IMMOBILITY
NAMA KELOMPOK 1 :
1. APRILIANTI
2. DEWI HASTUTI KOMALASARI
3. GITA SOFIYAN ARDY
4. HASNIA
5. HIRWAN JAYADI
6. HILDA RIZA FEBRIANA
EFEK HASIL
Penurunan konsumsi oksigen Intoleransi ortostatik
maksimum Peningkatan denyut jantung, sinkop
Penurunan fungsi ventrikel kiri Penurunan kapasitas kebugaran
Penurunan volume sekuncup Konstipasi
Perlambatan fungsi usus Penurunan evakuasi kandung kemih
Pengurangan miksi Bermimpi pada siang hari, halusinasi
Gangguan tidur
5. Komplikasi
a. Perubahan Metabolik
Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme
secara normal, mengingat imobilitas dapat menyebabkan turunnya
kecepatan metabolisme dalam tubuh. Immobilisasi menggangu fungsi
metabolic normal antara lain laju metabolic: metabolisme
karbohidarat, lemak, dan protein, keseimbangan cairan dan elektrolit,
ketidakseimbangan kalsium, dan gangguan pencernaan. Keberdaaan
infeksius padaklien immobilisasi meningkatkan BMR karena adanya
demam dan penyembuhanluka yang membutuhkan peningkatan
kebutuhan oksgen selular.
Gangguan metabolik yang mungkin terjadi :
1) Defisensi kalori dan proterin merupakan karakteristik klien yang
mengalami anoreksia sekunder akibat mobilisasi. Immobilisasi
menyebabkan asam amino tidak digunakan dan akan
diekskresikan. Pemcahan asasm amino akan terusterjadi dan
menghasilkan nitrogen sehingga akumulasinya kan
menyebabkan keseimbangan nitrogen negative , kehilangan berat
badan , penurnan massa otot, dan kelemahan akibat katabolisme
jaringan. Kehilangan masa otot tertutama pada hati,jantung,paru-
paru, saluran pencernaan, dan imunitas.
2) Ekskresi kalssium dalam urin ditngkatkan melalui resorpsi
tulang. Hal ini terjadi karena immobilisasi menyebabkan kerja
ginjal yang menyebabkan hiperkalsemia.
3) Gangguan nutrisi (hipoalbuminemia) Imobilisasi akan
mempengaruhi system metabolik dan endokrin yang akibatnya
akan terjadi perubahan terhadap metabolisme zat gizi. Salah satu
yang terjadi adalah perubahan metabolisme protein. Kadar
plasma kortisol lebih tinggi pada usia lanjut yang imobilisasi
sehingga menyebabkan metabolisme menjadi katabolisme.
Keadaan tidak beraktifitas dan imobilisasi selama 7 hari akan
meningkatkan ekskresinitrogen urin sehingga terjadi
hipoproteinemia.
4) Gangguan gastrointestinal terjadi akibta penurunan motilitas
usus. Konstipasi sebagai gejala umum , diare karena feses yang
cair melewati bagian terjepit dan menyebabkan masalah serius
berupa obstruksi usus mekanik bila tidak ditangani karena
adanya distensi dan peningkatan intraluminal yang akan semakin
parah bila terjadi dehidrasi, terhentinya absorbsi, gangguan
cairan dan elektrolit.
b. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai
dampak dari imobilitas akan mengakibatkan persediaan protein
menurun dan konsenstrasi protein serum berkurang sehingga dapat
mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Berkurangnya perpindahan
cairan dari intravaskular ke interstitial dapat menyebabkan edema,
sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Gangguan Pengubahan Zat Gizi
Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh
menurunnya pemasukan protein dan kalori dapat mengakibatkan
pengubahan zat-zat makanan pada tingkat sel menurun, dan tidak bisa
melaksanakan aktivitas metabolisme.
d. Gangguan Fungsi Gastrointestinal
Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi
gastrointestinal, karena imobilitas dapat menurunkan hasil makanan
yang dicerna dan dapat menyebabkan gangguan proses eliminasi.
e. Perubahan Sistem Pernapasan
Imobilitas menyebabkan terjadinya perubahan sistem
pernapasan. Akibat imobilitas, kadar hemoglobin menurun, ekspansi
paru menurun, dan terjadinya lemah otot.
f. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
- Gangguan Muskular: menurunnya massa otot sebagai dampak
imobilitas, dapat menyebabkan turunnya kekuatan otot secara
langsung.
- Gangguan Skeletal: adanya imobilitas juga dapat menyebabkan
gangguan skeletal, misalnya akan mudah terjadi kontraktur sendi
dan osteoporosis.
g. Perubahan Sistem Integumen
Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan
elastisitas kulit karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilitas.
h. Perubahan Eliminasi
Perubahan dalam eliminasi misalnya dalam penurunan jumlah urine.
i. Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara lain
timbulnya rasa bermusuhan, bingung, cemas, dan sebagainya.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
Metode : wawancara, pemeriksaan fisik,studi dokumen
A. Identitas
1. Klien
Nama : Ny.S
Umur : < 60 tahun
Agama :
Jemis kelamin : perempuan
Pendidikan :-
Alamat :
Suku :
Status perkawinan :-
Tanggal masuk :
2. Penanggung Jawab
Nama :
Hub. Dengan klien :
6. Toileting Klien mampu b.a.k dan b.a.b tanpa dibantu orang lain 0
Skor : 0 (ketergantungan)
d. Pola tidur dan istirahat
Klien mengatakan sering terbangun saat tengah malam hari (nglilir).
2. Aspek Mental – Intelektual – Sosial – Spiritual
a. Konsep Diri
1) Identitas Diri
Klien menyatakan dirinya adalah orang yang sudah tua.
2) Ideal Diri
Klien mengatakan sudah lama tinggal di panti dan pasrah dengan
keadaannya saat ini.
3) Gambaran Diri
Klien mengatakan mengetahui tentang keadaannya saat ini dan
pasrah dengan keadaannya.
4) Harga Diri
Klien mengatakan tidak malu dengan keadaannya saat ini, klien
mengatakan ketidakberdayaannya saat ini karena dirinya yang
sudah tua
5) Peran Diri
Klien menyatakan tidak pernah berkomunikasi dengan sesama klien
di panti karena sudah tidak bisa apa-apa lagi.
b. Emosional
Klien mengatakan jarang tersinggung jika ada penghuni panti yang
menyinggungnya. Klien mengatakan jika ada penghuni panti yang
marah, biasanya klien diamkan saja dan mencoba memahami semua
sikap dan sifat yang dimiliki setiap penghuni panti.
c. Intelektual / Pengetahuan
Daya ingat sudah menurun
Pengkajian fungsi kognitif menggunakan SPMSQ
No. Pertanyaan Jawaban B/S
1. Tanggal berapa hari ini ? Tidak tahu S
Penilaian :
1 – 2 kesalahan : tidak mempunyai kerusakan intelektual
3 – 4 kesalahan : kerusakan intelektual ringan
5 – 7 kesalahan : kerusakan intelektual sedang
8– 10 kesalahan : kerusakan intelektual berat
Interpretasi hasil penilaian: kerusakan intelektual berat.
d. Aman nyaman
Skala pengukuran Resiko jatuh Morse
Parameter Status /keadaan skor nilai Ket
Riwayat jatuh 3 Tidak pernah 0 Klien
bulan terakhir Pernah 25 mengatakan
0
belum pernah
terjatuh
Penyakit penyerta Ada 15 Kaki klien
(diagnosa Tidak ada 0 15 bengkak
sekunder)
Alat bantu jalan Tanpa alat bantu, 0 Klien tidak bisa
tidak dapat jalan , berjalan
kursi roda, bed rest
Tongkat penyangga 15 0
Kursi atau benda lain 30
untuk tumpuan
berjalan
Pemakaian infus Ya 20 Klien tidak
intravena/heparin 0 menggunakan
Tidak 0 infus
Cara berjalan Normal, tidak dapat 0 Klien nampak
jalan berjalan dengan
0 langkah kecil-
Lemah 10
Tengganggu 20 kecil
Status mental Menyadari 0 Klien
kelemahannya mengatakan
Tidak menyadari 15 dirinya sudah
0
kelemahannya lemah dan tak
selincah waktu
muda dulu
Jumlah
15
Tingkat Resiko Skor morse
Resiko rendah 0-24
Resiko sedang 25-44
Resiko tinggi >45
Interpretasi : Resiko rendah
e. Hubungan interpersonal
Klien mengatakan jarang ngobrol dengan teman satu wismanya karena
sudah tidak bisa apa-apa.
f. Sosial
APGAR Score : Sudah dikaji namun respon klien (-)
Selalu Kadang Hampir tdk
No. Pernyataan
(2) (1) pernah (0)
1. Saya merasa puas karena saya
dapat membuat keluarga atau
teman menolong saat terjadi v
hal yang menyulitkan
(adaptasi)
2. Saya merasa puas dengan cara
keluarga atau teman
membicarakan hal dan masalah V
yang ada dengan saya
(Hubungan)
3. Saya merasa puas dengan
kenyataan bahwa keluarga atau
teman menerima dan
V
mendukung keinginan saya
untuk mencari arah kehidupan
aktifitas baru (pertumbuhan)
4. Saya merasa puas melihat cara
keluarga atau teman
mengekspresikan afeksi dan
V
respon mereka terhadap emosi
saya seperti marah, sedih
(Afeksi)
5. Saya merasa puas atas cara
teman menghabiskan waktu
bersama – sama (Pemecahan) V
Hasil Score 0
< 3 : terjadi disfungsi keluarga tingkat tinggi
4 – 6 : terjadi disfungsi keluarga tingkat menengah
> 6 : tidak terjadi disfungsi sosial
Intrepretasi : Terjadi disfungsi keluarga tingkat tinggi
DO :
- Posisi tidur klien tampak sama
setiap saat (miring ke kiri)
- Punggung kanan klien tampak
kehitaman
- Terdapat lesi di pantat dan paha
kiri klien. Lesi berwarna
kemerahan, tidak ada pus, tidak
berbau.
- Luas lesi ±3 cm
- Klasifikasi Dekubitus Derajat II
(Hilangnya sebagian ketebalan
kulit meliputi epidermis dan
dermis. Luka superficial dan
secara klinis terlihat seperti
abrasi, lecet, atau lubang yang
dangkal.)
DS : Kelemahan
- Klien mengatakan tidak bisa Defisit Perawatan
mandi sendiri Diri : Mandi dan
- Klien mengatakan mandi makan
dibantu oleh orang lain
- Klien mengatakan mandi di
tempat tidur dengan cara di lap
oleh petugas
- Klien mengatakan tidak bisa
makan sendiri
DO :
- Indeks KATZ : 0
- Klien tidak dapat pergi ke kamar
mandi secara mandiri
- Klien tidak dapat mengeringkan
tubuh secara mandiri
- Klien tidak bisa memegang alat
makan secara mandiri
- Kekuatan Otot :
4 4
4 4
DS : Gangguan Kelemahan
- Klien mengatakan sudah tidak Mobilitas Fisik
bisa duduk
- Klien mengatakan segala
aktivitasnya dibantu
- Klien mengatakan kaki
kanannya keju-keju
DO :
- Posisi klien tampak sama setiap
hari
- Kaki kanan klien terlihat
bengkak (pitting udem derajat 3)
- Kaki kiri klien tampak kaku
- Kekuatan Otot :
4 4
- 4 4
III. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit b.d tirah baring ditandai dengan Klien tirah
baring. Klien mengatakan sudah sulit untuk duduk, setiap hari hanya tiduran
saja, Posisi tidur klien tampak sama setiap saat (miring ke kiri),Punggung
kanan klien tampak kehitaman, Terdapat lesi di pantat dan paha kiri klien.
Lesi berwarna kemerahan, tidak ada pus, tidak berbau, Luas lesi ±3 cm,
Klasifikasi Dekubitus Derajat II (Hilangnya sebagian ketebalan kulit
meliputi epidermis dan dermis. Luka superficial dan secara klinis terlihat
seperti abrasi, lecet, atau lubang yang dangkal.)
2. Gangguan Mobilitas Fisik b.d kelemahan ditandai dengan Klien tirah
baring, Klien mengatakan sudah sulit untuk duduk, setiap hari hanya tiduran
saja, Posisi tidur klien tampak sama setiap saat (miring ke kiri), Punggung
kanan klien tampak kehitaman
3. Defisit Perawatan Diri : Mandi dan makan b.d kelemahan ditandai
dengan Klien mengatakan tidak bisa mandi sendiri, Klien mengatakan
mandi dibantu oleh orang lain, Klien mengatakan mandi di tempat tidur
dengan cara di lap oleh petugas, Indeks KATZ : 0, Klien mengatakan tidak
bisa makan sendiri, Klien tidak bisa memegang alat makan secara mandiri,
kekuatan otot semua ekstremitas : 3
IV. Perencanaan
Nama : Ny. S
Umur : 80 tahun
No Dx Perencanaan
Tujuan Intervensi Rasional
1. Kerusakan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji kondisi integritas kulit 1. Sebagai acuan dalam menentukan
integritas kulit keperawatan selama 7x 7 jam 2. Berikan massase punggung tindakan
kerusakan integritas kulit 2. Massase punggung dapat melancarkan
berkurang dengan kriteria peredaran darah serta menjaga
hasil : 3. Edukasi klien untuk lapor pada kelembapan kulit klien.
- Kulit punggung pasien petugas bila punggung mengalami 3. Edukasi dapat meningkatkan motivasi
terlihat lebih lembab luka/rasa perih klien
- Luka di pantat dan paha 4. Lakukan perawatan luka dengan NaCl serta dapat meningkatkan mawas diri
klien menunjukkan tiap 2 hari sekali klien terhadap kebutuhan makannya.
perbaikan. 5. Kolaborasi dengan pramurukti dalam 4. Perawatan luka memggunakan NaCl
memenuhi kebutuhan integritas kulit merupakan cara yang tepat untuk
pasien (menjaga agar kondisi kulit mengatasi kerusakan integritas kulit
tetap lembab) yang dialami klien
5. Pramurukti adalah petugas yang selalu
siaga 24 jam dalam merawat klien
sehingga dapat merawat klien secara
intensif
2. Gangguan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji kemampuan mobilisasi klien 1. Sebagai acuan dalam menentukan
Mobilitas keperawatan selama 7 x 7 jam, 2. Latih ROM pasif tindakan
Fisik gangguan mobilitas fisik dapat 3. Posiskan kaki kanan lebih tinggi dari 2. ROM dapat mencegah kekakuan otot
berkurang dengan kriteria jantung 3. Posisi yang lnih tinggi dapat
- Udem pada kaki 4. Edukasi pada klien tetap bergerak mengurangi edema
berkurang menjadi derajat semampu klien (miring kanan-kiri) 4. Edukasi dapat meningkatkan motivasi
2 5. Kolaborasi dengan dokter terkait klien
- Ekstremitas klien menjadi dengan udem pada kaki klien 5. Dokter dapat memberikan terapi
lebih lemas (tidak kaku) farmakologi yang tepat untuk klien
3. Defisit Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji kebutuhan perawatan diri klien 1. Sebagai acuan dalam menentukan
Perawatan keperawatan selama 1 x 7 jam 2. Bantu klien dalam memenuhi tindakan
Diri Mandi diharapkan defisit perawatan perawatan mandinya 2. Bantuan yang diberikan untuk klien
diri : mandi dapat teratasi 3. Edukasi klien untuk melapor pada dapat memenuhi kebutuhan personal
dengan kriteria petugas apabila badan sudah dirasa hygiene klien
- Klien mandi secara kotor/bau 3. Edukasi dapat meningkatkan motivasi
teratur, 2x sehari 4. Kolaborasi dengan pramurukti
- Klien tampak bersih dalam pemenuhan perawatan diri klien
- Diapers tidak penuh dan (mandi) ketika praktikan tidak serta dapat meningkatkan mawas diri
tidak berbau sedang berjaga klien terhadap kebersihan dirinya.
4. Pramurukti adalah petugas yang selalu
siaga 24 jam dalam merawat klien
sehingga dapat merawat klien secara
intensif
4. Defisit Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji kebutuhan perawatan makan 1. Sebagai acuan dalam menentukan
Perawatan keperawatan selama 7 x 7 jam klien tindakan
Diri Makan perawatan diri (makan) klien 2. Bantu klien dalam memenuhi 2. Bantuan yang diberikan untuk klien
terpenuhi dengan kriteria : perawatan makannya dapat memenuhi kebutuhan personal
- Klien makan 3x sehari 3. Edukasi klien untuk melapor pada hygiene klien
- Kebutuhan minum klien petugas apabila ingin makan/minum 3. Edukasi dapat meningkatkan motivasi
terlayani 4. Kolaborasi dengan pramurukti klien
dalam pemenuhan perawatan diri serta dapat meningkatkan mawas diri
(makan) ketika praktikan tidak klien terhadap kebutuhan makannya.
sedang berjaga 4. Pramurukti adalah petugas yang selalu
siaga 24 jam dalam merawat klien
sehingga dapat merawat klien secara
intensif
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Menurut Undang-Undang RI nomor 13 tahun 1998, Depkes (2001)
yang dimaksud dengan usia lanjut adalah seorang laki-laki atau perempuan
yang berusia 60 tahun atau lebih` baik yang secara fisik masih
berkemampuan (potensial) maupun karena sesuatu hal tidak lagi mampu
berperan aktif dalam pembangunan (tidak potensial).
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah,
kekakuan otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis
merupakan penyebab utama kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi
kognitif berat seperti pada demensia dan gangguan fungsi mental seperti
pada depresi juga menyebabkan imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang
berlebihan dapat menyebabkan orangusia lanjut terus menerus berbaring
di tempat tidur baik di rumah maupun dirumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Alimul Aziz, 2008. Kebutuhan Dasar Manusia, Edisi 2. Jakarta; Salemba Medika
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8
volume 2, EGC, Jakarta