I DENGAN DIAGNOSA
TRIGEMINAL NEURALGIA DAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
AMAN DAN NYAMAN (NYERI) DI RUANG NUSA INDAH
RSUD DORIS SYLVANUS
PALANGKARAYA
Di Susun Oleh:
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkah rahmat dan hidayahNya jugalah penyusunan laporan ini dapat
terselesaikan dalam bentuk yang sederhana.
Walaupun dalam penyusunan laporan ini memenuhi banyak kendala yang
dihadapi namun berkat dukungan dan motivasi dari semua pihak sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan ini.
Didalam menyelesaikan laporan ini masih banyak hambatan dan kendala
yang dihadapi, namun berkat dukungan dan kerja sama yang baik dari semua
pihak hingga penulis dapat menyelsaikan laporan ini tepat pada waktunya. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang
terlibat.
Fredrick Immanuel
DAFTAR ISI
Kebutuhan akan rasa aman adalah kebutuhan untuk melindungi diri dari
bahaya fisik. Ancaman terhadap keselamatan seseorang dapat dikategorikan
sebagai ancaman mekanis, kimiawi, dan bakteriologis. Kebutuhan akan keamanan
terkait dengan konteks fisiologis dan hubungan interpersonal. Keamanan
fisiologis berkaitan dengan sesuatu yang mengancam tubuh dan kehidupan
seseorang. Ancaman itu bisa nyata atau hanya imajinasi misal, penyakit, nyeri,
cemas, dan sebagainya. Dalam konteks hubungan interpersonal bergantung pada
banyak faktor, seperti kemampuan berkomunikasi, kemampuan mengontrol
masalah, kemampuan memahami, tingkah laku yang konsisten dengan orang lain,
serta kemampuan memahami orang-orang di sekitarnya dan lingkungannya.
Ketidaktahuan akan sesuatu kadang membuat perasaan cemas dan tidak aman.
(Asmadi, 2011)
Banyak cara yang dilakukan untuk mengurangi nyeri salah satunya yaitu
dengan teknik distraksi relaksasi dan distraksi relaksasi dapat dilakukan dengan
berbagai cara misalnya dengan cara visual, auditorial, distraksi 4 relaksasi
pernafasan, teknik pernafasan, dan imajinasi terpimpin. Menurut Ayudiahningsih
& Maliya, (2011) selain tindakan farmakologi (analgesik) cara lain yang berperan
yakni tindakan non farmakologi dalam hal ini teknik relaksasi. Teknik relaksasi
merupakan alternatif non obat-obatan dalam strategi penanggulangan nyeri,
disamping metode distraksi. Relaksasi merupakan suatu kebebasan mental dan
fisik dari ketegangan dan stress, karena dapat mengubah persepsi kognitif dan
motivasi afektif pasien. Teknik relaksasi membuat pasien dapat mengontrol diri
ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri.
1.2 Rumusan Masalah
mengancam tubuh dan kehidupan seseorang. Ancaman itu bisa nyata atau
Gangguan ini akan menimbulkan daya tahan tubuh kurang sehingga mudah
terserang penyakit
menimbulkan kecelakaan.
sebelumnya.
tertentu.
2.1.4.10 Usia
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam merespon
2.1.4.12 Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai kebudayaan mempengaruhi cara individu mengatasi
nyeri dan tingkat kenyaman yang mereka punya
2.1.5 Patofisiologi (Pathway)
Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf
perifer. Serabut nyeri memasuki medula spinalis dan menjalani salah satu dari
beberapa rute saraf dan akhirnya samapai didalam massa berwarna abu – abu
di medula spinalis. Terdapat tesan nyeri dapat berinteraksi dengan inhibitor,
mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi
tanpa hambatan kekorteks cerebral. Sekali stimulus nyeri mencapai korteks
cerebral, maka otak menginterprestasikan kualitas nyeri dan memproses
informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosoasi
kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri.
