Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

PADA PASIEN Tn. ST DENGAN OSTEOARTHRITIS

DI RUANG LEGONG RSD MANGUSADA

TANGGAL 11-14 OKTOBER 2021

Oleh :

KADEK YUNI WIDHIASTARI


C2221103

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BINA USADA BALI

2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

PADA PASIEN Tn. ST DI RUANG LEGONG RSD MANGUSADA

TANGGAL 11-14 OKTOBER 2021

Diajukan Oleh:

KADEK YUNI WIDHIASTARI,S.Kep

C2221103

Telah Disahkan Sebagai Laporan Praktik

Stase Keperawatan Gerontik di Minggu Kedua

Diajukan Oleh :
Kadek Yuni Widhiastari
C2221103

Mengetahui Mengetahui
Perseptor Klinik Perseptor Akademik

Ns. IA Putu Dewi Pradnyani, S.Kep Ns. Ni Luh Putu Dian Yunita Sari, M.Kep,Sp.Kep.Kom
NIP : 197502181996032003 NIK.16.02.0083

Mengetahui
STIKES Bina Usada Bali
Program Studi Profesi Ners
Ketua

(Ns.I Putu Artha Wijaya,S.Kep.,M.Kep)


NIK:11.01.0045
LAPORAN PENDAHULUAN OSTEOARTHRITIS

A. Konsep Dasar Penyakit


1.Perubahan yang terjadi pada sistem muskuloskletal lansia dan dampaknya

1.1 Definisi Lansia


Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU
No.13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah
seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk,
2008:32).
Keberadaan usia lanjut ditandai dengan umur harapan hidup yang
semakin meningkat dari tahun ke tahun, hal tersebut membutuhkan upaya
pemeliharaan serta peningkatan kesehatan dalam rangka mencapai masa
tua yang sehat, bahagia, berdaya guna, dan produktif (Pasal 19 UU No.
23 Tahun 1992 tentang kesehatan) (Maryam dkk, 2008:31).
Usia lanjut dapat dikatakan usia emas karena tidak semua orang
dapat mencapai usia tersebut, maka orang berusia lanjut memerlukan
tindakan keperawatan, baik yang bersifat promotif maupun preventif,
agar ia dapat menikmati masa usia emas serta menjadi usia lanjut yang
berguna dan bahagia (Maryam dkk, 2008:32).

1.2 Proses Menua


Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti
dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita
(Constantinides, 1994). Ini merupakan proses yang terus-menerus
(berlanjut) secara alami. Ini dimulai sejak lahir dan umumnya dialami
pada semua makhluk hidup (Bandiyah, 2009:13).
Menjadi Tua (MENUA) adalah suatu keadaan yang terjadi
didalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang
hidup yang tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai
sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang
berarti seseorang telah melalui tahap-tahap kehidupannya, yaitu
neonatus, toodler, pra school, school, remaja, dewasa dan lansia. Tahap
berbeda ini dimulai baik secara biologis maupun psikologis (Padila,
2013:6). Menurut WHO dan Undang-Undang No. 13 tahun 1998
tentang kesejahteraan lanjut usia pada pasal 1 ayat 2 yang menyebutkan

1
bahwa umur 60 tahun adalah usia permulaan tua. Menua bukanlah suatu
penyakit, akan tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur
mengakibatkan perubahan yang kumulatif, merupakan proses
menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam
dan luar tubuh yang berakhir dengan kematian (Padila, 2013:6).

1.3 Batasan Lanjut Usia


1. Batasan umur lansia menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) lanjut
usia meliputi :
a. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59
tahun.
b. Lanjut usia (elderly) = antara 60 sampai 74 tahun.
c. Lanjut usia tua (old) = antara 75 sampai 90 tahun.
d. Usia sangat tua (very old) = diatas 90 tahun.
2. Menurut Setyonegoro, dalam Padila (2013) :
a. Usia dewasa muda (elderly adulthood) usia 18/20-25 tahun
b. Usia dewasa penuh (medlle years) atau maturitas usia 25-60/65
tahun
c. Lanjut usia (geriatric age) usia > 65/70 tahun, terbagi atas :
1) Young old (usia 70-75)
2) Old (usia 75-80)
3) Very old (usia >80 tahun)
3. Menurut Bee (1996) dalam padila (2013), bahwa tahapan masa
dewasa adalah sebagai berikut :
a. Masa dewasa muda (usia 18-25 tahun)
b. Masa dewasa awal (usia 26-40 tahun)
c. Masa dewasa tengah (usia 41-65 tahun)
d. Masa dewasa lanjut (usia 66-75 tahun)
e. Masa dewasa sangat lanjut (usia > 75 tahun)
Di Indonesia, batasan mengenai lanjut usia adalah 60 tahun ke atas,
dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan
Lanjut Usia pada Bab1 Pasal 1 Ayat 2. Menurut Undang-Undang tersebut
di atas lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas,
baik pria maupun wanita (Padila, 2013:4).

