Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

MANAJEMEN NYERI

Dosen Pengampu :
Ns. Ashar Prima, M. Kep.
Disusun Oleh :

Safitrianingsih Nurhalimah ( 0432950320008 )


M. Ilham Hidayatulloh ( 0432950320028 )
Marsela Uci Pratama ( 0432950320025 )
Ria Sandini ( 0432950320029 )
Siti Nurazizah ( 0432950320013 )
Devi Setiawati ( 0432950320006 )
Muhammad Dwiki Darmawan ( 0432950320019 )

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN S-1

JURUSAN KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANI SALEH

BEKASI, 2022
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt. Yang Maha Pengasih dan
Maha Penyayang, atas berkat karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah
tugas Keperawatan Paliatif “Makalah Manajemen Nyeri”.

Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Keperawatan Paliatif. Dalam penyusunan
makalah ini tentu penulis, mengalami berbagai hambatan. Namun, berkat petunjuk, bimbingan,
dan dorongan dari semua pihak, maka tugas ini dapat diselesaikan tepat waktu.

Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini jauh dari sempurna, karena
kekurangan dan keterbatasan yang ada pada diri penulis. Demi sempurnanya penulisan ini,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak untuk penulisan
selanjutnya yang lebih baik.

Pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ns. Ashar Prima, M. Kep, Selaku Dosen Bidang Studi Keperawatan Paliatif.
2. Teman-teman yang telah membantu menyelesaikan pembuatan makalah.

Dengan rasa kerendahan hati Penulis berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan pembaca.

Kelompok 1

Bekasi, 18 Juli 2022


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................
1. Latar Belakang ........................................................................................................
2. Rumusan Masalah ...................................................................................................
3. Tujuan .....................................................................................................................
a. Tujuan Umum ...................................................................................................
b. Tujuan Khusus ..................................................................................................
4. Manfaat ...................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................
1. Pengertian Nyeri .....................................................................................................
2. Etiologi Nyeri..........................................................................................................
3. Klasifikasi Nyeri .....................................................................................................
4. Patofisiologi ............................................................................................................
5. Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri .........................................................................
6. Mekanisme Nyeri ....................................................................................................
7. Efek Nyeri ...............................................................................................................
8. Pengkajian Nyeri .....................................................................................................
9. Peran Perawat..........................................................................................................
10. Pengukuran Skala Nyeri .........................................................................................
11. Diagnostik Nyeri .....................................................................................................
12. Pain Management....................................................................................................
BAB III PENUTUP ...........................................................................................................
1. Kesimpulan .............................................................................................................
2. Saran .......................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Nyeri adalah sensasi yang sangat tidak menyenangkan dan sangat individual
yang tidak dapat dibagi dengan orang lain. Nyeri dapat memenuhi seluruh pikiran
seseorang, mengubah kehidupan orang tersebut. Akan tetapi, nyeri adalah konsep yang
sulit dikomunikasikan oleh klien (Berman, 2009).
Menurut International Association for the Studi of Pain (IASP), penyebab nyeri
pada anak tidak hanya dari penyakit yang mengancam jiwa seperti kanker, tetapi juga
cidera, operasi, luka bakar, infeksi, dan efek kekerasan. Anak-anak juga mengalami
nyeri dari banyak prosedur dan penyelidikan yang digunakan oleh dokter dan perawat
untuk menyelidiki dan mengobati penyakit (Finley, 2005).
Respon perilaku anak toddler terhadap rasa nyeri sama seperti sewaktu masih
bayi yaitu mimik wajah, perubahan nada suara dan aktivitas, serta menangis,
menunjukan sikap menjauh dari stimulus nyeri dan aneka vokalisasi. Namun macam
perilakunya bertambah, termasuk menggosok nyeri dan prilaku agresif (menggigit,
memukul, dan menendang). Sejumlah toddler sanggup mengutarakan bila sakit, namun
tidak dapat menggambarkan intensitas nyeri tersebut (Betz, 2009).
Peran pemberi perawatan primer pada penanganan nyeri yaitu untuk
mengidentifikasi, mengobati penyebab nyeri dan memberikan obat-obatan untuk
menghilangkan nyeri. Perawat tidak hanya berkolaborasi dengan tenaga professional
kesehatan lain tetapi juga memberikan intervensi pereda nyeri, mengevaluasi
efektivitas intervensi dan bertindak sebagai advokat pasien saat intervensi tidak efektif
(Smetlzer dan Bare, 2002).
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang. Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari
oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan (Wawan, 2010).
Pengetahuan perawat tentang penilaian nyeri dan intervensi sangat penting
untuk management nyeri yang efektif dan berkualitas dalam perawatan pasien (Patricia
2010).
Pada pengkajian nyeri anak berbeda dengan pengkajian nyeri pada orang
dewasa, pada pengkajian nyeri anak perawat harus mengkaji dari respon verbal dan non
verbal. Salah satu pendekatan yang digunakan adalah QUESTT: Question the child
(Bertanya pada anak mengenai rasa nyeri yang dialami), Use pain rating scale
(menggunakan skala peringkat rasa nyeri yang sesuai dengan umur dan kemampuan
anak, misal dengan menggunakan skala wajah), Evaluate behavior and physiologic
changes (mengevaluasi perubahan tingkah laku dan fisiologis seperti: menangis keras
atau menjerit, memukul dengan tangan atau kaki), Secure parent`s involvement
(melibatkan orang tua untuk mengamati 3 reaksi anak dalam menghadapi nyeri), Take
cause of pain into account (menentukan dan mencatat penyebab rasa nyeri), Take action
and evaluate results (mengambil tindakan dan mengevaluasi hasilnya, mengambil
tindakan yaitu dengan menggunakan obat/ tanpa obat, sedangkan untuk mengevaluasi
dapat dilakukan secara verbal dan non verbal) (Wong, 2003).

2. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Nyeri?
2. Jelaskan Etiologi Nyeri?
3. Jelaskan Klasifikasi Nyeri?
4. Jelaskan Patofisiologi?
5. Apa Saja Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri?
6. Jelaskan Mekanisme Nyeri?
7. Jelaskan Efek Nyeri?
8. Bagaimana Pengkajian Nyeri?
9. Apa Saja Peran Perawat?
10. Bagaimana Pengukuran Skala Nyeri?
11. Jelaskan Diagnostik Nyeri?
12. Jelaskan Pain Management?

