Anda di halaman 1dari 143

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN YANG MENGALAMI

CIDERA KEPALA RINGAN DENGAN RISIKO PERFUSI


SEREBRAL TIDAK EFEKTIF DI RSUD
BLAMBANGAN – BANYUWANGI

KARYA TULIS ILMIAH

OLEH :
RIZKI MEGA SAFITRI
NIM.14.401.14.061

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
AGUSTUS 2017
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN YANG MENGALAMI
CIDERA KEPALA RINGAN DENGAN RISIKO PERFUSI
SEREBRAL TIDAK EFEKTIF DI RSUD
BLAMBANGAN – BANYUWANGI

Diajukan Kepada
Program Studi Diploma III Keperawatan
Akademi Kesehatan Rustida
Untuk memenuhi salah satu persyaratan
Dalam menyelesaikan Progam Ahli Madya Keperawatan

OLEH :
RIZKI MEGA SAFITRI
NIM.14.401.14.061

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
AGUSTUS 2017

ii
iii
iv
v
MOTTO

LELAH DALAM BELAJAR ITU BIASA

TETAPI JANGAN MENYERAH DALAM BELAJAR

ORANG YANG TIDAK PUNYA CITA – CITA

BAGAIKAN BURUNG TANPA SAYAP

KATA PENGANTAR

vi
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat ALLAH SWT karena
hanya dengan Rahmat, Taufik dan Hidayah-Nya, sehingga dapat
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul “ASUHAN
KEPERAWATAN PASIEN YANG MENGALAMI CIDERA KEPALA
RINGAN DENGAN RISIKO PERFUSI SEREBRAL TIDAK EFEKTIF
DI RSUD BLAMBANGAN BANYUWANGI” dapat saya selesaikan
dengan baik sebagai persyaratan Akademik untuk menyusun KTI dalam
rangka menyelesaikan Laporan Tugas Akhir (LTA) Program Studi
Diploma III Keperawatan Akademi Kesehatan Rustida.
Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak, baik materi, moral maupun spiritual. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Anis Yuliastutik, S.Kep., Ns., M.Kes, selaku Direktur Akademi Kesehatan
Rustida;
2. Bapak Aripin, S.Kep., Ns., M.Kes, selaku Kepala Program Studi Diploma III
Keperawatan Akademi Kesehatan Rustida dan selaku Pembimbing I Karya
Tulis Ilmiah yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dengan tekun
dan sabar dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini;
3. Ibu Maulida Nurfazriah O. S.Kep., Ns., MPH, selaku Pembimbing II Karya
Tulis Ilmiah yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dengan tekun
dan sabar dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini;
4. Semua Dosen Program Studi Diploma III Keperawatan Akademi Kesehatan
Rustida yang telah banyak memberikan ilmu kepada penulis sebagai bekal
dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini;
5. Kedua orang tua dan seluruh keluarga yang telah memberikan dorongan dan
do’a untuk keberhasilan ini;
6. Rekan-rekan Mahasiswa Program Studi Diploma III Keperawatan Akademi
Kesehatan Rustida yang telah banyak memberikan ilmu kepada penulis;
7. Sahabat-sahabat dan semua pihak yang telah membantu penyusunan Karya
Tulis Ilmiah ini yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu kami ucapkan
banyak terima kasih.
Penulis menyadari bahwa penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini
masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik demi perbaikan
sangat penulis harapkan. Dan semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat
khususnya bagi penulis dan pembaca serta perkembangan ilmu
keperawatan pada umumnya.

Krikilan, Juli 2017

Rizki Mega Safitri


14.401.14.061

vii
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN YANG MENGALAMI
CIDERA KEPALA RINGAN DENGAN RISIKO PERFUSI
SEREBRAL TIDAK EFEKTIF DI RSUD
BLAMBANGAN – BANYUWANGI

ABSTRAK

Rizki Mega Safitri1, Aripin2, Maulida Nurfazriah2


1
Mahasiswa Prodi DIII Keperawatan
2
Prodi DIII Keperawatan

Cidera Kepala merupakan suatu gangguan traumatic dari fungsi


otak yang di sertai perdarahan intestinal dalam substansi otak, tanpa
diikuti terputusnya kontinuitas jaringan otak. Cidera Kepala di Indonesia
menempati urutan ke 2 setelah stroke sejumlah 4,34% dan di Banyuwangi
pada bulan juni 2017 terdapat 53 orang karena cidera kepala dan sebagian
mengalami Cidera Kepala Ringan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa Asuhan Keperawatan
Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif pada kasus Cidera Kepala Ringan di
Ruang Agung Wilis RSUD Blambangan Banyuwangi.
Rancangan penelitian ini adalah kualitatif dengan metode studi
kasus dimana kasus yang di jadikan topik penelitian yaitu cidera kepala
ringan dan risiko perfusi serebral tidak efektif. Penelitian ini di lakukan
pada 8 partisipan yang terdiri dari 2 pasien, 2 keluarga, dan 4 petugas
kesehatan seperti perawat, dokter, petugas laboratorium dan ahli gizi.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi, dan
dokumentasi di RSUD Blambangan Kabupaten Banyuwangi pada bulan
Juli 2017 dengan menggunakan format asuhan keperawatan yang sudah di
persiapkan.
Diagnosa keperawatan prioritas pada cidera kepala ringan adalah
risiko perfusi serebral tidak efektif. Setelah di lakukan tindakan asuhan
keperawatan selama 3 hari pasien dapat mempertahankan status neurologi,
tekanan darah stabil dan normal.
Dianjurkan bagi pasien untuk lebih membiasakan mengatur posisi,
mempertahankan posisi kepala sejajar yang tidak ada bantalan.

Kata kunci : Cidera Kepala Ringan, Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif.

NURSING CARE IN EXPERIENCED PATIENTS MILD HEAD INJURY


WITH THE RISK OF CEREBRAL PERFUSION BEING
INEFECTIVE AT RSUD BLAMBANGAN

viii
BANYUWANGI

ABSTRAC

Rizki Mega Safitri1, Aripin2, Maulida Nurfazriah2


1
Mahasiswa Prodi DIII Keperawatan
2
Prodi DIII Keperawatan

Head injury is a traumatic disorder of brain function accompanied


by intestinal bleeding in the substance of the brain, uninterupted by
continuous dissociation of the brain. Head Injuries in Indonesia ranks
second after stroke of 4.34% and in Banyuwangi in June 2017 there are 53
people due to head injury and partly suffered head injuries.
This study aims to analyze the Nursing Care Risk of Cerebral
Perfusion is not Effective in Case of Head Injury Lightweight in Room
Agung Wilis RSUD Blambangan Banyuwangi.
The design of this research is qualitative with case study method
where case which made the research topic that is light head injury and risk
of perfusion cerebral not effective. This study was conducted on 8
participants consisting of 2 patients, 2 families, and 4 health workers such
as nurses, doctors, laboratory personnel and nutritionists. Data collection
was done by interview, observation, and documentation at RSUD
Blambangan Regency using Banyuwangi care format in July 2017 with
nursing care that has been prepared.
A priority nursing diagnosis on mild head injury is a risk of
ineffective cerebral perfusion. After doing nursing care maintain the status
of neurology, stable blood pressure for 3 days the patient can mem and
normal. It is advisable for the patient to be more accustomed to
positioning, maintaining the position of the parallel head that no bearing.

Keywords: Lighthead Injury, Cerebral Perfusion Risk Ineffective.

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN..................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... iv
PERNYATAAN ORISINALITAS.............................................................. v
MOTTO........................................................................................................ vi

ix
KATA PENGANTAR.................................................................................. vii
ABSTRAK................................................................................................... viii
ABSTRAC.................................................................................................... ix
DAFTAR ISI................................................................................................ x
DAFTAR TABEL........................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ xiv
DAFTAR SINGKATAN.............................................................................. xv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................ 1
1.2 Batasan Masalah.............................................................................. 3
1.3 Rumusan Masalah........................................................................... 3
1.4 Tujuan Penelitian............................................................................. 3
1.4.1 Tujuan Umum....................................................................... 3
1.4.2 Tujuan Khusus...................................................................... 3
1.5 Manfaat Penelitian........................................................................... 4
1.5.1 Manfaat Teoritis................................................................... 4
1.5.2 Manfaat Praktis..................................................................... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Cidera Kepala Ringan
2.1.1 Definisi................................................................................. 6
2.1.2 Etiologi................................................................................. 6
2.1.3 Manifestasi Klinis................................................................. 7
2.1.4 Klasifikasi............................................................................. 7
2.1.5 Komplikasi............................................................................ 8
2.1.6 Patofisiologi.......................................................................... 9
2.1.7 Pathway................................................................................ 11
2.1.8 Pemerikasaan Penunjang...................................................... 12
2.1.9 Penatalaksanaan.................................................................... 13
2.2 Konsep Dasar Pemenuhan Oksigenasi............................................ 14
2.2.1 Pengertian Oksigenasi..........................................................`14
2.2.2 Proses oksigen...................................................................... 14
2.2.3 Faktor yang mempengaruhi oksigenasi................................ 16
2.2.4 Inhalasi Oksigen................................................................... 17
2.2.5 Tujuan Pemberian Oksigenasi.............................................. 18
2.2.6 Indikasi Pemberian Oksigenasi............................................. 18
2.2.7 Efek Samping Pemberian Oksigen....................................... 19
2.2.8 Mekanisme Pernafasan......................................................... 20
2.2.9 Hal-Hal Yang Harus Di Perhatikan Dalam Pemberian
Oksigenasi............................................................................ 21
2.3 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Cidera Kepala Ringan
2.3.1 Pengkajian............................................................................ 21
2.3.2 Diagnosa Keperawatan......................................................... 28
2.3.3 Perencanaan.......................................................................... 31
2.3.4 Implementasi........................................................................ 38
2.3.5 Evaluasi................................................................................ 39
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian............................................................................. 40

x
3.2 Batasan Istilah................................................................................. 40
3.3 Partisipan......................................................................................... 41
3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian........................................................... 42
3.5 Pengumpulan Data.......................................................................... 42
3.6 Uji Keabsahan Data......................................................................... 43
3.7 Analisa Data.................................................................................... 44
3.8 Etika Penelitian............................................................................... 46
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil................................................................................................ 48
4.2 Pembahasan..................................................................................... 90
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan..................................................................................... 95
5.2 Saran............................................................................................... 96
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penilaian Glasgow Coma Scale ................................................... 8


Tabel 2.2 Fraksi Oksigen Yang Di Dapat Di Unit Paru................................ 15
Tabel 2.3 Pola muskuloskeletal menurut Gordon.......................................... 28
Tabel 4.1 Identitas Pasien.............................................................................. 49
Tabel 4.2 Penanggung Jawab ........................................................................ 49
Tabel 4.3 Status Kesehatan ........................................................................... 50
Tabel 4.4 Riwayat Penyakit .......................................................................... 53
Tabel 4.5 Keadaan Umum ............................................................................ 53
Tabel 4.6 Pemeriksaan Fisik ......................................................................... 54
Tabel 4.7 Hasil Pemeriksaan Penunjang ....................................................... 57
Tabel 4.8 Terapi Pengobatan......................................................................... 58
Tabel 4.9 Analisa Data .................................................................................. 59
Tabel 4.10 Diagnosa ..................................................................................... 63
Tabel 4.11 Intervensi Keperawatan .............................................................. 65
Tabel 4.12 Implementasi ............................................................................... 69
Tabel 4.13 Evaluasi........................................................................................ 84

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pathway Cidera Kepala............................................................ 11


Gambar 4.1 Denah Ruang Agung Wilis RSUD Blambangan Banyuwangi. 48
Gambar 4.2 genogram pasien 1 dan pasien 2............................................... 52

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Informed Consent.


Lampiran 2 : Lembar Persetujuan Menjadi Responden.
Lampiran 3 : Halaman Pengesahan.
Lampiran 4 : Lembar Konsultasi.
Lampiran 5 : Format Pengkajian Asuhan Keperawatan.

xiv
DAFTAR SINGKATAN

WHO : World Health Organisation


RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
GCS : Glasgow coma scale
TIK : Tekanan Intra Kranial
ICH : Intracerebral Hematoma
SDH : Subdural Hematoma
ECH : Epidural Hematoma
AGD : Analisa Gas Darah
ABC : Airway, Breathing, Circulation
FIO2 : Fraksi Inspirasi oksigen
O2 : Oksigen
HB : Hemoglobin
CO2 : Karbondioksida
RR : Pernafasan
N : Nadi
TTV : Tanda – tanda Vital
PQRST : Palliatife, Quality, Region, Severity, Time
ICS : Ictuscordis
NIC : Nursing Intervention Classification
ROI : Ruang Observasi
IGD : Instalasi Gawat Darurat
WIB : Waktu Indonesia Barat
RBK : Ruang Bedah Kecelakaan
TB : Tinggi Badan
BB : Berat Badan
BAK : Buang Air Kecil
BAB : Buang Air Besar
RS : Rumah Sakit
KB : Keluarga Berencana
DS : Data Subjek
DO : Data Objek
IV : Intra Vena

xv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cidera kepala merupakan suatu kegawatan yang paling sering

dijumpai di unit gawat darurat suatu rumah sakit dan di negara

berkembang (Ruslan, dkk, 2014). Distribusi kasus cidera kepala terutama

melibatkan kelompok usia 10 – 60 tahun dan lebih didominasi oleh kaum

laki – laki dibandingkan dengan perempuan (Sekar, 2015). Penyebab

cidera kepala adalah kecelakaan lalu lintas yang semakin meningkat dan

salah satunya edema cerebral yang menyebabkan tidak adekuatnya perfusi

jaringan sehingga timbul hiperkapnia yang dapat meningkatkan tekanan

intrakranial dan akhirnya bisa mengakibatkan kematian (Widagdo, 2008 :

104).

Kecelakaan lalu lintas merupakan masalah kesehatan masyarakat di

seluruh dunia khususnya di negara berkembang menurut WHO pada tahun

2012. Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab kematian urutan ke 11

di seluruh dunia, korban jiwa sekitar 1,2 juta manusia setiap tahun.

Penyebab cedera kepala yang terbanyak kecelakaan lalu lintas 50%, jatuh

21%, dan cedera olahraga 10% di antaranya menderita cidera kepala

ringan. Cedera kepala yang dirawat di rumah sakit di Indonesia merupakan

penyebab kematian urutan kedua sejumlah 4,37% setelah stroke, serta

menjadi urutan kelima 2,18% pada 10 pola penyakit terbanyak yang

dirawat di rumah sakit di Indonesia di antaranya korban menderita cidera

1
2

kepala ringan. Di Jawa Timur tahun 2010 korban meninggal sebanyak

4500 orang karena cedera dan sebagian menderita cidera kepala ringan

(Jannah, 2015). Menurut Polres di Banyuwangi tahun 2016 terdapat

kecelakaan lalulintas sejumlah 93,75% atau sebanyak 31 orang luka berat

dan sebagian mengalami cidera kepala ringan, bahkan luka ringan juga

sama, mengalami kenaikan korban. Kenaikannya mencapai 250% dari

semula 2 orang menjadi 7 orang. Di RSUD Blambangan Banyuwangi pada

tahun 2016 terdapat 144 orang, bulan Juni 2017 terdapat 53 orang karena

cidera kepala dan sebagian mengalami cidera kepala ringan (RSUD

Blambangan Banyuwangi, 2017).

Pada cedera kepala mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan

otak yang disebabkan dari trauma benturan sehingga menyebabkan

laserasi atau pendarahan kecil yang akan merusak jaringan yang

berdekatan (Widagdo, 2008 : 104). Pada kasus ini dapat menyebabkan

terganggunya mekanisme autoregulasi yang pada akhirnya mengganggu

fungsi normal otak (Puspita, 2015). Cedera otak menyebabkan transport

oksigen pada pasien yang mengalami masalah sehingga timbul hipoksia

serta kekurangan salah satu nutrisi yaitu glukosa akan timbul gejala

disfungsi cerebral dan risiko perfusi jaringan cerebral menjadi masalah

keperawatan prioritas yang muncul pada pasien dengan cedera kepala

ringan (Musliha, 2010 : 91).

Penatalaksanaan meliputi kegiatan mengobservasi pasien terhadap

adanya sakit kepala, pusing, peningkatan kepekaan terhadap rangsang,

cemas, memberikan informasi dan penjelasan dan dukungan terhadap


3

pasien, dan jika pasien dipulangkan beritahukan kepada keluarga atau

pasien jika ditemukan tanda – tanda sukar bangun, sukar bicara, konvulsi

(kejang), sakit kepala, muntah dan kelemahan pada salah satu bagian

tubuh (Abitarindy, 2014). Prinsip penatalaksanaan cidera kepala adalah

membebaskan jalan nafas dan memberikan oksigen. Karena oksigen akan

membantu secara berangsur-angsur fungsi pernafasan kembali atau

mendekati normal. Oksigenasi disesuaikan dengan kondisi pasien dan

kebutuhan oksigen pasien (Lumbangtobing dan Anna, 2015).

1.2 Batasan Masalah

Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada asuhan keperawatan pasien

yang mengalami Cidera Kepala Ringan dengan Risiko Perfusi Serebral

Tidak Efektif di RSUD Blambangan Banyuwangi.

1.3 Rumusan Masalah

“Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien cidera kepala ringan dengan

risiko perfusi serebral tidak efektif di RSUD Blambangan Banyuwangi?”

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien cidera kepala ringan

dengan risiko perfusi serebral tidak efektif di RSUD Blambangan

Banyuwangi.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Melakukan pengkajian keperawatan pada pasien cidera kepala ringan

dengan risiko perfusi serebral tidak efektif di RSUD Blambangan

Banyuwangi.
4

2. Menetapkan diagnosis keperawatan pada pasien cidera kepala ringan

dengan risiko perfusi serebral tidak efektif di RSUD Blambangan

Banyuwangi.

3. Menyusun perencanaan keperawatan pada pasien cidera kepala ringan

dengan risiko perfusi serebral tidak efektif di RSUD Blambangan

Banyuwangi.

4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien cidera kepala ringan

dengan risiko perfusi serebral tidak efektif di RSUD Blambangan

Banyuwangi.

5. Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien cidera kepala ringan

dengan risiko perfusi serebral tidak efektif di RSUD Blambangan

Banyuwangi.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

Dalam penulisan makalah ini adalah agar para pembaca dapat

meningkatkan pengetahuan bagi pembaca agar dapat melakukan

pencegahan bagi pembaca untuk diri sendiri dan orang lain.

1.5.2 Manfaat Praktis

Dalam penulisan makalah ini:

1. Perawat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memberikan

masukan positif untuk pengembangan ilmu keperawatan.


5

2. Rumah Sakit

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi dalam

rangka meningkatkan upaya pelayanan kesehatan pada penderita cidera

kepala ringan.

3. Institusi

Pendidikan dapat dijadikan contoh laporan kasus dalam melakukan

asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera kepala ringan dan

menyelesaikan kompetensi pembelajaran pada mata kuliah karya tulis

ilmiah.

4. Pasien

Untuk para responden atau penderita cidera kepala ringan diharapkan

dengan adanya penelitian ini mendapat asuhan keperawatan yang lebih

berkualitas.

5. Peneliti

Hasil laporan kasus ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman

dalam memberikan asuhan keperawatan serta mengaplikasikan ilmu

yang diperoleh selama pendidikan khususnya dalam penerapan asuhan

keperawatan pada pasien cidera kepala ringan dengan risiko perfusi

serebral tidak efektif.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Cidera Kepala Ringan

2.1.1 Definisi

Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak

yang disertai perdarahan intestinal dalam substansi otak, tanpa diikuti

terputusnya kontinuitas dari otak (Nugroho, 2011 : 152).

Cidera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS : 13-15

yang dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia akan tetapi kurang

dari 30 menit. Tidak terdapat fraktur tengkorak serta tidak ada kontusio

serebral dan hematoma (Muttaqin, 2008).

2.1.2 Etiologi

Menurut Bararah & Jauhar (2013) penyebab utama pada cidera kepala

ringan yaitu :

1. Kecelakaan lalu lintas.

Kecelakaan lalu lintas adalah di mana sebuah kendaraan bermotor

bertabrakan dengan kendaraan yang lain atau benda lain sehingga

menyebabkan kerusakan atau kecederaan kepada pengguna jalan raya.

2. Kecelakaan terjatuh.

Kecelakaan terjatuh didefinisikan sebagai (terlepas) turun / meluncur

ke bawah dengan cepat karena grafitasi bumi, baik dari ketika masih di

gerakan turun maupun sudah sampai ke tanah.

6
7

3. Kecelakaan kekerasan

Kekerasan didefinisikan suatu perihal atau perbuatan seseorang /

kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau

menyebabkan kerusakan fisik pada barang / orang lain (secara

paksaan).

2.1.3 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis menurut Widagdo (2013 : 107). pada pasien cidera

kepala ringan yaitu :

Mual dan muntah, nyeri pada lokasi cidera, mudah marah, hilang energy,

pusing mata berkunang – kunang, orientasi terhadap waktu, tempat dan

orang, tidak ada deficit neurologi, tidak ada ketidaknormalan pupil,

ingatan sementara hilang, gangguan kesadaran, abnormalitas, perubahan

tanda – tanda vital, vertigo, gangguan pergerakan, mungkin ada gangguan

penglihatan dan pendengaran.

2.1.4 Klasifikasi

Klasifikasi menurut Krisanty, dkk (2013) pada pasien cidera kepala yaitu :

1. Cidera kepala ringan

a. GCS 14 – 15

b. Dapat terjadi kehilangan kesadaran

c. Amnesia kurang dari 30 menit

d. Tidak ada fraktur tengkorak

e. Tidak ada kontusio serebral, hematoma

2. Cedera kepala sedang

a. GCS 19 – 13
8

b. Dapat mengalami fraktur tengkorak

c. Diikuti kontusio serebral, laserasi dan hematoma intracranial

3. Cedera kepala berat

a. GCS 3 – 8

b. Kehilangan kesadaran atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam

c. Meliputi kontusio serebral, laserasi, dan hematoma intrakraial

Glasgow Coma Scale

Tabel 2.1 Penilaian Glasgow Coma Scale untuk anak lebih dari 5 tahun
dan dewasa

Tampakan Skala Nilai


E : (Membuka mata) Spontan 4
Dipanggil 3
Rangsang nyeri 2
Tidak ada respons 1
V : (Respon verbal) Orientasi baik 5
Jawaban kacau 4
Kata – kata tidak patut 3
Bunyi / suara tidak berarti 2
Tidak bersuara 1
M : (Respon Motorik) Sesuai perintah 6
Lokalisasi perintah 5
Reaksi atas nyeri 4
Fleksi (Dekortikasi) 3
Ekstensi (Deserebrasi) 2
Tidak ada respon (Diam) 1
Sumber : Soertidewi (2012).

2.1.5 Komplikasi

Komplikasi menurut Islam (2015) pada pasien cidera kepala ringan yaitu :

1 Epilepsi

Epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi

beberapa waktu setelah otak mengalami cedera karena benturan

kepala.
9

2 Afasia

Hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa karena terjadinya

cidera pada area bahasa di otak

3 Apraksia

Ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang memerlukan

serangkaian ingatan dan gerakan

4 Amnesia

Hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan untuk mengingat

peristiwa yang baru saja terjadi atau peristiwa yang telah lama berlalu

5 Defisit neurologis dan psikologis

Tanda awal penurunan fungsi neurologis yaitu perubahan tingkat

kesadaran, nyeri kepala hebat, muntah proyektil

2.1.6 Patofisiologi

Cidera kepala diakibatkan oleh beberapa faktor antara lain,

kecelakaan lalu lintas, jatuh dan kekerasan sehingga terjadi kerusakan otak

dan jaringan, maka dapat melukai jaringan pembuluh darah dan saraf-saraf

di otak. Sehingga akan muncul masalah keperawatan risiko infeksi pada

intrakranial akibatnya akan terjadi hipoksia jaringan otak maka akan

muncul gejala seperti sakit kepala atau pusing, kelemahan akan muncul

masalah intoleransi aktifitas (Khotimah, 2016).

Perubahan sirkulasi otak dan dapat terjadi peningkatan tekanan

intrakranial (TIK) salah satu gejalanya mual dan muntah proyektil, bisa

juga timbul masalah keperawatan risiko perfusi serebral tidak efektif.


10

Cidera kepala terjadi melalui suatu mekanisme baik secara langsung

ataupun tidak langsung (Paramitha, 2016).


11

2.1.7 Pathway

Kecelakaan lalu lintas, jatuh, peluru, dan kecelakaan olahraga

Trauma kepala

Ekstra kranial
Cidera otak primer
kontusio
Terputusnya kontinuitas jaringan
Cidera otak sekunder kulit otot dan vaskuler
Nyeri akut
Gangguan integritas kulit
Kerusakan sel otak meningkat
Adanya luka terbuka
Perubahan autoregulasi
edema serebral
Peluang
masuk bagi
Gangguan suplai darah kuman

O2 Gangguan metabolisme
Risiko tumbuhnya bakteri

Risiko infeksi

Kelemahan Asam laktat

Intoleransi Aktifitas Edema otak

Perubahan
sirkulasi CSS

Peningkatan
TIK

Hipoksia

Risiko perfusi serebral tidak efektif

Gambar 2.1 Pathway Cidera Kepala berdasarkan Khotimah (2016), Paramitha


(2016).
12

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Muttaqin (2008) pemeriksaan penunjang pada pasien cidera

kepala ringan yaitu :

1. CT – scan

Pada gambaran CT - scan menggambarkan adanya perdarahan yang

terjadi pada otak meliputi :

a. Intracerebral hematoma (ICH)

Perdarahan terjadi pada jaringan otak akibat sobekan pembuluh

darah yang ada dalam jaringan otak

b. Subdural hematoma (SDH)

Berkumpulnya darah antara durameter dan jaringan otak, dapat

terjadi akut < 3 hari dari kejadian dan kronis terjadi > 3 minggu

c. Epidural hematoma (ECH)

Perdarahan terletak antara durameter dan tulang, terjadi karena

sobeknya arteri dan vena

2. Sinar X

Terjadi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur (garis

perdarahan / edema), pergeseran fragmen tulang.

3. Rontgen thorax dua arah (pa / ap dan lateral)

Rontgen thorak menggambarkan adanya akumulasi udara / cairan pada

area pleura.
13

4. Analisa gas darah

Menentukan status respirasi. Status respirasi yang dapat digambarkan

melalui pemeriksaan AGD ini adalah status oksigenasi dan status asam

basa

5. Kadar elektrolit

Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan

tekanan intracranial.

2.1.9 Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan medis

a. Penatalaksanaan saat awal trauma pada cedera kepala selain dari

faktor mempertahankan fungsi ABC (airway, breathing,

circulation) dan menilai status neurologis, (disability, exposure),

Maka faktor yang harus diperhitungkan adalah mengurangi iskemia

cerebri yang terjadi, keadaan ini dapat dibantu dengan pemberian

oksigen dan glukosa sekalipun pada otak yang mengalami trauma

relatif lebih rendah.

b. Observasi tanda-tanda vital GCS dan tingkat kesadaran

c. Pemberian obat-obatan

d. Dexamethasone atau kalmetason sebagai pengobatan anti edema

serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma

e. Antibiotika yang mengandung barrier (penisilin) atau untuk infeksi

anaerob diberikan metronidazol.


14

2. Penatalaksanaan gizi.

Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak

dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dekstrosa 5%, aminofusin,

aminovel, (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), dua sampai

tiga hari kemudian diberikan makanan lunak (Muttaqin, 2008).

2.2 KONSEP DASAR PEMENUHAN OKSIGENASI

2.2.1 Pengertian Oksigenasi

Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam

proses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh

sel–sel tubuh. Secara normal elemen tersebut diperoleh dengan cara

menghirup oksigen setiap kali bernapas. Penyampaian O2 ke jaringan

tubuh ditentukan oleh system respirasi, kardiovaskuler, dan keadaan

hematologi. Dalam keadaan biasa, manusia membutuhkan sekitar 300 cc

oksigen sehari (24 jam) atau sekitar 0,5 cc tiap menit (Lencana, 2012).

2.2.2 Proses Oksigen

Menurut Lusianah, dkk (2012) pada proses oksigenasi melibatkan sistem

pernafasan dan kardiovaskuler dalam proses oksigenasi ini melalui tiga

tahap antara lain :

1. Ventilasi

Proses di mana pertukaran udara antara atmosfer dengan alveoli.

Dalam proses ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara

atmosfer dan alveolus paru, yang membutuhkan koordinasi otot paru

dan torak yang elastis.


15

2. Difusi gas

Proses di mana pertukaran gas oksigen dengan karbondioksida antara

alveoli dengan gerak pada membran kapiler alveoli paru pemberian

kapasitas difusi gas melalui proses difusi membran respirasi per menit

dengan tekanan sebesar 1 mmhg, jika dalam keadaan istirahat sekitar

230/menit kapasitas difusi karbondioksida saat istirahat 400 - 500

ml/menit sedangkan saat bekerja 1200 - 1500 ml/menit.

3. Transportasi

Proses transportasi gas merupakan proses pengangkutan oksigen

melalui darah ke sel-sel jaringan tubuh dan sebaliknya karbondioksida

dari jaringan tubuh ke kapiler secara normal 97% oksigen akan

berikatan dengan hemoglobin di dalam sel darah merah dan di bawa

ke jaringan sebagai oksihemoglobin sisanya 3% ditransportasikan ke

dalam cairan plasma dan sel – sel.

Tabel 2.2 Fraksi Oksigen Yang Di Dapat Di Unit Paru


Fio2 (Fraksi Inspirasi
Alat Aliran liter / menit
oksigen)
Kanula Nasal 1 0,24
2 0,28
3 0,32
4 0,36
5 0,40
6 0,44
Masker Oksigen 5–6 0,40
6–7 0,50
7–8 0,60
6 0,60
Masker dengan Kantong 7 0,70
Reservoir 8 0,80
9 ≥0,80
10 ≤0,80
Sumber : Menurut Lusianah, dkk (2012).
16

2.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Oksigenasi.

1. Fisiologis

a. Penurunan kapasitas angkut O2, secara fisiologis, daya angkut

hemoglobin untuk membawa O2 ke jaringan adalah 97%. Akan

tetapi nilai tersebut dapat berubah-ubah sewaktu-waktu apabila

terdapat gangguan pada tubuh. Misalnya, pada penderita anemia.

b. Hipovolemia. Kondisi ini disebabkan oleh penurunan volume

sirkulasi darah akibat kehilangan cairan ekstraseluler.

c. Kondisi lainnya. Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding

dada seperti kehamilan, obesitas, trauma dan penyakit kronis

(Mubarak & Chayatin, 2008 : 163 – 164).

2. Perkembangan

Perkembangan adanya arterosklerosis menyebabkan tekanan darah

meningkat (Paramitha, 2016).

3. Perilaku dan gaya hidup

a. Nutrisi

Kondisi berat badan berlebih atau obesitas dapat menghambat

ekspansi paru.

b. Gaya hidup

Gaya hidup yang buruk seperti kebiasaan merokok dapat

menyebabkan gangguan vaskularisasi perifer dan penyakit jantung.


17

4. Lingkungan

a. Suhu

Faktor suhu (panas dan dingin) dapat berpengaruh terhadap afinitas

atau kekuatan ikatan HB dan oksigen.

b. Ketinggian

Seseorang yang tinggal di dataran tinggi cenderung mengalami

peningkatan frekuensi pernapasan dan denyut jantung, sedangkan

pada dataran yang rendah terjadi peningkatan tekanan oksigen.

c. Polusi

Para pekerja di pabrik asbes atau bedak tabur berisiko tinggi

menderita penyakit paru akibat terpapar zat berbahaya (Mubarak &

Chayatin 2008 : 165 – 166).

2.2.4 Inhalasi Oksigenasi

Menurut Lusianah (2012) macam-macam alat inhalasi oksigen antara lain:

1. Kanul nasal

Diindikasikan untuk aliran rendah oksigen tambah dengan persentasi

rendah kecepatan aliran 1 sampai 6 liter per menit memberikan

oksigen 25 - 45% di samping itu pasien dapat makan minum dan

berbicara.

2. Sungkup muka sederhana

Diindikasikan untuk suplementasi oksigen dengan persentase lebih

tinggi dengan kecepatan aliran 1 sampai 6 liter per menit dengan

memberikan oksigen 35 – 60%.


18

3. Sungkup muka non rebreathing

Diindikasikan untuk persentase oksigen lebih tinggi dan digunakan

bersama kantung reservoir kecepatan aliran 10 sampai 15 liter per

menit dengan konsentrasi 100% katup satu arah mencegah masuknya

udara kamar selama inspirasi dan retensi gas yang dihembuskan CO2

selama ekspirasi.

4. Sungkup muka Venturi

Diindikasikan untuk titrasi persentasi oksigen yang lebih tepat dengan

kecepatan aliran 4 sampai 8 liter per menit.

5. Sungkup muka kantung katup

Diindikasikan untuk ventilasi manual pada pasien yang tidak bernafas

atau nafas tidak efektif dengan pemberian aliran 100% ketika

disambungkan tabung oksigen cara penggunaannya harus tepat agar

tidak terjadi kebocoran, pegang sungkup dengan ibu jari dan jari

telunjuk, genggamlah tepi rahang bawah dengan ke tiga jari yang

tersisa.

2.2.5 Tujuan Pemberian Oksigenasi

1. Untuk mempertahankan oksigen yang adekuat pada jaringan.

2. Untuk menurunkan kerja jantung.

3. Untuk menurunkan kerja paru-paru (Lencana, 2012).

2.2.6 Indikasi Pemberian Oksigenasi

Menurut Lusianah (2012 : 25) indikasi pemberian oksigenasi terdiri dari :

1. Penyakit pernafasan misalnya terjadi sianosis, takipnea, hipoksemia,

obstruksi jalan nafas.


19

2. Penyakit kardiovaskuler, terjadi nyeri dada, infark miokardium,

takikardia, aritmia, cardiac arrest.

3. Penyakit hematologi, misalnya anemia berat, perdarahan.

4. Defisit neurologis terjadi CVA injury spinal, koma.

5. Hipotensi, terjadi tekanan sistolik kurang dari 100 mmhg.

6. RR kurang dari 16 kali per menit atau kurang dari 20 kali per menit.

7. Asidosis metabolik pada kondisi ini kadar bikarbonat kurang dari 18

mmol/l.

8. Penurunan fungsi pernafasan misal pada pasien dengan post anastesi.

9. Peningkatan kebutuhan oksigenasi misalnya pada pasien multi trauma

atau trauma berat luka bakar atau infeksi berat.

2.2.7 Efek Samping Pemberian Oksigen

Menurut Lusianah (2012 : 26) efek samping pemberian oksigenasi terdiri

dari 3 yaitu :

1. Keracunan oksigen jika diberikan secara terus-menerus selama satu

sampai dua hari dengan fraksi lebih dari 50%. Kerusakan jaringan paru

dapat terjadi akibat terbentuknya metabolik oksigen yang merangsang

sel PMN (polimorfinuklear) dan H2O2 melepaskan enzim proteolotik

dan enzim lisosom yang dapat merusak alveoli.

2. Kebutaan pada bayi karena oksigen dapat menstimulasi pertumbuhan

pembuluh darah mata pada bayi.

3. Depresi ventilasi. Pemberian oksigen yang tidak dimonitor dengan

konsentrasi dan aliran yang tepat pada pasien dengan retensi CO 2 dapat

menekankan ventilasi pasien yang mengalami penurunan sensitifitas


20

terhadap CO2 dan memiliki area paru yang hipoksia kemudian

terpasang ventilator berisiko mengalami depresi pernafasan.

Hipoventilasi memicu terjadinya hiperkapne dan keracunan CO.

2.2.8 Mekanisme Pernapasan

Menurut Lencana (2012) mekanisme pernapasan ada 2 yaitu pernafasan

dada dan pernafasan perut :

1. Pernafasan dada

Pernafasan dada yaitu pernapasan yang melibatkan otot antara tulang

rusuk. Mekanismenya berupa :

a. Fase inspirasi berupa berkontraksinya otot antar tulang rusuk

sehingga rongga dada membesar, akibatnya tekanan rongga dada

kecil dari pada tekanan di luarnya sehingga udara luar yang kaya

oksigen masuk.

b. Fase ekspirasi sebagai fase relaksasi otot antar tulang rusuk ke

posisi semula sehingga rongga dada mengecil. Tekanan rongga

dada besar dan udara di dalamnya yang kaya CO2 keluar.

2. Pernapasan perut yaitu pernapasan yang mekanismenya melibatkan

aktivitas otot–otot diafragma yang membatasi rongga perut dan rongga

dada. Mekanismenya :

a. Fase inspirasi : Di mana otot diafragma berkontraksi sehingga

diafragma mendatar, akibatnya rongga dada membesar dan tekanan

menjadi kecil sehingga udara luar masuk.

b. Fase ekspirasi : Di mana terjadi relaksasi otot diafragma (kembali

ke posisi semula, mengembang) sehingga rongga dada mengecil


21

dan tekanan menjadi lebih besar, akibatnya udara keluar dari paru–

paru.

2.2.9 Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Pemberian Oksigenasi

Menurut Lusianah (2012 : 26) hal – hal yang harus diperhatikan dalam

pemberian oksigen antara lain :

1. Perbaiki area pemasangan selang oksigen untuk mengurangi risiko

iritasi pada kulit.

2. Berikan oral higiene dan barier protektif pada hidung dan bibir.

3. Pasien dilarang merokok.

4. Cek sambungan selang.

5. Pertahankan konsentrasi oksigen sesuai program terapi.

6. Monitor keracunan CO2 karena bisa saja terjadi parestesia sakit

sendi mual dan muntah.

2.3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CIDERA

KEPALA RINGAN

2.3.1 Pengkajian

1. Identitas

a. Umur

Paling tinggi pada remaja dewasa muda berusia kurang dari 30

tahun 50% dan lansia usia di atas 60 tahun (Black & Hawks 2009).

b. Jenis kelamin

Sebagian besar korban kecelakaan yang menyebabkan cedera

kepala ringan lebih besar dialami oleh pria dibandingkan wanita

akibat dari kecelakaan lalulintas (Black & Hawks 2009).


22

2. Alasan masuk rumah sakit.

Pada pasien dengan cidera kepala ringan tingkat kesadaran adalah

composmentis, bahkan sampai bisa kehilangan kesadaran < 10 menit

(Muttaqin, 2008).

3. Keluhan utama.

Keluhan utama yang sering menjadi alasan pasien untuk meminta

pertolongan kesehatan tergantung dari seberapa jauh dampak trauma

kepala disertai penurunan tingkat (Muttaqin, 2008).

4. Riwayat penyakit sekarang

P (Palliatife) : Penyebab yang menjadi hal–hal yang meringankan dan

memperberat status neurologis pasien.

Q (Quality) : Beratnya keluhan terutama saat terjadi penurunan status

neurologis pasien sehingga terjadi penurunan kesadaran

R (Region) : Letak bagian kepala yang terjadi benturan sampai adanya

perdarahan di bagian serebral.

S (Severity) : Dengan menggunakan penilaian GCS untuk gangguan

kesadaran 13-15 pada pasien yang mengalami cedera kepala

ringan.

T (Timing) : Terjadi penurunan kesadaran sejak saat setelah terjadi

benturan di kepala berapa lama pada penderita cedera kepala

terjadi kehilangan fungsi otak sesaat (pingsan < 10 menit) atau

amnesia paska cedera kepala (Muttaqin, 2008).


23

5. Riwayat penyakit sebelumnya

Riwayat medis dan pembedahan yang lalu, penyebab dari cidera,

pemakaian obat – obatan, alcohol, penggunaan alat – alat pengaman

misalnya helm, sabuk pengaman, riwayat lingkungan, bahaya

kecelakaan, ventilasi dan pencahayaan, alat bantu yang digunakan

(Abitarindy, 2014).

6. Pemeriksaan fisik

Setelah melakukan anamnesa yang mengarah pada keluarga pasien

pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari

pengkajian anamnesis.

a. Keadaan umum

Baik atau buruknya keadaan pasien perlu dikaji dari adanya tanda-

tanda seperti :

1) Kesadaran

Pada pasien dengan cidera kepala ringan tingkat kesadaran

adalah composmentis, bahkan sampai bisa kehilangan

kesadaran < 10 menit (Muttaqin, 2008). Nilai GCS 13-15

(Krisanty dkk, 2013).

2) Tanda-tanda vital

Terjadi perubahan pada tanda – tanda vital (Khotimah, 2016).

b. Body System

1) Pernafasan.

a) Inspeksi : peningkatan frekuensi pernafasan, ekspansi dada

penuh dan simetris, tidak ada lesi.


24

b) Palpasi : Taktil fremitus sama, tidak ada nyeri tekan.

c) Perkusi : pekak

d) Auskultasi : tidak ada suara nafas tambahan seperti stridor,

ronki wheezing (Muttaqin, 2008).

2) Kardiovaskuler

a) Inspeksi : ictus cordis tampak pada ics 4-5 midclavicula

sinistra

b) Palpasi : tidak ada nyeri tekan bila tidak terjadi benturan,

ictus cordis teraba pada ics 4-5 midclavicula sinistra

c) Perkusi : Didapatkan batas jantung redup.

d) Auskultasi : Irama jantung regular, suara s1 dan s2 tunggal,

tidak ada mur – mur (Muttaqin, 2008).

3) Persyarafan

a) Saraf I (olfaktorius)

Pada beberapa keadaan cidera kepala ringan di daerah

hidung anatomi dan fisiologi saraf ini pasien tidak

mengalami kelainan pada fungsi penciuman atau anosmia

unilateral atau bilateral.

b) Saraf II (optik)

Hematoma palpebra pada pasien cidera kepala akan

menurunkan gejala ini harus dianggap sebagai tanda serius

jika medriasis itu tidak bereaksi pada penyinaran

penglihatan dan mengganggu fungsi dari nervus optikus

perdarahan di ruang intracranial, terutama hemoragia


25

subaraknoidal, dapat disertai dengan perdarahan di retina.

Anomali pembuluh darah di dalam otak dapat

bermanifestasi juga di fundus. Tetapi dari segala macam

kelainan di dalam ruang intrakranial, tekanan intrakranial

dapat dicerminkan pada fundus.

c) Saraf III (okulomotor), saraf IV (troklearis), dan saraf VI

(abdusen).

Gangguan mengangkat kelopak mata terutama pada pasien

dengan trauma yang merusak rongga orbital. Pada kasus

trauma kepala dapat dijumpai anisokor, gejala ini harus

dianggap sebagai tanda serius jika medriasis itu tidak

bereaksi pada penyinaran. Tanda awal herniasi tentorial

adalah medriasis yang tidak bereaksi pada penyinaran.

Paralisis otot-otot okular akan menyusul pada tahap

berikutnya. Jika pada trauma kepala terdapat anisokor di

mana bukannya medriasis yang ditemukan, melainkan

miosis yang bergandengan dengan pupil yang normal pada

sisi yang lain, maka pupil yang miosis lah yang abnormal.

Miosis ini disebabkan oleh lesi di lobus frontalis ipsilateral

yang mengelola pusat siliospinal. Hilangnya fungsi itu

berarti pusat sirius spinal menjadi tidak efektif, sehingga

pupil tidak berdilatasi melainkan berkonstriksi.


26

d) Saraf V (trigeminus)

Pada beberapa keadaan cedera kepala menyebabkan

paralisis nervus trigeminus, didapatkan penurunan

kemampuan koordinasi gerakan mengunyah.

e) Saraf VII (fasialis)

Persepsi pengecapan mengalami perubahan.

f) Saraf VIII (vestibulokoklearis)

Perubahan fungsi pendengaran pada pasien cidera kepala

biasanya tidak dibaca dapatkan apabila terlalu materi yang

terjadi tidak melibatkan saraf vestibulokoklearis.

g) Saraf IX (glosofaringeus), dan X (vagus)

Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka

mulut.

h) Saraf XI (aksesorius)

Bila tidak melibatkan trauma pada leher, mobilitas pasien

cukup baik dan tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus

dan trapezius.

i) Saraf XII (hipoglossus)

Indra pengecapan mengalami perubahan (Muttaqin, 2008).

4) Perkemihan eliminasi urine

a) Inspeksi : kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah dan

karakteristik. Penurunan jumlah urine dan peningkatan

retensi cairan. Setelah cidera kepala mungkin pasien

mengalami inkontinensia urine karena konfusi,


27

ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan dan

ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena

kerusakan kontrol motorik dan postural, kadang-kadang

control sfingter urinarius external hilang atau berkurang

(Bararah & Jauhar, 2013).

5) Pencernaan eliminasi Alvi.

a) Inspeksi : mual / muntah proyektil, sulit menelan, dan nafsu

makan menurun

b) Palpasi : turgor baik, tidak terdapat nyeri tekan.

c) Perkusi : suara timpani

d) Auskultasi : bising usus normal (Bararah & Jauhar, 2013).

6) Tulang, otot integumen

Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan pada

seluruh ekstremitas adanya kesukaran untuk beraktivitas karena

kelemahan kehilangan sensorik, mudah lelah menyebabkan

masalah pada pola aktivitas dan istirahat (Khotimah, 2016).


28

Tabel 2.3 pola muskuloskeletal menurut gordon

Kemampuan perawatan diri 1 2 3 4


Makan / minum 
Mandi 
Toileting 
Berpakaian 
Mobilisasi di tempat tidur 
Berpindah 
Ambulasi ROM 

Keterangan : 1: mandiri, 2: alat bantu, 3: dibantu orang lain, 4:

dibantu orang lain dan alat.

7) Endokrin

Tidak terdapat pembesaran kelenjar tyroid (Abitarindy, 2014).

8) System reproduksi

Menyatakan bahwa kelainan pada system reproduksi tidak

terjadi, kecuali adanya penyakit yang menyertai sebelumnya,

dan trauma di sekitar urinaria (Abitarindy, 2014).

2.3.2 Diagnosa keperawatan

Pada pasien dengan cidera kepala terdapat beberapa diagnosa keperawatan

yang muncul antara lain

1. Risiko perfusi serebral tidak efektif (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,

2017).

a. Definisi : Penurunan oksigen yang mengakibatkan kegagalan

pengiriman nutrisi ke jaringan pada tingkat kapiler ada pembatasan

gangguan perfusi jaringan serebral

b. Batasan karakteristik : Perubahan status mental, perilaku, respon

motorik, reaksi pupil, kesulitan menelan, kelemahan atau paralisis


29

ekstremitas, paralisis, ketidaknormalan dalam berbicara. Sehingga

faktor yang berhubungan dengan penegakan diagnosa gangguan

perfusi jaringan serebral antara lain : terjadi perubahan afinitas

hemoglobin terhadap oksigen, gangguan pertukaran, hipervolemia,

hiperventilasi, hipoventilasi, gangguan aliran arteri atau vena,

ketidaksesuaian antara ventilasi dan aliran darah (Wilkinson &

Ahern, 2011: 806 - 807).

2. Nyeri akut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).

a. Definisi : Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan

akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual dan potensial atau

digambarkan dengan istilah seperti (international association for

the study of Pain) awitan yang tiba-tiba atau perlahan dengan

intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi

atau dapat diramal durasinya kurang dari 6 bulan.

b. Batasan karakteristik : Posisi untuk menghindari nyeri, perubahan

tonus otot, respon outotonomik, perilaku distraksi, perilaku

ekspresif, bukti nyeri yang diamati, berfokus pada diri sendiri,

gangguan tidur. Sehingga faktor yang berhubungan dengan

penegakan diagnosa nyeri akut antara lain: agen agen penyebab

cidera (biologis, kimia, fisik, dan psikologis) (Wilkinson & Ahern,

2011: 530 – 531).


30

3. Gangguan integritas kulit (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).

a. Definisi : kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan

(membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago,

kapsul sendi dan/atau ligamen).

b. Batasan karakteristik :

Perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi (kelebihan atau

kekurangan), kekurangan / kelebihan volume cairan, penurunan

mobilitas, faktor mekanis (mis. Penekanan pada tonjolan tulang,

gesekan) atau faktor elektris (elektrodiatermi, energi listrik

bertegangan tinggi), neuropati perifer, perubahan pigmentasi,

kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan /

melindungi integritas jaringan.

4. Intoleransi Aktifitas (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).

a. Definisi : Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktifitas sehari

– hari.

b. Batasan karakteristik :

Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, tirah

baring, kelemahan, imobilitas, gaya hidup monoton, mengeluh

lelah, merasa lemah.

5. Risiko infeksi (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).

a. Definisi : Berisiko terhadap invasi organisme patogen. (Wilkinson

& Ahern, 2011: 423).


31

b. Batasan karakteristik :

Perubahan sekresi pH, gangguan peristaltik, kerusakan integritas

kulit, penurunan hemoglobin, leukopenia, supresi respon inflamasi.

(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).

2.3.3 Perencanaan

1. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan adanya

iskemia hipoksia otak (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien akan

memperlihatkan perfusi jaringan serebral secara adekuat jelas sesuai

dengan usia serta kemampuan menunjukkan perhatian dan konsentrasi

orientasi kognitif menunjukkan memori jangka panjang dan memori

saat ini mengolah informasi serta membuat keputusan yang tepat

(Wilkinson & Ahern, 2011).

Kriteria hasil :

Pasien akan mengatakan tidak sakit kepala dan merasa nyaman dan

mempertahankan status neurologi, terjadinya kesadaran composmentis

tekanan darah stabil dan normal.

Intervensi keperawatan berdasarkan Nursing Intervention

Classification (NIC) :

a. Peningkatan perfusi serebral pertahankan tekanan darah dalam

kisaran yang dianjurkan kaji status hemodinamik untuk

memastikan keluaran jantung yang sesuai.


32

Rasional : Perfusi serebral harus dipertahankan untuk oksigenasi

dan pengiriman nutrisi ke jaringan otak.

b. Pemantauan neorologis pantau pemeriksaan neurologi sesuai

standar unit.

Rasional : Status neurologis adalah indikator yang paling penting

dari kondisi pasien.

c. Pemantauan tekanan intrakranial hindari batuk yang berlebihan,

muntah, mengejan, mempertahankan pengukuran urine dan hindari

konstipasi yang berkepanjangan.

Rasional : Dapat mencetuskan respon osmotik peningkatan tekanan

intrakranial.

d. Manajemen lingkungan juga suasana yang tenang.

Rasional : Suasana tenang akan memberikan rasa nyaman pada

pasien dan mencegah ketegangan yang dapat meningkatkan

tekanan intrakranial.

e. Ventilasi mekanis kolaborasi pemberian oksigen masih sesuai

indikasi.

Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan hipoksia otak.

f. Pengaturan posisi pertahankan posisi kepala sejajar yang tidak ada

bantalan.

Rasional : Perubahan kepala pada sisi dapat menimbulkan

penekanan pada vena jugularis dan menghambat aliran darah otak

untuk dapat meningkatkan tekanan intrakranial.


33

g. Aktivitas kolaboratif : Kolaborasi dengan tim medis dengan

pemberian obat sesuai indikasi.

Rasional : Membantu menurunkan tekanan intrakranial secara

biologis atau kimia seperti osmotik diuretik untuk menarik air dan

sel-sel otak.

2. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan otot

serta jaringan tulang (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien akan

merasa nyaman memperlihatkan pengendalian nyeri menggunakan

tindakan pencegahan melaporkan nyeri dapat dikendalikan (Wilkinson

& Ahern, 2011).

Kriteria hasil :

Pasien melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi, tanda-tanda

vital dalam batas normal, dapat menunjukkan tingkat nyeri 1-3 nyeri

skala ringan, 4-6 skala sedang, 7-10 skala berat, berupa ekspresi pada

wajah, gelisah atau ketegangan otot, durasi episode nyeri, merintih dan

menangis serta gelisah.

Intervensi keperawatan berdasarkan Nursing intervention classification

(NIC) :

a. Kaji nyeri pemberian analgesik : Kaji tingkat nyeri pasien dan jika

pasien tidak mampu mengungkapkan nyerinya secara verbal

gunakan alat pengkajian nyeri yang lain.


34

Rasional : Manajemen nyeri dimulai dengan pengkajian tingkat

nyeri.

b. Observasi tanda – tanda vital

Rasional : Nyeri biasanya akan dimanifestasikan dengan

peningkatan vital sign terutama perubahan nadi dan RR

c. Ciptakan lingkungan kamar pasien senyaman mungkin

Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat menngurangi nyeri

pada pasien

d. Manajemen nyeri ajarkan distraksi dan relaksasi teknik - teknik

untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat

menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi

massage.

Rasional : Untuk mengurangi nyeri

e. Kolaborasi pemberian analgesic sesuai indikasi

Rasional : Analgesic merupakan obat untuk mengurangi nyeri

3. Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan terputusnya

kontinuitas jaringan kulit

Tujuan :

Menunjukkan integritas jaringan: kulit dan membrane mukosa, yang

dibuktikan oleh indikator berikut: suhu, elastisitas, hidrasi, dan sensasi,

perfusi jaringan, keutuhan kulit, menunjukkan penyembuhan luka:

primer, yang dibuktikan oleh indikator berikut: penyatuan kulit,

penyatuan ujung luka, pembentukan jaringan parut, menunjukkan

penyembuhan luka: primer, yang dibuktikan oleh indikator berikut:


35

eritema kulit sekitar, luka berbau busuk, menunjukkan penyembuhan

luka: sekunder, yang dibuktikan oleh indikator berikut: granulasi,

pembentukan jaringan parut, penyusutan luka.

Kriteria hasil :

Tidak ada lesi, Tidak terjadi nekrosis, Perfusi jaringan kulit baik,

Eritema kulit dan eritema di sekitar luka minimal, drainase purulen

(atau lainnya).

Intervensi keperawatan berdasarkan Nursing Intervention

Classification (NIC) :

a. Kaji luas dan keadaan luka

Rasional : Pengkajian yang tepat terhadap luka dapat membantu

menentukan tindakan selanjutnya

b. Berikan HE kepada pasien atau keluarga tentang menjaga luka

tetap dalam keadaan bersih

Rasional : Pengetahuan yang baik dapat membantu perawatan luka

c. Kaji karakteristik luka

Rasional : Keadaan luka membaik membantu penyembuhan luka

d. Anjurkan pasien menggunakan pakaian longgar

Rasional : Mempertahankan sirkulasi darah tetap lancar

e. Lakukan perawatan luka

Rasional : Untuk mencegah kontaminasi luka dan penyebaran

infeksi

f. Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara

absektif menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa


36

balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang

mati, tindakan antiseptik dapat menjaga kontaminasi luka dan

larutan yang iritatif yang akan merusak jaringan granulasi yang

timbul

g. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi

Rasional : Antibiotik dapat mengurangi infeksi

4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakcukupan energi,

fisiologis atau psikologis untuk melakukan aktifitas sehari – hari yang

ingin atau yang harus dilakukan, kelemahan (Tim Pokja SDKI DPP

PPNI, 2017).

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien akan

memperlihatkan aktifitas secara mandiri (Wilkinson & Ahern, 2011).

Kriteria hasil :

Mengatakan kuat dalam aktifitas, berpartisipasi dalam aktivitas fisik

tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi, RR, mampu melakukan

aktivitas sehari hari (ADL) makan, seka, BAK secara mandiri, tirah

baring dan imobilisasi mandiri, gerakan tidak terbatas

Intervensi keperawatan berdasarkan Nursing Intervention

Classification (NIC) :

a. Kaji tingkat kemampuan pasien

Rasional Mengetahui seberapa mandirinya tingkat kemampuan

pasien
37

b. Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik manajemen waktu

untuk mencegah kelelahan

Rasional : Membatasi aktivitas pasien agar tidak mudah kelelahan

c. Bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala, duduk, berdiri,

sesuai toleransi

Rasional : Membatasi aktivitas pasien

d. Pantau tanda- tanda vital sebelum, selama, dan setelah aktivitas

Rasional : Tanda- tanda vital mepengaruhi saat beraktivitas

e. Rencanakan aktivitas bersama pasien dan keluarga yang

meningkatkan kemandirian dan ketahanan

Rasional : Membantu meminimalkan aktivitas pasien.

5. Risiko infeksi berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan

kulit, otot, dan vaskuler peluang masuk bagi kuman (Tim Pokja SDKI

DPP PPNI, 2017).

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak ada tanda-

tanda infeksi (rubor, dolor, kalor tumor dan fungsiolaesa), mengalami

regenerasi sel dan jaringan pada luka terbuka, berkurangnya tingkat

keparahan infeksi dan gejala yang terkait, pasien bebas dengan tanda

dan gejala infeksi.

Kriteria hasil :

Pasien mengenal faktor-faktor risiko infeksi, hasil leukosit dalam batas

normal, pasien mengetahui tentang pencegahan dari infeksi, status

imun dalam batas normal (Wilkinson & Ahern, 2011).


38

Intervensi keperawatan berdasarkan Nursing Intervention

Classification (NIC) :

a. Perawatan luka pantau adanya tanda-tanda infeksi pada pasien.

Rasional : Mengidentifikasi adanya tanda-tanda terjadinya infeksi

pada pasien.

b. Kontrol infeksi ubah posisi tiap 2 jam.

Rasional : Menghindarkan tekanan dan meningkatkan aliran darah.

c. Pengendalian infeksi : Bersihkan lingkungan secepat mungkin

setelah dipergunakan pasien yang lain.

Rasional : Meminimalkan penyebaran kuman secara luas.

d. Pengendalian infeksi : Ajarkan pengunjung teknik cuci tangan

yang benar sebelum atau sesudah meninggalkan ruangan maupun

saat setelah kontak dengan pasien.

Rasional : Meminimalkan terjadinya penularan risiko infeksi.

e. Pengendalian infeksi berikan terapi antibiotik bila diperlukan.

Rasional : Membantu pencegahan infeksi atau mengobati jika telah

mengalami infeksi.

2.3.4 Implementasi

Implementasi dilakukan berdasarkan pengkajian diagnosa

keperawatan dan intervensi yang sudah direncanakan kepada pasien

setelah dilakukan implementasi perlu dilakukan dokumentasi tentang

respon yang diberikan oleh pasien (Bararah & Jauhar, 2013). Tahap-tahap

implementasi yang dilakukan antara lain kemampuan komunikasi yang

efektif, kemampuan untuk menciptakan hubungan saling percaya dan


39

saling bantu, kemampuan melakukan teknik psikomotor, kemampuan

melakukan observasi sistematis, kemampuan memberikan pendidikan

kesehatan, kemampuan advokasi dan kemampuan mengevaluasi respon

dari tindakan keperawatan yang diberikan (Asmadi, 2008).

2.3.5 Evaluasi

Evaluasi dilakukan berdasarkan pengkajian, diagnosa keperawatan,

intervensi, dan implementasi (Bararah & Jauhar, 2013). Adapun pada

tahap evaluasi ini menunjukkan tercapainya tujuan dan kriteria hasil,

pasien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika sebaliknya, pasien

akan masuk kembali ke dalam siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang

(Reassesment). Evaluasi terbagi 2 jenis diantaranya evaluasi formatif dan

evaluasi sumatif. Pada evaluasi formatif berfokus pada komponen SOAP,

yakni subjektif berupa data keluhan pasien, objektif berisi data hasil

pemeriksaan, analisis data berisikan perbandingan data dengan teori atau

assessment dan perencanaan (plan of care). Sedangkan evaluasi sumatif di

lakukan setelah semua aktifitas proses keperawatan selesai dilakukan

format SOAP telah dikembangkan juga menjadi catatan SOAP dan

SOAPIER dalam praktik keperawatan Karena beberapa institusi juga

menggunakan intervensi evaluasi E, dan respon R. Banyak pendekatan

yang dimodifikasi dalam proses evaluasi ini (Rosidah (2007) dalam

Paramitha (2016).
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian studi kasus. Penelitian studi kasus ini menggunakan metode

kualitatif. Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang lebih

menekankan pada makna dari masalah atau update yang akan diteliti, dan

proses hubungan timbal balik yang mendalam antara peneliti dengan

partisipan daripada peneliti secara umum (Hasanah, 2016).

Penelitian kualitatif dalam penelitian ini menggunakan metode

studi kasus. Metode studi kasus merupakan uraian permasalahan dan

penjelasan yang akan dijelaskan tentang masalah individu, perilaku

individu, kelompok, dan situasi social (Maskur 2015).

Studi kasus ini adalah studi untuk mengeksplorasi komparasi

masalah asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami cedera kepala

ringan dengan risiko perfusi serebral tidak efektif di RSUD Blambangan

Banyuwangi.

3.2 Batasan Istilah

Pasien yang mengalami cidera kepala ringan dengan risiko perfusi

serebral tidak efektif di RSUD Blambangan Banyuwangi. Cidera kepala

ringan merupakan trauma yang mengenai otak yang disebabkan oleh

kekuatan eksternal yang menimbulkan perubahan tingkat kesadaran < 10

menit, perubahan kemampuan kognitif fungsi fisik, fungsi tingkah laku

40
41

dan emosional (Widagdo, 2013).

3.3 Partisipan

Partisipan merupakan seseorang yang terlibat langsung dalam

penelitian dan memiliki informasi yang berhubungan dengan masalah atau

peristiwa yang dialami serta bersedia atau rela menceritakan informasi

tersebut kepada peneliti (Hasanah, 2016).

Partisipan pada penelitian asuhan keperawatan pasien yang

mengalami cedera kepala ringan yaitu:

1. Pasien

Partisipan penelitian dalam studi kasus ini yaitu 2 pasien yang

mengalami cidera kepala ringan. Data yang diperoleh dari pasien

meliputi identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,

riwayat penyakit dahulu, dan pengalaman pembedahan (Black &

Hawks, 2009).

2. Keluarga pasien

Data yang diperoleh dari keluarga meliputi riwayat penyakit keluarga,

kebiasaan sehari-hari, dan riwayat lingkungan pasien.

3. Petugas kesehatan lain seperti :

a. Perawat

Melakukan justifikasi hasil pengkajian, diagnosa, intervensi,

implementasi, dan evaluasi.

b. Dokter

Data yang diperoleh dari dokter meliputi terapi medis yang

diberikan pada pasien, kronologi atau patofisiologi penyakit yang


42

diderita pasien dan perkembangan kondisi pasien selama di rumah

sakit.

c. Petugas laboratorium & radiologi

Data yang diperoleh dari petugas laboratorium yaitu kadar

elektrolit analisa gas darah (AGD) & radiologi yaitu CT – scan,

magnetic resonance imaging (MRI), cerebral angiography, Sinar –

X, meliputi hasil pemeriksaan penunjang.

d. Tim gizi

Data yang diperoleh dari ahli gizi adalah diet yang diberikan pada

pasien.

3.4 Lokasi dan waktu penelitian

Studi kasus pada asuhan keperawatan pasien yang mengalami

cidera kepala ringan dengan risiko perfusi serebral tidak efektif di RSUD

Blambangan Banyuwangi. Pengambilan kasus rentang pada 03 Juli 2017 –

15 Juli 2017, asuhan keperawatan selama 3 hari, jika sebelum 3 hari sudah

membaik atau sudah pulang maka dilanjutkan dengan home care.

3.5 Pengumpulan data

Pengumpulan data merupakan materi atau kumpulan fakta seperti

foto, cerita, angka, dan gambar yang digunakan untuk keperluan suatu

analisa, diskusi dan presentasi ilmiah. Pada studi kasus asuhan

keperawatan pada pasien yang mengalami cidera kepala ringan dengan

risiko perfusi serebral tidak efektif menggunakan tiga teknik pengumpulan

data yaitu wawancara, observasi, dokumentasi, dan studi pustaka.


43

3.5.1 Wawancara

Wawancara yang akan dilakukan peneliti adalah wawancara tidak

terstruktur. Biasanya digunakan pada penelitian kualitatif yang bertujuan

untuk menggali emosi dan pendapat dari subjek terhadap suatu penelitian

dalam metode wawancara ini dapat di gunakan instrument (Nursalam,

2013).

3.5.2 Observasi dan pemeriksaan fisik

Observasi merupakan metode pengumpulan data melalui

pengamatan visual dengan menggunakan panca indra. Unsur terpenting

dalam observasi adalah mempertahankan objektifitas penilaian.

Pemeriksaan fisik berfokus pada respon pasien terhadap masalah

kesehatan yang dialami (Sunardi, 2008).

3.5.3 Studi dokumentasi

Dokumentasi bisa berbentuk tulisan, gambar, studi dokumen

merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara

dalam penelitian kualitatif (Hasanah, 2016).

3.6 Uji keabsahan data

Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi :

1. Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian

kualitatif antara lain dilakukan dengan :

a. Perpanjangan pengamatan

Dengan perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke

lapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber

data yang pernah ditemui maupun yang baru.


44

b. Meningkatkan ketekunan

Melakukan pengamatan secara lebih cermat dan

berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan

urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis

(Hasanah, 2016).

2. Triangulasi

a. Triangulasi sumber

Dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh

melalui beberapa sumber.

b. Triangulasi teknik.

Dilakukan dengan cara mengubah data kepada sumber yang sama

dengan teknik yang berbeda.

c. Triangulasi waktu.

Dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara,

observasi, atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda

sampai ditemukan kepastian datanya (Hasanah, 2016).

3.7 Analisa data

Adapun langkah-langkah yang digunakan yaitu :

1. Pengumpulan data

Data penelitian ini dikumpulkan oleh peneliti menggunakan berbagai

instrument, diantaranya format pengkajian asuhan keperawatan pada

pasien yang mengalami cidera kepala ringan dengan risiko perfusi

serebral tidak efektif. Penelitian dalam studi kasus ini akan membahas

tentang teknik pengumpulan data yang diperoleh dari wawancara,


45

observasi, dan dokumentasi.

2. Mereduksi data

Reduksi data merupakan suatu cara untuk berpikir kritis dalam

memilih dan memilah data dari hasil penelitian, sehingga nantinya

ditemukan data data pendukung yang berhubungan dengan masalah

tersebut (Maskur, 2010).

Data-data pendukung yang didapatkan dari hasil wawancara,

observasi, dan dokumentasi, kemudian perlu adanya memilih dan

memilah data tersebut berdasarkan data subjektif dan objektif,

dilanjutkan menganalisis data-data pendukung Berdasarkan hasil

pemeriksaan penunjang yang ada untuk dibandingkan dengan nilai

normal yang berhubungan dengan risiko perfusi serebral tidak efektif.

3. Penyajian data

Penyajian data perlu adanya pemahaman tentang suatu masalah

yang akan diteliti mengenai perilaku, dan pola kesehatan individu

tersebut.

Penyajian data dalam penelitian studi kasus ini dituliskan oleh

peneliti dalam bentuk tabel dan bagan. Variabel penelitian yang

menggunakan tabel antara lain : tabel identitas, status kesehatan saat

ini, riwayat kesehatan terdahulu, pemeriksaan fisik (body system),

pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologis, analisa data,

diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan yang terakhir

evaluasi. Sedangkan variabel penelitian yang menggunakan bagian

yaitu genogram yang didapatkan dari silsilah keluarga pasien untuk


46

mengetahui adanya penyakit menahun dan menular di dalam keluarga

pasien khususnya (Sudarma, 2008).

4. Kesimpulan

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru

yang sebelumnya belum pernah ada, biasanya berupa deskripsi atau

gambaran yang masih remang sehingga setelah diteliti menjadi jelas

(Sudarma, 2008).

3.8 Etika penelitian

Etika penelitian yang mendasari penyusunan studi kasus terdiri dari :

1. Informed consent persetujuan menjadi pasien

Informed consent merupakan suatu proses komunikasi dalam bentuk

lisan maupun tertulis tentang kesepakatan atau persetujuan tindakan

medis yang akan dilakukan oleh dokter kepada pasien tujuan informed

consent yaitu agar pasien menentukan sendiri keputusannya sesuai

dengan pilihannya sendiri (Maskur 2015).

2. Anonimity (Tanpa nama).

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan

jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak

memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat

ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau

hasil penelitian yang disajikan (Maskur 2015).

3. Confidentiality (kerahasiaan).

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian baik informasi maupun masalah-masalah


47

lainnya semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin

kerahasiaannya oleh penelitian hanya kelompok data tertentu yang

akan dilaporkan pada hasil riset (Maskur 2015).


BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Gambar Lokasi Pengambilan Data

Lokasi penelitian Asuhan Keperawatan Pasien yang mengalami Cidera

Kepala Ringan dengan risiko perfusi serebral tidak efektif tepatnya di

Ruang agung wilis RSUD Blambangan Banyuwangi. Jumlah tempat tidur

di ruang agung wilis sebanyak 26 tempat tidur. Ruang agung wilis terbagi

atas 3 ruang, yaitu ruang ROI, ruang perawatan kelas 2, dan ruang

perawatan kelas 3. Ruang ROI terdiri dari 2 bed pasien, ruang perawatan

kelas 2 terdiri dari 8 bed pasien, dan ruang kelas 3 terdiri dari 16 bed

pasien. Di bawah ini merupakan gambaran denah ruang Agung Wilis.

Tempat tas mahasiswa


Ruang kelas 3 Gudang
praktek

Kamar perawat Ruang administrasi Ruang perawat

Tempat Tempat
Ruang Kamar Ruang Ruang
lemari baju alat
kelas 2 mandi ROI kelas 3
pasien kesehatan

Gambar 4.1 Denah Ruang Agung Wilis RSUD Blambangan


Banyuwangi

48
49

4.1.2 Data Asuhan Keperawatan

Pengkajian

1. Identitas Pasien

Tabel 4.1 Identitas pasien 1 dan 2 yang Mengalami Cidera Kepala Ringan di Ruang
Agung Wilis Blambangan Juli 2017

Identitas Pasien Pasien 1 Pasien 2


Nama Tn. M Ny. T
Umur 72 tahun 44 tahun
Jenis Kelamin Laki- laki Perempuan
Suku Bangsa Jawa Indonesia
Agama Islam Katolik
Pekerjaan Buruh triplek IRT
Pendidikan SMP D3
Status Perkawinan Menikah Menikah
Alamat Jln. Raung Singoturunan Jln. Gajahmada no.09
RT 04/ RW 03 Banyuwangi RT 05 / RW 03
Banyuwangi
Tgl / jam MRS 7 juli 2017 / 12.30 WIB. 7 juli 2017 / 19.05 WIB.
Tgl / jam Pengkajian 8 juli 2017 / 07.30 WIB 8 juli 2017 / 08.00 WIB
Diagnosa Medis CKR CKR

2. Penanggung Jawab

Tabel 4.2 Penanggung Jawab Pasien 1 dan 2 yang Mengalami Cidera Kepala Ringan
di Ruang Agung Wilis Blambangan Juli 2017

Penanggung Jawab Pasien 1 Pasien 2


Nama Tn. R Nn. F
Umur 30 tahun 15 tahun
Jenis kelamin Laki – laki Perempuan
Agama Islam Katolik
Pekerjaan Wiraswasta Wiraswasta
Pendidikan SMK SMP
Alamat Jln. Raung Singoturunan RT Jln. Gajahmada no.09
04/ RW 03 Banyuwangi RT 05 / RW 03
Banyuwangi
50

3. Status Kesehatan Saat Ini

Tabel 4.3 Status Kesehatan Pasien 1 dan 2 yang Mengalami Cidera Kepala Ringan di
Ruang Agung Wilis Blambangan Juli 2017

Status kesehatan Pasien 1 Pasien 2


Keluhan utama
Saat MRS Pasien mengatakan Pasien tidak sadar waktu di
pusing setelah bawa ke RS ± selama 30
kecelakaan menit.

Saat Pengkajian Pasien mengatakan Pasien mengatakan pusing


pusing

Riwayat Penyakit Pada tanggal 7 Juli 2017 Pada tanggal 7 Juli 2017
Sekarang (PQRST) jam 12.15 WIB siang jam 18.35 malam hari
hari pasien mengalami pasien mengalami
kecelakaan ditabrak kecelakaan menabrak orang
sepeda motor pada saat menyebrang jalan. Lalu
pulang sholat jum’at. pasien dibawa oleh
Lalu pasien di bawa oleh masyarakat sekitar ke IGD
keluarga ke IGD RSUD RSUD Blambangan
Blambangan Banyuwangi dengan
Banyuwangi pada jam keadaan tidak sadar pada
12.30 WIB. Setelah jam 19.05 WIB. Setelah
mendapatkan terapi dan mendapatkan terapi dan
penanganan di IGD penanganan di IGD pasien
pasien dipindahkan ke sadar dan dipindahkan ke
ruang Agung Wilis kelas ruang Agug Wilis kelas 2A
3F pada jam 16.00 pada jam 20.00 WIB. Pada
WIB .Pada saat saat pengkajian tanggal 8
pengkajian tanggal 8 Juli Juli 2017 jam 08.00 WIB
2017 jam 07.30 WIB pasien mengeluh pusing
pasien mengeluh pusing berputar dengan GCS 4,5,6
berputar dengan GCS skala nyeri 3 pusing
4,5,6 skala nyeri 5 pusing semakin dirasakan pada
semakin dirasakan pada saat pasien duduk dan
saat pasien duduk dan berkurang saat pasien tidur
berkurang saat pasien terlentang.
berbaring.
Riwayat Penyakit
Sebelumnya:
Kecelakaan (jenis & Pasien mengatakan Pasien mengatakan
waktu) sebelumnya pasien sebelumnya pasien pernah
pernah mengalami mengalami kecelakaan pada
kecelakaan pada tahun tahun 2014 ditabrak sepeda
1969 ditabrak sepeda motor jari manis tangan
motor tangan kanan kanan patah.
patah.

Operasi (jenis Pasien pernah melakukan Pasien pernah melakukan


& waktu) operasi operasi
sebelumnya. Tangan sebelumnya. Operasi
51

kanan patah terpasang pasang pen pada jari manis


platina pada tahun 1969 tangan kanan dan operasi
pengangkatan payudara
karena ca mamae dan sudah
menjalani kemoterapi 6
kali.

Kronis Pasien mengatakan Pasien mengatakan tidak


memiliki penyakit memiliki penyakit
hipertensi (+) , DM (-) hipertensi (-), DM (-)

Akut Pasien mengatakan tidak Pasien mengatakan


memiliki penyakit akut. memiliki penyakit ca
mamae sejak 3 desember
2016

Terakhir Masuk RS Terakhir masuk RS Terakhir masuk rumah sakit


tahun 1969 di RSD tanggal 17 juni 2017 di
Malang. DKT Jember.

Riwayat Penyakit Pasien mengatakan Pasien mengatakan bahwa


Keluarga bahwa di dalam keluarga bapak pasien memiliki
pasien tidak mempunyai penyakit diabetes melitus
penyakit keluarga seperti
hipertensi, diabetes
mellitus

Alergi (obat, Pasien mengatakan Pasien memiliki alergi obat


makanan, plester, dll) bahwa memiliki alergi antalgin dan neuralgin.
makan ikan ayam horn.
Jika tidak cocok
biasanya merah-merah
atau gatal pada kulit.
Biasanya pasien beli obat
alergi di apotek untuk
melakukan
penanganannya.

Kebiasaan Pasien mengatakan Pasien mengatakan


jarang menggunakan menggunakan helm saat
helm saat berkendaraan, berkendaraan, mabuk (-),
mabuk (-), merokok (-), merokok (-), minum kopi
minum kopi jarang, jarang, pasien mengatakan
pasien mengatakan tidak mengkonsumsi obat-obatan
mengkonsumsi obat- dirumah yang berhubungan
obatan dirumah, hanya dengan ca mamae.
saja jika sakit pasien
biasanya beli obat ke
apotek.
52

Genogram
Pasien 1

Pasien 2

Keterangan : / = Laki – laki hidup / Meninggal

/ = Perempuan hidup / Meninggal

/ = pasien

= Garis tinggal serumah / Bersama

= Garis pernikahan

Gambar 4.2 Genogram pasien 1 dan pasien 2 yang mengalami cidera


kepala ringan di RSUD Blambangan.
53

Tabel 4.4 Riwayat Penyakit Pasien 1 dan 2 yang Mengalami Cidera Kepala Ringan di
Ruang Agung Wilis RSUD Blambangan Banyuwangi Juli 2017

Riwayat Penyakit Pasien 1 Pasien 2


Riwayat Keluarga pasien mengatakan Keluarga pasien mengatakan
Lingkungan: rumahnya bersih rumahnya bersih
Kebersihan

Bahaya Kecelakaan Pasien mengatakan tidak ada Keluarga mengatakan tidak


bahaya kecelakaan ada bahaya kecelakaan

Ventilasi Pasien mengatakan ventilasi Keluarga mengatakan ventilasi


Pencahayaan udara cukup udara cukup

Alat bantu yang


digunakan
 Gigi palsu Tidak Tidak
 Kacamata Ya (- 3,5) Tidak
 Pendengaran Tidak Tidak
Lainnya : Tidak ada Tidak ada

4. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum

Tabel 4.5 Keadaan Umum Pasien 1 dan 2 yang Mengalami Cidera Kepala Ringan di
Ruang Agung Wilis RSUD Blambangan Banyuwangi Juli 2017

Keadaan Umum Pasien 1 Pasien 2


a. Kesadaran Pasien tampak lemah, Pasien tampak lemah,
Composmentis. Composmentis.
b. Tanda vital
S: 36,9º C 36ºC
N: 78 x/ menit 76 x/ menit
TD: 140/90 mmhg 130/ 90 mmgh
RR: 20 x menit 21 x/ menit
c. TB: 165 cm 150 cm
BB sekarang: 78 Kg 53 kg
54

b. Body System

Tabel 4.6 Pemeriksaan Fisik Pasien 1 dan 2 yang Mengalami Cidera Kepala Ringan
di Ruang Agung Wilis RSUD Blambangan Banyuwangi Juli 2017
Pemeriksaan Fisik Pasien 1 Pasien 2
Pernapasan Inspeksi: Ekspansi dada Inspeksi: Ekspansi dada
simetris, tidak terlihat simetris, tidak terlihat
pernapasan cepat dan pernapasan cepat dan
dalam, RR: 20 x/mnt, dalam, RR: 21 x/menit
terpasang O2 1 liter Palpasi: Tidak ada nyeri
permenit tekan, massa, peradangan.
Palpasi: Tidak ada nyeri Perkusi: Sonor
tekan, massa, peradangan, Auskultasi: Suara napas
Perkusi: Sonor reguler, tidak ada suara
Auskultasi: Suara napas napas tambahan seperti
reguler, tidak ada suara ronchi, wheezing.
napas tambahan seperti
ronchi, wheezing.

Kardiovaskuler Inspeksi : ictus cordis Inspeksi : ictus cordis


tampak pada ics 4-5 tampak pada ics 4-5
midclavicula sinistra midclavicula sinistra
Palpasi : Ictuscordis tidak Palpasi : Ictuscordis tidak
teraba, denyut nadi perifer teraba, denyut nadi perifer
normal normal
Perkusi : redup, batas Perkusi : Redup, batas
jantung normal jantung normal
Auskultasi : S1, S2 Auskultasi : S1, S2
tunggal. tunggal.

Persyarafan
 Glasgow Coma E : 4, V : 5, M : 6 E : 4, V : 5, M : 6
Sclae (GCS) Nilai total = 15 Nilai total = 15

 Nervus I Pasien mampu mencium Pasien mampu mencium


Olfaktorius bau minyak kayu putih bau minyak kayu putih

 Nervus II pasien mampu melihat pasien mampu melihat


Optic orang-orang dan benda di orang-orang dan benda di
sekitar pasien sekitar pasien

 Nervus III pasien mampu membuka pasien mampu membuka


Okulomotor kelopak mata kelopak mata

 Nervus IV pasien mampu melihat pasien mampu melihat


Troklearis lingkungan sekitar lingkungan sekitar

 Nervus V pasien mampu pasien mampu mengunyah


Trigeminus mengunyah dengan baik dengan baik

 Nervus VI pasien mampu melihat pasien mampu melihat


abdusen kanan kiri pasien kanan kiri pasien

 Nervus VII pasien mampu merasakan pasien mampu merasakan


55

Fasialis manis dan asin manis dan asin

 Nervus VIII pasien mampu mendengar pasien mampu mendengar


Vestibulokoklear suara orang pada jarak suara orang pada jarak
is kurang lebih 5 meter kurang lebih 5 meter

 Nervus IX pasien mampu menelan pasien mampu menelan


Glosofaringeus dengan baik dengan baik

 Nervus X pasien mampu membuka pasien mampu membuka


Vagus mulutnya mulutnya

 Nervus XI pasien mampu mobilisasi pasien mampu mobilisasi


Aksesorius bebas bebas

 Nervus XII pasien mampu merasakan pasien mampu merasakan


Hipoglossus asin dan manis asin dan manis

Sistem perkemihan – Urine : selama 19 jam ± Urine : selama 14 jam ±


(eliminasi urine) 2100 cc, warna urine : 1200 cc, warna urine :
kuning pekat, Bau : Khas kuning pekat, Bau : Khas
(amoniak), BAK lancar (amoniak), BAK lancar
System pencernaan –
(eliminasi alvi)
Mulut
Abdomen Inspeksi : mulut kering, Inspeksi : mulut lembab,
tidak ada stomatitis, mual tidak ada stomatitis tidak
tidak ada asites, tidak ada ada asites, tidak ada
laserasi atau perdarahan laserasi atau perdarahan
tidak ada lesi tidak ada lesi
Palpasi : tidak ada nyeri Palpasi : tidak ada nyeri
tekan tidak teraba massa tekan tidak teraba massa
Perkusi : timpani Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus Auskultasi : bising usus 9
12 kali per menit kali per menit

Rectum Tidak terkaji Tidak terkaji


BAB Belum BAB selama di RS Belum BAB selama di RS
Konsistensi : tidak ada Konsistensi : tidak ada

Sistem integument Inspeksi : turgor kulit baik Inspeksi turgor kulit baik
warna kulit sawo matang warna kulit sawo matang
tidak ikterik tidak ikterik
Palpasi : akral teraba Palpasi akral teraba hangat
hangat turgor kulit turgor kulit kembali < 2
kembali < 2 detik, detik, terdapat luka lesi
terdapat luka lesi pada pada dahi ± 4 cm, pelipis ±
dahi ± 4 cm, pelipis ± 3 3 cm, tangan kanan,
cm, tangan kanan ± 10 cm terdapat bekuan darah di
terdapat ± 21 jahitan, kaki atas permukaan luka.
± 2 cm terdapat 3 jahitan
pada jari kelingking
kanan, terdapat bekuan
darah di atas permukaan
luka.
56

Sistem Inspeksi : pergerakan Inspeksi : pergerakan sendi


muskuloskeletal sendi bebas terdapat luka bebas terdapat luka lecet di
lecet di tangan dan adanya wajah ± 6cm
21 jahitan bagian kanan Kekuatan otot
dan kaki terdapat jahitan 3 5 5
pada jari kelingking 5 5
kanan. Palpasi : tidak ada nyeri
Kekuatan otot tekan
5 5
5 5
Palpasi : terdapat nyeri
tekan pada tangan dan
kaki kanan di sekitar luka
jahitan

Sistem endokrin Tidak terdapat Tidak terdapat pembesaran


pembesaran kelenjar kelenjar tyroid
tyroid

Sistem reproduksi Jenis kelamin : laki-laki Jenis kelamin : Perempuan


Kebersihan : area Kebersihan : area
kemaluan tidak terkaji kemaluan tidak terkaji
Penyakit : tidak Penyakit : Pasien
mempunyai penyakit mengalami penyakit ca
kelamin seperti sifilis, mamae sejak desember dan
gonorhea sudah kemoterapi 6x
Pernikahan : Pasien Pernikahan :Pasien
menikah menikah
Keturunan : mempunyai Keturunan : mempunyai
anak 5 anak 1
KB : Pil

5. Hasil Pemeriksaan Diagnostik


57

Tabel 4.7 Hasil Pemeriksaan Penunjang Pasien 1 dan 2 yang Mengalami Cidera Kepala
Ringan di Ruang Agung Wilis RSUD Blambangan

Pemeriksaan Pasien 1 Nilai Rujukan


1. Lab
Hasil Lab UGD tgl 07- 07-
2017
1.1 LEUKOSIT 13,2 x 10^3/µL 3.8 – 10.6 x 10^3/µL
1.1.1 LYM 14,2 % 20 – 40 %
1.1.2 MIX 2,2 % 0.8 – 10.8 %
1.1.3 NEU 83,6 % 73.7 – 89.7 %
1.2 ERITROSIT 4,19 x 10^6/µL 4.4 – 5.9 x 10^6/µL
1.2.1 MCV 87,1 fL 80 – 100 fL
1.2.2 MCH 29,1 pg 26 -34 pg
1.2.3 MCHC 33,4 g/dL 32 -36 g/dL
1.3 HEMOGLOBIN 12,2 g/dL 13.2 – 18 gr/dL
1.4 HEMATOKRIT/ PCV 36,5 % 40 – 52 %
1.5 TROMBOSIT 262 x 103/µL 150 – 440 x 103/µL
1.6 GDA 120 mg/ dL < 125 mg/dL
1.7 BUN 19,67 mg/dL 8 – 25 mg/dL
1.8 CREATININ 1,19 mg/dL 0.6 – 1.4 mg/dL
1.9 SGOT 21,0 U/L < 50 U/L
1.10 SGPT 19,1 U/L < 50 U/L
1.11 HBSAG - Negative
2. RADIOLOGI Tidak dilakukan -
pemeriksaan CT –
Scan

Pasien 2
Hasil Lab UGD tgl 07- 07-
2017
1.1 LEUKOSIT 10,9 x 10^3/µL 3,6 – 11 x 10^3/µL
1.1.1 LYM 7,4 % 20 – 40 %
1.1.2 MIX 12,7 % 0.8 – 10.8%
1.1.3 NEU 79,9 % 73.7 – 89.7 %
1.2 ERITROSIT 4,43 x 10^6/µL 3.8 – 5.2 x 10^6/µL
1.2.1 MCV 91.0 fL 80 – 100 fL
1.2.2 MCH 31,6 pg 26 – 34 pg
1.2.3 MCHC 34,7 g/dL 32 – 36 g/dL
1.3 HEMOGLOBIN 14,0 g/dL 11.5 – 16 g/dL
1.4 HEMATOKRIT/ PCV 40,3 % 35 – 47 %
1.5 TROMBOSIT 254 x 103/µL 150 – 440 x 103/µL
1.6 GDA 137 mg/ dL < 125 mg/dL
1.7 BUN 9,57 mg/dL 7 – 24 mg/dL
1.8 CREATININ 0,77 mg/dL 0.4 – 1.1 mg/dL
1.9 SGOT 52,9 µ/L < 40 µ/L
1.10 SGPT 29,1 µ/L < 40 µ/L
1.11 HBSAG Negatif Negative
2. RADIOLOGI Hasil CT – scan : tidak -
terdapat fraktur
tengkorak terdapat
hematoma parietal
dextra
58

6. Terapi
Tabel 4.8 Terapi Pasien 1 dan 2 yang Mengalami Cidera Kepala Ringan di Ruang Agung
Wilis RSUD Blambangan Banyuwangi Juli 2017
Terapi Pasien 1 Pasien 2
Pengobatan
Terapi di UGD Inf. PZ 20 tpm Inf. PZ 20 tpm
tgl 08- 07-2017 Inj. Cefotaxime 3 x 1 gr IV Inj. Ondansentron 3 x 2 mg IV
Inj. Ondansentron 3 x 2 mg Ranitidine 2 x 2 mg IV
IV Ketorolac 3 x 10 mg IV
Ranitidine 2 x 2 mg IV
Ketorolac 3 x 10 mg IV

Gizi Diet TKTP (Tinggi Kalori Tinggi TKTP (Tinggi Kalori Tinggi
Protein). Protein).
59

4.1.3 Analisa Data

Tabel 4.9 Analisa Data Pasien 1 Dan 2 Yang Mengalami Cidera Kepala Ringan di Ruang
Agung Wilis RSUD Blambangan Juli 2017

No. Data Etiologi Masalah


Dx Pasien 1
1. DS: Cidera otak primer Risiko perfusi
Pasien mengeluh pusing. serebral tidak
DO : efektif
a. Gelisah Kerusakan sel otak
b. TTV meningkat
TD: 140/90mmhg
N: 78x/ menit
S: 36,9 oC Perubahan autoregulasi
RR: 20x/ menit edema serebral
GCS : 4,5,6
c. Dengan alat bantu
pernafasan O2 nasal Gangguan suplai darah
kanul 1 liter/menit
d. Pusing terasa
berputar O2 Gangguan
e. Saat duduk pusing metabolisme
terasa bertambah
f. Mual
Asam laktat

Edema otak

Perubahan sirkulasi CSS

Peningkatan TIK

Hipoksia

Risiko perfusi serebral tidak


efektif

2. DS : Trauma / benturan Nyeri akut


Pasien mengatakan nyeri
pada luka jahitan
DO : Ekstra kranial
a. Pasien menyeringai
b. TTV :
T : 140/90 mmhg Terputusnya kontinuitas
N : 78 x/ menit jaringan, kulit, otot, dan
S : 36,9º C vaskuler
RR : 20 x menit
c. Skala nyeri 5
d. Nyeri muncul pada Nyeri akut
saat dilakukan
perawatan luka
60

3. DS: Trauma / benturan Gangguan


Pasien mengatakan luka Integritas Kulit
pada wajah, tangan dan
kaki sebelah kanan Ekstra kranial
DO:
a. Luka basah
b. Luka lesi area dahi ± Terputusnya kontinuitas
4 cm, pelipis ± 3cm, jaringan kulit otot dan
tangan kanan ± 10 vaskuler
cm terdapat ± 21
jahitan, kaki ± 2 cm
terdapat 3 jahitan Gangguan Integritas Kulit
pada jari kelingking
kanan.
c. Terdapat bekuan
darah di atas
permukaan luka.
4. DS: Cidera otak primer Intoleransi
Pasien mengatakan Aktifitas
aktifitas dibantu keluarga
DO : Kerusakan sel otak
a. Kelemahan dan meningkat
keletihan dalam
aktifitas
b. TTV : Perubahan autoregulasi
TD: 140/90 mmHg edema serebral
N: 78x/ menit
S: 36,9 oC
RR: 20x/ menit Gangguan suplai darah
c. Aktifitas dibantu :
Makan, seka, BAK,
berpakaian O2 Gangguan
d. Tirah baring dan metabolisme
imobilisasi
e. Gerakan terbatas
Kelemahan

Intoleransi Aktifitas

5. DS : Trauma / benturan Risiko infeksi


Pasien mengatakan
meriang suhu tubuhnya
tidak panas Ekstra kranial
DO :
a. Luka lesi area dahi ± Terputusnya kontinuitas
4 cm, pelipis ± 3cm, jaringan kulit otot dan
tangan kanan ± 10 vaskuler
cm terdapat ± 21
jahitan, kaki ± 2 cm
terdapat 3 jahitan Adanya luka terbuka
pada jari kelingking
kanan.
b. Terdapat bekuan Peluang masuk bagi kuman
darah di atas
permukaan luka
c. Darah merembes Risiko tumbuhnya bakteri
61

pada balutan luka


d. Tanda – tanda vital
e. Suhu : 36,9oC Risiko infeksi
f. Leukosit : 13,2 x
10^3/µL
Pasien 2
1. DS: Cidera otak primer Risiko perfusi
Pasien mengeluh pusing. serebral tidak
DO: efektif
a. Gelisah Kerusakan sel otak
b. TTV meningkat
TD: 130/90 mmhg
N: 76 x/ menit
S: 36oC Perubahan autoregulasi
RR: 20x/ menit edema serebral
GCS : 4,5,6
c. Pusing terasa Gangguan suplai darah
berputar
d. Saat duduk pusing
terasa bertambah O2 Gangguan
metabolisme

Asam laktat

Edema otak

Perubahan sirkulasi CSS

Peningkatan TIK

Hipoksia

Risiko perfusi serebral tidak


efektif

2. DS : Trauma / benturan Gangguan


Pasien mengatakan luka Intergritas
lesi pada wajah dan Kulit
tangan Ekstra kranial
DO:
a. Luka basah
b. luka lesi pada dahi ± Terputusnya kontinuitas
4 cm, pelipis ± 3 cm, jaringan kulit otot dan
tangan kanan vaskuler
c. Terdapat bekuan
darah di atas
permukaan luka. Gangguan Integritas Kulit
62

3. DS : Cidera otak primer Intoleransi


Pasien mengatakan Aktifitas
aktifitas dibantu keluarga
DO : Kerusakan sel otak
a. Kelemahan dan meningkat
keletihan dalam
melakukan aktifitas
b. TTV : Perubahan autoregulasi
TD: 130/ 90 mmHg edema serebral
N: 76 x/ menit
S: 36 oC
RR: 21x/ menit Gangguan suplai darah
c. Aktifitas dibantu :
Makan, seka, BAK,
berpakaian O2 Gangguan
d. Tirah baring dan metabolisme
imobilisasi
e. Gerakan terbatas
Kelemahan otot

Intoleransi Aktifitas

4. DS : Trauma / benturan Risiko infeksi


Pasien mengatakan suhu
tubuhnya tidak panas
DO : Ekstra kranial
a. Luka basah
b. luka lesi pada dahi ±
4 cm, pelipis ± 3 cm, Terputusnya kontinuitas
tangan kanan jaringan kulit otot dan
c. Terdapat bekuan vaskuler
darah di atas
permukaan luka.
d. Suhu 36oC Adanya luka terbuka
e. Leukosit : 10,9 x
10^3/µL
Peluang masuk bagi kuman

Risiko tumbuhnya bakteri

Risiko infeksi
63

4.1.4 Diagnosa Keperawatan

Tabel 4.10 Diagnosa Keperawatan Pasien 1 dan 2 yang Mengalami Cidera Kepala Ringan
di Ruang Agung Wilis RSUD Blambangan Banyuwangi Juli 2017

No Tanggal/Jam Daftar Masalah


Pasien 1
1. 8 Juli 2017 Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan
07.10 peningkatan TIK ditandai dengan :
DS: Pasien mengatakan pusing
DO: Gelisah
TTV
TD: 140/90mmhg
N: 72x/ menit
S: 36,9 oc
RR: 20x/ menit
GCS :4,5,6
Pusing terasa berputar
Saat duduk pusing terasa bertambah

2. 8 Juli 2017 Nyeri akut berhubungan dengan rusaknya kontinuitas jaringan


07.15 kulit
DS : Pasien mengatakan nyeri pada luka
DO :
Pasien menyeringai
TTV :
T : 140/90 mmhg
N : 78 x/ menit
S : 36,9º C
RR : 20 x menit
Skala nyeri 5
Nyeri muncul pada saat dilakukan perawatan luka

3. 8 Juli 2017 Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan terputusnya


07.20 kontinuitas kulit
DS: Pasien mengatakan luka pada wajah, tangan dan kaki
sebelah kanan
DO: Luka basah
Luka lesi area dahi ± 4 cm, pelipis ± 3 cm, tangan kanan
± 10 cm terdapat ± 21 jahitan, kaki ± 2cm terdapat 3
jahitan pada jari kelingking kanan.
Terdapat bekuan darah di atas permukaan luka.

4. 8 Juli 2017 Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan kelemahan


07.25 DS : Pasien mengatakan aktifitas dibantu keluarga
DO : Kelemahan dan keletihan
Aktifitas dibantu : Makan, seka, BAK
Tirah baring dan imobilisasi
Gerakan terbatas

5. 8 Juli 2017 Risiko infeksi berhubungan dengan adanya luka terbuka


07.25 DS : Pasien mengatakan suhu tubuhnya tidak panas, meriang
DO : Luka lesi area dahi ± 4cm, pelipis ± 3cm, tangan kanan ±
10cm terdapat ± 21 jahitan, kaki ± 2cm terdapat 3
jahitan pada jari kelingking kanan.
Terdapat bekuan darah di atas permukaan luka
Darah merembes pada balutan luka di tangan kanan
64

Luka lesi pada wajah terbuka dan tidak tertutup kasa.


Tanda – tanda vital : Suhu : 36,9oC
Leukosit : 13,2 x 10^3/µL

Pasien 2
1. 8 Juli 2017 Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan
08.00 Peningkatan TIK
DS : Pasien mengeluh pusing.
DO : Gelisah
TTV
TD: 130/90 mmhg
N: 76 x/ menit
S: 36oC
RR: 20x/ menit
GCS : 4,5,6
Pusing terasa berputar
Saat duduk pusing terasa bertambah

2. 8 Juli 2017 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan terputusnya


08.10 kontinuitas kulit
DS : Pasien mengatakan luka lesi pada wajah dan tangan
DO: Luka basah
Luka lesi pada dahi ± 4 cm, pelipis ± 3 cm, tangan kanan
Terdapat bekuan darah di atas permukaan luka.

3. 8 Juli 2017 Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan


08.20 DS : pasien mengatakan aktifitas dibantu keluarga
DO : Kelemahan dan keletihan dalam melakukan aktifitas
TTV :
TD: 130/ 90 mmHg
N: 76 x/ menit
S: 36 oC
RR: 21x/ menit
Aktifitas dibantu : Makan, seka, BAK, berpakaian
Tirah baring dan imobilisasi
Gerakan terbatas

4. 8 Juli 2017 Risiko infeksi berhubungan dengan adanya luka terbuka


08.25 DS : Pasien mengatakan suhu tubuhnya tidak panas
DO : Luka basah
Luka lesi pada dahi ± 4 cm, pelipis ± 3 cm, tangan kanan
Terdapat bekuan darah di atas permukaan luka.
Suhu 36oC
Leukosit : 10,9 x 10^3/µL
Luka lesi pada wajah terbuka dan tidak tertutup kasa.

5.1.4 Intervensi

Tabel 4.11 Intervensi Keperawatan pasien 1 dan 2 yang Mengalami Cidera Kepala
Ringan di Ruang Agung Wilis RSUD Blambangan

Diagnosa Keperawatan Intervensi Rasional


65

(tujuan & Kriteria (NIC)


Hasil)
Pasien 1
1. Risiko perfusi 1. Pertahankan tekanan 1. Perfusi serebral harus
serebral tidak efektif darah dalam kisaran dipertahankan untuk
berhubungan dengan yang dianjurkan oksigenasi dan
peningkatan TIK. pengiriman nutrisi ke
Setelah dilakukan jaringan otak.
perawatan selama 3 x 24 2. Pemantauan tekanan 2. Dapat mencetuskan
jam, menunjukan: intrakranial hindari respon osmotik
Kriteria Hasil batuk yang peningkatan tekanan
NOC : berlebihan, muntah, intrakranial.
a. Pasien akan mengejan,
mengatakan tidak mempertahankan
sakit kepala, pengukuran urine dan
merasa nyaman, hindari konstipasi
tidak gelisah yang berkepanjangan
b. Mempertahankan 3. Pemantauan 3. Status neurologis adalah
status neurologi neurologis sesuai indikator yang paling
c. Kesadaran standar unit penting dari kondisi
composmentis pasien
d. Tekanan darah 4. Manajemen 4. Suasana tenang akan
stabil dan normal lingkungan juga memberikan rasa
e. Tidak mual suasana yang tenang. nyaman pada pasien dan
mencegah ketegangan
yang dapat
meningkatkan tekanan
intrakranial.
5. Ventilasi mekanis: 5. Pemberian oksigen
kolaborasi pemberian dapat menurunkan
oksigen masih sesuai hipoksia otak.
indikasi.
6. Pengaturan posisi 6. Perubahan kepala pada
pertahankan posisi sisi dapat menimbulkan
kepala sejajar yang penekanan pada vena
tidak ada bantalan. jugularis dan
menghambat aliran
darah otak untuk dapat
meningkatkan tekanan
intrakranial.
7. Kolaborasi dengan 7. Membantu menurunkan
tim medis dengan tekanan intrakranial
pemberian obat secara biologis atau
sesuai indikasi. kimia seperti osmotik
diuretik untuk menarik
air dan sel-sel otak.

2. Nyeri akut 1. Kaji nyeri pemberian 1. Manajemen nyeri


berhubungan dengan analgesik : Kaji dimulai dengan
rusaknya kontinuitas tingkat nyeri pasien pengkajian tingkat
jaringan kulit dan jika pasien tidak nyeri.
Setelah dilakukan mampu
tindakan keperawatan mengungkapkan
selama 3 x 24 jam, nyerinya secara verbal
menunjukan: gunakan alat
Kriteria Hasil pengkajian nyeri yang
NOC : lain.
a. Pasien melaporkan 2. Observasi tanda – 2. Nyeri biasanya akan
66

nyeri berkurang atau tanda vital dimanifestasikan dengan


dapat diadaptasi. peningkatan vital sign
b. Tanda-tanda vital terutama perubahan nadi
dalam batas normal dan RR
c. Skala nyeri 3. Ciptakan lingkungan 3. Lingkungan yang
berkurang / hilang. kamar pasien nyaman dapat
d. Ekspresi wajah rileks senyaman mungkin menngurangi nyeri pada
pasien
4. Manajemen nyeri 4. Untuk mengurangi nyeri
ajarkan distraksi dan
relaksasi teknik -
teknik untuk
menurunkan
ketegangan otot
rangka, yang dapat
menurunkan intensitas
nyeri dan juga
tingkatkan relaksasi
massage.
5. Kolaborasi pemberian 5. Analgesic merupakan
analgesic sesuai obat untuk mengurangi
indikasi nyeri

3. Gangguan Intergritas 1. Kaji luas dan 1. Pengkajian yang tepat


Kulit berhubungan keadaan luka terhadap luka dapat
dengan terputusnya membantu menentukan
kontinuitas jaringan tindakan selanjutnya
kulit 2. Berikan HE kepada 2. Pengetahuan yang baik
Setelah dilakukan pasien atau keluarga dapat membantu
tindakan keperawatan tentang menjaga luka perawatan luka
selama 3 x 24 jam, tetap dalam keadaan
menunjukan: bersih
Kriteria Hasil 3. Kaji karakteristik 3. Keadaan luka membaik
NOC: luka membantu
a. Tidak ada lesi penyembuhan luka
b. Tidak terjadi 4. Anjurkan pasien 4. Mempertahankan
nekrosis menggunakan sirkulasi darah tetap
c. Perfusi jaringan kulit pakaian longgar lancar
baik 5. Lakukan perawatan 5. Untuk mencegah
d. Eritema kulit dan luka kontaminasi luka dan
eritema di sekitar penyebaran infeksi
luka minimal 6. Rawat luka dengan 6. Tindakan antiseptik
e. Drainase purulen baik dan benar : dapat menjaga
(atau lainya) membersihkan luka kontaminasi luka dan
secara absektif larutan yang iritatif yang
menggunakan akan merusak jaringan
larutan yang tidak granulasi yang timbul
iritatif, angkat sisa
balutan yang
menempel pada luka
dan nekrotomi
jaringan yang mati
7. Kolaborasi 7. Antibiotik dapat
pemberian antibiotik mengurangi infeksi
sesuai indikasi

Pasien 2
1. Risiko perfusi 1. Pertahankan tekanan 1. Perfusi serebral harus
67

serebral tidak efektif darah dalam kisaran dipertahankan untuk


berhubungan dengan yang dianjurkan kaji oksigenasi dan
peningkatan TIK. status hemodinamik pengiriman nutrisi ke
Setelah dilakukan untuk memastikan jaringan otak.
perawatan selama keluaran jantung
3 x 24 jam, menunjukan: yang sesuai.
Kriteria Hasil 2. Pemantauan 2. Status neurologis adalah
NOC: neorologis pantau indikator yang paling
a. Pasien akan pemeriksaan penting dari kondisi
mengatakan tidak neurologi sesuai pasien.
sakit kepala, merasa standar unit.
nyaman, tidak 3. Pemantauan tekanan 3. Dapat mencetuskan
gelisah intrakranial hindari respon osmotik
b. Mempertahankan batuk yang peningkatan tekanan
status neurologi berlebihan, muntah, intrakranial.
c. Kesadaran mengejan,
composmentis mempertahankan
d. Tekanan darah pengukuran urine
stabil dan normal dan hindari
konstipasi yang
berkepanjangan
4. Manajemen 4. Suasana tenang akan
lingkungan juga memberikan rasa nyaman
suasana yang tenang. pada pasien dan
mencegah ketegangan
yang dapat meningkatkan
tekanan intrakranial.
5. Ventilasi mekanis: 5. Pemberian oksigen dapat
kolaborasi pemberian menurunkan hipoksia
oksigen masih sesuai otak.
indikasi.
6. Pengaturan posisi 6. Perubahan kepala pada
pertahankan posisi sisi dapat menimbulkan
kepala sejajar yang penekanan pada vena
tidak ada bantalan. jugularis dan
menghambat aliran darah
otak untuk dapat
meningkatkan tekanan
intrakranial.
7. Kolaborasi dengan 7. Membantu menurunkan
tim medis dengan tekanan intrakranial
pemberian obat secara biologis atau
sesuai indikasi. kimia seperti osmotik
diuretik untuk menarik
air dan sel-sel otak.

2. Gangguan Intergritas 1. Kaji luas dan 1.


Pengkajian yang tepat
Kulit berhubungan keadaan luka terhadap luka dapat
dengan terputusnya membantu menentukan
kontinuitas jaringan tindakan selanjutnya
kulit. 2. Berikan HE kepada 2. Pengetahuan yang baik
Setelah dilakukan pasien atau keluarga dapat membantu
tindakan keperawatan tentang menjaga perawatan luka
selama 3 x 24 jam, luka tetap dalam
menunjukan: keadaan bersih
68

Kriteria Hasil 3. Kaji karakteristik 3. Keadaan luka membaik


NOC : luka membantu penyembuhan
a. Tidak ada lesi luka
b. Tidak terjadi 4. Anjurkan pasien 4. Mempertahankan sirkulasi
nekrosis menggunakan darah tetap lancer
c. Perfusi jaringan kulit pakaian longgar
baik 5. Lakukan perawatan 5. Untuk mencegah
d. Eritema kulit dan luka kontaminasi luka dan
eritema di sekitar penyebaran infeksi
luka minimal 6. Rawat luka dengan 6. Tindakan antiseptik dapat
e. Drainase purulen baik dan benar : menjaga kontaminasi luka
(atau lainya) membersihkan luka dan larutan yang iritatif
secara absektif yang akan merusak
menggunakan jaringan granulasi yang
larutan yang tidak timbul
iritatif, angkat sisa
balutan yang
menempel pada luka
dan nekrotomi
jaringan yang mati
7. Kolaborasi 7. Antibiotik dapat
pemberian antibiotik mengurangi infeksi
sesuai indikasi

3. Intoleransi Aktifitas 1. Kaji tingkat 1. Mengetahui seberapa


berhubungan dengan kemampuan pasien mandirinya tingkat
kelemahan kemampuan pasien
Setelah dilakukan 2. Ajarkan tentang 2. Membatasi aktivitas
tindakan keperawatan 3 x pengaturan aktivitas pasien agar tidak
24 jam, menunjukan: dan teknik mudah kelelahan
Kriteria Hasil manajemen waktu
NOC: untuk mencegah
a. Mengatakan kuat
kelelahan
dalam aktifitas 3. Membatasi aktivitas
3. Bantu pasien untuk
b. Berpatisipasi dalam pasien
aktivitas fisik tanpa mengubah posisi
disertai peningkatan secara berkala,
tekanan darah, nadi, duduk, berdiri,
RR sesuai toleransi 4. Tanda- tanda vital
c. Mampu melakukan 4. Pantau tanda- tanda mepengaruhi saat
aktivitas sehari hari vital beraktivitas
(ADL) makan, seka, sebelum,selama,
BAK secara mandiri dan setelah aktivitas 5. Membantu
d. Tirah baring dan 5. Rencanakan meminimalkan
imobilisasi mandiri aktivitas bersama aktivitas pasien
e. Gerakan tidak pasien dan keluarga
terbatas yang meningkatkan
kemandirian dan
ketahanan
4.1.6 Implementasi

Tabel 4.12 Implementasi Keperawatan pasien 1 dan 2 yang Mengalami Cidera Kepala Ringan di Ruang Agung Wilis RSUD Blambangan

Diagnosa 8 Juli 2017 9 Juli 2017 10 Juli 2017


Keperawatan
Pasien 1 07.30 1. Memberikan health 07.00 S: 07.00 S:
Diagnosa 1 education kepada pasien Pasien mengatakan pusing Pasien mengatakan pusing hilang
Perfusi serebral R/ Pasien kooperatif berkurang O:
tidak efektif 07.40 2. Memantau tekanan O: TTV
berhubungan dengan intrakranial, Pasien gelisah TD: 130/90mmhg
peningkatan TIK. menghindari batuk yang TTV N: 78x/ menit
berlebihan, mual, TD: 150/90mmhg S: 36 oc
muntah, mengejan. N: 780x/ menit RR: 21x/ menit
R/ pasien pusing, mual S: 36,4 oc GCS : 4,5,6
07.50 3. Melakukan kolaborasi RR: 22x/ menit A:
pemberian oksigen GCS : 4,5,6 Masalah perfusi serebral tidak
sesuai indikasi. Pusing terasa berputar efektif teratasi sebagian
R/ pasien menggunakan Saat duduk pusing terasa P:
O2 nasal kanul 1 lpm bertambah 1. Pantau tekanan intrakranial,
08.00 4. Melakukan advis dokter A: hindari batuk yang
pemberian Injeksi Masalah perfusi serebral tidak berlebihan, mual, muntah,
Ondansentron 2 mg IV, efektif teratasi sebagian mengejan, pusing.
Ranitidine 2 mg IV P: 2. Kolaborasi pemberian
R/ obat injeksi sudah di 1. Pantau tekanan oksigen sesuai indikasi.
masukkan dan pasien intrakranial, hindari batuk 3. Pertahankan pengukuran
tidak memiliki alergi yang berlebihan,mual, urine dan menghindari
obat muntah, mengejan, konstipasi yang
08.10 5. Memantau pengukuran pusing. berkepanjangan
urine 2. Kolaborasi pemberian 4. Manajemen lingkungan juga
R/ Urine : selama 19 oksigen sesuai indikasi. suasana yang tenang
jam ± 2200 cc, warna 3. Pertahankan pengukuran 5. Pantau tanda – tanda vital
urine : kuning, Bau : urine dan menghindari 6. Posisikan kepala sejajar 69
Khas (amoniak). konstipasi yang yang tidak ada bantalan
08.15 6. Memanajemen berkepanjangan I:
lingkungan juga 4. Manajemen lingkungan 07.10 1. Memantau tekanan
suasana yang tenang. juga suasana yang tenang intrakranial, menghindari
R/ pasien merasa lebih 5. Pantau tanda – tanda vital batuk yang berlebihan,mual,
nyaman dengan suasana 6. Posisikan kepala sejajar muntah, mengejan.
tenang karena bisa yang tidak ada bantalan. R/ pasien masih terasa mual
istirahat maksimal I: 07.20 2. Melakukan advis dokter
08.20 7. Melakukan tanda – 07.05 1. Memantau tekanan pemberian injeksi
tanda vital intrakranial, menghindari ondansentron 2 mg IV,
R/ TD : 140/90 mmhg batuk yang Ranitidine 2 mg IV,
N : 78 x/menit berlebihan,mual, muntah, R/ obat injeksi sudah di
S: 36,7oc mengejan. masukan dan pasien tidak
RR : 20x/menit R/ pasien masih memiliki alergi obat
GCS :4,5,6 mengatakan pusing, mual 07.30 3. Memantau pengukuran urine
08.25 8. Memposisikan kepala 07.10 2. Melakukan kolaborasi dan menghindari konstipasi
sejajar yang tidak ada pemberian oksigen sesuai yang berkepanjangan
bantalan. indikasi. R/ Urine : selama 24 jam ±
R/ Pasien tidur R/ pasien menggunakan 1500 cc, warna urine :
terlentang dengan posisi O2 nasal kanul 1 lpm kuning, Bau : Khas
kepala ekstensi 07.20 3. Melakukan advis dokter (amoniak).
16.00 9. Melakukan advis dokter pemberian Injeksi 07.35 4. Memanajemen lingkungan
pemberian Injeksi Ondansentron 2 mg IV, juga suasana yang tenang.
Ondansentron 2 mg IV ranitidine 2 mg IV, R/ pasien merasa lebih
R/ obat injeksi sudah di R/ obat injeksi sudah di nyaman dengan suasana
masukkan dan pasien masukkan dan pasien tenang karena bisa istirahat
tidak memiliki alergi tidak memiliki alergi obat maksimal
obat 07.30 4. Mempertahankan 07.45 5. Melakukan tanda – tanda
17.00 10. Memantau tanda – pengukuran urine dan vital
tanda vital menghindari konstipasi R/ TD : 150/90 mmhg
R/ TD : 150/90 mmhg yang berkepanjangan N : 76 x/menit
N : 80 x/menit R/ Urine : selama 24 jam S: 36,5oc
S: 36,8oc ± 1600 cc, warna urine : RR : 20x/menit
70
RR : 20x/menit kuning, Bau : Khas GCS : 4,5,6
GCS : 4,5,6 (amoniak). 08.00 6. Memposisikan kepala sejajar
20.05 11. Melakukan advis dokter 07.35 5. Memanajemen lingkungan yang tidak ada bantalan.
pemberian injeksi juga suasana yang tenang. R/ Pasien tidur terlentang
ranitidine 2 mg R/ pasien bisa istirahat dengan posisi kepala
R/ obat injeksi sudah di maksimal ekstensi
masukkan dan pasien 07.40 6. Melakukan tanda – tanda 16.20 7. Melakukan advis dokter
tidak memiliki alergi vital pemberian Injeksi
obat R/ TD : 160/90 mmhg ondansentron 2 mg IV
N : 80 x/menit R/ obat injeksi sudah di
S: 36oc masukan dan pasien tidak
RR : 21x/menit memiliki alergi obat
GCS : 4,5,6 17.10 8. Memantau tanda – tanda
07.50 7. Memposisikan kepala vital
sejajar yang tidak ada R/ TD : 140/90 mmhg
bantalan. N : 80 x/menit
R/ Pasien tidur terlentang S: 36,7oc
dengan posisi kepala RR : 20x/menit
ekstensi GCS : 4,5,6
16.00 8. Melakukan advis dokter 20.00 9. Melakukan advis dokter
pemberian Injeksi pemberian injeksi Ranitidine
Ondansentron 2 mg IV, 2 mg IV,
R/ obat injeksi sudah di R/ obat injeksi sudah di
masukkan dan pasien masukan dan pasien tidak
tidak memiliki alergi obat memiliki alergi obat
17.00 9. Memantau tekanan darah
dalam kisaran yang
dianjurkan
R/ TD : 160/90 mmhg
N : 80 x/menit
S: 36oc
RR : 21x/menit
GCS : 4,5,6
20.10
10. Melakukan advis dokter 71
pemberian ranitidine 2 mg
R/ obat injeksi sudah di
masukkan dan pasien
tidak memiliki alergi obat

Diagnosa 2 nyeri 08.00 1. Melakukan advis dokter S: S:


akut berhubungan pemberian Injeksi Pasien mengatakan nyeri pada Pasien mengatakan nyeri pada
dengan rusaknya Ketorolac 10 mg IV luka luka
kontinuitas jaringan R/ obat injeksi sudah di O: O:
kulit. masukkan dan pasien Pasien menyeringai Pasien menyeringai
tidak memiliki alergi TTV : TTV :
obat T : 140/90 mmhg T : 140/90 mmhg
08.35 2. Mengkaji tingkat nyeri N : 78 x/ menit N : 78 x/ menit
pasien S : 36,9º C S : 36,9º C
R / nyeri di daerah luka, RR : 20 x menit RR : 20 x menit
dengan skala nyeri 5, Skala nyeri 5 Skala nyeri 5
nyeri di rasakan saat Nyeri muncul pada saat di Nyeri muncul pada saat di lakukan
dilakukan pembersihan lakukan perawatan luka perawatan luka
luka. A : Masalah gangguan A : Masalah gangguan integritas
08.40 3. Menciptakan integritas kulit teratasi sebagian kulit teratasi sebagian
lingkungan kamar P: P:
pasien senyaman 1. Kaji nyeri pemberian 1. Kaji nyeri pemberian
mungkin analgesik : Kaji tingkat analgesik : Kaji tingkat nyeri
R / lingkungan pasien nyeri pasien dan jika pasien dan jika pasien tidak
nyaman pasien tidak mampu mampu mengungkapkan
09.00 4. Manajemen nyeri mengungkapkan nyerinya nyerinya secara verbal
ajarkan distraksi dan secara verbal gunakan alat gunakan alat pengkajian nyeri
relaksasi teknik - teknik pengkajian nyeri yang lain. yang lain.
untuk menurunkan 2. Observasi tanda – tanda 2. Observasi tanda – tanda vital
ketegangan otot rangka, vital 3. Ciptakan lingkungan kamar
yang dapat menurunkan 3. Ciptakan lingkungan pasien senayaman mungkin
intensitas nyeri dan juga kamar pasien senayaman 4. Manajemen nyeri ajarkan
tingkatkan relaksasi mungkin distraksi dan relaksasi teknik
72
massage 4. Manajemen nyeri ajarkan - teknik untuk menurunkan
R / pasien kooperatif, distraksi dan relaksasi ketegangan otot rangka, yang
dengan cara tarik nafas teknik - teknik untuk dapat menurunkan intensitas
dalam. menurunkan ketegangan nyeri dan juga tingkatkan
16.00 5. Melakukan advis dokter otot rangka, yang dapat relaksasi massage.
pemberian injeksi menurunkan intensitas 5. Kolaborasi pemberian
ketorolac 10 mg IV. nyeri dan juga tingkatkan analgesic sesuai indikasi
R/ obat injeksi sudah di relaksasi massage. I:
masukkan dan pasien 5. Kolaborasi pemberian 07.20 1. Melakukan advis dokter
tidak memiliki alergi analgesic sesuai indikasi pemberian injeksi ketorolac
obat I: 10 mg IV.
08.00 1. Melakukan advis dokter R/ obat injeksi sudah di
pemberian Inj ketorolac 10 masukkan dan pasien tidak
mg IV memiliki alergi obat
R/ obat injeksi sudah di 08.10 2. Mengkaji tingkat nyeri pasien
masukkan dan pasien tidak R/ nyeri di daerah luka,
memiliki alergi obat dengan skala nyeri 5, nyeri di
08.10 2. Mengkaji tingkat nyeri rasakan saat dilakukan
pasien pembersihan luka.
R/ nyeri di daerah luka, 08.30 3. Ciptakan lingkungan kamar
dengan skala nyeri 5, nyeri pasien senyaman mungkin
di rasakan saat dilakukan R/ lingkungan pasien nyaman
pembersihan luka. 09.30 4. Manajemen nyeri ajarkan
08.30 3. Ciptakan lingkungan distraksi dan relaksasi teknik
kamar pasien senyaman - teknik untuk menurunkan
mungkin ketegangan otot rangka, yang
R/ lingkungan pasien dapat menurunkan intensitas
nyaman nyeri dan juga tingkatkan
09.30 4. Manajemen nyeri ajarkan relaksasi massage
distraksi dan relaksasi R/ pasien kooperatif, dengan
teknik - teknik untuk cara tarik nafas dalam
menurunkan ketegangan 16.10 5. Melakukan advis dokter
otot rangka, yang dapat pemberian injeksi ketorolac
menurunkan intensitas 10 mg IV.
nyeri dan juga tingkatkan R/ obat injeksi sudah di
73
relaksasi massage masukkan dan pasien tidak
R/ pasien kooperatif, memiliki alergi obat
dengan cara tarik nafas
dalam
16.00 5. Melakukan advis dokter
pemberian Injeksi
ketorolac 10 mg IV
R/ obat injeksi sudah di
masukkan dan pasien tidak
memiliki alergi obat

Diagnosa 3 08.00 1. Melakukan advis S: S:


Gangguan dokter pemberian Inj. Pasien mengatakan luka pada Pasien mengatakan luka pada
Intergritas Kulit Cefotaxime 1 gr IV, wajah, tangan dan kaki sebelah wajah, tangan dan kaki sebelah
berhubungan dengan R/ obat injeksi sudah kanan kanan
terputusnya di masukkan dan O: O:
kontinuitas jaringan pasien tidak memiliki Luka basah. Area lesi pada dahi Luka basah. Area lesi pada dahi ±
kulit alergi obat ± 4cm, pelipis ± 3cm, tangan 4cm, pelipis ± 3cm, tangan kanan
10.30 2. Memberikan HE kanan ± 10 cm terdapat ± 21 ± 10cm terdapat ± 21 jahitan, kaki
kepada pasien atau jahitan, kaki ± 2cm terdapat 3 ± 2cm terdapat 3 jahitan, Terdapat
keluarga tentang jahitan, Terdapat bekuan darah bekuan darah di atas permukaan
menjaga luka tetap di atas permukaan luka luka
dalam keadaan bersih A: A:
R/Pasien atau keluarga Masalah gangguan integritas Masalah gangguan integritas kulit
paham tentang kulit teratasi sebagian teratasi sebagian
bagaimana cara P: P:
merawat luka dengan 1. Kaji luas dan keadaan luka 1. Kaji karakteristik luka
benar 2. Kaji karakteristik luka 2. Lakukan perawatan luka
10.45 3. Mengkaji luas dan 3. Anjurkan pasien 3. Rawat luka dengan baik dan
keadaan luka menggunakan pakaian benar
R/ Luka lesi area dahi longgar
± 4cm, pelipis ± 3cm, 4. Lakukan perawatan luka I:
tangan kanan ± 10cm 5. Rawat luka dengan baik 07.20 1. Melakukan advis dokter
terdapat ± 21 jahitan, dan benar pemberian injeksi cefotaxime
74
kaki ± 2cm terdapat 3 I: 1 gr.
jahitan pada jari 07.05 1. Melakukan advis dokter R/ obat injeksi sudah di
kelingking kanan, luka pemberian injeksi masukkan dan pasien tidak
basah cefotaxime 1 gr memiliki alergi obat
11.10 4. Mengkaji karakteristik R/ obat injeksi sudah di 09.30 2. Memantau karakteristik luka
luka masukkan dan pasien tidak R/ terdapat bekuan darah di
R/ terdapat bekuan memiliki alergi obat. atas permukaan luka dan
darah di atas 09.40 2. Mengkaji luas dan keadaan tertutup dengan kasa steril
permukaan luka luka 09.50 3. Melakukan perawatan luka
12.00 5. Menganjurkan pasien R/ Luka lesi area dahi ± R/ nyeri kesakitan
menggunakan pakaian 4cm, pelipis ± 3cm, tangan 11.30 4. Merawat luka dengan baik
longgar kanan ± 10cm terdapat ± dan benar : membersihkan
R/ pasien 21 jahitan, kaki ± 2cm luka secara absektif
menggunakan pakaian terdapat 3 jahitan pada jari menggunakan larutan yang
loggar kelingking kanan, luka tidak iritatif, angkat sisa
12.10 6. Melakukan perawatan basah balutan yang menempel pada
luka 09.50 3. Memberikan HE kepada luka dan nekrotomi jaringan
R/ nyeri kesakitan pasien atau keluarga yang mati
12.20 7. Merawat luka dengan tentang menjaga luka tetap R/ perawatan luka dengan
baik dan benar : dalam keadaan bersih menggunakan cairan PZ dan
membersihkan luka R/Pasien dan keluarga menutup dengan kasa steril
secara absektif memahami cara merawat 16.10 5. Melakukan advis dokter
menggunakan larutan luka dengan benar pemberian injeksi cefotaxime
yang tidak iritatif, 10.00 5. Mengkaji karakteristik luka 1 gr.
angkat sisa balutan R/ terdapat bekuan darah R/ obat injeksi sudah di
yang menempel pada di atas permukaan luka dan masukkan dan pasien tidak
luka dan nekrotomi tertutup kasa steril memiliki alergi obat
jaringan yang mati 10.11 6. Menganjurkan pasien
R/ perawatan luka menggunakan pakaian
dengan menggunakan longgar
cairan PZ R/ pasien menggunakan
16.00 8. Melakukan advis pakaian longgar
dokter pemberian Inj. 10.20 7. Melakukan perawatan luka
Cefotaxime 1 gr IV R/ pasien nyeri kesakitan
75
R/ pada saat injeksi 10.30 8. Merawat luka dengan baik
sudah di masukkan dan benar : membersihkan
pasien tidak memiliki luka secara absektif
alergi obat menggunakan larutan yang
tidak iritatif, angkat sisa
balutan yang menempel
pada luka dan nekrotomi
jaringan yang mati
R/ perawatan luka dengan
menggunakan cairan PZ,
dan menutup dengan kasa
steril.
16.00 9. Melakukan advis dokter
pemberian injeksi
cefotaxime 1 gr
R/ obat injeksi sudah di
masukkan dan pasien tidak
memiliki alergi obat.

Pasien 2 08.00 1. Memberikan health 07.00 S: S:


Diagnosa 1 education kepada pasien Pasien mengatakan pusing Pasien mengatakan pusing
Perfusi serebral R/ Pasien kooperatif berkurang berkurang
tidak efektif 08.10 2. Memantau tekanan O: O:
berhubungan dengan intrakranial, Gelisah TTV
76
peningkatan TIK. menghindari batuk yang TTV TD: 130/90mmhg
berlebihan,mual, TD: 130/90 mmhg N: 76x/ menit
muntah, mengejan, N: 78x/ menit S: 36,4 oc
pusing. S: 36,9 oc RR: 20x/ menit
R/ pasien mengatakan RR: 21x/ menit GCS : 4,5,6
pusing GCS : 4,5,6 Pusing terasa berputar
08.15 3. Melakukan advis dokter Pusing terasa berputar Saat duduk pusing terasa
pemberian Injeksi Saat duduk pusing terasa bertambah
Ondansentron 2 mg IV, bertambah A:
Ranitidine 2 mg IV, A: Masalah perfusi serebral tidak
R/ pada saat obat di Masalah perfusi serebral tidak efektif teratasi sebagian
masukkan pasien tidak efektif teratasi sebagian P:
memiliki alergi obat P: 1. Pantau tekanan intrakranial,
08.20 4. Memantau pengukuran 1. Pantau tekanan hindari batuk yang
urine intrakranial, hindari batuk berlebihan,mual, muntah,
R/ Urine : selama 14 yang berlebihan,mual, mengejan, pusing.
jam ± 1200 cc, warna muntah, mengejan, pusing. 2. Pertahankan pengukuran
urine : kuning, Bau : 2. Pertahankan pengukuran urine dan menghindari
Khas (amoniak). urine dan menghindari konstipasi yang
08.25 5. Memanajemen konstipasi yang berkepanjangan
lingkungan juga suasana berkepanjangan 3. Manajemen lingkungan juga
yang tenang. 3. Manajemen lingkungan suasana yang tenang
R/ pasien merasa lebih juga suasana yang tenang 4. Pantau tanda – tanda vital
nyaman dengan suasana 4. Pantau tanda – tanda vital 5. Posisikan kepala sejajar yang
tenang karena bisa 5. Posisikan kepala sejajar tidak ada bantalan.
istirahat maksimal yang tidak ada bantalan. I:
08.30 6. Melakukan tanda – I: 07.10 1. Memantau tekanan
tanda vital 07.10 1. Memantau tekanan intrakranial, menghindari
R/ TD : 140/90 mmHg intrakranial, menghindari batuk yang berlebihan,mual,
N : 78 x/menit batuk yang berlebihan,mual, muntah, mengejan, pusing
S: 36,7oc muntah, mengejan, pusing R/ pasien masih terasa mual
RR : 20x/menit R/ pasien masih 07.20 2. Melakukan advis dokter
GCS :4,5,6 mengatakan pusing pemberian Inj. Ranitidine 2
08.40 7. Memposisikan kepala 07.20 2. Melakukan advis dokter mg IV, Ketorolac 10 mg IV
77
sejajar yang tidak ada pemberian Injeksi R/ pada saat obat di
bantalan. ranitidine 2 mg IV, masukkan pasien tidak
R/ Pasien tidur R/ pada saat obat di memiliki alergi obat
terlentang dengan posisi masukkan pasien tidak 07.30 3. Memantau pengukuran urine
kepala ekstensi memiliki alergi obat R/ Urine : selama 24 jam ±
16.10 8. Melakukan advis dokter 07.30 3. Memantau pengukuran 1200 cc, warna urine :
pemberian Injeksi urine kuning, Bau : Khas
Ondansentron 2 mg IV R/ Urine : selama 24 jam ± (amoniak).
R/ pada saat obat di 1100 cc, warna urine : 07.40 4. Memanajemen lingkungan
masukkan pasien tidak kuning, Bau : Khas juga suasana yang tenang.
memiliki alergi obat (amoniak). R/ pasien merasa lebih
17.15 9. Melakukan tanda – 07.41 4. Memanajemen lingkungan nyaman dengan suasana
tanda vital juga suasana yang tenang. tenang karena bisa istirahat
R/ TD : 140/90 mmhg R/ pasien merasa lebih 07.50 5. Mempertahankan tekanan
N : 80 x / menit nyaman dengan suasana darah dalam kisaran yang
R : 21 x / menit tenang karena bisa istirahat dianjurkan
S : 36,5 oC maksimal R/ TD : 120/90
GCS : 4,5,6 07.50 5. Melakukan tanda – tanda N : 80 x/menit
20.15 10. Melakukan advis dokter vital S: 36,2oc
pemberian Injeksi R/ TD : 130/90 RR : 20x/menit
Ranitidine 2 mg IV N : 76 x/menit GCS : 4,5,6
R/ pada saat obat di S: 36,4oc 08.00 6. Memposisikan kepala sejajar
masukkan pasien tidak RR : 21x/menit yang tidak ada bantalan.
memiliki alergi obat GCS : 4,5,6 R/ Pasien posisi 30o
08.00 6. Memposisikan kepala 16.00 7. Melakukan advis dokter
sejajar yang tidak ada pemberian Injeksi
bantalan. Ondansentron 2 mg IV
R/ Pasien tidur terlentang R/ pada saat obat di
dengan posisi kepala masukkan pasien tidak
ekstensi memiliki alergi obat
16.00 7. Melakukan advis dokter 17.30 8. Melakukan tanda – tanda vital
pemberian Inj. R/ TD : 120/90 mmhg
Ondansentron 2 mg IV N : 80 x/ menit
R/ pada saat obat di R : 21 x/menit
78
masukkan pasien tidak S : 36o
memiliki alergi obat GCS : 4,5,6
17.10 8. Melakukan tanda – tanda 20.05 9. Melakukan advis dokter
vital pemberian Injeksi Ranitidine
R/ TD : 120/90 mmhg 2 mg IV
N : 80 x/ menit R/ pada saat obat di
R : 21 x/menit masukkan pasien tidak
S : 36oc memiliki alergi obat
GCS : 4,5,6
201.10 9. Melakukan advis dokter
pemberian Injeksi
Ranitidine 2 mg IV
R/ pada saat obat di
masukkan pasien tidak
memiliki alergi obat

Diagnosa 2 08.00 1. Melakukan advis dokter S: S:


Gangguan pemberian Inj. Pasien mengatakan luka lesi Pasien mengatakan luka lesi pada
Intergritas Kulit Cefotaxime 1 gr IV pada wajah dan tangan wajah dan tangan
berhubungan dengan R/ obat injeksi sudah di O: O:
terputusnya masukkan dan pasien Luka basah Luka basah
kontinuitas jaringan tidak memiliki alergi luka lesi pada dahi ± 4 cm, Luka lesi pada dahi ± 4 cm,
kulit. obat pelipis ± 3 cm, tangan kanan, pelipis ± 3 cm, tangan kanan,
09.00 2. Mengkaji luas dan terdapat bekuan darah di atas Terdapat bekuan darah di atas
keadaan luka permukaan luka. permukaan luka.
R/ Luka basah, luka lesi
pada dahi ± 4 cm, A: A:
pelipis ± 3 cm, tangan Masalah gangguan intergritas Masalah gangguan intergritas kulit
kanan, terdapat bekuan kulit teratasi sebagian teratasi sebagian
darah di atas permukaan P: P:
luka. 1. Kaji luas dan keadaan 1. Kaji luas dan keadaan luka
09.30 3. Memberikan HE kepada luka 2. Kaji karakteristik luka
pasien atau keluarga 2. Kaji karakteristik luka 3. Anjurkan pasien
tentang menjaga luka 3. Anjurkan pasien menggunakan pakaian
79
tetap dalam keadaan menggunakan pakaian longgar
bersih longgar 4. Lakukan perawatan luka
R/Pasien atau keluarga 4. Lakukan perawatan luka 5. Rawat luka dengan baik dan
paham tentang 5. Rawat luka dengan baik benar : membersihkan luka
bagaimana cara dan benar : membersihkan secara absektif menggunakan
merawat luka dengan luka secara absektif larutan yang tidak iritatif,
benar menggunakan larutan angkat sisa balutan yang
09.45 4. Mengkaji karakteristik yang tidak iritatif, angkat menempel pada luka dan
luka sisa balutan yang nekrotomi jaringan yang mati
R/ terdapat bekuan menempel pada luka dan I:
darah di atas permukaan nekrotomi jaringan yang 07.20 1. Melakukan advis dokter
luka mati pemberian Inj. Cefotaxime 1
10.00 5. Menganjurkan pasien I: gr IV
menggunakan pakaian 07.20 1. Melakukan advis dokter R/ pada saat injeksi sudah di
longgar pemberian Inj. Cefotaxime masukkan pasien tidak
R/ pasien menggunakan 1 gr IV memiliki alergi obat
pakaian longgar R/ pada saat injeksi sudah 08.20 2. Mengkaji luas dan keadaan
10.30 6. Melakukan perawatan di masukkan pasien tidak luka
luka memiliki alergi obat R/ Luka basah, luka lesi pada
R/ nyeri kesakitan 08.00 2. Mengkaji luas dan dahi ± 4 cm, pelipis ± 3 cm,
09.55 7. Merawat luka dengan keadaan luka tangan kanan, terdapat bekuan
baik dan benar : R/ Luka basah, luka lesi darah di atas permukaan luka.
membersihkan luka pada dahi ± 4 cm, pelipis 3. Mengkaji karakteristik luka
secara absektif ± 3 cm, tangan kanan, 08.30 R/ terdapat bekuan darah di
menggunakan larutan terdapat bekuan darah di atas permukaan luka pasien
yang tidak iritatif, atas permukaan luka. 4. Melakukan perawatan luka
angkat sisa balutan yang 08.20 3. Mengkaji karakteristik 08.45 R/ nyeri kesakitan
menempel pada luka luka 5. Merawat luka dengan baik
dan nekrotomi jaringan R/ terdapat bekuan darah 08.55 dan benar : membersihkan
yang mati di atas permukaan luka luka secara absektif
R/ perawatan luka 08.40 4. Menganjurkan pasien menggunakan larutan yang
dengan menggunakan menggunakan pakaian tidak iritatif, angkat sisa
cairan PZ longgar balutan yang menempel pada
16.10 8. Melakukan advis dokter R/ pasien menggunakan luka dan nekrotomi jaringan
80
pemberian Inj. pakaian kaos yang mati
Cefotaxime 1 gr IV 09.00 5. Melakukan perawatan R/ perawatan luka dengan
R/ pada saat injeksi luka menggunakan cairan PZ
sudah di masukkan R/ nyeri kesakitan 6. Melakukan advis dokter
pasien tidak memiliki 09.30 6. Merawat luka dengan baik 16.00 pemberian Inj. Cefotaxime 1
alergi obat dan benar : membersihkan gr IV
luka secara absektif R/ pada saat injeksi sudah di
menggunakan larutan masukkan pasien tidak
yang tidak iritatif, angkat memiliki alergi obat
sisa balutan yang
menempel pada luka dan
nekrotomi jaringan yang
mati
R/ perawatan luka dengan
menggunakan cairan PZ
16.00 7. Melakukan advis dokter
pemberian Inj. Cefotaxime
1 gr IV
R/ pada saat injeksi sudah
di masukkan pasien tidak
memiliki alergi obat

Diagnosa 3 10.30 1. Mengkaji tingkat S: S:


Intoleransi Aktifitas kemampuan pasien Pasien mengatakan aktifitas Pasien mengatakan aktifitas di
berhubungan dengan R/ pasien hanya tidur dibantu keluarga bantu keluarga
Kelemahan 10.45 2. Mengajarkan tentang O: O:
pengaturan aktivitas Kelemahan dan keletihan Kelemahan dan keletihan,
dan teknik manajemen Aktifitas dibantu : Makan, Aktifitas dibantu :
waktu untuk mencegah seka, BAK Tirah baring dan imobilisasi,
kelelahan Tirah baring dan imobilisasi Gerakan terbatas, miring
Gerakan terbatas kanan, miring kiri
R/ pasien kooperatif
11.30 A: A:
3. Membantu pasien
Masalah intoleransi aktifitas Masalah intoleransi aktifitas
untuk mengubah posisi belum teratasi teratasi sebagian
81
secara berkala, duduk, P: P:
berdiri, sesuai toleransi 1. Kaji tingkat kemampuan 1. Ajarkan tentang pengaturan
12.10 R/ pasien hanya tidur pasien aktivitas dan teknik
4. Membantu aktivitas 2. Ajarkan tentang pengaturan manajemen waktu untuk
pasien meningkatkan aktivitas dan teknik mencegah kelelahan
kemandirian dan manajemen waktu untuk 2. Bantu pasien untuk mengubah
ketahanan mencegah kelelahan posisi secara berkala, duduk,
R/ aktivitas pasien 3. Bantu pasien untuk berdiri, sesuai toleransi
dibantu keluarga dalam mengubah posisi secara 3. Pantau tanda- tanda vital
mengganti pakaian, berkala, duduk, berdiri, sebelum,selama, dan setelah
buang air kecil sesuai toleransi aktivitas
4. Pantau tanda- tanda vital 11.00 I:
sebelum,selama, dan 1. Mengajarkan tentang
setelah aktivitas pengaturan aktivitas dan
09.50 I: teknik manajemen waktu
1. Mengkaji tingkat untuk mencegah kelelahan
kemampuan pasien 11.20 R/ pasien kooperatif
10.30 R/ pasien hanya tidur 2. Membantu pasien untuk
2. Mengajarkan tentang mengubah posisi secara
pengaturan aktivitas dan berkala, duduk, berdiri, sesuai
teknik manajemen waktu toleransi
untuk mencegah kelelahan 12.10 R/ pasien hanya tidur
10.50 R/ pasien kooperatif. 3. Membantu aktivitas pasien
3. Membantu pasien untuk meningkatkan kemandirian
mengubah posisi secara dan ketahanan
berkala, duduk, berdiri, R/ aktivitas pasien dibantu
sesuai toleransi keluarga dalam mengganti
R/ Pasien tidur terlentang pakaian, buang air kecil
dengan posisi kepala
12.30
ekstensi
4. Membantu aktivitas pasien
meningkatkan kemandirian 82
dan ketahanan
R/ aktivitas pasien dibantu
keluarga dalam mengganti
pakaian, buang air kecil

4.1.7 Evaluasi

Tabel 4.13 Evaluasi Keperawatan pasien 1 dan 2 yang Mengalami Cidera Kepala Ringan di Ruang Agung Wilis RSUD Blambangan

Diagnosa Jam Hari 1 Jam Hari 2 Jam Hari 3


Pasien 1 21.00 S: 21.30 E: 21.00 E:
Diagnosa 1 Pasien mengatakan pusing S: S:
O: Pasien mengatakan pusing Pasien mengatakan pusing 83
Gelisah berkurang berkurang
TTV O: O:
TD: 140/90mmhg TTV Pasien rileks
N: 72x/ menit TD: 150/90mmhg TTV
S: 36,9 oc N: 78x/ menit TD: 130/90mmhg
RR: 20x/ menit S: 36 oc N: 78x/ menit
GCS : 4,5,6 RR: 22x/ menit S: 36,4 oc
Pusing terasa berputar GCS : 4,5,6 RR: 22x/ menit
Saat duduk pusing terasa Pusing terasa berputar GCS : 4,5,6
bertambah Saat duduk pusing terasa Saat duduk pusing terasa
A: bertambah bertambah
Masalah risiko perfusi serebral R: R:
tidak efektif belum teratasi Masalah risiko perfusi serebral Masalah risiko perfusi serebral
P: tidak efektif teratasi sebagian tidak efektif teratasi sebagian
1. Pantau tekanan
intrakranial, hindari batuk
yang berlebihan,mual,
muntah, mengejan, pusing.
2. kolaborasi pemberian
oksigen sesuai indikasi.
3. Pertahankan pengukuran
urine dan menghindari
konstipasi yang
berkepanjangan

4. Manajemen lingkungan
juga suasana yang tenang
5. Pantau tanda – tanda vital
6. Posisikan kepala sejajar
yang tidak ada bantalan.

Diagnose 2 21.00 S: 21.30 E: 21.00 E:


Pasien mengatakan nyeri pada S: S:
84
luka Pasien mengatakan nyeri pada Pasien mengatakan nyeri pada luka
O: luka O:
Pasien menyeringai O: Pasien menyeringai
TTV : Pasien menyeringai TTV :
T : 140/90 mmhg TTV : T : 130/90 mmhg
N : 72 x/ menit T : 150/90 mmhg N : 78 x/ menit
S : 36,9º C N : 78 x/ menit S : 36,4º C
RR : 20 x menit S : 36º C RR : 22 x / menit
Skala nyeri 5 RR : 22 x menit Skala nyeri 4
Nyeri muncul pada saat di Skala nyeri 5 Nyeri muncul pada saat di lakukan
lakukan perawatan luka Nyeri muncul pada saat di perawatan luka
A: lakukan perawatan luka R:
Masalah nyeri akut teratasi R: Masalah nyeri akut teratasi sebagian
sebagian Masalah nyeri akut teratasi
P: sebagian
1. Kaji nyeri pemberian
analgesik : Kaji tingkat
nyeri pasien dan jika pasien
tidak mampu
mengungkapkan nyerinya
secara verbal gunakan alat
pengkajian nyeri yang lain.
2. Observasi tanda – tanda
vital
3. Ciptakan lingkungan kamar
pasien senayaman mungkin
4. Manajemen nyeri ajarkan
distraksi dan relaksasi
teknik - teknik untuk
menurunkan ketegangan
otot rangka, yang dapat
menurunkan intensitas
nyeri dan juga tingkatkan
relaksasi massage.
5. Kolaborasi pemberian
85
analgesic sesuai indikasi

Diagnosa 3 21.00 S: 21.30 E: 21.00 E:


Pasien mengatakan luka pada S: S:
wajah, tangan dan kaki sebelah Pasien mengatakan luka pada Pasien mengatakan luka pada wajah,
kanan wajah, tangan dan kaki sebelah tangan dan kaki sebelah kanan
O: kanan masih basah
Luka basah. O: O:
Luka lesi area dahi ± 4 cm, Luka basah. Luka lesi area dahi ± Luka basah. Luka lesi area dahi ± 4
pelipis ± 3 cm, tangan kanan ± 4 cm, pelipis ± 3 cm, tangan cm, pelipis ± 3 cm, tangan kanan ±
10 cm terdapat ± 21 jahitan, kanan ± 10 cm terdapat ± 21 10 cm terdapat ± 21 jahitan, kaki ±
kaki ± 2 cm terdapat 3 jahitan jahitan, kaki ± 2 cm terdapat 3 2cm terdapat 3 jahitan pada jari
pada jari kelingking kanan, jahitan pada jari kelingking kanan, kelingking kanan, luka tertutup kasa
terdapat bekuan darah di atas terdapat bekuan darah di atas steril
permukaan luka permukaan luka, luka tertutup R:
A: kasa steril Masalah gangguan integritas kulit
Masalah gangguan integritas R: teratasi sebagian
kulit belum teratasi. Masalah gangguan integritas kulit
P: teratasi sebagian
1. Memberikan HE kepada
pasien atau keluarga
tentang menjaga luka tetap
dalam keadaan bersih
2. Kaji luas dan keadaan luka
3. Kaji karakteristik luka
4. Anjurkan pasien
menggunakan pakaian
longgar
5. Lakukan perawatan luka
6. Rawat luka dengan baik
dan benar

Pasien 2 21.10 S: 21.10 E: 21.10 E:


Diagnosa 1 Pasien mengatakan pusing S: S:
86
berkurang Pasien mengatakan pusing hilang Pasien mengatakan tidak pusing
O: O: sejak tadi siang
Gelisah Gelisah O:
TTV TTV TTV
TD: 120/90 mmhg TD: 110/90 mmhg TD: 120/90 mmhg
N: 78x/ menit N: 76x/ menit N: 80 x/ menit
S: 36 oc S: 36,2 oc S: 36,5 oc
RR: 20x/ menit RR: 20x/ menit RR: 21 x/ menit
GCS : 4,5,6 GCS : 4,5,6 GCS : 4,5,6
Pusing terasa berputar Pusing terasa berputar R:
Saat duduk pusing terasa Saat duduk pusing terasa Masalah perfusi serebral tidak
bertambah bertambah efektif teratasi sebagian
A: R:
Masalah perfusi serebral tidak Masalah perfusi serebral tidak
efektif teratasi sebagian efektif teratasi sebagian
P:
1. Pantau tekanan
intrakranial, hindari batuk
yang berlebihan,mual,
muntah, mengejan, pusing.
2. Kolaborasi pemberian
oksigen sesuai indikasi.
3. Pertahankan pengukuran
urine dan menghindari
konstipasi yang
berkepanjangan
4. Manajemen lingkungan
juga suasana yang tenang
5. Pantau tanda – tanda vital
6. Posisikan kepala sejajar
yang tidak ada bantalan.

Diagnosa 2 21.10 S: 21.10 E: 21.10 E:


Pasien mengatakan luka lesi S: S:
87
pada wajah dan tangan Pasien mengatakan luka lesi pada Pasien mengatakan luka lesi pada
O: wajah dan tangan wajah dan tangan
Luka basah O: O:
Luka lesi pada dahi ± 4 cm, Luka basah Luka basah
pelipis ± 3 cm, tangan kanan Luka lesi pada dahi ± 4 cm, luka lesi pada dahi ± 4 cm, pelipis
Terdapat bekuan darah di atas pelipis ± 3 cm, tangan kanan, ± 3 cm, tangan kanan, Terdapat
permukaan luka. Terdapat bekuan darah di atas bekuan darah di atas permukaan
A: permukaan luka. luka.
Masalah gangguan integritas R: R:
kulit teratasi sebagian Masalah gangguan integritas kulit Masalah gangguan intergritas kulit
P: teratasi sebagian teratasi sebagian
1. Kaji luas dan keadaan luka
2. Kaji karakteristik luka
3. Anjurkan pasien
menggunakan pakaian
longgar
4. Lakukan perawatan luka
5. Rawat luka dengan baik
dan benar : membersihkan
luka secara absektif
menggunakan larutan yang
tidak iritatif, angkat sisa
balutan yang menempel
pada luka dan nekrotomi
jaringan yang mati

Diagnosa 3 21.10 S: 21.10 E: 21.10 E:


Pasien mengatakan aktifitas S: S:
dibantu keluarga Pasien mengatakan aktifitas Pasien mengatakan sudah bisa
O: dibantu keluarga makan sendiri tadi sore dan BAK di
Kelemahan dan keletihan O: kamar mandi
Aktifitas dibantu : Makan, seka, Kelemahan dan keletihan O:
BAK Aktifitas dibantu : seka, BAK Tirah baring dan imobilisasi di
Tirah baring dan imobilisasi Tirah baring dan imobilisasi tempat tidur
88
Gerakan terbatas Gerakan terbatas R:
A: R: Masalah intoleransi aktifitas teratasi
Masalah intoleransi aktifitas Masalah intoleransi aktifitas sebagian
belum teratasi teratasi sebagian
P:
1. Kaji tingkat kemampuan
pasien
2. Ajarkan tentang
pengaturan aktivitas dan
teknik manajemen waktu
untuk mencegah kelelahan
3. Bantu pasien untuk
mengubah posisi secara
berkala, duduk, berdiri,
sesuai toleransi
4. Pantau tanda- tanda vital
sebelum,selama, dan
setelah aktivitas

89
90

4.2 Pembahasan

Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan melalui pendekatan proses

keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi,

implementasi, dan evaluasi, maka pada bagian ini penulis akan membahas

tentang kesenjangan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus tentang

Asuhan Keperawatan Pasien Yang Mengalami Cidera Kepala Ringan dengan

Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif.

4.2.1 Pengkajian

1. Saat MRS

Berdasarkan fakta pengkajian keluhan utama saat masuk rumah

sakit pasien 1 mengatakan pusing setelah kecelakaan, sedangkan pada

pasien 2 tidak sadar waktu dibawa ke RS ± selama 30 menit.

Menurut teori pada pasien cidera kepala ringan tingkat

kesadarannya adalah composmentis bahkan kehilangan kesadaran < 10

menit (Muttaqin, 2008) nilai GCS 13-15 (Krisanty dkk, 2013).

Menurut penulis didapatkan kesenjangan antara fakta dan teori.

Pada pasien 2 terjadi penurunan kesadaran karena sebelum dibawa ke

rumah sakit pasien belum mendapatkan pertolongan pertama ABC ±

selama 30 menit, sehingga terjadi penurunan kesadaran. Selain itu di

buktikan dengan pemeriksaan CT – scan dengan hasil adanya hematoma

parietal dextra.
91

2. Pemeriksaan penunjang

Berdasarkan pemeriksaan penunjang antara teori dan fakta pada

pasien 1 tidak dilakukan pemeriksaan CT – scan sedangkan pada pasien 2

dilakukan pemeriksaan CT – scan.

Menurut teori pada pasien cidera kepala ringan dilakukan

pemeriksaan CT - Scan untuk mengetahui adanya perdarahan yang terjadi

pada otak, meliputi intracerebral hematoma (ICH) : terkumpulnya darah

antara durameter dan jaringan otak, subdural hematoma (SDH) :

terkumpulnya darah antara durameter dan jaringan otak, epidural

hematoma (EDH) : perdarahan terletak durameter dan tulang tengkorak.

Menurut penulis pada pasien 1 tidak dilakukan pemeriksaan CT –

Scan karena tidak terjadi penurunan kesadaran. Tingkat kesadaran pasien

1 saat dibawa ke rumah sakit composmentis selain tingkat kesadaran

pasien tidak didapatkan bukti fraktur basis kranial.

4.2.2 Diagnosa

Berdasarkan diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien 1 ada 5

dan pada pasien 2 ada 4. Pada pasien 2 diagnosa yang tidak muncul yaitu

nyeri akut.

Menurut teori diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien cidera

kepala ringan yaitu risiko perfusi serebral tidak efektif, nyeri akut, gangguan

integritas kulit, intoleransi aktifitas, risiko infeksi (tim Pokja SDKI DPP

PPNI, 2017).
92

Menurut penulis tidak muncul diagnosa keperawatan nyeri pada pasien

2 karena pada data subjek dan data objek tidak mendukung munculnya

diagnosa nyeri.

4.2.3 Intervensi

Berdasarkan intervensi keperawatan pada pasien 1 dan pasien 2 pada

diagnosa 1, 2 dan 3 intervensi yang akan dilakukan sesuai dengan yang telah

di rencanakan.

Menurut teori intervensi keperawatan pada diagnosa risiko perfusi

serebral tidak efektif meliputi pertahankan tekanan darah dalam kisaran yang

dianjurkan, kaji status hemodinamik untuk memastikan keluaran jantung yang

sesuai, pemantauan neorologis pantau pemeriksaan neurologi sesuai standar

unit, pemantauan tekanan intrakranial hindari batuk yang berlebihan, muntah,

mengejan, mempertahankan pengukuran urine dan hindari konstipasi yang

berkepanjangan, manajemen lingkungan juga suasana yang tenang, ventilasi

mekanis: kolaborasi pemberian oksigen masih sesuai indikasi, pengaturan

posisi pertahankan posisi kepala sejajar yang tidak ada bantalan, kolaborasi

dengan tim medis dengan pemberian obat sesuai indikasi (Wilkinson &

Ahern, 2011: 806 - 807).

Menurut penulis intervensi keperawatan yang muncul pada pasien 1

dan 2 tidak terdapat kesenjangan antara fakta dan teori. Karena rencana

tindakan yang akan dilakukan sudah sesuai yang telah direncanakan.

4.2.4 Implementasi
93

Berdasarkan implementasi keperawatan pada pasien 1 dan pasien 2

pada diagnosa 1, 2 dan 3 implementasi yang sudah dilakukan sesuai dengan

yang ada pada rencana keperawatan.

Menurut teori implementasi dilakukan berdasarkan pengkajian

diagnosa keperawatan dan intervensi yang sudah direncanakan kepada pasien

setelah dilakukan implementasi perlu dilakukan dokumentasi tentang respon

yang diberikan oleh pasien (Bararah & Jauhar, 2013). Tahap-tahap

implementasi yang dilakukan antara lain kemampuan komunikasi yang

efektif, kemampuan untuk menciptakan hubungan saling percaya dan saling

bantu, kemampuan melakukan teknik psikomotor, kemampuan melakukan

observasi sistematis, kemampuan memberikan pendidikan kesehatan,

kemampuan advokasi dan kemampuan mengevaluasi respon dari tindakan

keperawatan yang diberikan (Asmadi, 2008).

Menurut penulis implementasi keperawatan pada pasien 1 dan 2 tidak

terdapat kesenjangan antara fakta dan teori. Karena tindakan keperawatan

yang sudah dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan.

4.2.5 Evaluasi

Berdasarkan studi kasus pada pasien 1 dan 2 telah di lakukan evaluasi

3 hari membandingkan data subjektif dan data objektif dengan ktiteria hasil

sehingga diassesment tujuan tercapai sebagian.

Menurut teori evaluasi dilakukan berdasarkan pengkajian, diagnosa

keperawatan, intervensi, dan implementasi (Bararah & Jauhar, 2013). Adapun

pada tahap evaluasi ini menunjukkan tercapainya tujuan dan kriteria hasil,
94

pasien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika sebaliknya, pasien

akan masuk kembali ke dalam siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang

(reassesment). Evaluasi terbagi 2 jenis di antaranya evaluasi formatif dan

evaluasi sumatif. Pada evaluasi formatif berfokus pada komponen SOAP,

yakni subjektif berupa data keluhan pasien, objektif berisi data hasil

pemeriksaan, analisis data berisikan perbandingan data dengan teori atau

assessment dan perencanaan (plan of care). Sedangkan evaluasi sumatif di

lakukan setelah semua aktifitas proses keperawatan selesai dilakukan format

SOAP telah dikembangkan juga menjadi catatan SOAP dan SOAPIER dalam

praktik keperawatan Karena beberapa institusi juga menggunakan intervensi

evaluasi E, dan respon R. Banyak pendekatan yang dimodifikasi dalam proses

evaluasi ini (Rosidah (2007) dalam Paramitha (2016).

Menurut penulis pada pasien 1 dan 2 evaluasi teratasi sebagian karena

tindakan keperawatan terbatas yang dilakukan oleh peneliti hanya selama 3

hari, sehingga tindakan implementasi yang dilakukan tidak maksimal dan

menyebabkan evaluasi hanya tercapai sebagian.


BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan dijelaskan tentang kesimpulan dari hasil studi kasus dan

saran yang dapat diberikan penulis tentang karya tulis ilmiah yang berjudul “Asuhan

Keperawatan Pasien yang Mengalami Cidera Kepala Ringan dengan Risiko Perfusi

Serebral Tidak Efektif di Ruang Agung Wilis RSUD Blambangan Banyuwangi.

5.1 Kesimpulan

Asuhan Keperawatan Pasien yang Mengalami Cidera Kepala Ringan

dengan Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif di Ruang Agung Wilis RSUD

Blambangan Banyuwangi tahun 2017, memerlukan waktu dan proses yang

berkesinambungan sesuai dengan bagaimana kondisi pasien, di mana penulis

menggunakan pendekatan managemen proses keperawatan yang terdiri dari

beberapa proses yaitu pengkajian, analisa data, perumusan diagnosa,

perencanaan tindakan, implementasi, dan evaluasi. Setelah dilakukan asuhan

keperawatan pada kasus di atas, maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

5.1.1 Pengkajian

Pada pengkajian pasien 1 dan 2, data telah sesuai dengan tinjauan

pustaka tetapi terdapat perbedaan yaitu pada keluhan utama dan pemeriksaan

penunjang.

5.1.2 Diagnosa Keperawatan

95
96

Pada diagnosa keperawatan pasien 1 terdapat 5 diagnosa keperawatan

dan pada pasien 2 terdapat 4 diagnosa keperawatan. Pada pasien 2 diagnosa

keperawatan yang tidak muncul adalah nyeri akut.

5.1.3 Intervensi

Pada intervensi keperawatan pasien 1 dan pasien 2 sudah sesuai

dengan konsep teori dan tidak didapatkan kesenjangan.

5.1.4 Implementasi

Pada penelitian ini, implementasi keperawatan pada pasien 1 dan

pasien 2 sesuai dengan intervensi yang di rencanakan dan tidak di dapatkan

suatu kesenjangan.

5.1.5 Evaluasi

Evaluasi keperawatan pada pasien 1 dan pasien 2 teratasi sebagian

karena tindakan keperawatan yang dilakukan peneliti hanya selama 3 hari

sehingga hasil yang diharapkan oleh peneliti tidak maksimal.

5.2 Saran

Setelah penulis menyelesaikan karya tulis ilmiah dengan judul

“Asuhan Keperawatan Pasien yang Mengalami Cidera Kepala Ringan dengan

Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif di Ruang Agung Wilis RSUD

Blambangan Banyuwangi tahun 2017”, penulis ingin menyampaikan beberapa

saran sebagai berikut.

5.2.1 Perawat
97

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memberikan masukan

positif untuk pengembangan ilmu keperawatan.

5.2.2 Rumah Sakit

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi dalam rangka

meningkatkan upaya pelayanan kesehatan pada penderita cidera kepala

ringan.

5.2.3 Institusi

Pendidikan dapat dijadikan contoh laporan kasus dalam melakukan asuhan

keperawatan pada pasien dengan cedera kepala ringan dan menyelesaikan

kompetensi pembelajaran pada mata kuliah karya tulis ilmiah.

5.2.4 Pasien

Untuk para responden atau penderita cidera kepala ringan diharapkan dengan

adanya penelitian ini mendapat asuhan keperawatan yang lebih berkualitas.

5.2.5 Peneliti

Hasil laporan kasus ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam

memberikan asuhan keperawatan serta mengaplikasikan ilmu yang diperoleh

selama pendidikan khususnya dalam penerapan asuhan keperawatan pada

pasien cidera kepala ringan dengan risiko perfusi serebral tidak efektif.
DAFTAR PUSTAKA

Anna., & Lumbangtobing. (2015). Pengaruh stimulasi sensori terhadap nilai


gasglow coma scale pada pasien cidera kepala di ruang surgical critical
care UNIT RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG. Jurnal Ilmu
Keperawatan, 3(2), hal 105-201

Abitarindy. (2014). Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman


Nyaman : Nyeri Pada Pasien Tn.N Dengan Cedera Otak Ringan Di
Ruang Perawatan “B” Rsu Bhakti Husada Banyuwangi. KTI tidak
diterbitkan. Banyuwangi : Program Studi DIII Keperawatan Akademi
Kesehatan Rustida Banyuwangi.

Bararah & Jauhar. (2013). Asuhan Keperawatan Panduan Lengkapmenjadi


Perawat Professional Jilid 2. Jakarta : Prestasi Pustaka Raya.

Black & Hawks. (2009). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 9. Indonesia :


Salemba Medika.

Hasanah. (2016). Asuhan Keperawatan Klien Yang Mengalami Cidera Kepala


Berat Dengan Gangguan Perfusi Jaringan Serebral Di Ruang Gardena
Rsd Dr. Soebandi Jember. KTI tidak diterbitkan. Banyuwangi : Program
Studi DIII Keperawatan Akademi Kesehatan Rustida Banyuwangi.

Islam. (2015). Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman nyama


Nyeri Pada Pasien Dengan Cedera Otak Ringan di Ruang Bedah Rsud
Genteng – Banyuwangi. KTI tidak diterbitkan. Banyuwangi : Program
Studi DIII Keperawatan Akademi Kesehatan Rustida Banyuwangi.

Jannah. (2015). Asuhan keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Okigenasi :


Gangguan Perfusi Jaringan Serebral Di Ruang Gardena Rsd Dr.
Soebandi Jember. KTI tidak diterbitkan. Banyuwangi : Program Studi
DIII Keperawatan Akademi Kesehatan Rustida Banyuwangi.

Krisanty, dkk (2013). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta : CV Trans


Info Media.

Khotimah (2016). Asuhan Keperawatan klien yang mengalami Cedera Kepala


Ringan Dengan Gangguan Perfusi Jaringan Serebral Di Ruang Bedah
Rsud Blambangan Banyuwangi. KTI tidak diterbitkan. Banyuwangi :
Program Studi DIII Keperawatan Akademi Kesehatan Rustida
Banyuwangi.

Lencana. (2012). Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Pasien


Dengan Gangguan Pemenuhan Oksigenasi. Yogyakarta.

Lusianah, Dkk (2012). Prosedur Keperawatan. Jakarta. Trans Info Media.


Maskur. (2015). Manajemen Humas Pendidikan Islam Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: Deepulish.

Mubarak & Chayatin (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori &
Aplikasi Praktik. Jakarta : EGC

Musliha. (2010). Keperawatan Gawat Darurat Plus Contoh Askep Dengan


Pendekatan Nanda NIC NOC. Yogyakarta : Nuha Medika. Retrieved
from nuhamedika@gmail.com

Muttaqin. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika.

Nugroho. (2011). Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, Penyakit


Dalam. Yogyakarta : Graha Medika.

Paramitha.(2016). Asuhan Keperawatan Klien Yang Mengalami Cidera Kepala


Dengan Gangguan Perfusi Jaringan Serebral Di Ruang Bedah Rsud
Genteng Banyuwangi. KTI tidak diterbitkan. Banyuwangi : Program Studi
DIII Keperawatan Akademi Kesehatan Rustida Banyuwangi.

Polres. (2016). Angka Kecelakaan Naik, Jumlah pelanggar Turun. Banyuwangi.

Ruslan, dkk. (2014). Gambaran tingkat pengetahuan perawat dalam penanganan


pasien trauma kapitis di ruang instalasi gawat darurat RSUD H Padjonga
Daeng Ngalle Kabupaten Takalar. Jurnal ilmiah kesehatan Diagnosis, 5
(4), hal 41-56.

Sekar. (2015). Peran Perawat Terhadap Ketepatan Waktu Tanggap Penanganan


Kasus Cidera Kepala Di Instalasi Gawat Darurat Di Rsud Dr. Moewardi.
Surakarta.

Soertidewi. (2012) Penatalaksanaan kedaruratan cedera kranioserebral. Bagian


ilmu penyakit saraf, fakultas kedokteran universitas Indonesia RS cipto
mangun kusumo. Jakarta. Jurnal CDK – 193, 39(5), hal 11-15.

Sunardi. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Tn.N Dengan Cidera Kepala Berat
Di Irna B Lt I Kiri Rsupn Cipto Mangunkusumo. Jakarta.

Sudarma, M. (2008). Sosiologi Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta Selatan : Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Indonesia.

Widagdo. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan System


Persyarafan. Jakarta : Trans Info Media Jakarta.
Wilkinson, Judith M & Ahern, Nancy R (2011). Buku Saku Diagnosis
Keperawatan Edisi 9. Jakarta : EGC.
Lampiran 1
PENJELASAN PENELITIAN
Kepada Yth. Ibu/Bpak/Saudara.....
Saya Rizki Mega Safitri (Mahasiswa Program Studi D III Keperawatan, Akademi
Kesehatan RUSTIDA) bermaksud mengadakan penelitian yang berjudul
“ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN YANG MENGALAMI CIDERA
KEPALA RINGAN DENGAN RISIKO PERFUSI SEREBRAL TIDAK
EFEKTIF DI RSUD BLAMBANGAN BANYUWANGI”.

Peneliti bermaksud meminta kesediaan ibu/bapak/saudara untuk berpartisipasi


dalam penelitian ini secara sukarela tanpa adanya paksaan dari pihak manapun.
Ibu/bapak/saudara berhak memilih untuk berpartisipasi atau tidak berpartisipasi
atau mengajukan keberatan atas penelitian ini. Apabila ibu membatalkan untuk
ikut berpartisipasi dalam penelitian ini, tidak ada dampak negatif atau
konsekuensi apapun yang akan ibu/bapak/saudara terima.
Berikut ini beberapa hal yang akan saya jelaskan terkait penelitian ini:

1. Penelitian ini bertujuan untuk melaksanakan asuhan keperawatan pasien yang


mengalami cidera kepala ringan dengan risiko perfusi serebral tidak efektif di
rsud blambangan banyuwangi.
2. Penelitian ini bermanfaat untuk menambah literatur dan wawasan tentang
asuhan keperawatan terutama pada pasien yang mengalami cidera kepala
ringan.
3. Jika ibu bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, maka peneliti akan
melakukan asuhan keperawatan.
4. Peneliti melakukan pengkajian keperawatan, menetapkan diagnosis
keperawatan, menyusun perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan,
melakukan evaluasi keperawatan.
5. Penelitian ini tidak akan merugikan atau menimbulkan dampak negatif bagi
responden karena di harapkan pasien dan keluarga mendapatkan asuhan
keperawatan yang berkualitas.
6. Peneliti akan merahasiakan identitas ibu/bapak/saudara sebagai partisipan
penelitian. Semua data dan catatan yang dikumpulkan selama penelitian ini
hanya akan dipublikasikan kepada institusi pendidikan AKES RUSTIDA dan
pihak yang terkait dengan penelitian dengan tetap menjaga kerahasiaan
identitas partisipan.
7. Hasil penelitian ini juga dapat diserahkan kepada ibu/bapak/saudara jika
menginginkannya.

Demikian penjelasan penelitian ini. Apabila dari penjelasan di atas terdapat hal-
hal yang belum dipahami atau kurang jelas, maka ibu bisa menanyakan langsung
kepada saya. Ibu/bapak/saudara dipersilahkan menandatangani lembar persetujuan
pada lampiran sebagai bukti kesediaan ibu untuk berpartisipasi dalam penelitian
ini. Atas partisipasi ibu saya ucapkan terima kasih.

Banyuwangi, Juli 2017


Peneliti,

Rizki Mega Safitri


Lampiran 4
Lampiran 4
Lampiran 4
Lampiran 4
Lampiran 4
Lampiran 4
Lampiran 4
Lampiran 4
Lampiran 4
Lampiran 4
Lampiran 4
Lampiran 4
Lampiran 4
Lampiran 4
Lampiran 4
Lampiran 4
Lampiran 4
Lampiran 5
YAYASAN RUSTIDA
AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA
Program Studi DIII Keperawatan
Alamat : Jalan RSU. Bhakti Husada
Telp. (0333)821495, Fax: (0333)821193
KRIKILAN – GLENMORE – BANYUWANGI

FORMAT PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN (Body System)


MEDIKAL BEDAH (DEWASA)
Nama Mahasiswa:
……………................Semester/Tingkat:..................................
NIM : ……………………………Tempat
Praktek:................................

Ruangan : ……………………………… No. Reg:


………………………………….
Tgl Pengkajian : ……………………………… Jam :
………………………………….
I. IDENTITAS KLIEN
Nama (inisial) : Penanggung Jawab
Umur : Nama :
Jenis Kelamin : Umur :
Suku Bangsa : Jenis kelamin :
Agama : Agama :
Pekerjaan : Pekerjaan :
Pendidikan : Pendidikan :
Status Pernikahan : Alamat :
Alamat : No.Telepon :
Tgl MRS :
Diagnosa Medis :

II. STATUS KESEHATAN SAAT INI


1. Keluhan utama
a. Saat MRS:……………………………………………………………
b. Saat Pengkajian:…………………………………………………...…
2. Riwayat Penyakit Sekarang (PQRST):
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
………………………………………………………………………...

III. RIWAYAT KESEHATAN TERDAHULU


1. Riwayat penyakit sebelumnya :
c. Kecelakaan (jenis & waktu):………………………………………
d. Operasi (jenis & waktu):…………………………………………..
e. Penyakit:
 Kronis:…………………………………………………………
 Akut:……………………………………………………………
f. Terakhir masuk RS :……………………………………………….
g. Penggunaan KB : ……………………………………………
2. Riwayat penyakit keluarga :
………………………………………………………………………..
…….
……………………………………………………………………...
3. Alergi (obat, makanan, plester, dll)
Tipe Reaksi Tindakan
……………… ……………… ………………
……………… ……………… ………………
4. Kebiasaan
Jenis Frekuensi Jumlah Lamanya
Merokok ……………… ……………… ………………
Kopi ……………… ……………… ………………
Alkohol ……………… ……………… ………………
………… ……………… ……………… ………………

5. Obat-obatan yang digunakan
Jenis Lamanya Dosis
……………… ……………… ………………
……………… ……………… ………………
6. Genogram :

7. Riwayat lingkungan
Jenis Rumah Pekerjaan
 Kebersihan ……………… ………………
 Bahaya kecelakaan ……………… ………………
 Polusi ……………… ………………
 Ventilasi ……………… ………………
 Pencahayaan ……………… ………………
……………… ……………… ………………
8. Alat batu yang digunakan
Gigi palsu: Ya / tidak Kacamata: Ya / tidak
Pendengaran: Ya / tidak
Lainnya, sebutkan :
…………………………………………………………
IV. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
a. Kesadaran : ............................................................................
b. Tanda vital :
Suhu:… Nadi:…x/mnt TD:…./… RR:…x/mnt HR: …. x/mnt
0
C mmHg
 Axilla  Teratur  Lengan kiri  Normal  Teratur
 Rectal  Tidak  Lengan  Cyanosis  Tidak teratur
 Oral teratur kanan  Cheynestoke
 Kuat  Berbaring  Kusmaul
 Lemah  Duduk
Lainnya, sebutkan:
………………………………………………………
c. TB: ……….cm BB : ……….kg
2. Body System
a. Pernapasan
 Hidung : ………………………………………………………
 Trakea : ………………………………………………………
 Nyeri  Dyspnea  Orthopnea  Cyanosis  Batuk darah
 Napas  Retraksi  Sputum  Trakeostomi  Ventilator
dangkal dada mekanik
 Suara napas tambahan:
 Whezing : Lokasi……………  Rales : Lokasi ……………
 Ronchi : Lokasi……………  Crackles : Lokasi ……………
 Bentuk dada:
 Tidak simetris
 Simetris
 Lainnya (sebutkan)
b. Kardiovaskular
 Nyeri dada  Pusing  Sakit kepala
 Kram kaki  Palpitasi  Clubbing finger
Suara jantung:
 Normal, S1 & S2 tunggal
 Ada kelainan, sebutkan ……………………
Edema:
 Palpebra  Ekstremitas atas  Asites
 Anasarka  Ekstremitas  Tidak ada
bawah
 Lainnya (sebutkan)……….
c. Persyarafan
1) Kesadaran:
 Compos mentis  Somnolent  Koma
 Apatis  Sopor  Gelisah
2) Glasgow Coma Scale (GCS):
E: ………. V: ……… M: ………… Nilai
Total: ……
3) Kepala & wajah:
Mata : ……………………………………………………
Leher : ……………………………………………………
4) Refleks (spesifik) : ……………………………………………
5) Persepsi sensori:
Pendengaran:
- Kanan : ……………………………………………
- Kiri : ……………………………………………
Penciuman : ……………………………………………
Pengecapan : manis…………..........asin………..….……
pahit…….………
Penglihatan:
- Kanan : ……………………………………………
- Kiri : ……………………………………………
Perabaan : panas…………..dingin……….tekan….
……
d. Perkemihan-Eliminasi Urin
Produksi urin : ………………ml Frekuensi: ……………x/hari
Warna : ……………… Bau: ………………
 Oliguri  Poliuri  Dysuria  Hematuri  Nocturia
 Dipasang  Panas  Sering  Inkotinensia  Retensi
kateter
 Cystotomi  Menetes  Tidak ada  Lainnya (sebutkan)……….
masalah
e. Pencernaan-Eliminasi Alvi
Mulut dan tenggorok : ……………………………………………
Abdomen:
Inspeksi : ……………………………………………………
Auskultasi : ……………………………………………………
Palpasi : ……………………………………………………
Perkusi : ……………………………………………………
Rectum : ……………………………………………………
BAB : ………x/……hari Konsistensi:
…………
 Diare  Konstipasi  Feses  Tidak  Kesulitan
berdarah terasa
 Melena  Colostomi  Wasir  Pencahar  Lavement
 Tidak ada masalah  Lainnya (sebutkan)…………..

Diet :
……………………………………………………………………
f. Tulang-Otot-Integumen
Kemampuan pergerakan sendi:  Bebas  Terbatas
Parese :  Ya  Tidak
Paralise :  Ya  Tidak
Lainnya(sebutkan):………………………………………………
Ekstremitas atas:
 Tidak ada kelainan  Peradangan  Patah tulang  Perlukaan
Lokasi …………………………………………………………………
Ekstremitas bawah:
 Tidak ada kelainan  Peradangan  Patah tulang  Perlukaan
Lokasi …………………………………………………………………
Tulang belakang…………………………………………………….
Kulit:
Warna :  Ikterik  Cyanotik  Pucat  Kemeraha Pigmentasi
kulit n
Akral :  Hangat  Panas  Dingin  Dingin
kering basah
Turgor :  Baik  Cukup  Jelek/ menurun
g. Sistem Endokrin
Terapi hormon : ……………………………………………………
Karekteristik seks sekunder : ………………………………………
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan:
 Perubahan ukuran kepala, tangan atau kaki pada waktu
dewasa
 Kekeringan kulit atau rambut
 Exopthalmus
 Goiter
 Hipoglikemia
 Tidak toleran terhadap panas
 Tidak toleran terhadap dingin
 Polidipsi
 Poliphagi
 Poliuria
 Postural hipotensi
 Kelemahan

h. Sistem Reproduksi
Laki-laki:
Kelamin : Bentuk  Normal  Tidak normal (jelaskan)…
Kebersihan  Bersih  Kotor (jelaskan)…………
Perempuan:
Payudara : Bentuk  Simetris  Asimetris (jelaskan)…..
Benjolan  Tidak  Ada (jelaskan)…………
ada
Kelamin : Bentuk  Normal  Tidak normal (jelaskan)..
Keputihan  Tidak  Ada (jelaskan)………….
ada
Siklus : ……..hari  Teratur  Tidak teratur(jelaskan)
haid ……….

V. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Laboratorium
…………………………………………………………………………
………………………………………………………………………...
………………………………………………………………………...
………………………………………………………………………...
………………………………………………………………………...
2. Radiologi
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………

VI. TERAPI PENGOBATAN


………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………

Anda mungkin juga menyukai