Anda di halaman 1dari 66

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan
kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi
akibat kecelakaan lalu lintas (Mansjoer, 2007). Diperkirakan 100.000 orang
meninggal setiap tahunnya dan lebih dari 700.000 mengalami cedera cukup
berat yang memerlukan perawatan dirumah sakit, dua pertiga berusia dibawah
30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah wanita,
lebih dari setengah semua pasien cedera kepala mempunyai signifikasi
terhadap cedera bagian tubuh lainya. (Smeltzer and Bare, 2012 ).
Ada beberapa jenis cedera kepala antara lain adalah cedera kepala
ringan, cedera kepala sedang dan cedera kepala berat. Asuhan keperawatan
cedera kepala atau askep cedera kepala baik cedera kepala ringan, cedera
kepala sedang dan cedera kepala berat harus ditangani secara serius. Cedera
pada otak dapat mengakibatkan gangguan pada sistem syaraf pusat sehingga
dapat terjadi penurunan kesadaran. Berbagai pemeriksaan perlu dilakukan
untuk mendeteksi adanya trauma dari fungsi otak yang diakibatkan dari
cedera kepala.
Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi
korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat
sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. Tindakan
resusitasi, anamnesis dan pemeriksaan fisik umum serta neurologis harus
dilakukan secara serentak. Pendekatan yang sistematis dapat mengurangi
kemungkinan terlewatinya evaluasi unsur vital. Tingkat keparahan cedera
kepala, menjadi ringan segera ditentukan saat pasien tiba di rumah sakit.
(Sjahrir, 2014).
Menurut WHO setiap tahun di Amerika Serikat hampir 1.500.000
kasus cedera kepala. Dari jumlah tersebut 80.000 di antaranya mengalami
kecacatan dan 50.000 orang meninggal dunia. Saat ini di Amerika terdapat
sekitar 5.300.000 orang dengan kecacatan akibat cedera kepala (Moore &

1
Argur, 2016). Penyebab cedera kepala yang terbanyak adalah kecelakaan
bermotor (50%), jatuh (21%), dan cedera olahraga (10%). Angka kejadian
cedera kepala yang dirawat di rumah sakit di Indonesia merupakan penyebab
kematian urutan kedua (4,37%) setelah stroke, dan merupakan urutan kelima
(2,18%) pada 10 penyakit terbanyak yang dirawat di rumah sakit di Indonesia
(Depkes RI, 2016).
Data kasus cedera kepala berat di rsud limpung dari bulan januari
sampai Januari- Apria ada 4 kasus pasien yang mengalami cedera kepala
ringan, sedang maupun berat. Cedera kepala merupakan diagnosa terbanyak
di P2 Bedah (RSMH, 2017). Cedera kepala akan memberikan gangguan yang
sifatnya lebih kompleks bila dibandingkan dengan trauma pada organ tubuh
lainnya. Hal ini disebabkan karena struktur anatomic dan fisiologik dari isi
ruang tengkorak yang majemuk, dengan konsistensi cair, lunak dan padatya
itu cairan otak, selaput otak, jaringan syaraf, pembuluh darah dan tulang.
Pasien dengan trauma kepala memerlukan penegakkan diagnosase dini
mungkin agar tindakan terapi dapat segera dilakukan untuk menghasilkan
prognosa yang tepat, akurat dan sistematis. Oleh karena tingginya angka
insidensi cedera kepala maka makalah ini dditulis untuk proses pembelajaran
bersama

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada Ny. D dengan
gangguan sistem neurologi: cedera kepala berat di ruang ICU RSU
Limpung.
2. Tujuan Khusus
Melakukan pengkajian padaNy.D dengan gangguan sistem neurologi :
cedera kepala berat di di ruang ICU RSU Limpung.
Merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny.D dengan gangguan sistem
neurologi : cedera kepala berat di ruang di ruang ICU RSUD Limpung.

2
a. Merencanakan tindakan asuhan keperawatan pada Ny.D dengan
gangguan sistem neurologi: cedera kepala berat di ruang ICU
RSUD Limpung.
b. Melaksanakan implementasi keperawatan pada Ny.D dengan
Gangguan sistem Neurologi: cedera kepala berat di ruang di ruang
ICU RSUD Limpung.
c. Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang dilakukan pada
Ny.D dengan gangguan sistem neurologi : cedera kepala berat di
ruang ICU RSUD Limpung.

C. Manfaat
1. Bagi Penulis
a) Penulis memahami tentang cedera kepala berat baik secara teoritis
maupun secara klinis
b) Penulis dapat memperluas ilmu pengetahuan dan menambah
wawasan tentang cedera kepala berat
c) Penulis dapat mengaplikasikan kemampuan tindakan
kegawatdaruratan terhadap pasien dengan cedera kepala berat
2. Bagi Pembaca
Dapat memberikan informasi dan sumbangan pikiran dalam
pelaksanaan Asuhan keperawatan gawat darurat pada Ny.D dengan
gangguan sistem neorologi : Cedera Kepala Berat di RSUD
Limpung

3
BAB II
TINJUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan fisiologi

1. Anatomi Kepala
a. Kulit kapala
Pada bagian ini tidak terdapat banyak pembuluh darah. Bila robek,
pembuluh- pembuluh ini sukar mengadakan vasokonstriksi yang dapat
menyebabkan kehilangan darah yang banyak. Terdapat vena emiseria
dan diploika yang dapat membawa infeksi dari kulit kepala sampai

4
dalam tengkorak (intracranial) trauma dapat menyebabkan abrasi,
kontusio, laserasi, atau avulasi.
b. Tulang kepala
Terdiri dari calvaria (atap tengkorak) dan basis eranium (dasar
tengkorak). Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuibis tulang
tengkorak disebabkan oleh trauma. Fraktur calvarea dapat berbentuk
garis (liners) yang bisa non impresi (tidak masuk / menekan kedalam)
atau impresi. Fraktur tengkorak dapat terbuka (dua rusak) dan tertutup
(dua tidak rusak). Tulang kepala terdiri dari 2 dinding yang dipisahkan
tulang berongga, dinding luar (tabula eksterna) dan dinding dalam
(labula interna) yang mengandung alur-alur artesia meningia anterior,
indra dan prosterion. Perdarahan pada arteria-arteria ini dapat
menyebabkan tertimbunya darah dalam ruang epidural.
c. Lapisan Pelindung otak / Meninges
Terdiri dari 3 lapisan meninges yaitu durameter, Asachnoid dan
diameter.
1) Durameter adalah membran luas yang kuat, semi translusen, tidak
elastis menempel ketat pada bagian tengkorak. Bila durameter
robek, tidak dapat diperbaiki dengan sempurna. Fungsi durameter :
a) Melindungi otak
b) Menutupi sinus-sinus vena ( yang terdiri dari durameter dan
lapisan endotekal saja tanpa jaringan vaskuler )
c) Membentuk periosteum tabula interna.
2) Asachnoid adalah membrane halus, vibrosa dan elastis, tidak
menempel pada dura. Diantara durameter dan arachnoid terdapat
ruang subdural yang merupakan ruangan potensial. Pendarahan
subdural dapat menyebar dengan bebas. Dan hanya terbatas untuk
seluas valks serebri dan tentorium. Vena-vena otak yang melewati
subdural mempunya sedikit jaringan penyokong sehingga mudah
cedera dan robek pada trauma kepala.
3) Diameter adalah membran halus yang sangat kaya dengan
pembuluh darah halus, masuk kedalam semua sulkus dan

5
membungkus semua girus, kedua lapisan yang lain hanya
menjembatani sulkus. Pada beberapa fisura dan sulkus di sisi
medial homisfer otak. Prametar membentuk sawan antar ventrikel
dan sulkus atau vernia. Sawar ini merupakan struktur penyokong
dari pleksus foroideus pada setiap ventrikel.
Diantara arachnoid dan parameter terdapat ruang subarachnoid,
ruang ini melebar dan mendalam pada tempat tertentu. Dan
memungkinkan sirkulasi cairan cerebrospinal. Pada kedalam
system vena.
d. Otak.
Otak terdapat didalam iquor cerebro Spiraks. Kerusakan otak
yang dijumpai pada trauma kepala dapat terjadi melalui 2 campuran :
1) Efek langsung trauma pada fungsi otak,
2) Efek-efek lanjutan dari sel- sel otak yang bereaksi terhadap trauma.
Apabila terdapat hubungan langsung antara otak dengan dunia luar
(fraktur cranium terbuka, fraktur basis cranium dengan cairan otak keluar
dari hidung / telinga), merupakan keadaan yang berbahaya karena dapat
menimbulkan peradangan otak.
Otak dapat mengalami pembengkakan (edema cerebri) dan karena
tengkorak merupakan ruangan yang tertutup rapat, maka edema ini akan
menimbulkan peninggian tekanan dalam rongga tengkorak (peninggian
tekanan tekanan intra cranial).
e. Tekanan Intra Kranial (TIK).
Tekanan intra cranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jaringan otak,
volume darah intracranial dan cairan cerebrospiral di dalam tengkorak
pada 1 satuan waktu. Keadaan normal dari TIK bergantung pada posisi
pasien dan berkisar ± 15 mmHg. Ruang cranial yang kalau berisi jaringan
otak (1400 gr), Darah (75 ml), cairan cerebrospiral (75 ml), terhadap 2
tekanan pada 3 komponen ini selalu berhubungan dengan keadaan
keseimbangan Hipotesa Monro – Kellie menyatakan : Karena keterbatasan
ruang ini untuk ekspansi di dalam tengkorak, adanya peningkatan salah 1
dari komponen ini menyebabkan perubahan pada volume darah cerebral

6
tanpa adanya perubahan, TIK akan naik. Peningkatan TIK yang cukup
tinggi, menyebabkan turunnya batang ptak (Herniasi batang otak) yang
berakibat kematian.

B. DEFINISI
Cedera kepala atau trauma kapitis adalah suatu gangguan trauma dari
otak disertai/tanpa perdarahan intestinal dalam substansi otak, tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas dari otak.(Nugroho, 2011)
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala,
tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung
maupun tidak langsung pada kepala (Suriadi dan Yuliani, 2011).
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2001), cedera kepala
adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun
degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang
dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Cedera kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik
trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neurologis terjadi karena
robekannya subtansia alba, iskemia, dan pengaruh massa karena hemorogik,
serta edema serebral disekitar jaringan otak (Batticaca, 2011).
Berdasarkan defenisi cedera kepala diatas maka penulis dapat menarik
suatu kesimpulan bahwa cedera kepala adalah suatu cedera yang disebabkan
oleh trauma benda tajam maupun benda tumpul yang menimbulkan perlukaan
pada kulit, tengkorak, dan jaringan otak yang disertai atau tanpa pendarahan.

C. ETIOLOGI
Penyebab dari cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala
meliputi trauma oleh benda/ serpihan tulang yang menembus jaringan otak,
efek dari kekuatan/energi yang diteruskan ke otak dan efek percepatan dan
perlambatan (akselerasi-deselerasi) pada otak, selain itu dapat disebabkan
oleh Kecelakaan, Jatuh, Trauma akibat persalinan.

7
Etiologi dari Intra Cerebral Hematom menurut Suyono (2011) adalah :
a. Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala
b. Fraktur depresi tulang tengkorak
c. Gerak akselerasi dan deselerasi tiba-tiba
d. Cedera penetrasi peluru
e. Jatuh
f. Kecelakaan kendaraan bermotor
g. Hipertensi
h. Malformasi Arteri Venosa
i. Aneurisma
j. Distrasia darah
k. Obat
l. Merokok

D. PATOFISIOLOGI
Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur,
misalnya kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah,
perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak seperti  penurunan adenosis
tripospat, perubahan permeabilitas vaskuler. Patofisiologi cedera kepala dapat
terbagi atas dua proses yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala
sekunder, cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang
terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan dapat memberi dampak
kerusakan jaringan otak. Pada cedera kepala sekunder terjadi akibat dari
cedera kepala primer, misalnya akibat dari hipoksemia, iskemia dan
perdarahan.
Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epidural
hematoma, berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan durameter,
subdura hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang antara durameter
dengan subaraknoid dan intra cerebral, hematoma adalah berkumpulnya darah
didalam jaringan cerebral. Kematian pada penderita cedera kepala terjadi
karena hipotensi karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi

8
menimbulkan perfusi jaringan cerebral dan berakhir pada iskemia jaringan
otak. (Tarwoto, 2007).
Patofisiologi cedera kepala dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Cedera Primer
Kerusakan akibat langsung trauma, antara lain fraktur tulang tengkorak,
robek pembuluh darah (hematom), kerusakan jaringan otak (termasuk
robeknya duramater, laserasi, kontusio).

2. Cedera Sekunder
Kerusakan lanjutan oleh karena cedera primer yang ada berlanjut
melampaui batas kompensasi ruang tengkorak.
Hukum Monroe Kellie mengatakan bahwa ruang tengkorak tertutup dan
volumenya tetap. Volume dipengaruhi oleh tiga kompartemen yaitu darah,
liquor, dan parenkim otak. Kemampuan kompensasi yang terlampaui akan
mengakibatkan kenaikan TIK yang progresif dan terjadi penurunan
Tekanan Perfusi Serebral (CPP) yang dapat fatal pada tingkat seluler.
Cedera Sekunder dan Tekanan Perfusi :
CPP = MAP - ICP
CPP : Cerebral Perfusion Pressure
MAP : Mean Arterial Pressure
ICP : Intra Cranial Pressure
Penurunan CPP kurang dari 70 mmHg menyebabkan iskemia otak.
Iskemia otak mengakibatkan edema sitotoksik – kerusakan seluler yang
makin parah (irreversibel). Diperberat oleh kelainan ekstrakranial
hipotensi/syok, hiperkarbi, hipoksia, hipertermi, kejang, dll.
3. Edema Sitotoksik
Kerusakan jaringan (otak) menyebabkan pelepasan berlebih sejenis
Neurotransmitter yang menyebabkan Eksitasi (Exitatory Amino Acid a.l.
glutamat, aspartat). EAA melalui reseptor AMPA (N-Methyl D-Aspartat)
dan NMDA (Amino Methyl Propionat Acid) menyebabkan Ca influks
berlebihan yang menimbulkan edema dan mengaktivasi enzym degradatif
serta menyebabkan fast depolarisasi (klinis kejang-kejang).
4. Kerusakan Membran Sel

9
Dipicu Ca influks yang mengakitvasi enzym degradatif akan menyebabkan
kerusakan DNA, protein, dan membran fosfolipid sel (BBB breakdown)
melalui rendahnya CDP cholin (yang berfungsi sebagai prekusor yang
banyak diperlukan pada sintesa fosfolipid untuk menjaga integritas dan
repair membran tersebut). Melalui rusaknya fosfolipid akan meyebabkan
terbentuknya asam arakhidonat yang menghasilkan radikal bebas yang
berlebih.
5. Apoptosis
Sinyal kemaitan sel diteruskan ke Nukleus oleh membran bound apoptotic
bodies terjadi kondensasi kromatin dan plenotik nuclei, fragmentasi DNA
dan akhirnya sel akan mengkerut (shrinkage).

10
E. PATHWAY

Kecelakaan lalu lintas

Cidera kepala

Cidera otak primer Cidera otak sekunder

Kontusio cerebri Kerusakan Sel otak 

Gangguan autoregulasi  rangsangan simpatis Terjadi benturan benda asing

 tahanan vaskuler Teradapat luka


Aliran darah keotak 
Sistemik & TD  di kepala

O2  gangguan Rusaknya bagian kulit


metabolisme  tek. Pemb.darah dan jaringannya
Pulmonal
Kerusakan integritas
Asam laktat  jaringan kulit
 tek. Hidrostatik

Oedem otak kebocoran cairan


kapiler
Ketidakefektifan
oedema paru cardiac output 
perfusi jaringan
cerebral
Penumpukan Ketidak efektifan
Ketidakefektif pola cairan/secret perfusi jaringan
napas perifer
Difusi O2
terhambat

11
Ketidakefektif bersihan
jalan napas

F. MANIFESTASI KLINIS

1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih


2. Kebingungan
3. Iritabel
4. Pucat
5. Mual dan muntah
6. Pusing kepala
7. Terdapat hematoma
8. Kecemasan
9. Sukar untuk dibangunkan
10. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
11. Peningkatan TD, penurunan frekuensi nadi, peningkatan pernafasan.

KOMPLIKASI
1. Perdarahan intra cranial
2. Kejang
3. Parese saraf cranial
4. Meningitis atau abses otak
5. Infeksi pada luka atau sepsis
6. Edema cerebri
7. Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peninggian TIK
8. Kebocoran cairan serobospinal
9. Nyeri kepala setelah penderita sadar
KLASIFIKASI
Jika dilihat dari ringan sampai berat, maka dapat kita lihat sebagai berikut:
1. Cedera kepala ringan ( CKR ) Jika GCS antara 13-15, dapat terjadi
kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit, tetapi ada yang menyebut

12
kurang dari 2 jam, jika ada penyerta seperti fraktur tengkorak, kontusio
atau temotom (sekitar 55% ).
2. Cedera kepala kepala sedang ( CKS ) jika GCS antara 9-12, hilang
kesadaran atau amnesia antara 30 menit -24 jam, dapat mengalami fraktur
tengkorak, disorientasi ringan ( bingung ).
3. Cedera kepala berat ( CKB ) jika GCS 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24
jam, juga meliputi contusio cerebral, laserasi atau adanya hematoina atau
edema.
Selain itu ada istilah-istilah lain untuk jenis cedera kepala sebagai berikut :
1. Cedera kepala terbuka kulit mengalami laserasi sampai pada merusak
tulang tengkorak.
2. Cedera kepala tertutup dapat disamakan gagar otak ringan dengan disertai
edema cerebra.
 Glasgow Coma Seale (GCS)
Memberikan 3 bidang fungsi neurologik, memberikan gambaran pada
tingkat responsif pasien dan dapat digunakan dalam pencarian yang luas
pada saat mengevaluasi status neurologik pasien yang mengalami cedera
kepala. Evaluasi ini hanya terbatas pada mengevaluasi motorik pasien,
verbal dan respon membuka mata.
Skala GCS :
 Membuka mata :  Spontan   :4
 Dengan perintah :3
 Dengan Nyeri :2
 Tidak berespon :1
 Motorik :    Dengan Perintah :6
 Melokalisasi nyeri :5
 Menarik area yang nyeri :4
 Fleksi abnormal :3
 Ekstensi :2
 Tidak berespon :1
 Verbal :    Berorientasi :5
 Bicara membingungkan :4

13
 Kata-kata tidak tepat :3
 Suara tidak dapat dimengerti :2
 Tidak ada respons :1

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, urine, kimia darah, analisa
gas darah.
2. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras: mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
3. MRI : digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras
radioaktif.
4. Cerebral Angiography: menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti
perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan
trauma.
5. X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan, edema), fragmen tulang. Ronsent Tengkorak
maupun thorak.
6. CSF, Lumbal Punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
7. ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan
(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
8. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi  keseimbangan elektrolit sebagai
akibat peningkatan tekanan intrakranial. (Musliha, 2010).
H. PROGRAM THERAPY
a. Terapi medika mentosa
1. Memperbaiki/mempertahankan fungsi vital Usahakan agar jalan nafas
selalu babas, bersihkan lendir dan darah yang dapat menghalangi aliran
udara pemafasan. Bila perlu dipasang pipa naso/orofaringeal dan pemberian
oksigen. Infus dipasang terutama untuk membuka jalur intravena : guna-kan
cairan NaC10,9% atau Dextrose in saline 2. Mengurangi edema otak
Beberapa cara dapat dicoba untuk mengurangi edema otak: a.
Hiperventilasi. Bertujuan untuk menurunkan paO2 darah sehingga

14
mencegah vasodilatasi pembuluh darah. Selain itu suplai oksigen yang
terjaga dapat membantu menekan metabolisme anaerob, sehingga dapat
mengurangi kemungkinan asidosis. Bila dapat diperiksa, paO2
dipertahankan > 100 mmHg dan paCO2 diantara 2530 mmHg. b. Cairan
hiperosmoler. Umumnya digunakan cairan Manitol 1015% per infus untuk
“menarik” air dari ruang intersel ke dalam ruang intra-vaskular untuk
kemudian 11 dikeluarkan melalui diuresis. Untuk memperoleh efek yang
dikehendaki, manitol hams diberikan dalam dosis yang cukup dalam waktu
singkat, umumnya diberikan : 0,51 gram/kg BB dalam 1030 menit. Cara ini
berguna pada kasus-kasus yang menunggu tindak-an bedah. Pada kasus
biasa, harus dipikirkan kemungkinan efek rebound; mungkin dapat dicoba
diberikan kembali (diulang) setelah beberapa jam atau keesokan harinya. c.
Kortikosteroid. Penggunaan kortikosteroid telah diperdebatkan manfaatnya
sejak beberapa waktu yang lalu. Pendapat akhir-akhir ini cenderung
menyatakan bahwa kortikosteroid tidak/kurang ber-manfaat pada kasus
cedera kepala. Penggunaannya berdasarkan pada asumsi bahwa obat ini
menstabilkan sawar darah otak. Dosis parenteral yang pernah dicoba juga
bervariasi : Dexametason pernah dicoba dengan dosis sampai 100 mg bolus
yang diikuti dengan 4 dd 4 mg. Selain itu juga Metilprednisolon pernah
digunakan dengan dosis 6 dd 15 mg dan Triamsinolon dengan dosis 6 dd 10
mg. d. Barbiturat. Digunakan untuk membius pasien sehingga metabolisme
otak dapat ditekan serendah mungkin, akibatnya kebutuhan oksigen juga
akan menurun; karena kebutuhan yang rendah, otak relatif lebih terlindung
dari kemungkinan kemsakan akibat hipoksi, walaupun suplai oksigen
berkurang. Cara ini hanya dapat digunakan dengan pengawasan yang ketat.
(1).(12) 12 INDIKASI Operasi di lakukan bila terdapat :
a. Volume hamatom > 30 ml
b. Keadaan pasien memburuk
c. Pendorongan garis tengah > 5 mm
d. fraktur tengkorak terbuka, dan fraktur tengkorak depres dengan
kedalaman >1 cm

15
e. EDH dan SDH ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran garis
tengah dengan GCS 8 atau kurang
f. Tanda-tanda lokal dan peningkatan TIK > 25 mmHg 2.
b. SUBDURAL HEMATOM
Dalam menentukan terapi apa yang akan digunakan pada pasien SDH,
tentu kita harus memperhatikan antara kondisi klinis dengan radiologinya.
Dalam masa mempersiapkan operasi, perhatiaan hendaknya ditujukan
kepada pengobatan dengan medika mentosa untuk menurunkan peningkatan
tekanan intracranial. Seperti pemberian mannitol 0,25 gr/kgBBatau
furosemide 10 mg intavena, dihiperventilasikan. Tidakan operatif Baik pada
kasus akut maupun kronik, apabila diketemukan ada gejala- gejala yang
progresif maka jelas diperlukan tindakan operasi untuk melakukan
pengeluaran hematom. Tetapi seblum diambil kepetusan untuk tindakan
operasi yang harus kita perhatikan adalah airway, breathing, dan
circulatioan. Kriteria penderita SDH dilakukan operasi adalah :
a. Pasien SDH tanpa melihat GCS, dengan ketebalan >10 mm atau
pergeseran midline shift >5 mm pada CT-Scan 13
b. Semua pasien SDH dengan GCS 2 poin antara saat kejadian sampai saat
masuk rumah sakit. d. Pasien SDH dengan GCS< 9, dan /atau TIK >20
mmhg Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah burr hole
craniotomy. Tindakan yang paling banyak diterima karena minimal
komplikasi. Trepanasi atau burr holes dimaksudkan untuk mengevakuasi
SDH secara cepat dan local anastesi Kraniotomi dan membranektomi
merupakan tindakan prosedur bedah yang infasih dengan tingkat
komplikasi yang lebih tinggi.
I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah
terjadinya cedera otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh
faktor sistemik seperti hipotensi atau hipoksia atau oleh karena kompresi
jaringan otak. (Tunner, 2011) Pengatasan nyeri yang adekuat juga
direkomendasikan pada pendertia cedera kepala (Turner, 2011)
Penatalaksanaan umum adalah:

16
1. Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi
2. Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma
3. Berikan oksigenasi
4. Awasi tekanan darah
5. Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neurogenik
6. Atasi shock
7. Awasi kemungkinan munculnya kejang.
      Penatalaksanaan lainnya :
1. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral,
dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi
vasodilatasi.
3. Pemberian analgetika
4. Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20%
atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
5. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin).
6. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah
tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5%,
aminofusin, aminofel (18 jam pertama dan terjadinya kecelakaan), 2-3
hari kemudian diberikana makanan lunak, Pada trauma berat, hari-hari
pertama (2-3 hari), tidak terlalu banyak cairan. Dextrosa 5% untuk 8
jam pertama, ringer dextrose untuk 8 jam kedua dan dextrosa 5% untuk
8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah, makanan
diberikan melalui ngt (2500-3000 tktp). Pemberian protein tergantung
nilai urea.
Tindakan terhadap peningktatan TIK yaitu:
1. Pemantauan TIK dengan ketat
2. Oksigenisasi adekuat
3. Pemberian manitol
4. Penggunaan steroid
5. Peningkatan kepala tempat tidur
6. Bedah neuro.

17
       Tindakan pendukung lain yaitu:
1. Dukungan ventilasi
2. Pencegahan kejang
3. Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi
4. Terapi anti konvulsan
5. Klorpromazin untuk menenangkan klien
6. Pemasangan selang nasogastrik. (Mansjoer, dkk, 2000).
J. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. Pengkajian
a. Pengkajian primer
1) Airway dan cervical control
Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway. Meliputi
pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan
benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau maksila,
fraktur larinks atau trachea. Dalam hal ini dapat dilakukan “chin
lift” atau “jaw thrust”. Selama memeriksa dan memperbaiki jalan
nafas, harus diperhatikan bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi,
fleksi atau rotasi dari leher.
2) Breathing dan ventilation
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik.
Pertukaran gas yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk
pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh.
Ventilasi yang baik meliputi : fungsi yang baik dari paru, dinding
dada dan diafragma.
3) Circulation dan hemorrhage control
a) Volume darah dan Curah jantung
Kaji perdarahan klien. Suatu keadaan hipotensi harus dianggap
disebabkan oleh hipovelemia. 3 observasi yang dalam hitungan
detik dapat memberikan informasi mengenai keadaan
hemodinamik yaitu kesadaran, warna kulit dan nadi.
b) Kontrol Perdarahan
4) Disability

18
Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran
dan reaksi pupil.

5) Exposure dan Environment control


Dilakukan pemeriksaan fisik head toe toe untuk memeriksa jejas.
b. Pengkajian sekunder
1) Kepala dan leher
Kepala. Inspeksi (kesimetrisan muka dan tengkorak, warna dan distribusi
rambut kulit kepala), palpasi (keadaan rambut, tengkorak, kulit kepala,
massa, pembengkakan, nyeri tekan, fontanela (pada bayi)).
Leher. Inspeksi (bentuk kulit (warna, pembengkakan, jaringan parut,
massa), tiroid), palpasi (kelenjar limpe, kelenjar tiroid, trakea), mobilitas
leher.
2) Dada dan paru
Inspeksi. Dada diinspeksi terutama mengenai postur, bentuk dan
kesimetrisan ekspansi serta keadaan kulit. Inspeksi dada dikerjakan baik
pada saat dada bergerak atau pada saat diem, terutama sewaktu dilakukan
pengamatan pergerakan pernapasan. Pengamatan dada saat bergerak
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui frekuensi, sifat dan
ritme/irama pernapasan.
Palpasi. Dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji keadaan kulit pada
dinding dada, nyeri tekan, massa, peradangan, kesimetrisan ekspansi, dan
tactil vremitus (vibrasi yang dapat teraba yang dihantarkan melalui sistem
bronkopulmonal selama seseorang berbicara)  
Perkusi. Perhatikan adanya hipersonor atau ”dull” yang menunjukkan
udara (pneumotorak) atau cairan (hemotorak) yang terdapat pada rongga
pleura.
Auskultasi. Berguna untuk mengkaji aliran udara melalui batang
trakeobronkeal dan untuk mengetahui adanya sumbatan aliran udara.
Auskultasi juga berguna untuk mengkaji kondisi paru-paru dan rongga
pleura.
3) Kardiovaskuler

19
Inspeksi dan palpasi. Area jantung diinspeksi dan palpasi secara stimultan
untuk mengetahui adanya ketidaknormalan denyutan atau dorongan
(heaves). Palpasi dilakukan secara sistematis mengikuti struktur anatomi
jantung mulai area aorta, area pulmonal, area trikuspidalis, area apikal dan
area epigastrik 
Perkusi. Dilakukan untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantung. Akan
tetapi dengan adanya foto rontgen, maka perkusi pada area jantung jarang
dilakukan karena gambaran jantung dapat dilihat pada hasil foto torak
anteroposterior.
4) Ekstermitas
Beberapa keadaan dapat menimbulkan iskemik pada ekstremitas
bersangkutan, antara lain :
a) Cedera pembuluh darah.
b) Fraktur di sekitar sendi lutut dan sendi siku.
c) Crush injury.
d) Sindroma kompartemen.
e) Dislokasi sendi panggul.
Keadaan iskemik ini akan ditandai dengan :
a) Pusasi arteri tidak teraba.
b) Pucat (pallor).
c) Dingin (coolness).
d) Hilangnya fungsi sensorik dan motorik.
e) Kadang-kadang disertai hematoma, ”bruit dan thrill”.
Fiksasi fraktur khususnya pada penderita dengan cedera kepala sedapat
mungkin dilaksanakan secepatnya. Sebab fiksasi yang tertunda dapat
meningkatkan resiko ARDS (Adult Respiratory Disstress Syndrom)
sampai 5 kali lipat. Fiksasi dini pada fraktur tulang panjang yang
menyertai cedera kepala dapat menurunkan insidensi ARDS.

a.

20
2. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
2) Ketidak efektifan bersihan jalan nafas
3) Ketidakefektifan pola nafas
4) Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer
5) Kerusakan integritas jaringan kulit
a. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d
Faktor resiko:

1. Perubahan status mental


2. Perubahan perilaku
3. Perubahan respon motorik
4. Perubahan reaksi pupil
5. Kesulitan menelan
6. Kelemahan atau paralisis ekstremitas
7. Paralisis
Ketidaknormalan dalam berbicara
2) Ketidak efektifan bersihan jalan nafas
Faktor berhubungan:
a) Lingkungan; merokok, menghisap asap rokok, perokok
pasif
b) Obstruksi jalan napas; terdapat benda asing dijalan
napas, spasme jalan napas
c) Fisiologis; kelainan dan penyakit
Batasan karakteristik:

Subjektif

1. Dispnea

Objektif

1. Suara napas tambahan

21
2. Perubahan pada irama dan frekuensi pernapasan
3. Batuk tidak ada atau tidak efektif
4. Sianosis
5. Kesulitan untuk berbicara
6. Penurunan suara napas
7. Ortopnea
8. Gelisah
9. Sputum berlebihan
10. Mata terbelalak
3. Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer b/d
Faktor berhubungan:
1. diabtes militus
2. gaya hidup kurnag gerak
3. hipertensi
4. kurang pengetahuan tentang faktor pemberat
5. kurang pengetahuan tentang proses penyakit
6. merokok
Batasan karakteristik:
Subjektif
1. Perubahan sensasi
Objektif
1. Perubahan karakteristik kulit
2. Perubahan tekanan darah pada ekstremitas
3. Klaudikasi
4. Kelambatan penyembuhan
5. Nadi arteri lemah
6. Edema
7. Tanda human positif
8. Kulit pucat saat elevasi, dan tidak kembali saat diturunkan
9. Diskolorasi kulit
10. Perubahan suhu kulit
11. Nadi lemah atau tidak teraba

22
4. Kerusakan integritas jaringan kulit b/d
Faktor berhubungan
1. Cedera jaringan
2. Jaringan rusak
Batasan karakteristik
1. Kerusakan pada lapisan kulit
2. Kerusakan pada permukaan kulit
3. Invasi struktur tubuh
5. Ketidak efektifan pola nafas
Faktor berhubungan:
a) Ansietas
b) Cidera medula spinalis
c) Disfungsi neuromuskular
d) Gangguan neuromuskular
e) Gangguan neurologis
f) Hiperventilasi
g) Keletihan
h) Keletihan otot pernapasan
i) Nyeri
j) Obesitas
k) Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
l) Sindrom hipoventilasi

23
NURSING CARE PLANNING

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1 Ketidakefektifan perfusi NOC: perfusi jaringan: cerebral NIC: Monitor tekanan intra kranial
jaringan otak
Setelah dilakukan tindakan selama 1 x 24 jam 1. berikan informasi kepada keluarga/
Faktor resiko: masalah teratasi dengan kriteria hasil: orang penting lainnya
1. Perubahan status mental No Skala Awal Akhir 2. monitor status neurologis
2. Perubahan perilaku 1 TD sistolik dan diastolik 3. periksa pasien terkait ada tidaknya
2 Bruit pembuluh darah besar
3. Perubahan respon 3 Hipotensi ortostatik kaku kuduk
motorik 4 Berkomunikasi dengan 4. bberikan antibiotik
4. Perubahan reaksi pupil jelas dan sesuai dengan usia 5. sesuaikan kepala tempat tidur
5. Kesulitan menelan serta kemampuan untuk mengoptimalkan perfusi
5 Menunjukkan perhatian,
6. Kelemahan atau paralisis serebral.
konsentrasi dan orientasi
ekstremitas 6. Beritahu dokter untuk peningkatan
kognitif
7. Paralisis 6 Menunjukkan memori TIK yang tidak bereaksi sesuai
8. Ketidaknormalan dalam jangkan panjang dan saat peraturan perawatan.
berbicara ini
7 Mengolah informasi

24
8 Membuat keputusan yang
tepat
Indikator:
1. gangguan eksterm
2. berat
3. sedang
4. ringan
5. tidak ada gangguan
2 Ketidakefektifan bersihan NOC: status pernafasan Kepatenan jalan nafas NIC: manajemen jalan napas
jalan nafas nafas Setelah dilakukan tindakan selama 1x 24 jam
1. Monitor status pernafasan dan
status pernafasan klien tidak terganggu dengan
oksigenasi.
Faktor berhubungan: kriteria hasil:
2. Buka jalan nafas dengan teknik
1. Lingkungan; No Skala Awal Akhir
1 Suara nafas tambahan chin lift atau jaw thrust
merokok, menghisap
2 Pernafasan cuping hidung 3. Identifikasi kebutuhan aktual/
asap rokok, perokok 3 Akumulasi sputum
4 Frekuensi pernafasan potensial untuk memasukkan alat
pasif
Indikator: membuka jalan nafas.
2. Obstruksi jalan napas;
1. Sangat berat 4. Masukkan alat nasopharingeal
terdapat benda asing
2. berat airway(NPA) atau Oro Pharingeal
dijalan napas, spasme
3. sedang
jalan napas

25
3. Fisiologis; kelainan 4. ringan Airway (OPA)
dan penyakit 5. tidak ada gangguan 5. Posisikan klien untuk
memaksimalkan Ventilasi
Batasan karakteristik: 6. Lakukan penyedotan melalui
Subjektif endotrakea dan nasotrakea
1.Dispnea 7. Kelola nebulezerUltrasonik
Objektif 8. Posisikan untuk meringankan sesak
1. Suara napas tambahan nafas
2. Perubahan pada irama 9. Auskultasi suara nafas, menurun
dan frekuensi atau tidak ada dan adanya suara
pernapasan tambahan
3. Batuk tidak ada atau 10. Edukasi keluarga klien tentang
tidak efektif keadaan klien
4. Sianosis 11. Kolaborasidengan tim dokter
5. Kesulitan untuk dalam pemberian obat
berbicara
6. Penurunan suara napas
7. Ortopnea

26
8. Gelisah
9. Sputum berlebihan
10. Mata terbelalak

3 Ketidakefektifan pola nafas NOC: status pernapasan: ventilasi NIC: manajemen jalan napas

1. Monitor status pernafasan dan


Faktor berhubungan: Setelah dilakukan tindakan selama 1x 24 jam
oksigenasi
1. Disfungsi neuromuskuler masalah teratasi dengan kriteria hasil:
2. Buka jalan nafas dengan teknik
chin lift atau Jaw thrust
Batasan karakteristik: No Skala Awal Akhir
1 Suara nafas tambahan 3. Lakukan penyedotan melalui
Subjektif
2 Pernapasan cuping hidung endotrakea dan nasotrakea
1.Dispnea 3 Akumulasi Sputum
4 Frekuensi pernafasan 4. kelola nebulizer ultrasonik
Objektif
Indikator: 5. posisikan untuk memaksimalkan
1. Suara napas tambahan
1. Sangat berat ventilasi
2. Perubahan pada irama
2. berat 6. Lakukan suction pada mayo bila
pernafasan
3. sedang perlu.
3. Frekuensi nafas
4. ringan 7. monitor status pernapasan dan
abnormal
5. tidak ada gangguan oksigenasi

27
4. Terdapat dahak 8. Auskultasi suara nafas, catat area
5. Suaranafas stridor yang ventilasinya menurun atau
tidak ada dan adanyasuara
tambahan.
9. Monitor respiratori dan status
oksigen.

4 Kerusakan integritas NOC: intergritas jaringan: kulit dan membran NIC: perawatan luka tekan
jaringan kulit mukosa
1. monitor warna, suhu, udem,
kelembaban dan kondisi area
Faktor berhubungan: Setelah dilakukan tindakan selama 1x24 jam
sekitar luka
1.Cedera jaringan masalah teratasi dengan kriteria hasil:
2. lakukan pembalutan dengan tepat
2.Jaringan rusak
3. berikan obat-obat oral
No Skala Awal Akhir
1 Suhu, elastisitas, hidrasi 4. monitor adanya gejala infeksi di
Batasan karakteristik:
dan sensasi area luka
1. Kerusakan pada lapisan
2 Perfusi jaringan
5. ubah posisi setiap 1-2 jam sekali
kulit 3 Keutuhan kulit
4 Eritema kulit sekitar untuk mencegah penekanan
2. Kerusakan pada
5 Luka berbau busuk 6. gunakan tempat tidur khusus anti
permukaan kulit 6 Granulasi
7 Pembentukan jaringan dekubitus

28
3. Invasi struktur tubuh parut 7. monitor status nutrisi
8 Penyusutan luka 8. pastikan bahwa pasien mendapat
Indikator:
diet tinggi kalori tinggi protein.
1. gangguan eksterm
2. berat
3. sedang
4. ringan
5. tidak ada gangguan

29
BAB III
TINJUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. D


DENGAN INTRA CEREBRAL HEMATOMA (ICH)
DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT RSUD LIMPUNG

A. PENGKAJIAN
Tanggal masuk : 14 Juni 2020 Jam 22.00WIB

Tanggal pengkajian : 15 Juni 2020 Jam 16.30 WIB

Pengkajian diperoleh dari : Pasien dan keluarga

1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Ny. D

Usia/Tanggal lahir : 52 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Batang

Suku bangsa : Jawa

Agama : Islam

Pekerjaan : Buruh tani

Pendidikan terakhir : SD

Diagnosa medis : Susp. trauma abdomen, CKS, Fraktur terbuka

1/3 distal os. humerus dextra

30
b. Identitas Penanggungjawab
Nama : Tn. W

Usia/tanggal lahir : 56 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Buruh

Hubungan dengan klien : Suami

2. Keluhan Utama

Ny.D mengatakan nyeri pada lengan kanan atas (post op fraktur 1/3
humerus dextra)

3. Alasan masuk rumah sakit


Pasien mengalami kecelakaan kepala terbentur tidak ada hematoma, nyeri
dan muntah, terdapat luka terbuka pada 1/3 humerus dextra.
4. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Ny. D mengalami kecelakaan lalu lintas pada hari Minggu 14 juni 2020
karena baju yang ia kenakan tersangkut di ruji dan menyebabkan ia
terjatuh. Kepala terbentur dan tidak ada hematoma, nyeri, muntah. Ny.
D dibawa ke RSUD Limpung .Ny.D didiagosa CKS dengan E2M2V2,
fraktur terbuka 1/3 os humerus dextra. Ny.D mendapatkan terapi injeksi
piracetam 3 gr, ketorolac 1 amp, cefotaxime 1 gr, as. tranec 500 mg dan
infus RL 30 tpm.

Airway : terpasang mayo dan neck collar

Breathing : O2 NRM 10 L/menit, RR : 13 x/menit, SpO2 : 100%

Circulation : TD 121/67 mmHg, HR 68 x/menit, Suhu 36°C

31
Disability : kesadaran sopor, keadaan umum lemah, GCS 6

(E2M2E2)

Expossure : terdapat vulnus laceratum pada dahi, fraktur terbuka

1/3 os humerus dextra, terpasang folley cateter,

terpasang infus pada ekstermitas kanan atas.

Pasien dipindah ke ruang ICU, dan dilakukan operasi pada hari Senin
(15 Juni 2020) jam 08.30.

b. Riwayat Penyakit Dahulu


Ny. D belum pernah mengalami kecelakaan ataupun penyakit lain yang
mengharuskannya opname di rumah sakit.

c. Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga Ny.D tidak ada yang menderita penyakit menular ataupun
penyakit menurun dari keluarganya.

6. Genogram

: Laki-laki

32
: Perempuan

: Menikah

: Tinggal dalam 1 rumah

: Garis keturunan

: Pasien

: Meninggal

B. PENGKAJIAN PRIMER
Airway : nafas spontan, tidak ada sputum, respon batuk positif

Breathing : O2 nasal kanul 2 L/menit, RR : 14 x/menit, SpO2 : 99%

Circulation : TD 117/61 mmHg, HR 86 x/menit, Suhu 37,6°C

Disability : kesadaran composmentis, GCS : E4M6V4

Expossure : terdapat vulnus laceratum pada dahi, post op. fraktur terbuka

1/3 os humerus dextra, drainase, terpasang folley cateter,

terpasang infus pada ekstermitas kanan atas.

C. PENGKAJIAN SEKUNDER
1. Penampilan umum : sedang
2. Pemeriksaan GCS dan tingkat kesadaran
E : 4 (spontan)

M : 6 (mengikuti perintah)

V : 4 (bingung, bicara mengacau, disorientasi tempat dan waktu)

3. Tanda-tanda vital

33
TD : 117/61 mmHg

RR : 14 x/menit

HR : 86 x/menit

S : 37,6°C

4. Head to toe
Kepala Bentuk Mesochepal, kepala kotor, persebaran
rambut merata, rambut sebagian putih
(uban), tidak ditemukan lesi, terdapat luka
terbuka di dahi.

Mata Simetris, konjungtiva anemis, sklera mata


tidak ikterik, kemampuan melihat baik

Hidung Lubang hidung simetris, tidak tampak


pernafasan cuping hidung, kemampuan
penciuman baik, terpasang oksigen 3
L/menit

Telinga Telinga kanan-kiri simetris, tidak ada lesi,


kemampuan mendengar baik.

Mulut Mukosa bibir kering, tidak ada stomatitis,


terlihat kotor, terdapat lesi

Leher Tidak ada massa, tidak ada pembesaran


kelenjar tyroid,

Paru Inspeksi Tidak tampak menggunakan


sternocleidomastoideus, ekspansi dada
simetris, tidak ada lesi atau perdarahan

Palpasi Tidak teraba adanya massa, fokal fremitus


simetris

Perkusi Suara sonor di semua lapang paru

Auskultasi Terdengar suara nafas tambahan ( ronchi)

Jantung Inspeksi Ictus cordis tidak tampak

34
Palpasi Ictus cordis teraba lemah di SIC ke-5
medial linea midclavicularis sinistra

Perkusi Pekak

Auskultasi Reguler, tidak terdengar gallop dan mur-


mur

Abdomen Inspeksi Simetris, tidak terdapat jejas, tidak terdapat


lesi, tidak ascites

Auskultasi Bising usus 10x/ menit

Perkusi Timpani

Palpasi Tidak terdapat nyeri tekan, tidak teraba


massa

Ekstremitas Atas Akral dingin, kekuatan otot ekstremitas


atas kanan 2 kekuatan otot ekstremitas kiri
5, capilary refill <2 detik. Terpasang infus
pada tangan kanan, terpasang bidai dan
drainase pada tangan kanan, edema pada
tangan kanan
Ny.D mengatakan nyeri pada lengan atas
P : post op. fraktur terbuka 1/3 humerus
dextra
Q : nyeri seperti tertusuk-tusuk
R : lengan kanan atas
S : nyeri sedang skala 6 (skala 0 – 10)
T : nyeri timbul ketika digerakkan

Bawah Akral hangat, kekuatan otot ekstremitas


bawah kiri 5, kekuatan otot ekstremitas
bawah kanan 5

Genetalia Inspeksi Terpasang kateter

Sistem Inspeksi Warna kulit coklat, turgor kulit elastis,


Integumen capilarry refill < 2 detik

35
Sistem Inspeksi Tingkat kesadaran Composmentis dengan
Persarafan GCS (E4 M6 V4)

D. PENGKAJIAN TERTIER
Pengkajian Pola Kesehatan Fungsional Gordon

1. Pola penatalaksanaan kesehatan/persepsi sehat


Ny.D tidak merokok, tidak mengkonsumsi alkohol dan tidak ada riwayat
alergi. Apabila Ny.D sakit, biasanya hanya membeli obat di warung atau
apotik dekat rumah, namun bila tidak kunjung sembuh Ny.D memeriksakan
diri ke pusat layanan kesehatan terdekat.

2. Pola nutrisi-metabolik
Sebelum Sakit Sesudah Sakit

Antropometri : Antropometri :
BB = 55 kg BB = 55 kg
TB = 158 cm TB = 158 cm
IMT = 22,03 kg/m2 IMT = 22,03 kg/m2 (normal)

Biochemical : - Biochemical :
Clinical Sign : - Hemoglobin = 9,1 gr/dL
Dietary : Hematokrit = 26,7 %
Ny.D biasa minum 1,5-2 L/hari, Leukosit = 9,90 x 103/uL
makan 3x sehari, 1 porsi makan
habis, dengan kombinasi campuran Creatinin = 0,7 mg/dL
dan tidak ada pantangan terhadap
Clinical sign :
makanan tertentu.
Konjungtiva anemis, tampak lemah
Dietary :

36
Sebelum Sakit Sesudah Sakit

Bubur TKTP habis 1/3 dari porsi


yang dihabiskan

3. Pola tidur dan istirahat


Sebelum sakit Selama sakit

Ny. D mengatakan biasa tidur Ny. D bangun ketika dibangunkan,


malam selama 7 jam dengan dalam sehari tidur 12-14 jam.
suasana gelap (lampu dimatikan),
dan tidak pernah tidur siang karena
bekerja.

4. Pola kognitif-perseptual-keadekuatan alat sensori


Ny. D tidak mampu berkomunikasi dengan baik dan tidak mengerti apa yang
dibicarakan, serta tidak mampu berespon dengan baik dengan orang-orang di
sekitar.

5. Pola eliminasi
Sebelum sakit Selama sakit

Eliminasi Urine : Eliminasi Urine :


Frekuensi 5x sehari Terpasang kateter
Warna kuning jernih Warna kuning keruh
Bau khas
Eliminasi Fekal : Eliminasi Fekal :
Frekuensi 2x/hari Selama di RS Ny. D BAB 2 hari
sekali, dengan konsistensi lunak
Warna cokelat
Konsistensi lunak

37
Bau khas

6. Pola aktivitas-latihan
Ny.D mengatakan sebelum dirawat di RS, dapat melakukan aktivitas sehari-
hari secara mandiri tetapi selama di RS meminta bantuan kakak iparnya
untuk membantunya beraktivitas.

Kebutuhan aktivitas dan latihan Ny.D pada saat dilakukan pengkajian :

Aktivitas 0 1 2 3 4

Makan √

Mandi √

Berpakaian √

Toileting √

Tingkat mobilitas di tempat tidur √

Berpindah √

Kemampuan ROM √

Berjalan √

Keterangan :
0 : Mandiri
1 : Menggunakan alat bantu
2 : Dibantu orang lain
3 : Dibantu orang dan perawat
4 : Ketergantungan/tidak mampu
Pengkajian resiko jatuh

No. Pengkajian Skala Nilai

38
1. Riwayat jatuh :
Apakah pernah jatuh dalam 3 bulan Tidak 0 25
terakhir?
Ya 25

2. Diagnosa medis sekunder :


Apakah memiliki lebih dari satu penyakit? Tidak 0 0

Ya 15

3. Alat bantu jalan :


Bedrest/ dibantu perawat 0
0
Kruk/tongkat/walker 15
Berpegangan pada benda di sekitar 30

4. Terapi intravena : Tidak 0


15
Apakah saat ini terpasang infus? Ya 15

5. Gaya berjalan/cara berpindah :


Normal/bedrest/immobile 0
0
Lemah tidak bertenaga 10
Gangguan atau tidak normal (pincang) 20

6. Status mental :
Menyadari kondisinya sendiri 0 15
Mengalami keterbatasan daya ingat 15

Total nilai 55

Kesimpulan : Resiko tinggi

39
Pengklasifikasian :
0-24 : Tidak beresiko
25-50 : Resiko rendah
≥51 : Resiko tinggi
7. Pola persepsi konsep diri
Gambaran diri : Ny.D mengatakan sedih dengan keadaannya saat
ini, tetapi Ny.D dapat menerima kondisinya.
Harga diri : Ny.D mengatakan tidak malu atau rendah diri
dengan keadaanya sekarang ini, karena keluarga
selalu memberi semangat untuk menghadapi
kondisi saat ini
Peran : Ny.D mengatakan ia bekerja sebagai buruh tani
yang saat ini tidak dapat bekerja sebagaimana
mestinya karena dalam kondisi sakit.
Identitas : Ny. D mengatakan dirinya sebagai seorang istri
dan ibu dari 4 orang anak.
Ideal diri : Ny.D berharap untuk dapat cepat sembuh sehingga
dapat beraktivitas seperti sebelum sakit, kembali
bekerja seperti sedia kala dan dapat berkumpul
dengan keluarga di rumah.
8. Pola peran dan hubungan
Ny. D bekerja sebagai buruh tani. Keluarga Ny.D mengatakan hubungan
dengan keluarga, teman, tetangga baik tidak ada masalah.

9. Pola seksual-reproduksi
Ny. D masih menstruasi, saat ini telah dikaruniai 4 orang anak.

10. Pola kopping dan toleransi stress

40
Keluarga Ny. D mengatakan bahwa ia selalu terbuka dengan anggota
keluarga apabila ada masalah, dan selalu mencari solusi bersama untuk
menyelesaikan masalah dengan segera. Saat di RS, Ny.D sering bernyanyi
sendiri, ketika ditanya ini adalah caranya untuk menghilangkan rasa nyeri
pada tangannya.

11. Pola nilai dan keyakinan


Ny. D beragama islam, selalu sholat 5 waktu, dan meyakini adanya sang
pencipta alam.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan CT Scan (tanggal 15 Juni 2020)
Kesimpulan : ICH kepala konservatif

2. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal : 15 Juni 2020 jam 16.20

Nilai
Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Interpretasi
Normal

Hematologi

 Hemoglobin 9,1 g/dL 11,5-16,5 L


 Hematokrit
26,7 % 35-49
 Leukosit
 Trombosit 9,9 10³/uL 4-10
 Eritrosit
231,0 10³/uL 150-450
3,1 10³/uL 4,4-6,0 L

Indeks Eritrosit

 MCV 85,6 fL 79-99


 MCH
29,2 pg 27-31
 MCHC
 RDW-CV 34,1 g/dL 33-37
 RDW-SD

41
Nilai
Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Interpretasi
Normal

 PDW 11,9 % 11,5-14,5


 MPV
36,0 fL 35-47
 P-LCR
10,4 fL 9-13
9,5 fL 7,9-11,1
21,4 % 15-25

Hitung Jenis Leukosit

 Eosinofil 2,20 % 0-3


 Basofil
0,10 % 0-1
 Neutrofil
 Limfosit 79,00 % 50-70 H
 Monosit
12,40 % 20-40 L
6,30 % 2-8

Golongan darh / Rhesus B/


(+)

Kimia Klinik

 Glukosa Darah Sewaktu 179 mg/dL 70-140 H


 Ureum
31 mg/dL 10-45
 Creatinin
 SGOT 0,7 mg/dL 0,50-1,10
 SGPT
 HbSAg 78 ≤ 31 H
60 0 – 32 H
(-) negatif

42
F. TERAPI
Jenis Terapi Dosis Rute

Oksigen 2 L/menit Nasal kanul

Infus futrolit 30 tpm i.v

PCT 500 mg /10 jam i.v

Ceftriaxone 2 gr / 24 jam i.v

Ranitidine 50 mg / 12 jam i.v

Gentamicin 80 mg / 12 jam i.v

43
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Analisa Data
No Problem/
Data Fokus Etiologi
. masalah keperawatan

1. DS: disfungsi neuromuskular Ketidakefektifan pola


Ny D mengatakan masih sesak nafas dan jika batuk lendir nafas
susah keluar
DO:

- Ku sedang composmentis

- Terpasang oksigen 3 Lpm nasal canul

- RR: 14x/mnt

- Nadi : 86x/mnt

- TD : 117/61 mmHg

- Pasien masih tampak lemas

- Spo2 : 99%( pakai oksigen nasal canul )

2. DS : Agen cedera fisik (post. Nyeri akut


Op fraktur 1/3 humerus
Ny.D mengatakan nyeri pada lengan atas dextra)

44
No Problem/
Data Fokus Etiologi
. masalah keperawatan

P : post op. fraktur terbuka 1/3 humerus dextra


Q : nyeri seperti tertusuk-tusuk
R : lengan kanan atas
S : nyeri sedang skala 6 (skala 0 – 10)
T : nyeri timbul ketika digerakkan
DO :
− KU sedang
Terpasang drainase pada lengan kanan atas

2 DS : Faktor mekanik Kerusakan integritas


jaringan
- Ny. D mengatakan nyeri pada luka
DO :
− Terdapat vulnus laceratum pada dahi
− Terdapat luka post operasi fraktur 1/3 humerus dextra
− Terpasang drainase
− Terdapat luka abrasi pada tangan dan kaki kanan
dengan warna kekuningan
3. DS : Immobilisasi (post. Op Gangguan mobilitas fisik
fraktur 1/3 humerus
− Keluarga Ny. D mengatakan selama di RS tidak dapat dextra)
beraktivitas dan dibantu keluarganya ketika beraktivitas

45
No Problem/
Data Fokus Etiologi
. masalah keperawatan

− Ny. D mengatakan nyeri timbul ketika kaki digerakkan


DO :
− Ny. D tampak lemah
− Aktivitas dibantu keluarga dan perawat
− Terpasang drainase

2. Prioritas Diagnosa
Diagnosa Keperawatan Tanggal Ditemukan

1. Ketidakefektifan pola nafas b.d disfungsi neuromuskular 15 Juni 2020


2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (post op. fraktur 1/3 humerus dextra) 15 Juni2020
3. Kerusakan integrtitas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik 15 Juni 2020
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan immobilisasi (post op. fraktur 1/3 15 Juni 2020
humerus dextra)

46
H. INTERVENSI KEPERAWATAN
No.
Tgl Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Rencana Tindakan (NIC)
DX

15/6/202 1 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 1. Monitor status pernafasan pasien dan
0 3x24jam, diharapkan pola nafas pasien efektif dengan
oksigenasi
kriteria hasil:
2. Monitor respirasi dan status O2
1. Menunjukkan jalan nafas paten( tidak merasa
tercekik,irama nafas normal 3. Memposisikan klien untuk memaksimalkan
2. frekuensi nafas normal, ventilasi
3. Tidak ada sura nafas tambahan
Respiratory status:Airway patency: 4. Auskultasi suara nafas,catat area yang
1. Klien dapat mendemostrasikan batuk efektif ventilasinya menurunatau adanya suara
dan suara nafas yang bersih,tidak ada sianosis
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten tambahan.
3. Tanda –tanda vital dalam batas normal 5. Keluarakan secret dengan batuk atau suction
6. Kolaborasi dengan dokter pemberian
bronkodilator untuk bila perlu

15/6/202 2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam Pain Management (1400)


0 3x24jam, nyeri akut dapat teratasi dengan kriteria
hasil : 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi

47
No.
Tgl Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Rencana Tindakan (NIC)
DX

Pain control (1605) 2. Observasi reaksi nonverbal dari


ketidaknyamanan
1. Klien mampu mengontrol nyeri (klien tahu 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik mengetahui pengalaman nyeri pasien
nonfarmakologi napas dalam untuk mengurangi 4. Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi
nyeri) nyeri seperti kebisingan
2. Klien melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan 5. Ajarkan teknik non farmakologi (misalnya:
menggunakan teknik nonfarmakologi napas relaksasi, guide, imagery, terapi musik,
dalam distraksi, napas dalam)
Pain level (2102) 6. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
1. Skala nyeri hilang atau ringan (skala 1-3)
terapi farmakologi
2. Ekspresi wajah klien terhadap nyeri : secara
obyektif klien tidak mendesis, menyeringai
kesakitan

15/6/202 3 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4x24 Wound Care :


0 jam, diharapkan terjadi perbaikan jaringan pada
klien, dengan kriteria hasil : 1. Bersihkan dressing dan plester perekat
2. Pantau karakteristik luka, termasuk drainase,
Tissue integrity : skin and mucous membranes warna, ukuran, dan bau
3. Bersihkan dengan NaCl atau pembersih
1. Tempertaur kulit sekitar luka dalam rentang nontoksik
normal 4. Lakukan dressing, sesuaikan dengan tipe luka
2. Hidrasi sekitar luka normal 5. Pertahankan teknik dressing steril saat
3. Perfusi jaringan adekuat melakukan perawatan luka
4. Integritas kulit membaik 6. Inspeksi luka setiap pergantian dressing

48
No.
Tgl Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Rencana Tindakan (NIC)
DX

5. Tidak tampak nekrosis


6. Tidak ada pigmentasi yang abnormal 7. Bandingkan dan catat perubahan pada luka
Wound Healing : Primary Intention 8. Dokumen lokasi, ukuran penampilan luka
1. Perkiraan kulit membaik
2. Tepi luka sesuai dengan perkiraan Vital Sign Monitoring
3. Pembentukan jaringan parut
4. Tidak terdapat edema pada luka 1. Pantau status tekanan darah, nadi, temperatur
5. Tidak terjadi peningkatan temperatur kulit dan pernapasan, jika diperlukan
2. Catat kecenderungan dan fluktuasi yg besar
dalam tekanan darah
3. Mulai dan pertahankan rencana pemantauan
suhu secara terus menerus
4. Pantau warna, suhu dan kelembaban kulit
5. Cek secara berkala ketepatan dari instrumen
yg digunakan untuk memperoleh data pasien
15/6/202 4 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 Latihan Kekuatan
0 jam, mobilitas fisik dapat teratasi dengan kriteria
hasil : 1. Ajarkan dan berikan dorongan pada klien
untuk melakukan program latihan secara rutin
1. Klien meningkat dalam aktivitas fisik Latihan untuk ambulasi
2. Memverbalisasikan perasaan dalam
meningkatkan kekuatan dan kemampuan 1. Ajarkan teknik Ambulasi & perpindahan yang
berpindah aman kepada klien dan keluarga.
3. Memperagakan penggunaan alat 2. Sediakan alat bantu untuk klien seperti kruk,
4. Bantu untuk mobilisasi kursi roda, dan walker
3. Beri penguatan positif untuk berlatih mandiri
dalam batasan yang aman.

49
No.
Tgl Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Rencana Tindakan (NIC)
DX

Latihan mobilisasi dengan kursi roda


1. Ajarkan pada klien & keluarga tentang cara
pemakaian kursi roda & cara berpindah dari
kursi roda ke tempat tidur atau sebaliknya.
2. Dorong klien melakukan latihan untuk
memperkuat anggota tubuh
3. Ajarkan pada klien/ keluarga tentang cara
penggunaan kursi roda
Latihan Keseimbangan
1. Ajarkan pada klien & keluarga untuk dapat
mengatur posisi secara mandiri dan menjaga
keseimbangan selama latihan ataupun dalam
aktivitas sehari hari.
Perbaikan Posisi Tubuh yang Benar
1. Ajarkan pada klien/ keluarga untuk
memperhatikan postur tubuh yg benar untuk
menghindari kelelahan, keram & cedera.
2. Kolaborasi ke ahli terapi fisik untuk program
latihan.

50
I. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No.
Tgl Jam Tindakan Keperawatan Respon Klien Paraf
DX.

15/6/2020 1 08.00 1. Memonitor status pernafasan DS: Yayuk


Ny D mengatakan masih sesak nafas dan jika
pasien dan oksigenasi
batuk lendir susah keluar
2. Memonitor respirasi dan status DO:
O2 - Ku sedang composmentis
3. Mengatur posisi klien untuk
- Terpasang oksigen 2 Lpm nasal canul
memaksimalkan ventilasi
4. Melakukan pemeriksaan - RR: 14x/mnt
Auskultasi suara nafas, - Nadi : 86x/mnt
mencatat area yang
- TD : 117/61 mmHg
ventilasinya menurun atau
adanya suara tambahan. - Pasien masih tampak lemas
5. Mengajarkan batuk efektif - Spo2 : 99% ( pakai oksigen nasal canul )
untuk mengeluarkan secret
atau suction
6. Melakukan kolaborasi dengan

51
No.
Tgl Jam Tindakan Keperawatan Respon Klien Paraf
DX.

dokter untuk pemberian


bronkodilator untuk bila perlu
15/6/2020 2 09.00 1. Melakukan pengkajian S : Yayuk
nyeri secara komprehensif Ny. D mengatakan nyeri pada lengan kanan
2. Melakukan observasi non atas bekas operasi

verbal dari P : post op. fraktur terbuka 1/3 humerus dextra


ketidaknyamanan Q : nyeri seperti tertusuk-tusuk
3. Mengontrol lingkungan R : lengan kanan atas
yang mempengaruhi nyeri
S : nyeri sedang skala 6 (skala 0 – 10)
4. Mengajarkan teknik
T : nyeri timbul ketika digerakkan
distraksi untuk
mengurangi nyeri O:
Tampak luka vulnus laceratum pada dahi,
abrasi pada ekstremitas atas dan bawah
Ny.D tampak menahan sakit
Ny.D kooperatif mengikuti instruksi
penggunaan teknik distraksi (tarik nafas
dalam) untuk menghilangkan nyeri

52
No.
Tgl Jam Tindakan Keperawatan Respon Klien Paraf
DX.

Ny.D tampak gelisah

15/6/2020 3 10.00 - Melakukan pemeriksaan area S : Yayuk


sekitar luka
- Melakukan perawatan luka pada Ny. D mengatakan nyeri pada area luka
dahi dan ekstremitas
O:
Tampak luka vulnus laceratum pada dahi,
abrasi pada ekstremitas atas dan bawah
Terpasang drainase pada luka post op.
Luka tampak bersih

15/6/2020 4 11.00 - Mengkaji tanda-tanda vital S: Yayuk


- Mengkaji kekuatan otot klien
- Melakukan ROM pasif Ny. D mengatakan lemas
O:
Ny. D kooperatif saat dilakukan ROM pasif
Kekuatan otot Ny.D :
- Ekstremitas kanan atas : 3
- Ekstremitas kiri atas : 4
- Ekstremitas kanan bawah : 4
- Ekstremitas kiri bawah : 4
TD : 117/61 mmHg, RR : 14 x/menit, HR : 86

53
No.
Tgl Jam Tindakan Keperawatan Respon Klien Paraf
DX.

x/menit, Suhu : 37,6°C


Terpasang arm sling

16/06/302 1 08.00 1. Memonitor status pernafasan S:


0
pasien dan oksigenasi Ny D mengatakan seseknya sudah berkurang
2. Memonitor respirasi dan
O:
status O2
- Terpasang oksigen 3 Lpm nasal canul
3. Melakukan pemeriksaan
Auskultasi suara nafas, - RR: 14x/mnt
mencatat area yang - Nadi : 90x/mnt
ventilasinya menurun atau
- TD : 110/70 mmHg
adanya suara tambahan.
- Pasien masih tampak lemas

- Spo2 : 99% ( pakai oksigen nasal canul)


16/06/202 2 09.00 - Melakukan pengkajian nyeri S: Yayuk
0 - Melakukan evaluasi kontrol
nyeri Ny.D mengatakan nyeri sedikit berkurang
karna ketika nyeri, dialihkan dengan tarik nafas
dalam

54
No.
Tgl Jam Tindakan Keperawatan Respon Klien Paraf
DX.

P : post op. fraktur terbuka 1/3 humerus dextra


Q : nyeri seperti tertusuk-tusuk
R : lengan kanan atas
S : nyeri ringan 4 (skala 0 – 10)
T : nyeri timbul ketika digerakkan
O:
Ny.D tampak mengusap-usap lengan kanan
atas

16/6/2020 3 10.00 - Melakukan pengkajian luka S: Yayuk


Ny. D mengatakan kadang luka terasa nyeri
jika dibersihkan
O:
Luka bersih
Tidak ada tanda-tanda infeksi

16/6/2020 4 11.00 - Mengkaji tanda-tanda vitas S: Yayuk


- Mengajarkan ROM aktif
- Memberikan pendidikan Ny. D mengatakan tubuhnya masih lemas
kesehatan pentingnya ambulasi

55
No.
Tgl Jam Tindakan Keperawatan Respon Klien Paraf
DX.

Ny. D mengatakan tidak berani menggerakkan


lengan bekas operasi, karena sakit kalau
digerakkan
O:
TD : 120/80 mmHg, RR 20 x/menit, HR : 99
x/menit, suhu 37°C
Ny. D kooperatif saat diberikan pendidikan
kesehatan

J. EVALUASI
Tgl No. DX. Jam Evaluasi Keperawatan Paraf

15/6/2020 1 12.00 DS: Yayuk

Ny D mengatakan sesak nafasnya sudah berkurang

DO:

- Ku sedang composmentis

56
Tgl No. DX. Jam Evaluasi Keperawatan Paraf

- Tampak terpasang oksigen 3plm nasal canul

- RR: 14x/mnt

- Nadi : 86x/mnt

- TD : 117/61 mmHg

- Pasien masih tampak lemas

A: Masalah belum teratasi

P: Lanjutkan Intervensi 1,2,3,5,6

15/6/2020 2 12.30 S: Yayuk


Ny. D mengatakan nyeri pada lengan kanan atas bekas operasi
P : post op. Fraktur terbuka 1/3 humerus dextra
Q : nyeri seperti tertusuk-tusuk
R : lengan kanan atas
S : nyeri sedang skala 6 (skala 0 – 10)
T : nyeri timbul ketika digerakkan

57
Tgl No. DX. Jam Evaluasi Keperawatan Paraf

O:
Tampak luka vulnus laceratum pada dahi, abrasi pada
ekstremitas atas dan bawah
Ny.D tampak menahan sakit
Ny.D kooperatif mengikuti instruksi penggunaan teknik distraksi
(menyanyi) untuk menghilangkan nyeri
Ny.D tampak gelisah
A:
Masalah nyeri belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi :
- Kaji nyeri
- Kolaborasi pemberian analgetik
Evaluasi teknik nyeri yang diajarkan

15/6/2020 3 13.00 S: Yayuk


Ny. D mengatakan nyeri pada area luka
O:
Tampak luka vulnus laceratum pada dahi, abrasi pada

58
Tgl No. DX. Jam Evaluasi Keperawatan Paraf

ekstremitas atas dan bawah


Terpasang drainase pada luka post op.
Luka tampak bersih
A:
Masalah kerusakan integritas jaringan belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi :
- Kaji luka
- Lakukan perawatan luka
16/6/2020 4 14.00 S: Yayuk
Ny. D mengatakan lemas
O:
Ny. D kooperatif saat dilakukan ROM pasif
Kekuatan otot Ny.D :
- Ekstremitas kanan atas : 3
- Ekstremitas kiri atas : 4
- Ekstremitas kanan bawah : 4
- Ekstremitas kiri bawah : 4
TD : 117/61 mmHg, RR : 14 x/menit, HR : 86 x/menit, Suhu :

59
Tgl No. DX. Jam Evaluasi Keperawatan Paraf

37,6°C
Terpasang arm sling
A:
Masalah gangguan mobilitas fisik belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi :
- Kaji kekuatan otot
- Ajarkan ROM aktif jika klien mampu
- Berikan pendidikan kesehatan pentingnya ambulasi

16/6/2029 1 12.00 DS: Yayuk

Ny D mengatakan sesak nafasnya sudah berkurang

DO:

- Ku sedang composmentis

- Tampak terpasang oksigen3 2plm nasal canul

- RR: 14x/mnt

- Nadi : 86x/mnt

60
Tgl No. DX. Jam Evaluasi Keperawatan Paraf

- TD : 117/61 mmHg

- Pasien masih tampak lemas

A: Masalah belum teratasi

P: Lanjutkan Intervensi 1,2,3,4,5,6

16/6/2020 2 13.00 S: Yayuk


Ny.D mengatakan nyeri sedikit berkurang karna ketika nyeri,
dialihkan dengan tarik nafas dalam
P : post op. fraktur terbuka 1/3 humerus dextra
Q : nyeri seperti tertusuk-tusuk
R : lengan kanan atas
S : nyeri ringan 4 (skala 0 – 10)
T : nyeri timbul ketika digerakkan
O:
Ny.D tampak mengusap-usap lengan kanan atas

61
Tgl No. DX. Jam Evaluasi Keperawatan Paraf

A:
Masalah nyeri belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi :
- Kaji nyeri
- Kolaborasi pemberian analgetik
16/6/2020 3 13.30 S: Yayuk
Ny. D mengatakan kadang luka terasa nyeri jika dibersihkan
O:
Luka bersih
Tidak ada tanda-tanda infeksi
A:
Masalah kerusakan integritas kulit belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi :
- Kaji luka
- Kaji tanda-tanda infeksi
- Lakukan perawatan luka

62
Tgl No. DX. Jam Evaluasi Keperawatan Paraf

16/06/2020 4 13.40 S: Yayuk


Ny. D mengatakan tubuhnya masih lemas
Ny. D mengatakan tidak berani menggerakkan lengan bekas
operasi, karena sakit kalau digerakkan
O:
TD : 120/80 mmHg, RR 20 x/menit, HR : 99 x/menit, suhu 37°C
Ny. D kooperatif saat diberikan pendidikan kesehatan
A:
Masalah gangguan mobilitas fisik belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi :
- Bantu klien untuk mobilisasi
- Evaluasi tanda-tanda vital klien setelah mobilisasi

Pekalongan, 20 Juni 2020

Mahasiswa

Yayuk Aprilia

NPM. 1417001611 63
64
BAB II
PENUTUP

A. Simpulan
Cedera kepala atau trauma kapitis adalah suatu gangguan trauma dari
otak disertai/tanpa perdarahan intestinal dalam substansi otak, tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas dari otak.(Nugroho, 2011). cedera kepala adalah suatu
cedera yang disebabkan oleh trauma benda tajam maupun benda tumpul yang
menimbulkan perlukaan pada kulit, tengkorak, dan jaringan otak yang disertai
atau tanpa pendarahan.

B. Saran
Berdasarkan praktik studi kasus di RSUD Limpung berhubungan dengan
asuhan keperawatan pada pasien cedera kepala, maka penulis ingin
menyampaikan saran kepada beberapa pihak sebagai berikut :
1. Pasien
Pasien diharapkan untuk lebih banyak mengkonsumsi makanan yang
mengandung protein agar luka post operasinya cepat sembuh.
2. Perawat
Perawat diharapkan dapat memodifikasi dan mengakumulasi teknik
management nyeri menjadi lebih bervariasi dan efektif .
3. Institusi Pelayanan Kesehatan
Institusi Pelayanan Kesehatan diharapkan dapat menambahkan fasilitas yang
lebih canggih untuk pemeriksaan diagnostik pada pasien cedera kepala yaitu
MRI (Magnetic Resonance Imaging).

65
DAFTAR PUSTAKA

Alimul, A. 2012. “Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses


Keperawatan”. Jakarta : Salemba Medika.

BUlechek, G.M., Butcher, H.K., dkk. 2016. Nursing Interventions Classification


(NIC). Singapore : Elsevier Ltd.

Herdman, T.H., & Kamitsuru, S. 2015. NANDA International Diagnosis


Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Jakarta : EGC

Hidayat, A,A. 2012. “Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Pendekatan Kurikulum
Berbasis Kompetensi”. Surabaya : Health Books Publishing.

Moorhead, S., Johnson, M., dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC).
Singapore : Elsevier Ltd.

Perry & Potter. 2006. Buku ajar fundamental keperawatan konsep, proses dan
praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.

Tarwoto & Wartonah, 2003. Kebutuhan dasar manusia & proses keperawatan.


Jakarta : Salemba Medika

66

Anda mungkin juga menyukai