3. Tujuan
a. Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dan untuk
memberikan wawasan kepada mahasiswa/i tentang Manajemen Nyeri.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk Mengetahui Apa Pengertian Nyeri
2. Untuk Mengetahui Jelaskan Etiologi Nyeri
3. Untuk Mengetahui Jelaskan Klasifikasi Nyeri
4. Untuk Mengetahui Jelaskan Patofisiologi
5. Untuk Mengetahui Apa Saja Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri
6. Untuk Mengetahui Jelaskan Mekanisme Nyeri
7. Untuk Mengetahui Jelaskan Efek Nyeri
8. Untuk Mengetahui Bagaimana Pengkajian Nyeri
9. Untuk Mengetahui Apa Saja Peran Perawat
10. Untuk Mengetahui Bagaimana Pengukuran Skala Nyeri
11. Untuk Mengetahui Jelaskan Diagnostik Nyeri
12. Untuk Mengetahui Jelaskan Pain Management

4. Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari makalah ini adalah mahasiswa menjadi
mengerti tentang Manajemen Nyeri, sehingga mahasiswa dapat menambah wawasan
tentang Manajemen Nyeri.
BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN
The International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan
nyeri sebagai “an unpleasant sensory and emotional experience which we primarily
associate with tissue damage or describe in terms of such damage, or both”. Definisi
ini menyatakan bahwa nyeri merupakan phenomena kombinasi dari aspek sensory,
emosional, kognitif dan eksistensi dari keadaan pathology fisik tidaklah mutlak
muncul pada pasien yang sedang mengalami nyeri. (The IASP, dalam Parrot,2002)
Nyeri adalah suatu mekanisme pertahanan bagi tubuh yang timbul bila mana
jaringan sedang dirusak yang menyebabkan individu tersebut bereaksi dengan cara
memindahkan stimulus nyeri (Guyton & Hall, 2008 dalam Saifullah, 2015).
Nyeri menurut Rospond (2008) merupakan sensasi yang penting bagi tubuh.
Sensasi penglihatan, pendengaran, bau, rasa, sentuhan, dan nyeri merupakan hasil
stimulasi reseptor sensorik, provokasi saraf-saraf sensorik nyeri menghasilkan reaksi
ketidaknyamanan, distress, atau menderita.
Menurut Handayani (2015) nyeri adalah kejadian yang tidak menyenangkan,
mengubah gaya hidup dan kesejahteraan individu.
Menurut Andarmoyo (2013) nyeri adalah ketidaknyamanan yang dapat
disebabkan oleh efek dari penyakit-penyakit tertentu atau akibat cedera.
Sedangkan menurut Kozier & Erb dalam Nurrahman (2009) mengatakan bahwa
nyeri adalah sensasi yang tidak menyenangkan dan sangat individual yang tidak dapat
dibagi dengan orang lain.

2. ETIOLOGI
Nyeri dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu trauma, mekanik, thermos,
elektrik, neoplasma (jinak dan ganas), peradangan (inflamasi), gangguan sirkulasi
darah dan kelainan pembuluh darah serta yang terakhir adalah trauma psikologis
(Handayani, 2015).
3. KLASIFIKASI NYERI
Klasifikasi nyeri berdasarkan beberapa hal adalah sebagai berikut :
1. Nyeri berdasarkan tempatnya Menurut Irman (2007) dalam Handayani (2015)
dibagi menjadi empat yaitu :
a. Pheriperal pain
Merupakan nyeri yang terasa pada permukaan tubuh. Nyeri ini termasuk nyeri
pada kulit dan permukaan kulit. Stimulus yang efektif untuk menimbulkan nyeri
dikulit dapat berupa rangsangan mekanis, suhu, kimiawi, atau listrik. Apabila
hanya kulit yang terlibat, nyeri sering dirasakan sebagai menyengat, tajam,
meringis, atau seperti terbakar.
b. Deep pain
Merupakan nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih dalam (nyeri
somatik) atau pada organ tubuh visceral. Nyeri somatis mengacu pada nyeri
yang berasal dari otot, tendon, ligament, tulang, sendi dan arteri. Struktur-
struktur ini memiliki lebih sedikit reseptor nyeri sehingga lokalisasi sering tidal
jelas.
c. Reffered pain
Merupakan nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit organ/ struktur dalam
tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh di daerah yang berbeda bukan dari
daerah asalnya misalnya, nyeri pada lengan kiri atau rahang berkaitan dengan
iskemia jantung atau serangan jantung.
d. Central pain
Merupakan nyeri yang didahului atau disebabkan oleh lesi atau disfungsi primer
pada sistem saraf pusat seperti spinal cord, batang otak, thalamus, dan lain-lain.

2. Nyeri berdasarkan sifatnya Meliala (2007) dalam Handayani (2015) menyebutkan


bahwa nyeri ini digolongkan menjadi tiga, yaitu :
a. Incidental pain
Merupakan nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang. Nyeri ini
biasanya sering terjadi pada pasien yang mengalami kanker tulang.
b. Steady pain
Merupakan nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam jangka waktu
yang lama. Pada distensi renal kapsul dan iskemik ginjal akut merupakan salah
satu jenis.
c. Proximal pain
Merupakan nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali. Nyeri
tersebut biasanya menetap selama kurang lebih 10-15 menit, lalu menghilang
kemudian timbul lagi.

3. Nyeri berdasarkan ringan beratnya Nyeri ini dibagi ke dalam tiga bagian (Wartonah,
2005 dalam Handayani 2015) sebagai berikut :
a. Nyeri ringan
Merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas ringan. Nyeri ringan biasanya
pasien secara obyektif dapat berkomunikasi dengan baik.
b. Nyeri sedang
Merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas yang sedang. Nyeri sedang
secara obyektif pasien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri
dan mendiskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
c. Nyeri berat
Merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas berat. Nyeri berat secara
obyektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon
terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendiskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang.

4. Nyeri berdasarkan waktu serangan yaitu :


a. Nyeri akut
Merupakan nyeri yang mereda setelah dilakukan intervensi dan
penyembuhan. Awitan nyeri akut biasanya mendadak dan berkaitan dengan
masalah spesifik yang memicu individu untuk segera bertindak menghilangkan
nyeri. Nyeri berlangsung singkat (kurang dari 6 bulan) dan menghilang apabila
faktor internal dan eksternal yang merangsang reseptor nyeri dihilangkan.
Durasi nyeri akut berkaitan dengan faktor penyebabnya dan umumnya dapat
diperkirakan (Asmadi, 2008).
b. Nyeri kronis
Merupakan nyeri yang berlangsung terus menerus selama 6 bulan atau
lebih. Nyeri ini berlangsung diluar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan
sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis
ini berbeda dengan nyeri akut dan menunjukkan masalah baru, nyeri ini sering
mempengaruhi semua aspek kehidupan penderitanya dan menimbulkan
distress, kegalauan emosi dan mengganggu fungsi fisik dan sosial (Potter &
Perry, 2005 dalam Handayani, 2015).