Pathway
Nyeri
Nosiseptor
Nyeri kronik/akut
Yang satu terletak lebih belakang dari yang lain. Cabang belakang merupakan
pangkal dari saraf aferen dari kulit daun telinga (nervus aurikulotemporalis), kulit
yang menutupi rahang bawah, mukosa bibir bawah, dua pertiga bagian depan
lidah (nervus lingualis), glandula parotis dan gusi rahang bawah ( nervus dentalis
inferior) dan serabut eferen yang mempersarafi otot-otot omohioideus dan bagian
anterior muskulus digastrikus Cabang anterior dari cabang madibular terdiri dari
serabut aferen yang menghantarkan impuls dari kulit dan mukosa pipi bagian
bawah dan serabut eferen yang mempersyarafi otot-otot temporalis, masseter,
pterigoideus dan tensor timpani. Serabut-serabut aferen sel-sel ganglion gasseri
bersinaps di sepanjang wilayah inti nukleus sensibilis prinsipalis (untuk raba dan
tekan)serta nukleus spinalis nervi trigemini (untuk rasa nyeri) dan dikenal sebagai
tractus spinalis nervi trigemini. dan didekatnya terdapat arteri a. Alveolaris
inferior.(Kaufman, 2001)
2.2.3 Etiologi
Etiologi trigeminal neuralgia (TN) dapat berupa pusat, perifer, atau
keduanya. Saraf trigeminal (saraf kranial V) bisa menyebabkan nyeri, karena
fungsi utama adalah sensorik. Biasanya, tidak ada lesi struktural hadir (85%),
meskipun banyak peneliti setuju bahwa kompresi pembuluh darah, biasanya vena
atau loop arteri di pintu masuk ke saraf trigeminal pons, sangat penting untuk
patogenesis berbagai idiopatik. Ini hasil kompresi dalam demielinasi saraf
trigeminal fokus. Etiologi idiopatik diberi label secara default dan kemudian
dikategorikan sebagai trigeminal neuralgia klasik. (Sharav, 2002 ; Brice, 2004)
2.2.5 Patofisiologi
Patofisiologis terjadinya suatu neuralgia trigeminal adalah sesuai dengan
etiologi penyakit tersebut. Penyebab terjadinya neuralgia trigeminal adalah
penekanan mekanik oleh pembuluh darah, malformasi arteri vena disekitarnya,
penekanan oleh lesi atau tumor, sklerosis multipel, kerusakan secara fisik dari
nervus trigeminus yang disebabkan karena pembedahan atau infeksi, dan yang
paling sering yaitu secara idiopatik.
Pada kasus sklerosis multipel yaitu penyakit otak dan korda spinalis yang
ditandai dengan hilangnya lapisan mielin yang membungkus saraf, jika sudah
melibatkan sistem nervus trigeminus maka akan menimbulkan gejala neuralgia
trigeminal. Pada tipe ini sering terjadi secara bilateral dan cenderung terjadi pada
usia muda sesuai dengan kecenderungan terjadinya sklerosis multipel. Adanya
perubahan pada mielin dan akson diperkirakan akan menimbulkan potensial aksi
ektopik berupa letupan spontan pada saraf. Aktivitas ektopik ini terutama
disebabkan karena terjadinya perubahan ekspresi dan distribusi saluran ion
natrium sehingga menurunnya nilai ambang membran. Kemungkinan lain adalah
adanya hubungan ephaptic antar neuron, sehingga serabut saraf dengan nilai
ambang rendah dapat mengaktivasi serabut saraf yang lainnya dan timbul
pula cross after discharge. Selain itu, aktivitas aferen menyebabkan
dikeluarkannya asam amino eksitatori glutamat. Glutamat akan bertemu dengan
reseptor glutamat alfa-amino-3-hidroxy-5- methyl-4-isaxole propionic
acid (AMPA) di post-sinap sehingga timbul depolarisasi dan potensial aksi.
Aktivitas yang meningkat akan disusul dengan aktifnya reseptor glutamat lain N-
Methyl-D-Aspartate (NMDA) setelah ion magnesium yang menyumbat saluran di
reseptor tersebut tidak ada. Keadaan ini akan menyebabkan saluran ion kalsium
teraktivasi dan terjadi peningkatan kalsium intra seluler. Mekanisme inilah yang
menerangkan terjadinya sensitisasi sentral sehingga timbul nyeri.
PATHWAY
2.2.6 Manifestasi Klinis
Menurut Baughman (2000) Manifestasi klinis yang muncul pada kasus
neuralgia trigeminal adalah sebagai berikut:
2.2.6.1. Nyeri dirasakan pada kulit, bukan pada struktur yg lebih
dalam, lebih gawat pada area perifer dari distribusi dari syaraf yang
terkena, yaitu pada bibir, dagu, lobang hidung, dan pada gigi.
2.2.6.2. Paroksisme dirangsang oleh stimulasi dari terminal dari
cabang-cabang saraf yang terkena, yaitu mencuci muka, mencukur,
menyikat gigi, makan dan minum.
2.2.6.3. Aliran udara dingin dan tekanan langsung pada saraf
trunkus dapat juga menyebabkan nyeri. Hal tersebut terjadi karena
aliran udara dingin mengenai trigger area atau area nyeri pada
bagian percabangan dari saraf trigeminus (saraf kranial kelima).
Aliran udara dingin termasuk stimulus non-noksius (stimulus yang
berupa perabaan ringan, getaran atau stimulus mengunyah).
2.2.6.4. Titik pencetus adalah area pasti dimana sentuhan yang
paling ringan dengan segera mencetuskan paroksisme.
2.2.7 Komplikasi
Ciri khas neuralgia trigeminal adalah nyeri seperti tertusuk-tusuk singkat dan
paroksismal, yang untuk waktu yang lama biasanya terbatas pada salah satu
daerah persarafan cabang nervus V. Nyeri cenderung menyebar ke daerah
persarafan cabang lain. Penampakan klinis yang khas adalah nyeri dapat
dipresipitasi oleh sentuhan pada wajah, seperti saat cuci muka atau bercukur,
berbicara, mengunyah dan menelan. Nyeri yang timbul biasanya sangat berat
sehingga pasien sangat menderita. Nyeri seringkali menimbulkan spasme reflex
otot wajah yang terlibat sehingga disebut ‘tic douloreaux’, kemerahan pada wajah,
lakrimasi dan salvias (Walton,1985).
Pada neuralgia trigeminal seringkali tidak ditemukan berkurangnya sensibilitas
tetapi dapat ditemukan penumpulan rangsang raba atau hilangnya refleks kornea
walaupun jarang. Serangan yang timbul dapat mengurangi nafsu makan, rekurensi
dalam jangka lama dapat menyebabkan kehilangan berat badan, depresi hingga
bunuh diri. Untungnya, serangan biasa berhenti pada malam hari, walaupun
pasien dapat juga terbangun dari tidur akibat serangan. Remisi dari rasa sakit
selamam berminggu-minggu hingga berbulan-bulan merupakan tanda dari
penyakit tahap awal.(Walton,1985).
2. Karbamazepine (Tegretol)
Karbamazepine memperlihatkan efek analgesik yang selektif
misalnya pada dorsalis dan neuropati lainnya yang sukar diatasi dengan
analgesik biasa. Sebagian besar penderita trigeminal neuralgia
mengalami penurunan sakit yang berarti dengan menggunakan obat ini.
Namun, potensi untuk menimbulkan efek samping sangat luas
khususnya gangguan darah seperti leukopeni, anemia aplastik dan
agranulositosis maka pasien yang akan diterapi dengan obat ini
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan nilai basal dari darah dan
melakukan pemeriksaan ulang selama pengobatan. Efek samping yang
timbul dalam dosis yang besar yaitu drowsiness, mental confusion,
dizziness, nystagmus, ataxia, diplopia, nausea dan anorexia. Terdapat
juga reaksi serius yang tidak berhubungan dengan dosis yaitu allergic
skin rash, gangguan darah seperti leukopenia atau agranulocytosis, atau
aplastic anemia, keracunan hati, congestive heart failure (CHF),
halusinasi dan gangguan fungsi seksual.
3. Oxykarbazepine (Trileptal)
Oxikarbazepine merupakan ketoderivat karbamazepine dimana
mempunyai efeksamping lebih rendah dibanding dengan
karbamazepine dan dapat meredakan nyeri dengan baik. Trileptal atau
oxikarbazepine merupakan suatu bentuk dari trigretol yang efektif
untuk beberapa pasien trigeminal neuralgia. Dosis umumnya dimulai
dengan 2x300mg yang secara bertahap ditingkatkan untuk mengontrol
rasa sakitnya. Dosis maksimumnya 2400-3000mg perhari. Efek
samping yang paling sering adalah nausea, mual, dizziness, fatique dan
tremor. Efek samping yang jarang timbul yaitu rash, infeksi saluran
pernafasan, pandangan ganda dan perubahan elektrolit darah. Seperti
obat anti-seizure lainnya, penambahan dan pengurangan obat harus
secara bertahap.
4. Phenytoin (Dilantin)
Phenitoin merupakan golongan hidantoin dimana gugus fenil atau
aromatik lainnya pada atom C5 penting untuk pengendalian bangkitan
tonik-klonik. Phenitoin berefek anti konvulsi tanpa menyebabkan
depresi umum SSP. Sifat antikonvulsan obat ini berdasarkan pada
penghambatan penjalaran rangsang dari fokus kebagian lain di otak.
Efek stabilisasi membran sel lainnya yang juga mudah terpacu misalnya
sel sistem konduksi di jantung. Phenitoin juga mempengaruhi
perpindahan ion melintasi membran sel, dalam hal ini khususnya
dengan lebih mengaktifkan pompa Na+ neuron. Bangkitan tonik-klonik
dan beberapa bangkitan parsial dapat pulih secara sempurna.
5. Injeksi Alkohol
Selain menggunakan obat-obat di atas biasanya juga menggunakan
injeksi alkohol. Cara melakukan injeksi alkohol pada kasus neuralgia
trigeminal adalah sebagai berikut:
a. Injeksi pada ganglion gasserian dan cabang perifer dari saraf
trigeminal.
b. Mengurangi nyeri selama beberapa bulan.
1. Pembedahan
Terapi non-medis (bedah) dipilih jika kombinasi lebih dari dua obat
belum membawa hasil seperti yang diharapkan. Dr. Stephen B. Tatter
menyebutkan bahwa pembedahan disiapkan untuk mereka yang tidak
dapat mentoleransi efek samping dari terapi medis atau ternyata terapi
medis tidak efektif. Terdapat beragam cara pembedahan, dari yang
paling kuno, yang dapat menimbulkan kecacatan (biasanya
pendengaran dan gerak otot wajah) cukup besar, sampai cara yang
lebih modern yang hanya sedikit atau hampir tidak pernah dijumpai
efek samping.
2. Radiofrequency rhizotomy
Hingga kini masih populer karena relatif aman dan murah, tetapi
cara ini mempunyai kemungkinan kekambuhan sebesar 25%. Efek
samping lain yang dapat muncul adalah terjadinya anestesi kornea,
rasa kesemutan, dan kelemahan rahang yang kadang-kadang bisa
mengganggu.
Prosedur ini akan memasukkan sebuah introducer elektroda (jarum)
melalui kulit pipi ke saraf, dipilih pada dasar tengkorak. Serabut saraf
tak bermielin kecil dan yang bermielin tipis yang menghantarkan nyeri
rusak oleh panas dari elektroda. Cara ini dapat meredakan neuralgia
(nyeri saraf) dengan menghancurkan beberapa bagian dari saraf yang
menyebabkan rasa sakit dan dengan menekan sinyal rasa sakit ke otak.
3. Percutaneous retrogasserian rhizolisis dengan gliserol
Cara ini adalah cara yang dianjurkan oleh Jho dan Lunsforf (1997).
Hipotesis yang dikemukakan adalah bahwa gliserol adalah neurotoksik
dan bekerja pada serabut saraf yang sudah mengalami demielinisasi,
menghasilkan cedera relatif ringan ke saraf sehingga menghilangkan
compound action potential pada serabut Trigeminal yang terkait
dengan rasa nyeri dengan resiko minimal mati rasa permanen pada
wajah.
4. Stereotactic radiosurgery dengan gamma knife
Merupakan perkembangan yang masih relatif baru. Tekniknya
dengan cara memfokuskan sinar Gamma pada akar saraf trigeminal
sehingga berlaku seperti prosedur bedah, dengan menghancurkan
beberapa bagian dari saraf yang menyebabkan rasa sakit dan dengan
menekan sinyal rasa sakit ke otak namun tanpa membuka kranium
sehingga jaringan sehat di sekitarnya tidak ikut rusak.
5. Ballon Compression
Prosedur ini bertujuan untuk melukai bagian dari ganglion
Trigeminus menggunakan kompresi balon. Kompresi balon dilakukan
di bawah anestesi umum. Menggunakan kontrol X-ray atau yang biasa
dikenal sebagai fluoroscopy. Ahli bedah menempatkan jarum panjang
melalui pipi sampai ke dasar otak, dan melalui lubang kecil di
tengkorak untuk mencapai ganglion.
6. Ballon Compression
Prosedur ini bertujuan untuk melukai bagian dari ganglion
Trigeminus menggunakan kompresi balon. Kompresi balon dilakukan
di bawah anestesi umum. Menggunakan kontrol X-ray atau yang biasa
dikenal sebagai fluoroscopy. Ahli bedah menempatkan jarum panjang
melalui pipi sampai ke dasar otak, dan melalui lubang kecil di
tengkorak untuk mencapai ganglion.