Anda di halaman 1dari 86

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STROKE ICH

DENGAN MASALAH PENURUNAN KAPASITAS ADAPTIF

INTRAKRANIAL

DI RUANG INTENSIF STROKE UNIT

RSUD dr. M.SOEWANDHIE

SURABAYA

Makalah ini Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan Akreditasi Untuk

Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil Dari Golongan III/b ke Golongan III/c

Oleh :

Mardliyah, Amd. Kep

NIP. 198308312010012012

DINAS KESEHATAN KOTA SURABAYA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. MOHAMAD SOEWANDHIE

2021

1
2
LEMBAR PENGESAHAN

Makalah ini telah disahkan pada tanggal :

Mengesahkan
Atasan Langsung Penulis

Dr. Billy Daniel Messakh, Sp.B. Mardliyah, Amd. Kep


Pembina Tingkat I Penata Muda Tingkat I
NIP. 19680101 200012 1 014 NIP. 198308312010012012

Surabaya,

Tim Akreditasi Tanda tangan

1. drg. Migit Supriati, M. Kes 1.

2. Sumiatin, S. Kep, Ns 2.

3
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala

limpahan rahmat dan karunia Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah

dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Stroke ICH dengan

masalah keperawatan penurunan kapasitas adaptif intracranial di Ruang intensif

stroke unit RSUD dr. Mohamad Soewandhie Surabaya”.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah

memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis untuk menyelesaikan makalah

ini, diantaranya yaitu

1. drg. Febria Rachmanita, MA selaku Plt Direktur RSUD dr. M. Soewandhie

Surabaya

2. dr. Billy Daniel Messakh, Sp.B. selaku Kepala Bidang Pelayanan

Keperawatan RSUD dr. M. Soewandhie Surabaya

3. Sumiatin, S. Kep, Ns selaku Staf bagian Akreditasi Dinas Kesehatan Kota

Surabaya

4. drg. Migit Supriati, M. Kes selaku Staf Bagian Perpustakaan Dinas

Kesehatan Kota Surabaya

5. Suami dan Keluarga yang telah memberi semangat, dukungan dan bantuan

dalam penulisan makalah ini

6. Rekan- rekan yang telah memberi semangat, dukungan dan bantuan dalam

penulisan makalah ini

Sebagai manusia biasa penulis menyadari bahwa makalah ini tidak luput

dari kesalahan dan ketidaksempurnaan sehingga saya selaku penulis

4
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan

makalah yang penulis buat. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi

semua pembaca.

Penulis

5
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN..................................................................... 1
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................... ii
KATA PENGANTAR............................................................................. iii
DAFTAR ISI............................................................................................ v
BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah.................................................................... 4

1.3 Tujuan........................................................................................ 4

1.3.1 Tujuan Umum.................................................................... 4

1.3.2 Tujuan Khusus................................................................... 4

1.4 Manfaat Penelitian.................................................................... 5

1.4.1 Bagi Peneliti........................................................................ 5

1.4.2 Bagi tempat penelitian....................................................... 5

1.4.3 Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan......................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................ 6


2.1 Konsep Penyakit CVA.............................................................. 6

2.1.1 Konsep Teori CVA............................................................ 6

2.1.2 Anatomi Fisiologi Otak..................................................... 7

2.1.3 Etiologi ICH....................................................................... 13

2.1.4 Faktor Resiko ICH............................................................ 15

2.1.5 Patofisiologi ICH................................................................ 20

2.1.6 Gejala Klinis ICH.............................................................. 22

2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik.................................................... 23

6
2.1.8 Komplikasi ICH................................................................. 25

2.1.9 Penatalaksanaan................................................................ 25

2.1.10 Konsep Asuhan Keperawatan.......................................... 27

2.5.4 Implementasi Keperawatan.............................................. 42

2.5.5 Evaluasi Keperawatan...................................................... 42

BAB III TINJAUAN KASUS................................................................. 44


3.1 Identitas..................................................................................... 44

3.2 Keluhan Utama Saat Pengkajian............................................ 44

3.3 Riwayat Kesehatan................................................................... 44

3.4 Pemeriksaan Fisik B1-B6......................................................... 45

3.5 Pemeriksaan Penunjang........................................................... 47

3.6 Analisa Data.............................................................................. 49

3.7 Diagnosis Keperawatan............................................................ 52

3.8 Intervensi Keperawatan........................................................... 52

3.9 Implementasi Keperawatan..................................................... 57

3.10 Evaluasi Keperawatan.............................................................. 64

BAB IV PEMBAHASAN........................................................................ 73
BAB V PENUTUP................................................................................... 76
5.1 Kesimpulan................................................................................ 76

5.2 Saran.......................................................................................... 76

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. vii

7
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah infark miokard

dan kanker serta penyebab kecacatan nomor satu diseluruh dunia sehingga

merupakan satu masalah kesehatan yang penting dan perlu diperhatikan. Dampak

stroke tidak hanya dirasakan oleh penderita, namun juga oleh keluarga dan

masyarakat disekitarnya. Selain jumlah kasus yang semakin meningkat, stroke

dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup. Penderita stroke cenderung terus

meningkat setiap tahun, bukan hanya menyerang penduduk usia tua, tetapi juga

dialami oleh mereka yang berusia muda dan produktif. Saat ini Indonesia tercatat

sebagai negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia (Yastroki, 2009).

Angka ini diperberat dengan adanya pergeseran usia penderita stroke yang semula

menyerang orang usia lanjut kini bergeser ke arah usia produktif. Bahkan, kini

banyak menyerang anak-anak usia muda (Gemari, 2008). Stroke merupakan suatu

gangguan disfungsi neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan peredaran

darah, dan terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik) atau setidak-tidaknya

secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala - gejala dan tanda-tanda yang

sesuai dengan daerah fokal otak yang terganggu World Health

Organization (WHO, 2005).

Angka kejadian stroke di dunia diperkirakan mencapai 200 per 100.000

penduduk dalam setahun, di Indonesia diperkirakan setiap tahunnya terdapat

500.000 orang, dari jumlah tersebut terdapat sekitar 25% atau sekitar 125.000

1
2

orang meninggal dan sisanya cacat permanen. Badan kesehatan dunia mencatat

bahwa setiap 6 detik terdapat 1 orang terkena stroke. Setiap tahun kurang lebih 15

juta orang di dunia terkena stroke. Enam juta di antaranya meninggal dunia. Dan,

lima juta sisanya akan mengalami cacat permanen (Fauzi, 2014). Insiden stroke

perdarahan antara 15%-30% dan iskemik antara 70%-85%. Akan tetapi, untuk

negara-negara berkembang atau Asia kejadian stroke perdarahan sekitar 30% dan

iskemik 70%. Intracerebral hemorrhage berjumlah sekitar 10% dari seluruh stroke

tetapi persentasenya kematian lebih tinggi dari disebabkan stroke. Prevalensi

stroke di Indonesia berdasarkan riset kesehatan dasar (Riskesdas) meningkat dari

8,3 permil di tahun 2007 menjadi 12,1 di tahun 2013. Di Jawa Timur, prevalensi

stroke menepati urutan ke empat tertinggi di Indonesia yaitu 16 permil setelah

Sulawesi selatan (17,9 permil), DI Yogyakarta (16,9 permil) dan Sulawesi Tengah

(16,6 permil) (Riskesdas, 2017). Berdasarkan data rekam medis RSUD dr.M.

Soewandhie Surabaya tahun 2020 jumlah pasien stroke haemoragik sebanyak 722

orang

Perdarahan intra serebral ini dapat disebabkan oleh hipertensi yang

menyebabkan ruptur arteri serebri. Keluarnya darah dari pembuluh darah didalam

otak berakibat pada jaringan disekitarnya atau didekatnya bergeser dan tertekan.

Darah yang keluar dari pembuluh darah sangat mengiritasi otak, sehingga

mengamkibatkan vasospasme pada arteri disekitar perdarahan, spasme ini dapat

menyebar keseluruh hemisfer otak dan lingkatan willisi, perdarahan aneorisma-

aneorisma ini merupakan lekukan-lekukan berdinding tipis yang menonjol pada

tempat arteri yang lemah. Makin lama aneorisma makin besar dan kadang-kadang
3

pecah saat melakukan aktivitas. Dalam keadaan fisiologis orang dewasa jumlah

darah yang mengalir ke otak 5-8 ml/menit per 100 gr jaringan otak. Bila aliran

darah ke otak turun menjadi 18 ml/menit per 100 gr jaringan otak akan menjadi

penghentian aktifitas listrik pada neuron tetapi struktur sel masih baik, sehingga

gejala ini masih reversibel. Oksigen sangat dibutuhkan oleh otak sedangkan O2

diperoleh dari darah. Bila supply O2 terputus 8-20 detik akan terjadi gangguan

fungsi otak dan bila lebih lama dari 6-10 detik akan terjadi lesi yang tidak putih

(irreversibel) kemudian mengalami kematian. Perdarahan dapat meningkatkan

tekanan intra kranial dan menyebabkan ischemi didaerah lain yang tidak ada

perdarahan. (Crown,2009)

Mengingat kompleksnya masalah yang terjadi pada klien stroke, dan

banyaknya penderita stroke yang mengalami penurunan kapasitas adaptif

intrakranial sehingga sangat penting untuk memperhatikan penatalaksanaan pada

klien stroke. Penatalaksanaan untuk meningkatkan kapasitas adptif intracranial

perlu dilakukan manajemen peninkatan tekanan intracranial dan pemantauan

tekanan intracranial dengan berfokus pada pemantauan tanda vital, MAP, serta

pemberian posisi kepala head up 30o. Diharapkan bagi perawat untuk memantau

secara intensif mengenai MAP dan memberikan posisi head up 30 0. Semakin

tinggi niai MAP, klien akan mengalami peningkatan tekanan intrakranial dan

berisiko buruk pada kondisi klien. Berdasarkan masalah yang telah diuraikan

diatas, maka perlu dilakukan perawatan klien dengan asuhan keperawatan pasien

CVA haemoragik dengan masalah penurunan kapasitas adaptif intrakranial di

intensif stroke unit RSUD Dr. M. Soewandhie Surabaya.


4

1.2 Rumusan Masalah

Sudah sesuaikah peran perawat di RSUD dr. Mohamad Soewandhie dalam

praktik pemberian Asuhan Keperawatan pasien Stroke ICH dengan masalah

penurunan kapasitas adaptif intracranial?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penulisan makalah ini ialah agar pembaca

memahami asuhan keperawatan yang dapat diberikan pada pasien dengan

Stroke ICH dengan masalah penurunan kapasitas adaptif intrakranial.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penulisan makalah ini antara lain:

1. Melakukan pengkajian keperawatan pasien Stroke ICH dengan

masalah penurunan kapasitas adaptif intrakranial di Intensif Stroke

Unit RSUD dr. M. Soewandhie Surabaya.

2. Menyusun perencanaan keperawatan pasien Stroke ICH dengan

masalah penurunan kapasitas adaptif intrakranial di Intensif Stroke

Unit RSUD dr. M. Soewandhie Surabaya.

3. Melaksanakan tindakan keperawatan pasien Stroke ICH dengan

masalah penurunan kapasitas adaptif intrakranial di Intensif Stroke

Unit RSUD dr. M. Soewandhie Surabaya.


5

4. Melakukan evaluasi keperawatan pasien pasien Stroke ICH dengan

masalah penurunan kapasitas adaptif intrakranial di Intensif Stroke

Unit RSUD dr. M. Soewandhie Surabaya.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti


Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan peneliti

sebagai pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam pemberian

Asuhan Keperawatan Pasien Stroke ICH dengan masalah penurunan

kapasitas adaptif intrakranial di Intensif Stroke Unit RSUD dr. M.

Soewandhie Surabaya.

1.4.2 Bagi tempat penelitian


Hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan pelayanan

terhadap masyarakat khususnya Pasien Stroke ICH dengan masalah

penurunan kapasitas adaptif intrakranial sehingga dapat meningkatkan

kualitas pemberian asuhan keperawatan dan kualitas hidup penderita.

1.4.3 Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan


Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini dapat memberikan

informasi baru dan sebagai bahan perbandingan serta referensi bagi

perkembangan ilmu keperawatan berkaitan dengan Asuhan Keperawatan

Pasien Stroke ICH dengan masalah penurunan kapasitas adaptif

intrakranial di Intensif Stroke Unit RSUD dr. M. Soewandhie Surabaya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit CVA

2.1.1 Konsep Teori CVA

Stroke atau Cerebral Vantrikular Accident (CVA) adalah setiap kelainan

otak akibat proses patologi pada sistem pembuluh darah otak, sehingga terjadi

penurunan aliran darah ke otak (Julianti, 2015). Stroke atau Cerebral

Vantrikular Accident (CVA) adalah manifestasi kinik dari gangguan fungsi

serebral, baik fokal maupun global yang berlangsung cepat dan lebih dari 24

jam atau berakhir dengan kematian tanpa ditemukannya penyakit selain

daripada gangguan vaskular (Qurbany & Wibowo, 2016).

Cerebral Vantrikular Accident (CVA) Bleeding atau Stroke Hemoragik

adalah penyakit gangguan fungsional otak akut fokal maupun global yang

disebabkan oleh perdarahan suatu arteri serebralis. Darah yang keluar dari

pembuluh darah dapat masuk ke dalam jaringan otak, sehingga terjadi

hematom (Usrin et al., 2011).