4. PATOFISIOLOGI
Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan.
Reseptor nyeri tersebar pada kulit dan mukosa dimana reseptor nyeri memberikan
respon jika adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimia
seperti histamine, bradikinin, prostaglandin dan macam-macam asam yang terlepas
apabila terdapat kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigen. Stimulasi yang
lain dapat berupa termal, listrik, atau mekanis (Smeltzer & Bare, 2002). Nyeri dapat
dirasakan jika reseptor nyeri tersebut menginduksi serabut saraf perifer aferen yaitu
serabut A-delta dan serabut C. Serabut Adelta memiliki myelin, mengimpulskan nyeri
dengan cepat, sensasi yang tajam, jelas melokalisasi sumber nyeri dan mendeteksi
intensitas nyeri. Serabut C tidak memiliki myelin, berukuran sangat kecil,
menyampaikan impuls yang terlokalisasi buruk, visceral dan terus-menerus (Potter &
Perry, 2005). Ketika serabut C dan A-delta menyampaikan rangsang dari serabut saraf
perifer maka akan melepaskan mediator biokimia yang aktif terhadap respon nyeri,
seperti : kalium dan prostaglandin yang keluar jika ada jaringan yang rusak. Transmisi
stimulus nyeri berlanjut di sepanjang serabut saraf aferen sampai berakhir di bagian
kornu dorsalis medulla spinalis. Didalam kornu dorsalis, neurotransmitter seperti
subtansi P dilepaskan sehingga menyebabkan suatu transmisi sinapsis dari saraf perifer
ke saraf traktus spinolatamus. Selanjutnya informasi di sampaikan dengan cepat ke
pusat thalamus (Potter & Perry, 2005).

5. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NYERI


Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri ada beberapa macam. Berikut adalah beberapa
faktor yang mempengaruhi nyeri dan diantaranya yaitu :
a. Usia
Usia dalam hal ini merupakan variabel yang penting yang mempengaruhi nyeri
terutama pada anak dan orang dewasa (Potter & Perry (1993). Perbedaan
perkembangan yang ditemukan antara kedua kelompok umur ini dapat
mempengaruhi bagaimana anak dan orang dewasa bereaksi terhadap nyeri. Anak-
anak kesulitan untuk memahami nyeri dan beranggapan kalau apa yang dilakukan
perawat dapat menyebabkan nyeri. Anak-anak yang belum mempunyai kosakata
yang banyak, mempunyai kesulitan mendeskripsikan secara verbal dan
mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau perawat. Anak belum bisa
mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak.
Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami
kerusakan fungsi (Tamsuri, 2007).
b. Jenis Kelamin
Faktor jenis kelamin ini dalam hubungannya dengan faktor yang mempengaruhi
nyeri adalah bahwasannya laki-laki dan wanita tidak mempunyai perbedaan secara
signifikan mengenai respon mereka terhadap nyeri. Masih diragukan bahwa jenis
kelamin merupakan faktor yang berdiri sendiri dalam ekspresi nyeri. Misalnya anak
laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis dimana seorang wanita dapat
menangis dalam waktu yang sama. Penelitian yang dilakukan Burn, dkk. (1989)
dikutip dari Potter & Perry, 1993 mempelajari kebutuhan narkotik post operatif
pada wanita lebih banyak dibandingkan dengan pria.
c. Budaya
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri.
Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan
mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Calvillo & Flaskerud,
1991). Mengenali nilai nilai budaya yang memiliki seseorang dan memahami
mengapa nilai- nilai ini berbeda dari nilai-nilai kebudayaan lainnya membantu
untuk menghindari mengevaluasi perilaku pasien berdasarkan harapan dan nilai
budaya seseorang. Perawat yang mengetahui perbedaan budaya akan mempunyai
pemahaman yang lebih besar tentang nyeri pasien dan akan lebih akurat dalam
mengkaji nyeri dan respon-respon perilaku terhadap nyeri juga efektif dalam
menghilangkan nyeri pasien (Smeltzer& Bare, 2003).
d. Keluarga dan Support Sosial
Faktor lain yang juga mempengaruhi respon terhadap nyeri adalah kehadiran
dari orang terdekat. Orang-orang yang sedang dalam keadaan nyeri sering
bergantung pada keluarga untuk mensupport, membantu atau melindungi.
Ketidakhadiran keluarga atau teman terdekat mungkin akan membuat nyeri
semakin bertambah. Kehadiran orang tua merupakan hal khusus yang penting untuk
anak-anak dalam menghadapi nyeri (Potter & Perry, 1993).
e. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan
nyeri yang meningkat. Sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan
dengan respon nyeri yang menurun. Konsep ini merupakan salah satu konsep yang
perawat terapkan di berbagai terapi untuk menghilangkan nyeri, seperti relaksasi,
teknik imajinasi terbimbing (guided imaginary) dan mesase, dengan memfokuskan
perhatian dan konsentrasi klien pada stimulus yang lain, misalnya pengalihan pada
distraksi (Fatmawati, 2011).
f. Kelemahan
Kelemahan atau keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan
menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping
(Fatmawati, 2011).
g. Pengalaman Sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Apabila individu sejak lama
sering mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh maka ansietas
atau rasa takut dapat muncul. Sebaliknya jika individu mengalami jenis nyeri yang
sama berulang-ulang tetapi nyeri tersebut dengan berhasil dihilangkan akan lebih
mudah individu tersebut menginterpretasikan sensasi nyeri (Rahadhanie dalam
Andari, 2015).
h. Ansietas (Cemas)
Meskipun pada umumnya diyakini bahwa ansietas akan meningkatkan nyeri,
mungkin tidak seluruhnya benar dalam semua keadaaan. Riset tidak
memperlihatkan suatu hubungan yang konsisten antara ansietas dan nyeri juga tidak
memperlihatkan bahwa pelatihan pengurangan stres praoperatif menurunkan nyeri
saat pascaoperatif. Namun, ansietas yang relevan atau berhubungan dengan nyeri
dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri. Ansietas yang tidak
berhubungan dengan nyeri dapat mendistraksi pasien dan secara aktual dapat
menurunkan persepsi nyeri. Secara umum, cara yang efektif untuk menghilangkan
nyeri adalah dengan mengarahkan pengobatan nyeri ketimbang ansietas (Smeltzer
& Bare, 2002).
i. Pola koping
Ketika seseorang mengalami nyeri dan menjalani perawatan di rumah sakit
adalah hal yang sangat tak tertahankan. Secara terus- menerus klien kehilangan
kontrol dan tidak mampu untuk mengontrol lingkungan termasuk nyeri. Klien
sering menemukan jalan untuk mengatasi efek nyeri baik fisik maupun psikologis.
Penting untuk mengerti sumber koping individu selama nyeri. Sumber-sumber
koping ini seperti berkomunikasi dengan keluarga, latihan dan bernyanyi dapat
digunakan sebagai rencana untuk mensupport klien dan menurunkan nyeri klien.
j. Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh
individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan
kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua
orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling
mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri.
Namun, pengukuran dengan teknik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti
tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).

6. MEKANISME NYERI
Menurut Asmadi (2008) Ada beberapa teori yang menjelaskan mekanisme nyeri. Teori
tersebut diantaranya :
1. Teori Spesifik
Otak menerima informasi mengenai objek eksternal dan struktur tubuh melalui
saraf sensoris. Saraf sensoris untuk setiap indra perasa bersifat spesifik, artinya saraf
sensoris dingin hanya dapat diransang oleh sensasi dingin. Menurut teori ini,
timbulnya sensasi nyeri berhubungan dengan pengaktifan ujung-ujjung serabut
saraf bebas oleh perubahan mekanik, ransangan kimia atau temperature yang
berlebihan, persepsi nyeri yang dibawa serabut saraf nyeri diproyeksikan oleh
spinotalamik ke spesifik pusat nyeri di thalamus.
2. Teori Intensitas
Nyeri adalah hasil ransangan yang berlebihan pada reseptor. Setiap ransangan
sensori punya potensi untuk menimbulkan nyeri jika intensitasnya cukup kuat.
3. Teori Gate Control
Teori ini menjelaskan mekanisme transisi nyeri. Kegiatannya tergantung pada
aktifitas saraf afferen berdiameter besar atau kecil yang dapat memengaruhi sel
saraf di substansia gelatinosa. Aktivitas serat yang berdiameter besar menghambat
transmisi yang artinya pintu di tutup sedangkan serat saraf yang berdiameter kecil
mempermudah transmisi yang artinya pintu dibuka.
7. EFEK NYERI
Nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai efek yang membahayakan
diluar ketidaknyamanan yang disebabkannya. Selain merasakan ketidaknyamanan dan
mengganggu, nyeri akut yang tidak reda dapat mempengaruhi sistem pulmonary,
kardiovaskuler, gastrointestinal, endokrin dan immunologic. Nyeri kronis juga
mempunyai efek yang merugikan, supresi fungsi imun yang berkaitan dengan nyeri
kronis dapat meningkatkan pertumbuhan tumor, juga dapat menyebabkan depresi dan
ketidakmampuan (Smeltzer, 2001:214).

8. PENGKAJIAN NYERI
Tidak ada cara yang tepat untuk menjelaskan seberapa berat nyeri seseorang. Individu
yang mengalami nyeri adalah sumber informasi terbaik untuk menggambarkan nyeri
yang dialami (Mohamad, 2010). Beberapa hal yang dikaji untuk menggambarkan nyeri
seseorang antara lain adalah riwayat nyeri.
1. P : Provokasi (penyebab terjadinya nyeri) Tenaga kesehatan harus mengkaji faktor
penyebab terjadinya nyeri pada klien, bagian tubuh mana yang terasa nyeri
termasuk menghubungkan antara nyeri dan faktor psikologis. Karena terkadang
nyeri itu bisa muncul tidak karena luka tetapi karena faktor psikologisnya.
2. Q : Quality Kualitas nyeri yaitu ungkapan subyektif yang diungkapkan oleh klien
dan mendeskripsikan nyeri dengan kalimat seperti ditusuk, disayat, ditekan, sakit
nyeri atau superfisial.
3. R : Region Untuk mengkaji lokasi nyerinya, tenaga kesehatan meminta klien untuk
menyebutkan bagian mana saja yang dirasakan tidak nyaman. Untuk mengetahui
lokasi yang spesifik tenaga kesehatan meminta klien untuk menunjukkan nyeri yang
paling hebat.
4. S : Severe Untuk mengetahui dimana tingkat keparahan nyeri, hal ini yang paling
subyektif dirasakan oleh penderita, karena akan diminta bagaimana kualitas nyeri,
kualitas nyeri ini bisa digambarkan melalui skala nyeri.
5. T : Time Yang harus dilakukan dalam pengkajian waktu adalah awitan, durasi, dan
rangkaian nyeri yang dialami. Perlu ditanyakan kapan mulai muncul adanya nyeri,
berapa lama nyeri itu muncul dan seberapa sering untuk kambuh.
9. PERAN PERAWAT
Peran perawat dalam menangani nyeri yang di alami pasien menurut Doctherman dan
Bulecheck dalam buku Nursing Interventions Classification (2004) adalah :
1. Mencari faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya nyeri yang dialami pasien
2. Mengevaluasi riwayat nyeri pasien dan keluarga dalam menghadapi nyeri
3. Mengevaluasi efektivitas tindakan pengendalian nyeri yang telah di lakukan pada
masa lalu
4. Membantu memberi dukungan pada pasien dan keluarga
5. Menentukan berapa sering melakukan penilaian dan pemantauan kenyamanan pasien
6. Memberi informasi kepada pasien tentang nyeri pasien seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan berlangsung dan prosedur yang akan dilakukan
7. Mengurangi dan menghilangkan faktor-faktor yang memicu atau menyebabkan nyeri
(misalnya ketakutan, kelelahan, kurangnya pengetahuan)
8. Kaji penggunaaan metode farmakologi nyeri pasien
9. Berkolaborasi dengan pasien dan profesionalisme kesehatan lainnya untuk memilih
dan menerapkan farmakologi yang sesuai
10. Mengevaluasi efektifitas langkah-langkah control nyeri yang digunakan melalui
penilaian yang berkelanjutan
11. Menyarankan pasien untuk istirahat dalam mengurangi nyeri
12. Mendorong pasien untuk mendiskusikan rasa nyeri yang dialaminya
13. Memberikan informasi kepada perawat lainnya serta anggota keluarga mengenai
strategi managemen nyeri non farmakologi
14. Menggunakan pendekatan multidisiplin untuk managemen nyeri
15. Pertimbangkan kesediaan pasien untuk berpartisipasi, kemampuan pasien
berpartisipasi untuk memilih strategi nyeri
16. Mengajarkan prinsip-prinsip managemen nyeri
17. Mengajarkan penggunaan teknik non farmakologi (misalnya relaksasi, terapi musik,
distraksi,terapi aktifitas, akupresur, terapi es dan panas, masase dll
10. PENGUKURAN SKALA NYERI
1. Numeric Rating Scale (NRS)
Skala ini sudah biasa dipergunakan dan telah divalidasi. Berat dan ringannya
rasa sakit atau nyeri dibuat menjadi terukur dengan mengobyektifkan pendapat
subyektif nyeri. Skala numeric dari 0 (nol) hingga 10 (sepuluh) (Potter & Perry,
2005 dalam Handayani, 2015).
a. Skala 0 : Tanpa nyeri
b. Skala 1-3 : Nyeri ringan
c. Skala 4-6 : Nyeri sedang
d. Skala 7-9 : Nyeri berat
e. Skala 10 : Nyeri sangat berat

Gambar 1.1 Numeric Rating Scale (NRS)

2. Visual Analog Scale (VAS)


Skala sejenis yang merupakan garis lurus, tanpa angka. Bisa bebas
mengekspresikan nyeri, ke arah kiri menuju tidak sakit, arah kanan sakit tak
tertahankan, dengan tengah kira-kira nyeri sedang (Potter & Perry, 2005 dalam
Handayani, 2015).

Gambar 1.2 Visual Analog Scale (VAS)


3. Verbal Rating Scale (VRS)
Skala ini untuk menggambarkan rasa nyeri, efektif untuk menilai nyeri akut,
dianggap sederhana dan mudah dimengerti, ranking nyerinya dimulai dari tidak
nyeri sampai nyeri yang tidak tertahankan (Khoirunnisa & Novitasari, 2015).

Gambar 1.3 Verbal Rating Scale (VRS)

4. Skala Wajah dan Barker


Skala nyeri enam wajah dengan eskpresi yang berbeda, menampilkan wajah
bahagia hingga wajah sedih. Digunakan untuk mengekspresikan rasa nyeri pada
anak mulai usia 3 (tiga) tahun (Potter & Perry, 2005 dalam Handayani, 2015).

Gambar 1.4 Skala Wajah dan Barker

11. DIAGNOSTIK NYERI


Nyeri merupakan suatu keluhan (symptom). Berkenaan dengan hal ini
diagnostik nyeri sesuai dengan usaha untuk mencari penyebab terjadinya nyeri.
Langkah ini meliputi langkah anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium
dan kalau perlu pemeriksaan radiologi serta pemeriksaan imaging dan lain-lain. Dengan
demikian diagnostik terutama ditujukan untuk mencari penyebab. Dengan
menanggulangi penyebab, keluhan nyeri akan mereda atau hilang. Pemeriksaan
laboratorium spesifik untuk menegakkan diagnosa nyeri tidak ada. Pemeriksaan
terhadap nyeri harus dilakukan dengan seksama yng dilakukan sebelum pengobatan
dimulai, secara teratur setelah pengobatan dimulai, setiap saat bila ada laporan nyeri
baru dan setelah interval terapi 15-30 menit setelah pemberian parenteral dan 1 jam
setelah pemberian peroral.
a. Anamnesis yang teliti
Dalam melakukan anamnesis terhadap nyeri kita harus mengatahui bagaimana
kualitas nyeri yang diderita meliputi awitan, lama, dan variasi yang ditimbulkan
untuk mengetahui penyebab nyeri. Selain itu, kita juga harus mengetahui lokasi dari
nyeri yang diderita apakah dirasakan diseluruh tubuh atau hanya pada bagian tubuh
tertentu. intensitas nyeri juga penting ditanyakan untuk menetapkan derajat nyeri.
Tanyakan pula keadaan yang memperberat atau memperingan nyeri. Tanyakan pula
tentang penyakit sebelumnya, penggobatan yang pernah dijalani, dan alergi obat.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang benar sangat diperlukan untuk menguraikan
patofisiologi nyeri. Pemeriksaan vital sign sangat penting dilakukan untuk
mendapatkan hubungannya dengan intensitas nyeri karena nyeri menyebabkan
stimulus simpatik seperti takikardia, hiperventilasi dan hipertensi. Pemeriksaan
Glasgow come scale rutin dilaksanakan untuk mengetahui apakah ada proses
patologi di intracranial. Pemeriksaan khusus neurologi seperti adanya gangguan
sensorik sangat penting dilakukan dan yang perlu diperhatikan adalah adanya
hipoastesia, hiperastesia, hiperpatia dan alodinia pada daerah nyeri yang penting
menggambarkan kemungkinan nyeri neurogenik.
c. Pemeriksaan Psikologis
Mengingat faktor kejiwaan sangat berperan penting dalam manifestasi nyeri
yang subjektife, maka pemeriksaan psikologis juga merupakan bagian yang harus
dilakukan 21 dengan seksama agar dapat menguraikan faktor-faktor kejiwaan yang
menyertai.Test yang biasanya digunakan untuk menilai psikologis pasien berupa
the Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI). Dalam menetahui
permasalahan psikologis yang ada maka akan memudahkan dalam pemilihan obat
yang tepat untuk penaggulangan nyeri.
d. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan bertujuan untuk mengatahui penyebab
dari nyeri. Pemeriksaan yang dilakukan seperti pemeriksaan laboratorium dan
imaging seperti foto polos, CT scan, MRI atau bone scan.
12. PAIN MANAGEMENT
1. Manajemen Farmakologi
Teknik farmakologi adalah cara yang paling efektif untuk menghilangkan nyeri
dengan pemberian obat-obatan pereda nyeri terutama untuk nyeri yang sangat hebat
yang berlangsung selama berjam-jam atau bahkan berhari-hari. Metode yang paling
umum digunakan untuk mengatasi nyeri adalah analgesic (Strong, Unruh, Wright
& Baxter, 2002). Menurut Smeltzer & Bare (2002), ada tiga jenis analgesik yakni :
a. Non-narkotik dan anti inflamasi nonsteroid (NSAID) : menghilangkan nyeri
ringan dan sedang. NSAID dapat sangat berguna bagi pasien yang rentan
terhadap efek pendepresi pernafasan.
b. Analgesik narkotik atau opiad: analgesik ini umumnya diresepkan untuk
nyeri yang sedang sampai berat, seperti nyeri pasca operasi. Efek samping
dari opiad ini dapat menyebabkan depresi pernafasan, sedasi, konstipasi,
mual muntah.
c. Obat tambahan atau ajuvant (koanalgesik): ajuvant seperti sedative, anti
cemas, dan relaksan otot meningkatkan control nyeri atau menghilangkan
gejala lain terkait dengan nyeri seperti depresi dan mual (Potter & Perry,
2006).
• Berikut Obat – Obatan Untuk Pereda Nyeri :
a. Asam asetilsalisilat (Aspirin)
b. Asetaminofen
c. Ibu Profen
d. Paracetamol
e. Asam Mefenamat
f. Ketoprofen
g. Opioid (misal:codein)
h. Tramadol
i. Naproxen

2. Manajemen Non Farmakologi


Intervensi Keperawatan Mandiri (Non farmakologi) Intervensi keperawatan
mandiri menurut Bangun & Nur’aeni (2013), merupakan tindakan pereda nyeri
yang dapat dilakukan perawat secara mandiri tanpa tergantung pada petugas medis
lain dimana dalam pelaksanaanya perawat dengan pertimbangan dan keputusannya
sendiri. Banyak pasien dan anggota tim kesehatan cenderung untuk memandang
obat sebagai satu-satunya metode untuk menghilangkan nyeri. Namun banyak
aktifitas keperawatan nonfarmakologi yang dapat membantu menghilangkan nyeri,
metode pereda nyeri nonfarmakologi memiliki resiko yang sangat rendah.
Meskipun tidakan tersebut bukan merupakan pengganti obat-obatan (Smeltzer &
Bare, 2002).
a. Masase dan Stimulasi Kutaneus
Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum. Sering
dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase dapat membuat pasien lebih
nyaman (Smeltzer & Bare, 2002). Sedangkan stimulasi kutaneus adalah
stimulasi kulit yang dilakukan selama 3-10 menit untuk menghilangkan nyeri,
bekerja dengan cara melepaskan endofrin, sehingga memblok transmisi
stimulus nyeri (Potter & Perry, 2006). Salah satu teknik memberikan masase
adalah tindakan masase punggung dengan usapan yang perlahan (Slow stroke
back massage). Stimulasi kulit menyebabkan pelepasan endorphin, sehingga
memblok transmisi stimulus nyeri. Teori gate control mengatakan bahwa
stimulasi kulit mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori A Beta yang lebih
besar dan lebih cepat. Proses ini menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C
dan delta-A yang berdiameter kecil sehingga gerbang sinaps menutup transmisi
implus nyeri (Potter & Perry, 2006).

b. Efflurage Massage
Effleurage adalah bentuk masase dengan menggunakan telapak tangan
yang memberi tekanan lembut ke atas permukaan tubuh dengan arah sirkular
secara berulang (Reeder dalam Parulian, 2014). Langkah-langkah melakukan
teknik ini adalah kedua telapak tangan melakukan usapan ringan, tegas dan
konstan dengan pola gerakan melingkari abdomen, dimulai dari abdomen
bagian bawah di atas simphisis pubis, arahkan ke samping perut, terus ke fundus
uteri kemudian turun ke umbilicus dan kembali ke perut bagian bawah diatas
simphisis pubis, bentuk pola gerakannya seperti “kupu-kupu”. Masase ini
dilakukan selama 3–5 27 menit dan berikan lotion atau minyak/baby oil
tambahan jika dibutuhkan (Berman, Snyder, Kozier, dan Erb, 2009). Effleurage
merupakan teknik masase yang aman, mudah untuk dilakukan, tidak
memerlukan banyak alat, tidak memerlukan biaya, tidak memiliki efek samping
dan dapat dilakukan sendiri atau dengan bantuan orang lain (Ekowati, 2011).

c. Distraksi
Distraksi yang memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain pada
nyeri dapat menjadi strategi yang sangat berhasil dan mungkin merupakan
mekanisme terhadap teknik kognitif efektif lainnya. Distraksi diduga dapat
menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol desenden, yang
mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak
(Smeltzer and Bare, 2002).

d. Terapi Musik
Terapi musik adalah usaha meningkatkan kualitas fisik dan mental
dengan rangsangan suara yang terdiri dari melodi, ritme, harmoni, bentuk dan
gaya yang diorganisir sedemikian rupa hingga tercipta musik yang bermanfaat
untuk kesehatan fisik dan mental (Eka, 2011). Perawat dapat menggunakan
musik dengan kreatif di berbagai situasi klinik, pasien umumnya lebih
menyukai melakukan suatu kegiatan memainkan alat musik, menyanyikan lagu
atau mendengarkan musik. Musik yang sejak awal sesuai dengan suasana hati
individu, merupakan pilihan yang paling baik (Elsevier dalam Karendehi,
2015). Musik menghasilkan perubahan status kesadaran melalui bunyi,
kesunyian, ruang dan waktu. Musik harus didengarkan minimal 15 menit
supaya dapat memberikan efek terapiutik. Dalam keadaan perawatan akut,
mendengarkan musik dapat memberikan hasil yang sangat efektif dalam upaya
mengurangi nyeri (Potter & Perry, 2005).

e. GIM (Guided Imagery Music)


GIM (Guided Imagery Music) merupakan intervensi yang digunakan
untuk mengurangi nyeri. GIM mengombinasikan intervensi bimbingan
imajinasi dan terapi musik. GIM dilakukan dengan memfokuskan imajinasi
pasien. Musik digunakan untuk memperkuat relaksasi. Keadaan relaksasi
membuat tubuh lebih berespons terhadap bayangan dan sugesti yang diberikan
sehingga pasien tidak berfokus pada nyeri (Suarilah, 2014).
f. Terapi Musik Klasik (Mozart)
Pada dewasa ini banyak jenis musik yang dapat diperdengarkan namun
musik yang menempatkan kelasnya sebagai musik bermakna medis adalah
musik klasik karena musik ini maknitude yang luar biasa pada perkembangan
ilmu kesehatan, diantaranya memiki nada yang lembut, nadanya memberikan
stimulasi gelombang alfa, ketenangan dan membuat pendengarnya lebih rileks
(Dofi dalam Liandari, 2015).

g. Teknik Relaksasi Nafas Dalam


Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan
keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana
cara melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal)
dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan, selain dapat
menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi bernafas dalam juga dapat
meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah. Teknik
relaksasi nafas dalam dapat mengendalikan nyeri dengan meminimalkan
aktivitas simpatik dalam system saraf otonom (Fitriani, 2013). Pasien dapat
memejamkan matanya dan bernapas dengan perlahan dan nyaman. Irama yang
konstan dapat dipertahankan dengan menghitung dalam hati dan lambat
bersama setiap inhalasi (hirup) dan ekhalasi (hembus) (Smeltzer & Bare, 2002).
Menurut Huges dkk dalam Fatmawati (2011), teknik relaksasi melalui olah
nafas merupakan salah satu keadaan yang mampu merangsang tubuh untuk
membentuk sistem penekan nyeri yang akhirnya menyebabkan penurunan
nyeri, disamping itu juga bermanfaat untuk pengobatan penyakit dari dalam
tubuh meningkatkan kemampuan fisik dan keseimbangan tubuh dan pikiran,
karena olah nafas dianggap membuat tubuh menjadi rileks sehingga berdampak
pada keseimbangan tubuh dan pengontrolan tekanan darah.

h. Imajinasi Terbimbing (Guided Imagery)


Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam
suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu.
Sebagai contoh, imajinasi terbimbing untuk relaksasi dan meredakan nyeri
dapat terdiri atas penggabungan 32 nafas berirama lambat dengan suatu
bayangan mental relaksasi dan kenyamanan (Smeltzer & Bare, 2002).
Prosedurnya yaitu ciptakan lingkungan yang tenang, jaga privasi pasien,
usahakan tangan dan kaki pasien dalam keadaan rileks, minta pasien untuk
memejamkan mata dan usahakan agar pasien berkonsentrasi, minta pasien
menarik nafas melalui hidung secara perlahan-lahan sambil menghitung dalam
hati “hirup, dua, tiga”, selama pasien memejamkan mata kemudian minta pasien
untuk membayangkan hal-hal yang menyenangkan atau keindahan, minta
pasien untuk menghembuskan udara melalui mulut dan membuka mata secara
perlahan-lahan sambil menghitung dalam hati “hembuskan, dua, tiga”, minta
pasien untuk mengulangi lagi sama seperti prosedur sebelumnya sebanyak tiga
kali selama lima menit (Patasik, Tangka & Rottie, 2013).

i. Aromaterapi
Aromaterapi merupakan penggunaan ekstrak minyak esensial tumbuhan
yang digunakan untuk memperbaiki mood dan kesehatan (Primadiati, 2002).
Mekanisme kerja perawatan aromaterapi dalam tubuh manusia berlangsung
melalui dua sistem fisiologis, yaitu sirkulasi tubuh dan sistem penciuman.
Wewangian dapat mempengaruhi kondisi psikis, daya ingat, dan emosi
seseorang. Beberapa jenis aromaterapi yang digunakan dalam menurunkan
intensitas nyeri adalah aromaterapi lemon dan aromaterpi lavender.
Aromaterapi lemon merupakan jenis aroma terapi yang dapat digunakan untuk
mengatasi nyeri dan cemas. Zat yang terkandung dalam lemon salah satunya
adalah linalool yang berguna untuk menstabilkan sistem saraf sehingga dapat
menimbulkan efek tenang bagi siapapun yang menghirupnya (Wong dalam
Purwandari, 2014).
Aromaterapi selain lemon untuk pereda nyeri lainnya adalah
aromaterapi lavender. Aromaterapi lavender bermanfaat untuk relaksasi,
kecemasan, mood, dan pada pasca pembedahan menunjukkan terjadinya
penurunan kecemasan, perbaikan mood, dan terjadi peningkatan kekuatan
gelombang alpha dan beta yang menunjukkan peningkatan relaksasi.
Gelombang alpha sangat bermanfaat dalam kondisi relaks mendorong aliran
energi kreativitas dan perasaan segar dan sehat (Bangun, 2013). Kondisi
gelombang alpha ideal untuk perenungan, memecahkan masalah, dan
visualisasi, bertindak sebagai gerbang kreativitas seseorang. Minyak lavender
adalah salah satu aromaterapi yang terkenal memiliki efek menenangkan.
Menurut penelitian yang dilakukan terhadap tikus, minyak lavender memiliki
efek sedasi yang cukup baik dan dapat menurunkan aktivitas motorik mencapai
78%, sehingga sering digunakan untuk manajemen stres. Beberapa tetes minyak
lavender dapat membantu menanggulangi insomnia, memperbaiki mood
seseorang, dan memberikan efek relaksasi (Bangun, 2013).

j. Kompres Dingin
Metode sederhana yang dapat di gunakan untuk mengurangi nyeri yang
secara alamiah yaitu dengan memberikan kompres dingin pada area nyeri, ini
merupakan alternatif pilihan yang alamiah dan sederhana yang dengan cepat
mengurangi rasa nyeri selain dengan memakai obat-obatan. Terapi dingin
menimbulkan efek analgetik dengan memperlambat kecepatan hantaran saraf
sehingga impuls nyeri yang mencapai otak lebih sedikit (Price, Sylvia &
Anderson dalam Rahmawati, 2014). Kompres dingin merupakan suatu prosedur
menempatkan suatu benda dingin pada tubuh bagian luar. Dampak fisiologisnya
adalah vasokontriksi pada pembuluh darah, mengurangi rasa nyeri, dan
menurunkan aktivitas ujung saraf pada otot (Tamsuri, 2007).

k. Kompres Hangat
Kompres hangat adalah suatu metode dalam penggunaan suhu hangat
yang dapat menimbulkan efek fisiologis (Anugraheni, 2013). Kompres hangat
dapat digunakan pada pengobatan nyeri dan merelaksasikan otot-otot yang
tegang (Price, Sylvia & Wilson, 2005). Kompres hangat dilakukan dengan
mempergunakan buli-buli panas atau kantong air panas secara konduksi dimana
terjadi pemindahan panas dari buli-buli ke dalam tubuh sehingga akan
menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan akan terjadi penurunan
ketegangan otot sehingga nyeri yang dirasakan akan berkurang atau hilang
(Smalzer & Bare, 2002).

l. Tehnik Akuplesur
Akhir-akhir ini terapi non farmakologi banyak menjadi pilihan
masyarakat terutama ibu bersalin untuk mengatasi nyeri persalinan. Terapi non
farmakologi yang juga sering disebut sebagai terapi komplementer, salah
satunya adalah teknik akupresur titik pada tangan, memiliki banyak kelebihan
antara lain mudah diterapkan dan cukup aman (tidak menimbulkan resiko)
dibanding terapi farmakologi. Akupresur disebut juga akupunktur tanpa jarum,
atau pijat akupunktur. Teknik ini menggunakan tenik penekanan, pemijatan, dan
pengurutan sepanjang meridian tubuh atau garis aliran energi. Teknik akupresur
ini dapat menurunkan nyeri. Sedangkan teknik akupresur titik pada tangan yaitu
dilakukan pada titik yang terletak sepanjang lipatan tangan ketika jari-jari
menyatu pada telapak tangan. Titik ini membantu pelepasan endorphin ke
dalam tubuh sehingga sangat membantu untuk menurunkan nyeri saat kontraksi
(Suroso, 2013).
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Nyeri adalah sensasi yang sangat tidak menyenangkan dan sangat individual
yang tidak dapat dibagi dengan orang lain. Nyeri dapat memenuhi seluruh pikiran
seseorang, mengubah kehidupan orang tersebut. Akan tetapi, nyeri adalah konsep yang
sulit dikomunikasikan oleh klien (Berman, 2009).
Menurut International Association for the Studi of Pain (IASP), penyebab nyeri
pada anak tidak hanya dari penyakit yang mengancam jiwa seperti kanker, tetapi juga
cidera, operasi, luka bakar, infeksi, dan efek kekerasan. Anak-anak juga mengalami
nyeri dari banyak prosedur dan penyelidikan yang digunakan oleh dokter dan perawat
untuk menyelidiki dan mengobati penyakit (Finley, 2005).
Bila pengelolaan nyeri dan penyebab nyeri akut tidak dilaksanakan dengan baik, nyeri
itu dapat berkembang menjadi nyeri kronik. Beberapa prinsip dalam manajemen nyeri
sebagai berikut :
1. Pasien yang mengeluh nyeri, berarti mereka betul-betul merasa nyeri. Mereka perlu
didengarkan dan dipercaya.
2. Tidak ada pola fisiologis atau perilaku yang bisa digunakan untuk membuktikan
bahwa seseorang sedang berpura-pura nyeri.
3. Operasi yang sama mungkin akan menghasilkan kebutuhan analgesia yang
bervariasi pada berbagai pasien.
4. Derajat nyeri yang sama mungkin diekspresikan dengan cara berbeda oleh pasien.
5. Opioid yang diberikan untuk nyeri akut tidak menyebabkan adiksi obat.
6. Nyeri hebat setelah pembedahan bisa dicegah. Cari sebab-sebab nyeri yang bisa
diatasi, tetapi jangan tunda analgesia dengan alasan takut menyelubungi tanda-
tanda bedah.
7. Dosis tepat dari analgesik opioid adalah ‘cukup dan sering cukup’.
8. Manfaat maksimum dengan efek samping paling sedikit sering diperoleh dengan
kombinasi berbagai obat dengan cara pemberian berbeda (misal opioid dan AINS
dan anestesi lokal) .
Diagnostik nyeri sesuai dengan usaha untuk mencari penyebab terjadinya nyeri
Penyebabnya biasanya lebih mudah dapat ditentukan, sehingga penanggulangannya
biasanya lebih mudah pula. Nyeri akut ini akan mereda dan hilang seiring dengan
laju proses penyembuhan jaringan yang sakit.
Diagnosa penyebab nyeri akut harus ditegakkan lebih dahulu. Bersamaan
dengan usaha mengatasi penyebab nyeri akut, keluhan nyeri penderita juga diatasi.
Pengobatan yang direncanakan untuk menangulangi nyeri harus diarahkan kepada
proses penyakit yang mendasarinya untuk mengendalikan nyeri tersebut.
Pemahaman tentang patofisiologi terjadinya nyeri sangatlah penting sebagai
landasan menanggulangi nyeri yang diderita oleh penderita. Semua obat analgetika
efektif untuk menanggulangi nyeri akut ini.
2. Saran
Penulis mengetahui bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna sehingga
penulis mengharapkan saran atau kritik yang membangun dari pembaca sehingga
makalah ini bisa mendekati kata sempurna. Opini dari para pembaca sangat berarti bagi
kami guna evaluasi untuk menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, S. (2013). Konsep Dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Ar-Ruzz


Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien.
Jakarta:Salemba Medika.
Bangun, Argi Vigora dan Susi Nur’aeni.(2013).Pengaruh Aromaterapi Lavender Terhadap
Intensitas Nyeri Pada Pasien Pasca Operasi di Rumah Sakit Dustira Cimahi. Jurnal
Keperawatan Sudirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 8, No. 2, Juli 2013.
Bare & Smeltzer.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart (Alih
bahasa Agung Waluyo) Edisi 8 vol.3. Jakarta :EGC
Dochterman, J.M., Bulecheck, G.N. (2004). Nursing Interventions Classification (NIC) 4th
Edition. Missouri: Mosby..
Fatmawati Dwi W.A.2011. Hubungan biofilm Streptococcus mutans terhadap resiko
terjadinya karies gigi. Stomatognatic (J.K.G Unej). Vol 8(3) : 127- 130
Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC
Handayani, S. 2015. Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Intensitas Nyeri Pasien post Sectio
Caesarea di RSUD Moewardi. Skripsi. STIKES Kesuma Husada. Surakarta.
Karendehi, S., Rompas, S., & Bidjuni, H. (2015). Pengaruh pemberian musik terhadap skala
nyeri akibat perawatan luka bedah pada pasien pasca operasi.Ejournal keperawatan volume 3
nomor 2
Kozier, Barbara, dkk. (2009). Buku Ajar Keperawatan Klinis. (Edisi : 5). Jakarta : EGC
Kozier,B.,Glenora Erb, Audrey Berman dan Shirlee J.Snyder. (2010). Buku Ajar Fundamental
Keperawatan ( Alih bahasa : Esty Wahyu ningsih, Devi yulianti, yuyun yuningsih. Dan Ana
lusyana ). Jakarta :EGC
Meliala, L. dan Suryamiharja, A., 2007; Penuntun Penatalaksanaan Nyeri Neuropatik; Edisi
2, Medikagama Press, Yogyakarta, hal. 40.
Novitasari, R. W., Khoirunnisa, N., & Yudiyanta. (2015). Assessment Nyeri. Kalbemed.com,
42 (3), 214-234
Parrott T.2002. PainManagement in Primary-Care Medical Practice. In: Tollison CD,
Satterthwaithe JR, Tollison JW, eds. Practical Pain Management.3rd ed. Philadelphia, PA:
Lippincott Williams & Wilkins
Potter, P.A, Perry, A.G. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik.Edisi 4.Volume 2. Alih Bahasa : Renata Komalasari,dkk.Jakarta:EGC.2005
Potter, P.A, Perry, A.G. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, Dan
Praktik.Edisi 4.Volume 1. Alih Bahasa : Yasmin Asih, dkk. Jakarta : EGC.2005
Potter dan Perry. 1993. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik
Vol. 1. Jakarta: EGC.
Reeder, S.J., Martin, L.L. & Koniak-Griffin, D. (2014). Keperawatan Maternitas: Kesehatan
Wanita, Bayi, & Keluarga, Volume 2, Edisi 18. Jakarta: EGC.
Rospond. 2008. Pemeriksaan dan Penilaian Nyeri. Diakses: pada tanggal 1 Februari 2016,
dari http://lyrawati.files.wordpress.com/2008/07/pemeriksandan-penilaian-nyeri.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Somantri, Irman. (2007). Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Strong, J., Unruh, A.M., Wright, A., & Baxter G.D. (2002). Pain : A Textbook For Therapist.
Edinburg : Churchill Livingstone.
Tamsuri,2007, Konsep Penatalaksanaan Nyeri EGC, Jakarta.
Tarwoto, & Wartonah. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan (3rd ed.).
Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai