Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN

IMMOBILITY

NAMA KELOMPOK 1 :
1. APRILIANTI
2. DEWI HASTUTI KOMALASARI
3. GITA SOFIYAN ARDY
4. HASNIA
5. HIRWAN JAYADI
6. HILDA RIZA FEBRIANA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) HAMZAR


LOMBOK TIMUR NUSA TENGGARA BARAT
TAHUN AJARAN 2021
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A. LAPORAN PENDAHULUAN TEORI LANSIA


1. Definisi
Menurut Undang-Undang RI nomor 13 tahun 1998, Depkes (2001)
yang dimaksud dengan usia lanjut adalah seorang laki-laki atau perempuan
yang berusia 60 tahun atau lebih, baik yang secara fisik masih
berkemampuan (potensial) maupun karena sesuatu hal tidak lagi mampu
berperan aktif dalam pembangunan (tidak potensial).
2. Batasan Usia Lanjut
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lanjut usia meliputi:
a. Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45 sampai 59 tahun
b. Usia lanjut (elderly), antara 60-74 tahun
c. Usia tua (old), antara 75-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old), usia diatas 90 tahun
3. Proses Menua
Proses menua merupakan proses terus menerus secara alamiah, yang
dimulai sejak lahir dan pada umumnya dialami pada semua makhluk hidup.
Proses menua setiap individu pada organ tubuh juga tidak sama cepatnya.
Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya
tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar
tubuh (Nugroho, 2008)
Menua ( menjadi tua : aging ) adalah suatu proses menghilangnya
secara pelahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki
diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur serta fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan
memperbaiki kerusakan yang diderita (Darmojo, 2000)
Beberapa ahli berpendapat bahwa proses menua merupakan suatu
proses yang meliputi interaksi antara perubahan biologis, psikologis, dan
sosislogis sepanjang hidup. Beberapa teori sosial tentang proses penuaan
antara lain:
a. Teori Interaksi Sosial (Sosial Exchange Theory)
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lanjut usia bertindak pada
suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat.
Hardywinoto dan Setiabudhi 2005, mengemukakan bahwa kemampuan
lanjut usia untuk terus menjalin interksi sosial merupakan kunci
mempertahankan status sosialnya atas dasar kemampuannya untuk
melakukan tukar menukar.
b. Teori penarikan diri (Disengagement Theory)
Teori ini merupakan teori sosial tentang penuaan yang paling awal.
Kemiskinan lanjut usia dan menurunnya derajat kesehatan mengakibatkan
seorang lanjut usia secara perlahan-lahan menarik diri dari pergaulan
sekitarnya. Selain hal tersebut, dari pihak masyarakat juga
mempersiapkan kondisi agar para lanjut usia menarik diri. Keadaan ini
mengakibatkan inetraksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas
maupun kuantitas.
Pada lanjut usia sekaligus terjadi kehilangan ganda (triple loss),yaitu :
1) Kehilangan peran (Loss of Roles)
2) Hambatan kontak sosial (Restriction of Contacts and Relationships).
3) Berkurangnya komitmen (Reduced Commitment to Social Mores and
Values)
Menurut teori ini, seorang lanjut usia dinyatakan mengalami proses
penuaan yang berhasil apabila ia menarik diri dari kegiatan terdahulu dan
dapat memusatkan diri pada persoalan pribadi dan mempersiapkan diri
menghadapi kematiannya.
c. Teori Aktivitas (Activity Theory)
Teori aktivitas dikembangkan oleh Palmore dan Lemon et. al.cit
Hardywinoto 2005 yang menyatakan, bahwa penuaan yang sukses
tergantung dari bagaimana seorang lanjut usia merasakan kepuasan dalam
melakukan aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut selama
mungkin. Pokok-pokok teori aktivitas adalah :
1) Moral dan kepuasan berkaitan dengan interaksi sosial dan keterlibatan
sepenuhnya dari lanjut usia di masyarakat
2) Kehilangan peran akan menghilangkan kepuasan seorang lanjut usia
Teori aktivitas dikembangkan oleh Palmore dan Lemon et. al.cit
Herdywinoto 2005 yang menyatakan, bahwa penuaan yang sukses
tergantung dari bagaimana seorang lanjut usia merasakan kepuasan dalam
melakukan aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut selama
mungkin.
d. Teori Kesinambungan (Continuity Theory)
Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus
kehidupan lanjut usia, dengan demikian pengalaman hidup seseorang
pada suatu saat merupakan gambarnya kelak padasaat ia menjadi lanjut
usia. Dan hal ini dapat terlihat bahwa gaya hidup, perilaku, dan harapan
seseorang ternyata tak berubah,walaupun ia menjadi lanjut usia. Menurut
teori penarikan diri dan teori aktivitas, proses penuaan merupakan suatu
pergerakan dan proses yang searah, akan tetapi pada teori kesinambungan
merupakan pergerakan dan proses banyak arah, tergantung dari
bagaimana penerimaan seseorang terhadap status kehidupannya.
e. Teori Perkembangan (Development Theory)
Setiabudhi 2005 menguraikan tujuh jenis tugas perkembangan
(Developmental task) selama hidup yang hars dilaksanakan oleh lanjut
usia, yaitu:
1) Penyesuaian terhadap penururnan fisik dan psikis
2) Penyesuaian terhadap pensiun dan penururnan pendapatan
3) Menemukan makna kehidupan
4) Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan
5) Menemukan kepuasan dalam hidup berkeluarga
6) Penyesuaian diri terhadap kenyataan akan meninggal dunia.
7) Menerima dirinya sbagai seorang lanjut usia
f. Teori Stratifikasi Usia (Age Stratification Theory)
Menurut Stanley & Beare (2006) penuaan adalah normal, dengan
perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada
semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan
kronologis tertentu. Ini merupakan suatu fenomena yang kompleks dan
multidimensional yang dapat diobservasi di dalam satus sel dan
berkembang sampai pada keseluruhan sistem. Walaupun hal itu terjadi
pada tingkat kecepatan yang berbeda, di dalam parameter yang cukup
sempit, proses tersebut tidak tertandingi.
Kelanjutusiaan (aging) adalah proses alamiah yang dimulai sejak
terjadi pembuahan pada masa janin. Seseorang dilahirkan dan menjalani
siklus kehidupan manusia yakni sebagai bayi, anak, remaja, dewasa
muda, usia menengah, masa lanjut usia sampai orang tersebut meninggal
secara normal ataupun karena suatu penyakit.
4. Masalah Kesehatan Yang Mungkin Muncul Pada Lanjut Usia
Masalah kesehatan utama yang sering terjadi pada lansia perlu dikenal
dan dimengerti oleh siapa saja yang banyak berhubungan dengan perawatan
lansia agar dapat memberikan perawatan untuk mencapai derajat kesehatan
yang seoptimal mungkin.
Masalah kesehatan yang sering muncul pada lansia :
a. Immobility (Kurang Bergerak)
Kurang bergerak disebabkan oleh adanya gangguan pada sistem
muskoloskeletal seperti terjadinya : Tulang kehilangan density (cairan)
dan makin rapuh, Kifosis, Persendian membesar dan menjadi kaku, Pada
otot terjadi atrofi serabut otot (sehingga seseorang bergerak lamban, otot
keram dan menjadi tremor). Pada kurang gerak bisa juga disebabkan
karena penyakit jantung dan pembuluh darah (Biasanya terjadi tekanan
darah tinggi).
b. Instability (Berdiri dan Berjalan Tidak Stabil atau Mudah jatuh)
Lansia mudah terjatuh karena terjadinya penurunan fungsi-fungsi tubuh
dan kemampuan fisik juga mental hidupnya. Akibatnya aktivitas
hidupnya akan ikut terpengaruh, sehingga akan mengurangi kesigapan
seseorang.
Penyebab terjatuh pada lansia antara lain :
1) Faktor intrinsik (faktor dari dalam tubuh lanjut usia sendiri).
2) Faktor ekstrinsik (faktor dari luar atau lingkungan).
Akibat dari terjatuh dapat menyebabkan cidera pada lansia sehingga
menimbulkan rasa sakit. Lansia yang pernah terjatuh akan merasa takut
untuk terjatuh lagi sehingga lansia tersebut menjadi takut untuk berjalan
dan membatasi pergerakannya.
c. Inkontinensia
Beser atau yang sering dikenal dengan ”Ngompol” karena saat BAK atau
keluarnya air seni tanpa disadari akibat terjadi masalah kesehatan atau
sosial. Untuk mengatasi masalah ini biasanya lansia akan mengurangi
minum dengan harapan untuk mengurangi jumlah dan frekuensi
berkemih. Akibatnya lansia dapat terjadi kekurangan cairan tubuh dan
berkurangnya kemampuan kandung kemih yang justru akan memperberat
keluhan beser pada lansia.
d. Intellectual Impairment (Gangguan Intelektual)
Gangguan yang berhubungan dengan kemapuan berfikir atau ingatan
yang mempengaruhi terganggunya aktivitas sehari-hari. Kejadian ini
terjadi dengan capat mulai usia 60-85 tahun atau lebih.
e. Infeksi
Pada lansia telah terjadi penurunan fungsi tubuh. Daya tahan tubuh juga
menurun karena kekurangan gizi. Adanya penyakit yang bermacam-
macam. Selain itu juga dari faktor lingkungan juga bisa terpengaruh
terhadap infeksi yang terjadi pada lansia.
f. Gangguan Pancaindera (Impairment of Vision and Hearing, Taste,
Smell, Communication, Convalescence, Skin Integrity)
Akibat proses menua sehingga semua kemampuan pancaindera
berkurangfungsinya. Juga terjadi gangguan pada otak, saraf dan otot-otot.
Sehingga pada lansia terjadi penurunan penglihatan, pendengaran dan
komunikasi (berbicara).
g. Impaction (Konstipasi atau Gangguan BAB)
Konstipasi yang terjadi pada lansia disebabkan karena pergerakan fisik
pada lansia yang kurang mengkonsumsi makana berserat, kurang minum
juga akibat pemberian obat-obat tertentu.
Pada kasus konstipasi yaitu feces menjadi keras dan sulit dikeluarkan
maka akan tertahan diusus sehingga dapat terjadi sumbatan diusus yang
menyebabkan rasa sakit diperut.
h. Isolasi (Depresi)
Dapat terjadi akibat perubahan status sosial, bertambahnya penyakit dan
berkurangnya kemampuan untuk mengurus dirinya secara mandiri serta
akibat perubahan-perubahan fisik maupun peran sosial.
Gejala-gejala depresi yang sering muncul dianggap sebagai bagian dari
proses menua. Adapun gejala-gejala seperti dibawah ini antara lain :
1) Gangguan emosional : perasaan sedih, sering menangis, merasa
kesepian, gangguan tidur, pikiran dan gerakan lamban, cepat lelah dan
menurunnya aktivitas, tidak adanya selera makan yang
mengakibatkan berat badan menurun, daya ingat berkurang, sulit
untuk memusatkan perhatian, kurangnya minat, hilangnya kesenagnan
yang biasanya dinikmati, menyusahkan orang lain, merasa rendah
diri, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, merasa bersalah dan
tidak berguna, tidak ingin hidup lagi bahkan mau bunuh diri.
2) Gangguan fisik : sakit kepala, jantung berdebar-debar, nyeri
pinggang, gangguan pencernaan.
i. Kurang Gizi
Disebabkan oleh perubahan lingkungan yaitu ketidaktahuan lansia dalam
memilih jenis makana yang bergizi, isolasi sosial karena lansia
mengalami penurunan aktivitas karena penurunan fungsi pancaindera.
Sedangkan penyebab lainnya yaitu kondisi kesehatan : sehingga lansia
hanya akan mengalami konsumsi jenis makanan tertentu, adanya penyakit
fisik, mental, gangguan tidur dan obat-obatan.
j. Impecunity (Tidak Punya Uang)
Hal ini berhubungan dengan pekerjaan. Semakin seseorang bertambah tua
maka aktivitasnya akan berkurang yang menjadikan lansia berhenti dari
pekerjaannya. Secara otomatis pendapatannya akan berkurang. Lansia
dapat menikmati masa tua dengan bahagia apabila :
1) Mempunyai pendapatan yang paling tidak dapat memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
2) Tempat yang layak untuk tinggal.
3) Masih mempunyai peran setidaknya didalam keluarganya.
k. Latrogenesis (Menderita Penyakit Akibat Obat-obatan)
Banyak kejadian lansia mempunyai berbagai macam penyakit atau yang
biasa disebut komplikasi, sehingga membutuhkan juga obat yang banyak
untuk tiap penyakitnya. Lansia sering kali menggunakan obat dalam
jangka waktu yang lama tanpa pengawasan dari dokter sehingga akan
muncul penyakit baru dari akibat penggunaan obat-obatan tersebut.
l. Insomnia
Hampir semua lansia mempunyai gangguan tidur yakni sulit untuk mulai
masuk dalam proses tidur, tidurnya tidak nyenyak dan mudah terbangun,
sering bermimpi, bangun terlalu awal (dini hari). Apabila sudah
terbangun maka akan sulit untuk tidur kembali.
m. Immune Deficiency (Daya Tahan Tubuh yang Menurun)
Salah satu penyebab daya tahan tubuh pada lansia menurun terjadi akibat
terganggunya fungsi organ tubuh. Namun tidak semua proses menua
mengakibatkan penurunan daya tahan tubuh. Hal ini juga dapat terjadi akibat
penyakit yang diderita lansia, penyakit yang sudah akut, penggunaan obat-
obat tertentu dan status gizi yang buruk.

B. LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK


1. Definisi
Mobilisasi adalah suatu kemampuan individu untuk bergerak secara
bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktifitas
guna mempertahankan kesehatannya.
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak dengan
bebas. (Aziz A.2008)
2. Etiologi
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah,
kekakuan otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis
merupakan penyebab utama kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi
kognitif berat seperti pada demensia dan gangguan fungsi mental seperti
pada depresi juga menyebabkan imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang
berlebihan dapat menyebabkan orangusia lanjut terus menerus berbaring di
tempat tidur baik di rumah maupun dirumah sakit
Penyebab secara umum:
a. Kelainan postur
b. Gangguan perkembangan otot
c. Kerusakan system saraf pusat
d. Trauma langsung pada system mukuloskeletal dan neuromuscular
e. Kekakuan otot
3. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi
sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot
Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot
berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua
tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik,
peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik
menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada
pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien
untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi
isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan
otot memendek, namun pemakaian energi meningkat. Perawat harus
mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan,
fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini
menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit
obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian
dan suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan
perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot
tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis,
dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan
otot yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi
yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi
fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang.
Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang:
panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal
berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur
keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.
Kartilago permanen tidak mengalami osifikasi kecuali pada usia lanjut
dan penyakit, seperti osteoarthritis.
4. Tanda dan Gejala
a. Dampak fisiologis dari imobilisasi antara lain :

EFEK HASIL
 Penurunan konsumsi oksigen  Intoleransi ortostatik
maksimum  Peningkatan denyut jantung, sinkop
 Penurunan fungsi ventrikel kiri  Penurunan kapasitas kebugaran
 Penurunan volume sekuncup  Konstipasi
 Perlambatan fungsi usus  Penurunan evakuasi kandung kemih
 Pengurangan miksi  Bermimpi pada siang hari, halusinasi
 Gangguan tidur

b. Efek Imobilisasi pada berbagai sistem organ

PERUBAHAN YANG TERJADI AKIBAT


ORGAN / SISTEM
IMOBILISASI
Muskuloskeletal Osteoporosis, penurunan massa tulang, hilangnya kekuatan
otot, penurunan area potong lintang otot, kontraktor,
degenerasi rawan sendi, ankilosis, peningkatan tekanan
intraartikular, berkurangnya volume sendi
Kardiopulmonal dan Peningkatan denyut nadi istirahat, penurunan perfusi
pembuluh darah miokard, intoleran terhadap ortostatik, penurunan ambilan
oksigen maksimal (VO2 max), deconditioning jantung,
penurunan volume plasma, perubahan uji fungsi paru,
atelektasis paru, pneumonia, peningkatan stasis vena,
peningkatan agresi trombosit, dan hiperkoagulasi
Integumen Peningkatan risiko ulkus dekubitus dan laserasi kulit
Metabolik dan Keseimbangan nitrogen negatif, hiperkalsiuria, natriuresis
endokrin dan deplesi natrium, resistensi insulin (intoleransi glukosa),
hiperlipidemia, serta penurunan absorpsi dan metabolisme
vitamin/mineral

5. Komplikasi
a. Perubahan Metabolik
Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme
secara normal, mengingat imobilitas dapat menyebabkan turunnya
kecepatan metabolisme dalam tubuh. Immobilisasi menggangu fungsi
metabolic normal antara lain laju metabolic: metabolisme
karbohidarat, lemak, dan protein, keseimbangan cairan dan elektrolit,
ketidakseimbangan kalsium, dan gangguan pencernaan. Keberdaaan
infeksius padaklien immobilisasi meningkatkan BMR karena adanya
demam dan penyembuhanluka yang membutuhkan peningkatan
kebutuhan oksgen selular.
Gangguan metabolik yang mungkin terjadi :
1) Defisensi kalori dan proterin merupakan karakteristik klien yang
mengalami anoreksia sekunder akibat mobilisasi. Immobilisasi
menyebabkan asam amino tidak digunakan dan akan
diekskresikan. Pemcahan asasm amino akan terusterjadi dan
menghasilkan nitrogen sehingga akumulasinya kan
menyebabkan keseimbangan nitrogen negative , kehilangan berat
badan , penurnan massa otot, dan kelemahan akibat katabolisme
jaringan. Kehilangan masa otot tertutama pada hati,jantung,paru-
paru, saluran pencernaan, dan imunitas.
2) Ekskresi kalssium dalam urin ditngkatkan melalui resorpsi
tulang. Hal ini terjadi karena immobilisasi menyebabkan kerja
ginjal yang menyebabkan hiperkalsemia.
3) Gangguan nutrisi (hipoalbuminemia) Imobilisasi akan
mempengaruhi system metabolik dan endokrin yang akibatnya
akan terjadi perubahan terhadap metabolisme zat gizi. Salah satu
yang terjadi adalah perubahan metabolisme protein. Kadar
plasma kortisol lebih tinggi pada usia lanjut yang imobilisasi
sehingga menyebabkan metabolisme menjadi katabolisme.
Keadaan tidak beraktifitas dan imobilisasi selama 7 hari akan
meningkatkan ekskresinitrogen urin sehingga terjadi
hipoproteinemia.
4) Gangguan gastrointestinal terjadi akibta penurunan motilitas
usus. Konstipasi sebagai gejala umum , diare karena feses yang
cair melewati bagian terjepit dan menyebabkan masalah serius
berupa obstruksi usus mekanik bila tidak ditangani karena
adanya distensi dan peningkatan intraluminal yang akan semakin
parah bila terjadi dehidrasi, terhentinya absorbsi, gangguan
cairan dan elektrolit.
b. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai
dampak dari imobilitas akan mengakibatkan persediaan protein
menurun dan konsenstrasi protein serum berkurang sehingga dapat
mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Berkurangnya perpindahan
cairan dari intravaskular ke interstitial dapat menyebabkan edema,
sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Gangguan Pengubahan Zat Gizi
Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh
menurunnya pemasukan protein dan kalori dapat mengakibatkan
pengubahan zat-zat makanan pada tingkat sel menurun, dan tidak bisa
melaksanakan aktivitas metabolisme.
d. Gangguan Fungsi Gastrointestinal
Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi
gastrointestinal, karena imobilitas dapat menurunkan hasil makanan
yang dicerna dan dapat menyebabkan gangguan proses eliminasi.
e. Perubahan Sistem Pernapasan
Imobilitas menyebabkan terjadinya perubahan sistem
pernapasan. Akibat imobilitas, kadar hemoglobin menurun, ekspansi
paru menurun, dan terjadinya lemah otot.
f. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
- Gangguan Muskular: menurunnya massa otot sebagai dampak
imobilitas, dapat menyebabkan turunnya kekuatan otot secara
langsung.
- Gangguan Skeletal: adanya imobilitas juga dapat menyebabkan
gangguan skeletal, misalnya akan mudah terjadi kontraktur sendi
dan osteoporosis.
g. Perubahan Sistem Integumen
Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan
elastisitas kulit karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilitas.
h. Perubahan Eliminasi
Perubahan dalam eliminasi misalnya dalam penurunan jumlah urine.
i. Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara lain
timbulnya rasa bermusuhan, bingung, cemas, dan sebagainya.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
Metode : wawancara, pemeriksaan fisik,studi dokumen

A. Identitas
1. Klien
Nama : Ny.S
Umur : < 60 tahun
Agama :
Jemis kelamin : perempuan
Pendidikan :-
Alamat :
Suku :
Status perkawinan :-
Tanggal masuk :
2. Penanggung Jawab
Nama :
Hub. Dengan klien :

B. Riwayat Masuk Panti


1. Alasan masuk panti
2. Proses masuk panti
C. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
Klien tirah baring. sudah sulit untuk duduk, setiap hari hanya tiduran saja.
kaki kananya pegel-pegel dan sulit untuk digerakkan. Klien sudah tidak
bisa duduk dan hanya tiduran saja. Kaki kanan klien terlihat udem (pitting
udem derajat 3)
2. Riwayat kesehatan yang lalu
Seperti memiliki riwayat jatuh membuat kaki klien mulai bengkak.
3. Riwayat kesehatan keluarga
a. Klien mengatakan di keluarganya tidak ada penyakit menular maupun
keturunan seperti darah tinggi.
b. Genogram : Klien mengatakan dirinya 7 bersaudara namun klien lupa
anak yang ke berapa
Pola Kebiasaan
1. Aspek Fisik - Biologis
a. Pola nutrisi/metabolic
1) Intake makanan :
Seperti Klien makan 3 kali sehari dengan nasi, lauk, dan kadang
sayur. Pemberian nutrisi pada klien dibantu oleh orang lain.Klien
terlihat makan habis hanya 5 sendok.
2) Intake cairan:
Klien mengatakan minum dengan tempat minum yang sudah
disediakan di kasurnya. Klien minum terkadang denngan bantuan
orang lain. Klien minum air putih sedikit tapi sering ±200 mL
sehari
b. Pola eliminasi
1) Buang air besar :
Klien mengatakan b.a.b menggunakan diapers. Bila penuh, diapers
diganti oleh pertugas
2) Buang air kecil
Klien mengatakan b.a.k menggunakan diapers. Bila penuh, diapers
diganti oleh petugas
c. Pola Aktifitas Sehari – Hari
- Klien mengatakan tidak bisa mandi sendiri, mandi dibantu oleh
orang lain dengan cara di lap.

Indeks KATZ tentang aktivitas kehidupan sehari – hari :


No Kegiatan Keterangan Skor
.
1. Mandi Klien mampu berdiri dan berpindah, klien mampu 0
mandi sendiri
2. Berpakaian Klien mandiri dan menggunakan pakaian sendiri 0

3. Berpindah Klien mampu berpindah namun dengan jalan sedikit 0


kaku
4. Kontinen Klien menyatakan b.a.k kadang keluar darah 0
BAB/BAK
5. Makan Klien makan sendiri tanpa dibantu orang lain 0

6. Toileting Klien mampu b.a.k dan b.a.b tanpa dibantu orang lain 0
Skor : 0 (ketergantungan)
d. Pola tidur dan istirahat
Klien mengatakan sering terbangun saat tengah malam hari (nglilir).
2. Aspek Mental – Intelektual – Sosial – Spiritual
a. Konsep Diri
1) Identitas Diri
Klien menyatakan dirinya adalah orang yang sudah tua.
2) Ideal Diri
Klien mengatakan sudah lama tinggal di panti dan pasrah dengan
keadaannya saat ini.
3) Gambaran Diri
Klien mengatakan mengetahui tentang keadaannya saat ini dan
pasrah dengan keadaannya.
4) Harga Diri
Klien mengatakan tidak malu dengan keadaannya saat ini, klien
mengatakan ketidakberdayaannya saat ini karena dirinya yang
sudah tua
5) Peran Diri
Klien menyatakan tidak pernah berkomunikasi dengan sesama klien
di panti karena sudah tidak bisa apa-apa lagi.
b. Emosional
Klien mengatakan jarang tersinggung jika ada penghuni panti yang
menyinggungnya. Klien mengatakan jika ada penghuni panti yang
marah, biasanya klien diamkan saja dan mencoba memahami semua
sikap dan sifat yang dimiliki setiap penghuni panti.
c. Intelektual / Pengetahuan
Daya ingat sudah menurun
Pengkajian fungsi kognitif menggunakan SPMSQ
No. Pertanyaan Jawaban B/S
1. Tanggal berapa hari ini ? Tidak tahu S

2. Hari apa sekarang ini ? Tidak tahu S

3. Apa nama tempat ini ? Tidak tahu S

4. Berapa nomor telepon anda ? Tidak tahu S


Dimana Alamat anda ?
5. Berapa umur anda ? 80 tahun B

6. Kapan Anda lahir ? Tidak tahu S

7. Siapa Presiden Indonesia yang Tidak tahu S


sekarang ?
8. Siapa presiden sebelumnya ? Tidak tahu S

9. Siapa nama kecil ibu anda ? Sakem B

10. Pengurangan 3 dari angka 20 dan Tidak tahu S


dikurangi 3 setiap bilangan baru
hingga nilai habis

Penilaian :
1 – 2 kesalahan : tidak mempunyai kerusakan intelektual
3 – 4 kesalahan : kerusakan intelektual ringan
5 – 7 kesalahan : kerusakan intelektual sedang
8– 10 kesalahan : kerusakan intelektual berat
Interpretasi hasil penilaian: kerusakan intelektual berat.
d. Aman nyaman
Skala pengukuran Resiko jatuh Morse
Parameter Status /keadaan skor nilai Ket
Riwayat jatuh 3 Tidak pernah 0 Klien
bulan terakhir Pernah 25 mengatakan
0
belum pernah
terjatuh
Penyakit penyerta Ada 15 Kaki klien
(diagnosa Tidak ada 0 15 bengkak
sekunder)
Alat bantu jalan Tanpa alat bantu, 0 Klien tidak bisa
tidak dapat jalan , berjalan
kursi roda, bed rest
Tongkat penyangga 15 0
Kursi atau benda lain 30
untuk tumpuan
berjalan
Pemakaian infus Ya 20 Klien tidak
intravena/heparin 0 menggunakan
Tidak 0 infus
Cara berjalan Normal, tidak dapat 0 Klien nampak
jalan berjalan dengan
0 langkah kecil-
Lemah 10
Tengganggu 20 kecil
Status mental Menyadari 0 Klien
kelemahannya mengatakan
Tidak menyadari 15 dirinya sudah
0
kelemahannya lemah dan tak
selincah waktu
muda dulu
Jumlah
15
Tingkat Resiko Skor morse
Resiko rendah 0-24
Resiko sedang 25-44
Resiko tinggi >45
Interpretasi : Resiko rendah
e. Hubungan interpersonal
Klien mengatakan jarang ngobrol dengan teman satu wismanya karena
sudah tidak bisa apa-apa.
f. Sosial
APGAR Score : Sudah dikaji namun respon klien (-)
Selalu Kadang Hampir tdk
No. Pernyataan
(2) (1) pernah (0)
1. Saya merasa puas karena saya
dapat membuat keluarga atau
teman menolong saat terjadi v
hal yang menyulitkan
(adaptasi)
2. Saya merasa puas dengan cara
keluarga atau teman
membicarakan hal dan masalah V
yang ada dengan saya
(Hubungan)
3. Saya merasa puas dengan
kenyataan bahwa keluarga atau
teman menerima dan
V
mendukung keinginan saya
untuk mencari arah kehidupan
aktifitas baru (pertumbuhan)
4. Saya merasa puas melihat cara
keluarga atau teman
mengekspresikan afeksi dan
V
respon mereka terhadap emosi
saya seperti marah, sedih
(Afeksi)
5. Saya merasa puas atas cara
teman menghabiskan waktu
bersama – sama (Pemecahan) V

Hasil Score 0
< 3 : terjadi disfungsi keluarga tingkat tinggi
4 – 6 : terjadi disfungsi keluarga tingkat menengah
> 6 : tidak terjadi disfungsi sosial
Intrepretasi : Terjadi disfungsi keluarga tingkat tinggi

Skala Depresi Geriatri


No PERTANYAAN YA TIDAK
1 Apakah anda sebenarnya puas dengan kehidupan anda? V
2 Apakah anda telah meninggalkan banyak kegiatan dan V
minat atau kesenangan anda?
3 Apakah anda merasa kehidupan anda kosong? V
4 Apakah anda sering merasa bosan? V
5 Apakah anda mempunyai semangat yang baik setiap V
saat?
6 Apakah anda takut bahwa sesuatu yang buruk akan V
terjadi pada anda?
7 Apakah anda merasa bahagia untuk sebagian besar V
hidup anda?
8 Apakah anda sering merasa tidak berdaya? V
9 Apakah anda lebih senang tinggal di rumah daripada V
keluar dan mengerjakan sesuatu yang baru?
10 Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah V
dengan daya ingat dibanding kebanyakan orang?
11 Apakah anda berpikir hidup anda sekarang ini V
menyenangkan?
12 Apakah anda merasa tidak berharga seperti perasaan V
anda saat ini?
13 Apakah anda merasa penuh semangat? V
14 Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada V
harapan?
15 Apakah anda berpikir bahwa orang lain lebih baik V
keadaannya daripada anda?
SKOR 8

Skor 10-15 : depresi berat


Skor 6-9 : depresi sedang
Skor 0-5 : depresi ringan
Intrepertasi data : Depresi sedang
g. Support system
Klien mengatakan dirinya tidak memiliki suami dan dulu hanya
tinggal dengan kakaknya.
h. Aspek spiritual
Klien mengatakan ia beragama Islam.
D. Pemeriksaan fisik
1. Keluhan yang dirasakan saat ini :
Klien mengatakan kaki kanannya pegal-pegal. Kaki kanan klien terlihat
bengkak, pitting udem derajat 3.
TD : 80/50 mmHg
P : 20 x/m
N : 82 x/m
S : 36,5oC
2. Kepala :
a. Kepala : bentuk kepala simetris, rambut berwarna putih dan sebagian
hitam, tidak tampak ketombe,tidak tampak kelainan pada kepala.
b. Mata : konjungtiva tidak pucat, tidak ada nyeri tekan
c. Telinga : Bentuk simetris, bersih, fungsi pendengaran baik, tidak ada
serumen dan tidak ada nyeri tekan, tidak ada luka.
d. Hidung : Bentuk simetris, bersih, tidak ada sekret, tidak ada
serumen,tidak ada nyeri tekan,tidak ada lesi atau jejas
e. Mulut : Membran mukosa kering, tidak ada stomatitis, tidak ada
pembesaran tonsil, tidak sianosis,dan tidak lesi,tidak ada nyeri tekan.
3. Wajah : tidak tampak kelainan pada wajah.
4. Leher : Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid leher, tidak ada
pembesaran kelenjar getah bening
5. Ekstrimitas :
Atas : anggota gerak atas lengkap, tidak ada kelainan jari, tidak tampak
edema.
Bawah : anggota gerak bawah lengkap, tidak ada kelainan jari, tampak
edema di kaki kanan (pitting udem derajat 3)
- Terdapat lesi di pantat dan paha kiri klien. Lesi berwarna kemerahan,
tidak ada pus, tidak berbau, luas lesi ±3 cm
- Klasifikasi Dekubitus Derajat II (Hilangnya sebagian ketebalan kulit
meliputi epidermis dan dermis. Luka superficial dan secara klinis
terlihat seperti abrasi, lecet, atau lubang yang dangkal.)
6. Dada
Simetris, tidak ada luka, tidak ada nyeri tekan
II. Analisa Data
DATA MASALAH PENYEBAB
DS :
- Klien tirah baring. Klien Kerusakan Tirah baring
mengatakan sudah sulit untuk integritas kulit
duduk, setiap hari hanya tiduran
saja.

DO :
- Posisi tidur klien tampak sama
setiap saat (miring ke kiri)
- Punggung kanan klien tampak
kehitaman
- Terdapat lesi di pantat dan paha
kiri klien. Lesi berwarna
kemerahan, tidak ada pus, tidak
berbau.
- Luas lesi ±3 cm
- Klasifikasi Dekubitus Derajat II
(Hilangnya sebagian ketebalan
kulit meliputi epidermis dan
dermis. Luka superficial dan
secara klinis terlihat seperti
abrasi, lecet, atau lubang yang
dangkal.)
DS : Kelemahan
- Klien mengatakan tidak bisa Defisit Perawatan
mandi sendiri Diri : Mandi dan
- Klien mengatakan mandi makan
dibantu oleh orang lain
- Klien mengatakan mandi di
tempat tidur dengan cara di lap
oleh petugas
- Klien mengatakan tidak bisa
makan sendiri
DO :
- Indeks KATZ : 0
- Klien tidak dapat pergi ke kamar
mandi secara mandiri
- Klien tidak dapat mengeringkan
tubuh secara mandiri
- Klien tidak bisa memegang alat
makan secara mandiri
- Kekuatan Otot :
4 4

4 4
DS : Gangguan Kelemahan
- Klien mengatakan sudah tidak Mobilitas Fisik
bisa duduk
- Klien mengatakan segala
aktivitasnya dibantu
- Klien mengatakan kaki
kanannya keju-keju
DO :
- Posisi klien tampak sama setiap
hari
- Kaki kanan klien terlihat
bengkak (pitting udem derajat 3)
- Kaki kiri klien tampak kaku
- Kekuatan Otot :
4 4

- 4 4
III. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit b.d tirah baring ditandai dengan Klien tirah
baring. Klien mengatakan sudah sulit untuk duduk, setiap hari hanya tiduran
saja, Posisi tidur klien tampak sama setiap saat (miring ke kiri),Punggung
kanan klien tampak kehitaman, Terdapat lesi di pantat dan paha kiri klien.
Lesi berwarna kemerahan, tidak ada pus, tidak berbau, Luas lesi ±3 cm,
Klasifikasi Dekubitus Derajat II (Hilangnya sebagian ketebalan kulit
meliputi epidermis dan dermis. Luka superficial dan secara klinis terlihat
seperti abrasi, lecet, atau lubang yang dangkal.)
2. Gangguan Mobilitas Fisik b.d kelemahan ditandai dengan Klien tirah
baring, Klien mengatakan sudah sulit untuk duduk, setiap hari hanya tiduran
saja, Posisi tidur klien tampak sama setiap saat (miring ke kiri), Punggung
kanan klien tampak kehitaman
3. Defisit Perawatan Diri : Mandi dan makan b.d kelemahan ditandai
dengan Klien mengatakan tidak bisa mandi sendiri, Klien mengatakan
mandi dibantu oleh orang lain, Klien mengatakan mandi di tempat tidur
dengan cara di lap oleh petugas, Indeks KATZ : 0, Klien mengatakan tidak
bisa makan sendiri, Klien tidak bisa memegang alat makan secara mandiri,
kekuatan otot semua ekstremitas : 3
IV. Perencanaan
Nama : Ny. S
Umur : 80 tahun
No Dx Perencanaan
Tujuan Intervensi Rasional
1. Kerusakan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji kondisi integritas kulit 1. Sebagai acuan dalam menentukan
integritas kulit keperawatan selama 7x 7 jam 2. Berikan massase punggung tindakan
kerusakan integritas kulit 2. Massase punggung dapat melancarkan
berkurang dengan kriteria peredaran darah serta menjaga
hasil : 3. Edukasi klien untuk lapor pada kelembapan kulit klien.
- Kulit punggung pasien petugas bila punggung mengalami 3. Edukasi dapat meningkatkan motivasi
terlihat lebih lembab luka/rasa perih klien
- Luka di pantat dan paha 4. Lakukan perawatan luka dengan NaCl serta dapat meningkatkan mawas diri
klien menunjukkan tiap 2 hari sekali klien terhadap kebutuhan makannya.
perbaikan. 5. Kolaborasi dengan pramurukti dalam 4. Perawatan luka memggunakan NaCl
memenuhi kebutuhan integritas kulit merupakan cara yang tepat untuk
pasien (menjaga agar kondisi kulit mengatasi kerusakan integritas kulit
tetap lembab) yang dialami klien
5. Pramurukti adalah petugas yang selalu
siaga 24 jam dalam merawat klien
sehingga dapat merawat klien secara
intensif

2. Gangguan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji kemampuan mobilisasi klien 1. Sebagai acuan dalam menentukan
Mobilitas keperawatan selama 7 x 7 jam, 2. Latih ROM pasif tindakan
Fisik gangguan mobilitas fisik dapat 3. Posiskan kaki kanan lebih tinggi dari 2. ROM dapat mencegah kekakuan otot
berkurang dengan kriteria jantung 3. Posisi yang lnih tinggi dapat
- Udem pada kaki 4. Edukasi pada klien tetap bergerak mengurangi edema
berkurang menjadi derajat semampu klien (miring kanan-kiri) 4. Edukasi dapat meningkatkan motivasi
2 5. Kolaborasi dengan dokter terkait klien
- Ekstremitas klien menjadi dengan udem pada kaki klien 5. Dokter dapat memberikan terapi
lebih lemas (tidak kaku) farmakologi yang tepat untuk klien

3. Defisit Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji kebutuhan perawatan diri klien 1. Sebagai acuan dalam menentukan
Perawatan keperawatan selama 1 x 7 jam 2. Bantu klien dalam memenuhi tindakan
Diri Mandi diharapkan defisit perawatan perawatan mandinya 2. Bantuan yang diberikan untuk klien
diri : mandi dapat teratasi 3. Edukasi klien untuk melapor pada dapat memenuhi kebutuhan personal
dengan kriteria petugas apabila badan sudah dirasa hygiene klien
- Klien mandi secara kotor/bau 3. Edukasi dapat meningkatkan motivasi
teratur, 2x sehari 4. Kolaborasi dengan pramurukti
- Klien tampak bersih dalam pemenuhan perawatan diri klien
- Diapers tidak penuh dan (mandi) ketika praktikan tidak serta dapat meningkatkan mawas diri
tidak berbau sedang berjaga klien terhadap kebersihan dirinya.
4. Pramurukti adalah petugas yang selalu
siaga 24 jam dalam merawat klien
sehingga dapat merawat klien secara
intensif

4. Defisit Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji kebutuhan perawatan makan 1. Sebagai acuan dalam menentukan
Perawatan keperawatan selama 7 x 7 jam klien tindakan
Diri Makan perawatan diri (makan) klien 2. Bantu klien dalam memenuhi 2. Bantuan yang diberikan untuk klien
terpenuhi dengan kriteria : perawatan makannya dapat memenuhi kebutuhan personal
- Klien makan 3x sehari 3. Edukasi klien untuk melapor pada hygiene klien
- Kebutuhan minum klien petugas apabila ingin makan/minum 3. Edukasi dapat meningkatkan motivasi
terlayani 4. Kolaborasi dengan pramurukti klien
dalam pemenuhan perawatan diri serta dapat meningkatkan mawas diri
(makan) ketika praktikan tidak klien terhadap kebutuhan makannya.
sedang berjaga 4. Pramurukti adalah petugas yang selalu
siaga 24 jam dalam merawat klien
sehingga dapat merawat klien secara
intensif
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Menurut Undang-Undang RI nomor 13 tahun 1998, Depkes (2001)
yang dimaksud dengan usia lanjut adalah seorang laki-laki atau perempuan
yang berusia 60 tahun atau lebih` baik yang secara fisik masih
berkemampuan (potensial) maupun karena sesuatu hal tidak lagi mampu
berperan aktif dalam pembangunan (tidak potensial).
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah,
kekakuan otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis
merupakan penyebab utama kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi
kognitif berat seperti pada demensia dan gangguan fungsi mental seperti
pada depresi juga menyebabkan imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang
berlebihan dapat menyebabkan orangusia lanjut terus menerus berbaring
di tempat tidur baik di rumah maupun dirumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Aziz, 2008. Kebutuhan Dasar Manusia, Edisi 2. Jakarta; Salemba Medika
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8
volume 2, EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai