PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan
kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi
akibat kecelakaan lalu lintas (Mansjoer, 2007). Diperkirakan 100.000 orang
meninggal setiap tahunnya dan lebih dari 700.000 mengalami cedera cukup
berat yang memerlukan perawatan dirumah sakit, dua pertiga berusia dibawah
30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah wanita,
lebih dari setengah semua pasien cedera kepala mempunyai signifikasi
terhadap cedera bagian tubuh lainya. (Smeltzer and Bare, 2012 ).
Ada beberapa jenis cedera kepala antara lain adalah cedera kepala
ringan, cedera kepala sedang dan cedera kepala berat. Asuhan keperawatan
cedera kepala atau askep cedera kepala baik cedera kepala ringan, cedera
kepala sedang dan cedera kepala berat harus ditangani secara serius. Cedera
pada otak dapat mengakibatkan gangguan pada sistem syaraf pusat sehingga
dapat terjadi penurunan kesadaran. Berbagai pemeriksaan perlu dilakukan
untuk mendeteksi adanya trauma dari fungsi otak yang diakibatkan dari
cedera kepala.
Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi
korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat
sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. Tindakan
resusitasi, anamnesis dan pemeriksaan fisik umum serta neurologis harus
dilakukan secara serentak. Pendekatan yang sistematis dapat mengurangi
kemungkinan terlewatinya evaluasi unsur vital. Tingkat keparahan cedera
kepala, menjadi ringan segera ditentukan saat pasien tiba di rumah sakit.
(Sjahrir, 2014).
Menurut WHO setiap tahun di Amerika Serikat hampir 1.500.000
kasus cedera kepala. Dari jumlah tersebut 80.000 di antaranya mengalami
kecacatan dan 50.000 orang meninggal dunia. Saat ini di Amerika terdapat
sekitar 5.300.000 orang dengan kecacatan akibat cedera kepala (Moore &
1
Argur, 2016). Penyebab cedera kepala yang terbanyak adalah kecelakaan
bermotor (50%), jatuh (21%), dan cedera olahraga (10%). Angka kejadian
cedera kepala yang dirawat di rumah sakit di Indonesia merupakan penyebab
kematian urutan kedua (4,37%) setelah stroke, dan merupakan urutan kelima
(2,18%) pada 10 penyakit terbanyak yang dirawat di rumah sakit di Indonesia
(Depkes RI, 2016).
Data kasus cedera kepala berat di rsud limpung dari bulan januari
sampai Januari- Apria ada 4 kasus pasien yang mengalami cedera kepala
ringan, sedang maupun berat. Cedera kepala merupakan diagnosa terbanyak
di P2 Bedah (RSMH, 2017). Cedera kepala akan memberikan gangguan yang
sifatnya lebih kompleks bila dibandingkan dengan trauma pada organ tubuh
lainnya. Hal ini disebabkan karena struktur anatomic dan fisiologik dari isi
ruang tengkorak yang majemuk, dengan konsistensi cair, lunak dan padatya
itu cairan otak, selaput otak, jaringan syaraf, pembuluh darah dan tulang.
Pasien dengan trauma kepala memerlukan penegakkan diagnosase dini
mungkin agar tindakan terapi dapat segera dilakukan untuk menghasilkan
prognosa yang tepat, akurat dan sistematis. Oleh karena tingginya angka
insidensi cedera kepala maka makalah ini dditulis untuk proses pembelajaran
bersama
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada Ny. D dengan
gangguan sistem neurologi: cedera kepala berat di ruang ICU RSU
Limpung.
2. Tujuan Khusus
Melakukan pengkajian padaNy.D dengan gangguan sistem neurologi :
cedera kepala berat di di ruang ICU RSU Limpung.
Merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny.D dengan gangguan sistem
neurologi : cedera kepala berat di ruang di ruang ICU RSUD Limpung.
2
a. Merencanakan tindakan asuhan keperawatan pada Ny.D dengan
gangguan sistem neurologi: cedera kepala berat di ruang ICU
RSUD Limpung.
b. Melaksanakan implementasi keperawatan pada Ny.D dengan
Gangguan sistem Neurologi: cedera kepala berat di ruang di ruang
ICU RSUD Limpung.
c. Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang dilakukan pada
Ny.D dengan gangguan sistem neurologi : cedera kepala berat di
ruang ICU RSUD Limpung.
C. Manfaat
1. Bagi Penulis
a) Penulis memahami tentang cedera kepala berat baik secara teoritis
maupun secara klinis
b) Penulis dapat memperluas ilmu pengetahuan dan menambah
wawasan tentang cedera kepala berat
c) Penulis dapat mengaplikasikan kemampuan tindakan
kegawatdaruratan terhadap pasien dengan cedera kepala berat
2. Bagi Pembaca
Dapat memberikan informasi dan sumbangan pikiran dalam
pelaksanaan Asuhan keperawatan gawat darurat pada Ny.D dengan
gangguan sistem neorologi : Cedera Kepala Berat di RSUD
Limpung
3
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
1. Anatomi Kepala
a. Kulit kapala
Pada bagian ini tidak terdapat banyak pembuluh darah. Bila robek,
pembuluh- pembuluh ini sukar mengadakan vasokonstriksi yang dapat
menyebabkan kehilangan darah yang banyak. Terdapat vena emiseria
dan diploika yang dapat membawa infeksi dari kulit kepala sampai
4
dalam tengkorak (intracranial) trauma dapat menyebabkan abrasi,
kontusio, laserasi, atau avulasi.
b. Tulang kepala
Terdiri dari calvaria (atap tengkorak) dan basis eranium (dasar
tengkorak). Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuibis tulang
tengkorak disebabkan oleh trauma. Fraktur calvarea dapat berbentuk
garis (liners) yang bisa non impresi (tidak masuk / menekan kedalam)
atau impresi. Fraktur tengkorak dapat terbuka (dua rusak) dan tertutup
(dua tidak rusak). Tulang kepala terdiri dari 2 dinding yang dipisahkan
tulang berongga, dinding luar (tabula eksterna) dan dinding dalam
(labula interna) yang mengandung alur-alur artesia meningia anterior,
indra dan prosterion. Perdarahan pada arteria-arteria ini dapat
menyebabkan tertimbunya darah dalam ruang epidural.
c. Lapisan Pelindung otak / Meninges
Terdiri dari 3 lapisan meninges yaitu durameter, Asachnoid dan
diameter.
1) Durameter adalah membran luas yang kuat, semi translusen, tidak
elastis menempel ketat pada bagian tengkorak. Bila durameter
robek, tidak dapat diperbaiki dengan sempurna. Fungsi durameter :
a) Melindungi otak
b) Menutupi sinus-sinus vena ( yang terdiri dari durameter dan
lapisan endotekal saja tanpa jaringan vaskuler )
c) Membentuk periosteum tabula interna.
2) Asachnoid adalah membrane halus, vibrosa dan elastis, tidak
menempel pada dura. Diantara durameter dan arachnoid terdapat
ruang subdural yang merupakan ruangan potensial. Pendarahan
subdural dapat menyebar dengan bebas. Dan hanya terbatas untuk
seluas valks serebri dan tentorium. Vena-vena otak yang melewati
subdural mempunya sedikit jaringan penyokong sehingga mudah
cedera dan robek pada trauma kepala.
3) Diameter adalah membran halus yang sangat kaya dengan
pembuluh darah halus, masuk kedalam semua sulkus dan
5
membungkus semua girus, kedua lapisan yang lain hanya
menjembatani sulkus. Pada beberapa fisura dan sulkus di sisi
medial homisfer otak. Prametar membentuk sawan antar ventrikel
dan sulkus atau vernia. Sawar ini merupakan struktur penyokong
dari pleksus foroideus pada setiap ventrikel.
Diantara arachnoid dan parameter terdapat ruang subarachnoid,
ruang ini melebar dan mendalam pada tempat tertentu. Dan
memungkinkan sirkulasi cairan cerebrospinal. Pada kedalam
system vena.
d. Otak.
Otak terdapat didalam iquor cerebro Spiraks. Kerusakan otak
yang dijumpai pada trauma kepala dapat terjadi melalui 2 campuran :
1) Efek langsung trauma pada fungsi otak,
2) Efek-efek lanjutan dari sel- sel otak yang bereaksi terhadap trauma.
Apabila terdapat hubungan langsung antara otak dengan dunia luar
(fraktur cranium terbuka, fraktur basis cranium dengan cairan otak keluar
dari hidung / telinga), merupakan keadaan yang berbahaya karena dapat
menimbulkan peradangan otak.
Otak dapat mengalami pembengkakan (edema cerebri) dan karena
tengkorak merupakan ruangan yang tertutup rapat, maka edema ini akan
menimbulkan peninggian tekanan dalam rongga tengkorak (peninggian
tekanan tekanan intra cranial).
e. Tekanan Intra Kranial (TIK).
Tekanan intra cranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jaringan otak,
volume darah intracranial dan cairan cerebrospiral di dalam tengkorak
pada 1 satuan waktu. Keadaan normal dari TIK bergantung pada posisi
pasien dan berkisar ± 15 mmHg. Ruang cranial yang kalau berisi jaringan
otak (1400 gr), Darah (75 ml), cairan cerebrospiral (75 ml), terhadap 2
tekanan pada 3 komponen ini selalu berhubungan dengan keadaan
keseimbangan Hipotesa Monro – Kellie menyatakan : Karena keterbatasan
ruang ini untuk ekspansi di dalam tengkorak, adanya peningkatan salah 1
dari komponen ini menyebabkan perubahan pada volume darah cerebral
6
tanpa adanya perubahan, TIK akan naik. Peningkatan TIK yang cukup
tinggi, menyebabkan turunnya batang ptak (Herniasi batang otak) yang
berakibat kematian.
B. DEFINISI
Cedera kepala atau trauma kapitis adalah suatu gangguan trauma dari
otak disertai/tanpa perdarahan intestinal dalam substansi otak, tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas dari otak.(Nugroho, 2011)
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala,
tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung
maupun tidak langsung pada kepala (Suriadi dan Yuliani, 2011).
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2001), cedera kepala
adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun
degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang
dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Cedera kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik
trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neurologis terjadi karena
robekannya subtansia alba, iskemia, dan pengaruh massa karena hemorogik,
serta edema serebral disekitar jaringan otak (Batticaca, 2011).
Berdasarkan defenisi cedera kepala diatas maka penulis dapat menarik
suatu kesimpulan bahwa cedera kepala adalah suatu cedera yang disebabkan
oleh trauma benda tajam maupun benda tumpul yang menimbulkan perlukaan
pada kulit, tengkorak, dan jaringan otak yang disertai atau tanpa pendarahan.
C. ETIOLOGI
Penyebab dari cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala
meliputi trauma oleh benda/ serpihan tulang yang menembus jaringan otak,
efek dari kekuatan/energi yang diteruskan ke otak dan efek percepatan dan
perlambatan (akselerasi-deselerasi) pada otak, selain itu dapat disebabkan
oleh Kecelakaan, Jatuh, Trauma akibat persalinan.
7
Etiologi dari Intra Cerebral Hematom menurut Suyono (2011) adalah :
a. Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala
b. Fraktur depresi tulang tengkorak
c. Gerak akselerasi dan deselerasi tiba-tiba
d. Cedera penetrasi peluru
e. Jatuh
f. Kecelakaan kendaraan bermotor
g. Hipertensi
h. Malformasi Arteri Venosa
i. Aneurisma
j. Distrasia darah
k. Obat
l. Merokok
D. PATOFISIOLOGI
Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur,
misalnya kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah,
perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosis
tripospat, perubahan permeabilitas vaskuler. Patofisiologi cedera kepala dapat
terbagi atas dua proses yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala
sekunder, cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang
terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan dapat memberi dampak
kerusakan jaringan otak. Pada cedera kepala sekunder terjadi akibat dari
cedera kepala primer, misalnya akibat dari hipoksemia, iskemia dan
perdarahan.
Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epidural
hematoma, berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan durameter,
subdura hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang antara durameter
dengan subaraknoid dan intra cerebral, hematoma adalah berkumpulnya darah
didalam jaringan cerebral. Kematian pada penderita cedera kepala terjadi
karena hipotensi karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi
8
menimbulkan perfusi jaringan cerebral dan berakhir pada iskemia jaringan
otak. (Tarwoto, 2007).
Patofisiologi cedera kepala dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Cedera Primer
Kerusakan akibat langsung trauma, antara lain fraktur tulang tengkorak,
robek pembuluh darah (hematom), kerusakan jaringan otak (termasuk
robeknya duramater, laserasi, kontusio).
2. Cedera Sekunder
Kerusakan lanjutan oleh karena cedera primer yang ada berlanjut
melampaui batas kompensasi ruang tengkorak.
Hukum Monroe Kellie mengatakan bahwa ruang tengkorak tertutup dan
volumenya tetap. Volume dipengaruhi oleh tiga kompartemen yaitu darah,
liquor, dan parenkim otak. Kemampuan kompensasi yang terlampaui akan
mengakibatkan kenaikan TIK yang progresif dan terjadi penurunan
Tekanan Perfusi Serebral (CPP) yang dapat fatal pada tingkat seluler.
Cedera Sekunder dan Tekanan Perfusi :
CPP = MAP - ICP
CPP : Cerebral Perfusion Pressure
MAP : Mean Arterial Pressure
ICP : Intra Cranial Pressure
Penurunan CPP kurang dari 70 mmHg menyebabkan iskemia otak.
Iskemia otak mengakibatkan edema sitotoksik – kerusakan seluler yang
makin parah (irreversibel). Diperberat oleh kelainan ekstrakranial
hipotensi/syok, hiperkarbi, hipoksia, hipertermi, kejang, dll.
3. Edema Sitotoksik
Kerusakan jaringan (otak) menyebabkan pelepasan berlebih sejenis
Neurotransmitter yang menyebabkan Eksitasi (Exitatory Amino Acid a.l.
glutamat, aspartat). EAA melalui reseptor AMPA (N-Methyl D-Aspartat)
dan NMDA (Amino Methyl Propionat Acid) menyebabkan Ca influks
berlebihan yang menimbulkan edema dan mengaktivasi enzym degradatif
serta menyebabkan fast depolarisasi (klinis kejang-kejang).
4. Kerusakan Membran Sel
9
Dipicu Ca influks yang mengakitvasi enzym degradatif akan menyebabkan
kerusakan DNA, protein, dan membran fosfolipid sel (BBB breakdown)
melalui rendahnya CDP cholin (yang berfungsi sebagai prekusor yang
banyak diperlukan pada sintesa fosfolipid untuk menjaga integritas dan
repair membran tersebut). Melalui rusaknya fosfolipid akan meyebabkan
terbentuknya asam arakhidonat yang menghasilkan radikal bebas yang
berlebih.
5. Apoptosis
Sinyal kemaitan sel diteruskan ke Nukleus oleh membran bound apoptotic
bodies terjadi kondensasi kromatin dan plenotik nuclei, fragmentasi DNA
dan akhirnya sel akan mengkerut (shrinkage).
10
E. PATHWAY
Cidera kepala
11
Ketidakefektif bersihan
jalan napas
F. MANIFESTASI KLINIS
KOMPLIKASI
1. Perdarahan intra cranial
2. Kejang
3. Parese saraf cranial
4. Meningitis atau abses otak
5. Infeksi pada luka atau sepsis
6. Edema cerebri
7. Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peninggian TIK
8. Kebocoran cairan serobospinal
9. Nyeri kepala setelah penderita sadar
KLASIFIKASI
Jika dilihat dari ringan sampai berat, maka dapat kita lihat sebagai berikut:
1. Cedera kepala ringan ( CKR ) Jika GCS antara 13-15, dapat terjadi
kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit, tetapi ada yang menyebut
12
kurang dari 2 jam, jika ada penyerta seperti fraktur tengkorak, kontusio
atau temotom (sekitar 55% ).
2. Cedera kepala kepala sedang ( CKS ) jika GCS antara 9-12, hilang
kesadaran atau amnesia antara 30 menit -24 jam, dapat mengalami fraktur
tengkorak, disorientasi ringan ( bingung ).
3. Cedera kepala berat ( CKB ) jika GCS 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24
jam, juga meliputi contusio cerebral, laserasi atau adanya hematoina atau
edema.
Selain itu ada istilah-istilah lain untuk jenis cedera kepala sebagai berikut :
1. Cedera kepala terbuka kulit mengalami laserasi sampai pada merusak
tulang tengkorak.
2. Cedera kepala tertutup dapat disamakan gagar otak ringan dengan disertai
edema cerebra.
Glasgow Coma Seale (GCS)
Memberikan 3 bidang fungsi neurologik, memberikan gambaran pada
tingkat responsif pasien dan dapat digunakan dalam pencarian yang luas
pada saat mengevaluasi status neurologik pasien yang mengalami cedera
kepala. Evaluasi ini hanya terbatas pada mengevaluasi motorik pasien,
verbal dan respon membuka mata.
Skala GCS :
Membuka mata : Spontan :4
Dengan perintah :3
Dengan Nyeri :2
Tidak berespon :1
Motorik : Dengan Perintah :6
Melokalisasi nyeri :5
Menarik area yang nyeri :4
Fleksi abnormal :3
Ekstensi :2
Tidak berespon :1
Verbal : Berorientasi :5
Bicara membingungkan :4
13
Kata-kata tidak tepat :3
Suara tidak dapat dimengerti :2
Tidak ada respons :1
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, urine, kimia darah, analisa
gas darah.
2. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras: mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
3. MRI : digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras
radioaktif.
4. Cerebral Angiography: menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti
perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan
trauma.
5. X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan, edema), fragmen tulang. Ronsent Tengkorak
maupun thorak.
6. CSF, Lumbal Punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
7. ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan
(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
8. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
akibat peningkatan tekanan intrakranial. (Musliha, 2010).
H. PROGRAM THERAPY
a. Terapi medika mentosa
1. Memperbaiki/mempertahankan fungsi vital Usahakan agar jalan nafas
selalu babas, bersihkan lendir dan darah yang dapat menghalangi aliran
udara pemafasan. Bila perlu dipasang pipa naso/orofaringeal dan pemberian
oksigen. Infus dipasang terutama untuk membuka jalur intravena : guna-kan
cairan NaC10,9% atau Dextrose in saline 2. Mengurangi edema otak
Beberapa cara dapat dicoba untuk mengurangi edema otak: a.
Hiperventilasi. Bertujuan untuk menurunkan paO2 darah sehingga
14
mencegah vasodilatasi pembuluh darah. Selain itu suplai oksigen yang
terjaga dapat membantu menekan metabolisme anaerob, sehingga dapat
mengurangi kemungkinan asidosis. Bila dapat diperiksa, paO2
dipertahankan > 100 mmHg dan paCO2 diantara 2530 mmHg. b. Cairan
hiperosmoler. Umumnya digunakan cairan Manitol 1015% per infus untuk
“menarik” air dari ruang intersel ke dalam ruang intra-vaskular untuk
kemudian 11 dikeluarkan melalui diuresis. Untuk memperoleh efek yang
dikehendaki, manitol hams diberikan dalam dosis yang cukup dalam waktu
singkat, umumnya diberikan : 0,51 gram/kg BB dalam 1030 menit. Cara ini
berguna pada kasus-kasus yang menunggu tindak-an bedah. Pada kasus
biasa, harus dipikirkan kemungkinan efek rebound; mungkin dapat dicoba
diberikan kembali (diulang) setelah beberapa jam atau keesokan harinya. c.
Kortikosteroid. Penggunaan kortikosteroid telah diperdebatkan manfaatnya
sejak beberapa waktu yang lalu. Pendapat akhir-akhir ini cenderung
menyatakan bahwa kortikosteroid tidak/kurang ber-manfaat pada kasus
cedera kepala. Penggunaannya berdasarkan pada asumsi bahwa obat ini
menstabilkan sawar darah otak. Dosis parenteral yang pernah dicoba juga
bervariasi : Dexametason pernah dicoba dengan dosis sampai 100 mg bolus
yang diikuti dengan 4 dd 4 mg. Selain itu juga Metilprednisolon pernah
digunakan dengan dosis 6 dd 15 mg dan Triamsinolon dengan dosis 6 dd 10
mg. d. Barbiturat. Digunakan untuk membius pasien sehingga metabolisme
otak dapat ditekan serendah mungkin, akibatnya kebutuhan oksigen juga
akan menurun; karena kebutuhan yang rendah, otak relatif lebih terlindung
dari kemungkinan kemsakan akibat hipoksi, walaupun suplai oksigen
berkurang. Cara ini hanya dapat digunakan dengan pengawasan yang ketat.
(1).(12) 12 INDIKASI Operasi di lakukan bila terdapat :
a. Volume hamatom > 30 ml
b. Keadaan pasien memburuk
c. Pendorongan garis tengah > 5 mm
d. fraktur tengkorak terbuka, dan fraktur tengkorak depres dengan
kedalaman >1 cm
15
e. EDH dan SDH ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran garis
tengah dengan GCS 8 atau kurang
f. Tanda-tanda lokal dan peningkatan TIK > 25 mmHg 2.
b. SUBDURAL HEMATOM
Dalam menentukan terapi apa yang akan digunakan pada pasien SDH,
tentu kita harus memperhatikan antara kondisi klinis dengan radiologinya.
Dalam masa mempersiapkan operasi, perhatiaan hendaknya ditujukan
kepada pengobatan dengan medika mentosa untuk menurunkan peningkatan
tekanan intracranial. Seperti pemberian mannitol 0,25 gr/kgBBatau
furosemide 10 mg intavena, dihiperventilasikan. Tidakan operatif Baik pada
kasus akut maupun kronik, apabila diketemukan ada gejala- gejala yang
progresif maka jelas diperlukan tindakan operasi untuk melakukan
pengeluaran hematom. Tetapi seblum diambil kepetusan untuk tindakan
operasi yang harus kita perhatikan adalah airway, breathing, dan
circulatioan. Kriteria penderita SDH dilakukan operasi adalah :
a. Pasien SDH tanpa melihat GCS, dengan ketebalan >10 mm atau
pergeseran midline shift >5 mm pada CT-Scan 13
b. Semua pasien SDH dengan GCS 2 poin antara saat kejadian sampai saat
masuk rumah sakit. d. Pasien SDH dengan GCS< 9, dan /atau TIK >20
mmhg Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah burr hole
craniotomy. Tindakan yang paling banyak diterima karena minimal
komplikasi. Trepanasi atau burr holes dimaksudkan untuk mengevakuasi
SDH secara cepat dan local anastesi Kraniotomi dan membranektomi
merupakan tindakan prosedur bedah yang infasih dengan tingkat
komplikasi yang lebih tinggi.
I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah
terjadinya cedera otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh
faktor sistemik seperti hipotensi atau hipoksia atau oleh karena kompresi
jaringan otak. (Tunner, 2011) Pengatasan nyeri yang adekuat juga
direkomendasikan pada pendertia cedera kepala (Turner, 2011)
Penatalaksanaan umum adalah:
16
1. Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi
2. Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma
3. Berikan oksigenasi
4. Awasi tekanan darah
5. Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neurogenik
6. Atasi shock
7. Awasi kemungkinan munculnya kejang.
Penatalaksanaan lainnya :
1. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral,
dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi
vasodilatasi.
3. Pemberian analgetika
4. Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20%
atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
5. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin).
6. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah
tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5%,
aminofusin, aminofel (18 jam pertama dan terjadinya kecelakaan), 2-3
hari kemudian diberikana makanan lunak, Pada trauma berat, hari-hari
pertama (2-3 hari), tidak terlalu banyak cairan. Dextrosa 5% untuk 8
jam pertama, ringer dextrose untuk 8 jam kedua dan dextrosa 5% untuk
8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah, makanan
diberikan melalui ngt (2500-3000 tktp). Pemberian protein tergantung
nilai urea.
Tindakan terhadap peningktatan TIK yaitu:
1. Pemantauan TIK dengan ketat
2. Oksigenisasi adekuat
3. Pemberian manitol
4. Penggunaan steroid
5. Peningkatan kepala tempat tidur
6. Bedah neuro.
17
Tindakan pendukung lain yaitu:
1. Dukungan ventilasi
2. Pencegahan kejang
3. Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi
4. Terapi anti konvulsan
5. Klorpromazin untuk menenangkan klien
6. Pemasangan selang nasogastrik. (Mansjoer, dkk, 2000).
J. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. Pengkajian
a. Pengkajian primer
1) Airway dan cervical control
Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway. Meliputi
pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan
benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau maksila,
fraktur larinks atau trachea. Dalam hal ini dapat dilakukan “chin
lift” atau “jaw thrust”. Selama memeriksa dan memperbaiki jalan
nafas, harus diperhatikan bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi,
fleksi atau rotasi dari leher.
2) Breathing dan ventilation
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik.
Pertukaran gas yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk
pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh.
Ventilasi yang baik meliputi : fungsi yang baik dari paru, dinding
dada dan diafragma.
3) Circulation dan hemorrhage control
a) Volume darah dan Curah jantung
Kaji perdarahan klien. Suatu keadaan hipotensi harus dianggap
disebabkan oleh hipovelemia. 3 observasi yang dalam hitungan
detik dapat memberikan informasi mengenai keadaan
hemodinamik yaitu kesadaran, warna kulit dan nadi.
b) Kontrol Perdarahan
4) Disability
18
Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran
dan reaksi pupil.
19
Inspeksi dan palpasi. Area jantung diinspeksi dan palpasi secara stimultan
untuk mengetahui adanya ketidaknormalan denyutan atau dorongan
(heaves). Palpasi dilakukan secara sistematis mengikuti struktur anatomi
jantung mulai area aorta, area pulmonal, area trikuspidalis, area apikal dan
area epigastrik
Perkusi. Dilakukan untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantung. Akan
tetapi dengan adanya foto rontgen, maka perkusi pada area jantung jarang
dilakukan karena gambaran jantung dapat dilihat pada hasil foto torak
anteroposterior.
4) Ekstermitas
Beberapa keadaan dapat menimbulkan iskemik pada ekstremitas
bersangkutan, antara lain :
a) Cedera pembuluh darah.
b) Fraktur di sekitar sendi lutut dan sendi siku.
c) Crush injury.
d) Sindroma kompartemen.
e) Dislokasi sendi panggul.
Keadaan iskemik ini akan ditandai dengan :
a) Pusasi arteri tidak teraba.
b) Pucat (pallor).
c) Dingin (coolness).
d) Hilangnya fungsi sensorik dan motorik.
e) Kadang-kadang disertai hematoma, ”bruit dan thrill”.
Fiksasi fraktur khususnya pada penderita dengan cedera kepala sedapat
mungkin dilaksanakan secepatnya. Sebab fiksasi yang tertunda dapat
meningkatkan resiko ARDS (Adult Respiratory Disstress Syndrom)
sampai 5 kali lipat. Fiksasi dini pada fraktur tulang panjang yang
menyertai cedera kepala dapat menurunkan insidensi ARDS.
a.
20
2. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
2) Ketidak efektifan bersihan jalan nafas
3) Ketidakefektifan pola nafas
4) Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer
5) Kerusakan integritas jaringan kulit
a. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d
Faktor resiko:
Subjektif
1. Dispnea
Objektif
21
2. Perubahan pada irama dan frekuensi pernapasan
3. Batuk tidak ada atau tidak efektif
4. Sianosis
5. Kesulitan untuk berbicara
6. Penurunan suara napas
7. Ortopnea
8. Gelisah
9. Sputum berlebihan
10. Mata terbelalak
3. Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer b/d
Faktor berhubungan:
1. diabtes militus
2. gaya hidup kurnag gerak
3. hipertensi
4. kurang pengetahuan tentang faktor pemberat
5. kurang pengetahuan tentang proses penyakit
6. merokok
Batasan karakteristik:
Subjektif
1. Perubahan sensasi
Objektif
1. Perubahan karakteristik kulit
2. Perubahan tekanan darah pada ekstremitas
3. Klaudikasi
4. Kelambatan penyembuhan
5. Nadi arteri lemah
6. Edema
7. Tanda human positif
8. Kulit pucat saat elevasi, dan tidak kembali saat diturunkan
9. Diskolorasi kulit
10. Perubahan suhu kulit
11. Nadi lemah atau tidak teraba
22
4. Kerusakan integritas jaringan kulit b/d
Faktor berhubungan
1. Cedera jaringan
2. Jaringan rusak
Batasan karakteristik
1. Kerusakan pada lapisan kulit
2. Kerusakan pada permukaan kulit
3. Invasi struktur tubuh
5. Ketidak efektifan pola nafas
Faktor berhubungan:
a) Ansietas
b) Cidera medula spinalis
c) Disfungsi neuromuskular
d) Gangguan neuromuskular
e) Gangguan neurologis
f) Hiperventilasi
g) Keletihan
h) Keletihan otot pernapasan
i) Nyeri
j) Obesitas
k) Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
l) Sindrom hipoventilasi
23
NURSING CARE PLANNING
24
8 Membuat keputusan yang
tepat
Indikator:
1. gangguan eksterm
2. berat
3. sedang
4. ringan
5. tidak ada gangguan
2 Ketidakefektifan bersihan NOC: status pernafasan Kepatenan jalan nafas NIC: manajemen jalan napas
jalan nafas nafas Setelah dilakukan tindakan selama 1x 24 jam
1. Monitor status pernafasan dan
status pernafasan klien tidak terganggu dengan
oksigenasi.
Faktor berhubungan: kriteria hasil:
2. Buka jalan nafas dengan teknik
1. Lingkungan; No Skala Awal Akhir
1 Suara nafas tambahan chin lift atau jaw thrust
merokok, menghisap
2 Pernafasan cuping hidung 3. Identifikasi kebutuhan aktual/
asap rokok, perokok 3 Akumulasi sputum
4 Frekuensi pernafasan potensial untuk memasukkan alat
pasif
Indikator: membuka jalan nafas.
2. Obstruksi jalan napas;
1. Sangat berat 4. Masukkan alat nasopharingeal
terdapat benda asing
2. berat airway(NPA) atau Oro Pharingeal
dijalan napas, spasme
3. sedang
jalan napas
25
3. Fisiologis; kelainan 4. ringan Airway (OPA)
dan penyakit 5. tidak ada gangguan 5. Posisikan klien untuk
memaksimalkan Ventilasi
Batasan karakteristik: 6. Lakukan penyedotan melalui
Subjektif endotrakea dan nasotrakea
1.Dispnea 7. Kelola nebulezerUltrasonik
Objektif 8. Posisikan untuk meringankan sesak
1. Suara napas tambahan nafas
2. Perubahan pada irama 9. Auskultasi suara nafas, menurun
dan frekuensi atau tidak ada dan adanya suara
pernapasan tambahan
3. Batuk tidak ada atau 10. Edukasi keluarga klien tentang
tidak efektif keadaan klien
4. Sianosis 11. Kolaborasidengan tim dokter
5. Kesulitan untuk dalam pemberian obat
berbicara
6. Penurunan suara napas
7. Ortopnea
26
8. Gelisah
9. Sputum berlebihan
10. Mata terbelalak
3 Ketidakefektifan pola nafas NOC: status pernapasan: ventilasi NIC: manajemen jalan napas
27
4. Terdapat dahak 8. Auskultasi suara nafas, catat area
5. Suaranafas stridor yang ventilasinya menurun atau
tidak ada dan adanyasuara
tambahan.
9. Monitor respiratori dan status
oksigen.
4 Kerusakan integritas NOC: intergritas jaringan: kulit dan membran NIC: perawatan luka tekan
jaringan kulit mukosa
1. monitor warna, suhu, udem,
kelembaban dan kondisi area
Faktor berhubungan: Setelah dilakukan tindakan selama 1x24 jam
sekitar luka
1.Cedera jaringan masalah teratasi dengan kriteria hasil:
2. lakukan pembalutan dengan tepat
2.Jaringan rusak
3. berikan obat-obat oral
No Skala Awal Akhir
1 Suhu, elastisitas, hidrasi 4. monitor adanya gejala infeksi di
Batasan karakteristik:
dan sensasi area luka
1. Kerusakan pada lapisan
2 Perfusi jaringan
5. ubah posisi setiap 1-2 jam sekali
kulit 3 Keutuhan kulit
4 Eritema kulit sekitar untuk mencegah penekanan
2. Kerusakan pada
5 Luka berbau busuk 6. gunakan tempat tidur khusus anti
permukaan kulit 6 Granulasi
7 Pembentukan jaringan dekubitus
28
3. Invasi struktur tubuh parut 7. monitor status nutrisi
8 Penyusutan luka 8. pastikan bahwa pasien mendapat
Indikator:
diet tinggi kalori tinggi protein.
1. gangguan eksterm
2. berat
3. sedang
4. ringan
5. tidak ada gangguan
29
BAB III
TINJUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
Tanggal masuk : 14 Juni 2020 Jam 22.00WIB
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Ny. D
Alamat : Batang
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SD
30
b. Identitas Penanggungjawab
Nama : Tn. W
Pekerjaan : Buruh
2. Keluhan Utama
Ny.D mengatakan nyeri pada lengan kanan atas (post op fraktur 1/3
humerus dextra)
31
Disability : kesadaran sopor, keadaan umum lemah, GCS 6
(E2M2E2)
Pasien dipindah ke ruang ICU, dan dilakukan operasi pada hari Senin
(15 Juni 2020) jam 08.30.
6. Genogram
: Laki-laki
32
: Perempuan
: Menikah
: Garis keturunan
: Pasien
: Meninggal
B. PENGKAJIAN PRIMER
Airway : nafas spontan, tidak ada sputum, respon batuk positif
Expossure : terdapat vulnus laceratum pada dahi, post op. fraktur terbuka
C. PENGKAJIAN SEKUNDER
1. Penampilan umum : sedang
2. Pemeriksaan GCS dan tingkat kesadaran
E : 4 (spontan)
M : 6 (mengikuti perintah)
3. Tanda-tanda vital
33
TD : 117/61 mmHg
RR : 14 x/menit
HR : 86 x/menit
S : 37,6°C
4. Head to toe
Kepala Bentuk Mesochepal, kepala kotor, persebaran
rambut merata, rambut sebagian putih
(uban), tidak ditemukan lesi, terdapat luka
terbuka di dahi.
34
Palpasi Ictus cordis teraba lemah di SIC ke-5
medial linea midclavicularis sinistra
Perkusi Pekak
Perkusi Timpani
35
Sistem Inspeksi Tingkat kesadaran Composmentis dengan
Persarafan GCS (E4 M6 V4)
D. PENGKAJIAN TERTIER
Pengkajian Pola Kesehatan Fungsional Gordon
2. Pola nutrisi-metabolik
Sebelum Sakit Sesudah Sakit
Antropometri : Antropometri :
BB = 55 kg BB = 55 kg
TB = 158 cm TB = 158 cm
IMT = 22,03 kg/m2 IMT = 22,03 kg/m2 (normal)
Biochemical : - Biochemical :
Clinical Sign : - Hemoglobin = 9,1 gr/dL
Dietary : Hematokrit = 26,7 %
Ny.D biasa minum 1,5-2 L/hari, Leukosit = 9,90 x 103/uL
makan 3x sehari, 1 porsi makan
habis, dengan kombinasi campuran Creatinin = 0,7 mg/dL
dan tidak ada pantangan terhadap
Clinical sign :
makanan tertentu.
Konjungtiva anemis, tampak lemah
Dietary :
36
Sebelum Sakit Sesudah Sakit
5. Pola eliminasi
Sebelum sakit Selama sakit
37
Bau khas
6. Pola aktivitas-latihan
Ny.D mengatakan sebelum dirawat di RS, dapat melakukan aktivitas sehari-
hari secara mandiri tetapi selama di RS meminta bantuan kakak iparnya
untuk membantunya beraktivitas.
Aktivitas 0 1 2 3 4
Makan √
Mandi √
Berpakaian √
Toileting √
Berpindah √
Kemampuan ROM √
Berjalan √
Keterangan :
0 : Mandiri
1 : Menggunakan alat bantu
2 : Dibantu orang lain
3 : Dibantu orang dan perawat
4 : Ketergantungan/tidak mampu
Pengkajian resiko jatuh
38
1. Riwayat jatuh :
Apakah pernah jatuh dalam 3 bulan Tidak 0 25
terakhir?
Ya 25
Ya 15
6. Status mental :
Menyadari kondisinya sendiri 0 15
Mengalami keterbatasan daya ingat 15
Total nilai 55
39
Pengklasifikasian :
0-24 : Tidak beresiko
25-50 : Resiko rendah
≥51 : Resiko tinggi
7. Pola persepsi konsep diri
Gambaran diri : Ny.D mengatakan sedih dengan keadaannya saat
ini, tetapi Ny.D dapat menerima kondisinya.
Harga diri : Ny.D mengatakan tidak malu atau rendah diri
dengan keadaanya sekarang ini, karena keluarga
selalu memberi semangat untuk menghadapi
kondisi saat ini
Peran : Ny.D mengatakan ia bekerja sebagai buruh tani
yang saat ini tidak dapat bekerja sebagaimana
mestinya karena dalam kondisi sakit.
Identitas : Ny. D mengatakan dirinya sebagai seorang istri
dan ibu dari 4 orang anak.
Ideal diri : Ny.D berharap untuk dapat cepat sembuh sehingga
dapat beraktivitas seperti sebelum sakit, kembali
bekerja seperti sedia kala dan dapat berkumpul
dengan keluarga di rumah.
8. Pola peran dan hubungan
Ny. D bekerja sebagai buruh tani. Keluarga Ny.D mengatakan hubungan
dengan keluarga, teman, tetangga baik tidak ada masalah.
9. Pola seksual-reproduksi
Ny. D masih menstruasi, saat ini telah dikaruniai 4 orang anak.
40
Keluarga Ny. D mengatakan bahwa ia selalu terbuka dengan anggota
keluarga apabila ada masalah, dan selalu mencari solusi bersama untuk
menyelesaikan masalah dengan segera. Saat di RS, Ny.D sering bernyanyi
sendiri, ketika ditanya ini adalah caranya untuk menghilangkan rasa nyeri
pada tangannya.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan CT Scan (tanggal 15 Juni 2020)
Kesimpulan : ICH kepala konservatif
2. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal : 15 Juni 2020 jam 16.20
Nilai
Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Interpretasi
Normal
Hematologi
Indeks Eritrosit
41
Nilai
Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Interpretasi
Normal
Kimia Klinik
42
F. TERAPI
Jenis Terapi Dosis Rute
43
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Analisa Data
No Problem/
Data Fokus Etiologi
. masalah keperawatan
- Ku sedang composmentis
- RR: 14x/mnt
- Nadi : 86x/mnt
- TD : 117/61 mmHg
44
No Problem/
Data Fokus Etiologi
. masalah keperawatan
45
No Problem/
Data Fokus Etiologi
. masalah keperawatan
2. Prioritas Diagnosa
Diagnosa Keperawatan Tanggal Ditemukan
46
H. INTERVENSI KEPERAWATAN
No.
Tgl Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Rencana Tindakan (NIC)
DX
15/6/202 1 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 1. Monitor status pernafasan pasien dan
0 3x24jam, diharapkan pola nafas pasien efektif dengan
oksigenasi
kriteria hasil:
2. Monitor respirasi dan status O2
1. Menunjukkan jalan nafas paten( tidak merasa
tercekik,irama nafas normal 3. Memposisikan klien untuk memaksimalkan
2. frekuensi nafas normal, ventilasi
3. Tidak ada sura nafas tambahan
Respiratory status:Airway patency: 4. Auskultasi suara nafas,catat area yang
1. Klien dapat mendemostrasikan batuk efektif ventilasinya menurunatau adanya suara
dan suara nafas yang bersih,tidak ada sianosis
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten tambahan.
3. Tanda –tanda vital dalam batas normal 5. Keluarakan secret dengan batuk atau suction
6. Kolaborasi dengan dokter pemberian
bronkodilator untuk bila perlu
47
No.
Tgl Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Rencana Tindakan (NIC)
DX
48
No.
Tgl Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Rencana Tindakan (NIC)
DX
49
No.
Tgl Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Rencana Tindakan (NIC)
DX
50
I. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No.
Tgl Jam Tindakan Keperawatan Respon Klien Paraf
DX.
51
No.
Tgl Jam Tindakan Keperawatan Respon Klien Paraf
DX.
52
No.
Tgl Jam Tindakan Keperawatan Respon Klien Paraf
DX.
53
No.
Tgl Jam Tindakan Keperawatan Respon Klien Paraf
DX.
54
No.
Tgl Jam Tindakan Keperawatan Respon Klien Paraf
DX.
55
No.
Tgl Jam Tindakan Keperawatan Respon Klien Paraf
DX.
J. EVALUASI
Tgl No. DX. Jam Evaluasi Keperawatan Paraf
DO:
- Ku sedang composmentis
56
Tgl No. DX. Jam Evaluasi Keperawatan Paraf
- RR: 14x/mnt
- Nadi : 86x/mnt
- TD : 117/61 mmHg
57
Tgl No. DX. Jam Evaluasi Keperawatan Paraf
O:
Tampak luka vulnus laceratum pada dahi, abrasi pada
ekstremitas atas dan bawah
Ny.D tampak menahan sakit
Ny.D kooperatif mengikuti instruksi penggunaan teknik distraksi
(menyanyi) untuk menghilangkan nyeri
Ny.D tampak gelisah
A:
Masalah nyeri belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi :
- Kaji nyeri
- Kolaborasi pemberian analgetik
Evaluasi teknik nyeri yang diajarkan
58
Tgl No. DX. Jam Evaluasi Keperawatan Paraf
59
Tgl No. DX. Jam Evaluasi Keperawatan Paraf
37,6°C
Terpasang arm sling
A:
Masalah gangguan mobilitas fisik belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi :
- Kaji kekuatan otot
- Ajarkan ROM aktif jika klien mampu
- Berikan pendidikan kesehatan pentingnya ambulasi
DO:
- Ku sedang composmentis
- RR: 14x/mnt
- Nadi : 86x/mnt
60
Tgl No. DX. Jam Evaluasi Keperawatan Paraf
- TD : 117/61 mmHg
61
Tgl No. DX. Jam Evaluasi Keperawatan Paraf
A:
Masalah nyeri belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi :
- Kaji nyeri
- Kolaborasi pemberian analgetik
16/6/2020 3 13.30 S: Yayuk
Ny. D mengatakan kadang luka terasa nyeri jika dibersihkan
O:
Luka bersih
Tidak ada tanda-tanda infeksi
A:
Masalah kerusakan integritas kulit belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi :
- Kaji luka
- Kaji tanda-tanda infeksi
- Lakukan perawatan luka
62
Tgl No. DX. Jam Evaluasi Keperawatan Paraf
Mahasiswa
Yayuk Aprilia
NPM. 1417001611 63
64
BAB II
PENUTUP
A. Simpulan
Cedera kepala atau trauma kapitis adalah suatu gangguan trauma dari
otak disertai/tanpa perdarahan intestinal dalam substansi otak, tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas dari otak.(Nugroho, 2011). cedera kepala adalah suatu
cedera yang disebabkan oleh trauma benda tajam maupun benda tumpul yang
menimbulkan perlukaan pada kulit, tengkorak, dan jaringan otak yang disertai
atau tanpa pendarahan.
B. Saran
Berdasarkan praktik studi kasus di RSUD Limpung berhubungan dengan
asuhan keperawatan pada pasien cedera kepala, maka penulis ingin
menyampaikan saran kepada beberapa pihak sebagai berikut :
1. Pasien
Pasien diharapkan untuk lebih banyak mengkonsumsi makanan yang
mengandung protein agar luka post operasinya cepat sembuh.
2. Perawat
Perawat diharapkan dapat memodifikasi dan mengakumulasi teknik
management nyeri menjadi lebih bervariasi dan efektif .
3. Institusi Pelayanan Kesehatan
Institusi Pelayanan Kesehatan diharapkan dapat menambahkan fasilitas yang
lebih canggih untuk pemeriksaan diagnostik pada pasien cedera kepala yaitu
MRI (Magnetic Resonance Imaging).
65
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, A,A. 2012. “Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Pendekatan Kurikulum
Berbasis Kompetensi”. Surabaya : Health Books Publishing.
Moorhead, S., Johnson, M., dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC).
Singapore : Elsevier Ltd.
Perry & Potter. 2006. Buku ajar fundamental keperawatan konsep, proses dan
praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.
66