DISUSUN OLEH :
FARICH JAYA ACHMADI
2022207209035
1. Pendahuluan
Menurut Undang-Undang RI nomor 13 tahun 1998, Depkes (2001)
yang dimaksud dengan usia lanjut adalah seorang laki-laki atau
perempuan yang berusia 60 tahun atau lebih, baik yang secara fisik masih
berkemampuan (potensial) maupun karena sesuatu hal tidak lagi mampu
berperan aktif dalam pembangunan (tidak potensial).
1. Batasan Usia Lanjut
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lanjut usia meliputi:
a. Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45 sampai 59
tahun
b. Usia lanjut (elderly), antara 60-74 tahun
c. Usia tua (old), antara 75-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old), usia diatas 90 tahun
2. Proses Menua
Proses menua merupakan proses terus menerus secara alamiah,
yang dimulai sejak lahir dan pada umumnya dialami pada semua
makhluk hidup. Proses menua setiap individu pada organ tubuh juga tidak
sama cepatnya. Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses
berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam
maupun dari luar tubuh (Nugroho, 2008)
Menua ( menjadi tua : aging ) adalah suatu proses menghilangnya
secara pelahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki
diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur serta fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan
memperbaiki kerusakan yang diderita (Darmojo, 2000)
Beberapa ahli berpendapat bahwa proses menua merupakan suatu
proses yang meliputi interaksi antara perubahan biologis, psikologis, dan
sosislogis sepanjang hidup. Beberapa teori sosial tentang proses penuaan
antara lain:
a. Teori Interaksi Sosial (Sosial Exchange Theory)
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lanjut usia bertindak pada
suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai
masyarakat. Hardywinoto dan Setiabudhi 2005, mengemukakan
bahwa kemampuan lanjut usia untuk terus menjalin interksi sosial
merupakan kunci mempertahankan status sosialnya atas dasar
kemampuannya untuk melakukan tukar menukar.
b. Teori penarikan diri (Disengagement Theory)
Teori ini merupakan teori sosial tentang penuaan yang paling awal.
Kemiskinan lanjut usia dan menurunnya derajat kesehatan
mengakibatkan seorang lanjut usia secara perlahan-lahan menarik diri
dari pergaulan sekitarnya. Selain hal tersebut, dari pihak masyarakat
juga mempersiapkan kondisi agar para lanjut usia menarik diri.
Keadaan ini mengakibatkan inetraksi sosial lanjut usia menurun, baik
secara kualitas maupun kuantitas.
Pada lanjut usia sekaligus terjadi kehilangan ganda (triple loss),yaitu :
1) Kehilangan peran (Loss of Roles)
2) Hambatan kontak sosial (Restriction of Contacts and
Relationships).
3) Berkurangnya komitmen (Reduced Commitment to Social Mores
and Values)
Menurut teori ini, seorang lanjut usia dinyatakan mengalami proses
penuaan yang berhasil apabila ia menarik diri dari kegiatan terdahulu
dan dapat memusatkan diri pada persoalan pribadi dan
mempersiapkan diri menghadapi kematiannya.
c. Teori Aktivitas (Activity Theory)
Teori aktivitas dikembangkan oleh Palmore dan Lemon et. al.cit
Hardywinoto 2005 yang menyatakan, bahwa penuaan yang sukses
tergantung dari bagaimana seorang lanjut usia merasakan kepuasan
dalam melakukan aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut
selama mungkin. Pokok-pokok teori aktivitas adalah :
1) Moral dan kepuasan berkaitan dengan interaksi sosial dan
keterlibatan sepenuhnya dari lanjut usia di masyarakat
2) Kehilangan peran akan menghilangkan kepuasan seorang lanjut
usia
Teori aktivitas dikembangkan oleh Palmore dan Lemon et. al.cit
Herdywinoto 2005 yang menyatakan, bahwa penuaan yang sukses
tergantung dari bagaimana seorang lanjut usia merasakan kepuasan
dalam melakukan aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut
selama mungkin.
d. Teori Kesinambungan (Continuity Theory)
Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus
kehidupan lanjut usia, dengan demikian pengalaman hidup seseorang
pada suatu saat merupakan gambarnya kelak padasaat ia menjadi
lanjut usia. Dan hal ini dapat terlihat bahwa gaya hidup, perilaku, dan
harapan seseorang ternyata tak berubah,walaupun ia menjadi lanjut
usia. Menurut teori penarikan diri dan teori aktivitas, proses penuaan
merupakan suatu pergerakan dan proses yang searah, akan tetapi pada
teori kesinambungan merupakan pergerakan dan proses banyak arah,
tergantung dari bagaimana penerimaan seseorang terhadap status
kehidupannya.
e. Teori Perkembangan (Development Theory)
Setiabudhi 2005 menguraikan tujuh jenis tugas perkembangan
(Developmental task) selama hidup yang hars dilaksanakan oleh lanjut
usia, yaitu:
1) Penyesuaian terhadap penururnan fisik dan psikis
2) Penyesuaian terhadap pensiun dan penururnan pendapatan
3) Menemukan makna kehidupan
4) Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan
5) Menemukan kepuasan dalam hidup berkeluarga
6) Penyesuaian diri terhadap kenyataan akan meninggal dunia.
7) Menerima dirinya sbagai seorang lanjut usia
A. Identitas
Identitas pada klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, agama,
pekerjaan, pendidikan, diagnose medis, alasan dirawat, keluhan utama, kapan
keluhan dimulai, dan lokasi keluhan.
B. Riwayat Perawatan
Riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat kesehatan
keluarga, keadaan lingkungan, dan riwayat kesehatan lainnya.
C. Observasi dan Pemeriksaan Fisik
Meliputi keadaan umum, Pengukuran Tanda-Tanda Vital (TTV), Pemeriksaan
fisik tentang system kardiovaskuler, system pernafasan, sistem pencernaan,
system perkemihan, sistem endokrin, sistem musculoskeletal, dan sistem
reproduksi.
D. Pola Fungsi Kesehatan
Persepsi terhadap kesehatan dan penyakit, kebiasaan sehari-hari, nutrisi
metabolism, pola tidur dan istirahat, kognitif-perseptual, persepsi-konsep diri,
aktivitas dan kebersihan diri, koping-toleransi stress, nilai-pola keyakinan.
E. Data penujang
Hasil pemeriksaan laboraturium, dan pemeriksaan lainnya
2. Pemeriksaan fisik
a. Integumen :
Lemak subkutan menyusut
Kulit kering dan tipis, rentang terhadap trauma dan iritasi, serta lambat
sembuh
b. Mata :
Areus senilis, penurunan visus
c. Telinga :
Pendengaran berkurang yang selanjutnya dapat berakibat gangguan bicara.
d. Kardiopulmonar :
Curah jantung berkurang serta elastisitas jantung dan pembuluh darah
berkurang, terdengar bunyi jantung IV (S4) dan bising sistolik, kapasitas vital
paru, volume ekspirasi, serta elastisitas paru-paru berkurang.
e. Muskuloskeletal :
Massa tulang berkurang, lebih jelas pada wanita, jumlah dan ukuran otot
berkurang.
Massa tubuh banyak yang tergantikan oleh jaringan lemak yang disertai
pula oleh kehilangan cairan.
f. Gastrointestinal :
Mobilitas dan absorpsi saluran cerna berkurang, daya pengecap, serta
produksi saliva menurun.
g. Neurologikal :
Rasa raba juga berkurang, langkah menyempit dan pada pria agak
melebar. Selain itu, terdapat potensi perubahan pada status mental.
C. Klasifikasi Insomnia
Insomnia terbagi menjadi beberapa bagian, menurut Nugroho,2012 jenis
insomnia diataranya yakni:
1. Insomnia Primer
Insomnia primer tidak terjadi secara eksklusif selama ada gangguan
mental lainnya. Tidak disebabkan oleh faktor fisiologis langsung
kondisi medis umum. Ditandai dengan keluhan sulit untuk memulai
tidur. Keadaan ini berlangsung paling sedikit selama 1 bulan.
Seseorang dengan insomnia primer sering mengeluh sulit masuk tidur
dan terbangun berkali-kali. Bentuk keluhannya bervariasi dari waktu
ke waktu.
2. Insomnia Kronik
Insomnia kronis biasanya disebut juga insomnia psikofisiologis
persisten. Insomnia ini dapat disebabkan oleh kecemasan, dapat juga
terjadi akibat kebiasaan perilaku maladaptive di tempat tidur. Adanya
kecemasan yang berlebihan karena tidak bisa tidur menyebabkan
seseorang berusaha keras untuk tidur tapi ia semakin tidak bisa tidur.
Ketika berusaha untuk tidur terjadi peningkatan ketegangan motorik
dan keluhan somatik lain sehingga menyebabkan tidak bisa tidur.
3. Insomnia Idiopatik
Insomnia idiopatik merupakan insomnia yang telah terjadi sejak dini.
Terkadang insomnia ini sudah terjadi sejak lahir dan dapat berlanjut
selama hidup. Penyebabnya pun tidak jelas, ada dugaan disebabkan
oleh ketidakseimbangan neurokimia otak di formasioretikularis batang
otak atau disfungsi forebrain. Lansia yang tinggal sendiri atau ada rasa
takut pada malam hari dapat menyebabkan kesulitan tidur. Insomnia
kronis dapat menyebabkan penurunan mood (risiko depresi dan
ansietas), menurunkan motivasi, energy dan konsentrasi serta
menimbulkan rasa malas. Kualitas hidup berkurang menyebabkan
lansia tersebut lebih sering menggunakan fasilitas kesehatan.
F. Penatalaksanaan Insomnia
Insomnia memiliki pengaruh yang buruk bagi kesehatan lansia sehingga
masalah tersebut harus diatasi. Adapun intervensi yang dapat digunakan untuk
mengatasi insomnia pada lansia yaitu dengan terapi farmakologis dan
nonfarmakologis :
1. Terapi farmakologis
Tujuan dari terapi farmakologis yaitu untuk menghilangkan keluhan
penderita insomnia sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pada lanjut
usia (Galimi, 2010). Ada lima prinsip dalam farmakologi, yaitu
menggunakan dosis rendah tetapi efektif, dosis yang diberikan bersifat
intermitten (3-4 kali dalam seminggu), pengobatan jangka pendek (3-4
minggu), penghentian terapi tidak menimbulkan kekambuhan pada gejala
insomnia, memiliki efek sedasi yang rendah sehingga tidak mengganggu
aktivitas sehari-hari. Terapi farmakologi yang paling efektif untuk
insomnia yaitu dengan Benzodiazepine atau nonBenzodiazepine
(Galimi,2010). Non-Benzodiazepine memiliki efek pada reseptor GABA
dan berkaitan secara selektif pada reseptor Benzodiazepine subtife di otak.
Obat ini efektif pada lansia karena dapat diberikan dalam dosis yang
rendah. Obat golongan ini memiliki efek hipotoni otot, gangguan perilaku,
kekambuhan insomnia jika dibandingkan dengan golongan BZDs obat
golongan non-Benzodiazepine yang aman untuk lansia adalah Zeleplon,
Zolpidem, Eszopiclone dan Ramelton. Obat Zeleplon, zolpidem dan
eszopiclone dapat berfungsi untuk mengurangi sleep latency sedangkan
ramelton digunakan pada klien yang mengalami kesulitan untuk mengawali
tidur (Galimi, 2010).
2. Terapi nonfarmakologis
Intervensi keperawatan yang bisa digunakan untuk meningkatkan kualitas
tidur dan mengurangi gangguan tidur adalah dengan terapi
nonfarmakologis, yaitu dengan memberikan terapi massage punggung
Terapi massage punggung dapat meningkatkan rasa rileks sehingga
meningkatkan keinginan tidur. Massage dapat diartikan sebagai pijat yang
telah disempurnakan dengan ilmu-ilmu tentang tubuh manusia atau
gerakan-gerakan tangan mekanis terhadap tubuh manusia dengan
mempergunakan bermacam-macam bentuk pegangan atau teknik.
G. Diagnosa Keperawatan
- Gangguan pola tidur b.d kurang kontrol tidur
- Nyeri Akut
- Gangguan rasa nyaman
Kesehatan RI 2014