Klasifikasi Nyeri
5. Menjelaskan tentang Faktor yang mempengaruhi Nyeri

3
6. Menjelaskan tentang Metode untuk Menghilangkan nyeri
7. Menjelaskan tentang Penggolongan Nyeri
8. Menjelaskan tentang Pegukuran Derajat Nyeri
9. Menjelaskan tentang Pengukuran Derajat Nyeri Mandiri
10. Menjelaskan tentang Pengukuran Mandiri pada Pasien Anak
11. Menjelaskan tentang Pengukuran Berdasarkan Perubahan Tingkah Laku pada
Anak

D. Manfaat
Agar lebih memahami tentang Konsep Nyeri.

4
BAB II

PEMBAHASAN

1. Definisi Nyeri
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), Nyeri adalah sensori
subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan
jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
Teori Specificity “suggest” menyatakan bahwa Nyeri adalah sensori spesifik yang
muncul karena adanya injury, dan informasi ini didapat melalui sistem saraf perifer dan
sentral melalui reseptor nyeri di saraf nyeri perifer dan spesifik di spinal cord.
Secara umum Keperawatan mendefinisikan Nyeri sebagai apapun yang menyakitkan
tubuh, yang dikatakan individu yang mengalaminya, dan yang ada kapanpun individu
mengatakannya.

2. Sifat Sifat Nyeri


1.    Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energi
2.    Nyeri bersifat subyektif dan individual
3.    Nyeri tak dapat dinilai secara objektif seperti sinar X atau lab darah
4.    Perawat hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan melihat perubahan fisiologis
tingkah laku dan dari pernyataan klien
5.    Hanya klien yang mengetahui kapan nyeri timbul dan seperti apa rasanya
6.    Nyeri merupakan mekanisme pertahanan fisiologis
7.    Nyeri merupakan tanda peringatan adanya kerusakan jaringan
8.    Nyeri mengawali ketidakmampuan
9.    Persepsi yang salah tentang nyeri menyebabkan manajemen nyeri tidak optimal
Secara ringkas, Mahon mengemukakan atribut nyeri sebagai berikut:
1.    Nyeri bersifat individu
2.    Nyeri tidak menyenangkan
3.    Nyeri Merupakan suatu kekuatan yg mendominasi
4.    Nyeri bersifat tidak berkesudahan

5
3. Fisiologi Nyeri
Banyak teori berusaha untuk menjelaskan dasar neurologis dari nyeri, meskipun
tidak ada satu teori yang menjelaskan secara sempurna bagaimana nyeri ditransmisikan
atau diserap.
Untuk memudahkan memahami fisiologi nyeri, maka perlu mempelajari 3 (tiga)
komponen fisiologis berikut ini:
A.   Resepsi : proses perjalanan nyeri
B.   Persepsi : kesadaran seseorang terhadap nyeri
C.   Reaksi : respon fisiologis & perilaku setelah mempersepsikan nyeri
A.    RESEPSI
Adanya stimulus yang mengenai tubuh (mekanik, termal, kimia) akan
menyebabkan pelepasan substansi kimia seperti histamin, bradikinin, kalium. Substansi
tersebut menyebabkan nosiseptor bereaksi, apabila nosiseptor mencapai ambang nyeri,
maka akan timbul impuls syaraf yang akan dibawa oleh serabut saraf perifer. Serabut
syaraf perifer yang akan membawa impuls syaraf ada dua jenis, yaitu serabut A-delta dan
serabut C. impuls syaraf akan di bawa sepanjang serabut syaraf sampai ke kornu dorsalis
medulla spinalis. Impuls syaraf tersebut akan menyebabkan kornu dorsalis melepaskan
neurotrasmiter (substansi P). Substansi P ini menyebabkan transmisi sinapis dari saraf
perifer ke saraf traktus spinotalamus. Hal ini memungkinkan impuls syaraf ditransmisikan
lebih jauh ke dalam system saraf pusat.
Setelah impuls syaraf sampai di otak, otak mengolah impuls syaraf kemudian akan
timbul respon reflek protekti.
Contoh: Apabila tangan terkena setrika, maka akan merasakan sensasi terbakar,
tangan juga melakukan reflek dengan menarik tangan dari permukaan setrika. Proses ini
akan berjalan jika system saraf perifer dan medulla spinalis utuh atau berfungsi normal.
B.   PERSEPSI
Fase ini merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri, pada saat individu
menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi yang komplek. Persepsi menyadarkan
individu dan mengartikan nyeri itu sehingga kemudian individudapat bereaksi
Proses persepsi secara ringkas adalah sebagai berikut:
Stimulus Nyeri Medula Spinalis Talamus Otak (area limbik) Reaksi emosi Pusat otak,
Persepsi Stimulus nyeri ditransmisikan ke medula spinalis, naik ke talamus, selanjutnya
serabut mentrasmisikan nyeri ke seluruh bagian otak, termasuk area limbik. Area ini
mengandung sel-sel yang yang bisa mengontrol emosi (khususnya ansietas). Area limbik
yang akan berperan dalam memproses reaksi emosi terhadap nyeri. Setelah transmisi
syaraf berakhir di pusat otak, maka individu akan mempersepsikan nyeri.
C.     REAKSI
6
Reaksi terhadap nyeri merupakan respon fisioligis dan perilaku yang terjadi setelah
mempersepsikan nyeri. Nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri yang
superfisial menimbulkan reaksi ”flight atau fight”, yang merupakan sindrom adaptasi
umum. Stimulasi pada cabang simpatis pada saraf otonom menghasilkan respon fisiologis,
apabilanyeri berlangsung terus menerus, maka sistem parasimpatis akan bereaksi. Secara
ringkas proses reaksi adalah sebagai berikut:
Impuls nyeri medula spinalis batang otak & talamus Sistem syaraf otonom Respon
fisiologis & perilaku Impuls nyeri ditransmisikan ke medula spinalis menutju ke batang
otak dan talamus. Sistem saraf otonom menjadi terstimulasi, saraf simpatis dan
parasimpatis bereaksi, maka akan timbul respon fisiologis dan akan muncul perilaku.

RESPON TINGKAH LAKU TERHADAP NYERI


Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:
1.  Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)
2.  Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)
3. Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari &
tangan
4.  Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan, Menghindari
kontak sosial, Penurunan rentang perhatian, Fokus pd aktivitas menghilangkan nyeri)
Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat berbeda
terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis.
Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk merintih
atau menangis. Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat. Pasien dapat tampak rileks
dan terlibat dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian terhadap
nyeri.

Meinhart & McCaffery Mendiskripsikan 3 Fase Pengalaman Nyeri:


1.     Fase antisipasi terjadi sebelum nyeri diterima.
Fase ini mungkin bukan merupakan fase yg paling penting, karena fase ini bisa
mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinnkan seseorang belajar tentang
nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam fase ini sangat
penting, terutama dalam memberikan informasi pada klien.
Contoh: sebelum dilakukan tindakan bedah, perawat menjelaskan tentang nyeri yang
nantinya akan dialami oleh klien pasca pembedahan, dengan begitu klien akan menjadi
lebih siap dengan nyeri yang nanti akan dihadapi.
2.    Fase sensasi terjadi saat nyeri terasa.

7
Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. karena nyeri itu bersifat subyektif, maka
tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleraransi terhadap nyeri juga akan
berbeda antara satu orang dengan orang lain. orang yang mempunyai tingkat toleransi
tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri dengan stimulus kecil, sebaliknya orang
yang toleransi terhadap nyerinya rendah akan mudah merasa nyeri dengan stimulus nyeri
kecil.
Klien dengan tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa
bantuan, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah sudah mencari upay
pencegah nyeri, sebelum nyeri datang.
Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana orang yang
berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar endorfin berbeda tiap
individu, individu dengan endorfin tinggi sedikit merasakan nyeri dan individu dengan
sedikit endorfin merasakan nyeri lebih besar.
Klien bisa mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari ekspresi wajah,
vokalisasi dan gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien itulah yang digunakan
perawat untuk mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri. Perawat harus
melakukan pengkajian secara teliti apabila klien sedikit mengekspresikan nyerinya, karena
belum tentu orang yang tidak mengekspresikan nyeri itu tidak mengalami nyeri. Kasus-
kasus seperti itu tentunya membutuhkan bantuan perawat untuk membantu klien
mengkomunikasikan nyeri secara efektif
3.    Fase akibat (aftermath) terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti
Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien masih
membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga dimungkinkan
klien mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami episode nyeri berulang,
maka respon akibat ((aftermath) dapat menjadi masalah kesehatan yang berat. Perawat
berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri untuk meminimalkan rasa takut akan
kemungkinan nyeri berulang

