Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

A
DENGAN MASALAH KEPERAWATAN UTAMA RISIKO PERFUSI
CEREBRAL TIDAK EFEKTIF DENGAN POST KRANIOTOMI DI
RUANG KENANGA RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO

Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Stase


Keperawatan Medikal Bedah (KMB) Profesi Ners

Disusun Oleh :
ISMAIL AJI
2021030035

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS A


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GOMBONG
2021
BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Risiko perfusi jaringan serebral tidak efektif merupakan suatu keadaan
dimana pasien berisiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke otak.
(SDKI, 2016).
Risiko perfusi jaringan serebral tidak efektif yaitu berisiko mengalami
penurunan sirkulasi jaringan otak yang dapat mengganggu kesehatan
(Herdman, T. H., & Kamisuru, S, 2017).
Jadi risiko perfusi jaringan serebral tidak efektif merupakan suatu
keadaan dimana pasien berisiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke
otak yang dapat mengganggu kesehatan.

B. Faktor Risiko
1. Keabnormalan masa protombin dan atau masa tromboplastin parsial.
2. Penurunan kinerja ventrikel kiri.
3. Aterosklerosis aorta.
4. Diseksi arteri.
5. Fibrilasi atrium.
6. Tumor otak.
7. Stenosis karotis.
8. Miksoma atrium.
9. Aneurisma serebri.
10. Koagulopati (mis. Anemia sel sabit).
11. Dilatasi kardiomiopati.
12. Koagulasi intravaskuler diseminata.
13. Embolisme.
14. Cedera kepala.
15. Hiperkolesteromia.
16. Hipertensi.
17. Endocarditis infektif.
18. Katup prostektik mekanis.
19. Stenosis mitral.
20. Neoplasma otak.
21. Infark miokard akut.
22. Sindrom sick sinus.
23. Penyalahgunaan zat.
24. Terapi tombolotik.
25. Efek samping tindakan (mis. Tindakan operasi bypass).
(SDKI, 2016).

C. Kondisi Klinis Terkait


1. Stroke
2. Cedera kepala
3. Aterosklerotik aortik
4. Infark miokard akut
5. Diseksi arteri
6. Embolisme
7. Endokarditis infektif
8. Fibrilasi atrium
9. Hiperkolesterolemia
10. Hipertensi
11. Dilatasi kardiomiopati
12. Koagulasi intravaskular diseminata
13. Miksoma atrium
14. Neoplasma otak
15. Segmen ventrikel kiri akinetik
16. Sidnrom sick sinus
17. Stenosis karotid
18. Stenosis mitral
19. Hidrosefalus
20. Infeksi otak (mis : meningitis, ensefalitis, abses serebri)
(SDKI, 2016)
D. Fokus Pengkajian
Fokus pengkajian keperawatan dalam Dosen Keperawatan Medikal Bedah
Indonesia (2016)

1. Riwayat
a. Berbagai gambaran klinis, bergantung pada arteri yang terkena, tingkat
kerusakan, atau luasnya sirkulasi kolateral
b. Satu atau lebih factor risiko yang ada
c. Awitan tiba-tiba hemiparesis atau hemiplegia
d. Awitan bertahap rasa pening, gangguan mental, atau kejang
e. Penurunan kesadaran atau afasia tiba-tiba
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pada stroke di hemisfer kiri, tanda dan gejalnya di sisi kanan
b. Pada stroke di hemisfer kanan tanda dan gejalnya disisi kiri
c. Pada stroke yang menyebabkan kerusakan saraf kranial, tanda gejalnya
disisi yang sama
d. Perubahan tingkat kesadaran
e. Dengan pasien yang sadar , kecemasan menyertai kesulitan komunikasi
dan mobilisasi
f. Inkontinensia urine
g. Hemiparesis atau hemiplegia disalah satu sisi tubuh
h. Penurunan refleks tendon profunda
i. Pada hemiplegia sisi kiri, mengalami masalah uang berhubungan
dengan visuospasi
j. Kemunduran fungsi sensorik
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium termask antibody anti-kardiolipin,
antifosfolipid, factor V (Leiden) yang mengalami mutase, antithrombin
III, protein S, dan protein C dapat menunjukan peningkatan resiko
thrombosis.

b. Pencitraan
1) MRI dan angiografi resonansi magnetic (MRA) memungkinkan
evaluasi lokasi dan ukuran lesi
2) Angiogragi serebral memperjelas gangguan atau kerusakan pada
diskulasi serebral dan merupakan pemeriksaan pilihan utama untuk
mengetahui aliran darah serebral secara keselurahan
3) CT-Scan mendeteksi abnormalitas struktur
4) Tomografi emisi-positron memberi data tentang metabolism
serebral dan perubahan pada aliran darah serebral
c. Prosedur Diagnostik
1) Pemeriksaan dopler transcranial mengevaluasi velositad atau
kecepatan aliran darah
2) Dopler karotis mengukur aliran yang melalui arteri karotis
3) Ekokardiogram dua dimensi mengevaluasi ada tidaknya disfugsi
jantung

4) Pemeriksaan aliran darah serebral


5) Elektrokardiografi mengevaluasi aktivitas elektrik di area infrak
korteks

E. Patofisiologi dan Pathway Keperawatan


1. Patofisiologi
Pneumocephalus didefinisikan sebagai adanya gas di dalam kompartemen intrakranial.
Penumpukan udara pada intrakranial dapat ditemukan segera (< 72 jam ) ataupun
lambat (>72 jam) pada trauma kepala beberapa hari sebelum timbulnya gejala klinis.
Apabila udara di intrakranial ini menyebabkan hipertensi intrakranial dan terjadi efek
massa dengan gejala neurologis, disebut dengan tension pneumocephalus. Pada CT
scan tension pneumocephalus akan tampak sebagai gambaran “Mount Fuji Sign”.

Beberapa etiologi yang menyebabkan pneumocephalus diklasifikasi dan disimpulkan


bahwa trauma adalah faktor etiologi yang predominan berhubungan dengan
pneumocephalus, sekitar 67-74% dari semua kasus peneumocephalus pada suatu
kelompok besar. Trauma krainio-fasialis adalah factor etiologi yang paling umum,
sebanyak 7-9% pasien menggambarkan adanya udara intracranial pada CT. Meskipun
insidens pasti dari tension pneumocephalus diantara pasien trauma
kranio-fasial tidak dikethui, gambarannya sekitar <1%.
b. Pathway

E. MASALAH KEPERAWATAN YANG MUNCUL


1. Risiko perfusi cerebral tidak efektif
2. Gangguan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot d.d kekuatan otot
menurun
3. Gangguan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi serebral d.d pasien
tidak mampu berbicara
4. Nyeri akut b.d agen cedera biologis d.d pasien mengeluh nyeri
F. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Resiko perfusi serebral tidak efektif
Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial (06194)
a. Observasi
1) Identifikasi penyebab TIK
2) Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis. Tekanan darah, Nadi,
Kesadaran)
3) Monitor MAP (Mean Arteria Pressure)
4) Monitor CVP
5) Monitor status pernapasan
6) Monitor intake dan output cairan
b. Teraupetik
1) Meminimalkan stimulasi dengan menciptakan lingkungan yang
tenang
2) Berikan posisi semi fowler
3) Hindari manuver valsava
4) Cegah terjadinya kejang
c. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan, jika perlu
2) Kolaborasi pemberian diuretic osmosis.
2. Gangguan mobilitas fisik
Dukungan mobilisasi (L.05173)
a. Observasi
1) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainya
2) Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
3) Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi
4) Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
b. Terapeutik
1) Fasilitasi mobilisasi dengan alat bantu
2) Fasilitasi melakukan pergerakan jika perlu

3) Libatkan keluarga untukmembantu pasiendalam meingkatkan


pergerakan
c. Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur mobiliasi
2) Anjurkan mobiliasi dini
3) Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan
3. Gangguan komunikasi verbal
Promosi komunikasi: Defisit bicara (I.134920)
a. Observasi :
1) Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, volume, dan diksi bicara
2) Monitor proses kognitif, anatomis, dan fisiologis yang berkaitan
dengan bicara
b. Terapeutik :
1) Sesuaikan gaya komunikasi dengan kebutuhan
2) Ulangi apa yang disampaikan pasien
c. Edukasi :
1) Anjurkan bicara perlahan
BAB II

TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
B. HASIL LABORATORIUM
(tgl 18/10/2021)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Hb 12,3 g/dl 13,2-17,3
Leukosit 8610 /uL 3800-10800
Hematokrit 36 % 40-52%
Eritrosit 3.93 10^6/uL 4.40-5.90
Trombosit 227000 /uL 150000-440000
Ureum darah 27.58 mg/dl 19-44
Kreatinin 0.52 mg/dl 0.7-1.2
GDS 115 mg/dl <140
C. TERAPI OBAT

No Terapi Dosis Rasional


1 IVFD Nacl 0,9 20 tpm Memenuhi kebutuhan cairan
2 Ceftriaxon 1 x 500 mg Membantu menghentikan
perdarahan
3 Ranitidin 2 x 50 mg Menurunkan asam lambung
4 Fenitoin 3 x 100 mg Mencegah kejang
5 Antrain 3x1g Mengurangi nyeri
6 Paracetamol 3x1g Menurunkan suhu badan
D. ANALISA DATA

No Data Fokus Problem Etiologi


1. DS : Risiko Perfusi Hipertensi
Keluarga pasien mengatakan Serebral Tidak
pasien mengalami kelemahan Efektif
anggota gerak kanan tidak bisa
bicara sejak 5 hari sebelum masuk
RS, tidak kejang dan tidak pusing.
Pasien mempunyai riwayat
operasi otak.
DO :
- Saat dikaji pasien hanya
terbaring ditempat tidurnya
- GCS : 12 E :4 M :6 V : 2
- Kekuatan otot kanan 2/1
- Kekuatan otot kiri 4/1
- TTV :
TD : 112/72 mmHg
Nadi : 116 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,7°C
- EKG : Sinus takikardi
- Kesan CT scan tention
pneumocephal, edema serebral
- Diagnosa medis: post
craniotomi evakuasi
pneumocephal
2. DS : Gangguan mobilitas Penurunan
fisik kekuatan otot
Keluarga pasien mengatakan
pasien mengalami kelemahan
anggota gerak sebelah kanan
namun sudah ada sedikit
perkembangan, keluarga pasien
juga mengatakan pasien hanya
bisa duduk dan berbaring di
tempat tidur.
DO :
- Saat dikaji pasien terbaring di
tempat tidurnya
- Pasien terlihat lemah
- GCS : 12 E: 4 M: 6 V: 2
- Kekuatan otot kanan 2/1
- Kekuatan otot kiri 4/1
TD : 112/72 mmHg
Nadi : 116 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,7°C
- EKG : Sinus takikardi
- Kesan CT scan tention
pneumocephal, edema serebral
Diagnosa medis: post
craniotomi evakuasi
pneumocephal
3 Ds: Keluarga pasien mengatakan Risiko infeksi Prosedur invasif
pasien sudah menjalani 3 kali
operasi otak akibat tumor diotak.
Do:
- Terdapat lika post operasi
kraniotomi dibagian frontal
melintang sepanjang 25 cm,
luka tampak bersih
- Leukosit: 8610
- TD : 112/72 mmHg
- Nadi : 116 x/menit
- RR : 20 x/menit
- S : 36,7°C
- Post craniotomi
- Post VP Shunt

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL :


1. Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif Berhubungan Dengan Hipertensi
2. Gangguan Mobilitas Fisik b.d Penuruan Kekuatan Otot d.d kekuatan
otot menurun
3. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan
1. Risiko Perfusi Setelah dilakukan tindakan Manajemen
Serebral selama 2x24 jam diharapkan peningkatan
masalah tekanan intracranial
Tidak Efektif keperawatan risiko perfusi (I.06194)
(D.0017) serebral tidak efektif dapat Observasi :
teratasi dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi
Perfusi Serebral peningkatan TIK.
(L.02014) (mis. Lesi, gangguan
- Tingkat kesadaran metabolism, edema
meningkat serebral)
- Gelisah menurun 2. Monitor tanda dan
gejala TIK. (mis. TD
meningkat tekanan nadi
melebar dll)
Terapeutik :
1. Minimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang
tenang
2. Berikan posisi
senyaman mungkin.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
antikonvulsan
2 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Dukungan mobilisai
Mobilitas selama 2x24 jam diharapkan (I.05173)
masalah Observasi :
Fisik (D.0054) keperawatan gangguan 1. Identifikasi adanya
mobilitas fisik dapat teratasi nyeri atau keluhan fisik
dengan kriteria hasil : lainnya
Mobilitas fisik (L.05042) 2. Monitor frekuensi
- Pergerakan ekstremitas jantung dan tekanan
meningkat darah sebelum
- Kekuatan memulai mobilisasi
otot meningkat 3. Monitor kondisi
- Rentang gerak ROM umum selama
meningkat melakukan mobilisasi
- Kelemahan fisik Terapeutik :
menurun 1. Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu (mis : pagar
tempat tidur)
2. Fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu
3. Libatkan keluarga
untuk membantu

4. Pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
5. Fasilitasi melakukan
pergerakan (ROM)
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi

3 Risiko Infeksi Setelah dilakukan intervensi Perawatan area insisi


2x24 jam maka tingkat
D.0142 I.14558
infeksi dapat terkendali :
(L.14137) 1. Monitor tanda gejala
1. Kadar sel darah putih infeksi
membaik 2. Bersihkan area insisi
2. Nyeri cukup menurun dengan pembersih yang
3. Kultur darah cukup tepat
membaik 3. Ganti balutan luka sesuai
jadwal.
Pemberian obat I.02062
Observasi
- Monitor tanda-tanda vital
(jika perlu)
Edukasi
- Jelaskan jenis obat, alas an
pemberian, Tindakan yang
diharapkan dan efek
samping
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi hari ke 1
Tanggal No IMPLEMENTASI RESPON TTD
/Jam Dx

Senin, 25 3 Mengkaji luka invasive


S: Keluarga klien
/10/2021 bagian kepala mengatakan terdapat luka
09.30 di bagian depan kepala
dan bagian pantat
O:
- Terdapat luka tekan
dibagian pantat,
kondisi luka baik,
luas luka 3x4 cm
- Terdapat luka jahitan
sepanjang 25 cm di
bagian depan kepala.
Kondisi luka baik,
tidak ada pus.
09.40 3 Melakukan tindakan aseptik
S: -
dan melakukan perawatan
O: Ekspresi pasien
luka tampak menahan nyeri
selama perawatan luka
1.2 Mengkaji KU pasien, S : Keluarga pasien
10.30
pengkajian terhadap pasien mengatakan pasien
mengalami kelemahan
anggota gerak kanan,
sejak 3 hari tidak bisa
bicara , Pasien
mempunyai riwayat
operasi otak 3 kali
O:
- KU lemah
- Vital sign
- TD : 112/72 mmHg
- Nadi : 116 x/menit
- RR : 20 x/menit
- S : 36,7°C
10.30 1 Memonitor tanda S : Keluarga pasien
mengatakan pasien
gejala TIK
tidak mual dan
muntah
O:
- TD : 112/72 mmHg
- Nadi : 116 x/menit
- Pasien tampak tidak
menahan nyeri
- Pasien tampak tidak
gelisah.
- GCS: 12 E:4 M:6 V:
2
10.40 1 Mempertahankan posisi S:
Semi fowler pada pasien O: Klien tampak lebih
nyaman
10.45 1,3 Memberikan terapi S: -
farmakologis O: Injeksi obat
- Ceftriaxon 1 x 500
mg
- Ranitidin 2 x 50 mg
- Fenitoin 3 x 100 mg
- Paracetamol 3 x 1 g
11.00 2 Memonitor status neurologi S : Keluarga klien
dan kekuatan otot mengatakan klien
mengalami kelemahan
anggota gerak sebelah
kanan
O:
- GCS : 12 E: 4 M: 6
V: 2
- Kekuatan otot kanan
2/1
Kekuatan otot kiri 4/1
11.10 2 Membantu pasien untuk S : Keluarga pasien
latihan rentang gerak mengatakan belum
pernah melakukan
latihan rentang gerak
O: Klien dibantu
melakukan latihan
rentang gerak aktif dan
pasif.
Implementasi hari ke 2

Tanggal No IMPLEMENTASI RESPON TTD


/Jam Dx

Selasa, 26 3 Mengkaji luka invasive


S: Keluarga klien
/10/2021 bagian kepala
10.30 mengatakan terdapat
luka di bagian depan
kepala dan bagian pantat
O:
- Terdapat luka tekan
dibagian pantat,
kondisi luka baik,
luas luka 3x4 cm
- Terdapat luka jahitan
sepanjang 25 cm di
bagian depan kepala.
Kondisi luka baik,
tidak ada pus.
10.30 3 Melakukan tindakan aseptik
S:-
O:
- Terdapat luka tekan
dibagian pantat,
kondisi luka baik,
luas luka 3x4 cm

- Terdapat luka jahitan


sepanjang 25 cm di
bagian depan kepala.
Kondisi luka baik,
tidak ada pus.
Selasa, 26 1.2 Mengkaji KU pasien, S : Keluarga pasien
/10/2021 pengkajian terhadap pasien mengatakan pasien
10.30 mengalami kelemahan
anggota gerak kanan,
sejak 3 hari tidak bisa
bicara , Pasien
mempunyai riwayat
operasi otak 3 kali
O:
- KU lemah
- Vital sign
- TD : 126/79 mmHg
- Nadi : 109 x/menit
- RR : 20 x/menit
- S : 36,`7°C
10.30 1 Memonitor tanda S : Keluarga pasien
mengatakan pasien
gejala TIK
tidak mual dan
muntah
O:
- TD : 126/79 mmHg
- Nadi : 109 x/menit
- Pasien tampak tidak
menahan nyeri
- Pasien tampak tidak
gelisah.
- GCS: 12 E:4 M:6 V:
2
10.40 1 Mempertahankan posisi S:
Semi fowler pada pasien O: Klien tampak lebih
nyaman
10.45 1,3 Memberikan terapi S: -
farmakologis O: Injeksi obat
- Ceftriaxon 1 x 500
mg
- Ranitidin 2 x 50 mg
- Fenitoin 3 x 100 mg
- Paracetamol 3 x 1 g
11.00 2 Memonitor status neurologi S : Keluarga klien
dan kekuatan otot mengatakan
klien
mengalami kelemahan
anggota gerak sebelah
kanan
O:
- GCS : 12 E: 4 M: 6
V: 2
- Kekuatan otot kanan
2/1
Kekuatan otot kiri 4/1

11.10 2 Membantu pasien untuk S : Keluarga pasien


latihan rentang gerak mengatakan belum
pernah melakukan
latihan rentang gerak
O: Klien dibantu
melakukan latihan
rentang gerak aktif dan
pasif.

Implementasi hari ke 3
Tanggal No IMPLEMENTASI RESPON TTD
/Jam Dx

Rabu, 27 3 Mengkaji luka invasive


S: Keluarga klien
/10/2021 bagian kepala mengatakan terdapat luka
17..30 di bagian depan kepala
dan bagian pantat
O:
- Terdapat luka tekan
dibagian pantat,
kondisi luka baik
warna kemerahan,
luas luka 3x4 cm
- Terdapat luka jahitan
sepanjang 25 cm di
bagian depan kepala.
Kondisi luka baik,
tidak ada pus.
17.40 3 Melakukan tindakan aseptik
S: -
- O: Terdapat luka
tekan dibagian pantat,
kondisi luka baik,
luas luka 3x4 cm

- Terdapat luka jahitan


sepanjang 25 cm di
bagian depan kepala.
Kondisi luka baik,
tidak ada pus.
1.2 Mengkaji KU pasien, S : Keluarga pasien
17.50
pengkajian terhadap pasien mengatakan pasien
mengalami kelemahan
anggota gerak kanan,
sejak 3 hari tidak bisa
bicara , Pasien
mempunyai riwayat
operasi otak 3 kali
O:
- KU lemah
- Vital sign
- TD : 114/80 mmHg
- Nadi : 110 x/menit
- RR : 20 x/menit
- S : 36,7°C
18.30 1 Memonitor tanda S : Keluarga pasien
mengatakan pasien tidak
gejala TIK
mual dan muntah
O:
- TD : 114/80 mmHg
- Nadi : 110 x/menit
- Pasien tampak tidak
menahan nyeri
- Pasien tampak tidak
gelisah.
- GCS: 12 E:4 M:6 V:
2

18.40 1 Memberikan posisi S:


Semi fowler pada pasien O: Klien tampak lebih
nyaman
18.45 1,3 Memberikan terapi S: -
farmakologis O: Injeksi obat
- Ceftriaxon 1 x 500 mg
- Ranitidin 2 x 50 mg
- Fenitoin 3 x 100 mg
- Paracetamol 3 x 1 g
19.00 2 Memonitor status neurologi S : Keluarga klien
dan kekuatan otot mengatakan klien
mengalami kelemahan
anggota gerak sebelah
kanan
O:
- GCS : 12 E: 4 M: 6 V:
2
- Kekuatan otot kanan
2/1
Kekuatan otot kiri 4/2
19.10 2 Membantu pasien untuk S : Keluarga pasien
latihan rentang gerak mengatakan belum
pernah melakukan
latihan rentang gerak
O: Klien dibantu
melakukan latihan
rentang gerak aktif dan
pasif.

D. EVALUASI KEPERAWATAN
No Evaluasi TTD
Dx

Rabu, 27/10/2021 jam 14.00


1 S:
Keluarga pasien mengatakan pasien mengalami kelemahan
anggota gerak sebelah kanan, sejak 5 hari sebelum masuk
rumah sakit tidak bisa bicara tiba –tiba, tidak kejang tidak
pusing . Pasien mempunyai riwayat operasi tumor,
O:
- Saat dikaji pasien hanya terbaring ditempat tidurnya
- GCS : 12 E:4 M:6 V:2
- TTV :
TD : 114/80 mmHg
Nadi : 110 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,2°C
- Post pemasangan VP shunt dan kraniotomi.
- Pandangan mata pasien tampak kosong
A : Masalah keperawatan risiko perfusi serebral tidak efektif
belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1. Monitor tanda dan gejala TIK. (mis. TD meningkat
tekanan nadi melebar dll)
2. Minimalkan stimulus dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
3. Pertahankan posisi semi fowler.
4. Kolaborasi pemberian obat anti kejang
2 DS :
Keluarga pasien mengatakan pasien mengalami kelemahan
anggota gerak sebelah kanan, Keluarga pasien juga
mengatakan pasien tidak bisa jalan dan semua aktivitasnya
dibantu oleh bapak dan ibunya.
DO :
- Saat dikaji pasien terbaring di tempat tidurnya
- Semua aktivitasnya dibantu oleh bapak dan ibunya
- Pasien terlihat lemah
- GCS : 12 E4M6V2
- Kekuatan otot kanan 2/1
Kekuatan otot kiri 4/2
A : Masalah keperawatan gangguan mobilitas fisik belum
teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
2. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
3 S : - Keluarga pasien mengatakan terdapat luka di bagian depan
kepala dan tiba-tiba ada luka di pantat.
O:
- Terdapat luka tekan dibagian pantat, kondisi luka baik, luas
luka 3x4 cm, warna kemerahan.

- Terdapat luka jahitan sepanjang 25 cm di bagian depan


kepala. Kondisi luka baik, tidak ada pus.
A : - Risiko infeksi terkendali
P : Lanjutkan intervensi
- Terapkan prinsip aseptik
- Ganti balut setiap 2 hari
- Edukasi peningkatan nutrisi
- Kolaborasi pemberian antibiotik
BAB 3
PEMBAHASAN

Pneumocephalus didefinisikan sebagai adanya gas di dalam


kompartemen intrakranial. Penumpukan udara pada intrakranial dapat
ditemukan segera (< 72 jam ) ataupun lambat (>72 jam) pada trauma kepala
beberapa hari sebelum timbulnya gejala klinis. Apabila udara di intrakranial ini
menyebabkan hipertensi intrakranial dan terjadi efek massa dengan gejala
neurologis, disebut dengan tension pneumocephalus. Pada CT scan tension
pneumocephalus akan tampak sebagai gambaran “Mount Fuji Sign”.

Iskemik pada otak akan mengakibatkan perubahan pada sel neuron otak
secara bertahap. Tahap pertama diawali dengan penurunan aliran darah
sehingga menyebabkan sel-sel neuron akan kekurangan oksigen dan nutrisi. Hal
ini menyebabkan kegagalan metabolism dan penurunan energi yang dihasilkan
oleh sel neuron tersebut. Sedangkan pada tahap II, ketidakseimbangan suplai
dan kebutuhan oksigen tersebut memicu respons inflamasi dan diakhiri dengan
kematian sel serta apoptosis terhadapnya (Dosen Keperawatan Medikal-Bedah
Indonesia, 2016).

Kelemahan otot merupakan dampak nyata yang terjadi pada pasien


dengan gangguan persyarafan. Guna mempertahankan atau memelihara
kekuatan otot, mobilitas persendian, dan menstimulasi sirkulasi, maka
diperlukan Range Of Motion (ROM). Peningkatan angka kejadian stroke dan
kecacatan yang ditimbulkan dapat diatasi dengan Range of Motion (ROM).
Menurut penelitian yang dilakukan Susanti (2019) menyebutkan bahwa
terdapat pengaruh antara Range Of Motion (ROM) terhadap kekuatan otot pada
pasien stroke karena setiap responden mengalami peningkatan skala kekuatan
otot setelah dilakukan ROM dengan cara menggenggam bola. Pada pasien Tn.
A keterbatasan gerak terjadi pada bagian kanan penerapan tindakan ROM aktif
dapat dilakukan karena kekuatan otot pasien Kekuatan otot kanan 2/1,
Kekuatan otot kiri 4/2.
Selain mobilitas fisik yang terganggu, pasien dengan diagnosa
pnenosephal sangat mungkin mengalami peningkatan tekanan intrakranial
yang menyebabkan pasien pusing dan mual, pemantauan hemodinamik dan
status mental harus dilakukan secara berkala untuk mencegah penurunan
kesadaran dan perburukan kondisi pasien. Tingkat kesadaran pasien saat dikaji
apatis dengan GCS: 13. Pasien berbicara pelo, tekanan darah pasien 114/80
mmHg, nadi: 110. Pasien tidak mengalami kejang. Sementara itu terapi
farmakologi yang diresepkan dokter antara lain: Ceftriaxon 1 x 500 mg,
Ranitidin 2 x 50 mg, Fenitoin 3 x 100 mg, Paracetamol 3 x 1 g.
Abla, A. A., Wilson, D. A., Williamson, R. W., Nakaji, P., Mcdougall, C. G.,
Zabramski, J. M., Albuquerque, F. C., & Spetzler, R. F. (2014). The
relationship between ruptured aneurysm location, subarachnoid hemorrhage
clot thickness, and incidence of radiographic or symptomatic vasospasm in
patients enrolled in a prospective randomized controlled trial: Clinical article.
Journal of Neurosurgery. https://doi.org/10.3171/2013.10.JNS13419
Anita Shinta Kusuma dan Oktavia Sara. (2020). Penerapan prosedur latihan ROM
pasif sedini mungkin pada pasien stroke non hemoragik (SNH). Jurnal
Ilmiah Indonesia , Vol. 5 No. 10.

Herdman, T. Heather. (2018). NANDA International Diagnosis Keperawatan:


Definisi & Klasifikasi 2015-2017, Edisi 10. Jakarta: EGC.
Kurniawan, M., Suharjanti, I., & Pinzon, R. T. (2016). Acuan Panduan Praktis
Klinis Neurology 2016. Pedoman Tatalaksana Epilepsi Untuk Dokter Umum:
Kelompok Studi Epilepsi Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
(PERDOSSI).
Mubarak et all. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Salemba Medika.
Muttaqin, A. (2014). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016). Standar Diagnosis Keprawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2018). Standar Luaran Keprawatan Indonesia
Definisi dan Kritria Hasil Keperawatan. Jakarta: PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2018). Standar Intervensi Keprawatan Indonesia
Definisi danTindakan Keperawatan. Jakarta: PPNI

Anda mungkin juga menyukai