DISUSUN OLEH :
PEGI DWI YANTIRO
NPM 21149011124
DOSEN PEMBIMBING
Ns. Dian Emiliasari,S.kep. M.kes
A. Konsep Lansia
1. Definisi Lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998 tentang
kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih
dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008:32).
Keberadaan usia lanjut ditandai dengan umur harapan hidup yang semakin
meningkat dari tahun ke tahun, hal tersebut membutuhkan upaya pemeliharaan serta
peningkatan kesehatan dalam rangka mencapai masa tua yang sehat, bahagia, berdaya
guna, dan produktif (Pasal 19 UU No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan) (Maryam dkk,
2008:31).
Usia lanjut dapat dikatakan usia emas karena tidak semua orang dapat mencapai
usia tersebut, maka orang berusia lanjut memerlukan tindakan keperawatan, baik yang
bersifat promotif maupun preventif, agar ia dapat menikmati masa usia emas serta
menjadi usia lanjut yang berguna dan bahagia (Maryam dkk, 2008:32).
2. Proses Menua
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan
yang diderita (Constantinides, 1994). Ini merupakan proses yang terus-menerus
(berlanjut) secara alami. Ini dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua
makhluk hidup (Bandiyah, 2009:13).
Menjadi Tua (MENUA) adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan
manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup yang tidak hanya dimulai
dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua
merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tahap-tahap
kehidupannya, yaitu neonatus, toodler, pra school, school, remaja, dewasa dan lansia.
Tahap berbeda ini dimulai baik secara biologis maupun psikologis (Padila, 2013:6).
Menurut WHO dan Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan
lanjut usia pada pasal 1 ayat 2 yang menyebutkan bahwa umur 60 tahun adalah usia
permulaan tua. Menua bukanlah suatu penyakit, akan tetapi merupakan proses yang
berangsur-angsur mengakibatkan perubahan yang kumulatif, merupakan proses
menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh
yang berakhir dengan kematian (Padila, 2013:6).
1) Teori biologis
a. Teori jam genetik
Menurut Hay ick (1965) dalam Padila (2013), secara genetik sudah terprogram
bahwa material didalam inti sel dikatakan bagaikan memiliki jam genetis terkait
dengan frekuensi mitosis. Teori ini didasarkan pada kenyataan bahwa spesies-
spesies tertentu memiliki harapan hidup (life span) yang tertentu pula. Manusia
yang memiliki rentang kehidupan maksimal sekitar 110 tahun, sel-selnya
diperkirakan hanya mampu membelah sekitar 50 kali, sesudah itu akan
mengalami deteriorasi.
b. Teori cross-linkage (rantai silang)
Kolagen yang merupakan usur penyusunan tulang diantaranya susunan
molekular, lama kelamaan akan meningkat kekakuanya (tidak elastis). Hal ini
disebabkan oleh karena sel-sel yang sudah tua dan reaksi kimianya
menyebabkan jaringan yang sangat kuat (Padila, 2013:7).
c. Teori radikal bebas
Radikal bebas merusak membran sel yang menyebabkan kerusakan dan
kemunduran secara fisik (Padila, 2013:8).
d. Teori imunologi
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat di produksi suatu zat khusus.
Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak dapat tahan terhadap zat tersebut
sehingga jaringan tubuh menjadi lemah.
System immune menjadi kurang efektif dalam mempertahankan diri, regulasi
dan responsibilitas (Padila, 2013:8).
e. Teori stress-adaptasi
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasanya digunakan tubuh.
Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal
kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai (Padila,
2013:8).
f. Teori wear and tear (pemakaian dan rusak)
Kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah (terpakai) (Padila,
2013:8).
2) Teori psikososial
a) Teori integritas ego
Teori perkembangan ini mengidentifikasi tugas-tugas yang harus dicapai dalam
tiap tahap pekembangan. Tugas perkembangan terakhir merefleksikan
kehidupan seseorang dan pencapaiannya. Hasil akhir dari penyelesaian konflik
antara integritas ego dan keputusasaan adalah kebebasan (Padila, 2013:8)
b) Teori stabilitas personal
Kepribadian seseorang terbentuk pada masa kanak-kanak dan tetap bertahan
secara stabil. Perubahan yang radikal pada usia tua bisa jadi mengindikasikan
penyakit otak (Padila, 2013:9).
3) Teori Sosiokultural
Teori yang merupakan teori sosiokultural adalah sebagai berikut :
a. Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang berangsuran-
angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya, atau menarik diri dari
pergaulan sekitarnya. Hal ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun,
sehingga sering terjadi kehilangan ganda meliputi :
1. Kehilangan peran
2. Hambatan kontak sosial
3. Berkurangnya komitmen
b. Teori aktifitas
Teori ini menyatakan bahwa penuaan yang sukses tergantung dari bagaimana
seorang lanjut usia merasakan kepuasan dalam beraktifitas dan mempertahankan
aktifitas tersebut selama mungkin. Adapun kualitas aktifitas tersebut lebih
penting dibandingkan kuantitas aktifitas yang dilakukan (Padila, 2013:9).
4) Teori konsekuensi fungsional
Teori yang merupakan teori fungsional adalah sebagai berikut :Teori ini
mengatakan tentang konsekuensi fungsional usia lanjut yang behubungan
dengan perubahan-perubahan karena usia dan faktor resiko bertambah.Tanpa
intervensi maka beberapa konsekuensi fungsional akan negatif, dengan
intervensi menjadi positif (Padila, 2013:9).
A. Pengertian
Keperawatan gerontik adalah spesialis keperawatan usia lanjut yang dapat
menjalankan pada tiap tatanan pelayanan ( di rumah sakit rumah, dan panti ) dengan
menggunakan pengetahuan, keahlian, dan keterampilan merawat untuk meningkatkan
fungsi optimal para lansia secara komprehensif. ( lueckerotte,2000) Keperawatan
Gerontik adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu dan
kiat/teknik keperawatan yang berbentuk bio-psiko-sosio-spritual dan kultural yang
holistik, ditujukan pada klien lanjut usia, baik sehat maupun sakit pada tingkat individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat.
Keperawatan gerontik adalah suatu bentuk pelayanan keperawatan yang
professional dengan menggunakan ilmu dan kiat keperawatan gerontik, mencakup
biopsikososial dan spiritual, dimana klien adalah orang yang telah berusia > 60 tahun,
baik yang kondisinya sehat maupun sakit .
B. Tujuan
Tujuan keperawatan gerontik adalah memenuhi kenyamanan lansia,
mempertahankan fungsi tubuh serta membantu lansia menghadapi kematian dengan
tenang dan damai melalui ilmu dan teknik keperawatan gerontik.
Apa yang merupakan tanggung-jawab etis khusus perawat yang merawat perempuan
lansia?
Beberapa pendapat menyatakan bahwa masyarakat dan anggotanya membawa
tanggung-jawab khusus untuk menanggapi kebutuhan populasi yang rentan. Menurut
salah satu pendapat suatu kewajiban untuk melindungi seseorang di bawah ancaman
bahaya diterapkan tidak hanya untuk kesejahteraan material yang berbahaya, tetapi
terhadap perasaan, citra diri, atau kehormatan diri terutama yang rentan terhadap cedera.
Berkembangnya argumentasi ini pada pelayanan kesehatan, bisa menjadikan
anggapan bahwa perawat dan para tenaga kesehatan lainnya mempunyai kewajiban
lebih kuat terhadap pasien lansia. Mengingat semua pasien rentan karena penyakit
mereka, pasien lansia berada pada risiko ganda. Mereka mudah terkena serangan tidak
hanya berdasarkan keadaan sakit, tetapi juga karena menjadi lebih tua di dalam suatu
masyarakat yang mengevaluasikan dan mendiskriminasikan lansia.
Perempuan lansia bahkan lebih peka karena stereotip negatif penuaan, mungkin
lebih kasar berlaku untuk mereka dan memungkin lebih berbahaya ketika diterapkan.
Keadaan pasien seperti itu didasarkan kepada diskriminasi jenis kelamin dalam
masyarakat yang lebih besar dan dalam lingkungan pelayanan kesehatan. Berdasarkan
pertimbangan tersebut, beberapa pakar menghimbau perawat gerontik dan tenaga
kesehatan lain yang memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien lansia
mempunyai tanggung jawab untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Menentang mitos dan pandangan streotip dihubungkan dengan penuaan
2. Membedakan suatu ciri proses penuaan yang sehat dari penyak
3. Memeriksa faktor psikologis sosial dan biologis yang mempengaruhi penuaan yang
sehat
4. Mengembangkan strategi untuk melindungi, meningkatkan, dan memelihara
kesehatan wanita lanjut usia
5. Memurnikan suatu konsep kesehatan fungsional dengan mengetahui pribadi, juga
sumber daya lingkungan dan menekankan potensi pertumbuhan penuaan wanita pada
semua tingkat kesehatan.
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap
seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu sistem. Peran dipengaruhi oleh keadaan
sosial, baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari
perilaku yang diharapkan dari seesorang pada situasi sosial tertentu (Kozier Barbara,
1995).
Peran perawat yang dimaksud adalah cara untuk menyatakan aktifitas perawat
dalam praktik, dimana telah menyelesaikan pendidikan formalnya yang diakui dan
diberi kewenangan oleh pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung
keperawatan secara professional sesuai dengan kode etik professional. Dimana setiap
peran yang dinyatakan sebagai ciri terpisah demi untuk kejelasan Dalam prakteknya
keperawatan gerontik meliputi peran dan fungsinya sebagai berikut:
8. Sebagai Caring
Tanggung-jawab etis seorang perawat secara umum telah diuraikan dalam
kaitannya dengan caring dan perlindungan. Reverby melacak sejarah keperawatan
Amerika pada awal abad ke-19. Selama waktu tersebut, hampir tiap-tiap perempuan
menghabiskan sebagian dari hidupnya untuk memperhatikan macam-macam penyakit
dan kelemahan teman-teman dan sanak keluarga. Pada saat keperawatan dikenal sebagai
suatu pekerjaan professional dan tempat dalam merawat dipindahkan dari rumah sakit,
tugas merawat ditafsirkan berarti ketaatan terhadap perintah dokter.
Menurut Reverby, caring keperawatan baru-baru ini telah mengalami suatu
perubahan bentuk. Berbeda dari sebelumnya, sekarang akan ditemui perawat menuntut
hak untuk menentukan bagaimana tugas merawat didapatkan. Sekarang perawat
menginginkan suatu model caring yang menyertakan hak-hak terhadap otonomi dengan
nilai-nilai ideal tradisional mengenai hubungan dan azas mengutamakan orang lain.
Pakar teori ilmu perawatan modern yang melanjutkan untuk mengidentifikasi caring
sebagai hal yang utama untuk merawat juga menekankan bahwa teori ilmu keperawatan
itu harus dibangun dari praktek keperawatan dibandingkan dengan gambaran ideal
dalam keperawatan.
Benner dan Wrubel sebagai contoh, mengembangkan penafsiran teori caring
keperawatan dari pengamatan empiris dalam praktik keperawatan. Mereka
mendefenisikan caring sebagai suatu perhatian kepada orang lain, peristiwa, pekerjaan,
dan hal-hal lain. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa caring memungkinkan untuk
keperawatan karena memadukan pemikiran, perasaaan, dan tindakan serta memberikan
arah dan motivasi untuk perawat. Swanson juga mengemukan suatu model induktif
caring.
Menurut model ini, caring memberikan bantuan dengan suatu cara yang memelihara
martabat manusia, mempertahankan kemanusiaan, dan menghindari penurunan status
moral seseorang. Caring, menurut Swanson, melibatkan lima komponen:
a) Mengetahui atau berusaha keras untuk memahami suatu peristiwa sebagai
sesuatu yang yang mempunyai arti dalam hidup orang lain
b) Mendukung atau menunjukan keberadaan secara emosional kepada yang lain
c) Mengurus atau melakukan sehingga orang lain akan melakukan untuk dirinya
jika itu mungkin
d) Memungkinkan atau memudahkan orang lain melalui pergantian hidup dan
peristiwa yang lazim
e) Mempertahankan kepercayaan yang mengisyaratkan kepercayaan dalam
kapasitas lain untuk melalui suatu pergantian atau peristiwa untuk menghadapi
masa depan yang terpenuhi.
Walaupun sebagai keperawatan sering dihubungkan dengan fungsi pelayanan,
baik dokter maupun perawat peduli tentang dan untuk pasien dan caring adalah pusat
tujuan pelayanan kesehatan yang etis. Selain itu, karena keterampilan untuk perawat
secara medis dan secara teknis lompleks. Praktek keperawatan telah meningkat dari
keperawatan domestik yang lebih sederhana di dalam rumah menjadi pembedahan dan
anastesi didalam unit perawatan intensif (UFI) yang modern. Akhirnya, caring dan tidak
hanya meliputi membantu orang lain, tapi juga menahan diri dari mengunakan berbagai
bentuk terapi dan pengobatan.
9. Sebagai Advokasi
Sebagai advokat klien, perawat berfungsi sebagai penghubung antara klien
dengan tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan klien, membela
kepentingan klien dan klien memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang
diberikan oleh tim kesehatan dengan pendekatan tradisional maupun profesional. Peran
advokasi sekaligus mengharuskan perawat bertindak sebagai narasumber dan fasilitator
dalam tahap pengambilan keputusan terhadap upaya kesehatan yang harus dijalani oleh
klien. Dalam menjalankan peran sebagai advokat (pembela klien) perawat harus dapat
melindungi dan memfasilitasi keluarga dan masyarakat dalam pelayanan keperawatan.
Bertentangan dengan beberapa ahli yang memandang caring sebagai pusat
keperawatan. Anas membantah bahwa suatu kiasan baru mengenai keprawatan sebagai
advokasi harus menggantikan model tradisional sedangkan model keperawatan
menekankan tanggapan untuk memberikan respon terhadap rasa sakit dan penderitaan,
advokasi, menekankan rasa hormat pada pasien dan mempertahankan hak hukum pasien.
Pada model ini, perawat secara ideal memiliki pengetahuan tentang hak-hak pasien dan
bersiap untuk meredam perselisihan dengan maksud untuk perlindungan dan
melindungi pasien terhadap penyalahgunaan hak-hak.
Secara khusus, hak-hak yang harus dilindungi oleh perawat meliputi hal-hal
yang dilindungi oleh perawat meliputi hal-hal yang termaksud dalam American hospital
Ascociation Bill of Right yang dinyatakan pada tahun 1973 .
Hak – hak pasien :
a) Pasien mempunyai hak untuk mendapat perhatian dan pelayanan yang
terhormat.
b) Pasien mempunyai hak untuk memperoleh informasi yang lengkap yang
berdasarkan hasil diagnosis, pengobatan dan prognosis dari dokternya sehingga
pasien paham
c) Pasien mempunyai hak untuk menerima informasi yang diperlukan dari
dokternya untuk persetujuan tindakan sebelum memulai segala prosedur dan
pengobatan. d. Pasien mempunyai hak untuk menolak perawatan yang diberikan
secara hukum dan untuk diberitahukan konsekuensi medis dari tindakan
tersebut.
d) Pasien mempunyai hak untuk setiap pertimbangan privasinya mengenai program
perawatan medik sendiri f. Pasien mempunyai hak untuk mengharapkan bahwa
semua percakapan dan catatan yang menyangkut perawatan dirinya harus di jaga
kerahasiannya.
e) Pasien mempunyai hak untuk mengharapkan bahwa pihak rumah sakit di dalam
kapasitasnya mampu memberikan tanggapan yang beralasan terhadap
permintaan pasien untuk jasa pelayan yang diperlukan.
f) Pasien mempunyai hak untuk memperoleh informasi seperti hubungn rumah
sakit terhadap pelayanan kesehatan lain dan instusi pendidikan sepanjang
perawatan nya diperhatikan
g) Pasien mempunyai hak untuk di berikan pertimbangan jika rumah sakit
mengusulkan untuk mengikut sertakan dalam percobaan manusia yang
mempengaruhi perawatan atau pengbatan.
h) Pasien mempunyai hak untuk mengharapkan perawatan yang berkesinambungan.
i) Pasien mempunyai hak untuk memeriksa dan menerima suatu penjelasan secara
terperinci mengnai jumlah tagihan rekening yang harus di bayar.
j) Pasien mempunyai hak untuk mengatahui peraturan rumah sakit yang berlaku
berkaitan dengan kedudukannya sebagai seorang pasien.
Sesuai dengan model perawat sebagai advokat pasien, terdapat revisi dalam
international Council of Nurses Code of Etic yang menekankan tanggunag jawab
perawat yang utama kepada orang yang memerlukan asuhan keperawatan. Pengkajian
terbaru mengenai advokasi perawatan untuk masa sekarang lebih dikosentrasikan
terhadap kebutuhan untuk meninjau kembali status hukum untuk mendukung advokasi
perawat dan kebutuhan untuk memperluas pendidikan yang memungkinkan perawat
untuk menyelesaikan suatu peran advokasi yang lebih efektif. Pengkajian lainnya,
membantah bahwa advokasi itu harus ditafsirkan dalam arti untuk membantu orang lain
untuk melatih kebebasan untuk benar-benar menentukan nasibnya sendiri.
Maka dapat dipahami advokasi berbeda dari kedua-duanya baik praktek paternalisti
yang membantasi kebebasan individu maupun dari perlindungan konsumen, yang
menyiratkan nasehat hanya secara teknis untuk memberikan informasi yang diperlukan
untuk pemilihan pasien diantara berbagai macam tindakan yang tersedia.
2. Interdependent
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan
di antara tim satu dengan lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan
membutuhkan kerja sama tim dalam pemberian pelayanan seperti dalam memberikan
asuhan keperawatan pada penderita yang mempunyai penyakit kompleks. Keadaan ini
tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga dari dokter ataupun lainnya,
seperti dokter dalam memberikan tindakan pengobatan bekerja sama dengan perawat
dalam pemantauan reaksi obat yang telah diberikan. Independent atau kolaboratif
artinya saling menunjang dengan disiplin lain dalam mengatasi masalah kesehatan
lanjut usia.
BAB III
TINJAUAN TEORI KASUS KATARAK PADA LANSIA
1. Defenisi
Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa yang dapat terjadi
akibat hidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa atau dapat juga akibat
darikeduaduanya yang biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progesif. (Mansjoer,
2000 0:62).
Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat kedua-duanya yang
disebabkan oleh berbagai keadaan. (Sidarta Ilyas, dkk, 2008)
Katarak adalah opasitas lensa kristalina atau lensa yang berkabut (opak) yang
nor malnya jernih. Biasanya terjadi akibat proses penuaan, tapi dapat timbul pada saat
kelahir an (katarak congenital). (Brunner & Suddarth: 2002)
Katarak merupakan keadaan patologik lensa dimana lensa menjadi keruh akibat
hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein lensa, sehingga pandangan seperti tertutup
air ter jun atau kabut merupakan penurunan progresif kejernihan lensa, sehingga
ketajaman penglihatan berkurang (Corwin, 2000).
Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa di mana lensa rnenjadi keruh
akibathidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein lensa. Kekeruhan ini terjadi
akibat gangguanmetabolisme normal lensa yang dapat timbul pada berbagai usia
tertentu (Iwan,2009).
2. Klasifikasi
Berdasarkan garis besar katarak dapat diklasifikasikan dalam golongan berikut :
3. Etiologi
Berbagai macam hal yang dapat mencetuskan katarak antara lain (Corwin,2000):
1) Usia lanjut dan proses penuaan
2) Congenital atau bisa diturunkan.
3) Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti merokok
atau bahan beracun lainnya.
4) Katarak bisa disebabkan oleh cedera mata, penyakit metabolik (misalnya
diabetes)dan obat-obat tertentu (misalnya kortikosteroid).
Katarak juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko lain, seperti:
1) Katarak traumatik yang disebabkan oleh riwayat trauma/cedera pada mata.
2) Katarak sekunder yang disebabkan oleh penyakit lain, seperti:
penyakit/gangguanmetabolisme, proses peradangan pada mata, atau diabetes
melitus.
3) Katarak yang disebabkan oleh paparan sinar radiasi.
4) Katarak yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan jangka panjang,
seperti kortikosteroid dan obat penurun kolesterol.5. Katarak kongenital yang
dipengaruhi oleh faktor genetik (Admin,2009)
4. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk se perti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa
mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer
ada korteks, danyang mengelilingi keduanya adalah kapsula anterior
dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna
menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior
dan poterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang
paling bermakna seperti kristal salju.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memanjang dari
badan silier ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat
menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat
jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa
normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang
tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim
mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan
menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang
menderita katarak.
Katarak bisa terjadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian trauma atau sistemis
(diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan yang normal. Faktor
yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar UV, obat-
obatan, alkohol, merokok, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam
jangkawaktu yang lama.
5. PATWAY
5. Manifestasi Klinis
Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain:
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan
kor nea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf,
penglihatan ke retina.
b. Lapang Penglihatan : penuruan mngkin karena massa tumor, karotis, glukoma.
c. Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)
d. Pengukuran Gonioskopi : membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup
glukoma.
e. Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glukoma
f. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik,
papiledema, perdarahan.
g. Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi
h. EKG, kolesterol serum, lipid
i. Tes toleransi glukosa : kotrol DM
j. Keratometri.
k. Pemeriksaan lampu slit.
l. A-scan ultrasound (echography).
m. Penghitungan sel endotel penting untuk fakoemulsifikasi & implantasi.
n. USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak.
8. Penatalaksanaan
1) PencegahanDisarankan agar banyak mengkonsumsi buah- buahan yang banyak
mengandung vit. C ,vit. B2, vit. A dan vit. E. Selain itu, untuk mengurangi
pajanan sinar matahari (sinar UV) secara berlebih, lebih baik menggunakan
kacamata hitam dan topi saat keluar pada siang hari
2) Penatalaksanaan medisAda dua macam teknik yang tersedia untuk pengangkatan
katarak:
a. Ekstraksi katarak ekstrakapsulerMerupakan tehnik yang lebih disukai dan
mencapai sampai 98% pembedahan katarak. Mikroskop digunakan untuk
melihat struktur mata selama pembedahan. Prosedur inimeliputi
pengambilan kapsul anterior, menekan keluar nucleus lentis, dan mengisap
sisa fragmen kortikal lunak menggunakan irigasi dan alat hisap dengan
meninggalkan k apsula posterior dan zonula lentis tetap utuh. Selain itu ada
penemuan terbaru pada ek strasi ekstrakapsuler, yaitu
fakoemulsifikasi. Cara ini memungkinkan pengambilan lensa melalui
insisi yang lebih kecil dengan menggunakan alat ultrason frekwensi
tinggiuntuk memecah nucleus dan korteks lensa menjadi partikel yang
kecil yang kemudian di aspirasi melalui alat yang sama yang juga
memberikan irigasi kontinus.
b. Ekstraksi katarak intrakapsuler
Kaca mata ini mampu memberikan pandangan sentral yang baik, namun
pembesaran25 % - 30 % menyebabkan penurunan dan distorsi pandangan
perifer yang menyebabkan kesulitan dalam memahami relasi spasial,
membuat benda- benda nampak jauh lebih dekat dan mengubah garis
lurus menjadi lengkung. memerlukan waktu penyesuaian yang lama
sampai pasien dapat mengkoordinasikan gerakan,memperkirakan jarak,
dan berfungsi aman dengan medan pandang yang terbatas.
