Anda di halaman 1dari 86

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.Y (55 THN) DENGAN


SEQUEL STROKE DI RSUD CICALENGKA BANDUNG”

DISUSUN OLEH :
ASTRIA WENDAHSARY 312020046
HERU PARNO MULYADI 312020051
NINDI PUSPITA SARI 312020027
RINNE YULIANTI 312020032
YAYUK YUNIAWATI 312020037

UNIVERSITAS ‘AISYIYAH BANDUNG


PROGRAM ALIH JENJANG S1 KEPERAWATAN
2020

i
DAFTAR TILIK PENILAIAN MAKALAH
NO ASPEK KRITERIA B N BxN
PENILAIAN
1 KELENGKAPAN 1 Konsep lengkap dan integratif
KONSEP 2 Konsep lengkap dan integratif
3 konsep hanya sebagian
4 hanya menunjukan sebagain
kecil
2 KEBENARAN 1 tepat, lengkap baik analisis
KONSEP maupun sintesis
2 konsep diungkapkan dengan
tepat, namun deskriptif
3 diungkapkan, namun masih ada
uang terlewatkan
4 kurang terungkapkan dan
bertele-tele
3 BAHASA 1 untuk mencari tahu konsep lebih
dalam
2 bahasa menambah informasi
pembaca
3 terlalu menambah pengetahuan
4 disampaikan tidak menarik dan
membingungkan
4 KERAPIAN 1 dengan pedoman penulisan
makalah, menarik dan dijilid
dengan rapi
2 dengan pedoman penulisan
makalah, tidak menarik dan
dijilid rapi
3 pedoman penulisan dan dijilid
rapi
4 pedoman penulisan , tidak
menarik, dan tidak dijilid

ii
DAFTAR TILIK PENILAIAN KELOMPOK PRESENTASI BELAJAR
NO ASPEK KRITERIA B N BxN
PENILAIAN
1 PARTISIPASI 1 SEBAGIAN KECIL ANGGOTA
ANGGOTA Mengembangkan pertanyaan, jawaban,
kesimpulan, pendapat, dan sanggahan
2 SETENGAH DARI ANGGOTA
Mengembangkan pertanyaan, jawaban,
kesimpulan, pendapat, dan sanggahan
3 SEBAGIAN BESAR ANGGOTA
Mengembangkan pertanyaan, jawaban,
kesimpulan, pendapat, dan sanggahan
4 SELURUH ANGGOTA Mengembangkan
pertanyaan, jawaban, kesimpulan,
pendapat, dan sanggahan
2 MEDIA 1 Memudahkan pembaca memahami inti
PRESENTASI pembahasan
2 Menarik
3 Kreatif
4 Inovatif
5 Mudah terbaca jelas hingga jarak tertentu
6 Menunjukkan kerapian dan sistematis
3 PENGUASAAN 1 Menguasai hanya sebagian kecil materi
MATERI pembahasan
2 Menguasai hanya sebagian materi
pembahasan
3 Menguasai sebagian besar materi
pembahasan
4 Menguasai seluruh pembahasan materi dan
dikembangkan secara kompleks

4 KERAPIAN 1 dengan pedoman penulisan makalah,


menarik dan dijilid dengan rapi
2 dengan pedoman penulisan makalah, tidak
menarik dan dijilid rapi
3 pedoman penulisan dan dijilid rapi
4 pedoman penulisan , tidak menarik, dan
tidak dijilid
4= Apabila 5-6 kriteria terpenuhi
3= Apabila 3-4 kriteria terpenuhi
2= Apabila 2 kriteria terpenuhi
1= Apabila 1 kriteria terpenuhi
TOTAL = (B X N)/10 X 25
Bandung, …………………………..
Pengajar/Fasilitator

(………………………………………..)
Nama Jelas dan gelar

iii
DAFTAR TILIK PENILAIAN PEER-GROUP
Penilaian Kelompok
No Nama Mahasiswa (kerjasama, kontrobusi dan partisipasi)
Rentang nilai 0-100

Bandung, …………………………..
Pengajar/Fasilitator

(………………………………………..)
Nama Jelas dan gelar

iv
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas Rahmat
dan Karunia-Nya sehingga makalah “Asuhan Keperawatan Pada Ny.C (55 thn)
Dengan Sequel Stroke Di RSUD Cicalengka Bandung” dapat diselesaikan dan
di presentasikan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah I. Dengan dipenuhinya penugasan tersebut maka
diharapkan akan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman bagi peserta didik
khususnya kelompok 3 dan bagi kelas pada umumnya.
Selama penyusunan makalah ini, banyak pihak yang telah berkontribusi.
Semoga segala bentuk kontribusi yang telah diberikan mendapatkan balasan yang
berlipat ganda dari Tuhan Yang Maha Pemurah.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, kami sangat
terbuka dalam menerima masukan-masukan untuk semakin menyempurnakan
makalah ini.

Bandung, November 2020

Kelompok III
Matakuliah KMB I

v
DAFTAR ISI

DAFTAR TILIK PENILAIAN MAKALAH ...................................................... ii


DAFTAR TILIK PENILAIAN KELOMPOK PRESENTASI BELAJAR .... iii
DAFTAR TILIK PENILAIAN PEER-GROUP ................................................ iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Tujuan .......................................................................................................... 2
1. Tujuan Umum........................................................................................... 2
2. Tujuan Khusus .......................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORITIS .......................................................................... 4
A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf ............................................................ 4
B. Konsep Penyakit Stroke ............................................................................... 7
1. Pengertian ................................................................................................. 7
2. Etiologi ..................................................................................................... 7
3. Patofisiologi ............................................................................................ 12
4. Klasifikasi ............................................................................................... 14
5. Prognosis ................................................................................................ 15
6. Tanda-tanda dan gejala ........................................................................... 16
7. Interpretasi hasil tes ................................................................................ 16
8. Tindakan ................................................................................................. 16
C. Konsep Asuhan Keperawatan .................................................................... 18
1. Pengkajian Keperawatan ........................................................................ 18
2. Diagnosa Keperawatan ........................................................................... 25
3. Intervensi Keperawatan .......................................................................... 27
4. Implementasi Keperawatan .................................................................... 35
5. Evaluasi Keperawatan ............................................................................ 35
BAB III KASUS DAN PEMBAHASAN ........................................................... 36
A. Asuhan Keperawatan Pada NY. C (55 Tahun) Dengan Sequel Stroke...... 36
1. Pengkajian .............................................................................................. 36

vi
2. Diagnose keperawatan berdasarkan skala prioritas ................................ 45
3. Perencanaan ............................................................................................ 46
4. Implementasi Keperawatan .................................................................... 54
5. Evaluasi Keperawatan ........................................................................... 60
B. Pembahasan ................................................................................................ 64
Studi Kasus Kelompok 3 ............................................................................. 64
1. Pengkajian .............................................................................................. 65
2. Diagnosa keperawatan ............................................................................ 71
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN............................................................. 74
A. Kesimpulan ................................................................................................ 74
B. Saran........................................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 76

vii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem persarafan mempunyai kemampuan untuk mengoordinasi,
menafsirkan dan mengontrol interaksi antara individu dengan lingkungan
sekitarnya. Pengaturan saraf tersebut memungkinkan terjadinya komunikasi
antara berbagai sistem tubuh hingga menyebabkan tubuh berfungsi sebagai unit
yang harmonis. Dalam sistem inilah terdapat segala fenomena kesadaran,
fikiran, ingatan, Bahasa sensasi, dan gerakan. Kemampuan untuk dapat
memahami, mempelajari, dan merespon suatu rangsangan merupakan hasil
kerja terintegrasi system persyarafan yang mencapai puncaknya dalam
membentuk kepribadian dan tingkah laku individu.
Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat modern
saat ini. Dewasa ini, stroke semakin menjadi masalah serius yang dihadapi
hampir diseluruh dunia. Hal tersebut dikarenakan serangan stroke yang
mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental baik
pada usia produktif maupun usia lanjut (Junaidi, 2011).
Stroke menempati peringkat ke-2 penyebab utama kematian secara global
(WHO, 2020). Kematian akibat stroke sebesar 51% di seluruh dunia
disebabkan oleh tekanan darah tinggi. Selain itu, diperkirakan sebesar 16%
kematian stroke disebabkan tingginya kadar glukosa darah dalam tubuh.
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2018, prevalensi penyakit stroke di
Indonesia meningkat seiring bertambahnya umur. Kasus stroke tertinggi yang
terdiagnosis tenaga kesehatan adalah usia 75 tahun keatas (50,2%) dan
terendah pada kelompok usia 15-24 tahun yaitu sebesar 0,6%. Prevalensi stroke
berdasarkan jenis kelamin lebih banyak laki-laki (11.0%) dibandingkan dengan
perempuan (10.9%). Berdasarkan tempat tinggal, prevalensi stroke di
perkotaan lebih tinggi (12.6%) dibandingkan dengan daerah pedesaan (8.8%).
Prevalensi kasus stroke tertinggi terdapat di Provinsi Kalimantan timur
(14,7%) dan terendah di Provinsi Papua (4,1%), sedangkan Provinsi Jawa Barat

1
sebesar 11.0%. Prevalensi stroke antara laki-laki dengan perempuan hampir
sama (Kemenkes, 2018).
Penyakit stroke sering dianggap sebagai penyakit yang didominasi oleh
orang tua. Dulu, stroke hanya terjadi pada usia tua mulai 60 tahun, namun
sekarang mulai usia 40 tahun seseorang sudah memiliki risiko stroke,
meningkatnya penderita stroke usia muda lebih disebabkan pola hidup,
terutama pola makan tinggi kolesterol. Berdasarkan pengamatan di berbagai
rumah sakit, justru stroke di usia produktif sering terjadi akibat kesibukan kerja
yang menyebabkan seseorang jarang olahraga, kurang tidur, dan stres berat
yang juga jadi faktor penyebab (Dourman, 2013).
Gejala lain yang mencolok pada penderita stroke adalah kelemahan atau
kelumpuhan salah satu sisi tubuh. Penderita stroke akan mengalami kesulitan
saat berjalan karena gangguan pada kekuatan otot, keseimbangan dan
koordinasi gerak, sehingga kesulitan dalam melakukan aktivitas seharihari.
Latihan gerak mempercepat penyembuhan pasien stroke, karena akan
mempengaruhi sensasi gerak di otak (Irdawati, 2012).
Berdasarkan data di atas pentingnya dilakukan asuhan keperawatan pada
pasien dengan gangguan sistem saraf stroke.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan penulisan secara umum adalah agar mahasiswa dapat
memahami asuhan keperawatan gangguan sistem saraf pada kasus stroke.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat memahami gangguan sistem saraf stroke mengenai
definisi, etiologi, manifestasi klinik, patofisiologi dan
penatalaksanaannya.
b. Mahasiswa dapat memahami pengkajian keperawatan pada pasien
stroke mulai anamnesa, riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, dan
aspek spriritual.

2
c. Mahasiswa dapat memahami analisis keperawatan pada kasus stroke
dan diagnosa keperawatan yang muncul
d. Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan (Pengkajian,
Diagnosa Keperawatan, Intervensi, Implementasi dan Evaluasi) pada
pasien dengan gangguan sistem saraf pada kasus stroke.

3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf


Sistem saraf merupakan kontrol utama dalam tubuh manusia. (dwi cahyani
ratna sari, dkk:2020). Sistem persyarafan mempunyai kemampuan untuk
mengoordinasi, menafsirkan dan mengontrol interaksi antara individu dengan
lingkungan sekitarnya. Pengaturan saraf tersebut memungkinkan terjadinya
komunikasi antara berbagai sistem tubuh hingga menyebabkan tubuh berfungsi
sebagai unit yang harmonis. Dalam sitem inilah terdapat segala fenomena
kesadaran, fikiran, ingatan, Bahasa sensasi, dan gerakan. Kemampuan untuk
dapat memahami, mempelajari, dan merespon suatu rangsangan merupakan
hasil kerja terintegrasi sistem persyarafan yang mencapai puncaknya dalam
membentuk kepribadian dan tingkah laku individu.
Sistem saraf dibagi menjadi system saraf pusat dan system saraf perifer/
tepi (SST). System saraf pusat terdiri atas otak dan sumsum tulang belakang.
System saraf perifer (permukaan) berisi saraf sumsum (spinal) dan saraf
peripheral.

Gambar 1: Sistem syaraf pusat dan perifer

4
Komponen dasar sistem saraf adalah sel saraf atau neuron. Satu neuron
terdiri atas nucleus (di dalam badan sel). Dendrit (yang menerima sinyal),
akson (perluasan dari sel yang dapat menyampaikan suatu impuls ke sel saraf
berikutnya). Dan terminal akson (yang dapat memancarkan sinyal ke sel lain).
Pesan dikirim dari satu sel saraf ke sel saraf lain, memotong suatu sinapsis (atau
gap) diantara sel-sel. Neurotranmiter adalah bahan kimia yang di lepaskan oleh
neuron presynaptic untuk meningkatkan kuomunikasi antara sel-sel saraf. Ada
reseptor spesifik untuk neurotranmiter yang berbeda pada neuron postsynaptic.
Secara elektrik ion yang telah diberi daya memancarkan sinyal sepanjang
selaput sel dari sel saraf. Suatu lapisan myelin di permukaan luar dari sel saraf
membantu mempercepat transmisi di sepanjang sel saraf. Lapisan myelin ini
juga memberi warna putih pada sel-sel saraf.

Gambar 2: Struktur Neuron


Beberapa neuron adalah neuron aferen. Mereka membawa informasi
sensori dari area peripheral tubuh ke sitem saraf pusat. Neuron-neuron ini tidak
mempunyai dendrit. Motor neuron-neuron yang memancarkan informasi dan
system saraf pusat ke otot atau kelenjar adalah neuron eferen.
Otak dilindungi di dalam tengkorak. Lapisan tejauh dari otak adal korteks
celebral, yang nenyusun terutama badan sel neural, memberi penampilan
kelabu. Korteks cerebral dibagi menjadi hemisfer kanan dan hemisfer kiri dan
belahan depan, parietal, occipital, dan temporal. Area depan mempunyai area

5
motor dan pre-motor, juga area Broca, yang mengendalikan artikulasi suara,
perilaku, pengambilan keputusan moral, dan ledakan emosional. Area ubun-
ubun (parietal) menginterpretasikan stimulus sensori, sakit dan sentuhan.
Belahan pelipis (temporal lobe) dilibatkan dalam pengolahan indera
pendengar, penafsiran Bahasa (area Wernicke), dan formasi memori, serta
penyimpanan. Belahan kepala belakang (occipital lobe) adalah tempat kortek
visual. Diencepalon meliputi thalamus, hipotalamus, dan basal ganglia.
Thalamus meyiarkan ulang informasi sensori dari badan sel ke bagian-bagian
yang sesuai di korteks cerebral. Pesan-pesan yang datang dari korteks cerebral
dilewatkan melalui thalamus ke badan sel. Hipotalamus mengendalikan fungsi
neuroendokrin dan menjaga homeostatis, atau konstanitas, di dalam badan sel.
Basal ganglia mengendalikan pergerakan yang sangat terampil yang
memerlukan presisi tanpa pikiran disengaja. Batang otak terdiri atas jaringan
saraf otak, sumsum sambung (medulla oblingata), dan otak tengah.

Gambar 3: Sistem saraf otak


Tulang punggung dilindungi di dalam tulang belakang. Baik serabut
motoric dan sensori ada di dalam tulang punggung. Saraf motor berada di
sepanjang tanduk depan dan saraf sensori brada di tanduk belakang tulang
punggung. Dengan demikian, serabut saraf motor lebih terlindungi dari cedera
traumatik.

6
B. Konsep Penyakit Stroke
1. Pengertian
Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan
oleh gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan
dapat menimbulkan cacat atau kematian (Munir, 2015).
Definisi stroke menurut World Health Organization adalah tanda-tanda
klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak baik fokal
maupun global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih, dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain selain
vaskuler (Munir, 2015).
Definisi lain dari Stroke adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan perubahan neurologis yang disebabkan oleh adanya
gangguan suplai darah kebagian otak. Dua jenis stroke yang utama adalah
ischemic dan hemorraghic (Black J., 2014).
Dari beberapa pengertian stroke menurut ahli diatas dapat disimpulkan
bahwa stroke adalah suatu penyakit atau gangguan pada sistem neurologis
yang terjadi akibat kurangnya suplai oksigen ke otak secara mendadak
dapat terjadi karena adanya sumbatan atau pecahnya pembuluh darah ke
otak yang dapat menimbulkan gejala-gejala bahkan menyebabkan
kematian.

2. Etiologi
Stroke dikenal sebagai cerebrovascular accident (CVA) atau serangan
otak. Persediaan darah diintrupsi untuk bagian tertentu dari otak,
menyebabkan sel otak mati; ini mengakibatkan pasien kehilangan fungsi
otak di dalam area yang terpengaruh. Gangguan pada umumnya
disebabkan oleh suatu sumbatan pada aliran darah arterial (ischemic
stroke), seperti pembentukan gumpalan darah (hemorrhagic stroke). Suatu
gumpalan darah dapat berkembang dari sepotong plak yang tidak stabil,
atau suatu embolus yang berjalan dari bagian lain tubuh dan berhenti di
pembuluh darah. Pendarahan mungkin terjadi sebagai hasil dari trauma

7
atau secara spontan, seperti pada hipertensi tak terkendali. Ischemia terjadi
ketika darah tidak cukup mencapai jaringan otak. Ini mengakibatkan
kurangnya ketersediaan oksigen (hipoksia) dan glukosa (hipoglisemia)
pada otak. Ketika gizi tidak tersedia untuk periode panjang, sel otak mati,
menyebabkan suatu area infarktus. Deficit permanen diakibatkan oleh
infarktus. Ada peningkatan risiko stroke pada pasien dengan sejarah
hipertensi, diabetes mellitus, kolestrol tinggi, fibrilasi atrial, obesitas,
merokok, atau penggunaan kontrasepsi secara oral.
Pasien dapat juga mengalami transient ischemic attack (TIA) di mana
gejala di akibatkan oleh masalah temporer dengan darah mengalir ke suatu
area khusus otak. Gejala mempunyai jangka waktu antara beberapa menit
dan 24 jam.
Gangguan pasokan aliran darah ke otak dapat terjadi dimana saja di
dalam arteri-arteri yang membentuk sirkulasi Willisi yaitu arteri karotis
interna dan sistem vetebrobasilar dan semua cabang-cabangnya. Secara
umum, apabila aliran darah ke jaringan kejaringan otak terputus selama
15-20 menit akan terjadi infark atau kematian jaringan (Dosen
Keperawatan Medikal Bedah, 2017).
Berikut adalah hal-hal yang menyebabkan gangguan peredaran darah
otak, yaitu:
a. Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti pada
arteriosklerosis dan trombosis, robeknya dinding pembuluh darah atau
peradangan
b. Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya
pada syok dan hiperviskositas darah
c. Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang
berasal dari jantung atau pembuluh darah ekstrakranium
d. Ruptur vaskular di dalam jaringan otak atau ruang subaraknoid

8
Selain hal-hal yang disebutkan diatas, ada faktor-faktor lain yang
menyebabkan stroke (Arum, 2015) diantaranya :
a. Faktor risiko medis
1) Arteriosklerosis (pengerasan pembuluh darah)
2) Adanya riwayat stroke dalam keluarga (factor keturunan)
3) Migraine (sakit kepala sebelah)
b. Faktor risiko pelaku
1) Kebiasaan merokok
2) Mengkonsumsi minuman bersoda dan beralkohol
3) Suka menyantap makanan siap saji
4) Kurangnya aktifitas gerak/olahraga
5) Suasana hati yang tidak nyaman, seperti sering marah tanpa
alasan yang jelas
c. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
1) Hipertensi (tekanan darah tinggi). Tekanan darah tinggi merupakan
peluang terbesar terjadinya stroke. Hipertensi mengakibatkan
adanya gangguan aliran darah yang mana diameter pembuluh darah
akan mengecil sehingga darah yang mengalir ke otak pun
berkurang. Dengan pengurangan aliran darah ke otak, maka otak
kekurangan suplai oksigen dan glukosa, lamakelamaan jaringan
otak akan mati
2) Penyakit jantung. Penyakit jantung seperti koroner dan infark
miokard (kematian otot jantung) menjadi factor terbesar terjadinya
stroke. Jantung merupakan pusat aliran darah tubuh. Jika pusat
pengaturan mengalami kerusakan, maka aliran darah tubuh pun
menjadi terganggu, termasuk aliran darah menuju otak. Gangguan
aliran darah itu dapat mematikan jaringan otak secara mendadak
ataupun bertahap.
3) Diabetes mellitus. Pembuluh darah pada penderita diabetes melitus
umumnya lebih kaku atau tidak lentur. Hal ini terjadi karena

9
adanya peningkatan atau penurunan kadar glukosa darah secara
tiba-tiba sehingga dapat menyebabkan kematian otak.
4) Hiperkolesterlemia. Hiperkolesterolemia adalah kondisi dimana
kadar kolesterol dalam darah berlebih. LDL yang berlebih akan
mengakibatkan terbentuknya plak pada pembuluh darah. Kondisi
seperti ini lama-kelamaan akan menganggu aliran darah, termasuk
aliran darah ke otak.
5) Obesitas. Obesitas atau overweight (kegemukan) merupakan salah
satu faktor terjadinya stroke. Hal itu terkait dengan tingginya kadar
kolesterol dalam darah. Pada orang dengan obesitas, biasanya
kadar LDL (LowDensity Lipoprotein) lebih tinggi disbanding
kadar HDL (HighDensity Lipoprotein).
6) Merokok. Menurut berbagai penelitian diketahui bahwa orang-
orang yang merokok mempunyai kadar fibrinogen darah yang lebih
tinggi dibanding orang-orang yang tidak merokok. Peningkatan
kadar fibrinogen mempermudah terjadinya penebalan pembuluh
darah sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan kaku. Karena
pembuluh darah menjadi sempit dan kaku, maka dapat
menyebabkan gangguan aliran darah.
d. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
1) Usia. Semakin bertambahnya usia semakin besar resiko terjadinya
stroke. Hal ini terkait dengan degenerasi (penuaan) yang terjadi
secara alamiah. Pada orang-orang lanjut usia, pembuluh darah
lebih kaku karena banyak penimbunan plak. Penimbunan plak
yang berlebih akan mengakibatkan berkurangnya aliran darah ke
tubuh, termasuk otak.
2) Jenis kelamin. Dibanding dengan perempuan, laki-laki cenderung
beresiko lebih besar mengalami stroke. Ini terkait bahwa laki-laki
cenderung merokok, Bahaya terbesar dari rokok adalah merusak
lapisan pembuluh darah pada tubuh. Pada perempuan usia lanjut

10
juga dapat beresiko besar terkena stroke karena kadar esterogennya
yang menurun.
3) Riwayat keluarga. Jika salah satu anggota keluarga menderita
stroke, maka kemungkinan dari keturunan keluarga tersebut dapat
mengalami stroke. Orang dengan riwayat stroke pada keluarga
memiliki resiko lebih besar untuk terkena stroke dibanding dengan
orang yang tanpa riwayat stroke pada keluarganya.
4) Perbedaan ras. Fakta terbaru menunjukkan bahwa stroke pada
orang Afrika-Karibia sekitar dua kali lebih tinggi daripada orang
non-Karibia. Hal ini dimungkinkan karena tekanan darah
Perbedaan ras. Fakta terbaru menunjukkan bahwa stroke pada
orang Afrika-Karibia sekitar dua kali lebih tinggi daripada orang
non-Karibia. Hal ini dimungkinkan karena tekanan darah.

11
3. Patofisiologi
a. Faktor Risiko Stroke

(Wijaya & Putri, 2013)

12
b. Dampak Stroke

(Arifin et al., 2019; Fofi et al., 2012)

13
4. Klasifikasi
Klasifikasi stroke berdasarkan penyebabnya adalah sebagai berikut:
a. Stroke iskemik
Pada stroke iskemik Sumbatan dapat terjadi dari bekuan darah (baik
sebagai trombus maupun embolus), atau dari stenosis pembuluh yang
terjadi akibat penumpukan plak. Penyebab lain stroke iskemik adalah
vasos pasme yang sering merupakan respons vaskuler reaktif terhadap
perdarahan ke dalam ruang antara araknoid dan piamater meningen
(Dosen Keperawatan Medikal-Bedah Indonesia, 2017). Terdapat 2
jenis stroke iskemik, yaitu:
1) Stroke trombosis (stroke pembuluh darah besar), adalah stroke
yang disebabkan oleh karena adanya oklusi yang terjadi akibat
pembentukan trombus. Stroke tombosis paling sering terjadi pada
lansia yang istirahat atau tidur.
2) Stroke emboli (stroke pembuluh darah kecil), adalah jenis stroke
iskemik yang disebabkan oleh bekuan darah yang disebabkan
proses emboli. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala
timbul kurang dari 10-30 detik.
b. Stroke hemoragik (Hemoragi Intracranial)
Stroke hemoragik terjadi ketika pembuluh darah serebral ruptur.
Stroke hemoragik terjadi sekitar 20% dari seluruh kasus stroke (Dosen
Keperawatan Medikal-Bedah Indonesia, 2017). Biasanya stroke
hemoragik secara cepat menyebabkan kerusakan fungsi otak dan
kehilangan kesadaran. Terdapat 2 jenis stroke hemoragik, yaitu:
1) Stroke perdarahan intraserebral, adalah ekstravasasi darah yang
berlangsung spontan dan mendadak ke dalam parenkim otak yang
bukan disebabkan oleh trauma (non traumatis).
2) Stroke subaraknoid, adalah ekstravasasi darah ke dalam
subaraknoid yang meliputi sistem saraf pusat yang diisi dengan
serebrospinal.

14
Klasifikasi stroke berdasarkan manifestasi klinisnya menurut Munir
tahun 2015 sebagai berikut:
a. TIA (Tansient Ischemic Attack), serangan akut defisit neurologis
focal yang berlangsung singkat, kurang dari 24 jam dan sembuh tanpa
gejala sisa.
b. RIND (Residual Ischemic Neurological Defisit), sama dengan TIA
tetapi berlangsung lebih dari 24 jam dan sembuh sempurna dalam
waktu kurang dari 3 minggu.
c. Completed stroke, stroke dengan defisit neurologis berat dan menetap
dalam waktu 6 jam, dengan penyembuhan tidak sempurna dalam
waktu lebih dari 3 minggu.
d. Progressive stroke, stroke dengan defisit neurologi focal yang terjadi
bertahap dan mencapai puncaknya dalam waktu 24-48 jam sistem
karotis atau 96 jam sistem VB dengan penyembuhan tidak sempurna
dalam waktu 3 minggu.

5. Prognosis
Derajat kerusakan dan lokasi stroke akan menentukan hasil untuk
pasien. Stroke terjadi tiba-tiba dan pasien harus segera mendapatkan
tindakan untuk kemungkinan hasil terbaik. Mayoritas stroke adalah
ischemic. Kecepatan penanganan dalan system kesehatan dan perawatan
dengan agen trombolitik (kecuali jika ada kontraindikasi pada perawatan
ini) untuk menghancurkan bekuan penyebab ischemia memberi peluang
terbaik untuk kesembuhan pasien tanpa cacat permanen. Pasien dengan
hemorrhagic stroke memerlukan pembedahan untuk mengatasi tekanan
intracranial atau mengehentikan pendarahan. Area kerusakan yang besar
dapat menyebabkan cacat permanen atau kematian.

15
6. Tanda-tanda dan gejala
a. Ketidakseimbangan mental
b. Disorientasi, bingung
c. Perubahan emosional, perubahan kepribadian
d. Afasia (kesulitan berbicara; mungkin reseptif, ekspresif)
e. Kata-kata tidak jelas
f. Perubahan sensori (paresthesia, perubahan visual, perubahan
pendengaran)
g. Kekebasan unilateral atau kelemahan pada wajah dan kaki tangan
h. Serangan
i. Sakit kepala parah karena naiknya tekanan intracranial akibat
pendarahan
j. Gejala-gejala TIA serupa, namun durasinya singkat dan sembuh

7. Interpretasi hasil tes


a. CT Scan menidentifikasi area pendarahan (biasanya untuk pemakaian
darurat)
b. MRI (Magnetic Resonance Angiography) dapat mengidentifikasi
vasculature abnormal atau vasospasm.
c. Difusi/perfusi MRI atau MRA akan menunjukan area yang tidak
mendapatkan suplai darah dalam jumlah cukup, namun belum
mengalami infarktus.
d. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography) akan
menunjukan area yang tidak mendapat perfusi secara tepat.

8. Tindakan
Sangat penting untuk menentukan apakah pasien telah mengalami
ischemia stroke atau hemorrhagic stroke karena perawatannya berbeda.
Memberi agen trombolitik kepada pasien yang mengalami hemorrhagic
stroke hanya akan memperparah pendarahan dalam otak pada pasien
dengan trauma kepala, hipertensi tak terkendalikan, hemorrghagic

16
retinopathy, pendarahan, baru saja mendapatkan tindakan operasi, MI
terbaru, atau hamil.
a. Memberikan TPA (Thromblytic Agent) dalam 3 jam setelah gejala
serangan, kecuali kontraindikasi
b. Memberikan antikoagulan untuk pasien dengan ischemic stroke
setelah penggunaan TPA : Heparin, warfarin, low-molecular weight
heparin, aspirin
c. Memberikan medikasi antiplatelet untuk mengurangi adesivitas
keeping daeah; digunakan untuk mencegah terjadinya stroke kembali
: clopidogrel, ticlopidine hydrochloride, dipyridamole
d. Memverikan kortikosteroid untuk mengurangi kebengkakan :
dexamethasone (decadron)
e. Terapi fisik untuk membantu menjaga kekencangan otot atau
pengembalian fungsi
f. Terapi bicara untuk membantu bicara dan menelan
g. Occupational therapy untuk membantu mendapatkan kembali fungsi.
h. Istirahat total untuk mengurangi kemungkinan cedera
i. Nutrisi yang tepat dengan jenins makanan yang tepat untuk pasien
j. Carotid artery endarterectomy untuk menghilangkan plak dari dalam
nadi kepala jika stenosis
k. Stenting arteri kepala (karoyid) untuk menjaga aliran darah
l. Koreksi bedah arteriovenous malformation, aneurisme, pendarahan
intrakranial.

17
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan pada pasien stroke (Tarwoto, 2013), meliputi:
a. Identitas pasien
Meliputi: nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
b. Keluhan utama
Keluhan yang didapatkan gangguan motorik kelemahan anggota
gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi,
nyeri kepala, gangguan sensorik, kejang, penurunan kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke infark didahului dengan serangan awal yang tidak
disadari oleh pasien, biasanya ditemukan gejala awal sering
kesemutan, rasa lemah pada salah satu anggota gerak. Pada serangan
stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat
pasien melakukan aktifitas. Terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan
separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, kegemukan
e. Riwayat penyakit keluarga
Ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
mellitus.
f. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan

18
keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi
stabilitas emosi dan pikiran pasien dan keluarga
g. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran
Pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran somnolen,
apatis, sopor, soporo coma, hingga coma dengan GCS < 12 pada
awal terserang stroke. Sedangkan pada saat pemulihan memiliki
tingkat kesadaran letargi dan composmetis dengan GCS 13-15
Jenis Deskrpsi Score
Respon membuka Spontan 4
mata Pada suara 3
Pada rasa sakit 2
Tak satu pun 1
Respon gerak Mengikuti perintah 6
(motor) Membatasi rasa sakit 5
Penarikan diri (normal) 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi 2
Tak satu pun 1
Respon verbal Terorientasi 5
Percapakan yang 4
membingungkan
Kata-kata yang tepat 3
Suara-suara yang tak dapat 2
dipahami
Tak satupun 1
Tabel 1: Penilaian GCS (Glasgow Coma Scale) (Digiulio, 2014)
2) Tanda-tanda Vital
a) Tekanan darah
Pasien dengan stroke hemoragik memiliki riwayat tekanan
darah tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole > 80
b) Nadi; Biasanya nadi normal
c) Pernafasan; Pasien stroke hemoragik mengalami gangguan pada
bersihan jalan napas
d) Suhu; Tidak sering ditemukan masalah pada suhu pasien dengan
stroke hemoragik
3) Rambut ; Biasanya tidak ditemukan masalah

19
4) Wajah
Tidak simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V
(Trigeminal): pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan pada
pasien koma, ketika diusap kornea mata dengan kapas halus, klien
akan menutup kelopak mata. Sedangkan pada Nervus VII (facialis)
: alis mata simetris, dapat mengangkat alis, mengernyitkan dahi,
mengernyitkan hidung, menggembungkan pipi, saat pasien
menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan kanan tergantung
lokasi lemah dan saat diminta mengunyah pasien kesulitan untuk
mengunyah.
5) Mata
Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor,
kelopak mata tidak edema. Pada pemeriksaan nervus II (optikus) :
biasanya luas pandang baik 90°, visus 6/6. Pada nervus III
(okulomotoris) : diameter pupil 2mm/2mm, pupil kadang isokor
dan anisokor, palpebra dan reflek kedip dapat dinilai jika pasien
bisa membuka mata . Nervus IV (troklearis) : pasien dapat
mengikuti arah tangan perawat ke atas dan bawah. Nervus VI
(abdusen) : pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke kiri dan
kanan
6) Hidung
Simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada pernapasan
cuping hidung. Pada pemeriksan nervus I (olfaktorius) : kadang ada
yang bisa menyebutkan bau yang diberikan perawat namun ada
juga yang tidak, dan biasanya ketajaman penciuman antara kiri dan
kanan berbeda dan pada nervus VIII (akustikus) : pada pasien yang
tidak lemah anggota gerak atas, dapat melakukan keseimbangan
gerak tangan-hidung

20
7) Mulut dan gigi
Pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga coma akan
mengalami masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering.
Pada pemeriksaan nervus VII (facialis) : lidah dapat mendorong
pipi kiri dan kanan, bibir simetris, dan dapat menyebutkan rasa
manis dan asin. Pada nervus IX (glossofaringeal) : ovule yang
terangkat tidak simetris, mencong kearah bagian tubuh yang lemah
dan pasien dapat merasakan rasa asam dan pahit. Pada nervus XII
(hipoglasus) : pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat
dipencongkan ke kiri dan kanan namun artikulasi kurang jelas saat
bicara
8) Telinga
Daun telinga kiri dan kanan sejajar. Pada pemeriksaan nervus VIII
(akustikus) : pasien kurang bisa mendengarkan gesekan jari dari
perawat tergantung dimana lokasi kelemahan dan pasien hanya
dapat mendengar jika suara keras dan dengan artikulasi yang jelas
9) Leher
Pada pemeriksaan nervus X (vagus): pasien stroke hemoragik
mengalami gangguan menelan. Pada pemeriksaan kaku kuduk (+)
10) Thorak
a) Paru-paru
Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi : fremitus sama antara kiri dan kanan
Perkusi : bunyi normal (sonor)
Auskultasi : suara normal (vesikuler)
b) Jantung
Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : iktus cordis teraba
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : suara vesikuler

21
11) Abdomen
Inspeksi : simetris, tidak ada asites
Palpasi : tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : terdapat suara tympani
Auskultasi : biasanya bising usus pasien tidak terdengar. Pada
pemeriksaan reflek dinding perut, pada saat perut
pasien digores pasien tidak merasakan apa-apa
12) Ekstremitas
a) Atas
Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT
biasanya normal yaitu < 2 detik. Pada pemeriksaan nervus XI
(aksesorius) : pasien stroke hemoragik tidak dapat melawan
tahanan pada bahu yang diberikan perawat. Pada pemeriksaan
reflek, saat siku diketuk tidak ada respon apa-apa dari siku, tidak
fleksi maupun ekstensi. Sedangkan pada pemeriksaan reflek
hoffman jari tidak mengembang ketika diberi reflek (reflek
Hoffman tromer (+)).
b) Bawah
Pada pemeriksaan reflek, Pada saat dilakukan reflek patella
biasanya femur tidak bereaksi saat di ketukkan (reflek patella
(+).
Respon Nilai
Tidak dapat sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total 0
Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak 1
didapatkan gerakan pada persendian yang harus
digerakkan oleh otot tersebut
Didapatkan gerakan , tapi gerakan tidak mampu 2
melawan gaya berat (gravitasi)
Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat 3
Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula 4
mengatasi sedikit tahanan yang diberikan
Tidak ada kelumpuhan (normal) 5
Tabel 2: Nilai kekuatan otot (Black J., 2014)

22
h. Test diagnostik
1) Radiologi
a) Angiografi serebri
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik
seperti stroke perdarahan arteriovena atau adanya ruptur. Pada
stroke perdarahan akan ditemukan adanya aneurisma
b) Lumbal fungsi
Pada pasien stroke hemoragik, saat pemeriksaan cairan lumbal
maka terdapat tekanan yang meningkat disertai bercak darah.
Hal itu akan menunjukkkan adanya hemoragik pada
subarachnoid atau pada intrakranial
c) CT-Scan
Memperhatikan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya
secara pasti. Hasil pemerksaan biasanya didapatkan hiperdens
fokal, kadang masuk ke ventrikel atau menyebar ke permukaan
otak
d) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak.
Hasil pemeriksaan didapatkan area yang mengalami lesi dan
infark akibat dari hemoragik
e) USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah
sistem karotis)
f) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul
dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya
impuls listrik dalam jaringan otak.

23
2) Laboratorium
a) Pemeriksaan darah lengkap
Seperti Hb, Leukosit, Trombosit, Eritrosit. Hal ini berguna
untuk mengetahui apakah pasien menderita anemia. Sedangkan
leukosit untuk melihat sistem imun pasien. Bila kadar leukosit
diatas normal, berarti ada penyakit infeksi yang sedang
menyerang pasien.
b) Test darah koagulasi
Test darah ini terdiri dari 4 pemeriksaan, yaitu: prothrombin
time, partial thromboplastin (PTT), International Normalized
Ratio (INR) dan agregasi trombosit. Keempat test ini gunanya
mengukur seberapa cepat darah pasien menggumpal. Gangguan
penggumpalan bisa menyebabkan perdarahan atau pembekuan
darah. Jika pasien sebelumnya sudah menerima obat pengencer
darah seperti warfarin, INR digunakan untuk mengecek apakah
obat itu diberikan dalam dosis yang benar. Begitu pun bila
sebelumnya sudah diobati heparin, PTT bermanfaat untuk
melihat dosis yang diberikan benar atau tidak.
c) Test kimia darah
Cek darah ini untuk melihat kandungan gula darah, kolesterol,
asam urat, dll. Apabila kadar gula darah atau kolesterol berlebih,
bisa menjadi pertanda pasien sudah menderita diabetes dan
jantung. Kedua penyakit ini termasuk ke dalam salah satu
pemicu stroke (Robinson J.M., 2014).

i. Pola kebiasaan sehari-hari


1) Pola kebiasaan
Pada pasien pria, adanya kebiasaan merokok dan penggunaan
minuman beralkhohol

24
2) Pola makan
Terjadi gangguan nutrisi karena adanya gangguan menelan pada
pasien stroke hemoragik sehingga menyebabkan penurunan berat
badan.
3) Pola tidur dan istirahat
Pasien mengalami kesukaran untuk istirahat karena adanya kejang
otot/ nyeri otot
4) Pola aktivitas dan latihan
Pasien tidak dapat beraktifitas karena mengalami kelemahan,
kehilangan sensori , hemiplegi atau kelumpuhan
5) Pola eliminasi
Terjadi inkontinensia urin dan pada pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
6) Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena pasien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara
7) Pola persepsi dan konsep diri
Pasien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah,
dan tidak kooperatif

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung actual maupun potensial. Diagnosis
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan
(PPNI, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), 2017).
Diagnosa keperawatan pada kasus stroke menurut SDKI adalah:
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0001). Definisi : ketidakmampuan
membersihkan secret atau obstruksi jalan nafas untuk mempertahankan
jalan nafas tetap paten

25
b. Pola nafas tidak efektif (D.0005). Definisi : inspirasi dan/atau ekspirasi
yang tidak memberikan ventilasi adekuat
c. Defisit nutrisi (D.0019). Definisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan metabolism
d. Gangguan eliminasi urin (D.0040). Definisi : disfungsi eliminasi urin
e. Inkontinensia Urin Fungsional (D.0044). Definisi : pengeluaran urin
tidak terkendali karena kesulitan dan tidak mampu mencapai toilet pada
waktu yang tepat
f. Gangguan memori (D.0062). Definisi : ketidakmampuan mengingat
beberapa informasi dan perilaku.
g. Gangguan mobilitas fisik (D.0054). Definisi: keterbatasan dalam
gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri
h. Gangguan menelan (D.0063). Definisi : fungsi menelan abnormal
akibat deficit struktur atau fungsi oral, faring tau esophagus
i. Konfusi akut (D.0064). Definisi : gangguan kesadaran, perhatian,
kognitif dan persepsi yang reversible, berlangsung tiba-tiba dan singkat.
j. Konfusi kronis (D.0065). Definisi : gangguan kesadaran, perhatian,
kognitif dan persepsi yang ireversibel, berlangsung lama, dan/atau
progresif.
k. Harga diri rendah kronis (D.0086). Definisi : evaluasi atau perasaan
negative terhadap diri sendiri atau kemampuan klien seperti tidak
berarti, tidak berharga, tidak berdaya yang berlangsung dalam waktu
lama dan terus menerus.
l. Harga diri rendah situasional (D.0087). Definisi : evaluasi atau perasaan
negative terhadap diri sendiri atau kemampuan klien sebagai respon
terhadap situasi saat ini.
m. Defisit perawatan diri (D.0109). Definisi: tidak mampu melakukan atau
menyelesaikan aktivitas perawatan diri
n. Gangguan komunikasi verbal (D.0119). Definisi: penurunan,
perlambatan, atau ketiadaan kemampuan untuk menerima,
memperoses, mengirim, dan/atau menggunakan sistem simbol.

26
o. Hipertemia (D.0130). Definisi : suhu tubuh meningkat di atas rentang
normal tubuh.
p. Risiko aspirasi (D.0008). Definisi : beresiko mengalami masuknya
sekresi gastrointestinal, sekresi orofaring, benda cair atau padat ke
dalam saluran trakeobronkhial akibat disfungsi mekanisme protektif
saluran nafas.
q. Risiko perfusi serebral tidak efektif (D.0017). Definisi : berisiko
mengalami penurunan sirkulasi darah ke otak.
r. Risiko defisit nutrisi (D.0032). Definisi : beresiko mengalami asupan
nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
s. Risiko disfungsi seksual (D.0072). Definisi : berisiko mengalami
perubahan fungsi seksual selama fase respon seksual berupa hasrat,
terangsang, orgasmed an relaksasi yang dipandang tidak memuaskan,
tidak bermakna/tidak adekuat.
t. Risiko diri rendah situasional (D.0102). Definisi : beresiko mengalami
evaluasi atau perasaan negative terhadap diri sendiri atau kemampuan
klien sebagai respon terhadap situasi saat ini.
u. Risiko luka tekan (D.0144). Definisi : berisiko mengalami cedera local
pada kulit dan/atau jaringan, biasanya pada tonjolan tulang akibat
tekanan dan/atau gesekan.

3. Intervensi Keperawatan
Setelah merumuskan diagnosa dilanjutkan dengan perencanaan dan
aktivitas keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan serta mencegah
masalah keperawatan klien. Intervensi keperawatan adalah Segala
treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada
pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang
diharapkan (Tim (PPNI, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), 2018). Dalam perencanaan keperawatan disertakan tujuan dari
dilakukannya asuhan keperawatan berupa kriteria hasil keperawatan yang
mengacu pada Standar Luaran Keperawatan Indonesia (PPNI, Standar
Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), 2017). Berikut sebagian intervensi
keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien stroke yaitu:

27
(PPNI, Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), 2017)
No Diagnosa Luaran SLKI Perencanaan Keperawatan SIKI
Keperawatan
1 Gangguan Setelah dilakukan asuhan Observasi
mobilitas fisik keperawatan selama 3 kali 24 1) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
(D.0054) jam, maka diharapkan gangguan 2) Identifikasi adanya toleransi fisik saat melakukan pergerakan
mobilitas fisik dapat teratasi, 3) Monitor tekanan darah sebelum memulai mobilitas
dengan kriteria hasil : 4) Monitor keadaan umum selama melakukan mobilisasi
1) Pergerakan ekstremitas Terapeutik
meningkat 1) Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (misalnya
2) Kekuatan otot meningkat pagar tempat tidur)
3) Rentang gerak (ROM) 2) Fasilitasi melakukan pergerakan , jika perlu
meningkat 3) Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
4) Nyeri menurun meningkatkan pergerakan
5) Kecemasan menurun Edukasi
6) Kaku sendi menurun 1) Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
7) Gerakan tidak terkoordinasi 2) Anjurkan melakukan mobilisasi dini
menurun
8) Gerakan terbatas menurun

28
9) Kelemahan fisik menurun 3) Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan
(misalnya duduk ditempat tidur, duduk di sisi tempat tidur,
pindah dari tempat tidur ke kursi)
2 Gangguan Setelah dilakukan asuhan Observasi
komunikasi keperawatan selama 3 kali 24 1) Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, volume, dan diksi
verbal (D.0119) jam, maka diharapkan gangguan bicara
komunikasi verbal dapat 2) Monitor proses kognitif, anatomis, dan fisiologis yang
teratasi, dengan kriteria hasil : berkaitan dengan bicara (mis, memori, pendengaran, dan
1) Kemampuan bicara bahasa)
meningkat 3) Monitor frustrasi, marah, depresi, atau hal lain yang
2) Kemampuan mendengar mengganggu bicara
meningkat 4) Identifikasi perilaku emosional dan fisik sebagai bentuk
3) Pemahaman komunikasi komunikasi
meningkat Terapeutik
1) Gunakan metode komunikasi alternative (mis, menulis, mata
berkedip, papan komunikasi dengan gambar dan huruf,
isyarat tangan dan computer
2) Sesuaikan gaya komuikasi dengan kebutuhan (mis, berdiri di
depan pasien, dengarkan dengan seksama tunjukan satu

29
gagasan atau pemikiran sekaligus, bicaralah dengan perlahan
sambal menghindari teriakan, gunakan komunikasi tertulis,
atau meminta bantuan keluarga untuk memahami ucapan
pasien)
3) Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bantuan
4) Ulangi apa yang disampaikan pasien
5) Berikan dukungan psikologis
6) Gunakan juru bicara, jika perlu
Edukasi
1) Anjurkan bicara perlahan
2) Ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif, anatomis, dan
fisiologis yang berhubungan dengan kemampuan bicara
Kolaborasi
1) Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis
3 Gangguan Setelah dilakukan asuhan Observasi
memori keperawatan selama 3 kali 24 1) Identifikasi masalaj memori yang dialami
(D.0062) jam, maka diharapkan gangguan 2) Identifikasi kesalahan terhadap orientasi
memori dapat teratasi, dengan 3) Monitor perilaku dan perubahan memori selama terapi
kriteria hasil :

30
1) Orientasi kognitif Terapeutik
meningkat 1) Rencanakan metode mengajar sesuai kemampuan pasien
2) Status neurologis baik 2) Stimulasi memori dengan mengulang pikiran yang terakhir
kali diucapkan, jika perlu
3) Koreksi kesalahan orientasi
4) Fasilitasi mengingat kembali pengalaman masa lalu, jika
perlu
5) Fasilitasi tugas pembelajaran (mis. Mengingat informasi
verbal dan gambar)
6) Fasilitasi kemampuan konsentrasi (mis. Bermain kartu
pasangan), jika perlu
7) Stimulasi menggunakan memori pada peristiwa yang baru
terjadi (mis. Bertanya kemana saja ia pergi akhir-akhir ini),
jika perlu
Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur latihan
2) Ajarkan tehnik memori yang tepat (mis. Imajinasi visual,
perangkat mnemonic, permainan memori, isyarat memori,
tehnik asosiasi, membuat daftar, computer, papan nama)

31
Kolaborasi
1) Rujuk pada terapi okupasi, jika perlu
4 Defisit Setelah dilakukan asuhan Observasi
perawatan diri keperawatan selama 3 kali 24 1) Identifikasi kebiasaan aktifitas perawatan diri sesuai usia
(D.0109) jam, maka diharapkan deficit 2) Monitor tingkat kemandirian
perawatan diri dapat teratasi, 3) Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri, berpakaian,
dengan kriteria hasil : berhias dan makan
1) Kemampuan mandi Terapeutik
meningkat 1) Sediakan lingkungan yang terapeutik (mis. Suasana hangat,
2) Kemampuan menggunakan rileks, privasi)
pakaian meningkat 2) Siapkan keperluan pribadi (mis. Parfum, sikat gigi, dan sabun
3) Kemampuan makan mandi)
meningkat 3) Damping dalam melakukan perawatan diri sampai mandiri
4) Kemampuan ke toilet 4) Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan
(BAB/BAK) meningkat 5) Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu melakukan
5) Verbalisasi keinginan perawatan diri
melakukan perawatan diri 6) Jadwalkan rutinitas perawatan diri
meningkat

32
6) Mempertahankan Edukasi
kebersihan diri 1) Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai
7) Mempertahankan kemampuan
kebersihan mulut
5 Risiko perfusi Setelah dilakukan asuhan Observasi
serebral tidak keperawatan selama 3 kali 24 1) Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi, gangguan
efektif (D.0017) jam, maka diharapkan Risiko metabolism, edema serebral)
perfusi serebral tidak efektif 2) Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis. Tekanan darah
dapat teratasi, dengan kriteria meningkat, tekanan nadi melebar, bradikardia, pola nafas
hasil : ireguler, kesadaran menurun)
1) Perpusi perifer meningkat 3) Monitor MAP (Mean Atrial Preasure)
2) Fungsi sensori meningkat 4) Monitor CVP (Central Venous Pressure)
3) Mobilitas fisik meningkat 5) Monitor PAWP, jika perlu
6) Monitor PAP, jika perlu
7) Monitor ICP (Intra Cranial Pressure), jika perlu
8) Monitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure)
9) Monitor gelombang ICP
10) Monitor status pernafasan
11) Monitor intake dan output cairan

33
12) Monitor cairan cerebro-spinalis (mis. Warna, konsistensi)
Terapeutik
1) Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang
tenang
2) Berikan posisi semi fowler
3) Hindari maneuver valsava
4) Cegah terjadinya kejang
5) Hindari penggunanan PEEP
6) Hindari pemberian cairan IV hipotonik
7) Atur ventilatos agar PaCO2 optimal
8) Pertahankan sushu tubuh normal
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan, jika perlu
2) Kolaborasi pemberian diuretic osmosis, jika perlu
3) Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu

34
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan sebuah fase dimana perawat
melaksanakan rencana atau intervensi yang sudah dilaksanakan
sebelumnya. Implementasi Keperawatan adalah Perilaku atau aktivitas
spesifik yang dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan
intervensi keperawatan (PPNI, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), 2018). Berdasarkan terminologi SIKI, implementasi terdiri atas
melakukan dan mendokumentasikan yang merupakan tindakan khusus
yang digunakan untuk melaksanakan intervensi.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah tindakan intelektual untuk melengkapi
proses keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis
keperawatan, rencana intervensi dan implementasinya (Nursalam, 2011).
Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses dan hasil. Evaluasi terdiri
dari evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik selama program
berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program
selesai dan mendapatkan informasi efektivitas pengambilan keputusan
(Deswani, 2011). Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam
bentuk SOAP. Evaluasi keperawatan mengacu pada rencana tujuan yang
telah di rumuskan pada rencana keperawatan.

35
BAB III
KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Asuhan Keperawatan Pada NY. C (55 Tahun) Dengan Sequel Stroke


1. Pengkajian
a. Pengumpulan Data
1) Identitas Klien
Nama : Ny. C
No. Medrec : 0001714877
Umur : 55 tahun
Pendididikan : Tidak ada data
Alamat : Tidak ada data
Agama : Tidak ada data
Suku Bangsa : Tidak ada data
Status Marital : Tidak ada data
Gol. Darah : Tidak ada data
Tgl Masuk Rumah sakit : 1 Oktober 2020
Tgl Pengkajian : 1 Oktober 2020
Diagnosa Medis : Sequel Stroke
2) Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tidak ada data
Umur : Tidak ada data
Pendidikan : Tidak ada data
Pekerjaan : Tidak ada data
Alamat : Tidak ada data
Agama : Tidak ada data
Suku Bangsa : Tidak ada data
Status Marital : Tidak ada data
Gol. Darah : Tidak ada data
Hubungan Dengan Klien : Tidak ada data

36
3) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama
Klien mengeluh tidak dapat menggerakkan anggota tubuh
sebelah kiri baik tangan atau kaki.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
1 hari SMRS klien merasakan baal pada anggota tubuh sebelah
kiri, tidak bisa makan ataupun minum sering muntah-muntah,
BAB cair kemudian dibawa ke UGD RS Hasan Sadikin.
Kemudian klien dirawat di ruang perawatan.
Klien mengeluh tidak dapat menggerakkan anggota tubuh
sebelah kiri baik tangan atau kaki. Tidak terdapat edema,
kekuatan otot ektremitas atas 3/1. Pada ektremitas bawah kaki
kanan sulit digerakkan sedangkan kaki kiiri sama sekali tidak
ada gerakan, kekuatan otot 1/0
c) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pada awal bulan Maret 2020 klien merasakan lemah badan pada
anggota tubuh sebelah kiri bagian kaki. Tapi pasien masih dapat
berjalan walaupun dengan cara diseret kemudian klien sering
merasa kecelakaan setelah beraktivitas, bicara pasien masih
normal. Pada tanggal 17 Maret 2020, klien terjatuh dari kamar
mandi, kemudian tiba-tiba merasakan kelemahan anggota gerak
sebelah kiri, sebelah kanan masih dapat digerakkan tapi
minimalis, klien mengalami rero, nyeri kepala, klien dibawa ke
Dokter terdekat dan diberi obat tapi keluarga dan pasien lupa
lagi nama obatnya.
Keluarga mengatakan klien pernah mempunyai stroke sejak 3
tahun yang lalu. Tapi klien tidak diketahui memiliki riwayat
penyakit hipertensi
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ada data

37
4) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum
Compos mentis, GCS :15 E:4 M:6 V:5
TD:130/90 mmHg N: 80 x /menit
R: 22 x /menit S: 36,4 ° C
b) Sistem Pernafasan
Pengembangan paru simetris, suara nafas vesikuler, payudara
simetris, tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak terdapat
sianosis.
c) System cardiovascular
Konjungtiva anemis , tidak tampak peningkatan vena jugularis,
CRT kurang dari 2 detik, akral hangat, irama jantung reguler,
Hb 8,7 gr/dl
d) System pencernaan
Bibir klien tampak kering, hepar teraba tidak ada pembesaran,
e) Sistem persyarafan
- NC I (Pembauan) : Pasien sadar pembauan baik.
- NC II (Penglihatan) : Pasien sadar,penglihatan baik, lapang
pandang baik.
- NC III (Gerakan bola mata keatas) : Reflek pupil (+),
gerakan bola mata dapat mengikuti arah gerakan tangan
perawat.
- NC IV (Gerakan bola mata kebawah) : Gerakan bola mata
dapat mengikuti arah gerakan tangan perawat.
- NC V : Refleks kornea (+), pasein dapat merasakan sensasi
saat diberi rangsangan pada kulit wajah dan dahi, mukosa
hidung dan mulut lembab, saat dikaji pasien dapat
mengatupkan rahangnya dengan baik.
- NC VI : Gerakan bola mata dapat mengikuti arah gerakan
tangan perawat.
- NC VI : Wajah tidak simetris
- NC VIII : Pendengaran baik.

38
- NC IX : Pasien mengalami lemah menelan
- NC X : Berbicara rero
- NC XI : Pasien belum mampu mengalihkan kepala kearah
berlawanan
- NC XII : Kekuatan lidah pasien lemah.
f) System endokrin
Tidak terdapat pembesaran kelenjar tyroid ataupu kelenjar getah
bening pada leher klien.
g) Sistem perkemihan
Genetelia klien dalam keadaan bersih, terpasang kateter.
h) Sistem Muskuloskeletal
Tidak terdapat edema, kaki kanan sulit digerakkan, kaki kiri
sama sekali tidak ada gerakan, di tangan sebelah kanan
terpasang infus NaCl 3% 250 cc/24 jam dan NaCl 0,9 % 20
gtt/mnt.
Kekuatan otot 3 1
1 0
i) Sistem integument
Turgor kulit baik, kembali dalam waktu kurang dari dua detik.
kulit klien bersih, warna sawo matang, tidak ada sianosis, tidak
ada lesi.
5) Pola aktivitas
No Aktivitas Sebelum Sakit Setelah Sakit
1 Nutrisi
a. Makan
- Frekuensi
- Jenis
- Makanan yang
disukai
Tidak bisa
- Makanan yang
makan ataupun
tidak disukai Tidak terkaji
minum sering
- Makanan
muntah-muntah
pantangan/
alergi
- Nafsu makan
- Porsi makan
b. Minum
- Jumlah

39
- Jenis
2 Eliminasi
a. BAB
- Frekuensi
- Warna
- Bau
- Konsistensi
- Keluhan Tidak terkaji BAB Cair
b. BAK
- Frekuensi
- Warna
- Bau
- Konsistensi
- Keluhan
3 Personal Hygiene
- Mandi
- Gosok Gigi
- Keramas Tidak terkaji Tidak terkaji
- Pakaian
- Kuku
- Vulva hygiene
4 Istirahat Tidur
- Waktu tidur
- Lama tidur/hari
- Kebiasaan pengantar
tidur Tidak terkaji Tidak terkaji
- Kebiasaan saat tidur
- Kesulitan dalam hal
tidur

5 Gaya Hidup
- Kegiatan dalam
pekerjaan
Tidak terkaji Tidak terkaji
- Olahraga
- Kegiatan diwaktu
luang
6 Ketergantungan Fisik
- Merokok
- Minuman keras Tidak terkaji Tidak terkaji
- Obat-obatan
- Lain-lain

40
6) Aspek psikososial
a) Pola pikir dan persepsi
Keadaan umum pasien lemah, keluarga pasien berharap pasien
bisa cepat sembuh dan bisa bekumpul seperti dulu, keluarga
patuh dalam perawatan yang dijalani oleh pasien
b) Persepsi diri
Pasien selalu berusaha menggerakan badan yang masih bisa
digerakan
c) Gaya komunikasi
Pasien terlihat mendengar apa yang kita bicarakan tetapi tidak
bisa membalas pembicaraan.
d) Konsep diri
- Gambaran diri : Tidak terkaji
- Peran diri : Peran klien sebagai ibu rumah
tangga terganggu karena sakit, tetapi peran terhadap
keluarga masih baik
- Identitas diri : Tidak terkaji
- Harga diri : Tidak terkaji
e) Pengetahuan
Pasien terlihat mendengar apa yang kita bicarakan tetapi tidak
bisa membalas pembicaraan, kemudian pasien terlihat kesakitan
pada saat dimasukan obat melalui selang infus.
7) Kebiasaan seksual
Tidak Terkaji
8) Data spiritual
Klien beragama islam, dalam keadaan sekarang klien selalu
beristigfar ketika merasakan ketidaknyamanan.

41
9) Data penunjang
CT-Scan : menunjukan infark dari daerah ganglia basalis.
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
HB 8,7 gr/dl 12,0-16,0
Ht 27 % 35
Leukosit 10.000 103/UL 4000-10.000
Trombosit 515.000 mm3 150.000-400.000

10) Therapi
No Nama obat Dosis Rute Waktu
1. Brain act 250 mg 2x1 IV 10 22
2. Cipropoxacin 400 2 x 1 IV 12 24
mg
3. Sotatik 3x1 IV 06 11 17
4. KSR 1x1 Oral 07
5. Ascarida 80 mg 1x1 Oral 22
6. Paracetamol 500 mg 3 x 1 Oral 07 13 19
(PRN)

42
b. Analisa data
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1. DS : Penurunan Fungsi N. Defisit Nutrisi
- Keluarga mengatakan X (vagus), N. IX (D.0019)
pasien tidak bisa (glosovaringeus)
makan dan minum, ↓
sering muntah muntah Proses menelan tidak
dan BAB cair efektif
DO : ↓
- Klien lemah menelan Refluks

Disfagia

Anoreksia

Defisit Nutrisi
2. DS : Disfungsi N. XI Gangguan mobilitas
- Klien mengeluh tidak (assesoris) fisik (D.0054)
dapat menggerakan ↓
anggota tubuh sebelah Penurunan fungsi
kiri baik tangan atau motorik dan
kaki. musculoskeletal
DO : ↓
- Kekuatan otot Kelemahan pada satu/
3 1 keempat anggota
1 0 gerak
- Ektremitas bawah ↓
kaki kanan sulit Hemiparase/plegi
digerakan, kaki kiri kanan dan kiri
sama sekali tidak ada ↓
gerakan. Gangguan mobilitas
fisik
3 DS : Stroke Perfusi perifer tidak
- Klien mengeluh lemas ↓ efektif berhubungan
DO : Peningkatan agregasi dengan penurunan
- Hb 8,7 gr/dl trombosit kosentrasi
↓ hemoglobin (D.0009)
Terjadi perubahan
homeostatis

Trombo ↗
Hb ↙

Anemia

Gangguan perfusi
perifer

43
4 DS : Disfungsi N.V, N.VII, Gangguan komunikasi
- Keluarga mengatakan N.X, N.XII verbal berhubungan
klien rero ↓ dengan gangguan
DO : Penurunan fungsi neuromuskuler
- CT-Scan menunjukan motorik dan dibuktikan dengan
infark dari daerah musculoskeletal area pasien mengalami rero
ganglia basalis. lidah, mandibular, (D.0119)
- Bicara tidak jelas palatum, otot wajah

Afasia

Gangguan komunikasi
verbal
5. DS : Ateriosklerosis Resiko perfusi selebral
- Keluarga mengatakan ↓ tidak efektif (D.0017)
klien terjatuh di kamar Thrombus/emboli di
mandi celebral
DO : ↓
- CT-Scan menunjukan Stroke non hemoragig
infark dari daerah ↓
ganglia basalis. Penurunan suplai
- Trombosit darah dan o2 ke otak
515.000/mm3 ↓
- Hb 8,7 gr/dl Resiko perfusi
- Ht 27  selebral tidak efektif
6. DS : Penurunan perfusi Resiko
- Keluarga mengatakan jaringan otak ketidakseimbangan
pasien tidak bisa ↓ elektrolit d.d faktor
makan dan minum, Iskemia risiko muntah dan
sering muntah muntah ↓ diare (D.0037)
dan BAB cair Aktifitas elektrolit
DO : terganggu
- Klien dapat cairan ↓
infuse NaCl 3 % Pompa Na dan K
250cc / 24 jam gagal
- Klien dapat therapi ↓
KSR 1 x 1 tablet Na dan K influk

Retensi cairan

Resiko
ketidakseimbangan
elektrolit

44
2. Diagnose keperawatan berdasarkan skala prioritas
a. Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidak mampuan menelan
makanan (D.0019)
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan
otot (D.0054)
c. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan kosentrasi
hemoglobin (D.0009)
d. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler dibuktikan dengan pasien mengalami rero (D.0119)
e. Resiko perfusi selebral tidak efektif dibuktikan dengan adanya infark
di daerah ganglia basalis (D.0017)
f. Resiko ketidakseimbangan elektrolit dibuktikan dengan adanya muntah
dan diare (D.0037)

45
3. Perencanaan
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1. Deficit nutrisi b.d Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi status nutrisi Mayoritas status gizi pada
ketidakmampuan keperawatan selama 3x24 jam 2. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis pasien stroke adalah kurus
menelan makanan status nutrisi membaik dengan nutrien yaitu sebanyak 23 orang
(D.0019) kriteria hasil : 3. Identifikasi perlunya penggunaan (65,71%) dan minoritas
- Kekuatan otot menelan selang NGT. status gizi pada pasien stroke
meningkat dari 3 ke 5 4. Identifikasi kemampuan menelan. adalah gemuk yaitu sebanyak
- Diare menurun dari 3 ke 5 5. Identifikasi kelainan eliminasi (mis, 3 orang (8,58). Hal ini
- Membran mukosa diare) diakibatkan karena terjadinya
membaik 6. Monitor mual dan muntah gangguan menelan/dispagia
- BB membaik 7. Monitor asupan makanan pada pasien. kebutuhan akan
- Indeks masa tubuh 8. Monitor konjungtiva gizi pada pasien sangat
membaik 9. Monitor hasil pemeriksaan penting untuk dipertahan kan
- Muntah menurun dari 3 ke laboratorium agar tidak terjadi penurunan
5 10. Timbang BB berat badan pada pasien
11. Ukur antropometrik komposisi tubuh stroke ataupun indeks masa
(mis, indeks masa tubuh, pengukuran tubuh yang kurang baik
pinggang) (Ritonga, 2017).

46
12. Hitung perubahan BB.
13. Demontrasikan cara mengatur posisi
saat makan.
14. Demontrasikan cara memberi makan
15. Kolaborasi pemberian obat Sotatik.
16. Kolaborasi dengan gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan
2. Gangguan Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan - Latihan ROM harus
mobilitas fisik b.d keperawatan selama proses fisik lainnya dilakukan sedini mungkin dan
penurunan keperawatan diharapkan 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan secara terus menerus minimal
kekuatan otot mobilitas fisik meningkat pergerakan. pelaksanaan 4 minggu. untuk
(D.0054) dengan kriteria: 3. Monitor TTV sebelum memulai mencegah terjadinya
- Pergerakan ekstremitas mobilisasi komplikasi stroke
meningkat 4. Berikan kesempatan meningkatkan (kontraktur), melancarkan
- Kekuatan otot ektrimitas keterampilan pemenuhan kebutuhan sirkulasi peredaran darah, dan
meningkat dari 3/1 ke 5/3 sehari-hari meningkatkan kualitas hidup.
Latihan ROM dengan durasi
waktu 15-35 menit dilakukan

47
- Kekuatan otot ektremitas 5. Sediakan lingkungan yang aman dan 2x perhari di pagi dan sore.
bawah meningkat dari 1/0 ke nyaman untuk mencegah cedera dan Latihan ROM yang dilakukan
3/2 infeksi berkelanjutan terbukti dapat
- Rentang gerak meningkat 6. Berikan dukungan positif pada saat meningkatkan kekuatan otot,
- Kelemahan fisik menurun melakukan latihan gerak sendi meningkatkan ADL dan
7. Jelaskan tujuan dan prosedur kekuatan otot, pasien
rehabilitasi terhindar dari depresi serta
8. Jelaskan perlunya pembatasan dapat meningkatkan kualitas
aktivitas. hidup pada pasien stroke
9. Latih ROM aktif dan pasif (Kusuma & Sara, 2020)
10. Ubah posisi setiap 2 jam - Latihan Range Of Motion
11. Ajarkan cara menggunakan postur (ROM) pasif mempengaruhi
yang baik dan mekanika tubuh yang rentang sendi pada ektremitas
baik selama melakukan perubahan atas dan bawah pada pasien
posisi. stroke (Bakara & Warsito,
12. Pasang handrall tempat tidur 2016).
13. Atur tempat tidur mekanis pada posisi - Perlu dilakukan pendekatan
terbawah. family centered. Pendekatan
family centered nursing

48
14. Libatkan keluarga untuk membantu dalam discharge planning ini
ADL pasien. bertujuan agar dapat
15. Kolaborasi dengan rehabilitasi medik, menyiapkan keluarga untuk
jika perlu memenuhi kebutuhan fisik,
kognitif, dan emosional
pasien stroke (Silalahi, 2020)
3 Perfusi perifer Setelah dilakukan asuhan Pemberian produk darah Anemia penting untuk di
tidak efektif bd keperawatan selama 2x24 jam 1. Identifikasi rencana transfuse koreksi sebagai pencegahan
penurunan diharapkan perfusi perifer 2. Monitor TTV sebelum, selama dan terjadinya stroke dan
konsentrasi efektif dengan kriteria hasil : setelah transfuse mempercepat proses
hemoglobin - CRT <3 dt 3. Monitor reaksi transfuse pemulihan (He et al., 2020;
(D.0009) - Hb > 10 mg/dl 4. Lakukan double check pada label darah Sui et al., 2020; Yoshimura et
5. Berikan dalam waktu maksimal 4 jam al., n.d.)
6. Hentikan jika terjadi reaksi akibat
transfuse
7. Jelaskan tujuan dan prosedur transfuse
8. Jelaskan tanda gejala reaksi transfuse

49
4 Gangguan Setelah dilakukan asuhan Promosi komunikasi deficit bicara - Penyediaan program
rehabilitasi yang
komunikasi keperawatan selama 6x24 jam 1. Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas,
komprehensif dengan sumber
verbal bd diharapkan komunikasi vol dan diksi bicara daya, dosis, dandurasi
merupakan aspek penting dari
gangguan verbal cukup membaik 2. Monitor proses kognitif, anatomis dan
perawatan stroke dan harus
neuromuskuler dd dengan kriteria hasil : fisiologis menjadi prioritas (Winstein et
al., 2016)
rero (D.0119) - Proses informai efektif 3. Identifikasi perilaku emosional dan
- Perwakilan tindak tutur yang
- Klien mampu cara fisik sebagai bentuk komunikasi diucapkan oleh Khairudin
tidak akan bisa dipahami oleh
berkomunikasi verbal 4. Gunakan metode komunikasi
lawan bicara jika berpidato
- Klien mampu menggunakan alternative (menulis, isyarat mata, mitra tidak tahu konteksnya
(Has, 2020).
teknik komunikasi isyarat tangan, gambar dll)
- Setelah 7 kali stimulasi terapi
tambahan 5. Ulangi apa yang disampaikan pasien wicara dgn listrik
neuromuscular pd leher dan
6. Gunakan juru bicara bila perlu
wajah memiliki peningkatan
7. Rujuk ke ahli terapis bicara signifikan dalam fungsi
menelan dan pengucapan kata
(TACHE-CODREANU & CUCU, n.d.)
- Ada perbedaan signifikan
sebelum dan setelah diberikan
terapi wicara huruf hijaiyyah
terhadap keterampilan
komunikasi verbal pada
pasien stroke (Rozaq &
Rafsanjani, 2020).

50
5. Resiko perfusi Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK Pemberian elevasi kepala 300
selebral tidak keperawatan selama proses (mis. Lesi, gangguan metabolisme, pada pasien stroke
efektif dd adanya keperawatan diharapkan edema serebral). berpengaruh terhadap
infark dari daerah Perfusi serebral meningkat 2. Monitor tanda/gejala peningkatan TIK saturasi oksigen dan kualitas
ganglia basalis dengan kriteria : (mis. Tekanan darah meningkat, tidur pada pasien tersebut.
(D.0017) - Klien tidak mengeluh nyeri tekanan nadi melebar, bradikardia, pola Dimana tindakan ini dapat
kepala napas ireguler, kesadaran menurun). mempertahankan kestabilan
- Tidak tejadi penurunan 3. Monitor MAP fungsi dari kerja organ agar
kesadaran. 4. Monitor CVP, jika perlu tetap lancar khususnya sistem
- Tidak terjadi peningkatan 5. Monitor status pernapasan pernafasan dan sistem
tekanan intrakanial 6. Monitor intake dan output cairan regulasi dini yang bisa
- Tanda-tanda vital dalam 7. Monitor batuk dan reflek muntah bekerja secara optimal serta
batas normal 8. Monitor kesimterisan wajah memberikan kenyamanan
9. Monitor karakteristik bicara bagi pasien stroke (Pertami et
10. Monitor kekuatan pegangan al., 2019).
11. Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang tenang.
12. Berikan posisi semi fowler
13. Hindari manuver valsava

51
14. Cegah terjadinya kejang
15. Hindari pemberian cairan hipotonik
16. Pertahankan suhu tubuh normal
17. Berikan obat brain act 2 x 250 mg
sesuai advice DPJP
6. Resiko Setelah dilakukan perawatan 1. Identifikasi kemungkinan - Hasil penelitian Rianti, Dini
ketidakseimbanga 3x24 jam resiko penyebab ketidakseimbangan (2016) monitoring kadar
n ketidakseimbangan elektrolit elektrolit. serum elektrolit secara
elektrolit d.d dapat teratasi dengan 2. Monitor kadar serum elektrolit berkala dapat mencegah
faktor risiko kriteria: 3. Monitor mual, muntah, dan diare terjadinya hipokalemia dan
muntah dan diare - Volume cairan dalam 4. Monitor kehilangan cairan, jika perlu. hiperkalemia.
(D.0037) batas normal. 5. Monitor tanda dan gejala - Pemantauan rutin kadar lipid
- Serum kalium membaik hipokalemia (mis. kelemahan otot). pada pasien dengan faktor
dari 3 ke 5. 6. Monitor tanda dan gejala risiko tinggi dan koreksi
- Serum klorida membaik hiperkalemia (mis, peka rangsang, elektrolit ketidakseimbangan
dari 3 ke 5. gelisah). pada pasien stroke akan
7. Monitor tanda dan gejala membantu menurunkan
hiponatremia (mis, disorientasi, sakit mortalitas dan morbiditas
kepala, membran mukosa kering). (Setyawati & Mastura, 2020).

52
8. Monitor tanda dan gejala
hypernatremia (mis. haus, demam).
9. Monitor tanda dan gejala
hipokalsemia (mis. spasme otot wajah,
kram otot).
10. Monitor tanda dan gejala
hiperkalsemia (nyeri tulang, haus).
11. Berikan NaCl 3% 250cc/25 jam..
12. Atur interval waktu pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien.
13. Dokumentasi hasil pemantauan.
14. Jelaskan tujuan prosedur
pemantauan.
15. Informasikan hasil pemantauan.
16. Kolaborasi pemberian KSR

53
4. Implementasi Keperawatan
No Hari/tanggal Diagnosa Waktu Implementasi TTD/Paraf
1. Selasa Deficit nutrisi b.d 09.00 1. Melakukan identifikasi status nutrisi Perawat
01/12/2020 ketidakmampuan 2. Melakukan Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
menelan makanan nutrien
(D.0019) 3. Melakukan Identifikasi perlunya penggunaan selang
NGT.
4. Melakukan Identifikasi kemampuan menelan.
5. Melakukan Identifikasi kelainan eliminasi (mis, diare)
6. Melakukan Monitor mual dan muntah
7. Melakukan Monitor asupan makanan
8. Melakukan Monitor konjungtiva
9. Melakukan Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
10. Melakukan Timbang BB
11. Melakukan pengukuran antropometrik komposisi tubuh
(mis, indeks masa tubuh, pengukuran pinggang)
12. Melakukan penghitungan perubahan BB.
13. Melakukan demontrasi cara mengatur posisi saat makan.
14. Melakukan demontrasi cara memberi makan

54
15. Melakukan Kolaborasi pemberian obat Sotatik.
16. Melakukan Kolaborasi dengan gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan
2. Selasa Gangguan 09.00 1. Melakukan identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik Perawat
01/12/2020 mobilitas fisik b.d lainnya
penurunan 2. Melakukan identifikasi toleransi fisik melakukan
kekuatan otot pergerakan.
(D.0054) 3. Melakukan monitor TTV sebelum memulai mobilisasi
4. Memberikan kesempatan meningkatkan keterampilan
pemenuhan kebutuhan sehari-hari
5. Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman untuk
mencegah cedera dan infeksi
6. Memberikan dukungan positif pada saat melakukan latihan
gerak sendi
7. Menjelaskan tujuan dan prosedur rehabilitasi
8. Menjelaskan perlunya pembatasan aktivitas.
9. Melakukan latihan ROM aktif dan pasif
10. Melakukan merubah posisi setiap 2 jam

55
11. Mengajarkan cara menggunakan postur yang baik dan
mekanika tubuh yang baik selama melakukan perubahan
posisi.
12. Memasang handrall tempat tidur
13. Mengatur tempat tidur mekanis pada posisi terbawah
14. Melibatkan keluarga untuk membantu ADL pasien.
15. Melakukan kolaborasi dengan rehabilitasi medik, jika perlu
3 Selasa Perfusi perifer tidak 09.00 1. Mengidentifikasi rencana transfuse Perawat
01/12/2020 efektif bd 2. Memonitor TTV sebelum, selama dan setelah transfuse
penurunan 3. Memonitor reaksi transfuse
konsentrasi 4. Melakukan double check pada label darah
hemoglobin 5. Memberikan transfuse dalam waktu 4 jam
(D.0009) 6. Menghentikan jika terjadi reaksi akibat transfuse
7. Menjelaskan tujuan dan prosedur transfuse
8. Menjelaskan tanda gejala reaksi transfusi
4. Selasa Gangguan 09.00 1. Memonitor kecepatan, tekanan, kuantitas, vol dan diksi Perawat
01/12/2020 komunikasi verbal bicara
bd gangguan 2. Memonitor proses kognitif, anatomis dan fisiologis

56
neuromuskuler dd 3. Mengidentifikasi perilaku emosional dan cara fisik sebagai
rero (D.0119) bentuk komunikasi
4. Menggunakan metode komunikasi alternative (menulis,
isyarat mata, isyarat tangan, gambar dll)
5. Mengulangi apa yang disampaikan pasien
6. Menggunakan juru bicara bila perlu
7. Merujuk ke ahli terapis bicara
5 Selasa Resiko perfusi 09.00 1. Mengidentifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi, Perawat
01/12/2020 selebral tidak gangguan metabolisme, edema serebral).
efektif d.d adanya 2. Memonitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis. Tekanan
infark dari daerah darah meningkat, tekanan nadi melebar, bradikardia, pola
ganglia basalis napas ireguler, kesadaran menurun).
3. Memonitor MAP
4. Memonitor CVP, jika perlu
5. Memonitor status pernapasan
6. Memonitor intake dan output cairan
7. Monitor batuk dan reflek muntah
8. Memonitor kesimterisan wajah
9. Memonitor karakteristik bicara

57
10. Memonitor kekuatan pegangan
11. Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan
yang tenang.
12. Menagtur posisi semi fowler
13. Menghindari manuver valsava
14. Menghindari pemberian cairan hipotonik
15. Mempertahankan suhu tubuh normal
16. Meberikan obat brain act 2 x 250 mg sesuai advice DPJP

6 Selasa Resiko 09.00 1. Melakukan identifikasi kemungkinan penyebab Perawat


01/12/2020 ketidakseimbangan ketidakseimbangan elektrolit.
elektrolit b.d faktor 2. Melakukan monitoring kadar serum elektrolit
risiko muntah dan 3. Melakukan monitoring mual, muntah, dan diare
diare (D.0037) 4. Melakukan monitoring kehilangan cairan, jika perlu.
5. Melakukan monitoring tanda dan gejala hipokalemia
(mis. kelemahan otot).
6. Melakukan monitoring tanda dan gejala
hiperkalemia (mis, peka rangsang, gelisah).

58
7. Melakukan monitoring tanda dan gejala
hiponatremia (mis, disorientasi, sakit kepala, membran
mukosa kering).
8. Melakukan monitoring tanda dan gejala
hypernatremia (mis. haus, demam).
9. Melakukan monitoring tanda dan gejala
hipokalsemia (mis. spasme otot wajah, kram otot).
10. Melakukan monitoring tanda dan gejala
hiperkalsemia (nyeri tulang, haus).
11. Memberikan NaCl 3% 250cc/25 jam..
12. Mengatur interval waktu pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien.
13. Melakukan dokumentasi hasil pemantauan.
14. Memberikan penjelasan tujuan prosedur pemantauan.
15. Memberikan informasikan hasil pemantauan.
16. Melakukan kolaborasi pemberian KSR

59
5. Evaluasi Keperawatan
No Hari/Tanggal Diagnosa Catatan Perkembangan TTD /Paraf
1. Rabu Deficit nutrisi b.d S - Keluarga klien mengatakan makan minum belum banyak Perawat
02/12/2020 ketidakmampuan - Klien mengeluh masih mual namun tidak ada muntah
08:30 menelan makanan O - Makan ½ porsi diit lunak
(D.0019) - Klien mampu menlan dengan baik
A Masalah teratasi sebagain
P Lanjutkan intervensi
- Melakukan Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
- Melakukan Identifikasi perlunya penggunaan selang NGT.
- Melakukan Kolaborasi dengan gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan
-
2. Rabu Gangguan S - Klien mengeluh lemas, tangan dan kaki belum bisa digerakan Perawat
02/12/2020 mobilitas fisik b.d - Keluarga klien mengatakan, aktivitas klien dibantu keluarga
13:30 penurunan O - Kekuatan otot
kekuatan otot 3 1
(D.0054) 1 0

60
- Aktivitas klien dibantu keluarga
A Masalah belum teratasi
P Lanjutkan intervensi
- Lakukan latihan ROM aktif dan pasif
- Lakukan merubah posisi setiap 2 jam
- Lakukan kolaborasi dengan rehabilitasi medik

3. Rabu Perfusi perifer S Klien mengeluh masih lemas Perawat


02/12/2020 tidak efektif b.d O - Terpasang transfuse darah PRC labu ke-2
13:30 penurunan - Hb post transfuse 1 lb 9,6 gr/dl
konsentrasi - Conjungtiva merah muda
hemoglobin - CRT <3 dt
(D.0009) A Masalah teratasi sebagian
P Lanjutkan intervensi
- Pemberian produk darah sd Hb > 10 gr/dl
- Observasi TTV selama dan sesudah pemberian transfuse darah
- Periksa Hb post transfusi

61
4. Rabu Gangguan S Klien mengeluh bicara masih rero/pelo Perawat
02/12/2020 komunikasi verbal O - Klien tampak rero
13:30 bd gangguan - Komunikasi verbal sedikit terganggu
neuromuskuler dd - Pengucapan kata tidak terlalu jelas untuk kalimat tertentu
rero (D.0119) A Masalah belum teratasi
P Lanjutkan intervensi
- Gunakan metode komunikasi alternative; isyarat mata, isyarat
tangan, dan gambar
- Ulangi apa yang disampaikan pasien
- Kolaborasi dengan ahli terapis bicara

5. Rabu Resiko perfusi S Klien mengeluh lemas dan pusing Perawat


02/12/2020 selebral tidak O TD 130/90 mmHg N 84 /mt
13:30 efektif d.d adanya R 20 x/mt S 36,2 oC
infark dari daerah SpO2 98% dengan O2 BC 2 lpm
ganglia basalis A Perfusi serebral efektif
Tidak terjadi peningkatan TIK
P Lanjutkan intervensi

62
6, Rabu Resiko S Klien mengeluh lemas Perawat
02/12/2020 ketidakseimbangan O Koreksi NaCl 3 % sudah selesai, terpasang infus rumatan NaCl 0,9 %
12:15 elektrolit b.d 20 gtt/mt
faktor risiko Na+ post koreksi 139 mEq/liter
muntah dan diare A Masalah teratasi sebagian
(D.0037) P Lanjutkan intervensi
Kolaborasi dan koordinasi dengan dokter untuk penggantian jenis
cairan infuse

63
B. Pembahasan
Pada pembahasan berikut ini, akan dibahas tentang konsep stroke berbasis
jurnal dan pembahasan terhadap adanya kesenjangan antara teori dengan hasil
asuhan keperawatan pada Ny. C (55 tahun) dengan sequel stroke. Kasus yang
ditampilkan pada asuhan keperawatan pada makalah ini mengacu pada Studi
Kasus Kelompok 3 sebagaimana tercantum pada Rancangan Tugas KMB 1
UNISA halaman 13 (https://bit.ly/3gcg6U1).
Studi Kasus Kelompok 3
Pada awal bulan Maret 2020 Ny. C (55 Tahun) merasakan lemah badan pada
anggota tubuh sebelah kiri bagian kaki. Tapi pasien masih dapat berjalan
walaupun dengan cara diseret kemudian klien sering merasa kecelakaan setelah
beraktivitas, bicara pasien masih normal. Pada tanggal 17 Maret 2020, klien
terjatuh dari kamar mandi, kemudian tiba-tiba merasakan kelemahan anggota
gerak sebelah kiri, sebelah kanan masih dapat digerakkan tapi minimalis, klien
mengalami rero, nyeri kepala, klien dibawa ke Dokter terdekat dan diberi obat
tapi keluarga dan pasien lupa lagi nama obatnya. Satu hari sebelum masuk rumah
sakir, pasien merasakan baal pada anggota tubuh sebelah kiri, tidak bisa makan
ataupun minum sering muntah-muntah, BAB cair kemudian dibawa ke UGD RS
Hasan Sadikin. Kemudian klien dirawat di ruang perawatan. Menurut keluarga,
pasien pernah mempunyai stroke sejak 3 tahun yang lalu. Tapi pasien tidak
diketahui memiliki riwayat penyakit hipertensi.
Pada saat pengkajian pasien terlihat lemah, kesadaran compos mentis,
pasien mengeluh tidak dapat menggerakkan anggota tubuh sebelah kiri baik
tangan atau kaki. Tidak terdapat edema, kekuatan otot ektremitas atas 3/1. Pada
ektremitas bawah kaki kanan sulit digerakkan sedangkan kaki kiri sama sekali
tidak ada gerakan, kekuatan otot 1/0. Pada tangan kanan pasien terpasang infuse
NaCl 3% 250cc/24 jam dan NaCl 0,9% 20 gtt/mnt. TD 130/90 mmHg, Suhu
36,4, Nadi 80x/menit, respirasi 22 x/menit.
Pemeriksaan laboratorium : Hb 8,7 gr/dl, leukosit 10.000/mm3, eritrosit
2,99 juta/ul, hematokrit 27 %, trombosit 515.000/mm3, pemeriksaan penunjang
; CT-Scan menunjukkan infark dari daerah ganglia basalis. Diagnosa medis :

64
sequel stroke. Pasien mendapatkan therapy ; brain act2 x 250 mg, cipropoxacin
2 x 400 mg, sotatik 3 x 1 ampul, KSR 1 x 1 tablet, ascarida 1 x 80 mg, PCT (bila
perlu) 3 x 500 mg,
1. Pengkajian
a. Data demografi
Dari pengkajian Ny. C didapatkan data demografi usia 55 tahun dan
berjenis kelamin perempuan. Data demografi tersebut menjadi bagian
dari factor risiko terjadinya stroke yang tidak dapat dimodifikasi (Arum,
2015).
Hal ini diperjelas dengan berbagai hasil penelitian, stroke banyak
terjadi pada usia > 40 th, banyak terjadi pada perempuan (Sihotang, 2016;
Yang et al., 2020)
b. Riwayat kesehatan
Diperoleh data “Ny.C” pemah mempunyai penyakit stroke sejak 3
tahun yang lalu, tapi pasien tidak diketahui memiliki riwayat penyakit
hipertensi”. Penulis berasumsi bahwa Ny. C sudah menderita hipertensi
sejak lama, namun hal tersebut tidak diketahui dan tidak teridentifikasi.
Tekanan darah pada saat pengkajian 130/90 mmHg. Hipertensi menjadi
factor risiko terjadinya stroke (Sihotang, 2016; Yang et al., 2020). Setiap
peningkatan 10 mmHg dalam tekanan darah meningkatkan
risiko stroke 1,4 hingga 1,8 kali lipat (Psaty et al., 2001).
c. Riwayat penyakit sekarang
1) Diperoleh data “Ny.C” tampak lemah dan mengeluh tidak dapat
menggerakan anggota tubuh sebelah kiri baik tangan atau kaki
Dampak yang ditimbulkan oleh stroke berupa hemiparase
(kelemahan) dan hemiplegia (kelumpuhan) merupakan salah satu
bentuk deficit motorik. Hal ini disebabkan oleh gangguan motorik
neuron dengan karakteristik kehilangan kontrol gerakan volunteer
(gerakan sadar), gangguan gerakan, keterbatasan tonus otot, dan
keterbatasan reflak (Winstein et al., 2016).

65
Kelemahan otot merupakan dampak terbesar pada pasien stroke.
Guna mempertahankan atau memelihara kekuatan otot, mobilitas
persendian, dan menstimulasi sirkulasi, maka di perlukan range of
motion (ROM).
Range Of Motion memiliki pengaruh terhadap rentang gerak
responden bila dilakukan dengan frekuensi dua kali sehari dalam
enam hari dan dengan waktu 10-15 menit dalam sekali latihan
(Chaidir & Zuardi, 2014). Penelitian lainnya juga membuktikan
bahwa latihan dua kali sehari dalam 6 hari dengan waktu 10-15 menit
akan berpengaruh terhadaprentang gerak responden (Filantip, 2015).
Range Of Motion merupakan pergerakan persendian sesuai
dengan gerakan yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan
pergerakan otot baik secara pasif maupun aktif (Winstein et al.,
2016). Hal ini menunjukan terdapat pengaruh antara ROM terhadap
kekuatan otot pada pasien stroke karena setiap responden mengalami
peningkatan skala kekuatan otot setelah dilakukannya Range Of
Motion.
2) “Ny.C” diasumsikan mengalami gangguan dalam fungsi menelan
Menelan merupakan proses yang kompleks karena melibatkan
beberapa fungsi saraf kranial. Gangguan menelan disebabkan oleh
paresis atau kerusakan nervus fasialis, nervus trigeminus, nervus
hipoglasus, nervus glossoparingeus dan nervus vagus. Nervus-
nervus tersebut berperan dalam proses mengunyah dan bicara.
Adanya gangguan pada salah saty nervus tersebut maka akan
berdampak pada keadekuatan fungsi menelan, mengunyah dan
fungsi bicara. Timbulnya gangguan fungsi menelan dapat
mengakibatkan terjadinya dehidrasi, malnutrisi, bahkan pneumonia
akibat kerusakan katup epiglotis yang memungkinkan terjadinya
aspirasi cairan atau makanan ke dalam saluran pernafasan (Farhan,
2018).

66
d. Pemeriksaan laboratorium
1) Haemoglobin
Dari hasil pemeriksaan labortaorium “Ny.C” diperoleh data
kadar haemoglobin 8,7 gr/dl. Pasien di identifikasi mengalami
anemia, dimana kadar Hb < 12 gr/dl untuk jenis kelamin perempuan
(WHO dalam He et al., 2020)
Dari pasien stroke iskemik akut ditemukan bahwa kadar Hb
yang rendah bersesuaian dengan luas infark dan juga peningkatan
derajat pertumbuhan infark. Kadar Hb ini merupakan faktor yang
memberikan kontribusi independen terhadap ukuran infark bersama
dengan beberapa faktor lain seperti umur, jenis kelamin, kadar
glukosa saat masuk Rumah Sakit dan sub type stroke. Semakin luas
daerah infark maka akan berhubungan dengan semakin buruknya
derajat klinis (Kimberly et al., 2011).
Tingkat hemoglobin yang rendah berhubungan dengan
lambatnya pemulihan fungsional, dan peningkatan hemoglobin
secara bermakna meningkatkan pemulihan fungsional sehingga
perawatan di rumah sakit lebih singkat pada pasien stroke dengan
anemia (Yoshimura et al., n.d.). Kadar hemoglobin yang rendah
meningkatkan risiko kerusakan kognitif menetap pasca serangan
stroke (Poststroke Cognitive Impairment) (He et al., 2020). Anemia
berpotensi menjadi faktor risiko stroke hemoragik dan iskemik pada
wanita usia reproduksi (Sui et al., 2020).
Dari penelitian tersebut, anemia penting untuk di koreksi
sebagai pencegahan terjadinya stroke dan mempercepat proses
pemulihan.
2) Leukosit
Leukosit adalah sistem pertahanan tubuh yang merupakan
kumpulan unit yang bergerak. Sistem daya tahan tubuh ini adalah
kemampuan tubuh untuk bertahan dan menyingkirkan material yang

67
berbahaya dan sel-sel abnormal dalam tubuh (Sherwood &
Pysiology, 2010).
Leukosit merupakan sel darah, fungsinya lebih banyak
dilakukan didalam jaringan. Selama berada didalam darah, leukosit
hanya bersifat sementara mengikuti aliran darah ke seluruh tubuh.
Apabila terjadi peradangan pada jaringan tubuh, leukosit akan
bermigrasi menuju jaringan yang mengalami radang dengan cara
menembus dinding pembuluh darah (kapiler) (Kiswari, C, & A,
2014). Kembalinya aliran darah dapat juga menimbulkan kerusakan
otak yang lebih progresif, sehingga menimbulkan disfungsi jaringan
dan infark lebih lanjut. Reperfusion injury ini disebabkan oleh
banyak faktor tetapi tampaknya lebih banyak disebabkan oleh respon
inflamasi, yaitu proses inflamasi akibat kembalinya aliran darah
akan memperkuat lesi iskemik atau infark yang telah ada
sebelumnya.
Respon inflamasi sendiri meningkatkan jumlah leukosit.
Hipotesa yang dapat dihasilkan dari pernyataan tersebut, jumlah
leukosit mempengaruhi manifestasi klinis stroke fase akut (Husna et
al., 2015).
Leukositosis adalah keadaan dimana ditemukan jumlah leukosit
melebihi rata-rata batas normal. Leukositosis adalah suatu respon
normal terhadap infeksi atau peradangan (Sherwood & Pysiology,
2010).
Stroke sering menyebabkan kondisi leukositosis dan biasanya
memiliki prognosis dan keluaran yang lebih buruk juga, baik pada
saat sebelum serangan maupun pada saat perawatan di unit stroke
(Sherwood & Pysiology, 2010).
Kecenderungan leukosit lebih tinggi pada stroke hemoragik
dibanding stroke iskemik. Semakin besar volume lesi maka semakin
tinggi pula jumlah leukosit baik pada stroke hemoragik maupun pada
stroke iskemik (Sherwood & Pysiology, 2010).

68
3) Hematrokit
Hematokrit adalah perbandingan volume eritrosit dengan
volume darah, merupakan presentasi volume darah yang disertai
dengan eritrosit. Peningkatan hematokrit menyebabkan viskositas
darah akan meningkat. Viskositas darah yang meningkat akan
mengaktifkan sel pembekuan darah. Sehingga sel-sel ini bisa
menyebabkan terbentuknya trombus dan emboli. Trombus yang
terbentuk akan semakin menutup pembuluh darah sehingga aliran
darah ke otak bisa berkurang (Hutajulu et al., 2014).
Trombus yang lepas menjadi emboli bisa menyangkut ke
seluruh pembuluh darah di tubuh, termasuk arteri serebral. Inilah
yang menyebabkan terjadinya iskemik. Dengan demikian
hematokrit yang meningkat merupakan salah satu faktor resiko
stroke iskemik (Wijaya, 2014).
4) Trombosit
Trombosit adalah sel darah yang berperan penting dalam
hemostasis. Trombosit melekat pada lapisan endotel pembuluh darah
yang robek (luka) dengan membentuk plug trombosis (Kiswari, C,
& A, 2014).
Trombosit atau platelet berasal dari sitoplasma sel megakariosit
yang berada di sumsum tulang, tidak mengandung DNA tapi
mengandung mRNA yang diperlukan untuk sintesis protein. Dalam
keadaan normal (pembuluh darah yang utuh) platelet tidak pernah
menempel dalam sel endotel, bila terjadi kerusakan pada endotel
vaskular, maka platelet segera teraktivasi. Patogenesis stroke
iskemik diawali dari terbentuknya trombus baik di dinding
pembuluh darah maupun jantung (Lubis, 2018)).
Terdapat tiga indeks volume trombosit yang berhubungan
dengan agregasi trombosit. Mean Platelet Volume (MPV), Platelet
Distribution Width (PDW), dan Platelet Large Cell Ratio (P-LCR).
Peningkatan indeks volume trombosit dapat merefleksikan

69
peningkatan aktivasi trombosit dan hiperagregasi trombosit yang
merupakan faktor risiko stroke iskemik (Shah et al., 2013).
e. Gambaran CT Scan
Hasil CT-Scan Ny.C menunjukan gambaran infark dari daerah ganglia
basalis. Lesi ganglia basalis merupakan letak lesi terbanyak pada pasien
yang menderita stroke iskemik (Sihotang, 2016).
f. Tindakan korektif elektrolit
“Ny.C” tampak mendapatkan tindakan korektif elektrolit ditandai
dengan terpasang infuse NaCl 3% 250cc/25 jam dan NaCl 0.9% 20 gtt/m
pada tangan kanan.
Pada kasus tidak tampak hasil pemeriksaan elektrolit berupa Natrium.
Namun dengan tindakan tersebut pasien diasumsikan mengalami
gangguan elektrolit
Gangguan elektrolit seperti hipernatremia atau hiponatremia berasal
dari syndrome of inappropriate anti diuretice hormone (SIADH),
meningkatnya brain natriuretik peptide (BNP), ketidakseimbangan
asupan dan pengeluaran, yang dapat menyebabkan kejang bahkan
kematian. (Bhattacharya & Biswas, 2013; Siddiqui et al., 2012).
Pasien stroke hemoragik banyak yang mengalami nyeri kepala dan
muntah. Muntah merupakan penyebab utama gangguan elektrolit.
Komplikasi gangguan elektrolit lebih sering muncul pada fase akut. Pada
suatu studi cross sectional tentang kadar elektrolit pada stroke akut,
didapatkan bahwa dari 100 pasien sekitar 53% mengalami gangguan
elektrolit. Hiponatremi dan hipokalemia merupakan gangguan yang
terbanyak diikuti hipokloremia. Deteksi dini dan penatalaksanaan yang
tepat penting untuk memperbaiki outcome stroke (Siddiqui et al., 2012)

70
2. Diagnosa keperawatan
a. Diagnosa keperawatan berdasarkan konsep
Dalam menyusun makalah ini, penyusun belum mendapatkan buku
panduan (text book/hand book) Asuhan Keperawatan Stroke berbasis
aplikasi 3S (SDKI, SLKI, SIKI). Penyusun telah mengidentifikasi Buku
SDKI (2017) untuk merumuskan Diagnosa Keperawatan yang relevan
terhadap asuhan keperawatan stroke, dan diperoleh 21 rumusan diagnose
keperawatan sebagai berikut:
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0001)
2) Pola nafas tidak efektif (D.0005)
3) Defisit nutrisi (D.0019)
4) Gangguan eliminasi urin (D.0040)
5) Inkontinensia Urin Fungsional (D.0044)
6) Gangguan memori (D.0062)
7) Gangguan mobilitas fisik (D.0054)
8) Gangguan menelan (D.0063)
9) Konfusi akut (D.0064)
10) Konfusi kronis (D.0065)
11) Harga diri rendah kronis (D.0086)
12) Harga diri rendah situasional (D.0087)
13) Defisit perawatan diri (D.0109)
14) Gangguan komunikasi verbal (D.0119)
15) Hipertemia (D.0130)
16) Risiko aspirasi (D.0008)
17) Risiko perfusi serebral tidak efektif (D.0017)
18) Risiko defisit nutrisi (D.0032)
19) Risiko disfungsi seksual (D.0072)
20) Risiko diri rendah situasional (D.0102)
21) Risiko luka tekan (D.0144)

71
b. Diagnosa keperawatan berdasarkan kasus
Dari hasil pengkajian Ny.C meliputi pengumpulan data dan analisa
data, dalam asuhan keperawatan Ny.C 55 th dengan sequel stroke
ditetapkan 6 rumusan diagnose keperawatan, sebagai berikut:
1) Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidak mampuan menelan
makanan (D.0019)
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan
otot (D.0054)
3) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan
kosentrasi hemoglobin (D.0009)
4) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler dibuktikan dengan pasien mengalami rero (D.0119)
5) Resiko perfusi selebral tidak efektif dibuktikan dengan adanya
infark di daerah ganglia basalis (D.0017)
6) Resiko ketidakseimbangan elektrolit dibuktikan dengan adanya
muntah dan diare (D.0037)
c. Pembahasan diagnosa keperawatan berdasarkan konsep dan kasus
Terdapat perbedaan rumusan diagnose keperawatan baik secara
kuantitatif maupun kualitatif
1) Secara kuantitatif
Secara kuantitatif hanya ada 6 rumusan diagnose keperawatan
yang di tetapkan dari 21 rumusan diagnose keperawatan. Hal ini
ditetapkan berdasarkan data senjang yang diperoleh dari hasil
pengkajian. Adapun diagnose keperawatan yang lainnya tidak
diangkat dalam kasus karena tidak ada data yang menunjang untuk
diangkatnya diagnose keperawatan tersebut
2) Secara kualitatif
Secara kualitatif terdapat 2 rumusan diagnose keperawatan yang
menarik untuk dibahas, yaitu perfusi perifer tidak efektif
berhubungan dengan penurunan kosentrasi hemoglobin (D.0009)

72
dan resiko ketidakseimbangan elektrolit dibuktikan dengan adanya
muntah dan diare (D.0037).
Rumusan tersebut di atas tidak terdapat pada konsep rumusan
diagnose keperawatan terkait stroke. Jika mengacu pada Standar
Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI), diagnose keperawatan
tersebut secara eksplisit tidak memenuhi kondisi klinis terkait stroke,
namun secara objektif tampak data data yang menunjang untuk di
rumuskan diagnose keperawatan tersebut.
a) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan
kosentrasi hemoglobin (D.0009)
Diagnosa keperawatan dirumuskan mengacu pada hasil lab Hb
8,7 gr/dl dan hal ini perlu mendapatkan intervensi berupa
pemberian produk darah untuk meningkatkan kadar Hb.
Anemia penting untuk di koreksi sebagai pencegahan terjadinya
stroke dan mempercepat proses pemulihan (He et al., 2020; Sui
et al., 2020; Yoshimura et al., n.d.)
b) Resiko ketidakseimbangan elektrolit dibuktikan dengan adanya
muntah dan diare (D.0037)
Diagnosa keperawatan dirumuskan mengacu pada data objektif
pemberian infuse NaCl 3% 250cc/25 jam dan NaCl 0.9% 20
gtt/m.
Penulis mengasumsikan bahwa pasien mengalami
hyponatremia. Jika berdasar pada data objektif yang diperoleh,
maka rumusan diagnose keperawatan yang seharunya adalah
gangguan ketidakseimbangan elektrolit (aktual). Namun
rumusan diagnose keperawatan tersebut tidak terdapat pada
SDKI.

73
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Stroke adalah suatu penyakit atau gangguan pada sistem neurologis yang
terjadi akibat kurangnya suplai oksigen ke otak secara mendadak dapat terjadi
akibat kurangnya suplai oksigen ke otak secara mendadak dapat terjadi karena
adanya sumbatan atau pecahnya pembuluh darah ke otak.
Berdasarkan penyebabnya, stroke dapat dibagi menjadi dua kelompok:
iskemik dan hemoragik. Jenis stroke yang paling banyak terjadi adalah stroke
iskemik, meliputi 85% dari total kasus stroke.
Berbagai gejala dan tanda awal pre-stroke seperti terasa baal/kram dan
lemah mendadak, gangguan penglihatan, binggung mendadak terasa pusing,
hilang keseimbangan dan nyeri kepala semuanya ditemukan pada pasien. Dari
semua gejala tersebut perasaan baal (kram) dan rasa lemah mendadak
merupakan gejala awal stroke yang paling banyak dirasakan oleh penderita.
Stroke dapat mengakibatkan banyak kerugian dari penderita dan keluarga.
Bahkan penyakit ini dapat mengakibatkan kematian. Penanganan pada klien
yang menderita stroke haruslah cepat, tepat dan akurat untuk meminimalkan
kecacatan yang diakibatkan.

Berdasarkan hasil studi kasus asuhan keperawatan pada Ny.C usia 55


tahun dengan sequel stroke. Asuhan keperawatan meliputi tahapan pengkajian,
diagnose keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan.
Dari hasil pengkajian diperoleh data senjang atas perubahan status
neuromuskuler.
Perencanaan dan pelaksanaan keperawatan mengacu pada rumusan
diagnose keperawatan dengan menggunakan buku pedoman SLKI dan SIKI.
Dan evaluasi keperawatn mengacu pada rencana tujuan yang telah ditetapkan
secara sumatif dan formatif dengan pendekatan “SOAP”.

74
B. Saran
1. Untuk memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
persarafan; stroke, seorang perawat harus memahami dan memiliki
pengetahuan tentang konsep teori dan proses asuhan keperawatan
2. Sebagai bagian anggota profesi, proses asuhan keperawatan harus
mengacu pada asuhan keperawatan berbasis 3S (SDKI, SLKI, SIKI),
Namun dalam aplikasi dilapangan terdapat kesulitan dalam
menerapkannya. Diperlukan sosialisasi dan bimbingan teknis terkait
penerapan asuhan keperawatan berbasis 3S

75
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, H., Kadri, A., & Anwar, Y. (2019). GAMBARAN DISFUNGSI SEKSUAL,
DISABILITAS, DAN KUALITAS HIDUP PADA PASIEN
PASCASTROKE. Neurona (Majalah Kedokteran Neuro Sains
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia), 36(2).
Arum. (2015). STROKE; Kenali, Cegah dan Obati. Yogyakarta: Notebook.
Bakara, D. M., & Warsito, S. (2016). Latihan Range Of Motion (ROM) Pasif
Terhadap Rentang Sendi Pasien Pasca Stroke. Idea Nursing Journal, 7(2),
12–18.
Bedah, D. K. (2017). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal - Bedah Vol.1.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Bhattacharya, A., & Biswas, S. (2013). Serum and urinary electrolyte levels in
Cerebro-Vascular Accident patients: A cross sectional study. American
Journal of Internal Medicine, 1(4), 36–39.
Black J., H. J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah; Manajemen Klinis untuk Hasil
yang Diharapkan. Jakarta: Salemba Emban Patria.
Black joyce M, J. H. (2014). Medical Surgical Nursing Vol.2. Jakarta: Salemba
Medika.
Chaidir, R., & Zuardi, I. M. (2014). Pengaruh Latihan Range Of Motion Pada
Ekstremitas Atas Dengan Bola Karet Terhadap Kekuatan Otot Pasien
Stroke Non Hemoragi Di Ruang Rawat Stroke RSSN Bukittinggi tahun
2012. ’AFIYAH, 1(1).
Deswani. (2011). Proses Keperawatan dan Berfikir Kritis. Jakarta: Salemba
Medika.
Digiulio. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Rapha Publishing.
Dourman, HS. (2013). Waspadai Stroke Usia Muda. Jakarta: Cerdas Sehat
Publisher.
Dourman, K. (2013). Waspadai stroke usia muda. Jakarta: Cerdas Sehat.
Farhan, Z. (2018). Pengaruh Latihan Vokal terhadap Perubahan Kemampuan
Menelan pada Pasien Stroke Infark di Ruang Cempaka Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. Slamet Garut Tahun 2015. Jurnal Soshum Insentif, 43–
55.
Filantip, A. (2015). Pengaruh Latihan ROM Aktif Terhadap Kelentukan Sendi
Ektremitas Bawah Dan Gerak Motorik Pada Lansia Di Unit Pelayanan
Sosial Wening Wardoyo Ungaran. Universitas Negeri Semarang.

76
Fofi, L., Dall’Armi, V., Durastanti, L., Valenza, A., Lorenzano, S., Prencipe, M., &
Toni, D. (2012). An observational study on electrolyte disorders in the
acute phase of ischemic stroke and their prognostic value. Journal of
Clinical Neuroscience, 19(4), 513–516.
Has, C. N. (2020). Representative Speech Acts of People With Multiple Aphasia
(Case Study on Khairudin). The 3rd International Conference on
Language, Literature, and Education (ICLLE 2020), 29–35.
He, W., Ruan, Y., Yuan, C., Luan, X., & He, J. (2020). Hemoglobin, anemia, and
poststroke cognitive impairment: A cohort study. International Journal of
Geriatric Psychiatry, 35(5), 564–571.
Husna, M., Kusworini, K., & Wulansari, D. A. (2015). Correlation between
leukocyte count when admitted in emergency room (ER) with clinically
acute ischemic stroke patients. Malang Neurology Journal, 1(2), 46–51.
Hutajulu, N. I., Taudjidi, A. A., & Fridayenti, F. (2014). Gambaran Hematokrit
Pada Pasien Stroke Iskemik Di Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Ahmad
Provinsi Riau. Riau University.
Irdawati, I. (2012). Pengaruh Latihan Gerak terhadap Keseimbangan Pasien Stroke
Non-hemoragik. KEMAS: Jurnal Kesehatan Masyarakat, 7(2), 25319.
Irdawati. (2012). Latihan gerak terhadap keseimbangan pasien stroke non
hemoragik di rumah sakit Moewardi Surakarta.
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas/article/.
Junaidi, I. (2011). Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta: ANDI.
Junaidi, I. (2011). Stroke, waspadai ancamannya. Penerbit Andi.
Kemenkes, R. I. (2018). Hasil utama RISKESDAS 2018. Online) Http://Www.
Depkes. Go. Id/Resources/Download/Info-
Terkini/Materi_rakorpop_2018/Hasil% 20Riskesdas, 202018.
Kiswari, C, S., & A, R. (2014). Hematologi dan Tranfusi. Jakarta: Erlangga.
Kusuma, A. S., & Sara, O. (2020). Penerapan Prosedur Latihan Range Of Motion
(ROM) Pasif Sedini Mungkin pada Pasien Stroke Non Hemoragik (SNH).
Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 5(10), 1015–1021.
Lubis, A. M. Y. (2018). Gambaran Jumlah Eritrosit, Kadar Hematokrit, Jumlah
Leukosit dan Jumlah Trombosit pada Pasien Stroke Iskemik Akut di
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2017.
Munir, B. (2015). Neurologi Dasar. Jakarta.
Nursalam. (2011). Proses dan Dokumentasi Keperawatan, Konsep dan Praktek.
Jakarta: Salemba Medika.

77
Parakkasi, A. P., Muhartomo, H., & Hardian, H. (2016). Hubungan Kadar Natrium
Serum Saat Masuk Dengan Keluaran Motorik Pasien Stroke Iskemik.
Diponegoro University.
Pertami, S. B., Munawaroh, S., & Rosmala, N. W. D. (2019). PENGARUH
ELEVASI KEPALA 30 DERAJAT TERHADAP SATURASI OKSIGEN
DAN KUALITAS TIDUR PASIEN STROKE. Health Information:
Jurnal Penelitian, 11(2), 134–145.
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI). Jakarta: DPP
PPNI.
PPNI. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). Jakarta: DPP
PPNI.
Psaty, B. M., Furberg, C. D., Kuller, L. H., Cushman, M., Savage, P. J., Levine, D.,
O’Leary, D. H., Bryan, R. N., Anderson, M., & Lumley, T. (2001).
Association between blood pressure level and the risk of myocardial
infarction, stroke, and total mortality: the cardiovascular health study.
Archives of Internal Medicine, 161(9), 1183–1192.
Ritonga, E. P. (2017). Gambaran Status Gizi Pada Pasien Stroke Pasca Rawat Inap
Di Ra IV Neurologi Rsup. H. Adam Malik Medan. Jurnal Ilmiah
Keperawatan Imelda, 3(1), 247–252.
Robinson J.M., S. L. (2014). Buku Ajar Visual Nursing Medikal Bedah Jilid 1.
Jakarta: Binarupa Aksara.
Rozaq, M. A., & Rafsanjani, T. A. (2020). The Effect of Speech Therapy With
Hijaiyyah Letters on the Capability of Verbal Communication of Stroke
Patients. 1st International Conference on Science, Health, Economics,
Education and Technology (ICoSHEET 2019), 233–235.
Setyawati, Y. D., & Mastura, R. R. (2020). Electrolyte disturbances and lipid
profiles in ischaemic and hemorrhagic stroke patients in Aisyiyah
Bojonegoro Hospital, Indonesia. International Journal of Research in
Medical Sciences, 8(6), 2028Shah, P. A., Mir, R. A., Kamili, M. M. A.,
Bardi, G. H., & Masoodi, Z. A. (2013). Role of mean platelet volume in
ischemic stroke. JK Science, 15(3), 136.
Sherwood, L., & Pysiology, H. (2010). From Cells to Systems. Human Physiology.
Siddiqui, M. R., Islam, Q. T., Haque, M. A., Iqbal, M. J., Hossain, A., Rahman, Y.
U., Mahbub, M. S., & Sazzad, A. A. (2012). Electrolytes status in different
type of acute stroke patients and their correlation with some common
clinical presentation. Journal of Medicine, 13(2), 133–137.
Sihotang, B. K. (2016). Profil Penderita Stroke Iskemik di RSUP. H. Adam Malik
Tahun 2015.

78
Silalahi, R. D. (2020). Peran Perawat Dalam Tindakan Rehabilitatif Pasien Pasca
Stroke Di Rumah Sakit.
Sui, Y., Hong, C.-T., Chien, L.-N., Liu, H.-Y., Chiou, H.-Y., & Hsieh, Y.-C. (2020).
Association between anemia and stroke in females: A nationwide,
population-based cohort study in taiwan. International Journal of
Environmental Research and Public Health, 17(20), 7440.
TACHE-CODREANU, D.-L., & CUCU, C.-D. (n.d.). THE NEUROMUSCULAR
ELECTRICAL STIMULATION ASSOCIATED WITH SPEECH THERAPY
EXERCICES IN DYSPHAGIA AND DYSARTHRIA AFTER STROKE
(CLINICAL CASE).
Tarwoto, W. S. (2007). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: CV. Sagung Seto.
Tarwoto. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan medikal bedah. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Winstein, C. J., Stein, J., Arena, R., Bates, B., Cherney, L. R., Cramer, S. C.,
Deruyter, F., Eng, J. J., Fisher, B., & Harvey, R. L. (2016). Guidelines for
adult stroke rehabilitation and recovery: a guideline for healthcare
professionals from the American Heart Association/American Stroke
Association. Stroke, 47(6), e98–e169.
Yang, Y., Yang, Y., Jin, G., Yang, Y., Chen, L., Jiang, Z., Xie, L., Liu, L., Zeng,
D., & Zhan, Q. (2020). The prevalence of stroke and related risk factors
among residents aged≥ 40 years in Chongqing, Southwest China. Journal
of Public Health, 1–10.
Yoshimura, Y., Wakabayashi, H., Shiraishi, A., Nagano, F., Bise, T., & Shimazu,
S. (n.d.). Hemoglobin Improvement is Positively Associated with
Functional Outcomes in Stroke Patients with Anemia. Journal of Stroke
and Cerebrovascular Diseases, 30(1), 105453.
WHO. (2020). Leading Causes of Death and Disability; A visual summary of global
and regional trends 2000-2009. https://www.who.int/data/stories/leading-
causes-of-death-and-disability-2000-2019-a-visual-summary.

79

Anda mungkin juga menyukai