1.4 Teori proses menua


Sampai saat ini, banyak definisi dan teori yang menjelaskan
tentang proses menua yang tidak seragam. Proses menua bersifat

2
individual, dimana proses menua pada setiap orang terjadi dengan usia
yang berbeda, dan tidak ada satu faktor pun yang ditemukan dalam
mencegah proses menua. Adakalanya seseorang belum tergolong tua
(masih muda) tetapi telah menunjukan kekurangan yang mencolok.
Adapula orang yang tergolong lanjut usia penampilannya masih sehat,
bugar, badan tegap, akan tetapi meskipun demikian harus diakui bahwa
ada berbagai penyakit yang sering dialami oleh lanjut usia. Misalnya,
hipertensi, diabetes, rematik, asam urat, dimensia senilis, sakit ginjal
(Padila, 2013:7).
Teori-teori tentang penuaan sudah banyak yang dikemukakan,
namun tidak semuanya bisa diterima. Teori-teori itu dapat digolongkan
dalam dua kelompok, yaitu yang termasuk kelompok teori biologis dan
teori psikososial (Padila, 2013:7).

1) Teori biologis
a) Teori jam genetik
Menurut Hay ick (1965) dalam Padila (2013), secara genetik
sudah terprogram bahwa material didalam inti sel dikatakan
bagaikan memiliki jam genetis terkait dengan frekuensi mitosis.
Teori ini didasarkan pada kenyataan bahwa spesies-spesies
tertentu memiliki harapan hidup (life span) yang tertentu pula.
Manusia yang memiliki rentang kehidupan maksimal sekitar 110
tahun, sel-selnya diperkirakan hanya mampu membelah sekitar 50
kali, sesudah itu akan mengalami deteriorasi.
b) Teori cross-linkage (rantai silang)
Kolagen yang merupakan usur penyusunan tulang diantaranya
susunan molekular, lama kelamaan akan meningkat kekakuanya
(tidak elastis). Hal ini disebabkan oleh karena sel-sel yang sudah
tua dan reaksi kimianya menyebabkan jaringan yang sangat kuat
(Padila, 2013:7).
c) Teori radikal bebas
Radikal bebas merusak membran sel yang menyebabkan
kerusakan dan kemunduran secara fisik (Padila, 2013:8).
d) Teori imunologi
a. Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat di produksi
suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak dapat
tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi
lemah.

3
b. System immune menjadi kurang efektif dalam
mempertahankan diri, regulasi dan responsibilitas (Padila,
2013:8).
e) Teori stress-adaptasi
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasanya digunakan
tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan
kestabilan lingkungan internal kelebihan usaha dan stress
menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai (Padila, 2013:8).
f) Teori wear and tear (pemakaian dan rusak)
Kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah
(terpakai) (Padila, 2013:8).
2) Teori psikososial
a. Teori integritas ego
Teori perkembangan ini mengidentifikasi tugas-tugas yang harus
dicapai dalam tiap tahap pekembangan. Tugas perkembangan
terakhir merefleksikan kehidupan seseorang dan pencapaiannya.
Hasil akhir dari penyelesaian konflik antara integritas ego dan
keputusasaan adalah kebebasan (Padila, 2013:8).
b. Teori stabilitas personal
Kepribadian seseorang terbentuk pada masa kanak-kanak dan
tetap bertahan secara stabil. Perubahan yang radikal pada usia tua
bisa jadi mengindikasikan penyakit otak (Padila, 2013:9).
3) Teori Sosiokultural
Teori yang merupakan teori sosiokultural adalah sebagai berikut :
a. Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia,
seseorang berangsuran-angsur mulai melepaskan diri dari
kehidupan sosialnya, atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya.
Hal ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun,
sehingga sering terjadi kehilangan ganda meliputi :
1. Kehilangan peran
2. Hambatan kontak sosial
3. Berkurangnya komitmen
b. Teori aktifitas
Teori ini menyatakan bahwa penuaan yang sukses tergantung dari
bagaimana seorang lanjut usia merasakan kepuasan dalam
beraktifitas dan mempertahankan aktifitas tersebut selama

4
mungkin. Adapun kualitas aktifitas tersebut lebih penting
dibandingkan kuantitas aktifitas yang dilakukan (Padila, 2013:9).
4) Teori konsekuensi fungsional
Teori yang merupakan teori fungsional adalah sebagai berikut :
1. Teori ini mengatakan tentang konsekuensi fungsional usia lanjut
yang behubungan dengan perubahan-perubahan karena usia dan
faktor resiko bertambah.
2. Tanpa intervensi maka beberapa konsekuensi fungsional akan
negatif, dengan intervensi menjadi positif (Padila, 2013:9).

1.5 Perubahan –perubahan yang terjadi pada lanjut usia


A. Perubahan-perubahan fisik pada lansia menurut (Maryam, 2008:55) :
1) Sel
Jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh menurun, dan
cairan intraseluler menurun.
2) Kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah
menurun (menurunnya kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh
darah menurun, serta meningkatnya resistensi pembuluh darah
perifer sehingga tekanan darah meningkat (Maryam, 2008:55).
3) Respirasi
Otot-otot pernafasan kekuatannya menurun dan kaku, elastisitas
paru menurun, kapasitas residu meningkat sehingga menarik napas
lebih berat, alveoli melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan
batuk menurun, serta terjadi penyempitan pada bronkus (Maryam,
2008:55).
4) Persarafan
Saraf panca indra mengecil sehingga fungsinya menurun serta
lambat dalam merespon dan waktu bereaksi khususnya yang
berhubungan denganstress. Berkurang atau hilangnya lapisan
myelin akson, sehingga menyebabkan kurangnya respon motorik
dan reflek.
5) Muskuluskeletal
Cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh, bungkuk,
persendian membesar dan menjadi kaku, kram, tremor, dan tendon
mengerut dan mengalami sklerosis (Maryam, 2008:56).
6) Gastrointestinal

5
Esophagus melebar, asam lambung menurun, lapar menurun dan
peristaltik menurun sehingga daya absorbsi juga ikut menurun.
Ukuran lambung mengecil serta fungsi organ aksesori menurun
sehingga menyebabkan berkurangnya produksi hormone dan enzim
pencernaan (Maryam, 2008:56).
7) Pendengaran
Membrane timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran.
Tulang-tulang pendengaran mengalami kekakuan (Maryam,
2008:56).
8) Penglihatan
Respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun,
akomodasi menurun, lapang pandang menurun, dan katarak.
9) Kulit
Keriput serta kulit kepala dan rambut menipis. Rambut dalam
hidung dan telinga menebal. Elastisitas menurun, vaskularisasi
menurun, rambut memutih (uban), kelenjar keringat menurun, kuku
keras dan rapuh, serta kuku kaki tumbuh berlebihan seperti tanduk
(Maryam, 2008:57).

2. Definisi
Osteorathritis merupakan penyakit sendi degenerative yang
berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut dan
pergelangan kaki paling sering terkena OA (Sudoyo Aru dkk, 2009 dalam
Nurarif dkk, 2015)
Osteoartritis adalah gangguan pada sendi yang bergerak.
Penyakit ini bersifat kronik, berjalan progresif lambat, dan abrasi rawan
sendi dan adanya gangguan pembentukan tulang baru pada permukaan
persendian.
Osteoartritis adalah bentuk atritis yang paling umum, dengan
jumlah pasiennya sedikit melampui separuh jumlah pasien
arthritis.Osteoartritis adalah penyakit peradangan sendi yang sering
muncul pada usia lanjut. Jarang dijumpai pada usia dibawah 40 tahun dan
lebih sering dijumpai pada usia diatas 60 tahun.
Osteoartritis juga dikenal dengan nama osteoartrosi , yaitu
melemahnya tulang rawan pada engsel yang dapat terjadi di engsel
manapun di sekujur tubuh. Tapi umumnya, penyakit ini terjadi pada siku
tangan, lutut, pinggang dan pinggul.

6
3. Klasifikasi
Osteoartritis dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu, OA
Primer dan OA sekunder. OA primer disebut idiopatik, disebabkan karena
adanya faktor genetik yaitu adanya abnormalitas kolagen sehingga mudah
rusak. Sedangkan OA sekunder adalah OA yang didasari oleh kelainan
seperti kelainan endokrin, trauma, kegemukan, dan inflamasi.

4. Etiologi
Osteoartritis terjadi karena tulang rawan yang menjadi ujung
dari tulang yang bersambung dengan tulang lain menurun fungsinya.
Permukaan halus tulang rawan ini menjadi kasar dan menyebabkan iritasi.
Jika tulang rawan ini sudah kasar seluruhnya, akhirnya tulang akan
bertemu tulang yang menyebabkan pangkal tulang menjadi rusak dan
gerakan pada sambungan akan menyebabkan nyeri dan ngilu.Beberapa
faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis antara lain adalah :
1) Umur.
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoarthritis faktor ketuaan
adalah yang terkuat. Prevalensi dan beratnya orteoartritis semakin
meningkat dengan bertambahnya umur. Osteoartritis hampir tak pernah
pada anak-anak, jarang pada umur dibawah 40 tahun dan sering pada
umur diatas 60 tahun.
2) Jenis Kelamin.
Wanita lebih sering terkena osteoartritis lutut dan sendi , dan lelaki
lebih sering terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher.
Secara keseluruhan dibawah 45 tahun frekuensi osteoartritis kurang
lebih sama pada laki dan wanita tetapi diatas 50 tahun frekuensi
oeteoartritis lebih banyak pada wanita dari pada pria hal ini
menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis osteoartritis.
3) Riwayat Trauma sebelumnya
Trauma pada suatu sendi yang terjadi sebelumnya, biasa
mengakibatkanmalformasi sendi yang akan meningkatkan resiko
terjadinya osteoartritis. trauma berpengaruh terhadap kartilago artikuler,
ligamen ataupun menikus yang menyebabkan biomekanika sendi
menjadi abnormal dan memicu terjadinya degenerasi premature.
4) Pekerjaan
Osteoartritis lebih sering terjadi pada mereka yang pekerjaannnya
sering memberikan tekananan pada sendi-sendi tertentu. Jenis pekerjaan

7
juga mempengaruhi sendi mana yang cenderung terkena osteoartritis.
sebagai contoh, pada tukang jahit, osteoartritis lebih sering terjadi di
daerah lutut, sedangkan pada buruh bangunan sering terjadi pada daerah
pinggang.
5) Kegemukan
Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya
resiko untuk timbulnya osteoartritis baik pada wanita maupun pada pria.
Kegemukan ternyata tak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada
sendi yang menanggung beban, tapi juga dengan osteoartritis sendi lain
(tangan atau sternoklavikula). Pada kondisi ini terjadi peningkatan
beban mekanis pada tulang dan sendi.
6) Faktor Gaya hidup
Banyak penelitian telah membuktikan bahwa faktor gaya hidup mampu
mengakibatkan seseorang mengalami osteoartritis. contohnya adalah
kebiasaan buruk merokok.Merokok dapat meningkatkan kandungan
karbon monoksida dalam darah, menyebabkan jaringan kekurangan
oksigen dan dapat menghambat pembentukan tulang rawan
7) Genetic
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis missal, pada
ibu dari seorang wanita dengan osteoartritis pada sendi-sendi inter
falang distal terdapat dua kali lebih sering osteoartritis pada sendi-sendi
tersebut, dan anak-anaknya perempuan cenderung mempunyai tiga kali
lebih sering dari pada ibu dan anak perempuan dari wanita tanpa
osteoarthritis.
8) Suku.
Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada osteoartritis nampaknya
terdapat perbedaan diantara masing-masing suku bangsa, misalnya
osteoartritis paha lebih jarang diantara orang-orang kulit hitam dan Asia
dari pada kaukasia. Osteoartritis lebih sering dijumpai pada orang–
orang Amerika asli (Indian) dari pada orang kulit putih. Hal ini
mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan
pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan.

5. Patofsiologi
Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik,
tidak meradang dan progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses
penuaan, rawan sendi mengalami kemunduran dan degenerasi disertai

8
dengan pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi sendi.Proses degenerasi
ini disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit yang merupakan unsur
penting rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga diawali oleh stress
biomekanik tertentu. Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan
dipecahnya polisakarida protein yang membentuk matriks di sekeliling
kondrosit sehingga mengakibatkan kerusakan tulang rawan. Sendi yang
paling sering terkena adalah sendi yang harus menanggung berat badan,
seperti panggul lutut dan kolumna vertebralis. Sendi interfalanga distal dan
proksimasi.

Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya


gerakan. Hal ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau
diakibatkan penyempitan ruang sendi atau kurang digunakannya sendi
tersebut. Perubahan-perubahan degeneratif yang mengakibatkan karena
peristiwa-peristiwa tertentu misalnya cedera sendi infeksi sendi deformitas
congenital dan penyakit peradangan sendi lainnya akan menyebabkan
trauma pada kartilago yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik sehingga
menyebabkan fraktur ada ligamen atau adanya perubahan metabolisme
sendi yang pada akhirnya mengakibatkan tulang rawan mengalami erosi
dan kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi penyempitan ronggasendi
yang menyebabkan nyeri, kaki kripitasi, deformitas, adanya hipertropi atau
nodulus
Proses Penuaan
PATHWAY Trauma

- Intrinsik
Pemecahan Perubahan - Ekstrinsik
kondrosit Komponen sendi

- Kolagen Perubahan
metabolisme sendi
Proses penyakit - Progteogtikasi
degeneratif - Jaringan sub
kondrial
yang panjang

MK: Pengeluaran
Kerusakan enzim lisosom
Penatalaksanaan
lingkungan
Kerusakan
- Kurang
kemampuan matrik kartilago
mengingat
- Kesalahan Penebalan Perubahan
interpretasi tulang sendi fungsi sendi

Penyempitan Deformitas
MK: Kurang rongga sendi sendi
pengetahuan Kontraktur
- Penurunan 9 MK: Kerusakan
Kekuatan mobilytas fisik
- nyeri
6. Gejala Klinis
1) Nyeri sendi, keluhan utama dan cenderung memiliki onset yang
perlahan.
2) Hambatan gerak sendi, gangguan ini biasanya semakin berat dengan
pelan-pelan sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri.
3) Nyeri bertambah dengan aktifitas, membaik dengan istirahat , terasa
paling nyeri pada akhir , dan seiring dengan memburuknya penyakit,
menjadi semakin parah, sampai pada tahap dimana pergerakan minimal
saja sudah menimbulkan rasa nyeri dan biasa menganggu tidur
4) Kekakuan paling ringan pada pagi hari namun terjadi berulang-ulang
sepanjang hari dengan periode istirahat.
5) Krepitasi, rasa gemeretak (kadang-kadang dapat terdengar) pada sendi
yang sakit
6) Pembesaran sendi (deformitas)
7) Perubahan gaya berjalan
8) Tanda-tanda peradangan pada sendi (nyeri tekan , gangguan gerak, rasa
hangat yang merata dan warna kemerahan).
(Nurarif dkk, 2015)

Gambar : perbandingan sendi sehat dengan sendi yang terkena osteoarthritis

7. Pemeriksaan Diagnostik
Terdapat beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk
lebih mendukung adanya Osteoartritis, antara lain sebagai berikut :
1) Foto polos sendi (Rontgent) menunjukkan penurunan progresif massa
kartilago sendi sebagai penyempitan rongga sendi, destruksi tulang,
pembentukan osteofit (tonjolan-tonjolan kecil pada tulang), perubahan
bentuk sendi, dan destruksi tulang.
2) Pemeriksaan cairan sendi dapat dijumpai peningkatan kekentalan cairan
sendi.

10
3) Pemeriksaan artroskopi dapat memperlihatkan destruksi tulang rawan
sebelum tampak di foto polos.
4) Pemeriksaan Laboratorium: Osteoatritis adalah gangguan atritis local,
sehingga tidak ada pemeriksaan darah khusus untuk menegakkan
diagnosis. Uji laboratorium adakalanya dipakai untuk menyingkirkan
bentuk-bentuk atritis lainnya. Faktor rheumatoid bisa ditemukan dalam
serum, karena factor ini meningkat secara normal paa peningkatan usia.
Laju endap darah eritrosit mungkin akan meningkat apabila ada
sinovitis yang luas.

8. Penatalaksanaan
1) Obat obatan
Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas untuk
osteoartritis, oleh karena patogenesisnya yang belum jelas, obat yang
diberikan bertujuan untuk mengurangi rasa sakit, meningkatkan
mobilitas dan mengurangi ketidak mampuan. Obat-obat anti
inflamasinon steroid bekerja sebagai analgetik dan sekaligus
mengurangi sinovitis, meskipun tak dapat memperbaiki atau
menghentikan proses patologis osteoartritis.
2) Perlindungan sendi
Osteoartritis mungkin timbul atau diperkuat karena mekanisme tubuh
yang kurang baik. Perlu dihindari aktivitas yang berlebihan pada sendi
yang sakit. Pemakaian tongkat, alat-alat listrik yang dapat memperingan
kerja sendi juga perlu diperhatikan. Beban pada lutut berlebihan karena
kakai yang tertekuk (pronatio).
3) Diet
Diet untuk menurunkan berat badan pasien osteoartritis yang gemuk
harus menjadi program utama pengobatan osteoartritis. Penurunan berat
badan seringkali dapat mengurangi timbulnya keluhan dan peradangan.
4) Dukungan psikososial
Dukungan psikososial diperlukan pasien osteoartritis oleh karena
sifatnya yang menahun dan ketidakmampuannya yang ditimbulkannya.
Disatu pihak pasien ingin menyembunyikan ketidakmampuannya,
dipihak lain dia ingin orang lain turut memikirkan penyakitnya. Pasien
osteoartritis sering kali keberatan untuk memakai alat-alat pembantu
karena factor-faktor psikologis.
5) Persoalan Seksual

11
Gangguan seksual dapat dijumpai pada pasien osteoartritis terutama
pada tulang belakang, paha dan lutut. Sering kali diskusi karena ini
harus dimulai dari dokter karena biasanya pasien enggan
mengutarakannya.
6) Fisioterapi
Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan osteoartritis, yang
meliputi pemakaian panas dan dingin dan program latihan ynag tepat.
Pemakaian panas yang sedang diberikan sebelum latihan untk
mengurangi rasa nyeri dan kekakuan.Pada sendi yang masih aktif
sebaiknya diberi dingin dan obat-obat gosok jangan dipakai sebelum
pamanasan. Berbagai sumber panas dapat dipakai seperti Hidrokolator,
bantalan elektrik, ultrasonic, inframerah, mandi paraffin dan mandi dari
pancuran panas.
Program latihan bertujuan untuk memperbaiki gerak sendi dan
memperkuat otot yang biasanya atropik pada sekitar sendi osteoartritis.
Latihan isometric lebih baik dari pada isotonic karena mengurangi
tegangan pada sendi. Atropi rawan sendi dan tulang yang timbul pada
tungkai yang lumpuh timbul karena berkurangnya beban ke sendi oleh
karena kontraksi otot. Oleh karena otot-otot periartikular memegang
peran penting terhadap perlindungan rawan senadi dari beban, maka
penguatan otot-otot tersebut adalah penting.
7) Operasi
Operasi perlu dipertimbangkan pada pasien osteoartritis dengan
kerusakan sendi yang nyata dengan nyeri yang menetap dan kelemahan
fungsi. Tindakan yang dilakukan adalah osteotomy untuk mengoreksi
ketidaklurusan atau ketidaksesuaian, debridement sendi untuk
menghilangkan fragmen tulang rawan sendi, pembersihan osteofit.

8) Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat osteoarthritis dapat terjadi apabila
penyakit ini tidak ditangani dengan serius. Terdapat dua macam
komplikasi yaitu:
1. Komplikasi akut berupa, osteonekrosis, Ruptur Baker Cyst, Bursitis.
2. Komplikasi kronis berupa malfungsi tulang yang signifikan, yang
terparah ialah terjadi kelumpuhan.

12
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Aktivitas/Istirahat
Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan memburuk dengan stress pada
sendi, kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi secara bilateral dan
simetris limitimasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu
senggang, pekerjaan, keletihan, malaise. Keterbatasan ruang gerak, atropi
otot, kulit: kontraktor/kelainan pada sendi dan otot.
2. Kardiovaskuler
Fenomena Raynaud dari tangan (misalnya pucat litermiten, sianosis
kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal.
3. Integritas Ego
- Faktor-faktor stress akut/kronis (misalnya finansial pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan.
- Keputusasaan dan ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan).
- Ancaman pada konsep diri, gambaran tubuh, identitas pribadi,
misalnya ketergantungan pada orang lain.
4. Makanan / Cairan
- Ketidakmampuan untuk menghasilkan atau mengkonsumsi makanan
atau cairan adekuat mual, anoreksia.
- Kesulitan untuk mengunyah, penurunan berat badan, kekeringan
pada membran mukosa.
5. Hygiene
Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan diri,
ketergantungan pada orang lain.
6. Neurosensori
Kesemutan pada tangan dan kaki, pembengkakan sendi
7. Nyeri/kenyamanan
Fase akut nyeri (kemungkinan tidak disertai dengan pembengkakan
jaringan lunak pada sendi. Rasa nyeri kronis dan kekakuan (terutama pagi
hari).
8. Keamanan
- Kulit mengkilat, tegang, nodul sub mitaneus
- Lesi kulit, ulkas kaki
- Kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga
- Demam ringan menetap
- Kekeringan pada mata dan membran mukosa

13
9. Interaksi Sosial
Kerusakan interaksi dengan keluarga atau orang lain, perubahan
peran: isolasi.
10. Penyuluhan/Pembelajaran
- Riwayat rematik pada keluarga
- Penggunaan makanan kesehatan, vitamin, penyembuhan penyakit
tanpa pengujian.
- Riwayat perikarditis, lesi tepi katup. Fibrosis pulmonal,
pkeuritis.
11. Pemeriksaan Diagnostik
- Reaksi aglutinasi: positif
- LED meningkat pesat
- protein C reaktif : positif pada masa inkubasi.
- SDP: meningkat pada proses inflamasi
- JDL: Menunjukkan ancaman sedang
- Ig (Igm & Ig G) peningkatan besar menunjukkan proses autoimun
- RO: menunjukkan pembengkakan jaringan lunak, erosi sendi,
osteoporosis pada tulang yang berdekatan, formasi kista tulang,
penyempitan ruang sendi
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen cedera kimia(inflamasi)
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskletal
3. Resiko jatuh berhubungan dengan gangguan mobilitas (kekakuan sendi,
perubahan gaya berjalan).
4. Deficit perawatan diri b.d penurunan fungsi tulang
5. Defisiensi pengetahuan b.d kurangnya informasi tentang penyakit
6. Gangguan pola tidur b.d ketidak mampuan mengontrol nyeri
7. Gangguan citra tubuh b.d deformitas tulang dan sendi
8. Intoleran aktivitas b.d kelumpuhan

14
No Diagnosa Nama/
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan Paraf
1 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan Label NIC >> Vital - Tingkat nyeri akan
berhubungan dengan keperawatan selama 2 x 24 SignsMonitoring mempengaruhi vital sign
agen cedera kimia jam diharapkan nyeri pasien.
1. Monitoring vital sign pasien
(inflamasi) ditandai pasien berkurang dengan
dengan pasien kriteria hasil:
mengeluh nyeri pada
1. Label NOC : vital sign
bahu,panggul dan
lutut dirasakan - Suhu pasien dalam
hilang timbul, pasien batas normal 36,5 OC-
mengatakan nyeri 37,5 OC
terasa seperti nyeri - Respiratory rate dalam
ditusuk-tusuk, skala batas normal 16-20
nyeri 4 (0-10),pasien x/menit

15
tampak sering - TD dalam batas normal
memegang lututnya (sistole 110-130 sedang
jika akan bangun diastole 70-90 mmHg)
- Denyut nadi radial
dalam batas normal 60-
100 x/menit

- Untuk mengetahui tingkat rasa


2. Label NOC: pain Label NIC >> pain Management
nyeri sehingga dapat
level
1. Lakukan pemeriksaan nyeri menentukan jenis tindakannya.
- Pasien melaporkan secara komprehensif, meliputi
- Dapat mencegah terjadinya
nyeri berkurang dalam lokasi nyeri, karakteristik,
faktor pencetus dan
skala 2 durasi, frekuensi, kualitas,
menentukan intervensi apabila
- Pasien tidak mengerang intensitas/penyebaran nyeri, dan
nyeri terjadi.
ataupun menangis faktor presipitasi.
terhadap rasa sakitnya 2. Lakukan kontrol terhadap faktor - Dengan teknik non-

lingkungan yang dapat farmakologis, pasien bisa

meningkatkan respons mengalihkan nyeri sehingga

ketidaknyamanan pasien rasa nyeri yang dirasakan

16
(misalnya suhu, berkurang.
pencahayaan,dan kebisingan
3. Ajarkan penggunaan teknik non-
farmakologis(misalnya :
relaksasi,terapi musik, distraksi,
acupressure, kompres hangat,
dan massage) jika
memungkinkan.

3.Label NOC:pain
Label NIC : Analgesic - Memberikan medikasi yang
control
Administration tepat.
Mendemonstrasikan teknik
1. Kaji lokasi, karakteristik, kualitas - Untuk memastikan tidak
non farmakologis untuk
dan derajat nyeri sebelum adanya riwayat alergi analgetik
meredakan rasa sakit
memberikan pasien medikasi. pada pasien.
2. Lakukan pengecekan terhadap
- Pemberian analgetik yang tepat
riwayat alergi
dapat memblok reseptor nyeri.
3. Pilih analgetik yang sesuai
4. Evaluasi keefektifan dari - Mengetahui respon atau efek

17
analgetik. obat.

2 Hambatan mobilitas Setelah diberikan askep


Label NIC>> Exercise Therapy : - Mengetahui bagian tubuh yang
fisik berhubungan selama 2x 24 jam
Joint Mobility mana mengalami keterbatasan
dengan gangguan diharapkan hambatn
muskuloskeletal mobilitas fisik pasien 1. Lakukan pengkajian mengenai pergerakan.

ditandai dengan teratasi dengan kriteria keterbatasan pergerakan sendi - Latihan fisik dapat membantu
pasien mengeluh hasil: dan fungsi sendi pasien termasuk menguragi kekakuan sendi
sulit untuk bangun kekuatan dan tonus otot. yang dialami.
Label NOC>>Joint
dengan cepat setelah
Movement: Knee 2. Informasikan kepada pasien - ROM dapat memebantu untuk
duduk,pasien
mengenai manfaatkesehatan dan mengurangi kekakuan sendi
mengeluh sering - Lutut kanan dan kiri

18
kaku pada mampu ekstensi 00 efek fisiologis yang diperoleh dari dan menghindari terjadinya
persendian di lutut - Kemampuan fleksi lutut program latihan fisisk. kontraktur pada ekstremitas.
dan bahu, pasien kanandan kiri dapat
3. Anjurkan pasien untuk Menghindari terjadinya cedera
mengatakan dipertahankan 900
melakukan latihan Range lain yang mungkin dapat
mengalami kesulitan (normal : 1300)
ofMotion (ROM) secaraaktif terjadi.
saat awal berjalan
maupun pasif sesuai indikasi
- Memberikan kesan positif pada
secara reguler.
pasien
Label NOC>> Joint 4. Lindungi pasien dari trauma

Movement :Hip selama melakukan latihan

5. Kembangkan/ berikan
- Mampu
mempertahankan fleksi reinforcement positif selama

hip dengan sebesar latihan

90odengan lutut ditekuk


(normal : 120o)
- Mampu melakukan
abduksi 45o
- Mampu melakukan

19
aduksi30o
- Mampu melakukan
rotasi dalam 40o
- Mampu melakukan
rotasi luar 45o

Label NOC >>


Label NIC >> Exercise Therapy : - Memudahkan pasien dalam
Coodinated movement
Muscle Control melakukan latihan rentang
- Kontraksi otot kuat gerak/latihan fisik.
 Bantu pasienpada posisi duduk
- Tonus otot baik
atau berdiri sesuai dengan
- Mampu mengotrol
protokol latihan, secara tepat.
keseimbangan ketika
berpindah.

20
3. Resiko jatuh Setelah diberikan asuhan
berhubungan dengan keperawatan selama 3x 24
gangguan mobilitas jam diharapkan pasien
(kekakuan sendi, tidak jatuh dengan kriteria
perubahan gaya hasil :
berjalan).
NOC Label >> Risk NIC Label >> Fall Prevention - Menentukan intervensi yang
control tepat
- Kaji kemampuan fisik dan

- Pasien mengetahui kognitif pasien yang dapat - Lingkungan yang tidak

faktor resiko jatuh. meningkatkan resiko jatuh. dipelihara dengan baik

- Pasien mampu meningkatkan resiko jatuh.


