Oleh :
B. ETIOLOGI
1. AV Blok derajat pertama
Terjadi pada semua usia dan pada jantung normal atau penyakit jantung. PR
yang memanjang lebih dari 0,2 detik dapat disebabkan oleh obat-obatan
seperti digitalis, ß blocker, penghambatan saluran kalsium, serta penyakit
arteri koroner, berbagai penyakit infeksi, dan lesi congenital.
2. AV Blok derajat kedua Mobitz I (Wenckebach)
Tipe ini biasanya dihubungkan dengan blok di atas berkas His. Demikian
juga beberapa obat atau proses penyakit yang mempengaruhi nodus AV
seperti digitalis atau infark dinding inferior dari miocard dapat menghasilkan
AV blok tipe ini.
3. AV Blok derajat kedua Mobitz II
Adanya pola Mobitz II menyatakan blok di bawah berkas His. Ini terlihat
pada infark dinding anterior miokard dan berbagai penyakit jaringan
konduksi.
4. AV Blok derajat ketiga (komplit)
Penyebab dari tipe ini sama dengan penyebab pada AV blok pada derajat
yang lebih kecil. Blok jantung lengkap atau derajat tiga bisa terlihat setelah
IMA. Dalam irama utama ini, tidak ada koordinasi antara kontraksi atrium
dan ventrikel. Karena kecepatan ventrikel sendiri sekitar 20 sampai 40 kali
permenit, maka sering penderita menyajikan tanda-tanda curah jantung yang
buruk seperti hipotensi dan perfusi serebrum yang buruk.
C. KLASIFIKASI
1. AV block derajat pertama
Pada AV block derajat pertama ini, konduksi AV diperpanjang tetapi semua
impuls akhirnya dikonduksi ke ventrikel. Gelombang P ada dan mendahului
tiap-tiap QRS dengan perbandingan 1:1, interval PR konstan tetapi durasi
melebihi di atas batas 0,2 detik.
2. AV block derajat kedua Mobitz I (Wenckebach)
Tipe yang kedua, blok AV derajat dua, konduksi AV diperlambat secara
progresif pada masing-masing sinus sampai akhirnya impuls ke ventrikel
diblok secara komplit. Siklus kemudian berulang dengan sendirinya. Pada
gambaran EKG, gelombang P ada dan berhubungan dengan QRS di dalam
sebuah pola siklus. Interval PR secara progresif memanjang pada tiap-tiap
denyut sampai kompleks QRS tidak dikonduksi. Kompleks QRS mempunyai
bentuk yang sama seperti irama dasar. Interval antara kompleks QRS
berturut-turut memendek sampai terjadi penurunan denyut.
3. AV block derajat kedua Mobitz II
AV block tipe II digambarkan sebagai blok intermiten pada konduksi AV
sebelum perpanjangan interval PR. Ini ditandai oleh interval PR fixed jika
konduksi AV ada dan gelombang P tidak dikondusikan saat blok terjadi.
Blok ini dapat terjadi kadang-kadang atau berulang dengan pola konduksi 2 :
1, 3 : 1, atau bahkan 4 : 1, karena tidak ada gangguan pada nodus sinus,
interval PP teratur. Sering kali ada bundle branch block (BBB) atau blok
cabang berkas yang menyertai sehingga QRS akan melebar.
4. AV block derajat ketiga (komplit)
Pada blok jantung komplit, nodus sinus terus memberi cetusan secara
normal, tetapi tidak ada impuls yang mencapai ventrikel. Ventrikel
dirangsang dari sel-sel pacu jantung yang keluar dan dipertemu (frekuensi
40-60 denyut/menit) atau pada ventrikel (frekuensi 20-40 denyut/menit)
tergantung pada tingkat AV blok. Pada gambaran EKG gelombang P dan
kompleks QRS ada tetapi tidak ada hubungan antara keduanya. Interval PP
dan RR akan teratur tetapi interval RR bervariasi. Jika pacu jantung
pertemuan memacu ventrikel, QRS akan mengecil. Pacu jantung
idioventrikular akan mengakibatkan kompleks QRS yang lebar ( Wilkinson,
JM & Nancy, RA. 2017).
D. MANIFESTASI KLINIS
1. AV blok sering menyebabkan bradikardia, meskipun lebih jarang
dibandingkan dengan kelainan fungsi nodus SA.
2. Seperti gejala bradikardia yaitu pusing, lemas, sinkop, dan dapat
menyebabkan kematian mendadak.
3. AV blok derajat I:
a. Sulit dideteksi secara klinis.
b. Bunyi jantung pertama bisa lemah
c. Gambaran EKG : PR yang memanjang lebih dari 0,2 detik.
4. AV blok derajat II
a. Denyut jantung < 40x/menit.
b. Pada Mobitz I tampak adanya pemanjangan interval PR hingga kompleks
QRS menghilang.
c. Blok Mobitz tipe II merupakan aritmia yang lebih serius karena lebih
sering menyebabkan kompleks QRS menghilang. Penderita blok Mobitz
tipe II sering menderita gejala penurunan curah jantung dan akan
memerlukan atropine dalam dosis yang telah disebutkan sebelumnya.
5. AV blok derajat III (komplit)
a. Atrium yang berdenyut terpisah dari ventrikel, kadang-kadang kontraksi
saat katup tricuspid sedang menutup. Darah tidak bisa keluar dari atrium
dan malah terdorong kembali ke vena leher, sehingga denyut tekanan
vena jugularis (JVP) nampak jelas seperti gelombang “meriam
(cannon)”.
b. Tampak tanda-tanda curah jantung yang buruk seperti hipotensi dan
perfusi serebrum yang buruk (Sjamsuhidayat & Jong, 2016).
E. PATOFISIOLOGIS
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. EKG : Pada EKG akan ditemukan adanya AV blok sesuai dengan
derajatnya.
2. Foto dada : Dapat ditunjukkan adanya pembesaran bayangan jantung
sehubungan dengan disfungsi ventrikel dan katup.
3. Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium, dan magnesium
dapat menyebabkan disritmia
G. PENATALAKSANAAN
Tindakan yang dapat dilakukan sesuai derajat AV blok.
1. Obat antiaritmia
Reseptor Klas Obat Cara kerja obat
Saluran Na+, 1A Procainamide, Mencegah masuknya Na
K+ Quinidine, Amiodarone ke dalam sel
Saluran Na+ 1B Lidocaine, Phenitoin Menghambat konduksi,
memperlambat masa
pemulihan (recovery) dan
mengurangi kecepatan otot
jantung untuk discharge
secara spontan
Class 1A memperpanjang
aksi potensial
ß-adrenergik 2 Esmolol, Metoprolol, Anti simpatetik,
Propanolol, Sotalol*, mencegah efek katekolamin
Amiodarone pada aksi potensial
Termasuk golongan ß-
adrenergik antagonis
Saluran K+ 3 Sotalol*, Bretylium, Memperpanjang waktu aksi
Ibutilide, Dofetilide potensial
Saluran Ca+ 4 Verapamil, Diltiazem, Mencegah masuknya Ca
Amiodarone ke dalam sel otot jantung
Mengurangi waktu
plateau aksi potensial, efektif
memperlambat konduksi di
jaringan nodal.
2. AV blok derajat I
Tidak ada tindakan yang diindikasikan.
Interval PR harus dimonitor ketat terhadap kemungkinan blok lebih
lanjut,
Kemungkinan dari efek obat juga harus diketahui
3. AV blok derajat II Molitz I
Tidak ada tindakan yang diindikasikan. Kecuali menghentikan obat jika
ini merupakan agen pengganggu
Monitor klien terhadap berlanjutnya blok.
Tipe ini biasanya tidak diterapi kecuali sering kompleks QRS
menghilang dengan akibat gejala klinis hipotensi dan penurunan perfusi
serebrum. Bila ada gejala ini maka pada penderita bisa diberikan 0,5
sampai 1,0 mg atropine IV sampai total 2,0 mg.
4. AV blok derajat II Molitz II
Observasi ketat terhadap perkembangan menjadi blok jantung derajat III.
Obat seperti atropine atau isopreterenol, atau pacu jantung mungkin
diperlukan bila pasien menunjukkan gejala-gejala atau jika blok terjadi
dalam situasi IMA akut pada dinding anterior.
5. AV blok derajat III (komplit)
Atropin (0,5 sampai 1 mg) bisa diberikan dengan dorongan IV. Bila
tidak ada kenaikan denyut nadi dalam respon terhadap atropine maka
bisa dimulai tetesan isoproterenol 1 mg dalam 500 ml D5W dengan
tetesan keciluntuk meningkatkan kecepatan denyut ventrikel. Penderita
yang menunjukkan blok jantung derajat tiga memerlukan pemasangan
alat pacu jantung untuk menjamin curah jantung yang mencukupi
(Boswick, 1988).
Pacu jantung diperlukan permanen atau sementara
H. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
Pengkajian sistematis pasien mencakup riwayat yang cermat khususnya
yang berhubungan dengan gambaran gejala: nyeri dada, sulit bernapas, atau
keringat dingin. Masing-masing gejala harus dievaluasi waktu dan
durasinya., serta faktor yang mencetuskan dan yang meringankannya.
Pengkajian fisik yang lengkap dan tepat juga sangat penting untuk
mendeteksi adanya komplikasi. Setiap perubahan pada status pasien harus
dilaporkan segera. Metode sistematis yang digunakan dalam pengkajian
harus meliputi parameter berikut:
1. Tingkat Kesadaran, orientasi pasien terhadap waktu, tempat, dan orang
dipantau dengan ketat terkadang terjadi perubahan status penginderaan
mental akibat terapi medis atau syok kardiogenik yang mengancam.
Perubahan penginderaan berarti bahwa jantung tidak mampu memompa
darah yang cukup untuk oksigenasi otak. Fungsi motorik dan tingkat
kesadaran dapat diuji secara bersamaan melalui kemampuan berespon
perintah sederhana. Misalnya, respons pasien untuk “menggenggam
tangan saya” memumgkinkan perawat mengkaji status mental maupun
kekuatan genggaman masing-masing tangan.
2. Nyeri Dada, ada atau tidaknya nyeri dada adalah satu-satunya temuan
terpenting pada pasien dengan miokard infark akut. Pada setiap episode
nyeri dada, harus dicatat EKG dengan 12 lead. Pasien bisa juga ditanya
mengenai beratnya nyeri dengan skala angka 0 sampai 10, dimana 0
tidak nyeri dan 10 terasa nyeri paling berat.
3. Frekuensi dan Irama Jantung, frekuensi dan irama jantung dipantau
terus-menerus ditempat tidur dengan monitor. Frekuensi dipantau akan
adanya kenaikan dan penurunan yang tidak dapat dijelaskan; irama
dipantau akan adanya deviasi terhadap irama sinus. Bila terjadi disritmia
tanpa nyeri dada, maka parameter klinis lain selain oksigenasi yang
adekuat harus dicari, seperti kadar kalium serum terakhir. Pada beberapa
kasus mungkin diperlakukan terapi medis antidisritmia.
4. Bunyi Jantung, bunyi jantung harus diauskultasi dengan stetoskop yang
baik. Bagian bell stetoskop digunakan untuk mendengarkan nada rendah.
Sedangkan diafragma untuk mendengarkan suara bernada tingggi. Bell
stetoskop diletakkan diatas kulit dada dengan ringan, sebaliknya
diafragma ditekan dengan mantap.
5. Catat Bunyi yang Tidak Normal, mencakup bunyi jantung tiga (S3)
yang dikenal sebagai gallop ventrikel dan bunyi jantung empat (S4),
yang dikenal sebagai gallop atrial atau presistolik. Biasanya setelah
terjadi miokard infark akan timbul bunyi S3 dihasilkan saat darah dalam
ventrikel menghantam dinding yang tidak lentur dari jantung yang rusak.
Bunyi S3 merupakan tanda awal gagal ventrikel kiri yang mengancam.
Deteksi dini S3 yang diikuti penatalaksanaan medis yang agresif dapat
mencegah edema paru yang mengancam jiwa.
6. Mur-mur jantungatau friction rub, perikardium dapat didengar dengan
mudah sebagai bunyi tambahan. Bunyi ini lebih kompleks untuk
didiagnosa namun dapat terdengar dengan mudah dan harus dilaporkan
segera. Adanya murmur yang sebelumnya tidak ada dapat menunjukkan
perubahan fungsi otot miokard, sedangkan friction rub menunjukkan
adanya perikarditis.
7. Tekanan Darah, tekanan darah diukur untuk menentukan respon
terhadap nyeri dan keberhasilan terapi, khususnya terapi vasodilator,
yang dikenal dapat menurunkan tekanan darah. Pengukuran tekanan nadi
perlu diperhatikan dengan cermat. Tekanan nadi adalah perbedaan angka
antara tekanan sistole dan diastole. Penurunan tekanan nadi biasa terjadi
setelah miokard infark.
8. Denyut Nadi Perifer, denyut nadi perifer dievaluasi frekuensi dan
volumenya. Perbedaan frekuensi denyut nadi perifer dan frekuensi
denyut jantung menegaskan adanya disritmia seperti fibrilasi atrium.
Denyut nadi perifer paling sering dievaluasi untuk menentukan
kecukupan aliran darah ke ekstremitas. Denyut nadi perifer yang
melemah bisa merupakan petunjuk bahwa sedang terjadi penyumbatan
aliran darah.
9. Tempat Infus Intravena, sering diperiksa kelancarannya dan akan
adanya tanda-tanda radang. Berbagai obat diberikan secara intravena
untuk mencegah perubahan kadar enzim serum yang dapat terjadi bila
obat diinjeksikan secara intramuscular. Maka penting sekali dipasang
satu atau dua infuse intravena pada pasien yang mengalami nyeri dada
agar selalu tersedia akses untuk pemberian obat darurat.
10. Warna Kulit dan Suhu, kulit dievaluasi untuk mengetahui apakah
warnanya merah muda, hangat dan kering, yang menunjukkan sirkulasi
perifer yang baik. Karna warna kulit setiap orang berbeda, maka tempat
terbaik untuk memeriksa warna kulit adalah pada kuku, selaput mukosa
mulut, dan cuping telinga. Pada gtempat tersebut akan tampak biru atau
ungu pada pasien yang mengalami kesulitan untuk mempertahankan
kebutuhan oksigen. Pasien yang kulitnya dingin, lembab, atau
berkeringat dingin (diaforesis) mungkin merupakan respon terhadap
terapi medis atau kolaps kardiovaskuler yang berlanjut seperti pada syok
kardiogenik.
11. Paru, setiap peningkatan atau penurunan frekuensi pernapasan harus
diawasi, seiring dengan adanya kesulitan napas. Gerakan napas harus
teratur dan tanpa hambatan aliran udara.
12. Napas Pendek, dengan atau tanpa sesak dan batuk adalah kunci tanda
klinis yang harus diperhatikan. Batuk kering pendek sering merupakan
tanda gagal jantung. Dada diauskultasi adanya wheezing atau krekel.
Wheezing diakibatkan oleh udara yang melintasi jalan sempit, krekel
terjadi apabila udara bergerak melalui air dan bila terjadi miokard infark
akut, biasanya menunjukkan gagal jantung.
13. Fungsi Gastrointestinal, mual dan muntah dapat terjadi. Jumlah yang
dimuntahkan harus dicatat, dan muntahan diperiksa akan adanya darah.
Pembatasan asupan makanan hanya berupa makanan cair, dapat
meringankan kerja jantung dengan cara mengurangi aliran darah yang
diperlukan untuk mencerna makanan padat. Jika diperlukan prosedur
invasive, maka kemungkinan aspirasi isi lambung ke paru dapat
dikurangi bila pasien hanya menelan makanan cair. Abdomen dipalpasi
adanya nyeri tekan keempat kuadran. Setiap kuadran diauskultasi adanya
bising usus. Dicatat juga ada atau tidaknya flatus. Setiap feses yang
dikeluarkan diperiksa adanya darah, khususnya pada pasien yang
mendapat obat-obatan yang mempengaruhi pembekuan darah.
14. Status Volume Cairan, pengukuran haluaran urin sangat penting,
terutama dalam hubungannya dengan asupan cairan. Pada sebagian besar
kasus, cairan yang seimbang atau yang cenderung negatif akan lebih baik
karena pasien dengan miokard infark harus menghindari kelebihan cairan
dan kemungkinan terjadinya gagal jantung. Pasien harus diperiksa
adanya edema. Perawat harus waspada terhadap berkurangnya haluaran
urin (oliguria), suatu tanda awal syok kardiogenik adalah hipotensi yang
disertai oliguria. (Suddarth, 2014).
b. Diagnosa & Intervensi Keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
ACC/AHA/HRS. 2008. Guidelines for Device Based Therapy of Cardiac Rhythm
Abnormalities. Circulation; 117:2820-2840.
Boswick, John A. 1988. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC.
Boyle AJ, Jaffe AS. Acute Myocardial Infarction. In: Crawford MH ed. Current
Diagnosis & Treatment Cardiology 3rd ed. New York: McGraw-Hill; 2009:51-
72.1.
Davey. (2015). AT a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga
Price, SA & Wilson, LM. (2017). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 6. Vol 2. Jakarta: EGC
Sjamsuhidayat & Jong. 2016. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC
Wilkinson, JM & Nancy, RA. (2017). Buku Saku Diagnosa Keperawatan: Diagnosa
NANDA, Intrevensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC
Davey. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga.
Myocardial Infarction.http://www.emedicine.medscape.com/article/155919.htm.
Verdy. 2012. Inferior Myocardial Infarction dengan Complete Heart Block. CDK
189/vol 39 no 1.
LAPORAN KASUS KELOLAAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
DIAGNOSA ADHF DI RUANG ICCU RSUDZA BANDA ACEH
Oleh :
Do:
- Keadaan umum sedang
- Kesadaran compos
mentis
- GCS: 4/6/5
- Terpasang nasal kanul 4
L
- Akral dingin
- RR: 20 x/m
- SPO2 : 98%
- PH: 7,330 mmhg
- Bicarbonate (HCO3):
21,5 mmol/L
- CO2: 22,7 mmol/L
- Kesan asidosis metabolik
- Posisi tidur semi fowler
- Terapi inhalasi yang
diberikan ventolin 1
resp/8 jam
DIAGNOSA KEPERATAWAN
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung
2. Perfusi renal tidak efektif berhubungan dengan disfungsi ginjal
3. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin
4. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
INTERVENSI KEPERAWATAN
RENCANA KEPERAWATAN
SLKI SIKI
DIAGNOSA
(TUJUAN DAN KRITERIA (INTERVENSI)
HASIL)
1. Penurunan curah Setelah dilakukan Perawatan Jantung
jantung b/d intervensi keperawatan Observasi
perubahan irama selama 5x 24 jam curah - Identifikasi tanda gejala primer
jantung jantung meningkat, dengan penurunan curah jantung
kriteria hasil: - Monitor tekanan darah
1. Palpitasi menurun - Monitor saturasi oksigen
2. Takikardi menurun - Monitor keluhan nyeri dada
3. Gangguan EKG aritmia - Monitor EKG
menurun - Monitor aritmia (kelainan irama dan
4. Tanda tanda vital frekuensi)
membaik Terapeutik
5. Tanda gejala CHF - Posisikan pasien semi fowler/ fowler
menurun - Batasi asupan kafein, natrium,
kolestrol)
- Fasilitasi pasien dan keluarga untuk
modifikasi gaya hidup sehat
- Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi O2 >94%
Edukasi
- Anjurkan aktivitas fisik bertahap
- Anjurkan untuk mengukur BB harian
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian antiaritmia,
jika perlu
2. Perfusi renal Setelah dilakukan Manajemen cairan
tidak efektif b/d tindakan keperawatan Observasi
disfungsi ginjal selama 5x24 jam - Monitor status hidrasi (mis.
diharapkan perfusi renal Frekuensi nadi, kekuatan nadi, akral,
meningkat dengan turgor kulit, tekanan darah)
Kriteria hasil : - Monitor hasil pemeriksaan
1. Jumlah urin meningkat laboratorium (mis. Hb, Ht, Na, K, Cl)
2. Kadar urea membaik Terapeutik
3. Kadar kreatinin - Catat intake-output dan hitung
membaik balance cairan 24 jam
4. Kadar elektrolit Edukasi
- Anjurkan mencatat haluaran urine
membaik
- Jelaskan berapa banyak air yang
5. Tekanan darah dapat diminum per hari
membaik Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian diuretik, jika
perlu
3. Perfusi perifer Setelah dilakukan asuhan Perawatan Sirkulasi
tidak efektif b/d keperawatan 5x24 jam Observasi
penurunan diharapkan perfusi perifer - Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi
konsentrasi membaik, dengan kriteria perifer, edema, pengisian kapiler,
hemoglobin hasil : warna, suhu)
1. Denyut nadi perifer - Identifikasi faktor resiko gangguan
meningkat sirkulasi (mis. Diabetes, perokok,
2. Warna kulit pucat hipertensi, dan kolestrol tinggi)
- Monitor panas, kemerahan, nyeri,
menurun
atau bengkak pada ekstremitas
3. Pengisian kapiler Terapeutik
membaik - Hindari pemasangan infus atau
4. Turgor kulit membaik pengambilan darah di area
5. Hb dalam batas normal keterbatasan perfusi
- Hindari pengukuran tenakan darah
pada ekstremitas dengan keterbatasan
perfusi
- Lakukan pencegahan infeksi
4. Pola napas tidak Setelah dilakukan asuhan Pemantauan Respirasi
efektif b/d keperawatan selama 5x 24 Observasi
hambatan upaya jam pola napas membaik - Monitor frekuensi, irama, kedalaman
nafas dengan kriteria hasil: dan upaya napas
1. Dispneu menurun - Monitor adanya sumbatan jalan napas
2. Penggunaan otot bantu - Monitor saturasi oksigen
napas menurun - Auskultasi bunyi napas
Frekuensi napas membaik Terapeutik
- Berikan oksigen jika perlu
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator
bila perlu
Manajemen Jalan Napas
Observasi
- Monitor frekuensi, pola napas
- Monitor bunyi napas tambahan
Terapeutik
- Pertahankan kepatenan jalan napas
- Berikan minum hangat
- Berikan oksigen
- Posisikan semi fowler/fowler
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator
CATATAN PERKEMBANGAN
P:
Observasi
- Identifikasi tanda gejala
primer penurunan curah
jantung
- Monitor tekanan darah
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor keluhan nyeri dada
- Monitor EKG
- Monitor aritmia (kelainan
irama dan frekuensi)
Terapeutik
- Posisikan pasien semi
fowler/ fowler
- Batasi asupan kafein,
natrium, kolestrol)
- Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk modifikasi
gaya hidup sehat
- Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
O2 >94%
Edukasi
- Anjurkan aktivitas fisik
bertahap
- Anjurkan untuk mengukur
BB harian
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
E:
- Keadaan umum sedang
- Kesadaran compos mentis
- GCS: 4/6/5
- Pasien masih tampak
gelisah karena nyeri bagian
dada
- TD: 150/54 mmHg
- HR: 75 x/menit
- RR: 20 x/menit
- Gambaran EKG sinus ritme
- CRT > 3 detik
- Terapi yang sudah diberikan
Dopamin 31ml/jam dan
NTG 7,5 ml/jam melalui
syringe pump
P:
Observasi
- Monitor status hidrasi (mis.
Frekuensi nadi, kekuatan nadi,
akral, turgor kulit, tekanan
darah)
- Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium (mis. Hb, Ht, Na,
K, Cl)
Terapeutik
- Catat intake-output dan hitung
balance cairan 24 jam
Edukasi
- Anjurkan mencatat haluaran
urine
- Jelaskan berapa banyak air
yang dapat diminum per hari
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian diuretik
E:
- Keadaan umum sedang
- Bengkak pada ekstremitas
tangan masih ada
- Akral dingin
- Folley chateter terpasang
- Urine 150 cc/jam
- Intake/Output jam 14.00
WIB: 147/150 cc
- Ureum : 298 mg/dL
- Kreatinin : 5,10 mg/dL
- Natrium : 119 mmol/L
- Kalium : 5,70 mmol/L
- Terapi yang sudah diberikan
Furosemide 1 ml/jam drip
melalui syringe pump
P:
Observasi
- Periksa sirkulasi perifer (mis.
Nadi perifer, edema, pengisian
kapiler, warna, suhu)
- Identifikasi faktor resiko
gangguan sirkulasi (mis.
Diabetes, perokok, hipertensi,
dan kolestrol tinggi)
- Monitor panas, kemerahan,
nyeri, atau bengkak pada
ekstremitas
Terapeutik
- Hindari pemasangan infus atau
pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
- Hindari pengukuran tenakan
darah pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
- Lakukan pencegahan infeksi
E:
- Keadaan umum sedang
- Ekstremitas bawah teraba
dingin dan edema
- Wajah pucat
- Sudah mendapatkan tranfusi
darah 2 kolf
- CRT > 3 detik
- Hb : 9,4 g/dL
Pola napas Pemantaua respirasi dan S:
tidak efektif Manajemen jalan napas Pasien mengatakan sulit untuk
1. Memonitor frekuensi, bernapas (sesak) saat tidur namun
irama dan kedalaman hanya sesekali saja
napas
2. Memonitor saturasi O:
oksigen - Keadaan umum sedang
3. Melakukan pemeriksaan - Kesadaran compos mentis
auskultasi bunyi napas - GCS: 4/6/5
tambahan - Terpasang nasal kanul 4 L
4. Memberikan oksigen - Akral dingin
sesuai kebutuhan - RR: 20 x/m
5. Memposisikan pasien - SPO2 : 98%
posisi semi fowler - PH: 7,330 mmhg
6. Kolaborasi pemberian - Bicarbonate (HCO3): 21,5
terapi inhalasi ventolin mmol/L
1 respul/8 jam melalui - CO2: 22,7 mmol/L
nebulizer - Kesan asidosis metabolik
- Posisi tidur semi fowler
Terapi inhalasi yang
diberikan ventolin 1 resp/8
jam
P:
Pemantauan Respirasi
Observasi
- Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya napas
- Monitor adanya sumbatan jalan
napas
- Monitor saturasi oksigen
- Auskultasi bunyi napas
Terapeutik
- Berikan oksigen jika perlu
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator bila perlu
Manajemen Jalan Napas
Observasi
- Monitor frekuensi, pola napas
- Monitor bunyi napas tambahan
Terapeutik
- Pertahankan kepatenan jalan
napas
- Berikan minum hangat
- Berikan oksigen
- Posisikan semi fowler/fowler
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator
E:
- Keadaan umum sedang
- Kesadaran compos mentis
- GCS: 4/6/5
- Bunyi napas ronchi (+)
- Terpasang nasal kanul 4 L
- Akral masih dingin
- RR: 20 x/m
- SPO2 : 98%
- PH: 7,330 mmhg
- Bicarbonate (HCO3): 21,5
mmol/L
- CO2: 22,7 mmol/L
- Kesan asidosis metabolik
- Posisi tidur semi fowler
- Sudah diberikan terapi
inhalasi ventolin 1 resp/8
jam
P:
Observasi
- Identifikasi tanda gejala
primer penurunan curah
jantung
- Monitor tekanan darah
- Monitor saturasi oksigen
-Monitor keluhan nyeri dada
-Monitor EKG
-Monitor aritmia (kelainan
irama dan frekuensi)
Terapeutik
- Posisikan pasien semi
fowler/ fowler
- Batasi asupan kafein,
natrium, kolestrol)
- Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk modifikasi
gaya hidup sehat
- Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
O2 >94%
Edukasi
- Anjurkan aktivitas fisik
bertahap
- Anjurkan untuk mengukur
BB harian
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
E:
- Keadaan umum sedang
- Kesadaran compos mentis
- Tidak ada sianosis
- SPO2 : 98%
- Pasien masih tampak
gelisah karena nyeri bagian
dada
- TD: 157/79 mmHg
- HR: 80 x/menit
- RR: 20 x/menit
- Posisi pasien semi fowler
- CRT > 3 detik
- Terapi yang sudah diberikan
Dopamin 31ml/jam dan
NTG 7,5 ml/jam melalui
syringe pump
Perfusi renal Manajemen Cairan S:
tidak efektif 1. Melakukan pemeriksaan Pasien mengatakan masih merasa
status hidrasi bengkak dibagian tangan dan sesak
(pemeriksaan akral dan napas
turgor kulit)
2. Memonitor intake/output O:
per tiap jam - Keadaan umum sedang
3. Membatasi asupan cairan - Bengkak pada ekstremitas
melalui oral tangan
4. Kolaborasi pemerian - TD: 150/54 mmHg
terapi Furosemide 1 - HR: 75 x/menit
ml/jam melalui syringe - RR: 20 x/menit
pump - Folley chateter terpasang
- Ureum : 298 mg/dL
- Kreatinin : 5,10 mg/dL
- Natrium : 119 mmol/L
- Kalium : 5,70 mmol/L
- Terapi yang diberikan drip
melalui syringe pump
Furosemide 1 ml/jam
P:
Observasi
- Monitor status hidrasi (mis.
Frekuensi nadi, kekuatan
nadi, akral, turgor kulit,
tekanan darah)
- Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium terbaru
Terapeutik
- Catat intake-output dan
hitung balance cairan 24
jam
Edukasi
- Anjurkan mencatat
haluaran urine
- Jelaskan berapa banyak air
yang dapat diminum per
hari
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian diuretik
E:
- Keadaan umum sedang
- Bengkak pada ekstremitas
tangan masih ada
- Akral dingin
- Folley chateter terpasang
- Urine 100 cc/jam
- Intake/Output jam 11.00
WIB: 32,5/100 cc
- Belum ada hasil lab terbaru
- Terapi yang sudah diberikan
Furosemide 1 ml/jam drip
melalui syringe pump
P:
Observasi
- Periksa sirkulasi perifer (mis.
Nadi perifer, edema, pengisian
kapiler, warna, suhu)
- Identifikasi faktor resiko
gangguan sirkulasi (mis.
Diabetes, perokok, hipertensi,
dan kolestrol tinggi)
- Monitor panas, kemerahan,
nyeri, atau bengkak pada
ekstremitas
Terapeutik
- Hindari pemasangan infus atau
pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
- Hindari pengukuran tenakan
darah pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
- Lakukan pencegahan infeksi
E:
- Keadaan umum sedang
- Ekstremitas bawah teraba
dingin dan masih edema
- Wajah pucat
- Sudah mendapatkan tranfusi
darah 2 kolf
- CRT > 3 detik
- Hb : 9,4 g/dL
Pola napas Pemantaua respirasi dan S:
tidak efektif Manajemen jalan napas Pasien mengatakan masih terasa
1. Memonitor frekuensi, sulit bernapas namun sesekali saja
irama dan kedalaman
napas O:
2. Memonitor saturasi - Keadaan umum sedang
oksigen - Kesadaran compos mentis
3. Melakukan pemeriksaan - GCS: 4/6/5
auskultasi bunyi napas - Terpasang nasal kanul 4 L
tambahan - Akral dingin
4. Memberikan oksigen - RR: 20 x/m
sesuai kebutuhan - SPO2 : 98%
5. Memposisikan pasien - PH: 7,330 mmhg
posisi semi fowler - Bicarbonate (HCO3): 21,5
6. Kolaborasi pemberian mmol/L
terapi inhalasi ventolin - CO2: 22,7 mmol/L
1 respul/8 jam melalui - Kesan asidosis metabolik
nebulizer - Posisi tidur semi fowler
- Terapi inhalasi yang
diberikan ventolin 1 resp/8
jam
P:
Pemantauan Respirasi
Observasi
- Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya napas
- Monitor adanya sumbatan jalan
napas
- Monitor saturasi oksigen
- Auskultasi bunyi napas
Terapeutik
- Berikan oksigen jika perlu
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator bila perlu
Manajemen Jalan Napas
Observasi
- Monitor frekuensi, pola napas
- Monitor bunyi napas tambahan
Terapeutik
- Pertahankan kepatenan jalan
napas
- Berikan minum hangat
- Berikan oksigen
- Posisikan semi fowler/fowler
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator
E:
- Keadaan umum sedang
- Kesadaran compos mentis
- Bunyi napas ronchi (+)
- Snoring (+)
- Terpasang nasal kanul 4 L
- Akral masih dingin
- RR: 20 x/m
- SPO2 : 98%
- Posisi tidur semi fowler
- Sudah diberikan terapi
inhalasi ventolin 1 resp/8
jam
P:
Observasi
- Identifikasi tanda gejala
primer penurunan curah
jantung
- Monitor tekanan darah
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor keluhan nyeri dada
- Monitor EKG
- Monitor aritmia (kelainan
irama dan frekuensi)
Terapeutik
- Posisikan pasien semi
fowler/ fowler
- Batasi asupan kafein,
natrium, kolestrol)
- Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk modifikasi
gaya hidup sehat
- Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
O2 >94%
Edukasi
- Anjurkan aktivitas fisik
bertahap
- Anjurkan untuk mengukur
BB harian
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
E:
- Keadaan umum sedang
- Kesadaran compos mentis
- Tidak ada sianosis
- SPO2 : 98%
- Pasien masih tampak
gelisah karena nyeri bagian
dada
- TD: 98/50 mmHg
- HR: 84 x/menit
- RR: 20 x/menit
- Posisi pasien head up
- CRT > 3 detik
- Terapi yang sudah diberikan
dex 10% 30ml/jam dan
NTG 7,5 ml/jam melalui
infus pump dan syringe
pump
Perfusi renal Manajemen Cairan S:
tidak efektif 1. Melakukan pemeriksaan Pasien mengatakan masih merasa
status hidrasi bengkak di bagian tangan, sesak
(pemeriksaan akral dan napas dan banyak keluar kencing
turgor kulit)
2. Memonitor intake/output O:
per tiap jam - Keadaan umum sedang
3. Membatasi asupan cairan - Bengkak pada ekstremitas
melalui oral tangan
4. Kolaborasi pemerian - TD: 130/60 mmHg
terapi Furosemide 1 - HR: 70 x/menit
ml/jam melalui syringe - RR: 20 x/menit
pump - Folley chateter terpasang
- Terapi yang diberikan drip
melalui syringe pump
Furosemide 1 ml/jam
P:
Observasi
- Monitor status hidrasi (mis.
Frekuensi nadi, kekuatan
nadi, akral, turgor kulit,
tekanan darah)
- Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium terbaru
Terapeutik
- Catat intake-output dan
hitung balance cairan 24
jam
Edukasi
- Anjurkan mencatat
haluaran urine
- Jelaskan berapa banyak air
yang dapat diminum per
hari
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian diuretik
E:
- Keadaan umum sedang
- Bengkak pada ekstremitas
tangan masih ada
- Akral dingin
- Folley chateter terpasang
- Urine 250 cc/jam
- Intake/Output jam 23.00
WIB: 132,5,5/250 cc
- Belum ada hasil lab terbaru
- Terapi yang sudah diberikan
Furosemide 1 ml/jam drip
melalui syringe pump
P:
Observasi
- Periksa sirkulasi perifer (mis.
Nadi perifer, edema, pengisian
kapiler, warna, suhu)
- Identifikasi faktor resiko
gangguan sirkulasi (mis.
Diabetes, perokok, hipertensi,
dan kolestrol tinggi)
- Monitor panas, kemerahan,
nyeri, atau bengkak
Terapeutik
- Hindari pemasangan infus atau
pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
- Hindari pengukuran tenakan
darah pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
- Lakukan pencegahan infeksi
E:
- Keadaan umum sedang
- Ekstremitas bawah teraba
dingin dan masih edema di
tangan
- Wajah pucat
- Sudah mendapatkan tranfusi
darah 2 kolf
- CRT > 3 detik
- Hb : 9,4 g/dL
Pola napas Pemantaua respirasi dan S:
tidak efektif Manajemen jalan napas Pasien mengatakan masih terasa
1. Memonitor frekuensi, sesak sesekali
irama dan kedalaman
napas O:
2. Memonitor saturasi - Keadaan umum sedang
oksigen - Kesadaran compos mentis
3. Melakukan pemeriksaan - GCS: 4/6/5
auskultasi bunyi napas - Terpasang nasal kanul 4 L
tambahan - Akral dingin
4. Memberikan oksigen - RR: 20 x/m
sesuai kebutuhan - SPO2 : 98%
5. Memposisikan pasien - Kesan asidosis metabolik
posisi semi fowler - Posisi tidur head up
6. Kolaborasi pemberian - Terapi inhalasi yang
terapi inhalasi ventolin diberikan ventolin 1 resp/8
1 respul/8 jam melalui jam
nebulizer
A : Pola napas tidak efektif
P:
Pemantauan Respirasi
Observasi
- Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya napas
- Monitor adanya sumbatan jalan
napas
- Monitor saturasi oksigen
- Auskultasi bunyi napas
Terapeutik
- Berikan oksigen jika perlu
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator bila perlu
Manajemen Jalan Napas
Observasi
- Monitor frekuensi, pola napas
- Monitor bunyi napas tambahan
Terapeutik
- Pertahankan kepatenan jalan
napas
- Berikan minum hangat
- Berikan oksigen
- Posisikan semi fowler/fowler
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator
E:
- Keadaan umum sedang
- Kesadaran compos mentis
- Bunyi napas ronchi (+)
- Snoring (+)
- Terpasang nasal kanul 4 L
- Akral masih dingin
- RR: 20 x/m
- SPO2 : 100%
- Posisi tidur head up
- Sudah diberikan terapi
inhalasi ventolin 1 resp/8
jam
P:
Observasi
- Identifikasi tanda gejala
primer penurunan curah
jantung
- Monitor tekanan darah
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor keluhan nyeri dada
- Monitor EKG
- Monitor aritmia (kelainan
irama dan frekuensi)
Terapeutik
- Posisikan pasien semi
fowler/ fowler
- Batasi asupan kafein,
natrium, kolestrol)
- Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk modifikasi
gaya hidup sehat
- Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
O2 >94%
Edukasi
- Anjurkan aktivitas fisik
bertahap
- Anjurkan untuk mengukur
BB harian
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
E:
- Keadaan umum sedang
- Kesadaran compos mentis
- Tidak ada sianosis
- SPO2 : 98%
- Pasien masih tampak
gelisah karena nyeri bagian
dada
- TD: 179/79 mmHg
- HR: 75 x/menit
- RR: 22 x/menit
- Posisi pasien head up
- CRT > 3 detik
- Terapi yang sudah diberikan
dex 10% 30ml/jam dan
NTG 7,5 ml/jam melalui
infus pump dan syringe
pump
Perfusi renal Manajemen Cairan S:
tidak efektif 1. Melakukan pemeriksaan Pasien mengatakan merasa bengkak
status hidrasi di bagian tangan, sesak napas
(pemeriksaan akral dan
turgor kulit) O:
2. Memonitor intake/output - Keadaan umum sedang
per tiap jam - Bengkak pada ekstremitas
3. Membatasi asupan cairan tangan
melalui oral - TD: 153/75 mmHg
4. Kolaborasi pemerian - HR: 80 x/menit
terapi Furosemide 1 - RR: 20 x/menit
ml/jam melalui syringe - Folley chateter terpasang
pump - Terapi yang diberikan drip
melalui syringe pump
Furosemide 1 ml/jam
P:
Observasi
- Monitor status hidrasi (mis.
Frekuensi nadi, kekuatan
nadi, akral, turgor kulit,
tekanan darah)
- Monitor hasil lab terbaru
Terapeutik
- Catat intake-output dan
hitung balance cairan 24
jam
Edukasi
-Anjurkan mencatat
haluaran urine
- Jelaskan berapa banyak air
yang dapat diminum per
hari
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian diuretik
E:
- Keadaan umum sedang
- Bengkak pada ekstremitas
tangan masih ada
- Akral dingin
- Folley chateter terpasang
- Urine 100 cc/jam
- Intake/Output jam 24.00
WIB: 38,5,/100 cc
- Ureum : 151 mg/dL
- Kreatinin : 3,10 mg/dL
- Natrium : 137 mmol/L
- Kalium : 4,40 mmol/L
- Terapi yang sudah diberikan
Furosemide 1 ml/jam drip
melalui syringe pump
P:
Observasi
- Periksa sirkulasi perifer (mis.
Nadi perifer, edema, pengisian
kapiler, warna, suhu)
- Identifikasi faktor resiko
gangguan sirkulasi (mis.
Diabetes, perokok, hipertensi,
dan kolestrol tinggi)
- Monitor panas, kemerahan,
nyeri, atau bengkak
Terapeutik
- Hindari pemasangan infus atau
pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
- Hindari pengukuran tenakan
darah pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
- Lakukan pencegahan infeksi
E:
- Keadaan umum sedang
- Ekstremitas bawah teraba
dingin dan masih edema di
tangan
- Wajah pucat
- Sudah mendapatkan tranfusi
darah 2 kolf
- CRT > 3 detik
- Hb : 9,4 g/dL
Pola napas Pemantaua respirasi dan S:
tidak efektif Manajemen jalan napas Pasien mengatakan masih terasa
1. Memonitor frekuensi, sesak sesekali
irama dan kedalaman
napas O:
2. Memonitor saturasi - Keadaan umum sedang
oksigen - Kesadaran compos mentis
3. Melakukan pemeriksaan - GCS: 4/6/5
auskultasi bunyi napas - Terpasang nasal kanul 4 L
tambahan - Akral dingin
4. Memberikan oksigen - RR: 20 x/m
sesuai kebutuhan - SPO2 : 99%
5. Memposisikan pasien - Terapi inhalasi yang
posisi semi fowler diberikan ventolin 1 resp/8
6. Kolaborasi pemberian jam
terapi inhalasi ventolin
1 respul/8 jam melalui A : Pola napas tidak efektif
nebulizer
P:
Pemantauan Respirasi
Observasi
- Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya napas
- Monitor adanya sumbatan jalan
napas
- Monitor saturasi oksigen
- Auskultasi bunyi napas
Terapeutik
- Berikan oksigen jika perlu
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator bila perlu
Manajemen Jalan Napas
Observasi
- Monitor frekuensi, pola napas
- Monitor bunyi napas tambahan
Terapeutik
- Pertahankan kepatenan jalan
napas
- Berikan minum hangat
- Berikan oksigen
- Posisikan semi fowler/fowler
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator
E:
- Keadaan umum sedang
- Kesadaran compos mentis
- Bunyi napas ronchi (+)
- Snoring (+)
- Terpasang nasal kanul 4 L
- Akral masih dingin
- RR: 20 x/m
- SPO2 : 100%
- Posisi tidur head up
- Sudah diberikan terapi
inhalasi ventolin 1 resp/8
jam
ANALISA DATA
N DATA ETIOLOGI MASALAH
O
1. Ds: Perubahan Irama Penurunan Curah
Pasien mengatakan nyeri pada Jantung Jantung
area dada
Do:
- Keadaan umum sedang
- Kesadaran compos mentis
- GCS: 4/6/5
- TD: 130/80 mmHg
- HR: 82 x/menit
- RR: 20 x/menit
- Pasien dengan riwayat
DM tipe-II dan CAD 3VD
PRO CABG
- Gambaran EKG sinus
ritme
- Hasil Ekokardiografi :
fungsi sistolik LV
menurun dan RV
normal
hipokinetik segmen
anteroseptal,
inferiseptal, inferior,
segmen lain
normokinetik
disfungsi diastolik LV
grade 1
Katup-katup : MR
mild, AR mild
- Terapi yang diberikan
clopidogrel, remipril,
aspilet
2. Ds: Agen pencedera Nyeri akut
Pasien mengatakan nyeri pada fisiologis
area dada
Do:
- Keadaan umum sedang
- Kesadaran compos mentis
- GCS: 4/6/5
- TD: 130/80 mmHg
- HR: 82 x/menit
- RR: 20 x/menit
- Skala nyeri 3 (NRS)
- P : saat beraktivitas
- Q : nyeri tajam
- R : menyebar ke
punggung
- S : 3 detik
- T : muncul secara terus-
menerus
- Terapi yang diberikan
ISDN
DIAGNOSA KEPERAWATAN
CATATAN PERKEMBANGAN
P:
Observasi
- Identifikasi tanda gejala
primer penurunan curah
jantung
- Monitor tekanan darah
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor keluhan nyeri dada
- Monitor EKG
- Monitor aritmia (kelainan
irama dan frekuensi)
Terapeutik
- Posisikan pasien semi
fowler/ fowler
- Batasi asupan kafein,
natrium, kolestrol)
- Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk modifikasi
gaya hidup sehat
- Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
O2 >94%
Edukasi
- Anjurkan aktivitas fisik
bertahap
- Anjurkan untuk mengukur
BB harian
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
E:
- Keadaan umum sedang
- Kesadaran compos mentis
- GCS: 4/6/5
- Pasien masih tampak
gelisah karena nyeri bagian
dada
- TD: 130/80 mmHg
- HR: 82 x/menit
- RR: 20 x/menit
- Gambaran EKG sinus ritme
- Hasil Ekokardiografi :
fungsi sistolik LV
menurun dan RV
normal
hipokinetik segmen
anteroseptal,
inferiseptal, inferior,
segmen lain
normokinetik
disfungsi diastolik LV
grade 1
Katup-katup : MR mild,
AR mild
- Terapi yang sudah diberikan
clopidogrel, remipril, aspilet
Nyeri Akut Manajemen nyeri S:
1. Menanyakan lokasi, Pasien mengatakan nyeri pada area
karakteristik, durasi, dada
frekuensi, kualitas dan
O:
intensitas nyeri yang - Keadaan umum sedang
dirasakan - Kesadaran compos mentis
2. Menanyakan skala nyeri - GCS: 4/6/5
yang dirasakan dengan - TD: 130/80 mmHg
skala nyeri NRS - HR: 82 x/menit
3. Menanyakan faktor yang - RR: 20 x/menit
- Skala nyeri 3 (NRS)
memperberat dan - P : saat beraktivitas
memperingan rasa nyeri - Q : nyeri tajam
yang dirasakan - R : menyebar ke punggung
4. Mengajarkan tehnik - S : 3 detik
nonfarmakologi untuk - T : muncul secara terus-
mengurangi rasa nyeri menerus
- Terapi yang diberikan ISDN
(tarik napas dalam)
A : Nyeri akut
P:
Manajemen nyeri
Observasi
Idenifikasi lokasi, karakeristik,
durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
Identifikasi skala nyeri
Identifikasi respon nyeri non-
verbal
Identifikasi faktor yang
memberberat dan memperingan
nyeri
Monitor tanda-tanda vital
Terapeutik
Berikan teknik non-
farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri (hipnosis, terapi
relaksasi dan terapi murrotal
Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
Jelaskan strategi meredakan
nyeri
Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik
E:
- Keadaan umum sedang
- Kesadaran compos mentis
- GCS: 4/6/5
- TD: 130/80 mmHg
- HR: 82 x/menit
- RR: 20 x/menit
- Skala nyeri 2 (NRS)
- P : saat beraktivitas
- Q : nyeri tajam
- R : menyebar ke punggung
- S : 3 detik
- T : hilang timbul
- Terapi yang sudah diberikan
ISDN
- Pasien dapat melakukan
tehnik nonfarmakologi
untuk mengurangi rasa
nyeri dengan tarik napas
dalam
P:
Observasi
- Identifikasi tanda gejala
primer penurunan curah
jantung
- Monitor tekanan darah
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor keluhan nyeri dada
- Monitor EKG
- Monitor aritmia (kelainan
irama dan frekuensi)
Terapeutik
- Posisikan pasien semi
fowler/ fowler
- Batasi asupan kafein,
natrium, kolestrol)
- Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk modifikasi
gaya hidup sehat
- Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
O2 >94%
Edukasi
- Anjurkan aktivitas fisik
bertahap
-Anjurkan untuk mengukur
BB harian
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
E:
- Keadaan umum sedang
- Kesadaran compos mentis
- GCS: 4/6/5
- Pasien masih tampak
gelisah karena nyeri bagian
dada
- TD: 115/76 mmHg
- HR: 82 x/menit
- RR: 18 x/menit
- Gambaran EKG sinus ritme
- Hasil Ekokardiografi :
fungsi sistolik LV
menurun dan RV
normal
hipokinetik segmen
anteroseptal,
inferiseptal, inferior,
segmen lain
normokinetik
disfungsi diastolik LV
grade 1
Katup-katup : MR mild,
AR mild
- Terapi yang sudah diberikan
clopidogrel, remipril, aspilet
Nyeri Akut Manajemen nyeri S:
1. Menanyakan lokasi, Pasien mengatakan nyeri pada area
karakteristik, durasi, dada
frekuensi, kualitas dan
O:
intensitas nyeri yang - Keadaan umum sedang
dirasakan - Kesadaran compos mentis
2. Menanyakan skala nyeri - GCS: 4/6/5
yang dirasakan dengan - TD: 113/76 mmHg
skala nyeri NRS - HR: 78 x/menit
3. Menanyakan faktor yang - RR: 18 x/menit
- Skala nyeri 1 (NRS)
memperberat dan - P : saat beraktivitas
memperingan rasa nyeri - Q : nyeri tajam
yang dirasakan - R : menyebar ke punggung
4. Mengevaluasi tehnik - S : 3 detik
nonfarmakologi untuk - T : hilang timbul
- Terapi yang diberikan ISDN
mengurangi rasa nyeri yang
sudah diajarkan (tarik
A : Nyeri akut
napas dalam)
P:
Manajemen nyeri
Observasi
Idenifikasi lokasi, karakeristik,
durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
Identifikasi skala nyeri
Identifikasi respon nyeri non-
verbal
Identifikasi faktor yang
memberberat dan memperingan
nyeri
Monitor tanda-tanda vital
Terapeutik
Berikan teknik non-
farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri (hipnosis, terapi
relaksasi dan terapi murrotal
Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
Jelaskan strategi meredakan
nyeri
Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik
E:
- Keadaan umum sedang
- Kesadaran compos mentis
- GCS: 4/6/5
- TD: 115/78 mmHg
- HR: 78 x/menit
- RR: 18 x/menit
- Skala nyeri 1 (NRS)
- P : saat beraktivitas
- Q : nyeri tajam
- R : menyebar ke punggung
- S : 3 detik
- T : hilang timbul
- Terapi yang sudah diberikan
ISDN
- Pasien dapat melakukan
tehnik nonfarmakologi
untuk mengurangi rasa
nyeri dengan tarik napas
dalam