ICH disebabkan karena adanya pembuluh darah intraserebral yang pecah

sehingga darah keluar dari pembuluh darah dan masuk ke dalam jaringan otak.

Keadaan tersebut menyebabkan peningkatan tekanan intracranial atau

intraserebral sehingga terjadi penekanan pada pembuluh darah otak dan

menyebabkan penurunan aliran darah otak yang berujung pada kematian sel

sehingga mengakibatkan deficit neurologi. ICH adalah perdarahan yang primer

berasal dari pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh

6
7

trauma. Perdarahan ini banyak disebabkan oleh hipertensi dan penyakit darah

seperti hemophilia.

Intracerebral Hemorrhage (ICH) adalah suatu keadaan perdarahan yang

terjadi dalam substansi otak, seringkali terjadi pada pasien hipertensi dan

atherosclerosis serebral karena perubahan degenaratif kedua penyakit tersebut

menyebabkan ruptur pada pembuluh darah. Perdarahan/hemoragi yang terjadi

juga dapat diakibatkan oleh keadaan patologi pada arteri, tumor otak, dan

penggunaan medikasi seperti antikoagulan oral, amfetamin, dan obat-obatan

narkotik (kokain).

2.1.2 Anatomi Fisiologi Otak

Otak adalah suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan

pusat komputer dari semua alat tubuh. Yang mengatur semua kegiatan di

dalam aktivitas tubuh. Otak menyusun sekitar seperlimapuluh berat badan dan

terletak di rongga kranial. Berat otak orang dewasa kira-kira 1400 gram

mencapai 2% dari keseluruhan berat tubuh, mengkonsumsi 25% oksigen dan

menerima 1,5% curah jantung. Setengah padat dan berwarna kelabu

kemerahan. Otak dibungkus oleh tiga selaput otak (meningeal) dan dilindungi

oleh tengkorak. Otak mengapung dalam suatu cairan untuk menunjang otak

yang lembek dan halus. Cairan ini bekerja sebagai penyerap goncangan akibat

pukulan dari luar terhadap kepala. Perkembangan otak terletak pada rongga

cranium (Tengkorak) berkembang dari sebuah tabung yang mulanya

memperlibatkan tiga gejala pembesaran otak awal, yaitu otak depan, otak

tengah dan otak belakang (Setiadi, 2016).


8

Menurut (Priscilla et al., 2016) beberapa komponen yang ada pada otak,

berikut penjelasannya :

1. Cerebrum

Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar. Cerebrum terdiri dari

sepasang hemisfer kanan dan kiri serta tersusun dari korteks yang ditandai

dengan sulkus (celah) dan girus. Cerebrum terdiri dari beberapa lobus yaitu:

a. Lobus Frontalis

Fungsi lobus frontalis yaitu sebagai pusat intelektual seperti

kemampuan dalam berpikir dan nalar, bicara serta emosi. Pada lobus

frontalis terdapat daerah broca yang bisa mengatur ekspresi dalam

berbicara, lobus frontalis juga bisa mengatur perilaku sosial, berbicara,

gerakan sadar, motivasi dan inisiatif.

b. Lobus Temporalis

Cakupan dari lobus temporalis adalah bagian korteks serebrum

yang berjalan ke bawah dari fisura lateral dan sebelah posterior dari

fisura parieto-oksipitalis. Fungsi dari lobus ini yaitu mengatur verbal,

visual, daya ingat, pendengaran dan berperan dalam perkembangan dan

pembentukan emosi.

c. Lobus Parietalis

Lobus parietalis berada di gyrus postsentralis atau area sensorik

primer yang merupakan daerah pusat untuk kesadaran sensorik berfungsi

untuk rasa dalam perabaan dan pendengaran.


9

d. Lobus Oksipitalis

Lobus oksipitalis berfungsi untuk area asosiasi dan pusat

penglihatan: nervus optikus menginterpretasi dan memproses rangsang

penglihatan serta mengasosiasikan rangsangan ini dengan informasi yang

di dapatkan dari saraf lain dan memori.

e. Lobus Limbik

Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia,

memoriemosi dan bersama hipothalamus melakukan pengendalian atas

susunan endokrin dan susunan autonom yang dapat menimbulkan

perubahan.

Gambar 2.1 Anatomi Otak Berdasarkan Lobus

2. Cerebellum

Secara keseluruhan cerebellum merupakan struktur kompleks yang

mengandung lebih banyak neuron. Cerebellum memiliki peran yaitu sebagai

koordinasi dalam fungsi motorik didasarkan pada informasi somato sensori


10

yang diterima inputnya 40 kali lebih banyak dibandingkan output.

Cerebellum merupakan pusat koordinasi sebagai keseimbangan dan

tonus otot yang secara optimal melakukan kontraksi otot-otot volunter.

Cerebellum memiliki bagian-bagian yaitu lobus anterior, lobus medialisdan

dan lobus fluccolonodularis

Gambar 2.2 Anatomi Cerebellum

3. Brainstem

Brainstem merupakan batang otak yang berfungsi dalam mengatur

seluruh proses kehidupan yang mendasar. Di atas brainstem terdapat

diensefalon dan medulla spinalis dibawahnya. Jaras asenden dan desenden,

traktus longitudinalis antara medulla spinalis dan bagian - bagian otak,

anyaman sel saraf dan 12 pasang saraf cranial merupakan struktur-struktur

fungsional penting yang terdapat di batang otak. Brainstem terdiri dari tiga

segmen, yaitu medulla oblongata, pons dan mesensefalon


11

Gambar 2.3 Anatomi Brainstem

4. Anatomi Peredaran Darah Otak

Darah mengangkut makanan, zat asam, dan substansi lainnya yang

dibutuhkan untuk fungsi jaringan hidup yang baik. Karena kebutuhan otak

sangat mendesak dan vital mengharuskan aliran darah terus konstan. Suplai

darah arteri ke otak merupakan suatu jalinan pembuluh- pembuluh darah yang

bercabang-cabang, berhubungan erat satu dengan yang lain sehingga dapat

menjamin suplai darah yang adekuat untuk sel.

Otak dilindungi oleh beberapa bagian yaitu kulit kepala, rambut, tulang

tengkorak dan kolumna vertebral dan meningeal (selaput otak) lapisan

meningeal terdiri dari durameter, lapisan araknoid, cairan dan piameter

(Nurachmah & Angriani, 2011)

a. Durameter

Durameter terdiri atas 2 lapis jaringan fibrosa padat. Durameter

merupakan lapisan terluar yang padat dan keras berasal dari jaringan ikat tebal

dan kuat. Di antara durameter dan selaput araknoid terdapat ruang yang
12

disebut subdura. Durameter spinal memberntuk selubung longgar di sekitar

medula spinalis, memanjang dari foramen megnum ke vertebra sakral kedua.

Selanjutnya selubung ini membungkus filum terminal dan bergabung dengan

periosteum koksigis. Selubung ini merupakan perpanjangan lapisan terdalam

durameter serebral dan terpisah dari periosteum vertebra dan ligamen dalam

kanul neuron oleh epidural aatau ruang ekstradural, yang mengandung

pembuluh darah dan jaringan ikat.

b. Lapisan araknoid

Araknoid merupakam lapisan fibrosa yang teletak antara dura dan

piameter. Antara dura dan araknoid dipisahkan oleh ruang subdura, sedangkan

araknoid dan piameter dipisahkan oleh subaraknoid yang mengandung cairan

serebrospinal. Cairan serebrospinal dibentuk dari kombinasi filtrasi kapiler dan

sekresi aktif dari epitel. Cairan serebrospinal hampir menyerupai ultrafiltrat

dari plasma darah tapi berisi konsentrasi Na, K, bikarbonat, cairan, glukosa

yang lebih kecil dan klorida yang lebih tinggi dengan PH cairan serebrospinal

lebih rendah dari darah.

c. Piameter

Merupakan lapisan tipis jaringan ikat yang mengandung banyak

pembuluh darah. Piameter melekat pada otak dan berlanjut menyelubungi

medula spinalis.
13

Gambar 2.4 Lapisan Selaput Otak

2.1.3 Etiologi ICH

ICH dapat disebabkan oleh (Qureshi, 2001):

1. Hipertensi

Pecahnya arteriola kecil dikarenakan oleh perubahan degenerative akibat

hipertensi yang tidak terkontrol risiko tahunanperdarahan rekuren adalah

2%, dapat dikurangi dengan pengobatan hipertensi diagnosis berdasarkan

riwayat klinis.

2. Amyloid Angiopathy

Pecahnya arteri ukuran kecil dan menengah dengan deposisi pasien B-

amyloid dapat berupa perdarahan lobar pada orang berusia diatas 70 tahun

risiko tahunan perdarahan rekuren adalah 10,5% diagnosis berdasarkan

riwayat klinis dan juga imaging seperti CT Scan, MRI dan juga

Angiography.
14

3. Arteriovenus Malformation

Pecahnya pembuluh darah abnormal yang menghubungkan arteri dan vena

risiko tahunan perdarahan rekuren adalah 18% dapat dikurangi dengan

eksisi bedah, embolisasi, dan radiosurgery diagnosis berdasarkan imaging

seperti MRI dan angiografi konvensional.

4. Aneurisma Intracranial

Pecahnya pelebaran sakular dari arteri ukuran medium, biasanya

berhubungan dengan perdarahan subarachnoid. Risiko perdarahan rekuren

adalah 50% dalam 6 bulan peratama, dimana berkurang 3% tiap tahunya,

surgical clipping atau pemasangan endovascular coils dapat secara

signifikan mengurangi risiko perdarahan rekuren diagnosis berdasarkan

imaging seperti MRI dan angiografi.

5. Angioma Cavernosum

Pecahnya pembuluh darah kapiler abnormal yang dikelilingi oleh jaringan

ikat memiliki risiko perdarahan rekuren adalah 4,5% dapat dikurangi

dengan eksisi bedah atau radiosurgery diagnosis berdasarkan gambaran

MRI.

6. Venous Angioma

Pecahnya pelebaran venula abnormal risiko perdarahan ulangan sangat

kecil (0,15%) diagnosis berdasarkan gambaran MRI dan angiografi

konvensional.
15

7. Dural venous sinus thrombosis

Perdarahan diakibatkan oleh infark venosus hemoragik; antikoagulan dan

agen trombolitik transvenosus dapat memperbaiki outcome risiko

perdarahan rekuren adalah 10% dalam 12 bulan pertama dan kurang dari

1% setelahnya. Diagnosis berdasarkan gambar MRI dan angiografi.

8. Neoplasma intracranial

Akibat nekrosis dan perdarahan oleh jaringan neoplasma yang

hipervaskular outcome jangka panjang ditentukan oleh karakteristik dari

neoplasma tersebut diagnosis berdasarkan gambaran MRI.

9. Coagulopathy

Paling banyak disebabkan oleh penggunaan antikoagulan dan agen

trombolitik koreksi cepat abnormalitas bersangkutan penting untuk

menghentikan perdarahan diagnosis berdasarkan riwayat klinis.

10. Perdarahan

Dapat terjadi jika memang sudah terdapat abnormalitas vascular yang

mendasari diagnosis berdasarkan riwayat klinis (Qureshi, Adnan, 2001).

2.1.4 Faktor Resiko ICH

Menurut Israr (2008) ada beberapa macam faktor risiko yang menyebabkan

terjadinya ICH yaitu faktor risiko yang dapat dimodifikasi merupakan faktor yang

dapat dicegah terjadinya suatu penyakit dengan cara memberikan intervensi.

Faktor risiko ini dipengaruhi oleh banyak hal terutama perilaku. Faktor risiko

yang dapat dimodifikasi meliputi hipertensi, stress, diabetes melitus, penyakit

jantung, merokok, dan konsumsi alkohol. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
16

adalah faktor risiko yang tidak dapat dirubah walaupun dilakukan intervensi

karena termasuk karakteristik seseorang mulai dari awal kehidupannya. Faktor

yang tidak dapat dimodifikasi meliputi usia dan jenis kelamin (Isran & Yayan,

2008).

1. Faktor yang tidak dapat di modifikasi

a. Usia

Stroke dapat terjadi pada semua orang dan pada semua usia, termasuk

anak-anak. Stroke dapat terjadi pada semua usia, namun lebih dari 70%

stroke terjadi pada usia di atas 55 tahun. Perubahan struktur pembuluh

darah 18 karena penuaan dapat menjadi salah satu faktor terjadi serangan

stroke (Masood, Roach, Beauregard et al, 2010).

b. Jenis Kelamin

Pria memiliki kecenderungan lebih besar untuk terkena stroke pada usia

dewasa awal dibandingkan dengan wanita dengan perbandingan 2:1.

Insiden stroke lebih tinggi terjadi pada laki-laki daripada perempuan

dengan rata-rata 25%-30%. Walaupun para pria lebih rawan daripada

wanita pada usia yang lebih muda, tetapi para wanita akan menyusul

setelah usia mereka mencapai menopause. Hal ini, hormone merupakan

yang berperan dapat melindungi wanita sampai mereka melewati masa-

masa melahirkan anak (Burhanuddin, Wahiduddin & Jumnani, 2013)

2. Faktor yang dapat dimodifikasi

a. Stres
17

Pengaruh stres yang dapat ditimbulkan oleh faktor stres pada proses

aterisklerosis melalui peningkatan pengeluaran hormon seperti hormon

kortisol, epinefrin, adernaline dan ketokolamin. Dikeluarkanya hormon

kartisol, hormon adernaline atau hormon kewaspadaan lainya secara

berlebihan akan berefek pada peningkatan tekanan darah dan denyut

jantung. Sehingga bila terlalu sering dapat merusak dinding pembuluh

darah dan menyebabkan terjadinya plak. Jika sudah terbentuk plak akan

menghambat atau berhentinya peredaran darah ke bagian otak sehingga

menyebabkan suplai darah atau oksigen tidak adekuat (Jusniadi &

Iskandar, 2011)

b. Hipertensi

Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya

pembuluh darah otak, sedangkan penyempitan pembuluh darah dapat

mengurangi suplai darah otak dan menyebabkan kematian sel-sel otak.

Hipertensi mempercepat pengerasan dinding pembuluh darah arteri dan

mengakibatkan penghancuran lemak pada sel otot polos sehingga

mempercepat proses arterisklerosis, melalui efek penekanan pada sel

endotel atau lapisan dalam dinding arteri yang berakibat pembentukan

plak pada pembuluh darah semakin cepat (Jusniadi & Iskandar, 2011).

c. Diabetes Melitus

Diabetes melitus mempercepat terjadinya arteriskelorosis baik pada

pembuluh darah kecil maupun pembuluh darah besar atau pembuluh

darah otak dan jantung. Kadar glukosa darah yang tinggi akan
18

menghambat aliran darah dikarenakan pada kadar gula darah tinggi

terjadinya pengentalan darah sehingga menghamabat aliran darah ke

otak. Hiperglikemia dapat menurunkan sintesis prostasiklin yang

berfungsi melebarkan saluran arteri, meningkatkanya pembentukan

trombosis dan menyebabkan glikolisis protein pada dinding arteri (Wang

& Yu Tian, 2005). Diabetes melitus juga dapat menimbulkan perubahan

pada sistem vaskular (pembuluh darah dan jantung), diabetes melitus

mempercepat terjadinya arteriosklerosis yang lebih berat, lebih tersebar

sehingga risiko penderita stroke meninggal lebih besar. Pasien yang

memiliki riwayat diabetes melitus dan menderita stroke mungkin

diakibatkan karena riwayat diabetes melitus diturunkan secara genetik

dari keluarga dan diperparah dengan pola hidup yang kurang sehat

seperti banyak mengkonsumsi makanan yang manis dan makanan siap

saji yang tidak diimbangi dengan berolahraga teratur atau cenderung

malas (Burhanuddin, Wahiduddin & Jumnani, 2013).

d. Hiperkolestrolemia

Secara alamiah tubuh kita lewat fungsi hati membentuk kolesterol sekitar

1000 mg setiap hari dari lemak jenuh. Selain itu, tubuh banyak dipenuhi

kolesterol jika mengkonsumsi makanan berbasis hewani, kolesterol inilah

yang menempel pada permukaan dinding pembuluh darah yang semakin

hari semakin menebal dan dapat menyebabkan penyempitan dinding

pembuluh darah yang disebut aterosklerosis. Bila di daerah pembuluh

darah menuju ke otot jantung terhalang karena penumpukan kolesterol


19

maka akan terjadi serangan jantung. Sementara bila yang tersumbat

adalah pembuluh darah pada bagian otak maka sering disebut stroke

(Burhanuddin, Wahiduddin & Jumnani, 2013).

Kolestrol merupakan zat di dalam aliran darah di mana semakin tinggi

kolestrol semakin besar kolestrol tertimbun pada dinding pembuluh

darah. Hal ini menyebabkan saluran pembuluh darah menjadi lebih

sempit sehingga mengganggu suplai darah ke otak. Hiperkolestrol akan

meningkatkanya LDL yang akan mengakibatkan terbentuknya

arterosklerosis yang kemudian dikuti dengan penurunan elastisitas

pembuluh darah yang akan menghambat aliran darah (Jusniadi &

Iskandar, 2011).

e. Merokok

Merokok adalah salah satu faktor risiko terbentuknya lesi aterosklerosis

yang paling kuat. Nikotin akan menurunkan aliran darah ke eksterminitas

dan meningkatkan frekuensi jantung atau tekanan darah dengan

menstimulasi sistem saraf simpatis. Merokok dapat menurunkan

elastisitas pembuluh darah yang disebabkan oleh kandungan nikotin di

rokok dan terganggunya konsentrasi fibrinogen, kondisi ini

mempermudah terjadinya penebalan dinding pembuluh darah dan

peningkatan kekentalan darah (Priyanto, 2008). Merokok juga dapat

menimbulkan Arterisklerosis dapat menyebabkan pembuluh darah

menyempit dan aliran darah yang lambat karena terjadi viskositas

(kekentalan). Sehingga dapat menimbulkan tekanan pembuluh darah atau


20

pembekuaan darah pada bagian dimana aliran melambat dan menyempit.

Merokok meningkatkan juga oksidasi lemak yang berperan pada

perkembangan arteriskelorosis dan menurunkan jumlah HDL atau

menurunkan kemampuan HDL dalam menyingkirkan kolesterol LDL

yang berlebihan (Burhanuddin, Wahiduddin & Jumnani, 2013).

f. Konsumsi Alkohol

Alkohol merupakan faktor risiko untuk stroke iskemik dan kemungkinan

juga terkena serangan ICH spontan. Minuman beralkohol dalam waktu

24 jam sebelum serangan stroke merupakan faktor risiko untuk terjadinya

perdarahan subarakhnoid. Alkohol merupakan racun untuk otak dan

Asma apabila seseorang mengkonsumsi alkohol akan mengakibatkan

otak akan berhenti berfungsi (Priyanto 2008).

2.1.5 Patofisiologi ICH

Kebanyakan kasus ICH terjadi pada pasien dengan hipertensi kronik.

Keadaan ini menyebabkan perubahan arteriosklerotik pembuluh darah kecil,

terutama pada cabang-cabang arteri serebri media, yang mensuplai ke dalam basal

ganglia dan kapsula interna. Pembuluh-pembuluh darah ini menjadi lemah,

sehingga terjadi robekan dan reduplikasi pada lamina interna, hialinisasi lapisan

media dan akhirnya terbentuk aneurisma kecil yang dikenal dengan aneurisma
21

Charcot-Bouchard. Hal yang sama dapat terjadi pembuluh darah yang mensuplai

pons dan serebelum. Rupturnya satu dari pembuluh darah yang lemah

menyebabkan perdarahan ke dalam substansi otak.

Pada pasien dengan tekanan darah normal dan pasien usia tua, ICH dapat

disebabkan adanya cerebral amyloid angiopathy (CAA). Keadaan ini disebabkan

adanya akumulasi protein ß-amyloid didalam dinding arteri leptomeningen dan

kortikal yang berukuran kecil dan sedang. Penumpukan protein ß-amyloid ini

menggantikan kolagen dan elemen-elemen kontraktil, menyebabkan arteri

menjadi rapuh dan lemah, yang memudahkan terjadinya risiko ruptur spontan.

Berkurangnya elemen-elemen kontraktil disertai vasokonstriksi dapat

menimbulkan perdarahan masif, dan dapat meluas ke dalam ventrikel atau ruang

subdural. Selanjutnya, berkurangnya kontraktilitas menimbulkan kecenderungan

perdarahan di kemudian hari. Hal ini memiliki hubungan yang signifikan antara

apolipoprotein E4 dengan perdarahan serebral yang berhubungan dengan amyloid

angiopathy. Suatu malformasi angiomatous (arteriovenous malformation/AVM)

pada otak dapat ruptur dan menimbulkan perdarahan intraserebral tipe lobular.

Gangguan aliran venous karena stenosis atau oklusi dari aliran vena akan

meningkatkan terjadinya perdarahan dari suatu AVM.

Terapi antikoagulan juga dapat meningkatkan risiko terjadinya perdarahan

intraserebral, terutama pada pasien-pasien dengan trombosis vena, emboli paru,

penyakit serebrovaskular dengan transient ischemic attack (TIA) atau katub

jantung prostetik. Nilai international normalized ratio (INR) 2,0-3,0 merupakan

batas adekuat antikoagulasi pada semua kasus kecuali untuk pencegahan emboli
22

pada katub jantung prostetik, dimana nilai yang direkomendasikan berkisar 2,5-

3,5. Antikoagulan lain seperti heparin, trombolitik dan aspirin meningkatkan

risiko ICH. Penggunaan trornbolitik setelah infark miokard sering diikuti

terjadinya ICH pada beberapa ribu pasien tiap tahunnya (Gilroy, 2000).

2.1.6 Gejala Klinis ICH

Mayoritas pasien mengalami nyeri kepala akut dan penurunan kesadaran

yang berkembang cepat sampai keadaan koma. Pada pemeriksaaan biasanya di

dapati hipertensi kronik. Gejala dan tanda tergantung lokasi perdarahan. Herniasi

uncal dengan hiiangnya fungsi batang otak dapat terjadi. Pasien yang selamat

secara bertahap mengalami pemulihan kesadaran dlam beberapa hari. Pasien

dengan perdarahan pada lobus temporal atau lobus frontal dapat mengalami

seizure tiba – tiba yang dapat diikuti kelumpuhan kontralateral. Pasien usia tua

dengan tekanan darah normal yang mengalami ICH atau perdarahan

intraserebellar karena amyloid angiopathy biasanya telah menderita penyakit

Alzheimer atau demensia progresif tipe Alzheimer dan dalam perjalanannnya

perdarahan dapat memasuki rongga subarachnoid (Ropper & Brown, 2005).

Gejala dari ICH adalah tiba-tiba mengalami defisit neurologis fokal yang

berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam dengan disertai sakit

kepala, mual, muntah, kesadaran menurun, dan tekanan darah tinggi. Jarang

pasien datang dengan gejala setelah bangun dari tidur. Defisit neurologis terkait

dengan gambaran parenkim perdarahan. Dengan demikian, ataksia adalah gejala

awal dalam perdarahan serebelar, sedangkan kelemahan bisa menjadi gejala awal

dengan ganglia perdarahan basal. Perkembangan awal dari defisit neurologis dan
23

penurunan tingkat kesadaran dapat terjadi pada 50% pasien dengan ICH.

Perkembangan defisit neurologis pada banyak pasien dengan ICH sering karena

perdarahan yang berkelanjutan dan pembesaran hematoma selama beberapa jam

pertama. Jika dibandingkan pasien dengan stroke iskemik, timbulnya sakit kepala

dan muntah tiga kali lebih sering pada pasien dengan ICH Meskipun perbedaan

dalam gejala klinis antara hemoragik dan stroke iskemik sudah dapat dibedakan

gambaran otak masih sangat diperlukan untuk mendiagnosa perdarahan

intraserebral.

2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik

1. Laboratorium:

a. Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada apsien CVA ada

peningkatan VD >5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam

Arachidonic (AA), Platelet Activating Factor (PAF), fibrinogen

(Muttaqin, 2008)

b. Analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien CVA

infark mengalami penurunan HDL dibawah nilai normal 60 mg/dl, Laju

endap darah (LED) pada pasien CVA bertujuan mengukur kecepatan sel

darah merah mengendap dalam tabung darah LED yang tinggi

menunjukkan adanya radang. Namun LED tidak menunjukkan apakah itu

radang jangka lama, misalnya artritis, panel metabolic dasar (Natrium

(135-145 nMol/L), kalium (3,6- 5,0 mMol/l), klorida,) (Prince, 2016)


24

2. Pemeriksaan sinar X toraks: dapat mendeteksi pembesaran jantung

(kardiomegali) dan infiltrate paru yang berkaitan dengan gagal jantung

kongestif (Prince, 2016)

3. Ultrasonografi (USG) karaois: evaluasi standard untuk mendeteksi

gangguan aliran darah karotis dan kemungkinan memmperbaiki kausa

stroke (Prince, 2016).

4. Angiografi serebrum: membantu menentukan penyebab dari stroke secara

Spesifik seperti lesi ulseratrif, stenosis, displosia fibraomuskular, fistula

arteriovena, vaskulitis dan pembentukan thrombus di pembuluh besar

(Prince, 2005).

5. Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET):

mengidentifikasi seberapa besar suatu daerah di otak menerima dan

memetabolisme glukosa serta luas cedera (Prince, 20162)

6. Ekokardiogram transesofagus (TEE): mendeteksi sumber kardioembolus

potensial (Prince, 2016).

7. CT Scan : pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema,

posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan

posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens

fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar ke permukaan

otak (Muttaqin, 2008).

8. MRI: menggunakan gelombang magnetik untuk memeriksa posisi dan besar

/ luasnya daerah infark (Muttaqin, 2018)


25

2.1.8 Komplikasi ICH

Menurut Batticaca (2008)

1. Gangguan otak yang berat.

2. Kematian bila tidak dapat mengontrol respons pernafasan atau

kardiovaskular

3. Infark Serebri

4. Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif

5. Fistula caroticocavernosum

6. Epistaksis

7. Peningkatan TIK, tonus otot abnormal

2.1.9 Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan Medis ICH

Penanganan terhadap pasien stroke terutama pasien baru seharusnya

dilakukan dengan cepat dan tepat. Kepstian penentuan tipepatologi stroke

secara dini sangat penting untuk pemberian obat yang tepat guna mencegah

dampak yang alebih fatal. Prosedur utama diagnosis stroke (Arifianto,

Serosa, & Setyawati, Klasifikasi Stroke Berdasarkan Kelainan Patologis

dengan Learning Vektor Quantization, 2014). (Gold Standart) menggunakan

Computed Tomography (CT) scan, Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan

Elektrokardiogram (EKG atau ECG) (Arifianto, Sarosa, & Setyawati, 2014).

Diagnosis penyakit stroke dapat juga dilakukan melalui pemeriksaan klinis


26

mulai dari menanyakan gejala yang dirasakan pasien, anamnesis atau

pengambilan data riwayat penyakit pasien dan keluarganya, dan

pemeriksaan neurologi.

2. Penatalaksanaan Keperawatan:
a. Perbaiki dan jaga jalan nafas.

b. Oksigenasi dan ventilasi harus adekuat dilihat dari kadar PCO2 (normal

atau tidak)

c. Jika dari hematome (<4 jam) terdapat tanda-tanda penting segera lakukan

pembedahan

d. Untuk mempertahankan aliran darah ke serebral harus dipertahankan

normotensi dan normovolemik

e. Jika terjadi peningkatan TIK lakukan terapi dengan cepat dan apabila

terjadi kemunduran secara klinis lakukan CT Scan kembali.

f. Awasi jikat terjadi komplikasi sistemik

1) Seperti terjadi stress ulser (perdarahan sistem pencernaan)

2) Edema paru neurogenic

3) Abnormalitas hormon Endokrin d) Jika terjadi peningkatan natrium

g. Baringkan pasien dengan posisi kepala ditinggikan 150 – 300 dan ganti

posisi pasien secara teratur.

h. Setiap jam sekali GCS/respon pupil di observasi

i. Lakukan perawatan mata dan daerah yang tertekan.

j. Minimal satu kali per shift lakukan suction atau sesuaikan dengan

kebutuhan

k. Tali endotracheal harus di rawat dan di posisikan di atas telingan atau


27

posisi yang tinggi

l. Penurunan tekanan darah harus di awasi

m. Beri nutrisi sejak dini

n. Lakukan terapi hipertermi dengan cara:

1) Hilangkan infeksi.

2) Lakukan pendinginan secara aktif.

3) Profilaksis untuk kejang.

2.1.10 Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015), meliputi :

a. Biodata

Identitas pasien berisikan nama pasien, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,

tanggal masuk sakit, rekam medis.

b. Keluhan utama

Keluhan yang di dapatkan adalah penurunan kesadaran, nyeri kepala,

gangguan sensorik, kejang, gangguan motorik kelemahan anggota gerak

setengah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi (Tarwoto,

2013).

c. Riwayat Kesehatan Dahulu

Adanya riwayat hipetensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes militus,

penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang

lama. Penggunaan obat-obatan anti koagulan, aspirin, vasodilator obat-

obat adiktif dan kegemukan (Tarwoto, 2013).


28

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Klien dengan penyakit CVA sering kali didapatkan adanya riwayat

penyakit turunan, tetapi pada beberapa klien lainnya tidak ditemukan

adanya penyakit yang sama pada anggota keluarganya.

e. Pemeriksaan fisik

1) B1: Breathing

Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas/kerja, takipnea, penggunaan otot

pernafasan, nafas cuping kepala.

2) B2: Blood

Kulit pucat, sianosis, diforesis (kongesti, hipoksemia). Megalami

peningkatan tekanan darah, bunyi jantung terdengar S1 dan S2 lup dup.

Semakin tinggi tekanan darah pada pasien kemungkinan stroke akan

semakin besar karena terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah

sehingga memudahkan terjadinya penyumbatan bahkan pecahnya

pembuluh darah di otak.

3) B3: Brain

Keluhan sakit kepala, biasanya mengalami penurunan kesadaran

disebabkan aliran oksigen ke otak mengalami gangguan sehingga terjadi

kelemahan eksterimitas, kesadaran menurun disebabkan ada tekanan

cairan atau darah di jaringan otak.

Pangkajian Saraf Kranial

 Saraf I
29

Biasanya pada pasien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.

 Saraf II

Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensorik primer

diantara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual–spasial

(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial )

sering terlihat pada pasien dengan hemiplegia kiri. Pasien mungkin

tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan

untuk mecocokan pakaian ke bagian tubuh.

 Saraf III, IV dan VI

Apabila akibat stroke mengakibatkan paralisit sesisi otot – otot okularis

didapatkan penurunan kemampuan gerakan kojugat unilateral di sisi

yang sakit.

 Saraf V

Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus,

didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah.

Penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral dan kelumpuhan sesisi

otot – otot pterigoideus internus dan ekternus.

 Saraf VII

Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot wajah

tertarik ke bagian sisi yang sehat.

 Saraf VIII

Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.

 Saraf IX dan X
30

Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.

 Saraf XI

Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.

 Saraf XII

Lidah simetris, terdapat defiasi pada satu sisi vasikulasi. Indera

pengecapan normal.

Sistem sensorik

Dapat terjadi hemihipestesi. Persepsi adalah adalah

ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi

visual karena gangguan jaras sensorik primer di antara mata dan korteks

visual.Gangguan hubungan visual-spasial(mendapatkan hubungan dua atau

lebih objek dalam area spasial)sering terlihat pada pasien dengan

hemiplegia kiri.Pasien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa

bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian

tubuh.

Kehilangan sensorik karena stroke dapat berupa kerusakan

sentuhan ringan atau mungkin lebih berat,dengan kehilangan

proprioseptif(kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian

tubuh)serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual,taktil,dan

auditorius.

4) B4: Bladder

Gangguan ginjal berupa Inkontinensia urine atau retensio urin, tidak ada

riwayat gangguan BAK pada keluarga. Pada pasien stroke menyebabkan


31

gangguan BAK hal ini akibat dari kerusakan saraf mengontrol kandung

kemih

5) B5: Bowel

Penurunan nafsu makan, penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang

lama, dan kadang terdapat kembung, inkontinensia alvi disebakan adanya

kelemahan syaraf pada khusus, mual dan muntah akibat peningkatan TIK

(tekanan intra kranial). Pasien stroke mengalami gangguan dan kesulitan

dalm menelan makanan atau minuman, sehingga makan mengandung serat

kurang dan terjadi penurunan fungsi usus dan kesulitan BAB.

6) B6: Bone

Kelemahan, letih, bentuk wajah semitris, penglihatan kabur dan

kelumpuhan pada anggota ekterimitas satu sisi, kelamahan fisik pada

anggota ekterimitas. Hal ini disebabkan kerusakan pada salah satu sisi otak

yang bisa disebabkan oleh stroke. Dikaji tanda-tanda decubitus akibat

tirah baring lama

 Sistem motorik

Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan

kehilangn control volunteer terhadap gerakan motoric. Karena

neuron motor atas melintas, gangguan control motor volumter pada

salah satu sisi tubuh dapat menunjukan kerusakan pada neuron motor

atas pada sisi yang berlawanan dari otak.


32

a) Inspeksi umum, didapatkan hemiplegia ( paralisis pada salah satu

) karena lesi pada sisi otak yang berlawan. Hemiparesis atau

kelemahan salah satu tubuh adalah tanda yang lain.

b) Fasikulasi didapatkan pada otot – otot ekstremitas.

c) Tonus otot didapatkan meningkat.

d) Kekuatan otot, pada penilaian dengan menggunakan nilai

kekuatan otot pada sisi yang sakit didapatkan nilai 0.

e) Keseimbangan dan koordinasi, mengalami gangguan hemiparese

dan hemimplegian.

 Pemeriksaan reflex

a) Pemeriksaan reflek dalam, pengetukan pada tendon, ligametum,

atau periosteum derajat reflek pada respons normal.

b) Pemeriksaan reflek patologis, pada fase akut reflek visiologis sisi

yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari reflek

fisiologis akan muncul kembali didahului dengan reflek

patologis.

 Gerakan involunter

Tidak ditemukan adanya tremor, tic (kontraksi saraf berulang ),

dan dystonia. Pada keadaan tertentu, pasien biasanya mengalami

kejang umum, terutama pada anak dengan stroke disertai

peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang berhubungan sekunder

akibat area fokal kortikal yang peka.


WOC

33
34
35

2. Diagnosis Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai

respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang

dialaminya baik aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan

untuk mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas

terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan. Diagnosa keperawatan

yang mungkin muncul pada klien dengan CVA ICH adalah :

a. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial b.d edema serebral

b. Pola nafas tidak efektif b.d gangguan neuromuskuler

c. Risiko perfusi serebral tidak efektif b.d hipertensi

d. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskuler

e. Gangguan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi serebral

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan merupakan segala bentuk terapi yang

dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian

klinis untuk mencapai peningkatan, pencegahan dan pemulihan kesehatan

klien individu, keluarga dan komunitas.


36

No Diagnosa Luaran Intervensi Keperawatan


. Keperawatan Keperawatan
1. Penurunan Setelah 1. Manajemen peningkatan tekanan
kapasitas adaptif dilakukan intracranial
intrakranial b.d intervensi OBSERVASI
edema serebral keperawatan a. Identifikas penyebab peningkatan
selama 3x 24
Gejala dan tanda TIK
jam, maka
Mayor: b. Monitor tanda dan gejala
kapasitas adaptif peningkatan TIK
Subyektif: Sakit intracranial c. Monitor MAP
kepala meningkat d. Monitor CVP jika perlu
Objektif: dengan kriteria e. Monitor status pernafasan
penggunaan otot hasil: f. Monitor intake dan output cairan
bantu pernafasan, a. Tingkat TERAPEUTIK
fase ekspirasi kesdarana
meningkat g. Minimalkan stimulus dengan
memanjang, pola
b. Fungsi menyediakan lingkungan yang
nafas abnormal.
kognitif tenang
Gejala dan tanda meningkat h. Berikan posisi semifowler
Mayor c. Sakit kepala i. Hindari manuver valsava
Subjektif: ortopnea menurun j. Cegah terjadinya kejang
d. Tekanan dara k. Pertahankan suhu tubuh normal
Objektif: KOLABORASI
membaik
- Tekanan darah
e. Tekanan nadi l. Kolaborasi pemberian sedasi, anti
meningkat
(pulse konvulsi jika perlu
dengan tekanan
pressure) m. Kolaborasi pemberian diuretic
nadi (pluse
membaik osmosis jika perlu
pressure)
f. Bradkardia n. Kolaborasi pemberian pelunak tinja
melebar.
membaik jika perlu
- Bradikardia
g. Pola napas 2. Pemantauan tekanan intracranial
- Pola napas
membaik OBSERVASI
ireguler
h. Respon pupil
- Tingkat a. Identifikas penyebab peningkatan
membaik
kesadaran TIK
i. Reflex
menurun b. Monitor peningkatan tekanan darah
neurologis
- Respon pupil c. Monitor penurunan frekuensi
membaik
melambat atau jantung
tidak sama d. Monitor irreguleritas irama nafas
- Refleks e. Monitor penurunan tingkat
neurologis kesadaran
37

terganggu f. Monitor perlambatan atau


Gejala dan tanda ketidakasimetrisan respon pupil
Minor TERAPEUTIK
Subjektif: - g. Pertahankan posisi kepala dan leher
Objektif: netral
- Gelisah h. Dokumentasi hasil pemantauan
- Gitasi EDUKASI
- Muntah (tanpa i. Jelaskan tujuan dan prosedur
disertai mual) pemantauan
- Tampak
lesu/lemah
- Fungsi kognitif
terganggu
- Tekanan
intracranial ≥ 20
mmHg
- Papilledema
- Postur deserbasi
(ekstensi)
- Postur
dekortikasi
(fleksi)
2. Pola nafas tidak Setelah 1. Manajemen jalan nafas
efektif b.d dilakukan OBSERVASI
gangguan intervensi a. Monitor pola nafas (frekuensi,
neuromuskuler keperawatan kedalaman, usaha nafas)
Gejala dan tanda 1x24 jam pola b. Monitor bunyi nafas tambahan
Mayor: nafas membaik c. Monitor sputum (jumlah, warna,
Subyektif: dispnea dengan kriteria aroma)
Objektif: hasil: TERAPEUTIK
penggunaan otot a. Dispneu d. Posisikan semifowler atau fowler
bantu pernafasan, menurun e. Pertahankan kepatenan jalan nafas
fase ekspirasi b. Penggunaan f. Berikan minum hangat
memanjang, pola otot bantu g. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
nafas abnormal. nafas h. Berikan minuman hangat
Gejala dan tanda menurun i. Lakukan penghisapan lender
Minor c. Pemanjangan kurang dari 15 detik
Subjektif: ortopnea fase ekspirasi j. Berikan oksigen jika perlu
Objektif : menurun
pernafasan pursed- d. Pernafasan EDUKASI
38

lip, pernafasan cuping hidung k. Ajarkan teknik batuk efektif


cuping menurun l. Anjurkan asupan cairan 2000
hidung,diameter e. Frekuensi ml/hari, jika tidak ada
thoraks antero nafas kontraindikasi
posterior membaik KOLABORASI
meningkat,ventilasi f. Kedalaman m. Kolaborasi pemberian
semenit nafas bronkodilator, ekspektoran,
menurun,kapasitas membaik mukolitik jika perlu
menurun,tekanan g. Tekanan 2. Pemantauan respirasi
ekspirasi menurun, ekspirasi OBSERVASI
tekanan inspirasi membaik a. Monitor frekuensi, irama,
menurun. Tekanan inspirasi kedalaman dan upaya nafas
membaik b. Monitor pola nafas
c. Monitor kemampuan batuk efektif
d. Monitor adanya produksi sputum
e. Monitor adanya sumbatan jalan
nafas
f. Auskultasi bunyi nafas
g. Monitor saturasi oksigen
h. Monitor nilai AGD
i. Monitor hasil x ray thoraks
TERAPEUTIK
j. Dokumentasi hasil pemantauan
EDUKASI
k. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
3. Risiko perfusi Setelah 1. Manajemen peningkatan tekanan
serebral tidak dilakukan intracranial
efektif dibuktikan intervensi OBSERVASI
dengan hipertensi keperawatan a. Identifikas penyebab peningkatan
3x24 jam perfusi TIK
serebral b. Monitor tanda dan gejala
meningkat peningkatan TIK
dengan kriteria c. Monitor MAP
hasil: d. Monitor CVP jika perlu
1. Tingkat e. Monitor status pernafasan
kesadaran f. Monitor intake dan output cairan
meningkat
2. Kognitif
meningkat
39

3. Sakit kepala TERAPEUTIK


menurun g. Minimalkan stimulus dengan
4. Gelisah menyediakan lingkungan yang
menurun tenang
5. Kecemasan h. Berikan posisi semifowler
menurun i. Hindari manuver valsava
6. Tekanan j. Cegah terjadinya kejang
intracranial k. Pertahankan suhu tubuh normal
membaik KOLABORASI
7. Tekanan
darah sistolik l. Kolaborasi pemberian sedasi, anti
membaik konvulsi jika perlu
8. Tekanan m. Kolaborasi pemberian diuretic
darah osmosis jika perlu
diastolik n. Kolaborasi pemberian pelunak tinja
membaik jika perlu
9. Reflex saraf 2. Pemantauan tekanan intracranial
membaik OBSERVASI
a. Identifikas penyebab peningkatan
TIK
b. Monitor peningkatan tekanan darah
c. Monitor penurunan frekuensi
jantung
d. Monitor irreguleritas irama nafas
e. Monitor penurunan tingkat
kesadaran
f. Monitor perlambatan atau
ketidakasimetrisan respon pupil
TERAPEUTIK
g. Pertahankan posisi kepala dan leher
netral
h. Dokumentasi hasil pemantauan

EDUKASI
i. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan

4. Gangguan Setelah Dukungan mobilisasi


40

mobilitas fisik b.d dilakukan OBSERVASI


gangguan intervensi 1. Identifikasi adanya nyeri atau
neuromuskuler keperawatan keluhan fisik lainnya
dibuktikan dengan: 3x24 jam maka 2. Identifikasi toleransi fisik
mobilitas fisik
Gejala dan Tanda melakukan pergerakan
meningkat
Mayor 3. Monitor frekuensi jantung dan
dengan kriteria tekanan darah sebelum memulai
Subjektif: hasil: mobilisasi
Mengeluh sakit a. Pergerakan 4. Monitor kondisi umum selama
menggerakkan ekstremitas melakukan mobilisasi
ekstremitas meningkat TERAPEUTIK
Objektif: b. Kekuatan 5. Fasilitasi aktivitas mobilisasi
1. Kekuatan otot otot dengan alat bantu (mis pagar
menurun meningkat tempat tidur)
2. Rentang gerak c. Rentang 6. Fasilitasi melakukan pergerakan
(ROM) gerak (ROM) jika perlu
menurun meningkat 7. Libatkan keluarga untuk membantu
Gejala dan Tanda d. Nyeri pasien dalam meningkatkan
Minor: menurun pergerakan
e. Kecemasan
Subjektif: EDUKASI
menurun 8. Jelaskan tujuan dan prosedur
1. Nyeri saat f. Kaku sendi mobilisasi
bergerak menurun 9. Anjurkan melkuakn mobilisasi dini
2. Enggan g. Gerakan 10. Ajarkan mobilisasi sederhana yang
melakukan tidak harus dilakukan (mis duduk
pergerakkan terkoordinasi ditempat tidur, duduk disisi tempat
3. Merasa cemas menurun tidur, pindah dari tempat tidur ke
saat bergerak h. Gerakan kursi)
Objektif: terbatas
1. Sendi kaku menuru
2. Gerakkan tidak i. Kelemahan
terkoordinasi fisik menurun
3. Gerakan
terbatas
4. Fisik lemah

5. Gangguan Setelah Promosi Komunikasi: Defisit Bicara


komunikasi verbal dilakukan
41

b.d penurunan intervensi OBSERVASI


sirkulasi serebral keperawatan 1. Monitor kecepatan, tekanan,
dibuktikan dengan: 3x24 jam maka kuantitas, volume dan diksi bicara
Gejala dan Tanda komunikasi 2. Monitor proses kognitif, anatomis,
verbal meningkat
Mayor dan fisiologis yang berkaitan
dengan kriteria dengan bicara
Subjektif: - hasil: 3. Monitor frustasi, marah, depresi
Objektif: 1. Kemampuan atau hal lain yang mengganggu
berbicara
1. Tidak mampu bicara
meningkat
berbicara atau 4. Identifikasi prilaku emosional dan
2. Kesesuaian
mendengar fisik sebagai bentuk komunikasi
ekspresi
2. Menunjukkan wajah /tubuh TERAPEUTIK
reapraspontidak meningkat 5. Gunakan metode komunikasi
sesuai 3. Kontak mata alternative
Gejala dan tanda meningkat 6. Sesuaikan gaya komunikasi dengan
minor: 4. Afasia kebutuhan
menurun 7. Modifikasi lingkungan untuk
Subjektif: - 5. Disfasia meminimalkan bantuan
Objektif: afasia, menurun 8. Ulangi apa yang disampaikan
disfaksia, apraksia, 6. Pelo menurun pasien
disatria, afonia, 7. Respon 9. Berikan dukungan psikologis
pelo, gagap, tidak prilaku EDUKASI
ada kontak mata, membaik 10. Anjurkan berbicara perlahan
sulit memahami
KOLABORASI
komunikasi, sulit
mempertahankan 11. Rujuk ke ahli terapis
komunikasi, sulit
menggunakan
ekspresi wajah atau
tubuh.
42

2.5.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi ialah tindakan pemberian asuhan keperawatan yang

dilaksanakan untuk membantu mencapai tujuan pada rencana keperawatan

yang telah disusun. Prinsip dalam memberikan tindakan keperawatan

menggunakan komunikasi terapeutik serta penjelasan setiap tindakan yang

diberikan kepada klien.

Tindakan keperawatan yang dilakukan dapat berupa tindakan

keperawatan secara independent, dependent, dan interdependent. Tindakan

independent yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh perawat tanpa

petunjuk atau perintah dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Tindakan

dependent ialah tindakan yang berhubungan dengan tindakan medis atau

dengan perintah dokter atau tenaga kesehatan lain. Tindakan interdependent

ialah tindakan keperawatan yang memerlukan kerjasama dengan tenaga

kesehatan lain seperti ahli gizi, radiologi, fisioterapi dan lain-lain.

2.5.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan yang

dapat digunakan sebagai alat ukur kerberhasilan suatu asuhan keperawatan

yang dibuat. Evaluasi berguna untuk menilai setiap langkah dalam

perencanaan, mengukur kemajuan klien dalam mencapai tujuan akhir dan

untuk mengevaluasi reaksi dalam menentukan keefektifan rencana atau

perubahan dalam membantu asuhan keperawatan. Menurut (Potter &

Perry, 2006) evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan terencana

tentang kesehatan pasien berdasarkan luaran keperawatan. Luaran


43

keperawatan perubahan kondisi yang spesifik dan terukur yang perawat

harapkan sebagai respon terhadap asuhan keperawatan. Luaran

keperawatan dibagi menjadi dua luaran negative dan luaran positif.

Didalam luaran keperawatan memiliki komponen ekspektasi yang

merupakan penilaian hasil yang diharapkan tercapai. Dalam ekspektasi ada

tiga yang diharapkan :

a. Meningkat: Bertambah dalam ukuran, jumlah, derajat atau tingkatan

(luaran positif)

b. Menurun: berkurang dalam ukuran, jumlah, derajat atau tingkatan.

(luaran negative)

c. Membaik: menimbulkan dalam efek yang lebih baik, adekuat atau

efektif. (luaran yang tidak dapat diekspektasikan menurun atau

meningkat)
44

BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Identitas
Nama Pasien : Ny. S

Umur : 48 Tahun (16-10-1973)

No. rm : 682xxx

Jenis Kelamin : Perempuan

Suku Bangsa : Jawa

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Pendidikan : SMP

Alamat : Surabaya

Tanggal MRS : 27 November 2021 Jam 10.30 WIB

Tanggal pengkajian : 29 November 2021 Jam 07.00 WIB

Diagnosa Medis : Stroke ICH,Hemiparese Dextra

3.2 Keluhan Utama Saat Pengkajian


Pasien mengeluh sakit kepala

3.3 Riwayat Kesehatan


1. Riwayat Kesehatan/Penyakit Sekarang:

Pasien masuk rumah sakit dengan riwayat sekitar jam 11.00 WIB tanggal

26/11/2021 mengeluh tiba tiba lemas bagian tubuh sebelah kanan dan sulit

berkomunikasi mendadak setelah selesai rewang, pasien mengeluh pusing,

tidak mual. kemudian dibawa ke IGD Rumah Sakit dr. Mohamad Soewandhie

Surabaya tanggal 27 November 2021 pukul 09.00 WIB. Setelah ada hasil CT
45

scan dan laboratorium, dikonsulkan ke dokter spesialis penyakit saraf pasien

MRS di ruang Intensive Stroke Unit pada tanggal 28 November 2021 Jam

16.00 WIB

2. Riwayat Kesehatan/ Penyakit Dahulu:

Pasien ada riwayat penyakit diabetes militus control dipuskesmas dan

menyangkal menderita hipertensi

3. R iwayat Kesehatan/Penyakit Keluarga:

Ibu pasien ada riwayat sakit hipertensi

3.4 Pemeriksaan Fisik B1-B6


1. B1 (Breathing)

Pasien nafas spontan dengan oksigen simple masker 8 lpm, RR 28x/mnt,

SpO2 98%, dispneu (+), pengembangan dinding dada simetris, pernafasan

cuping hidung (+), retraksi intercostal (+), auskultasi suara nafas vesikuler

normal, tidak terdapat ronchi maupun wheezing di kedua lapang paru,

perkusi kedua sisi dada sonor.

Masalah Keperawatan : pola nafas tidak efektif

2. B2 (Blood)

Tekanan darah 185/98 mmHg, Nadi 60 x/menit (teraba lemah), CRT < 2

detik, kadar haemoglobin 12,1 gr/dl, HCT 44 %.

Masalah Keperawatan : Risiko perfusi serebral tidak efektif.

3. B3 (Brain)

GCS 346, tingkat kesadaran apatis, fungsi sensoris ekstremitas kanan

menurun., tidak ada kaku kuduk,


46

a) N IX (Glosofaringeal) dan XII (Hipoglosus): terjadi kelemahan dalam

kemampuan menelan, pasien bicara pelo, pasien terpasang NGT.

b) NVII facialis (dextra), NXII hipoglosus (dextra),

c) N VIII (Vestibulokoklearis) dan V (Trigesminus): tidak ada masalah,

karena pasien dapat mengangkat kedua alisnya, pendengaran pasien

normal, dan pasien dapat merasakan sentuhan.

d) Sedangkan N I (Olfaktorius), II (Optikus), III (Okulomotoris,

troklearis, abdusen), IV (Okulomotoris, troklearis, abdusen), VI

(Okulomotoris, troklearis, abdusen), X (Vagus), dan XI (Aksesoris):

Pupil isokor 3 mm/3 mm, refleks cahaya +/+, buka mata cenderung

mengantuk

Reflek patologis: reflek babinski -/-, reflek chaddock -/-, reflek Gordon -/-,

reflek fisiologis : patella +/+. reflek BPR +2/+2, TPR +2/+2, KPR +1/+1,

APR +1/+, Pemeriksaan motoric didapatkan adanya hemiparese dextra

Masalah Keperawatan : penurunan kapasitas adaptif intrakranial

4. B4 (Blader)

Pasien terpasang dower kateter ukuran 16 F dipasang tanggal 18

November 2021, produksi kuning jernih 400 cc dalam 3 jam, tidak ada

bekuan darah, tidak ada distensi/ ketegangan kandung kemih, genitalia

tampak bersih dan tidak berbau. Input : 285cc/3jam, balance cairan:

(-)115cc/3jam.

Masalah Keperawatan : Tidak ada

5. B5 (Bowel)
47

Pasien terpasang NGT No 16 mendapat diet entramix 6x100 cc, abdomen

supel, peristaltik usus positif normal, BB 80 kg.

Masalah Keperawatan: Tidak ada

6. B6 (Bone)

Pasien menagtakan tangan dan kaki kanan tidak bisa digerakkan, kulit

normal berwarna (kuning langsat, bersih), suhu tubuh 36.30 C, kulit

normal, tidak tampak luka decubitus, kulit tidak diaphoresis, tidak ada

sianosis, perfusi hangat kering merah, hemiparese dextra, kekuatan otot

ekstremitas kanan lengan 2, tungkai 2, ekstremitas kiri lengan 5, tungkai 5.

Masalah Keperawatan : Gangguan mobilitas fisik.

3.5 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Laboratorium (tanggal 27 November 2021 jam 20:00)

Hb : 12,2 gr/dl (13,2-17,3)


HCT : 44 % (40-52)
Leukosit : 9760 10^3/ul (3,80-10,60)
Trombosit : 441 10^3/ul (140-392)
GDA cito : 191 mg/dL (70-200)
Natrium Darah : 139 mmol/L (136-146)
Kalium Darah :3 mmol/L (3,5-5,0)
BUN : :8 mg/dl (7-22)
Creat : 0,6 mg/dl (0,6-1,3)
SGOT : 19 U/L (15-37)
SGPT : 22 U/L (12-78)
Tanggal 28/11/2021
Kolesterol total : 156 mg/dl (<200)
TG : 87 mg/dl (<150)
HDL : 39 mg/dl (>60)
48

LDL : 100 mg/dl (<100)


HBA1c : 3,9 % (3,8-6,4)

2. Pemeriksaan Radiologi (Tanggal 27 November 2021)

CT Scan Kepala tanpa kontras :

ICH Corona radiate-basal-ganglia-temporoparietal kiri dengan perkiraan

volume 17,2 cc yang mendesak ventrikel lateralis kiri dengan midline shift

sejauh 7 mm dengan edema cerebri hemisfer cerebri kiri

Thorax foto :

Cor, besar dan bentuk normal, pulmo, fibrosis/infiltrat (-), sinus

costophrenicus kanan dan kiri tajam, tulang-tulang dinding thorax dan soft

tissue normal. Kesimpulan : Photo thoraks tak tampak kelainan.

3. Terapi dan Diet

Infus Asering 1000cc/24 jam

KCL 50 meq/24 jam

Manitol 6x100

Parasetamol 3x1 gr

Inj. Citicholin 3 x 250 mg/24 jam

Inj. Mecobalamin 2x500 mg

P.O Allopurinol 100 mg 0-0-1

Bedrest Head Up 30o.

Diit : entramix 6x100.


49

3.6 Analisa Data


Data Subjektif dan Objektif ETIOLOGI Masalah

- DS : Pasien mengeluh sakit pendarahan pada otak Penurunan


kapasitas adaptif
kepala
Penurunan suplai oksigen ke intrakranial
- DO: otak
- k/u lemah
Penurunan aliran darah ke
- Kesadaran : apatis otak
- Pasien menggunakan 02
PTIK
masker 8 lpm Spo2 98 % RR
26 x/m
- GCS :346
- Tekanan darah 185/98 mmHg
- Nadi 60 x/menit (teraba lemah
dan teratur)
- CRT < 2 detik
- Kadar haemoglobin 12,1
gr/dl, HCT 44 %.
- S :36,3˚C
- Nafas cuping hidung (+)
- Dyspneu(+),retraksi intercostal
(+)
- Hangat, kering, merah
- Produksi urine 400 cc/3 jam
- Input : 285cc/3jam
- Balance cairan (-)115 cc/3 jam
- Bicara pelo
- hemiparese dextra
- Kekuatan otot ekstremitas
kanan lengan 2, tungkai 2,
50

ekstremitas kiri lengan 5,


tungkai 5.
- Pasien terpasang NGT diet
entramix 6x100 cc
DS :Pasien mengeluh sesak Pedarahan pada Pons dan Pola nafas tidak
DO :
MO efektif (D.0005)
- Pasien tampak lemah.
Penekanan saraf system
- Pasien menggunakan 02
masker 8 lpm Spo2 98 % RR Perubahan pola nafas
26 x/m
RR ↑, hiperpneu,
- Tekanan darah 185/98 mmHg
hiperventilasi
- Nadi 60 x/menit (teraba lemah
dan teratur) pernafasan
- CRT < 2 detik
- Kadar haemoglobin 12,1 gr/dl,
HCT 44 %.
- S :36,3˚C
- Nafas cuping hidung (+)
- Dyspneu(+),retraksi
intercostal (+)
- Posisi tubuh semi fowler
- Wheezing (-), ronki (-)

DS : Pasien mengatakan tangan Edema serebral Gangguan


dan kaki kanan tidak bisa
Penurunan aliran darah ke mobilitas fisik
digerakkan otak
D.0054)
DO :
Penurunan suplai oksigen
- Pasien tampak lemah. keseluruh tubuh
- Pasien menggunakan 02
Gangguan pada saraf
masker 8 lpm Spo2 98 % RR motorik
26 x/m
51

- Tekanan darah 185/98 mmHg Hemiparese


- Nadi 60 x/menit (teraba lemah
dan teratur)
- CRT < 2 detik
- Kadar haemoglobin 12,1 gr/dl,
HCT 44 %.
- S :36,3˚C
- Nafas cuping hidung (+)
- Dyspneu(+),retraksi
intercostal (+)
- Wheezing (-),ronki (-)
- Posisi tubuh semi fowler
- hemiparese dextra
- Kekuatan otot ekstremitas
kanan lengan 2, tungkai 2,
ekstremitas kiri lengan 5,
tungkai 5.
- Akral hangat kering merah
- Kaku sendi tidak ada
- Reflek patologis: reflek
babinski -/-, reflek chaddock
-/-, reflek Gordon -/-, reflek
- Fisiologis: patella +/+. reflek
BPR +2/+2, TPR +2/+2, KPR
+1/+1, APR +1/+,
52

3.7 Diagnosis Keperawatan


1. Penurunan kapasitas adaptif intracranial berhubungan dengan edema

serebral dibuktikan dengan adanya pendarahan di otak, penurunan

kesadaran, PTIK, dan tekanan darah meningkat, serta hemiplegia

2. Pola nafas tidak efektif b.d gangguan neuromuskuler

3. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskuler

3.8 Intervensi Keperawatan


No Diagnosa Luaran Intervensi Keperawatan
. Keperawatan Keperawatan
1. Penurunan kapasitas Setelah 1. Manajemen peningkatan
adaptif intracranial dilakukan tekanan intracranial
berhubungan dengan intervensi OBSERVASI
edema serebral keperawatan a. Identifikas penyebab
- DS : Pasien selama 3x 24 peningkatan TIK
mengeluh sakit jam, maka b. Monitor tanda dan gejala
kepala kapasitas adaptif peningkatan TIK
- DO: intracranial c. Monitor MAP
- k/u lemah meningkat d. Monitor CVP jika perlu
- Kesadaran : apatis dengan kriteria e. Monitor status pernafasan
- Pasien hasil: f. Monitor intake dan output
menggunakan 02 j. Tingkat cairan
masker 8 lpm Spo2 kesdarana TERAPEUTIK
98 % RR 26 x/m meningkat g. Minimalkan stimulus dengan
- GCS :346 k. Fungsi menyediakan lingkungan yang
- Tekanan darah kognitif tenang
185/98 mmHg meningkat h. Berikan posisi semifowler
- Nadi 60 x/menit l. Sakit kepala i. Hindari manuver valsava
(teraba lemah dan menurun j. Cegah terjadinya kejang
teratur) m. Tekanan dara k. Pertahankan suhu tubuh
53

- CRT < 2 detik membaik normal


- Kadar haemoglobin n. Tekanan nadi KOLABORASI
12,1 gr/dl, HCT 44 (pulse l. Kolaborasi pemberian sedasi,
%. pressure) anti konvulsi jika perlu
- S :36,3˚C membaik m. Kolaborasi pemberian diuretic
- Nafas cuping o. Bradkardia osmosis jika perlu
hidung (+) membaik n. Kolaborasi pemberian pelunak
- Dyspneu(+),retraksi p. Pola napas tinja jika perlu
intercostal (+) membaik 2. Pemantauan tekanan
- Hangat, kering, q. Respon pupil intracranial
merah membaik OBSERVASI
- Produksi urine 400 r. Reflex a. Identifikas penyebab
cc/3 jam neurologis peningkatan TIK
- Input : 285cc/3jam membaik b. Monitor peningkatan tekanan
- Balance cairan darah
(-)115 cc/3 jam c. Monitor penurunan frekuensi
- Bicara pelo jantung
- hemiparese dextra d. Monitor irreguleritas irama
- Kekuatan otot nafas
ekstremitas kanan e. Monitor penurunan tingkat
lengan 2, tungkai 2, kesadaran
ekstremitas kiri f. Monitor perlambatan atau
lengan 5, tungkai 5. ketidakasimetrisan respon
- Pasien terpasang pupil
NGT diet entramix TERAPEUTIK
6x100 cc g. Pertahankan posisi kepala dan
leher netral
h. Dokumentasi hasil
pemantauan

EDUKASI
54

i. Jelaskan tujuan dan prosedur


pemantauan
2. Pola nafas tidak efektif Setelah 1. Manajemen jalan nafas
b.d gangguan dilakukan OBSERVASI
neuromuskuler intervensi a. Monitor pola nafas (frekuensi,
dibuktikan dengan keperawatan kedalaman, usaha nafas)
DS :Pasien mengeluh 1x24 jam pola b. Monitor bunyi nafas
sesak nafas membaik tambahan
DO : dengan kriteria c. Monitor sputum (jumlah,
- Pasien tampak hasil: warna, aroma)
lemah. a. Dispneu TERAPEUTIK
- Pasien menurun d. Posisikan semifowler atau
menggunakan 02 b. Penggunaan fowler
masker 8 lpm Spo2 otot bantu e. Pertahankan kepatenan jalan
98 % RR 26 x/m nafas nafas
- Tekanan darah menurun f. Berikan minum hangat
185/98 mmHg c. Pemanjangan g. Lakukan fisioterapi dada jika
- Nadi 60 x/menit fase ekspirasi perlu
(teraba lemah dan menurun h. Berikan minuman hangat
teratur) d. Pernafasan i. Lakukan penghisapan lender
- CRT < 2 detik cuping hidung kurang dari 15 detik
- Kadar haemoglobin menurun j. Berikan oksigen jika perlu
12,1 gr/dl, HCT 44 e. Frekuensi EDUKASI
%. nafas k. Ajarkan teknik batuk efektif
- S :36,3˚C membaik l. Anjurkan asupan cairan 2000
- Nafas cuping f. Kedalaman ml/hari, jika tidak ada
hidung (+) nafas kontraindikasi
- Dyspneu(+),retraksi membaik KOLABORASI
intercostal (+) g. Tekanan m. Kolaborasi pemberian
- Posisi tubuh semi ekspirasi bronkodilator, ekspektoran,
fowler membaik mukolitik jika perlu
55

- Wheezing (-), ronki Tekanan 2. Pemantauan respirasi


(-) inspirasi OBSERVASI
membaik a. Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya nafas
b. Monitor pola nafas
c. Monitor kemampuan batuk
efektif
d. Monitor adanya produksi
sputum
e. Monitor adanya sumbatan
jalan nafas
f. Auskultasi bunyi nafas
g. Monitor saturasi oksigen
h. Monitor nilai AGD
i. Monitor hasil x ray thoraks
TERAPEUTIK
j. Dokumentasi hasil
pemantauan
EDUKASI
k. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
3. Gangguan mobilitas Setelah Dukungan mobilisasi
fisik b.d gangguan dilakukan OBSERVASI
neuromuskuler intervensi 1. Identifikasi adanya nyeri atau
dibuktikan dengan: keperawatan keluhan fisik lainnya
DS : Pasien 3x24 jam maka 2. Identifikasi toleransi fisik
mengatakan tangan dan mobilitas fisik melakukan pergerakan
kaki kanan tidak bisa meningkat 3. Monitor frekuensi jantung dan
digerakkan dengan kriteria tekanan darah sebelum
DO : hasil: memulai mobilisasi
- Pasien tampak j. Pergerakan 4. Monitor kondisi umum
56

lemah. ekstremitas selama melakukan mobilisasi


- Pasien meningkat TERAPEUTIK
menggunakan 02 k. Kekuatan 5. Fasilitasi aktivitas mobilisasi
masker 8 lpm Spo2 otot dengan alat bantu (mis pagar
98 % RR 26 x/m meningkat tempat tidur)
- Tekanan darah l. Rentang 6. Fasilitasi melakukan
185/98 mmHg gerak (ROM) pergerakan jika perlu
- Nadi 60 x/menit meningkat 7. Libatkan keluarga untuk
(teraba lemah dan m. Nyeri membantu pasien dalam
teratur) menurun meningkatkan pergerakan
- CRT < 2 detik n. Kecemasan EDUKASI
- Kadar haemoglobin menurun 8. Jelaskan tujuan dan prosedur
12,1 gr/dl, HCT 44 o. Kaku sendi mobilisasi
%. menurun 9. Anjurkan melkuakn
- S :36,3˚C p. Gerakan mobilisasi dini
- Nafas cuping tidak 10. Ajarkan mobilisasi sederhana
hidung (+) terkoordinasi yang harus dilakukan (mis
- Dyspneu(+),retraksi menurun duduk ditempat tidur, duduk
intercostal (+) q. Gerakan disisi tempat tidur, pindah dari
- Wheezing (-), ronki terbatas tempat tidur ke kursi)
(-) menuru
- Posisi tubuh semi r. Kelemahan
fowler fisik
- hemiparese dextra menurun
- Kekuatan otot
ekstremitas kanan
lengan 2, tungkai 2,
ekstremitas kiri
lengan 5, tungkai 5.
- Akral hangat kering
merah
57

- Kaku sendi tidak


ada
- Reflek patologis:
reflek babinski -/-,
reflek chaddock -/-,
reflek Gordon -/-,
reflek
- Fisiologis : patella
+/+. reflek BPR
+2/+2, TPR +2/+2,
KPR +1/+1, APR
+1/+,

3.9 Implementasi Keperawatan


Nama

Tgl Jam Implementasi dan

paraf

29/11/ 07.00 - Mengidentifikasi tanda dan gejala peningkatan PTIK

2021 - Memonitor kesadaran dan respon pupil

- Memberikan O2

- Memberikan posisi semifowler


Diyah

- Memonitor frekuensi, irama, upaya nafas dan TTV, TD:

150/87 mmHg, HR: 63 x/mnt, RR: 24 x/mnt, SpO2: 97%,

dyspnea (+), penggunaan otot bantu napas (+), irama napas

cepat, teratur, suhu: 36,4, gurgling (+).


58

- Melakukan fisioterapi nafas dan suction prod secret encer

putih banyak

- Memberikan diit entramix 100 cc per sonde dan obat oral

08.00 allopurinol 100 mg.


Diyah
- Melakukan tindakan delegasi memberikan inj iv. Citicolin

250 mg, mecobalamin 500 mg, parasetamol 1 gr, manitol

100 ml

- Memonitor intake dan output cairan. Produksi urine :

400cc/3jam, Input : 365 cc/3jam, Balance cairan


09.00
(-)35cc/3jam
Diyah
- Mengajarkan pasien untuk batuk efektif

- Monitoring MAP

- Memberikan pasien posisi head up bed 15 atau 30o


10.00
- Mengubah posisi pasien miring kanan dan memastikan

oksigen terpasang dengan benar (masker 8 lpm) Diyah

11.00 - Mengukur kesadaran pasien GCS 346

- Memonitor frekuensi, irama, upaya nafas dan TTV, TD: 150/80

MmHg, HR: 90 x/mnt, Suhu: 36,1, RR: 25 x/mnt, SpO2: 95%,


Diyah
dyspnea (+), irama napas cepat dan teratur,
59

- Melakukan fisioterapi nafas dan suction prod secret encer

putih banyak

- Memberikan diit entramix 100cc per sonde

- Memonitor intake dan output cairan, Produksi urine:


12.00
500cc/6jam, Input : 600cc/6jam, Balance cairan:
Diyah
(+)100cc/6jam

- Melakukan tindakan delegasi memberikan inj mannitol 100

ml

- Mendokumentasikan hasil pemantauan.

13.00 - Mengubah posisi pasien miring kanan dan memastikan

oksigen terpasang dengan benar (masker 8 lpm) Diyah

Memonitor frekuensi, irama, upaya nafas dan TTV


K/U lemah, GCS : 346, Nafas dengan O2 masker 8 lpm, RR :
14.00 25 x/mnt, Spo2 : 95%, TD : 150/80 MmHg, N : 90 x/mnt,
S :36,1˚C, CRT<2 detik, Dyspnea (+), Nafas cuping hidung (-),
Diyah
otot bantu nafas (+), gurgling (+), Akral dingin, kering, pucat,
30/11/ 07.00 - Mengidentifikasi tanda dan gejala peningkatan TIK

2021 - Memonitor kesadaran dan respon pupil

- Memberikan O2

- Memberikan posisi semifowler

- Memonitor frekuensi, irama, upaya nafas dan TTV, TD:


Diyah
150/87 mmHg, HR: 73 x/mnt, suhu: 36,5, RR: 24 x/mnt,

SpO2: 97%, dyspnea (+), penggunaan otot bantu napas (-),

irama napas cepat, teratur


60

08.00 - Melakukan fisioterapi nafas dan suction oral prod secret

putih,encer, minimal

- Memberikan diit entramix 100 cc per sonde dan obat oral

calloputinol 100 mg

- Melakukan tindakan delegasi memberikan inj iv. Citicolin


Diyah
250 mg, mecobalamin 500 mg, parasetamol 1 gr, manitol

100 ml

09.00 - Memonitor intake dan output cairan. Produksi urine :

200cc/3jam, Input : 300cc/4jam, Balance cairan

(+)100cc/3jam Diyah

10.00 - Mengajarkan pasien untuk batuk efektif

- Monitoring MAP

- Memberikan pasien posisi head up bed 15 atau 30o Diyah

11.00 - Mengubah posisi pasien miring kanan dan memastikan

oksigen terpasang dengan benar (masker 6 lpm)


Diyah
- Mengukur kesadaran pasien GCS 446

12.00 - Memonitor frekuensi, irama, upaya nafas dan TTV, TD:

130/80 MmHg, HR: 82 x/mnt, Suhu: 36,4, RR: 25 x/mnt,

SpO2: 96%, dyspnea (-), irama napas teratur

- Melakukan fisioterapi nafas dan suction oral prod secret


Diyah
putih,encer, minimal

- Memberikan diit entramix 100cc per sonde

- Memonitor intake dan output cairan, Produksi urine:


61

400cc/6jam, Input : 650cc/6jam, Balance cairan:

(+)250cc/6jam

- Melakukan tindakan delegasi memberikan,manitol 100 ml

13.00 - Mendokumentasikan hasil pemantauan.

- Mengubah posisi pasien miring kanan dan memastikan


Diyah
oksigen terpasang dengan benar (masker 6 lpm)

14.00 Memonitor frekuensi, irama, upaya nafas dan TTV


- K/U lemah
- GCS 446
- Nafas dengan O2 masker 6 lpm
- TD : 130/80 mmHg
- N : 82 x/mnt Diyah

- S :36,4˚C
- RR : 25 x/mnt
- Spo2 : 96%
- CRT<2 detik
- Dyspneu (+), Nafas cuping hidung (-), otot bantu nafas (-)
- Akral hangat, kering, merah
1/12/2 14.00 - Mengidentifikasi tanda dan gejala peningkatan PTIK

021 - Memonitor kesadaran dan respon pupil


Diyah
- Mengganti O2 masker menjadi nasal 4 lpm

14.30 - Menyiapkan keperluan pribadi (mis. parfum sikat gigi, dan

sabun mandi)

- Mendampingi dalam melakukan perawatan diri sampai


Diyah
mandiri dan memandikan pasien

- Memberikan posisi semifowler


62

15.00 Memonitor intake dan output cairan, Produksi urine:

250cc/3jam, Input : 450cc/3jam, Balance cairan: (+)200cc/3jam Diyah

16.00 - Memonitor frekuensi, irama, upaya nafas dan TTV, TD:

140/80 mmHg, HR: 70 x/mnt, RR: 21 x/mnt, SpO2: 97%,

dyspnea (-), penggunaan otot bantu napas (-), gurgling (-),

irama napas teratur, suhu: 36.

- Melakukan fisioterapi nafas dan suction oral produksi secret


Diyah
putih, encer, minimal

- Memberikan diit entramix 200 cc per sonde retensi 0

- Melakukan tindakan delegasi memberikan inj. Paracetamol

1 gr, citicolin 250 mg I.V, manitol 100 ml

17.00 Mengubah posisi pasien miring kanan dan memastikan oksigen


Diyah
terpasang dengan benar (nasal 4 lpm)

18.00 - Memonitor intake dan output cairan. Produksi urine :

200cc/3jam, Input : 350 cc/3jam, Balance cairan (+)150cc/3jam

- Memberikan pasien posisi head up bed 15 atau 30o Diyah

19.00 - Mengajarkan pasien untuk batuk efektif

- Monitoring MAP

- Mengubah posisi pasien miring kiri dan memastikan


Diyah

oksigen terpasang dengan benar (nasal 4 lpm)

19.30 - Mengukur kesadaran pasien GCS 446


Diyah
- Memonitor frekuensi, irama, upaya nafas dan TTV, TD: 140/80

MmHg, HR: 92 x/mnt, Suhu: 36,2, RR: 22 x/mnt, SpO2: 97%,


63

dyspnea (-), irama napas teratur.

20.00 - Melakukan fisioterapi nafas dan suction oral produksi secret

putih, encer, minimal

- Memberikan diit entramix 100cc per sonde


Diyah
- Melakukan tindakan delegasi memberikan inj. Mecobalamin

500 mg I.V

21.00 - Memonitor intake dan output cairan, Produksi urine:

450cc/6jam, Input : 650cc/6jam, Balance cairan:

(+)200cc/6jam

- Melakukan tindakan delegasi memberikan inj iv.

mannitol 100 ml
Diyah
- Memonitor frekuensi, irama, upaya nafas, K/U lemah
pasien nafas dengan O2 nasal 4 lpm RR : 22 x/mnt Spo2
: 97% TD : 140/80 mmHg N : 92 x/mnt S :36,2˚C GCS
446, CRT<2 detik, Nafas cuping hidung (-), otot bantu
nafas (-), Akral hangat, kering, merah
- Mendokumentasikan hasil pemantauan
64

3.10 Evaluasi Keperawatan

Tanggal Nama dan


Evaluasi Keperawatan
dan Jam Paraf
Diagnosa 1 S : pasien mengeluh pusing berkurang
29/11/2021 O:
14.00 - K/U lemah
Diyah
- GCS : 346
- Nafas dengan O2 masker 8 lpm
- TD : 150/80 MmHg
- N : 90 x/mnt
- S :36,1˚C
- RR : 25 x/mnt
- Spo2 : 95%
- CRT<2 detik
- Dyspnea (+)
- Nafas cuping hidung (-), otot bantu nafas (+),
gurgling (+)
- Akral dingin, kering, pucat.
A : Penurunan Kapasitas Adaptif Intrakranial
P : Manajemen Pemantauan Tekanan Intrakranial
I :
- Identifikasi penyebab peningkatan TIK
- Monitor tanda gejala PTIK
- Monitor MAP
- Monitor gelombang ICP
- Monitor status pernapasan
- Monitor intake dan output cairan
- Dokumentasi hasil pemantauan
65

Diagnosa 2 S : Pasien mengeluh sesak berkurang


29/11/2021 O:
14.00 - K/U lemah
- GCS :346
- Nafas dengan O2 masker 8 lpm
- TD : 150/80 mmHg
- N : 95 x/mnt
- S :36,1˚C
- RR : 25 x/mnt
- Spo2 : 95%
- CRT<2 detik
- dyspnea (+), pernapasan cuping hidung (-),
- penggunaan otot bantu napas (+), irama napas
cepat dan teratur, ronchi -/-, gurgling (+)
- terdapat sekret di oral putih, encer, banyak
A : Pola nafas tidak efektif
P : Manajemen jalan nafas
I :
- Monitor RR, SpO2, TD, HR, frekuensi, dan
irama nafas.
- Monitor pola napas
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya sumbatan jalan nafas
- Observasi posisi trakeostomy
- Monitor daerah sekitar trakeostomy
- Atur interval waktu pemantauan respirasi
- Dokumentasikan hasil pemantauan.
Diagnosa 3 S : Pasien mengatakan tangan dan kaki masih
29/11/2021 belum bisa digerakkan
14.00 O:
- K/U: lemah
66

- GCS :346
- Nafas dengan O2 masker 8 lpm
- TD : 150/80 mmHg
- N : 95 x/mnt
- S :36,1˚C
- RR : 25 x/mnt
- Spo2 : 95%
- CRT<2 detik
- dyspnea (+), pernapasan cuping hidung (-),
penggunaan otot bantu napas (+), irama
napas cepat dan teratur, ronchi /-
- Hb : 12,2 mg/dl
- Aktiviatas sehari-hari dibantu perawat
- Kekuatan otot Ektemitas kanan atas dan
bawah 2/2 dan Ektemitas kiri atas dan
bawah 5/5,
- Rentang gerak sebelah kanan menurun
- Gerakan terbatas pada anggota gerak
sebelah kanan
- Fisik lemah pada tangan dan kaki kanan
- Pasien membatasi aktivitas
A: Gangguan mobilitas fisik
P: Dukungan mobilisasi
I:
o Monitor frekuensi jantung dan tekanan
darah sebelum memulai mobilisasi
o Memonitor toleransi fisik melakukan
pergerakan
o Monitor kondisi umum selama melakukan
mobilisasi
o Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat
67

bantu (mis. pagar tempat tidur)


Anjurkan melakukan mobilisasi
Diagnosa 1 S : Pasien mengatakan sudah tidak sakit kepala
30/11/2021 O:
14.00 - K/U lemah
Diyah
- GCS 446
- Nafas dengan O2 masker 6 lpm
- TD : 130/80 mmHg
- N : 82 x/mnt
- S :36,4˚C
- RR : 25 x/mnt
- Spo2 : 96%
- CRT<2 detik
- Dyspneu (+), Nafas cuping hidung (-), otot
bantu nafas (-)
- Akral hangat, kering, merah
A : Penurunan Kapasitas Adaptif Intrakranial
P : Manajemen Pemantauan Tekanan Intrakranial
I :
- Identifikasi penyebab peningkatan TIK
- Monitor tanda gejala PTIK
- Monitor MAP
- Monitor gelombang ICP
- Monitor status pernapasan
- Monitor intake dan output cairan
- Dokumentasi hasil pemantauan
68

Diagnosa 2 S : Pasien mengatakan sesak berkurang


30/11/2021 O:
14.00 - K/U lemah
- GCS 446
- Nafas dengan O2 masker 6 lpm
- TD : 130/80 mmHg
- N : 82 x/mnt
- S :36,4 ˚C
Diyah
- RR : 25 x/mnt
- Spo2 : 96%
- CRT<2 detik
- dyspnea (+), pernapasan cuping hidung (-),
- penggunaan otot bantu napas (-), irama napas
teratur, ronchi -/-
- sekret di mulut putih,encer,minimal
A : Pola nafas tidak efektif
P : Manajemen jalan nafas
I :
- Monitor RR, SpO2, TD, HR, frekuensi, dan
irama nafas.
- Monitor pola napas
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya sumbatan jalan nafas
- Observasi posisi tracheostomy
- Monitor daerah sekitar tracheostomy
- Atur interval waktu pemantauan respirasi
- Dokumentasikan hasil pemantauan.
69

Diagnosa 3 S : Pasien mengatakan tangan dan kaki masih


30/11/2021 belum bisa digerakkan
12.00 O:
- K/U: lemah
- GCS 446
- TD : 130/80 mmHg
- N : 82 x/mnt
- S :36,4ºC
- RR : 25 x/mnt
- Spo2 : 96%
- CRT<2 detik
- Akral hangat kering merah
- Dyspneu (+), Pernapasan cuping hidung (-),
penggunaan otot bantu napas (-), ronchi -/-
- Aktiviatas sehari-hari dibantu perawat
- Kekuatan otot Ektemitas kanan atas dan bawah
2/2 dan Ektemitas kiri atas dan bawah 5/5,
- Rentang gerak sebelah kanan menurun
- Gerakan terbatas pada anggota gerak sebelah
kanan
- Fisik lemah pada tangan dan kaki kanan
- Pasien membatasi aktivitas
A: Gangguan mobilitas fisik
P: Dukungan mobilisasi
I:
o Monitor frekuensi jantung dan tekanan
darah sebelum memulai mobilisasi
o Memonitor toleransi fisik melakukan
pergerakan
o Monitor kondisi umum selama melakukan
70

mobilisasi
o Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat
bantu (mis. pagar tempat tidur)
o Anjurkan melakukan mobilisasi

Diagnosa 1 S :pasien mengatakan tidak sakit kepala


01/11/2021 O:
21.00 - K/U lemah
- pasien nafas dengan O2 nasal 4 lpm
- GCS 446
- TD : 140/80 mmHg
- N : 92 x/mnt
- S :36,2˚C
Diyah
- RR : 22 x/mnt
- Spo2 : 97%
- CRT<2 detik
- Nafas cuping hidung (-), otot bantu nafas (-)
- Akral hangat, kering, merah
A : Penurunan Kapasitas Adaptif Intrakranial
P : Manajemen Pemantauan Tekanan Intrakranial
I :
- Identifikasi penyebab peningkatan TIK
- Monitor tanda gejala PTIK
- Monitor MAP
- Monitor gelombang ICP
- Monitor status pernapasan
- Monitor intake dan output cairan
- Dokumentasi hasil pemantauan
71

Diagnosa 2 S : Pasien mengatakan tidak sesak


01/11/2021 O:
21.00 - K/U lemah
- nafas dengan O2 nasal 4 lpm
- GCS 446
- TD : 140/80 mmHg
- N : 92 x/mnt
- S :36,2˚C
- RR : 22 x/mnt
- Spo2 : 97%
- CRT<2 detik
- dyspnea (-), pernapasan cuping hidung (-),
- penggunaan otot bantu napas (-), irama napas
teratur, ronchi -/-
- terdapat sekret di mulut minimal,encer, putih
A : pola nafas nafas tidak efektif
P : Manajemen jalan nafas
I :
- Monitor RR, SpO2, TD, HR, frekuensi, dan
irama nafas.
- Monitor pola napas
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya sumbatan jalan nafas
- Observasi posisi tracheostomy
- Monitor daerah sekitar tracheostomy
- Atur interval waktu pemantauan respirasi
- Dokumentasikan hasil pemantauan.
Diagnosa 3 S : Pasien mengatakan tangan dan kaki masih
13/11/2021 belum bisa digerakkan
12.00 O:
- K/U: lemah
72

- GCS 446
- Pasien nafas dengan O2 nasal 4 lpm
- TD : 140/80 mmHg
- N : 92 x/mnt
- S :36,2ºC
- RR : 22 x/mnt
- Spo2 : 97%
- CRT<2 detik
- Pernapasan cuping hidung (-), penggunaan otot
bantu napas (-), ronchi -/-
- Aktiviatas sehari-hari dibantu perawat
- Kekuatan otot Ektemitas kanan atas dan
bawah 2/2 dan Ektemitas kiri atas dan bawah
5/5,
- Rentang gerak sebelah kanan menurun
- Gerakan terbatas pada anggota gerak sebelah
kanan
- Fisik lemah pada tangan dan kaki kanan
- Pasien membatasi aktivitas
A: Gangguan mobilitas fisik
P: Dukungan mobilisasi
I:
o Monitor frekuensi jantung dan tekanan
darah sebelum memulai mobilisasi
o Memonitor toleransi fisik melakukan
pergerakan
o Monitor kondisi umum selama melakukan
mobilisasi
o Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat
bantu (mis. pagar tempat tidur)
o Anjurkan melakukan mobilisasi
73
BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan pemaparan dari sisi tinjauan teoritis tentang CVA ICH dan

tinjauan kasus melalui pengkajian dan observasi langsung terhadap Ny. S dengan

Diagnosa Medis CVA ICH, maka penyusun memulai pembahasan berdasarkan

urutan peristiwa yang melandasi tegaknya diagnosis CVA. Dimulai dengan pasien

datang ke IGD pada tanggal 27–11–2021 pada pukul 09.00 WIB, dengan keluhan

utama sakit kepala, badan lemas sejak 1 hari lalu dan bagian tubuh sebelah kanan

juga ikut lemas. Tekanan darah 175/98 mmHg, Nadi 66 x/menit (teraba lemah),

CRT < 2 detik, kadar haemoglobin 12,1 gr/dl, HCT 44 %. Diagnosa Medis saat di

IGD CVA ICH.

Tanggal 28-11-2021 Ny. S dipindahkan ke ISU. Px nafas dengan simple

masker 8 lpm. Saat melakukan pengkajian tanggal 29-11-2021 pasien nafas

dengan O2 masker 8 lpm, TD: 185/98 mmHg, Nadi 60 x/menit (teraba lemah),

CRT < 2 detik, %. Pasien sudah dilakukan suction, secret berwarna putih, kental,

jumlah sedang didalam mulut.

Tanggal 30-11-2021 Nafas dengan O2 masker 6 lpm SpO2: 98%, RR: 23 x/mnt,

TD: 170/88 MmH, HR: 66 x/mnt, Suhu: 36,30C, CRT < 2 detik, %. Pasien sudah

dilakukan suction, secret berwarna putih, kental, jumlah sedang didalam mulut.

Tanggal 01-12-2021 pasien nafas spontan dengan O2 nasal 4 lpm, SpO2: 97%,

RR: 22 x/mn, Suhu: 36,20C, GCS 446, TD: 150/80 MmHg, HR: 72 x/mnt

Pasien sudah dilakukan suction produksi secret encer, putih, minimal.


75

CVA pada Ny. S diakibatkan karena adanya riwayat hipertensi yang tidak

terkontrol. Pada pemeriksaan tanda – tanda vital hari selanjutnya menunjukkan

adanya perbaikan kondisi.

Penyusun melakukan pengkajian pada pasien pada tanggal 29-11-2021. Dari

hasil pemeriksaan menggambarkan kondisi peningkatan TIK yang khas.

Perawatan diberikan berdasarkan diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien

dengan masalah peningkatan TIK. Adapun diagnosa keperawatan yang penyusun

munculkan berdasarkan data-data penunjang yang ada antara lain:

1. Penurunan kapasitas adaptif intracranial berhubungan dengan edema

serebral dibuktikan dengan adanya pendarahan di otak, penurunan kesadara,

PTIK, dan tekanan darah meningkat, serta hemiplegia

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neuromuskuler

dibuktikan dengan adanya dispneu/sesak, penggunaan otot bantu

pernapasan, ortopnea, pernapasan cuping hidung, respirasi rate meningkat.

3. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskuler dibuktikan dengan:

Mengeluh sakit menggerakkan ekstremitas, Kekuatan otot menurun,

Rentang gerak (ROM) menurun, Nyeri saat bergerak, Enggan melakukan

pergerakkan, Merasa cemas saat bergerak, Sendi kaku, Gerakkan tidak

terkoordinasi, Gerakan terbatas, Fisik lemah.

Intervensi keperawatan dilakukan sesuai dengan diagnosa keperawatan yang

muncul, dilakukan tindakan observasi, terapeutik, edukasi dan kolaborasi. Semua

dikerjakan dengan hati-hati dan memperhatikan respon pasien terhadap intervensi

yang dikerjakan. Pemantauan nilai TIK menjadi hal yang wajib dilakukan setiap
76

waktu untuk mengetahui dan memprediksi kondisi pasien beberapa waktu

berikutnya.

Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai respon dan kondisi pasien

terhadap tindakan keperawatan yang sudah diberikan. Peran perawat dalam

memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan penurunan kesadaran antara

lain, menjaga status pernapasan dan tingkat kesadaran pasien dengan perfusi

perifer tetap adekuat, memastikan kondisi pasien tidak mengalami komplikasi

peningkatan intrakranial yang lebih berat sehingga akan memperburuk kondisi

pasien dan berujung pada kematian.


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Intracerebral Hemorrhage (ICH) adalah suatu keadaan perdarahan yang

terjadi dalam substansi otak, seringkali terjadi pada pasien hipertensi dan

atherosclerosis serebral karena perubahan degenaratif kedua penyakit tersebut

menyebabkan ruptur pada pembuluh darah.

Perawat harus mampu memahami konsep dan asuhan keperawatan pada

pasien dengan edema serebral dan mengalami penurunan kesadaran, sehingga

perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas, membantu

pasien memperoleh kebutuhan dasarnya, menjaga dan mempertahankan pasien

dalam kondisi yang tidak sampai mengancam jiwa.

5.2 Saran

Pemberian informasi kepada keluarga sangat penting dilakukan karena CVA

ICH merupakan masalah yang dapat mengancam jiwa. Informasi diberikan secara

periodik berdasarkan prognosis maupun kemungkinan yang akan terjadi kemudian

hari. Perawat harus mampu menjalankan peran fungsi edukasi terhadap keluarga

sehingga bisa meminimalisir kecemasan yang terjadi pada keluarga.


78

DAFTAR PUSTAKA

Ariani, T. A. (2012). Sistem Neurobehaviour. Salemba Medika.

Julianti, N. (2015). Haemorrhagic Stroke On Elderly Man With Uncontrolled

Hypertension. Agromed Unila, 2(1), 32–38.

Mangastuti, R. S., Oetoro, B. J., & Sudadi. (2014). Penatalaksanaan Anestesi

pada Pasien Stroke Hemoragik Anesthetic Management in Patients with

Hemorrhagic Stroke. JNI, 3(2), 80–87.

Muttaqin, A. (2012). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Persarafan. Salemba Medika.

Nastiti, D. (2012). Gambaran Faktor Risiko Kejadian Stroke pada Pasien Stroke

Rawat Inap di RS Krakatau Medika Tahun 2011. Universitas Indonesia.

Nurachmah, E., & Angriani, R. (2011). Dasar-Dasar Anatomi Dan Fisiologi.

Salemba Medika.

Priscilla, L. M., Karea, M. B., & Bauldoff, G. (2016). Buku Ajar Keperawatan

Medikal Bedah (5th ed.). EGC.

Qurbany, Z. T., & Wibowo, A. (2016). Stroke Hemoragik e.c Hipertensi Grade

II. Jurnal Medula, 5(2), 114–118.

Safithri, N. A. (2014). Resiliensi Pada Pasien Stroke Ringan Ditinjau Dari Jenis

Kelamin. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 02(hal 140), 241–262.

Setiadi. (2016). Dasar-dasar Anatomi dan Fisiologi Manusia. Indomedika

Pustaka.
79

Supadi. (2011). Pengaruh Elevasi Posisi Kepala Pada Klien Stroke Hemoragik

Terhadad Tekanan Rata-Rata Arterial, Tekanan Darah Dan Tekanan Intra

Kranial Di Rumah Sakit Margono Soekarjo Purwokerto Tahun 2011. Jurnal

Kesmasindo, 5(2), 154–168.

Tarwoto. (2013). Keperawatan Medikal Bedah (ganggaun sistem persyarafan).

CV. Sagung Seto.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia

(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia

(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia

(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai