Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

KESELAMATAN PASIEN DAN KESEHATAN KESELAMATAN KERJA

MENGANALISIS PROSEDUR PENCEGAHAN PENYAKIT MENULAR

Dosen Fasilitator :
Aria Aulia, S.Kep., Ns., M.Kep

Oleh :
KELOMPOK 6 AJ1 B24

Milenia Ramda (132111123007)


Dwi Nur Hidayati (132111123008)
Bambang Priyono (132111123016)
Agus Wiyono (132111123017)
Christin N.K. Mega (132111123018)
Aprianus Dama (132111123020)
Raden Ndawa Reha (132111123026)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana yang
berjudul “Menganalisis Prosedur Pencegahan Penyakit Menular”
Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak mengalami hambatan dan kesulitan, tapi
berkat bimbingan dari semua pihak maka makalah ini dapat terselesaikan, untuk itu
berkenanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Dr. Ika Yuni Widyawati, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.KMB selaku penanggung
jawab mata kuliah Keselamatan Pasien dan Kesehatan Keselamatan Kerja.
2. Aria Aulia, S.Kep,. Ns., M.Kep. selaku dosen fasilitator.
3. Teman-teman yang telah membantu dalam penyusunan makalah.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan
demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih dan berharap
makalah ini bermanfaat bagi pembaca, guna menambah wawasan dalam Menganalisis
Prosedur Pencegahan Penyakit Menular
Surabaya, 10 Oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................ ii
DAFTAR TABEL.................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR............................................................................... iv
BAB 1. PENDAHULUAN....................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah................................................................... 1
1.2 Batasan Masalah............................................................................... 2
1.3 Rumusan Malasah............................................................................ 2
1.4 Tujuan Penulisan.............................................................................. 2
1.4.1 Tujuan Umum............................................................ 2
1.4.2 Tujuan Khusus........................................................... 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA............................................................. 0
2.1 Konsep Penyakit Menular....................................................... 0
2.1.1 Definisi Penyakit Menular......................................... 0
2.1.2 Jenis Penyakit Menular.............................................. 0
2.1.3 Cara Penularan........................................................... 0
2.1.4 Tanda Pasien terjadi Penularan Infeksi...................... 0
2.1.5 Pencegahan Penularan Infeksi.................................... 0
2.1.6 Terapi jika terjadi Penularan Infeksi.......................... 0
2.1.7 Prosedur Perawatan di Ruang Isolasi......................... 0
BAB 3. PENUTUP................................................................................... 00
3.1 Kesimpulan............................................................................. 00
3.2 Saran....................................................................................... 00
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 00
DAFTAR TABEL

Tabel 1. (Daftar Penyakit Menular, Penyebab dan Pencegahan)...............................00


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. (Rantai Penularan Penyakit).................................................................... 00