2. Lensa Kontak
Lensa kontak jauh lebih nyaman dari pada kaca mata apakia. Lensa ini
memberikan rehabilitasi visual yang hampir sempurna bagi mereka yang
mampu menguasai cara memasang, melepaskan, dan merawat lensa
kontak. Namun bagi lansia, perawatan lensakontak menjadi sulit, karena
kebanyakan lansia mengalami kemunduran ketrampilan,sehingga pasien
memerlukan kunjungan berkala untuk pelepasan dan pembersihan lensa.
A. Pengkajian
a) Identitas Klien
Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian.Dalam pengkajian
perlu di data biodata pasiennya dan data-data lain untuk menunjang diagnose.
Data-data tersebut harus yang seakurat-akuratnya, agar dapat di gunakan dalam
tahap berikutnya. Misalnya meliputi nama pasien (agar tidak salah pasien dalam
pemberian terapi), umur (agar terapi yang diberikan sesuai usia, misalnya: anak,
dewasa, atau lansia), JK (menjaga privasi klien) Alamat (agar mengetahui
tempat tinggal pasien sebagai syarat administrasi) keluhan utama (agar terapi
yang diberikan dapat mengatasi masalah pasien )dan masih banyak lainnya.
b) Keluhan Utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk Panti. Data yang
dapat ditemukan: tidak tahu tentang pengertian, penyebab, dari penyakit yang
dialami saat ini. Dan kekakuan nyeri di punggung, hingga membuatnya sulit
bergerak
c) Riwayat Kesehatan Saat Ini:
Meliputi perjalanan penyakit yang dialami pasien saat ini, berapa lama penyakit
sudah dialami, gejala yang dialami selama menderita penyakit saat ini dan
perawatan yang sudah dijalani untuk mengobati penyakit saat ini. Disamping itu
apakah saat ini pasien memiliki pola hidup yang baik.
d) Riwayat Kesehatan Keluarga Meliputi status kesehatan anggota keluarga yang
lain, apakah ada keluarga yang mengalami sakit serupa yaitu katarak dengan
pasien saat ini, atau penyakit keturunan lainnya.
e) Riwayat Lingkungan Hidup Pengkajian ini merupakan bentuk pengkajian yang
bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh lingkungan terhadap kesehatan
pasien, faktor lingkungan yang ada keterkaitanny dengan sakit yang dialami
pasien saat ini dan kemungkinan masalah yang dapat terjadi akibat pengaruh
lingkungan. Data pengkajian dapat meliputi kebersihan dan kerapian ruangan,
penerangan, sirkulasi udara, keadaan kamar mandi dan WC, pembuangan air
kotor, sumber air minum, pembuangan sampah, sumber pencemaran, penataan
halaman, privasi, resiko injury.
f) Riwayat Kesehatan Dahulu Pengkajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
perjalanan penyakit yang sebelumnya pernah dialami oleh pasien, sehingga
dapat dijadikan acuan dalam analisis sakit yang saat ini pasien alami dan dalam
penentuan pengobatan selanjutnya. Data yang dapat dikaji berupa penyakit yang
pernah diderita,riwayat alergi, riwayat kecelakaan, riwayat dirawat di Panti,
riwayat pemakaian obat. Apakah sewaktu sehat pasien memiliki kebiasaan yang
buruk misalnya merokok, minum kopi, alcohol, sering makan-makanan yang
manis atau makanan dengan kolesterol tinggi.
g) Keadaan Umum :
1. Keadaan umum Saat dilakukan inspeksi biasanya di temukan kondisi seperti
tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif atau GCS dan
respon verbal klien (Pasien harus waspada dan sadar akan waktu, tempat dan
orang. Disorientasi terjadi pada gangguan otak (misalnya delirium,
demensia), stroke, dan trauma fisik. Pasien letargi umumnya mengantuk dan
mudah tertidur, terlihat mengantuk, dan merespon pertanyaan dengan sangat
lambat. Pasien stupor hanya merespon jika digoncang dengan keras dan terus
menerus dan hanya dapat member jawaban yang terdengar seperti
menggerutu tidak jelas. Pasien yang sama sekali tidak sadar (pasien koma)
tidak merespon stimulus dari luar ataupun nyeri. Pada respon motorik ketika
di panggil pasien langsung merespon dan respon mata langsung melihat ke
arah yang di panggil, melakukan pengukuran tanda-tanda vital seperti
peningkatan glukosa dalam darah > 140 mg/dL dapat ditemukan, dan
dilanjutkan dengan pemeriksaan heat to toe.
2. Kepala Untuk daerah kepala, mata, hidung, telinga dan leher penulis
melakukan pemeriksaan dengan metode Inspeksi, Palpasi,perkusi dan
Auskultasi(IPPA) saja; saat Inspeksi terlihat bentuk kepala, warna rambut,
terdapat lesi, ketombe pada rambut dan kebersihan kepala; pada mata bentuk
mata, kesimetrisan mata kiri dan kanan, konjungtiva; bentuk telinga kiri dan
kanan, kelainan pada telinga. kelainan hidung, adanya mimisan, kotor atau
bersih; adanya kelainan pada leher, adanya lesi, edemakemerahan dan
palpasi apakah ada pembersaran kelenjar tiroid, dan JVP; sedangka saat
dilakukan palpasi untuk mengetahui apakah terdapat nodul; apakah terjadi
edema atau pembengkakan pada mata.apakah ada nyeri tekan dan adanya
kotoran di daerah telinga; di daerah sinus hidung apakah terjadi nyeri tekan;
dan pengukuran vena jugulari pada leher.
3. Dada Dada : Inspeksi : bentuk dada normal diameter anterior
posteriortransversal 1:2, ekspansi simetris, sifat pernapasan dada dan perut,
frekuensi pernapasan 22x/menit, ritme pernapasan eupnea,tidak ada retraksi
dinding dada. Palpasi : tidak ada nyeri tekan, ekspansi dada simetrisi,
Perkusi : suara perkusi sonor batas organ sisi dada kiri dari atas ke bawah
ditemukan sonor/resonan-tympani: ICS 7/8 (paru-paru dan lambung), pada
sisi dada kanan ICS 4/5 (paru dan hati), dinding posterior: supraskapula (3-4
jari dipundak), Auskultasi: suara nafas vesikuler terdengar disemua lapang
paru normal, bersifat halus, inspirasi lebih panjang dari ekspirasi.
4. sistem Kardiovaskuler Jantung: Inspeksi: tampak denyut nadi daerah apeks,
Palpasi : apeks teraba pada interkosta V, apeks segaris dengan midclavicula
kiri, Perkusi Batas jantung: batas atas pada ics III, batas bawah ICS V, batas
kiri pada midclavicularis atau 4 jari dari midsternum, batas kanan sejajar
sejajar sisi sternum kanan, Auskultasi : S1 terdengar bunyi lub pada ruang
ICS V seblah kiri sternum diatas apeks, S2 terdengar bunyi dub pada ICS II
seblah kanan sternum
5. Gastrointestinal/Abdomen Inspeksi bentuk abdomen apakah terjadi kelainan,
adanya lesi. Sedangkan palpasi dilakuakan dengan palpasi ringan atau
palpasi dalam tergantung tujuan untuk mengetahui bentuk, ukuran, dan
konsistensi organ-organ dan struktur-struktur dalam perut, palpasi ringan
dilakukan untuk mengetahui area-area nyeri tekan dan adanya massa, palpasi
dalam dilakukan untuk mengetahui keadaan hepar, lien, ginjal dan kandung
kemih. Lakukan perkusi di empat kuadran dan perhatikan suara yang timbul
pada saat melakukannya dan bedakan batas-batas dari organ dibawah kulit.
Organ berongga seperti lambung, usus, kandung kemih berbunyi timpani,
sedangkan bunyi pekak terdapat pada hati, limfa, pankreas, ginjal. Tehnik
perkusi yaitu pertama kali yakinkan tangan pemeriksa hangat sebelum
menyentuh perut pasien Kemudian tempatkan tangan kiri dimana hanya jari
tengah yang melekat erat dengan dinding perut. Selanjutnya diketok 2-3 kali
dengan ujung jari tengah tangan kanan. Lakukanlah perkusi pada keempat
kuadran untuk memperkirakan distribusi suara timpani dan redup. Biasanya
suara timpanilah yang dominan karena adanya gas pada saluran
gastrointestinal, tetapi cairan dan faeces menghasilkan suara redup.
Pada sisi abdomen perhatikanlah daerah dimana suara timpani berubah
menjadi redup. Periksalah daerah suprapublik untuk mengetahui adanya
kandung kencing yang teregang atau uterus yang membesar. Perkusilah dada
bagian bawah, antara paru dan arkus costa, Anda akan mendengar suara
redup hepar disebelah kanan, dan suara timpani di sebelah kiri karena
gelembung udara pada lambung dan fleksura splenikus kolon. Suara redup
pada kedua sisi abdomen mungkin menunjukkan adanya asites. Auskultasi
abdomen dengan normal bising usus 15-35 x/menit: Letakkan kepala
stetoskop sisi diafragma yang telah dihangatkan di daerah kuadran kiri
bawah. Berikan tekanan ringan, minta pasien agar tidak berbicara. Bila
mungkin diperlukan 5 menit terus menerus untuk mendengar sebelum
pemeriksaan menentukan tidak adanya bising usus.
Dengarkan bising usus apakah normal, hiperaktif, hipoaktif, tidak ada
bising usus dan perhatikan frekwensi/karakternya; Bila bising usus tidak
mudah terdengar, lanjutkan pemeriksaan dengan sistematis dandengarkan
tiap kuadran abdomen. Dan dilanjutkan dengan menggunakan gunakan sisi
bel stetoskop, untuk mendengarkan bunyi desiran dibagian epigastrik dan
pada tiap kuadran diatas arteri aortik, ginjal, iliaka, femoral dan aorta torakal.
Pada orang kurus mungkin dapat terlihat gerakan peristaltik usus atau
denyutan aorta.
6. Extremitas
Ispeksi bentuk ekstremitas apakah ada kelainan bentuk, adanya lesi,
edema, dan kemerahan. Palpasi apakah ada nodul dan nyeri tekan pada
daerah ekstremitas atas dan baTingkat kesadaran: komposmentis, apatis,
delirium, somnolen, sopor, semi-coma, coma.
H. Pengkajian Psikososial dan Spiritual
a) Psikososial
Jelaskan kemampuan sosialisasi klien pada saat sekarang, sikap klien pada
orang lain, harapan- harapan klien dalam melakukan sosialisasi
b) Identifikasi masalah emosional seperti: kesulitan tidur, merasa gelisah,
murung dan menangis, kuatir banyak pikira,masalah dengan keluarga,
menggunakan obat tidur/penenang atas anjuran dokter, mengurung diri, jiak
lebih dari atau sama 1 jawaban “ya” 9.
j. Pemeriksaan diagnostic
1. uji mata
2. keratometri
3. pemeriksaan lampu slit dan ophtalmoskopis
4. A-scan ultrasound (echography)
B. Diagnosa keperawatan
Masalah keperawatan yang biasanya terdapat pada lansia adalah
1) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik.
3) Kecemasan berhubungan dengan krisis situsional
4) Resiko infeksi berhubungan dengan proses invasif
C. Intervensi keperawatan.
1) Gangguan mobilitas fisik
Tujuan: mobilitas fisik tidak terganggun selama masa perawatan
Intervensi:
a. Kaji kebutuhan mengenai bantuan pelayanan kesehatan dirumah
b. Ajarkan pasien dan pantau penggunaan alat bantu
c. Ajarkan dan bantu pasien dalam proses berpindah 36
d. Berikan penguatan positif selama beraktivitas.
e. mengobservasi tanda dan gejala penurunan mobilitas sendi dan ketahanan
f. mengobservasi status penglihatan dan jantung pasien.
g. mengajarkan tentang tujuan dan pentingnya latihan berjalan tanpa bantuan
h. membantu mengajarkkan penggunaan alat bantu yang tepat
2) Kurang pengetahuan
Tujuan : pasien dapat memahami penyakitnya.
Intervensi:
a. kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga
b. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien
c. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan
d. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit
e. Gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat.
f. Hindari harapan yang kosong
g. Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang
tepat.
h. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit.
i. Diskusikan pilihan teapi dan penanganan
j. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan dengan cara yang
tepat atau di indikasikan.
k. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat.
l. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada
pemberi perawatan kesehatan dengan cara yang tepat
3) Kecemasan berhubungan situasional
Tujuan: tidak terjadi kecemasan dengan kriteria hasil: pasien mengungkapkan
kecemasan berkurang.
Intervensi:
a. Kaji tingkat kecemasan. Rasional untuk mengetahui kecemasan pasien
b. Memberikan kesempatan untuk pasien untuk bertanya untuk memperjelas
pemahaman terhadap pasien.
D. Implementasi Keperawatan
1. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi
Implementasi keperawatan
a. Mengkaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga
b. Memberikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien
c. Menjelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini
berhubungan
d. Menggambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit
e. Menggambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat.
f. Menghindari harapan yang kosong
g. Menyediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan
cara yang tepat.
2. Gangguan mobilitas fisisk berhubungan dengan kelemahan fisik.
Implementasi keperawatan
a. Kaji kebutuhan mengenai bantuan pelayanan kesehatan dirumah
b. Ajarkan pasien dan pantau penggunaan alat bantu
c. Ajarkan dan bantu pasien dalam proses berpindah
d. Berikan penguatan positif selama beraktivitas.
e. mengobservasi tanda dan gejala penurunan mobilitas sendi dan
ketahanan
3. Kecemasan berhubungan dengan krisis situsional
a. Mengkaji tingkat kecemasan. Rasional untuk mengetahui kecemasan
pasien
b. Memberikan kesempatan untuk pasien untuk bertanya untuk
memperjelas pemahaman terhadap pasien.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan pasien bisa melakukan mobilisasi dengan baik di panti,
tidak ada keluhan yang dirasakan oleh pasien. Tingkat kecemasan pasien bisa
berkurang dengan observasi wajah pasien tidak kebingungan
DAFTAR PUSTAKA