4. Klasifikasi Nyeri
A. Berdasarkan sumbernya
1)    Cutaneus/ superfisial, yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan subkutan.
Biasanya bersifat burning (seperti terbakar)
ex: terkena ujung pisau atau gunting
2)    Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul dari ligament, pemb. Darah,
tendondan syaraf, nyeri menyebar & lbh lama daripada cutaneus
ex: sprain sendi

8
3)    Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dlm rongga abdomen,
cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot, iskemia, regangan jaringan
B. Berdasarkan penyebab:
1)    Fisik
Bisa terjadi karena stimulus fisik
(Ex: fraktur femur)
2)    Psycogenic
Terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah diidentifikasi, bersumber dari
emosi/psikis dan biasanya tidak disadari.
(Ex: orang yang marah-marah, tiba-tiba merasa nyeri pada dadanya) Biasanya nyeri
terjadi karena perpaduan 2 sebab tersebut
C. Berdasarkan lama/durasinya
1.   Nyeri akut
Nyeri yang terjadi segera setelah tubuh terkena cidera, atau intervensi bedah dan
memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas bervariasi dari berat sampai ringan . Fungsi
nyeri ini adalah sebagai pemberi peringatan akan adanya cidera atau penyakit yang akan
datang. Nyeri ini terkadang bisa hilang sendiri tanpa adanya intervensi medis, setelah
keadaan pulih pada area yang rusak.
Apabila nyeri akut ini muncul, biasanya tenaga kesehatan sangat agresif untuk segera
menghilangkan nyeri. Nyeri akut secara serius mengancam proses penyembuhan klien,
untuk itu harus menjadi prioritas perawatan. Rehabilitasi bisa tertunda dan hospitalisasi
bisa memanjang dengan adanya nyeri akut yang tidak terkontrol.

2.   Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu
periode tertentu, berlangsung lama, intensitas bervariasi, dan biasanya berlangsung lebih
dari enam bulan. Nyeri ini disebabkan oleh kanker yang tidak terkontrol, karena
pengobatan kanker tersebut atau karena gangguan progresif lain. Nyeri ini bisa
berlangsung terus sampai kematian. Pada nyeri kronik, tenaga kesehatan tidak seagresif
pada nyeri akut. Klien yang mengalami nyeri kronik akan mengalami periode remisi
(gejala hilang sebagian atau keseluruhan) dan eksaserbasi (keparahan meningkat). Nyeri
ini biasanya tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada
penyebabnya.
Nyeri ini merupakan penyebab utama ketidakmampunan fisik dan psikologis. Sifat
nyeri kronik yang tidak dapat diprediksi membuat klien menjadi frustasi dan seringkali
mengarah pada depresi psikologis. Individu yang mengalami nyeri kronik akan timbul

9
perasaan yan gtidak aman, karena ia tidak pernah tahu apa yang akan dirasakannya dari
hari ke hari.

Perbedaan karakteristik nyeri akut dan kronik


Nyeri akut
1.  Lamanya dalam hitungan menit
2.  Ditandai peningkatan BP, nadi, dan respirasi
3.  Respon pasien:Fokus pada nyeri, menyetakan nyeri menangis dan mengerang
4. Tingkah laku menggosok bagian yang nyeri
Nyeri kronik
1.  Lamanyna sampai hitungan bulan, > 6bln
2.  Fungsi fisiologi bersifat normal
3.  Tidak ada keluhan nyeri
4.  Tidak ada aktifitas fisik sebagai respon terhadap nyeri
D. Berdasarkan lokasi/letak
1. Radiating pain
Nyeri menyebar dr sumber nyeri ke jaringan di dekatnya (ex: cardiac pain)
2. Referred pain
Nyeri dirasakan pada bagian tubuh tertentu yang diperkirakan berasal dari jaringan
penyebab
3. Intractable pain
Nyeri yg sangat susah dihilangkan (ex: nyeri kanker maligna)
4. Phantom pain
Sensasi nyeri dirasakan pada bagian.Tubuh yg hilang (ex: bagian tubuh yang
diamputasi) atau bagian tubuh yang lumpuh karena injuri medulla spinalis

5. Faktor yang mempengaruhi Nyeri


1. Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon
nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan
mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami,
karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka
takut kalau
mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
2. Jenis kelamin

10
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara signifikan dalam
merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas kalo laki-laki
mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri)
3. Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri. (ex:
suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena
mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri)
4.Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan dan bagaimana
mengatasinya

5. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi
persepsinyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri
yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang
menurun. Tehnikrelaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.
6. Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri juga bisa menyebabkan seseorang
cemas.
7. Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri yang
sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang
mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.
8.Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola
koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.
9.Support keluarga dan social
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman
dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan dan perlindungan.

6. Metode yang di gunakan untuk menghilangkan nyeri


A.     Distraksi
Distraksi adalah metode pengalihan perhatian dari "persepsi" rasa nyeri. Dengan
mengalihkan perhatian, kita bisa mengurangi fokus terhadap respon nyeri. Distraksi bisa
diterapkan untuk rasa nyeri ringan dan sedang, untuk rasa nyeri berat obat masih menjadi
pilihan paling tepat. Contoh dari metode distraksi dalam mengurangi rasa nyeri adalah
11
melakukan kegiatan ringan untuk mengalihkan "persepsi" rasa nyeri, bisa dengan
mengobrol, menonton tv, atau dengan menikmati pemandangan alam.
Dengan menerapkan metode distraksi untuk mengurangi rasa nyeri akan
menghindari dampak negatif dari obat kimia, seperti yang dijelaskan di atas, distraksi bisa
diterapkan pada nyeri ringan dan sedang, untuk itu pada kasus rasa nyeri berat harus
ditangani dengan obat/tindakan medis.
B.       Relaksasi
Teknik relaksasi dapat mengurangi ketegangan otot dan mengurangi kecemasan.
Membantu klien dengan teknik relaksasi, perawat dapat mengenal nyeri klien dan ekspresi
kebutuhan dibantu dari klien untuk mengurangi distress yang disebabkan oleh
nyerinya.Teknik relaksasi lebih efektif untuk klien dengan nyerik ronik.
Relaksasi memberikan efek positif untuk klien yang mengalami nyeri, yaitu:
a.     Memperbaiki kualitas tidur
b.    Memperbaiki kemampuan memecahkan masalah
c.     Mengurangi keletihan/fatigue
d.    Meningkatkan kepercayaan dan perasaan dapat mengontrol diri dalam mengatasi
nyeri
e.     Mengurangi efek kerusakan fisiologi dari stress yang berlanjut atau berulang karena
nyeri
f.     Pengalihan rasa nyeri/distraksi
g.    Meningkatkan keefektifan teknik-teknik pengurangan nyeri yang lain
h.    Memperbaiki kemampuan mentoleransi nyeri
i.      Menurunkan distress atau ketakutan selama antisi pasi terhadap nyeri
Secara umum untuk melakukan teknik relaksasi membutuhkan 4 hal, yaitu:
a.     Berikanposisi yang nyaman
b.    Dilakukan dalam lingkungan yang tenang
c.     Mengulang kata-kata, suara, phrase, doa-doa tertentu
d.    Melakukan sikap yang pasif saat mendistraksiklien.

Metode yang lain untuk meningkatkan relaksasi dapat berupa mendengarkan music
atau suara alam sambil santai, memikirkan sesuatu yang merilekskan, atau dengan teknik
meditasi seperti yoga, dan lain-lain.
C.   Imagery
Klien dapat menggunakan imagery/membayangkan untuk menurunkan nyeri.
Imagerys esuatu yang menyenangkan. Imagery dapat digunakan lebih efektif pada klien
dengan nyeri kronik daripada nyeri akut, atau nyeri berat. Perawat dapat mengajarkan
klien untuk menggunakan teknik imagery dengan melakukan guided imagery.
12
D.  Stimulasi Kutan
Teknik dengan menstimulasi permukaan kulit untuk mengurangi nyeri. Meintz
(1995) menyatakan bahwa massage, salah satu bentuk stimulasi kutan, dapat mengurangi
kecemasan dan persepsi nyeri pada klien dengan kanker. Stimulasikutan, meliputi :
a.     Massage
b.    Kompres hangat ataudingin, atau keduanya bergantian
c.     Accupressure
d.    Stimulasi kontralateral
E.   Anestesi
Anestesi secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika
melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada
tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun
1846.

Pengelompokan Anestesi

Obat untuk menghilangkan nyeri terbagi ke dalam 2 kelompok, yaitu analgetik dan
anestesi. Analgetik adalah obat pereda nyeri tanpa disertai hilangnya perasaan secara total.
seseorang yang mengonsumsi analgetik tetap berada dalam keadaan sadar. Analgetik tidak
selalu menghilangkan seluruh rasa nyeri, tetapi selalu meringankan rasa nyeri. Beberapa
jenis anestesi menyebabkan hilangnya kesadaran, sedangkan jenis yang lainnya hanya
menghilangkan nyeri dari bagian tubuh tertentu dan pemakainya tetap sadar.

Tipe Anestesi

a.                   Pembiusan total — hilangnya kesadaran total


b.                   Pembiusan lokal — hilangnya rasa pada daerah tertentu yang diinginkan
(pada sebagian kecil daerah tubuh).
c.                   Pembiusan regional — hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh
oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan dengannya
Pembiusan lokal atau anestesi lokal adalah salah satu jenis anestesi yang hanya
melumpuhkan sebagian tubuh manusia dan tanpa menyebabkan manusia kehilangan
kesadaran. Obat bius jenis ini bila digunakan dalam operasi pembedahan, maka setelah
selesai operasi tidak membuat lama waktu penyembuhan operasi.

F.   Terapi Musik


Terapi musik terdiri dari 2 kata, yaitu kata “terapi” dan “musik”. Terapi (therapi)
adalah penanganan penyakit (Brooker, 2001). Terapi juga diartikan sebagai pengobatan
(Laksman, 2000). Sedangkan musik adalah suara atau nada yang mengandung irama.
Terapi musik adalah keahlian menggunakan musik atau elemen musik oleh seseorang
terapis untuk meeningkatkan, mempertahankan dan mengembalikan kesehatan mental,
13
fisik, emosional dan spiritual. Dalam kedokteran, terapi musik disebut sebagai terapi
pelengkap (Complementary Medicine), Potter juga mendefinisikan terapi musik sebagai
teknik yang digunakan untuk penyembuhan suatu penyakit dengan menggunakan bunyi
atau irama tertentu. Jenis musik yang digunakan dalam terapi musik dapat disesuaikan
dengan keinginan, seperti musik klasik, instrumentalia, dan slow musik (Potter, 2005
dikutip dari Erfandi, 2009).

Menurut Willougnby (1996), musik adalah bunyi atau nada yang menyenangkan
untuk didengar. Musik dapat keras, ribut, dan lembut yang membuat orang senang
mendengarnya. Orang cenderung untuk mengatakan indah terhadap musik yang
disukainya. Musik ialah bunyi yang diterima oleh individu dan berbeda bergantung kepada
sejarah, lokasi, budaya dan selera seseorang.

Manfaat Musik
Menurut Spawnthe Anthony (2003), musik mempunyai manfaat sebagai berikut: (1)
efek mozart, adalah salah satu istilah untuk efek yang bisa dihasilkan sebuah musik yang
dapat meningkatkan intelegensia seseorang, (2) refresing, pada saat pikiran seeorang lagi
kacau atau jenuh, dengan mendengarkan musik walaupun sejenak, terbukti dapat
menenangkan dan menyegarkan pikiran kembali, (3) motivasi, hal yang hanya bisa
dilahirkan dengan “feeling” tertentu. Apabila ada motivasi, semangatpun akan muncul, (4)
terapi, berbagai penelitian dan literatur menerangkan tentang manfaat musik untuk
kesehatan, baik untuk kesehatan fisik maupun mental, beberapa penyakit yang dapat
ditangani dengan musik antara lain: kanker, stroke, dimensia, nyeri, gangguan kemampuan
belajar, dan bayi prematur.
Teori Get Control
Dikemukanan oleh Melzack dan wall pada tahun 1965

Dalam teori ini dijelaskan bahwa Substansi gelatinosa (SG) yg ada pada bagian ujung
dorsal serabut saraf spinal cord mempunyai peran sebagai pintu gerbang (gating
Mechanism), mekanisme gate control ini dapat memodifikasi dan merubah sensasi nyeri
yang datang sebelum mereka sampai di korteks serebri dan menimbulkan nyeri.

7. Pengukuran Derajat Nyeri


Pengukuran derajat nyeri sebaiknya dilakukan dengan tepat karena sangat
dipengaruhi oleh faktor subyektif seperti faktor fisiologis, psikologi, lingkungan.
Karenanya, anamnesis berdasarkan pada pelaporan mandiri pasien yang bersifat
sensitif dan konsisten sangatlah penting. Pada keadaan di mana tidak mungkin

14
mendapatkan penilaian mandiri pasien seperti pada keadaan gangguang
kesadaran, gangguan kognitif, pasien pediatrik, kegagalan komunikasi, tidak
adanya kerjasama atau ansietas hebat dibutuhkan cara pengukuran yang lain. Pada
saat ini nyeri di tetapkan sebagai tanda vital kelima yang bertujuan untuk
meningkatkan kepedulian akan rasa nyeri dan diharapkan dapat memperbaiki
tatalaksana nyeri akut.
Berbagai cara dipakai untuk mengukur derajat nyeri, cara yang sederhana
dengan menentukan derajat nyeri secara kualitatif sebagai berikut:
1. Nyeri ringan adalah nyeri yang hilang timbul, terutama sewaktu
melakukan aktivitas sehari-hari dan hilang pada waktu tidur
2. Nyeri sedang adalah nyeri terus menerus, aktivitas terganggu, yang
hanya hilang apabila penderita tidur
3. Nyeri berat adalah nyeri yang berlang sungterus menerus sepanjang
hari, penderita tak dapat tidur atau sering terjaga oleh gangguan nyeri
sewaktu tidur

8. Pengukuran Derajat Nyeri Mandiri


Ada beberapa cara untuk membantu mengetahui akibat nyeri
menggunakan skala assessment nyeri unidimensional (tunggal) atau
multidimensi.4
1. Unidimensional:
- Hanya mengukur intensitas nyeri
- Cocok (appropriate) untuk nyeri akut
- Skala yang biasa digunakan untuk evaluasi pemberian analgetik
- Skala assessment nyeri unidimensional ini meliputi:

• Visual Analog Scale (VAS)


Visual analog scale (VAS) adalah cara yang paling banyak digunakan untuk
menilai nyeri. Skala linier ini menggambarkan secara visual gradasi tingkat nyeri
yang mungkin dialami seorang pasien. Rentang nyeri diwakili sebagai garis
sepanjang 10 cm, dengan atau tanpa tanda pada tiap sentimeter . Tanda pada
kedua ujung garis ini dapat berupa angka atau pernyataan deskriptif.

Ujung yang satu mewakili tidak ada nyeri, sedangkan ujung yang lain mewakili
rasa nyeri terparah yang mungkin terjadi. Skala dapat dibuat vertikal atau
horizontal. VAS juga dapat diadaptasi menjadi skala hilangnya/reda rasa nyeri.
Digunakan pada pasien anak >8 tahun dan dewasa. Manfaat utama VAS adalah
15
penggunaannya sangat mudah dan sederhana. Namun, untuk periode pasca bedah,
VAS tidak banyak bermanfaat karena VAS memerlukan koordinasi visual dan
motorik serta kemampuan konsentrasi.

No Worst
Pain Possible

Pain

Gambar 1. Visual Analog Scale (VAS)

 Verbal Rating Scale (VRS)


Skala ini menggunakan angka-angka 0 sampai 10 untuk menggambarkan tingkat
nyeri. Dua ujung ekstrem juga digunakan pada skala ini, sama seperti pada VAS
atau skala reda nyeri. Skala numerik verbal ini lebih bermanfaat pada periode
pascabedah, karena secara alami verbal / kata-kata tidak terlalu mengandalkan
koordinasi visual dan motorik. Skala verbal menggunakan kata - kata dan bukan
garis atau angka untuk menggambarkan tingkat nyeri. Skala yang digunakan dapat
berupa tidak ada nyeri, sedang, parah. Hilang/redanya nyeri dapat dinyatakan
sebagai sama sekali tidak hilang, sedikit berkurang, cukup berkurang, baik/ nyeri
hilang sama sekali. Karena skala ini membatasi pilihan kata pasien, skala ini tidak
dapat membedakan berbagai tipe nyeri.

Gambar 2. Verbal Rating Scale (VRS)

• Numeric Rating Scale (NRS)


Dianggap sederhana dan mudah dimengerti, sensitif terhadap dosis, jenis kelamin,
dan perbedaan etnis. Lebih baik daripada VAS terutama untuk menilai nyeri akut.
Namun, kekurangannya adalah keterbatasan pilihan kata untuk menggambarkan
rasa nyeri, tidak memungkinkan untuk membedakan tingkat nyeri dengan lebih
teliti dan dianggap terdapat jarak yang sama antar kata yang menggambarkan efek
analgesik.

16
Gambar 3. Numeric Rating Scale (NRS)

• Wong Baker Pain Rating Scale


Digunakan pada pasien dewasa dan anak >3 tahun yang tidak dapat
menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka.