Gambar 2. (Model Segitiga Epidemiologi)...................................................... ......... 00
Gambar 3. (Contoh Aliran Udara)............................................................................. 00
Gambar 4. (Ruang Rawat Isolasi Tekanan Negatif)................................................. 00
Gambar 5. (Ruang Rawat Isolasi Tekanan Positif)....................................................00
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohaniah tenaga kerja pada
khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju
masyarakat adil dan makmur, serta menciptakan perlindungan dan keamanan dari resiko
kecelakaan dan bahaya baik fisik, mental maupun emosional terhadap pekerja,
perusahaan, masyarakat dan lingkungan (Sucipto, 2014).
Era globalisasi, K3 telah menjadi sebuah kebutuhan dalam setiap bagian kerja
baik yang berada dilapangan ataupun didalam ruangan. K3 adalah suatu bentuk usaha
atau upaya bagi para pekerja untuk memperoleh jaminan atas keselamatan dan
kesehatan kerja dalam melakukan pekerjaan yang dapat mengancam dirinya baik
berasal dari individu maupun lingkungan kerjanya. Dalam Undang-Undang Nomor 23
tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 23 menyatakan bahwa upaya K3 harus
diselengarakan disemua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko
bahaya kesehatan. Rumah sakit dan klinik termasuk dalam kriteria tempat kerja dengan
berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya
karyawan yang bekerja, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung rumah sakit dan
klinik (Yuwono & Yuanita, 2015).
Menerapkan program K3 dalam lingkungan kerja dengan tujuan agar setiap
tenaga kerja berhak untuk mendapatkan jaminan keselamatan dan kesehatan kerja.
Perlindungan tenaga kerja dari bahaya dan penyakit akibat kerja atau lingkungan kerja
sangat dibutuhkan sehingga pekerja merasa aman dan nyaman dalam menyelesaikan
pekerjaannya, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kepuasan kerja bagi pekerja,
untuk dapat bekerja sebaik mungkin dan juga dapat mendukung keberhasilan serta
target dalam pekerjaan dapat tercapai (Saputra, 2012). Salah satu faktor yang dapat
membentuk kepuasan kerja adalah adanya jaminan dan kondisi kerja yang nyaman bagi
anggota organisasi. Dan K3 merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
kepuasan kerja (Indrawati dkk, 2017).
Kepuasan kerja menurut Mathis dan Jackson (2011) adalah keadaan emosional
yang positif yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja seseorang. Kepuasan
kerja dapat diartikan sebagai perasaan puas yang diperoleh di tempat kerja, baik dalam
hal beban kerja, lingkungan atau kondisi kerja, hubungan dengan rekan kerja atau
penyelia, dan kompensasi. Kepuasan kerja sulit didefinisikan karena rasa puas itu bukan
keadaan yang tetap melainkan dapat dipengaruhi dan diubah oleh kekuatan-kekuatan
baik dari dalam maupun dari luar (Puspitawati & Riana, 2014).
Penyakit menular menjadi salah satu penyebab utama kematian di Dunia.
Penyebabnya munculnya penyakit baru (new emerging disease) dan munculnya kembali
penyakit menular yang lama (re-emerging disease) membuat Indonesia menanggung
beban berlebih dalam penanggulangan penyakit (triple burden disease) (Kemenkes,
2013). Kondisi ini semakin buruk dengan kondisi lingkungan yang tidak sehat
menyebabkan beberapa penyakit infeksi akut yang berbahaya menyerang manusia
seperti penyakit yang bersumber pada binatang seperti leptospirosis (Widarso dan
Wilfried, 2008). Penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan melalui
berbagai media. Penyakit jenis ini merupakan masalah kesehatan yang besar di hampir
semua negara berkembang karena angka kesakitan dan kematiannya yang relatif tinggi
dalam kurun waktu yang relatif singkat. Penyakit menular umumnya bersifat akut
(mendadak) dan menyerang semua lapisan masyarakat. Penyakit jenis ini diprioritaskan
mengingat sifat menularnya yang bisa menyebabkan wabah dan menimbulkan kerugian
yang besar. Penyakit menular merupakan hasil perpaduan berbagai faktor yang saling
mempengaruhi (Widoyono, 2011: 3).
Dengan berkembangnya sistem pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang
perawatan pasien, sekarang perawatan tidak hanya di rumah sakit saja, melainkan juga
di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, bahkan perawatan di rumah (home care).
Tindakan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang dimaksudkan untuk tujuan
perawatan atau penyembuhan pasien, bila dilakukan tidak sesuai prosedur berpotensi
untuk menularkan penyakit infeksi, baik bagi pasien (yang lain) atau bahkan pada
petugas kesehatan itu sendiri. Karena seringkali tidak bisa secara pasti ditentukan asal
infeksi, maka sekarang istilah infeksi nosokomial (Hospital acquired infection) diganti
dengan istilah baru yaitu “Healthcare-associated infections” (HAIs) dengan pengertian
yang lebih luas tidak hanya di rumah sakit tetapi juga di fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya. Juga tidak terbatas infeksi pada pasien saja, tetapi juga infeksi pada petugas
kesehatan yang didapat pada saat melakukan tindakan perawatan pasien. Khusus untuk
infeksi yang terjadi atau didapat di rumah sakit, selanjutnya disebut sebagai infeksi
rumah sakit (Hospital infection). Untuk dapat melakukan pencegahan dan pengendalian
infeksi khususnya infeksi rumah sakit, perlu memiliki pengetahuan mengenai konsep
dasar penyakit infeksi. Pada bab ini akan dibahas mengenai beberapa pengertian tentang
infeksi dan kolonisasi, inflamasi, rantai penularan penyakit, faktor risiko terjadinya
infeksi (HAIs), serta strategi pencegahan dan pengendalian infeksi.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana prosedur pencegahan penyakit menular dalam keperawatan?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami tentang manganalisis prosedur pencegahan
penyakit menular
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu memahami definisi penyakit menular
2. Mahasiswa mampu memahami jenis penyakit menular
3. Mahasiswa mampu memahami cara penularan penyakit
4. Mahasiswa mampu memahami tanda pasien jika terjadi penularan infeksi
5. Mahasiswa mampu memahami pencegahan penyakit menular
6. Mahasiswa mampu memahami terapi jika terjadi penularan infeksi
7. Mahasiswa mampu memahami prosedur perawatan di ruang isolasi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit Menular
2.1.1 Definisi Penyakit Menular
Penyakit menular menjadi salah satu penyebab utama kematian di Dunia.
Penyebabnya munculnya penyakit baru (new emerging disease) dan munculnya kembali
penyakit menular yang lama (re-emerging disease) membuat Indonesia menanggung
beban berlebih dalam penanggulangan penyakit (triple burden disease) (Kemenkes,
2013). Kondisi ini semakin buruk dengan kondisi lingkungan yang tidak sehat
menyebabkan beberapa penyakit infeksi akut yang berbahaya menyerang manusia
seperti penyakit yang bersumber pada binatang seperti leptospirosis (Widarso dan
Wilfried, 2008).
Penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan melalui berbagai media.
Penyakit jenis ini merupakan masalah kesehatan yang besar di hampir semua negara
berkembang karena angka kesakitan dan kematiannya yang relatif tinggi dalam kurun
waktu yang relatif singkat. Penyakit menular umumnya bersifat akut (mendadak) dan
menyerang semua lapisan masyarakat. Penyakit jenis ini diprioritaskan mengingat sifat
menularnya yang bisa menyebabkan wabah dan menimbulkan kerugian yang besar.
Penyakit menular merupakan hasil perpaduan berbagai faktor yang saling
mempengaruhi (Widoyono, 2011: 3).
Menurut Gold Medical Dictionary penyakit adalah kegagalan dari mekanisme
adaptasi suatu organisme untuk bereaksi secara tepat terhadap rangsangan atau tekanan
sehingga timbul gangguan pada fungsi struktur, bagian, organ atau sistem dari tubuh.
Sedangkan menurut Arrest Hofte Amsterdam, penyakit bukan hanya berupa kelainan
yang terlihat dari luar saja, tetapi juga suatu keadaan terganggu dari keteraturan fungsi
dari tubuh. Dari kedua pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penyakit adalah
suatu keadaan gangguan bentuk dan fungsi tubuh sehingga berada didalam keadaan
yang tidak normal.
Beberapa definisi penyakit menurut para ahli adalah sebagai berikut :
a) Penyakit adalah kegagalan dari mekanisme adaptasi suatu organisme untuk
bereaksi secara tepat terhadap rangsangan atau tekanan sehingga timbul
gangguan pada fungsi/struktur dari bagian organisasi atau sistem dari tubuh
(Gold Medical Dictionary).
b) Penyakit adalah suatu keadaan di mana proses kehidupan tidak lagi teratur atau
terganggu perjalanannya (Van Dale‟s Woordenboek der Nederlandse Tel).
c) Penyakit bukan hanya berupa kelainan yang dapat dilihat dari luar saja, akan
tetapi juga suatu keadaan terganggu dari keteraturan fungsi-fungsi dalam dari
tubuh (Arrest Hofte Amsterdam).
Menurut Parson, sakit adalah keadaan dimana adanya ketidakseimbangan fungsi
normal pada tubuh manusia, termasuk sejumlah sistem biologis dan kondisi
penyesuaiannya. Selain itu menurut Bauman, ada tiga kriteria penentu keadaan sakit,
yaitu adanya gejala, persepsi mengenai keadaan sakit yang dirasakan, dan menurunnya
kemampuan untuk beraktivitas sehari-hari. Menurut Natoadmodjo (2003) Penyakit
menular adalah penyakit yang dapat ditularkan (berpindah dari orang yang satu ke orang
yang lain, baik secara langsung maupun melalui perantara). Penyakit Menular
[comunicable Diseasse] adalah penyakit yang disebabkan oleh transmisi infectius
agent/produk toksinnya dari seseorang/reservoir ke orang lain/susceptable host.
2.1.2 Jenis Penyakit Menular
Penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan atau berpindah dari
orang yang sakit ke orang yang sehat atau belum terkena penyakit menular tersebut.
Penularan penyakit tersebut dapat terjadi baik melalui perantara maupun secara
langsung. Berikut ini beberapa daftar penyakit menular :
Tabel 1. (Daftar Penyakit Menular, Penyebab dan Pencegahannya)
Nama Penyakit Penyebab Penularan Pencegahan
Influenza Virus Sistem pernafasan Menjaga daya tahan
(air ludah) tubuh (istirahat yang
cukup, minum air
putih, olahraga, dll)
Tuberkulosis (TBC) Bakteri Basil Sistem Pernafasan Menjaga pola hidup
(Batuk) sehat (makan
makanan yang
bergizi, olahraga,
vaksin BCG)
Muntaber Virus, Bakteri Cairan mulut yang Menjaga asupan
(Escherichia coli), tidak dibersihkan, makan secara cukup
Parasit lain (jamur, saluran air yang dan seimbang,
protozoa, cacing) buruk, lingkungan menjaga kebersihan
yang tidak bersih
Cacar Air Virus Varicella Kontak langsung, Vaksinasi, menjaga
Zoster udara kebersihan,
makanan bergizi
Tifus Bakteri Salmonella Makanan yang Menjaga kebersihan
kotor, Kulit, lingkungan,
Kebersihan yang mencuci tangan,
kurang menjaga daya tahan
tubuh
Campak Virus golongan Cairan ludah ketika Vaksinasi ketika
Paramixovirus batuk ataupun balita
bersin
Pneumonia Bakteri, Virus, Udara yang Menggunakan
Parasit tercemar bakteri, masker, menjaga
virus, bakteri daya tahan tubuh
Hepatitis Bakteri, virus Oral, cairan tubuh, Menjaga
kulit kebersihan,
menghindari
penggunaan barang
bersama dengan
penderita,
menggunakan jarum
baru
Penyakit Pes Bakteri Gigitan tikus Menjaga kebersihan
dengan penyakit lingkungan,
pes, kontak menghindari kontak
langsung dengan langsung dengan
luka penderita PES, penderita PES,
makanan yang tidak menjaga asupan
bersih makanan yang sehat
Kolera Bakteri Vibrio Kotoran manusia, Menjaga kebersihan
Cholerae makanan yang tidak lingkungan
sehat
Polio Virus Kontak langsung Vaksin polio ketika
dengan penderita, masih usia anak-
oral anak
Ebola Virus dari genus Kontak langsung Menghindari kontak
Ebolavirus dngan penderita langsung dengan
atau melalui cairan penderita
tubuh
AIDS Hubungan sexual Menghindari kontak
dengan penderita, dengan cairan tubuh
cairan tubuh, penderita AIDS
transfuse darah, ibu
yang mengandung
DBD Virus Dengue Gigitan nyamuk Menjaga kebersihan
betina Aedes rumah, melakukan
aegypty 3M Plus
Rabies Virus rabies Gigitan hewan atau Menghindari gigitan
luka terbuka hewan atau luka
terbuka pada hewan
Panu Tidak menjaga Menjaga kebersihan
kebersihan tubuh dan pakaian
Malaria Plasmodium Nyamuk Anopheles Menghindari gigitan
nyamuk
Toksoplasmosis Parasite Kotoran hewan Memasak makanan
Toxoplasmea yang terkontaminasi dengan sempurna,
ookista toxoplasma menjaga kebersihan
diri dan lingkungan
Tetanus Kuman Clostridium Luka terbuka yang Membersihkan luka
terdapat benda- sesegera mungkin,
benda asing imunisasi
Rubella Virus Rubella melalui titik-titik air Menghindari kontak
di udara yang dengan penderita,
berasal dari batuk menjaga kebersihan
atau bersin diri
penderita rubella.