- Kaji adanya riwayat jatuh dan
mengembangkan kebiasaan pasien yang - Mengurangi faktor resiko jatuh
strategi efektif berpengaruh pada resiko jatuh.
mengontrol risiko jatuh
- Anjurkan pasien untuk
dengan meletakkan
mengurangi resiko jatuh dengan :
barang-barang yang

21
sering digunakan di memberikan penerangan pada
dekat pasien. ruangan, meletakkan barang-
- Pasien mampu barang yang sering digunakan
memonitor faktor resiko pada daerah yang mudah
lingkungan untuk dijangkau, tidak ada barang-
mencegah jatuh (lantai barang berserakan di lantai,
tidak licin,penerangan menjaga lantai tetap bersih dan
cukup, ruangan rapi tidak licin
tidak ada benda
berserakan di lantai).

NOC Label >> Balance NIC Label : Exercise Therapy:


balance
- Dapat mempertahankan - Menentukan intervensi yang
keseimbangan ketika - Kaji keseimbangan diri pasien tepat
berdiri.
- Beritahukan kepada pasien - Meningkatkan kesiapan pasien
- Dapat mempertahankan
mengenai rasional dan tujuan untuk melakukan latihan.
keseimbangan ketika
dilakukan latihan.
duduk tanpa penyangga - Meningkatkan keseimbangan

22
punggung. - Pantau respon dan keseimbangan tubuh untuk mencegah jatuh.
- Dapat mempertahankan pasien selama latihan berlangsung
- Mengetahui efektifitas latihan
keseimbangan ketika
- Ajarkan pasien melakukan latihan dan mencegah komplikasi
berdiri dengan satu
keseimbangan (balance exercise) akibat latihan.
kaki.
- Dapat mempertahankan
keseimbangan ketika
berjalan.

23
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc, Jilid 1. Jogjakarta: Mediaction.

Anonim, (2016)www.goodnerscom.files.wordpress.com (Dikases tanggal 22 Mei


2017).

Afifka, 2012. Pemberian Intervensi Senam Lansia Pada Lansia Dengan Nyeri
Lutut. Semarang: FK UNDIP

Andarmoyo, S. 2013. Konsepdan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Ar-


Ruzz Media

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT.


Rineka Cipta

Arundati, D. Dkk. 2013. Pengaruh Senam Taichi dan Senam Biasa Terhadap
Reduksi Nyeri Ostheoarthritis Lutut Pada Lansia di Panti Sosial Tresna
Werdha Gau Mabaji Gowa. Gowa: UNHAS

Bandiyah, S. 2009. Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha


Medika

Dinas Kesehatan Jawa Timur. 2010. Prevalensi Gout Arthritis.


Https://docs.google.com.Diakses pada tanggal 2 Januari 2014

Dinas Kesehatan Jombang, 2013. Profil Dinas Kesehatan Jombang

Dahlan, L. 2009. Pengaruh Back Exercise Pada Nyeri Punggung Bawah.


Surakarta: UNS

Fatkuriyah, L. 2013. Pengaruh Senam Rematik Terhadap Penurunan Nyeri Sendi


Pada Lansia di Desa Sudimoro Sidoarjo. Surabaya

Junaidi, I. 2013. Rematik dan Asam Urat. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer
Lingga, L. 2012. Bebas Penyakit Asam Urat Tanpa Obat. Jakarta: Agro Media
Pustaka

Maryam, S. Dkk. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Lansia. Jakarta: Trans Info
Media

Maryam, S, Dkk. 2010 . Posbindu lansia. Jakarta: CV. Trans Info Media

Maryam, S, Dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut Dan Perawatannya. Jakarta:


Salemba Medika

Millar, L. 2013. Progam Olahraga Arthritis. Klaten: Intan Sejati

Nursalam, 2011. Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Padila, 2013. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika

Pamungkas, 2010. Pengaruh Latihan Gerak Kaki Terhadap Penurunan Nyeri


Sendi Ekstrimitas Bawah Pada Lansia di Posyandu Lansia Sejahtera GBI
Setia Bakti Kediri. Kediri: STIKES RS Baptis

Sa’addah, D. 2013. Pengaruh Latihan Fleksi William (Stretching) Terhadap


Tingkat Nyeri Punggung Bawah Pada Lansia di Posyandu Lansia RW 2
Desa Kadungkandang Malang. Tuban: STIKES NU Tuban

Saputra, K. 2013. Pemberian Latihan Peregangan Terhadap Penurunan Nyeri


Pada Pasien Dengan Ischialgia. Denpasar: UNUD

Smeltzer dan Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC

Sudoyo, W. Dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI

Sugiyono, 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Suroto, 2004. Pengertian Senam, Manfaat Senam Dan Urutan Gerakan.


Semarang: UNDIP

Anda mungkin juga menyukai