Gambar 4. Wong Baker Pain Rating Scale

2. Multidimensional
- Mengukur intensitas dan afektif (unpleasantness) nyeri
- Diaplikasikan untuk nyeri kronis
- Dapat dipakai untuk penilaian klinis
- Skala multidimensional ini meliputi:

• McGill Pain Questionnaire (MPQ)


Terdiri dari empat bagian: (1) gambar nyeri, (2) indeks nyeri (PRI), (3) pertanyaan
pertanyaan mengenai nyeri terdahulu dan lokasinya; dan (4) indeks intensitas
nyeri yang dialami saat ini. Terdiri dari 78 kata sifat/ajektif, yang dibagi ke dalam
20 kelompok. Setiap set mengandung sekitar 6 kata yang menggambarkan kualitas
nyeri yang makin meningkat. Kelompok 1 sampai 10 menggambarkan kualitas
sensorik nyeri (misalnya, waktu/temporal, lokasi/spatial, suhu/thermal).
Kelompok 11 sampai 15 menggambarkan kualitas efektif nyeri (misalnya stres,
takut, sifat-sifat otonom). Kelompok 16 menggambarkan dimensi evaluasi dan
kelompok 17 sampai 20 untuk keterangan lain-lain dan mencakup kata-kata
spesifi k untuk kondisi tertentu. Penilaian menggunakan angka diberikan untuk
17
setiap kata sifat dan kemudian dengan menjumlahkan semua angka berdasarkan
pilihan kata pasien maka akan diperoleh angka total.

• The Brief Pain Inventory (BPI)


Adalah kuesioner medis yang digunakan untuk menilai nyeri. Awalnya digunakan
untuk mengassess nyeri kanker, namun sudah divalidasi juga untuk assessment
nyeri kronik.

• Memorial Pain Assessment Card


Merupakan instrumen yang cukup valid untuk evaluasi efektivitas dan pengobatan
nyeri kronis secara subjektif. Terdiri atas 4 komponen penilaian tentang nyeri
meliputi intensitas nyeri, deskripsi nyeri, pengurangan nyeri dan mood.

Gambar 5. Memorial Pain Assessment Card

• Catatan harian nyeri (Pain diary)


Adalah catatan tertulis atau lisan mengenai pengalaman pasien dan perilakunya.
Jenis laporan ini sangat membantu untuk memantau variasi status penyakit sehari-
hari dan respons pasien terhadap terapi. Pasien mencatat intensitas nyerinya dan
kaitan dengan perilakunya, misalnya aktivitas harian, tidur, aktivitas seksual,
kapan menggunakan obat, makan, merawat rumah dan aktivitas rekreasi lainnya.
Penilaian nyeri pada pasien anak

9. Pengukuran Mandiri Pada Pasien Anak


Pengukuran mandiri (self report measures) adalah pengukuran derajat
nyeri berdasarkan pelaporan tentang nyeri yang dirasakan. Laporan ini dapat
mendeskripsikan perasaan yang berkaitan dengan nyeri. Pengukuran mandiri
adalah gold standard dalam pengukuran derajat pada anak. Pemeriksaan ini
18
membutuhkan anak yang memiliki kemampuan linguistik dan kognitif, dan tidak
dapat digunakan pada anak dan bayi yang tidak atau belum bisa berbicara.
Pengukuran mandiri pada pasien anak pengkajian nyeri yang digunakan :

• Untuk pasien bayi 0-1 tahun, digunakan skala NIPS (Neonatal Infant Pain Scale).
Karena sistem neurologi belum berkembang sempurna saat bayi dilahirkan.
Sebagian besar perkembangan otak, mielinisasi sistem saraf pusat dan perifer,
terjadi selama tahun pertama kehidupan. Beberapa refleks primitif sudah ada pada
saat dilahirkan, termasuk refleks menarik diri ketika mendapat stimulus nyeri.
Bayi baru lahir seringkali memerlukan stimulus yang kuat untuk menghasilkan
respons dan kemudian dia akan merespons dengan cara menangis dan
menggerakan seluruh tubuh. Kemampuan melokalisasi tempat stimulus dan untuk
menghasilkan respons spesifik motorik anak anak berkembang seiring dengan
tingkat mielinisasi.
• Untuk pasien anak >8 tahun dan dewasa digunakan VAS (Visual Analog Scale)

• Pada pasien dewasa dan anak >3 tahun yang tidak dapat menggambarkan
intensitas nyerinya dengan angka, digunakan Wong Baker FACES Pain Scale
• Pada anak usia <3 tahun atau anak dengan gangguan kognitif atau untuk pasien-
pasien anak yang tidak dapat dinilai dengan skala lain, digunakan FLACC
Behavioral Tool. FLACC singkatan dari Face, Legs, Activity, Cry, and
Consolability

10. Pengukuran Berdasarkan Perubahan Timgkah Laku Pada Anak


Perubahan tingkah laku pada anak yang mengalami nyeri antara lain
adalah perubahan suara, ekspresi wajah dan pergerakan badan. Kesulitan yang
biasanya dijumpai adalah membedakan perubahan tingkah laku karena sebab lain
(lapar, haus dan cemas) dengan perubahan tingkah laku karena nyeri. Grunau dan
craig membuat Neonatal Facial Action Coding System (NFACS) yang terdiri dari
10 perubahan fasial yang oleh orang terlatih dapat diidentifikasikan berdasarkan
rekaman vidio. Breau dan Gilbert membuat dan memvalidasi Child Facial Action
Coding System (CFACS). Gambar di bawah menunjukkan perubahan fasial yang
bisa diamati, antara lain kening dengan alis yang menonjol dan lipatan vertical
pada alis, alis dengan ujung tertarik kebawah dan saling mendekat, mata menutup
rapat, hidung melebar, pipi tertarik keatas, mulut terbuka dan dagu gemetar dan
berbentuk segi empat. perubahan fasial ternyata jauh lebih jelas pada bayi yang
tenang dan bangun dibandingkan bayi pada keadaan tidur. System penilaian nyeri
berdasarkan perubahan ekspresi fasial biasanya hanya digunakan untuk nyeri
19
tajam, dalam jangka waktu pendek untuk keperluan riset.

Gambar 6. Respon Fasial Terhadap Nyeri


Untuk derajat nyeri yang lama dirasakan, seperti nyeri pasca bedah, skala
pengukuran berdasarkan tingkah laku yang digunakan antara lain Children’s
Hospital of Eastern Ontario Pain Scale (CHEOPS). Pengamatan ini terdiri dari
pengamatan terhadap 6 jenis tingkah laku (menangis, ekspresi fasial, ekspresi
verbal, posisi tubuh, posisi sentuh dan posisi tungkai) pada anak 1 – 5 tahun.
Tabel 1. Skor Nyeri CHEOPS
Parameter Point
Menangis Tidak menangis 1
Merengek 2
Menangis 2
Menjerit 3
Fasial Tersenyum 0
Tenang 1
Meringis 2
Verbal Positif 0
Tidak ada 1
Keluhan non nyeri 1
Keluhan nyeri 2
Keluhan nyeri dan non nyeri 2
Sikap tubuh Netral 1
Terus menerus berubah posisi 2
Kaku 2
Menggigil 2
Duduk tegak 2
Tidak mau berubah posisi 2
Menyentuh bagian Tidak menyentuh bagian yang nyeri 1
yang nyeri
Meraih bagian yang nyeri 2
Menyentuh dan memegang erat bagian 2
yang nyeri
Tangan tidak mau berubah posisi 2
Tungkai bawah Netral 1
Menendang sambil menjerit 2
Kaku dan ditarik 2
Berdiri 2
20
Tidak mau mengubah posisi 2
Skor nyeri CHEOPS adalah jumlah nilai dari keenam parameter.
Skor minimum : 4, skor maksimum : 13

21
BAB III

PENUTUP

A.  Kesimpulan
Nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat
terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi
terjadinya. Sedangkan pengertian nyeri secara umum keperawatan mendefinisikan nyeri
sebagai apapun yg menyakitkan tubuh yg dikatakan individu yg mengalaminya, yang ada
kapanpun individu mengatakannya

B. Saran
Jadi berhati – hati lah ketika kita melakukan sesuatu dalam segala hal agar tidak terjadi
kecelakaan yang dapat mengakibatkan nyeri pada tubuh kita. Namun, ketika kita merasakan
nyeri pada bagian tubuh kita sebaiknya kita lakukan pemeriksaan ke puskesmas agar rasa
nyeri yang terjadi pada tubuh kita tidak merambat ke bagian tubuh lainnya.

22
DAFTAR PUSTAKA

http://dianalmira.blogspot.com/2012/12/makalah-nyeri-stikes-nhm.html

Mangku G, Senapathi TGA. (2010). Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta:
Indeks.

Ali N, Lewis M. (2015). Understanding Pain, An Introduction for Patients and Caregivers.
Rowman & Littlefield.

Wilkinson P, Wiles J. (2013). Guidelines for PainManagement Programmes for adults. The
British Pain Society

Yudiyanta, Novita. (2015). Assessment Nyeri. Patient Comfort Assessment Guide

Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia. (2009). Panduan
Tatalaksana Nyeri Operatif. Jakarta: PP IDS

23

Anda mungkin juga menyukai