2.1.3 Cara Penularan Penyakit


1. Transmisi/Penularan

Terjadinya suatu penyakit menular karena inteleraksi antara pen jamu, agent dan
lingkungan, yang meliputi 6 komponen yaitu :

1) Penyebab penyakit.
2) Resevoir dari penyebab penyakit.
3) Tempat keluarnya penyakit-penyakit tersebut dari penjamu.
4) Cara transmigrasi dan orang ke orang.
5) Tempat masuknya penyebab penyakit tersebut ke penjamu yang baru.
6) Kerentanan penjamu.
Penyebab Penyakit
Ada 6 golongan penyebab penyakit yang bersifat biologis, yaitu:
1. Protozoa
Binatang bersel atau yang dapat menimbulkan malaria disentri amuba dan
sebagainya meemrlukan perkembangan di luar tubuh manusia yang
ditularkan melalui vector.
2. Metazoa
Binatang parasit jenis multi seluler yang menyebabkan penya kit Trikinosis.
Cacing tambang dan sebagainya, memerlukan perkembangan diluar tubuh
manusia, sehingga penularannya terjadi secara tidak langsung.
3. Bakteri
Merupakan mikroorganisme yang meyebabkan bermacam macam penyakit
seperti Tuberculosis, Difteri dan sebagainya. Berkembang biak dilingkungan
sekitar manusia, dapat ditularkan dari orang ke orang atau mendapatkannya
dari lingkungan orang tersebut.
4. Virus
Penyebab penyakit yang mempunyai ukuran yang sangat kecil, dapat
menimbulkan penyakit cacar, morbil, hepatitis, rebies. Encefaliis dan
sebagainya penyakit tersebut umumnya ditular kan secara langsung.
5. Fungi (jamur)
Tumbuhan yang bersifat uniseluler maupun multiseluler yang dapat
menimbulkan penyakit seperti jamur kulir, histoplasmosis, dari penyakit
jamur adalah tanah dan tidak ditularkan langsung dari orang ke orang.
6. Riketsia
Parasit yang sifatnya intraseluler dengan ukuran besar berada diatas bekteri
dan virus, sifatnya sama dengan virus, ia membu tuhkan sel hidup untuk
membutuhkan sel hidup untuk pertum buhan dan perkembangannya.
Misalnya penyakit Scrub Tifus yang ditularkan oleh pijal tikus.
Cara Keluar Bibit Penyakit Dari Penjamu
Disebut juga dengan Portal Of Exsit yang dimaksudkan disini adalah cara
keluarganya dari reservoir manusia dan binatang, dapat melalui:
1. Saluran pernapasan: seperti penyakit TBC, Pilek atau Influenza
Bronkopneumonia dan sebagainya.
2. Saluran pencernaan Seperti penyakit Tifus Abdominolis, Colera, Disentri,
Hepatitis, dan sebagainya.
3. Saluran perkemihan Seperti Gonore, sifilis, Leptospirosis dan sebagainya.
4. Melalui Kulit Seperti cacar, hepatitis serum melalui suntikan, gigitan
artropoda seperti demam berdarah.
Cara Transmisi Penyebab Penyakit Kepada Penjamu
Hal-hal yang berperan dalam penularan penyakit adalah sebagai berikut :
1. Tempat keluarnya penyakit,
2. Resevoir atau perantara vector,
3. Tempat masuknya.
Penularan Penyakit :
1. Secara langsung
a) Kontak langsung seperti penyakit kelamin, hepatitis, penya kit kulit.
b) Droplet infeksi melalui percikan ludah, terutama penyakit saluran nafas
melalui percakapan.
2. Secara tidak langsung
Dapat melalui binatang (Vector), seperti nyamuk yang dapat menularkan
penyakit Demam Berdarah, Malaria. Filarisis dan sebagainya. Penyakit-
penyakit saluran cerna yang dapat di tularkan melalui lalat, kecoa seperti
Kolera, Desentri, atau penularan melalui air, tanah dan sebagainya.
Tempat Masuknya Ke Dalam Penjamu
Tempat masuknya bibit penyakit kedalam tubuh manusia sama dengan tempat
keluarnya bibit penyakit apakah melalui saluran pernapasan, saluran pencernaan
saluran perkemihan, kulit dan sebagainya.

Kerentanan Penjamu
Kerentanan atau kepekaan penjamu terhadap penyakit sangat tergantung kepada:
a) Faktor genetic (keturunan),
b) Daya tahan tubuh penjamu terhadap penyakit,
c) Keadaan gizi,
d) Pola hidup dan sebagainya.
2. Segi Tiga Epidemiologi

Gambar 2. (Model Segitiga Epidemiologi)


Menurut model ini, apabila ada perubahan dari salah satu faktor, maka akan
terjadi perubahan keseimbangan diantara mereka, yang berakibat akan
bertambah atau berkurangnya penyakit yang bersangkutan.
Hubungan ketiganya dalam menimbulkan penyakit sangat kompleks, karena
ketiga faktor ini saling mempengaruhi, penjamu penyakit sangat kompleks
karena ketiga faktor ini saling mempengaruhi, penjamu agent dan lingkungan
saling berlomba untuk menarik keuntungan dari lingkungan hubungan anatar
ketiganya diibaratkan sebagai timbangan. Dimana bibit penyakit dan penjamu
berada di masing-masing ujung luas, sedangkan lingkungan sebagai
penumpuhnya.
Seseorang berada dalam keadaan sehat apabila penjamu berada dalam keadaan
seimbang dengan luas bibit penyakit. Sebaliknya bila bibit penyakit berhasil
menarik keuntungan dari lingkungan maka orang itu akan berada dalam keadaan
sakit.

a. Penjamu (Host)
Penjamu adalah semua faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat
mempengaruhi dan timbulnya suatu perjalanan penyakit. Faktor-faktor yang
dapat menimbulkan penyakit pada pen jamu adalah :
1) Imunitas/Daya tahan tubuh terhadap penyakit Daya tahan tubuh
seseorang sangat dipenngaruhi oleh kecukupan gizi aktifitas, dan
istirahat. Apabila seorang hidup secara teratur atau dengan memelihara
hygiene personal dengan baik serta dapat memenuhi kebutuhan gizinya
sesuai dengan aturan kesehatan maka ia akan memiliki daya tahan tubuh
yang baik terhadap penyakit.
2) Genetik
Ada beberapa penyakit keturunan yang dapat ditularkan dari kedua orang
tua, misalnya penyakit diabetes mellitus banyak menyerang anak-anak.
3) Umur
Penyakit dapat menyerang seseorang pada umur-umur tertentu, beberapa
penyakit paling banyak menyerang pada usia lanjut seperti; Strok,
Hipertensi dan penyakit infeksi lainnya.
4) Jenis kelamin
Ada beberapla penyakit tertentu hanya menyerang jenis kelamin tertentu,
sebagai contoh: Kanker payudara ba nyak ditemukan pada wanita,
sedangkan kangker prostat diderita oleh pria.
5) Adat kebiasaan
Kebiasaan-kebiasaan buruk seseorang merupakan anca man kesehatan
bagi orang tersebut.
6) Ras
Ada beberapa ras tertentu yang diduga lebih sering menderita beberapa
penyakit tertentu. Penyakit Hemofilia banyak ditemukan pada orang
Eropa, orang negro paling banyak menderita Hipertensi.
7) Pekerjaan
Situasi pekerjaan tertentu akan dapat menimbulkan penyakit tertentu,
misalnya orang yang bekerja dipabrik, dan para manager perusahaan
sering mengalami stres dari pada bawahannya. Dan banyak lagi faktor-
faktor yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia.
b. Agent
Adalah suatu subtansi tertentu yang keberadaannya atau ketidakberadaannya
dapat menimbulkan penyakit atau mempengaruhi perjalanan suatu penyakit
Golongan yang dapat menimbulkan penyakit adalah.
1) Golongan Biologik
Yang termasuk dalam golongan biologik yang banyak menimbulkan
penyakit adalah mikroorganisme seperti virus, bakteri, sedangkan
penyakit adalah mikrooganisme yang banyak menimbulkan penyakit
adalah jamur.
2) Golongan Gizi
Gizi sangat penting artinya untuk kehidupan manusia, untuk
mempertahankan hidupnya manusia memerlukan berbagai unsur gizi
yang sangat diperlukan diantaranya protein, karbohidrat, lemak, vitamin
dan mineral mengenai kebutuhan gizi ini disesuaikan dengan kebutuhan
seseorang mengalami kekurangan atau kelebihan gizi maka akan
menimbulkan penyakit.
3) Golongan Fisik
Yang termasuk golongang fisik suhu yang terlalu tinggi atau rendah
suara yang terlalu bising, tekanan udara, kelembaban udara, radiasi, atau
trauma mekanis yang dialami seseorang yang dapat menimbulkan
beberapa penyakit.
4) Golongan Kimia
Ada beberapa zat kimia yang dapat menimbulkan penyakit terhadap
seseorang, baik yang berasal dari luar tubuh maupun yang berasal dari
dalam tubuh seseorang. Zat kimia yang berasal dari luar tubuh dapat
berupa logam berat, bahan-bahan intektisida yang dapat membunuh
serangga.
5) Golongan Mekanik
Golongan mekanik sering dikategorikan ke dalam golongan fisik tetapi
sesungguhnya golongan mekanik lebih banyak disebabkan oleh karena
kelalaian manusia, seperti kecelakaan lalu lintas, pukulan, dalam
pekerjaan dan sebagainya.
c. Lingkungan (Environment)
Yang dimaksud dengan lingkungan adalah segala sesuatu yang berada
disekitar manusia serta pengaruh-pengaruh luar yang mempengaruhi
kehidupan dan perkembangan manusia.
1) Lingkungan Fisik
Yang merupakan lingkungan alamiah yang terdapat sekitar manusia
seperti : Cuaca, Musim, Keadaan Geografi, Struktur Geologi.
2) Lingkungan Non Fisik
Ada lingkungan yang muncul sebagai akibat adanya interaksi antara
manusia, seperti : Keadaan sosial budaya dan ekonomi Norma yang
berlaku, Nilai yang berlaku, Adat istiadat, Kepercayaan agama.
3) Lingkungan Biologis
Lingkungan biologis Adalah segala bentuk kehidupan yang berada
disekitar manusia seperti binatang, tumbuh-tumbuhan, termasuk
mikrooganisme seperti kuman yang dapat menimbulkan penyakit pada
manusia.
Peranan lingkungan yang dapat menimbulkan penyakit adalah sebagai
resevoir bibit penyakit yang dimaksud dengan reservoir disini adalah
tempat hidup yang dipandang paling sesuai bagi bibit penyakit untuk
berkembang biak.
Disamping itu ada reservoir bibit penyakit lainnya yang menjadi tempat
berkembang biaknya bibit penyakit, dan sangat tergantungnya pada daya
tahan tubuh manusia terhadap penyakit, diantaranya adalah :
a) Human Reservoir
Adalah bibit penyakit yang hidup dalam tubuh binatang, yang karena
sesuatu dapat menyerang manusia.
b) Aminal Reservoir
Sama dengan aminal reservoir, bibit penyakit tersebut hidup dalam
tubuh binatang yang termasuk dalam kelompok artropode.

2.1.4 Tanda Pasien Terjadi Penularan Infeksi


Berikut ini merupakan beberapa manifestasi klinis umum yang dapat muncul
dari infeksi berdasarkan etiologinya menurut muttaqin (2012) dan Sidharta (1994):
Infeksi Jamur yaitu peradangan kulit disertai eritema dan gatal, dapat ditemukan sisik
pada tepi kulit, nyeri, terjadi penebalan (pembengkakan), terdapat lesi, infeksi di vagina
menimbulkan rabas yang berwarna putih seperti keju, infeksi di mulut menimbulkan
ulkus – ulkus putih yang dikelilingi eritema dan sangat nyeri dan lesi bersisik, kemerah-
merahan, alopesia, dan kadang-kadang terjadi gambaran klinis yang lebih berat disebut
kerion pada dermatofitosis.
Infeksi Bakteri yaitu perasaan tidak nyaman dan gatal – gatal, demam, apnea,
sianosis, takikardia, penurunan berat badan, muntah, letargi, ruam, petekie, kemerahan,
nyeri tekan, kulit terasa panas, bengkak, dan tampak seperti kulit jeruk yang
mengelupas (peau d'orange) pada selulitis, kulit melepuh berisi cairan pada impetigo,
menggigil, dan sakit kepala (pada kasus-kasus tertentu), tekanan darah menurun, pada
pemeriksan fisik ditemukan daerah pembengkakan yang terlokalisir (edema), yang pada
beberapa kasus dapat ditemukan pembengkakan kelenjar getah bening.
Infeksi Virus yaitu demam, malaise, nyeri terutama pada persendian, gatal,
kemerahan pada kulit, kerusakan integritas jaringan, sesak nafas.
Pekerja kesehatan yang langsung menangani pasien terinfeksi seperti dokter dan
perawat juga berisiko tinggi mengalami penyakit ini.Secara umum tanda seseorang
mengalamipenularan infeksi yakni :
1) Demam / panas (kalor)
2) Detak jantung lebih cepat dari biasanya (aritmia)
3) Napas lebih cepat dan pendek (tachypnea)
4) Iritasi atau ruam pada kulit / kemerahan
5) Rasa tidak nyaman dan nyeri secara menyeluruh (dolor)
6) Mengeluarkan cairan, misalnya nanah
7) Area infeksi membengkak (tumor)
2.1.5 Pencegahan Penularan Infeksi
Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas
pejamu, agen infeksi (patogenitas, virulensi dan dosis) serta cara penularan. Identifikasi
faktor risiko pada pejamu dan pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi
insiden terjadinya infeksi (HAIs), baik pada pasien ataupun pada petugas kesehatan.
Strategi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
a. Peningkatan daya tahan pejamu.
Daya tahan pejamu dapat meningkat dengan pemberian imunisasi aktif
(contoh vaksinasi Hepatitis B), atau pemberian imunisasi pasif
(imunoglobulin). Promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi yang
adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh.
b. Inaktivasi agen penyebab infeksi.
Inaktivasi agen infeksi dapat dilakukan dengan metode fisik maupun
kimiawi. Contoh metode fisik adalah pemanasan (Pasteurisasi atau
Sterilisasi) dan memasak makanan seperlunya. Metode kimiawi termasuk
klorinasi air, disinfeksi.
c. Memutus rantai penularan.
Hal ini merupakan cara yang paling mudah untuk mencegah penularan
penyakit infeksi, tetapi hasilnya sangat bergantung kepada ketaatan petugas
dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan. Tindakan pencegahan
ini telah disusun dalam suatu “Isolation Precautions” (Kewaspadaan Isolasi)
yang terdiri dari dua pilar/tingkatan yaitu “Standard Precautions”
(Kewaspadaan standar) dan “Transmissionbased Precautions” (Kewaspadaan
berdasarkan cara penularan).
d. Tindakan pencegahan paska pajanan (“Post Exposure Prophylaxis” /
PEP) terhadap petugas kesehatan. Hal ini terutama berkaitan dengan
pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah dan cairan tubuh
lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau
pajanan lainnya. Penyakit yang perlu mendapat perhatian adalah hepatitis B,
Hepatitis C dan HIV.
Kewaspadaan Isolasi (Isolation Precaution)
a. Umum
Pelayanan pasien infeksi menular harus menerapkan Kewaspadaan isolasi
yang terdiri dari Kewaspadaan standard dan Kewaspadaan berbasis
transmisi. Kewaspadaan Isolasi terdiri dari:
1. Kewaspadaan Standar
Kewaspadaan terpenting dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
(PPI) harus diterapkan secara rutin terhadap seluruh pasien dalam rumah
sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, baik terdiagnosis infeksi,
diduga terinfeksi atau kolonisasi. Terdiri dari 11, meliputi:
1) Kebersihan tangan
Cuci tangan bisa dilakukan (6 langkah) dengan sabun dan air
mengalir bila tangan jelas kotor atau terkena cairan tubuh atau
dengan alcohol gliceryn based handrubs bila tangan tidak tampak
kotor. Hasil yang ingin dicapai dalam kebersihan tangan adalah
mencegah agar tidak terjadi infeksi, kolonisasi pada pasien dan
mencegah kontaminasi dari pasien ke lingkungan termasuk
lingkungan kerja petugas.
2) Alat Pelindung Diri (APD) : Sarung tangan, masker, goggle (kaca
mata pelindung), face shield (pelindung wajah), gaun, respirator
partikulat. Pemilihan Alat Pelindung Diri dengan mengukur risiko
yang akan dihadapi sebelum memberi layanan kepada pasien atau
akan melaksanakan tindakan.Perlu melaksanakan sesuai dengan
kaidah APD dalam tata cara memakai dan melepasnya.
3) Disinfeksi dan sterilisasi alat untuk merawat pasien
Harus dimulai dengan melepaskan cairan tubuh dari permukaan alat
bekas pakai untuk merawat pasien dengan merendam dengan
enzyme atau air dan detergent kemudian dilakukan disinfeksi dan
selanjutnya mengikuti kriteria Spaulding ,untuk alat kritis harus
disterilkan, sedang alat semi kritis dapat dilakukan Dekontaminasi
Tingkat Tinggi atau sterilisasi suhu rendah.
4) Pengendalian lingkungan
Kontaminasi lingkungan dengan beberapa kuman MDRO yang
merupakan penyebab HAIs cukup sering sehingga perlu melakukan
dekontaminasi permukaan maupun terminal dekontaminasi saat
pasien pulang rawat. Pembersihan juga perlu dilaksanakan terhadap
ballpen, mouse, keyboard computer, tuts telpon,gagang pintu,
permukaan meja kerja,anak kunci, gagang kacamata karena sering
tersentuh tangan.
5) Penatalaksanaan Linen
Dekontaminasi linen,penyimpanan dan transportasi linen sangat
penting memperhatikan kaidah PPI agar linen tidak merupakan
media perantara kuman penyebab HAIs.
6) Penatalaksanaan limbah cair dan limbah tajam
Rumah Sakit harus membuat sarana pengelolaan limbah cair dan
limbah padat sesuai dengan kaidah PPI.Limbah padat dapat
ditampung dikantong kuning bila limbah mengandung cairan tubuh
pasien atau infeksius selanjutnya dibakar di incenerator,sedang
limbah non infeksius dapat ditampung dalam kantong hitam sebelum
dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir.
7) Perlindungan & kesehatan karyawan
Petugas penting untuk diberi Imunisasi,dan perlu pemeriksaan
kesehatan minimal 1 tahun sekali bagi petugas yang merawat pasien
dengan infeksi yang ditransmisikan secara airborne.Alur
penatalaksanaan kecelakaan kerja petugas tertusuk jarum atau benda
tajam bekas pakai untuk pasien harus dilaksanakan dan jelas
tersosialisasi kepada Petugas,bila bekas HIV perlu memberian ARV
profilaksis dalam waktu kurang dari 4 jam paska pajanan (<24 jam).
8) Penempatan pasien
Harus sesuai dengan cara transmisi infeksi yang diidap pasien (cara
kontak,droplet atau airborne) dan memperhatikan kaidah PPI.
9) Hygiene respirasi/Etika batuk
Perlu dilakukan edukasi kepada pasien ,petugas dan pengunjung agar
bila batuk,bersin menutup mulut dan hidung dengan tisu,atau masker
bedah atau lengan atas, diikuti dengan melaksanakan hand hygiene.
10) Praktek menyuntik yang aman
Harus melaksanakan prinsip One needle,one syringe and only one
time.
11) Praktek pencegahan infeksi unt prosedur lumbal pungsi
Dokter dan perawat memakai masker,gaun dan sarung tangan saat
melakukan tindakan LP maupun tindakan yang terhadap area
sumsum tulang belakang
2. Kewaspadaan berbasis transmisi
Sebagai tambahan Kewaspadaan Standar, sebelum terdiagnosis dan
setelah terdiagnosis jenis infeksinya. Jenis kewaspadaan berbasis
transmisi :
1) Melalui kontak
2) Melalui droplet
3) Melalui udara (Airborne)
4) Melalui common vehicle (makanan, air, obat, alat, peralatan)
5) Melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus)
b. Khusus
1. Kewaspadaan Transmisi Kontak
Cara transmisi yang terpenting dan tersering menimbulkan HAIs.
Ditujukan untuk menurunkan risiko transmisi mikroba yang secara
epidemiologi ditransmisikan melalui kontak langsung atau tidak
langsung. Kontak langsung meliputi kontak permukaan kulit petugas
yang abrasi dengan kulit pasien terinfeksi atau kolonisasi. Misal perawat
membalikkan tubuh pasien, memandikan, membantu pasien bergerak,
dokter bedah dengan luka basah saat mengganti verband, petugas tanpa
sarung tangan merawat oral pasien HSV.
Transmisi kontak tidak langsung terjadi kontak antara orang yang rentan
dengan benda yang terkontaminasi mikroba infeksius di lingkungan,
instrumen yang terkontaminasi, jarum, kasa, tangan terkontaminasi dan
belum dicuci atau sarung tangan yang tidak diganti saat menolong pasien
satu dengan yang lainnya, dan melalui mainan anak. Kontak dengan
cairan sekresi pasien terinfeksi yang ditransmisikan melalui tangan
petugas atau benda mati di lingkungan pasien.
Sebagai cara transmisi tambahan melalui droplet besar pada patogen
infeksi saluran napas mikroba virulen.
Diterapkan terhadap pasien dengan infeksi atau terkolonisasi (ada
mikroba pada atau dalam pasien tanpa gejala klinis infeksi) yang secara
epidemiologi mikrobanya dapat ditransmisikan dengan cara kontak
langsung atau tidak langsung.
Petugas harus menahan diri untuk menyentuh mata, hidung, mulut saat
masih memakai sarung tangan terkontaminasi ataupun tanpa sarung
tangan.
Hindari mengkontaminasi permukaan lingkungan yang tidak
berhubungan dengan perawatan pasien misal: pegangan pintu, tombol
lampu, telepon,tombol inkubator.
2. Kewaspadaan transmisi droplet
Diterapkan sebagai tambahan Kewaspadaan Standar terhadap pasien
dengan infeksi Droplet melayang di udara dan akan jatuh dalam jarak 1-2
m dari sumber Transmisi droplet berkaitan dengan konjungtiva atau
mucus membrane hidung/mulut.
Orang rentan dengan droplet yang mengandung mikroba berasal dari
pasien pengidap atau carrier dan dapat dikeluarkan saat batuk, bersin,
muntah, bicara, selama prosedur suction, bronkhoskopi. Dibutuhkan
jarak dekat antara sumber dan resipien < 1,8 m. Karena droplet tidak
bertahan di udara maka tidak dibutuhkan penanganan khusus udara atau
ventilasi, tetapi dibutuhkan APD atau masker yang memadai dan bila
memungkinkan masker 4 lapis dan atau dengan mengandung pembunuh
kuman (germ decontaminator).
Transmisi droplet langsung, dimana droplet langsung mencapai mucusm
membrane atau terinhalasi.
Transmisi droplet sambung ke kontak, bila droplet ke permukaan tangan
dan ditransmisikan ke sisi lain misal: mukosa membrane, dari lantai
disapu debunya terhirup pengunjung, petugas yang lewat. Transmisi jenis
ini lebih sering terjadi daripada transmisi droplet langsung.
Transmisi droplet: commoncold, respiratory syncitial virus (RSV),
Adenovirus, Ebola.
3. Kewaspadaan transmisi melalui udara ( Airborne Precautions )
Kewaspadaan transmisi melalui udara diterapkan sebagai tambahan
Kewaspadaan Standar terhadap pasien yang diduga atau telah diketahui
terinfeksi mikroba yang secara epidemiologi penting dan ditransmisikan
melalui udara, bila partikel yang mengandung droplet nuclei dengan
ukuran <5 μm. Ditujukan untuk menurunkan risiko transmisi udara
mikroba penyebab infeksi baik yang bertahan di udara atau partikel debu
yang mengandung mikroba penyebab infeksi. Mikroba tersebut akan
terbawa aliran udara > 2m dari sumber, dapat terinhalasi oleh individu
rentan di ruang yang sama atau yang jauh dari pasien sumber mikroba,
tergantung pada faktor lingkungan. Penting penanganan udara atau
ventilasi alami (natural ventilation) dalam pencegahan transmisi airborne
melalui udara, diupayakan pertukaran udara > 12 kali per jam.
WHO merekomendasikan natural ventilation, boleh kombinasi dengan
mekanikal ventilasi menggunakan kipas angin untuk mengarahkan udara
menuju area udara menjadi didilusi dan diujung ruangan diberi exhaust
fan yang akan membantu mengeluarkan udara. Posisi duduk petugas juga
diatur agar suplai udara bersih dari arah belakang petugas kearah pasien
atau memotong antara pasien dan petugas seperti pada gambar 2.1.
Gambar 3. (Contoh Aliran udara)
Sumber : Pedoman PPI TB di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Penggunaan kamar isolasi diterapkan kepada semua pasien yang berobat ke
rumah sakit dengan penyakit infeksi yang dianggap mudah menular dan
berbahaya. Penempatan pasien ke ruang isolasi oleh petugas rumah sakit
berkoordinasi dengan pasien dan keluarga. Kecuali bila sudah masuk kriteria
Kejadian Luar Biasa(KLB) wabah sesuai dengan UU No. 4 tahun 1984
tentang Wabah Penyakit Menular.
Kategori Ruang Isolasi
Kategori isolasi yang dilakukan sesuai dengan cara transmisi kuman terdiri
dari isolasi untuk transmisi airborne, isolasi droplet, isolasi transmisi kontak
dan isolasi protektif. Peralatan yang akan disediakan mengikuti katagori
ruang isolasi misalnya APD, peringatan depan pintu, cara dekontaminasi
permukaan ruangan hingga udara dalam ruangan, SDM yang disiapkan,
sarana hand hygiene dan toilet.
a) Isolasi untuk transmisi airborne
Tujuan isolasi ini adalah mencegah penyebaran semua penyakit menular
yang ditransmisikan melalui udara. Pasien ditempatkan di kamar
tersendiri dan petugas yang berhubungan dengan pasien harus memakai
Alat Pelindung Diri seperti respirator partikulat, gaun, sarung tangan bagi
petugas, masker bedah bagi pasien dan pengunjung Petugas dan
pengunjung mematuhi aturan pencegahan yang ketat. Isolasi ketat
diperlukan pada pasien dengan penyakit tuberculosis, antraks, cacar,
difteri, varicella. Pergantian sirkulasi udara >12 kali perjam. Udara harus
dibuang keluar, atau diresirkulasi dengan menggunakan filter HEPA
(High-Efficiency Particulate Air).
Di ruang isolasi jenis N, tekanan negatif di dalam ruang rawat dan
anteroom.
b) Isolasi untuk transmisi Kontak
Bertujuan untuk mencegah penularan penyakit infeksi yang mudah
ditularkan melalui kontak langsung. Pasien perlu kamar tersendiri,
masker perlu dipakai bila mendekati pasien, jubah dipakai bila ada
kemungkinan kotor, sarung tangan dipakai setiap menyentuh badan
infeksius. Cuci tangan sesudah melepas sarung tangan dan sebelum
merawat pasien lain. Alat-alat yang terkontaminasi bahan infeksius
diperlakukan seperti isolasi airbone. Isolasi kontak tidak diperlukan pada
pasien bayi baru lahir dengan konjungtivitis gonorhoea, infeksi kulit oleh
Streptococcus grup A, herpes simpleks, rabies, rubella, MRSA, VRE,
ESBL resisten E coli ISK, Clostridium difficile, Norovirus, RSV,
Pseudomonas aeruginosa, Herpes simplex virus.
Ruang isolasi jenis S Bisa sederhana dengan natural ventilasi atau dengan
ekshaus
c) Isolasi untuk transmisi droplet
Tujuannya untuk mencegah penyebaran pathogen yang dikeluarkan
pasien saat batuk,bersin dan bicara yang dapat diteruskan melalui
transmisi kontak tidak langsung.Penempatan pasien dalam kamar
terpisah, petugas kesehatan harus memakai APD : masker ,gaun, sarung
tangan untuk mencegah transmisi droplet, misalnya pada pasien pertusis,
H5N1, H1N1, RSV, Influenza.
Ruang isolasi jenis S. Bisa sederhana dengan natural ventilasi,dengan
ekshaus
2.1.6 Terapi Jika Terjadi Penularan Infeksi
Pemberian terapi antimikroba merupakan salah satu tata laksana penyakit infeksi
yang bertujuan membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroba di dalam tubuh.
Mikroba yang melemah atau mati akibat antimikroba, akan dihancurkan oleh sistem
pertahanan tubuh secara alamiah. Jika mikroba penyebab infeksi telah resisten terhadap
antimikroba yang digunakan, maka mikroba tersebut tetap bertahan hidup dan
berkembang biak sehingga proses infeksiterus berlanjut.
Suatu spesies bakteri secara alami dapat bersifat resisten terhadap suatu
antibiotik. Sifat resisten ini dapat terjadi misalnya karena bakteri tidak memiliki organ
atau bagian dari organ sel yang merupakan target kerja antibiotik. Sifat resisten alami
juga dapat terjadi karena spesies bakteri tertentu memiliki dinding sel yang bersifat
tidak permeabel untuk antibiotik tertentu. Suatu populasi spesies bakteri belum tentu
mempunyai kepekaan yang seragam terhadap suatu antibiotik. Terdapat kemungkinan
bahwa dalam suatu populasi spesies tersebut sebagian kecil bersifat resisten parsial atau
komplet secara alami. Bila populasi yang heterogen tersebut terpapar antibiotik maka
sebagian kecil populasi yang bersifat resisten akan bertahan hidup dan berkembang biak
dengan cepat melebihi populasi bakteri yang peka dan dapat berkembang biak di dalam
tubuh pasien dan dikeluarkan dari tubuh (misalnya melalui tinja) sehingga dapat
menyebar di lingkungan. Keadaan ini yang disebut sebagai “selective pressure”. Sifat
resistensi suatu spesies atau strain bakteri dapat pula diperoleh akibat perpindahan
materi genetik pengkode sifat resisten, yang terjadi secara horizontal (dari satu
spesies/strain ke spesies/strain lainnya) atau vertikal (dari sel induk ke anaknya).
Permasalahan resistensi yang terus meningkat diberbagai negara termasuk
Indonesia terutama terjadi akibat penggunaan antimikroba yang kurang bijak. Hal ini
berdampak buruk pada pelayanan kesehatan terutama dalam penanganan penyakit
infeksi. Pelaksanaan program pengendalian resistensi antimikroba di pelayanan
kesehatan yang melibatkan tim PPI sebagai salah satu unsur diharapkan dapat mencegah
muncul dan menyebarnya mikroba resisten sehingga penanganan penyakit infeksi
menjadi optimal. Pencegahan munculnya mikroba resisten diharapkan dapat dicapai
melalui penggunaan antibiotik secara bijak (‘prudent use of antibiotics’) dan
pencegahan menyebarnya mikroba resisten melalui pelaksanaan kegiatan PPI yang
optimal.
Penggunaan antibiotik secara bijak dapat dicapai salah satunya dengan
memperbaiki perilaku para dokter dalam penulisan resep antibiotik. Antibiotik hanya
digunakan dengan indikasi yang ketat yaitu dengan penegakan diagnosis penyakit
infeksi menggunakan data klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium seperti
pemeriksaan darah tepi, radiologi, mikrobiologi dan serologi. Dalam keadaan tertentu
penanganan kasus infeksi berat ditangani secara multidisiplin.
Pemberian antibiotik pada pasien dapat berupa:
1. Profilaksis bedah pada beberapa operasi bersih (misalnya kraniotomi, mata)
dan semua operasi bersih terkontaminasi adalah penggunaan antibiotik
sebelum, selama, dan paling lama 24 jam pasca operasi pada kasus yang
secara klinis tidak memperlihatkan tanda infeksi dengan tujuan mencegah
terjadinya infeksi daerah operasi. Pada prosedur operasi terkontaminasi dan
kotor,pasien diberi terapi antibiotik sehingga tidak perlu ditambahkan
antibiotik profilaksis.
2. Terapi antibiotik empirik yaitu penggunaan antibiotik pada kasus infeksi
atau diduga infeksi yang belum diketahui jenis bakteri penyebabnya. Terapi
antibiotik empirik ini dapat diberikan selama 3-5 hari. Antibiotik lanjutan
diberikan berdasarkan data hasil pemeriksaan laboratorium dan
mikrobiologi. Sebelum pemberian terapi empirik dilakukan pengambilan
spesimen untuk pemeriksaan mikrobiologi. Jenis antibiotik empirik
ditetapkan berdasarkan pola mikroba dan kepekaan antibiotik setempat.
3. Terapi antibiotik definitif adalah penggunaan antibiotik pada kasus infeksi
yang sudah diketahui jenis bakteri penyebab dan kepekaannya terhadap
antibiotik.
Penerapan program pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit secara
rinci dapat merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 8 Tahun 2015 tentang
Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit. Untuk itu, Kementerian
Kesehatan telah mengupayakan agar fasilitas pelayanan kesehatan terutama rumah sakit
menerapkan pengendalian resistensi antimikroba.
2.1.7 Prosedur Perawatan di Ruang Isolasi
1. Definisi
Ruang isolasi merupakan ruangan yang didesain khusus untuk menangani pasien
dengan penyakit infeksi agar terpisah dari pasien lain. Tujuan adanya ruang isolasi di
rumah sakit adalah untuk mengendalikan penyebaran penyakit menular yang bisa
mewabah.
Dalam memberikan layanan kesehatan Rumah Sakit harus menerapkan
Kewaspadaan Isolasi yang terdiri dari Kewaspadaan Standar dan Kewaspadaan berbasis
transmisi. Dalam memberi layanan kesehatan Rumah Sakit harus mampu memisahkan
pasien yang mengidap penyakit infeksi dan menular dengan yang tak menular.
Berdasarkan cara transmisi/penularan infeksi maka dapat dibedakan menjadi secara
kontak, droplet atau udara.
2. Fungsi Ruang Isolasi
Secara umum, fungsi utama ruang isolasi adalah mencegah penularan penyakit
ke orang lain. Ruang isolasi terbagi dalam 2 jenis, yaitu ruangan yang menggunakan
tekanan udara negatif dan tekanan udara positif.
a. Ruang Isolasi dengan Tekanan Udara Negatif
Ruang isolasi yang menggunakan tekanan udara negatif digunakan untuk
pasien infeksi yang penularannya bisa terjadi lewat udara. Dengan tekanan
negatif ini, udara dari dalam ruang isolasi yang mungkin mengandung
kuman penyebab infeksi tidak keluar dan mengontaminasi udara luar.

Gambar 4. (Ruang Rawat Isolasi Tekanan Negatif)


b. Ruang Isolasi dengan Tekanan Udara Positif
Ruangan isolasi yang menggunakan tekanan udara positif digunakan untuk
pasien yang rentan mengalami infeksi. Tekanan udara positif didapatkan
dari udara bersih yang telah disaring dan dibersihkan, kemudian dipompa ke
dalam ruangan terus-menerus. Hal ini membuat udara yang masuk ke
ruangan isolasi tetap steril.

Gambar 5. (Ruang Rawat Isolasi Tekanan Positif)


3. Kondisi yang Memerlukan Ruang Isolasi
Berikut ini adalah beberapa penyakit yang dapat direkomendasikan untuk
dirawat dalam ruang isolasi:
1. SARS, MERS, COVID-19
2. Difteri
3. Kolera
4. Tuberkulosis
5. Infeksi organisme yang resisten terhadap beragam obat (multi-drug resistant
organisms/MDRO)
6. Cacar air
7. HIV/AIDS
Dalam kondisi tertentu, ada pasien yang diharuskan untuk menempati ruang
isolasi sendirian dan ada juga yang bisa ditempatkan bersamaan dengan pasien lain.
Biasanya pasien yang menempati ruang isolasi dengan pasien lain adalah mereka yang
memiliki penyakit yang sama.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menurut Gold Medical Dictionary penyakit adalah kegagalan dari mekanisme
adaptasi suatu organisme untuk bereaksi secara tepat terhadap rangsangan atau tekanan
sehingga timbul gangguan pada fungsi struktur, bagian, organ atau sistem dari tubuh.
Sedangkan menurutArrest Hofte Amsterdam, penyakit bukan hanya berupa kelainan
yang terlihat dari luar saja, tetapi juga suatu keadaan terganggu dari keteraturan fungsi
dari tubuh. Dari kedua pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penyakit adalah
suatu keadaan gangguan bentuk dan fungsi tubuh sehingga berada didalam keadaan
yang tidak normal.
3.2 Saran
Penyakit menular merupakan penyakit yang harus diwaspadai. Pasalnya,
beberapa dari penyakit menular dapat ditularkan melalui udara dan pada umumnya
penyakit menular dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu, kita harus menjaga
kesehatan tubuh dengan mengkonsumsi vitamin C guna membangun daya tahan tubuh,
menjaga kebersihan diri, dan lingkungan, memakan makanan yang sehat dan bergizi,
dan olahraga yang teratur.
DAFAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8. Jakarta:
Erlangga.
Corwin, Elizabeth J., 2008. Buku saku Patpfisiologi, Ed.3. Jakarta : EGC
Indonesia. Departemen Kesehatan RI. 2008. Pedoman pencegahan dan pengendalian
infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. – Jakarta :
Departemen Kesehatan RI; Cetakan Kedua.
Kunoli, Firdaus J. 2021. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: Trans Info
Media.
Najmah. 2021. Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: Trans Info Media.
PMK Republik Indonesia No. 27 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pencegahan Dan
Pengendalian Infeksi Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan Rahmat Tuhan
Yang Maha Esa Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai