Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN PENDAHULUAN (KONSEP DIRI)

Muhammad Muslim Hadi


21101165

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS dr. SOEBANDI
JEMBER
2022
I. Konsep Lansia

A. Definisi Lansia
Lansia adalah suatu keadaan yang selalu terjadi pada kehidupan manusia.
Menua adalah proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu
tertentu tetapi dimulai sejak ada permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan
hal yang alamiah yang berarti seseorang sudah melalui tiga tahapan yaitu: anak,
dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis.
Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran misalnya kemunduran fisik
yang ditandai kulit mengendur, rambut memutih, gigi ompong, pendengaran
menurun, penglihatan memburuk, mengalami gerakan melambat, dan figur tubuh
yang tidak proporsional (Nugroho, 2016).
Dalam Buku Ajar Geriatri, Prof. Dr. R. Boedhi Darmojo dan Dr. H. Hadi
Martono (1994) mengatakan bahwa menua atau menjadi tua adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga
tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan
yang diderita. Dari pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa manusia secara
perlahan mengalami kemunduran struktur dan fungsi organ. Kondisi ini dapat
mempengaruhi kemandirian dan kesehatan lanjut usia, termasuk kehidupan
seksualnya (Nugroho, 2016).
Menurut WHO dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Lanjut Usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan bahwa umur
60 tahun adalah usia permulaan tua. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi
merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan yang
kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi
rangsangan dari dalan dan luar tubuh yang berakhir dengan kematian (Nugroho,
2016).

B. Batasan-batasan Usia Lanjut


a. Batasan umur lansia menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) dalam
Padila (2013):
1) Usia Pertengahan (middle age) usia 45 sampai 59 tahun
2) Lanjut usia (elderly) usia 60 sampai 74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) usia 75 sampai 90 tahun
4) Usia sangat tua (very old) usia diatas 90 tahun

b. Menurut Bee (1996) dalam Padila (2013):


1) Masa dewasa muda (usia 18 sampai 25 tahun)
2) Masa dewasa awal (usia 26 sampai 40 tahun)
3) Masa dewasa tengah (usia 41 sampai 65 tahun)
4) Masa dewasa lanjut (usia 66 sampai 75 tahun)
5) Masa dewasa sangat lanjut (usia diatas 75 tahun)
c. Menurut Setyonegoro, dalam Padila (2013):
1) Usia dewasa muda (elderly adulthood) usia 18/20 sampai 25 tahun
2) Usia dewasa penuh (meddle years) atau maturitas usia 25 sampai 60/65
tahun
3) Lanjut usia (geriatric age) usia diatas 65/70 tahun, terbagi atas:
4) Young old (usia 70 sampai 75 tahun)
5) Old (usia 75 sampai 80 tahun)
6) Very old (usia diatas 80 tahun)
Di Indonesia, batasan mengenai lanjut usia adalah 60 tahun keatas, dalam
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia pada
Bab 1 Pasal 1 Ayat 2. Menurut Undang-Undang tersebut diatas lanjut usia adalah
seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas baik pria maupun wanita (Padila,
2013).
C. Teori Proses Lansia
Sampai saat ini, banyak definisi dan teori yang menjelaskan tentang proses
lansiayang tidak seragam. Proses lansia bersifat individual dimana proses menua
pada setiap orang terjadi dengan usia yang berbeda, setiap lanjut usia mempunyai
kebiasaan atau life style yang berbeda, dan tidak ada satu faktor pun yang
ditemukan dapat mencegah proses menua. Adakalanya seseorang belum tergolong
tua (masih muda) tetapi telah menunjukkan kekurangan yang mencolok. Adapula
orang yang tergolong lanjut usia penampilannya masih sehat, bugar, badan tegap,
akan tetapi meskipun demikian harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang
sering dialami oleh lanjut usia. Misalnya hipertensi, diabetes mellitus, rematik,
asam urat, dimensia sinilis, dan sakit ginjal (Padila, 2013).
Teori-teori tentang penuaan sudah banyak ang dikemukakan, namun tidak
semuanya bisa diterima.Teori-teori itu dapat digolongkan dalam dua kelompok,
yaitu yang termasuk kelompok teori biologis dan teori psikososial (Padila, 2013).
a. Teori Biologis:
Teori yang merupakan teori biologis adalah sebagai berikut:
1) Teori Jam Genetik
Menurut Hay Ick (1965) dalam Padila (2013), secara genetik sudah
terprogram bahwa material di dalam inti sel dikatakan bagaikan memiliki
jam genetis terkait dengan frekuensi mitosis. Teori ini didasarkan pada
kenyataan bahwa spesies-spesies tertentu memiliki harapan hidup (life
span) yang tertentu pula.Manusia yang memiliki rentang kehidupan
maksimal sekitar 110 tahun, sel-selnya diperkirakan hanya mampu
membelah sekitar 50 kali, sesudah itu mengalami deteriorasi.
2) Teori Radikal Bebas
Radikal bebas merusak membrane sel yang menyebabkan kerusakan dan
kemunduran secara fisik (Padila, 2013).
3) Teori immunologi
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak dapat tahan terhadap zat
tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah.Sistem imun menjadi
kurang efektif dalam mempertahankan diri, regulasi dan responsibilitas
(Padila, 2013).
4) Teori cross-linkage (rantai silang)
Kolagen yang merupakan unsur penusun tulang diantara susunan
molecular, lama kelamaan akan meningkat kekakuannya (tidak elastis).
Hal ini disebabkan oleh karena sel-sel yang sudah tua dan reaksi
kimianya menyebabkan jaringan yang sangat kuat (Padila, 2013).
b. Teori Psikososial
1) Teori Integritas Ego
Teori perkembangan ini mengidentifikasi tugas-tugas yang harus dicapai
dalam tiap tahap perkembangan.Tugas perkembangan terakhir
merefleksikan kehidupan seseorang dan pencapaiannya.Hasil akhir dari
penyelesaian konflik antara integritas ego dan keputusasaan adalah
kebebasan (Padila, 2013).
2) Teori Stabilitas Personal
Kepribadian seseorang terbentuk pada masa kanak-kanak dan tetap
bertahan secara stabil. Perubahan yang radikal pada usia tua bisa jadi
mengindikasikan penyakit otak (Padila, 2013).
c. Teori Sosiokultural
1) Teori Pembebasan
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang
berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya, atau
menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Hal ini mengakibatkan interaksi
sosial lanjut usia menurun, sehingga sering terjadi kehilangan ganda
meliputi kehilangan peran, hambatan kontak sosial, dan berkurangna
komitmen (Padila, 2013).
2) Teori Aktifitas
Teori ini menyatakan bahwa penuaan yang sukses tergantung dari
bagaimana seorang usia lanjut merasakan kepuasan dalam beraktifitas dan
mempertahankan aktififtas tersebut selama mungkin. Adapun kualitas
aktifitas tersebut lebih penting dibandingkan kuantitas aktifitas yang
dilakukan (Padila, 2013).
D. Faktor Yang Mempengaruhi Penuaan
Efendi (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi ketuaan adalah:
a. Herediter atau keturunan genetic
Setiap orang mempunyai ciri dan kemampuan yang diturunkan oleh
percampuran sifat kedua orangtuanya. Faktor genetik juga
mempengaruhi proses penuaan seseorang.
b. Nutrisi atau makanan
Setiap seseorang mempunyai kebiasaan makan tertentu yang
berkembang sejak masa mudanya, proses penuaan juga dipengaruhi
oleh nutrisi yang di konsumsi seseorang sejak kecil hingga ia
menjelang lansia. Semakin baikkebiasaan makan seseorang berarti
semakin baik pula tercukupinya kebutuhan nutrisi orang tersebut dan
hal ini akan membantu memperlambat proses penuaan.
c. Status kesehatan/ penyakit
Status kesehatan seseorang juga berpengaruh pada proses penuaan,
orang yang mempunyai riwayat kesehatan yang kurang baik
mempunyai resiko mengalami proses penuaan yang lebih cepat dan
beresiko mengalami penyakit-penyakit degenerative pada masa tuanya,
missal hipertensi,diabetes, dan penyakit jantung.
d. Pengalaman hidup/gaya hidup
Setiap orang mempunyai gaya hidup tertentu yang dibentukdan
dilakukan sepanjang masa hidupnya. Gaya hidup yang kurang baik
pada masa muda akan berakibat buruk pada masa tuanya. Missal, gaya
hidup merokok, akan beresiko menderita penyakit jantung dan paru-
paru pada masa tuanya.
e. Lingkungan
Setiap orang dipeengaruhi oleh lingkungan hidupnya orang yang hidup
di kota besar kemungkinan besar terpajan oleh polusi dibandingkan
orang yang hidup di desa, di daerah pegunungan.
f. Stress
Setiap orang mempunyai kemampuan untuk mengatasi masalah dan
mengendalikan emosinya. Tingkat stress yang tinggi berpengaruh pada
masa tua seseorang.
E. Perubahan Sistem Tubuh Lansia
Menurut Effendi (2009), perubahan sistem tubuh lansia dan penjelasannya
antara lain:
a) Sel
Pada lansia jumlah selnya akan lebih sedikit dan ukurannya akan lebih
besar. Cairan tubuh dan cairan intraseluler akan berkurang. Proporsi
protein di otak, otot ginjal darah dan hati juga ikut berkurang. Jumlah
sel otak akan menurun, mekanisme perbaikan sel akan terganggu dan
otak menjadi atrofi.
b) Sistem persyarafan
Rata-rata berkurang neocortical sebesar 1 per detik, hubungan
persyarafan cepat menurun, lambat dalam merespon baik dari gerakan
maupun jarak waktu, khususnya dengan stress, mengecilnya saraf
pancaindra, serta menjadi kurang sensitif terhadap sentuhan.
c) Sistem pendengaran
Gangguan pada pendengaran (prebiakusis), membran timpani
mengalami atrofi, terjadi pengumpulan dan pergeseran serum karena
peningkatan keratin, pendengaran menurun pada lanjut usia yang
mengalami ketegangan jiwa atau stress.
d) Sistem penglihatan
Sclerosis pada sfingter pupil dan hilangnya respon terhadap sinar,
kornea lebih berbentuk seperti bola (sferis), lensa lebih suram (keruh)
dapat menyebabkan katarak, meningkatnya ambang pengamatan sinar
dan daya adaptasi terhadap kegagalan menjadi lebih lambat dan sulit
untuk melihat dalam keadaan gelap, hilangnya daya akomodasi,
menurunnya lapang pandang dan menurunnya daya untuk membedakan
antara warna biru dengan hijau pada skala pemeriksaan.
e) Sistem kardiovaskuler
Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi
kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap
tahunsesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya
kontraksi dan volumenya. Kehilangan elastisitas pembulu darah,
kurangnya efektifitas pembulu darah perifer untuk oksigenasi, sering
terjadi postural hipotensi, tekanan darah meningkat diakibatkan oleh
meningkatnya resistensi dari pembulu darah perifer.

f) Sistem pengaturan suhu tubuh


Suhu tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis ±35ºC, hal ini
diakibatkan oleh metabolisme yang menurun, keterbatasan reflex
menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak, sehingga
terjadi rendahnya aktivitas otot.
g) Sistem pernapasan
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,
menurunya aktivitas dari silia, paru-paru kehilangan elektisitas sehingga
kapasitas residu meningkat, menarik napas lebih barat, kapasitas
pernapasan maksimum menurun dan kedalaman bernapas menurun
ukuran alveoli melebar dan normal dan jumlah berkurang, oksigen pada
arteri menurun menjadi 75mmHg, kemampuan untuk batuk berkurang
dan penurunan otot pernapasan.
h) Sistem Gastrointestinal
Kehilangan gigi, indra pengecapan mengalami penurunan,esophagus
melebar, sensitivitas akan rasa lapar menurun, produksi asam lambung
dan waktu pengosongan lambung menurun, peristaltic lemah dan
biasanya timbul konstipasi, fungsi absorbs menurun, hati (liver)
semakin mengecil dan menurunya tempat penyimpanan, serta
berkurangnya suplai aliran darah.
i) Perubahan psikososial
Perubahan psikososial terjadi terutama setelah seseorang mengalami
pension. Berikut ini adalah hal-hal yang akan terjadi pada masa
pensiun.
1) Kehilangan sumber finansial atau pemasukan (income) berkurang
2) Kehilangan status karena dulu mempunyai jabatan posisi yang
cukup tinggi, lengkap dan segala fasilitasnya.
3) Kehilangan teman atau relasi
4) Kehilangan pekerjaan atau kegiatan
5) Merasakan atau kesadaran kematian (sense of awareness of
mortality)
j) Sistem endokrin
Menurunnya produksi ACTH,TSH,FSH, dan LH, atifitas tiroid, basal
metabolic rate (BMR), daya pertukaran gas, produksi aldosterone, serta
sekresi hormone kelamin seperti progesterone, dan testosteron.
k) Sistem integumen
Kulit menjadi keriput akibat kehilangan lemak, permukaan kulit kasar
dan bersisik, menurunya respon terhadap trauma, mekanisme proteksi
kulit menurun, kulit kepala dan rambut menipis serta berwarna kelabu,
rambut dalam hidung dan telinga menebal, berkurangnya elastisitas
akibat menurunya cairan dan vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih
lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kuku kaki tumbuh secara
berlebihan seperti tanduk, kelenjar keringat berkurang jumlahnya dan
fungsinya, kuku menjadi pudar dan kurang bercahaya.
l) Sistem musculoskeletal
Faktor-faktor yang mempengaruhi mental adalah perubahan fisik,
kesehatan umum, ingat pendidikan, keturunan (hereditas), lingkungan,
tingkat kecerdasan (intellegence question-IQ), dan kenangan (memory).

m) Sistem Genitourinaria
Ginjal mengecil gdan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal
menurun hingga 50%, fungsi tubulus berkurang (berakibat pada
penurunan kemampuan ginjal untuk mengonsentrasikan urine, berat
jenis urine menurun, proteinuria biasanya +1), blood urea nitrogen
(BUN) meningkat hingga 21mg%, nilai ambang ginjal terhadap glukosa
meningkat. Otot-otot kandung kemih (vesica urinaria)melemah,
kapasitasnya menurun hingga 200ml dan menyebabkan frekuensi buang
air kecil meningkat, kandung kemih sulit dikosongan sehingga
meningkatkan retensi urine. Pria dengan usia 65 tahun ke atas sebagaian
besar mengalami pembesaran prostat hingga ±75% dari besar
normalnya.
LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI

A. Konsep Dasar Konsep Diri


1. Pengertian
Konsep diri merupakan konsep dasar yang perlu diketahui perawat
untuk mengerti perilaku dan pandangan klien terhadap dirinya, masalahnya
serta lingkungannya. Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat
harus dapat meyakini bahwa klien adalah mahluk bio-psiko-sosio- spiritual
yang uth dan unik sebagai satu kesatuan dalam berinteraksi terhadap
lingkungannya yang diperoleh melalui pengalaman yang unik dengan
dirinya sendiri dan orang lain. Menurut para ahli, definisi dari konsep diri,
yaitu :
1. Stuart & Srmdeen,1998 Konsep diri merupakan suatu pikiran,
keyakinan, dan kepercayaan yang membuat seseorang mengetahui
siapa dirinya dan memengaruhi hubungannya dengan orang lain.
2. Sunaryo, 2004 Konsep diri merupakan Cara individu melihat
pribadinya secara utuh,menyangkut aspek fisik,emosi,
intelektual,sosial dan spritual, termasuk didalamnya persepsi
individu tentang sifat dan potensi yang dimilikinya, interaksinya
dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan
pengalaman dan objek tertentu, serta tujuan, harapan, dan keinginan
individu itu sendiri. (Wahit Iqbal Mubarak dan Nurul
Chayatin,2008)

Konsep diri juga merupakan ide, pikiran, perasaan, kepercayaan dan


pendirian yang diketahui oleh individu dalam berhubungan dengan orang
lain. Konsep diri berkembang secara bertahap dimulai dari bayi dapat
mengenali dan membedakan orang lain. Proses yang berkesinambungan
dari perkembangan konsep diri diluspengaruhi oleh pengalaman
interpersonal dal kultural yang memberikan perasaan positif, memahami
kompetensi pada area yang bernilai bagi individu dan dipelajari melalui
akumulasi kontak-kontak sosial dan pengalaman dengan orang lain. Dalam
merencanakan asuhan keperawatan yang berkualitas perawat dapat
menganalisis respon individu terhadap stimulus atau stesor dari berbagai
komponen konsep diri yaitu citra tubuh, idea diri, harga diri, identitas dan
peran.

2. Komponen Konsep Diri


Terdapat empat komponen konsep diri, yaitu :
1) Gambaran Citra Diri
Gambaran atau citra diri (body image) mencangkup sikap
individu terhadap tubuhnya sendiri, termasuk penampilan fisik,
struktur, dan fungsinya. Perasaan mengenai citra diri meliputi
hal-hal yang terkait dengan seksualitasfemininitas dan
maskualinitas, keremajaan, kesehatan dan kekuatan. Citra mental
tersebut tidak selalu konsisten dengan struktur atau penampilan
fisik yang sesunggunya. Beberapa kelainan citra diri memeliki
akar psikolog yang dalam, misalnya kelainan pola makan seperti
anoreksia. Citra diri mempengaruhi oleh pertumbuhan kognitif
dan perkembangan fisik. Perubahan perkembangan yang normal
seperti pubertas dan penuaan terlihat lebih jelas terhadap citra
diri dibandingkan dengan aspek-aspek konsep diri lainnya.
Selain citra diri juga dipengaruhi oleh nilai sosial budaya.
Budaya dan masyarakat menentukan norma-norma yang diterima
luas mengenai citra diri dan dapat memengaruhi sikap seseorang,
misalnya berat tubuh yang ideal, warna kulit, tindik tubuh serta
tato, dan sebagainya
2) Harga Diri
Harga diri (self-esteem) adalah penilaian individu tentang
dirinya dengan menganalisis kesesuaian antara perilaku dan ideal
diri yang lain. Harga diri dapat diperoleh melalui penghargaan
dari diri sendiri maupun dari orang lain. Perkembangan harga
diri juga ditentukan oleh perasaan diterima,dicintai, dihormati
oleh orang lain, serta keberhasilan yang pernah dicapai individu
dalam hidupnya.
3) Peran
Peran adalah serangkaian perilau yang diharapkan oleh
msyarakat yang sesuai dengan fungsi yang ada dalam masyarakat
atau suatu pola sikap, perilaku, nilai, dan tujuan yang diharapkan
dari seseorang berdasarkan posisinya dimasyarakat, misalnya
sebagai orang tua, atasan, teman dekat dan sebagainya. Setiap
peran berhubungan dengan pemenuhan harapan-harapan tertentu.
Apabila harapan tersebut dapat dipenuhi, rasa percaya diri
seseorang akan meningkat. Sebaliknya, kegagalan untuk
memenuhi harapann atas peran dapat menyebabkan penurunan
harga diri atau terganggunya konsep diri seseorang.
4) Identitas Diri
Identitas diri adalah penilaian individu tentang dirinya sendiri
suatu kesatuan yang utuh. Identitas mencangkup konsistensi
seorang sepanjang waktu dan dalam berbagai keadaan serta
menyiratkan perbedaan dan keunikan dibandingkan dengan
orang lain. Identitas sering kali didapat melalui pengamatan
sendiri dan dari apa yang didengar seorang dari orang lain
mengenai dirinya. Pembentukan identitas sangat diperlukan demi
hubungan yang intim karena identitas seseorang dinyatakan
dalam hubungannya dengan orang lain. Seksualitas merupakan
bagian dari identitas. Identitas seksual merupakan konseptualitas
seseorang atas dirinya sebagai pria atau wanita dan mencangkup
orlentasi seksual. (A.Aziz Alimul, 2009)

3. Jenis Konsep Diri


Menurut Calhoum dan Acocella (1990), dalam perkembangannya
konsep diri terbagi dua, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif.
1) Konsep Diri Positif
Konsep diri positif menunjukkan bahwa adanya penerimaaan diri
dimana individu dengan konsep diri positif mengenal dirinya
dengan baik sekali. Konsep diri yang positif bersifat stabil dan
bervarisi. Individu yang memiliki konsep diri positif yang dapat
memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-
macam tentang dirinya sendiri sehingga evaluasi terhadap dirinya
sendiri menjadi positif dan dapat menerima dirinya apa adanya.
Individu yang memiliki konsep diri positif akan merancang tujuan-
tujuan yanbg sesuai dengan relatif, yaitu dengan yang memiliki
kemungkinan besar untuk dapat dicapai, mampu menghadapi
kehidupan didepannya serta menganggap bahwa hidup adalah suatu
proses penemuan.
2) Konsep Diri Negatif
Calhoun dan Acocella (1990) membagi konsep diri negatif menjadi
dua tipe, yaitu:
a. Pandangan individu tentang dirinya sendiri benar-benar tidak
teratur, tidak perasaan, kestabilan dan keutuhan diri. Individu
tersebut benar-benar tidak tahu siapa dirinya, kekuatan dan
kelemahannya atau yang dihargai dalam kehidupannya.
b. Pandangan tentang dirinya sendiri terlalu stabil dan teratur. Hal
ini bisaterjadi karena individu dididik dengan cara yang sangat
keras, sehingga menciptakan citra diri yang tidak mengizinkan
adanya penyimpangan dari seperangkat hukum yang dalam
pikirannya merupakan cara hidup yang tepat.

4. Perkembangan Konsep Diri


Konsep diri belum ada sejak bayi dilahirkan, tetapi berkembang secara
bertahap, saat bayi dapat membedakan dirinya dengan orang lain,
mempunyai nama sendiri, pakaian sendiri. Anak mulai dapat mempelajari
dirinya, yang mana kaki, tangan, mata dan sebagainya serta kemampuan
berbahasa akan memperlancar proses tumbuh-kembang anak. Pengalaman
dalam keluarga merupakan dasar pembentukan konsep diri karena keluarga
dapat memberikan perasaan maupun tidak mampu, perasaan di terimah atau
ditolak dan dalam keluarga individu mempunyai kesempatan untuk
mengidentifikasikan dan meniru perilaku orang lain yang diinginkan serta
merupakan pendorong yang kuat agar individu mencapai tujuan yang
sesuai atau penghargaan yang pantas. Dengan demikian jelas bahwa
kebudayaan dan sosialisasi mempengaruhi konsep diri dan perkembangan
kepribadiaan seseorang. Seseorang dengan konsep diri yang positif dapat
mengeksplorasi dunianya secara terbuka dan jujur karena latar bekalang
penerimaannya sukses, konsep diri yang positif bersal dari pengalaman
yang positif yang mengarah pada kemampuan pemahaman.
Konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan
sosial yang meladaptif. Setiap individu dalam kehidupannya tidak terlepas
dari berbagai stresor, dengan adanya stresor akan menyebabkan
ketidakkeseimbangan dalam diri sendiri. Dalam menguasai
ketidakseimbangan tersebut individu menggunakan koping yang bersifat
mambangun ataupun kopik yang bersifat merusak. (Suliswati,dkk,2005)

Konsep diri mencangkup konsep, keyakinan, dan pendirian yang


ada dalam pengetahuan seseorang tentangdirinya sendiri dan yang
memengaruhi hubungan individu tersebut dengan orang lain. Konsep
diri tidak ada sejak lahir tapi berkembang perlahan-lahan sebagai hasil
pengalaman unik dengan diri sendiri, dengan orang yang berarti dan
dengan sesuatu yang nyata dilingkungan. Bagaimanapun konsep diri
bisa atau tidak bisa merefleksikan realita. Pada masa bayi, konsep diri
terutama adalah kesadaran tentang eksistensi mandiri seseorang yang
dipelajari dimasa lalu sebagai hasil dari kontak sosial dan pengalaman
dengan orang lain. Proses ini menjadi lebih aktif selama masa toldler
ketika anak telah menggali batasan kemampuan mereka dan dampaknya
kepada orang lain. Anak usia sekolah lebih menyadari perbedaan
diantara orang, lebih sensitif dengan tekanan sosial, dan men)adi lebih
sibuk memikirkan masalah kritikan-diri dan evaluasi-diri. Selama
masalah remaja awal, anak lebih berfokus pada perubah fisik dan emosi
yang terjadi dan pada penerimaan teman sebaya. Konsep diri diperjalas
selama masa remaja akhir ketika anak muda mengatur konsep diri
mereka disekitar nilai, tujuan, dan kompetensi yang didapat selama
anak kanak-kanak. (Donna L. Wong, dkk 2009).
Menurut teori psikososial, perkembangan konsep diri dapat dibagi
kedalam beberapa tahap, yaitu :
1-1 tahun

• Menumbuhkan rasa percaya dari konsistensi dalam interaksi


pengasuhan dan pemeliharaan yang dilakukan oleh orang tua atau
orang lain.

• Membedakan dirinya dari lingkungan

3-3 tahun

• Mulai mengatakan apa yang dia sukai dan yang tidak disukai

• Meningkatkan kemandirian dalam berfikir dan bertindak

• Menghargai penampilan dan fungsi tubuh

• Mengembangkan diri dengan mencontoh orang yang dikagumi,


meniru, dan bersosialisasi.
3-6 tahun

• Memiliki inisiatif

• Mngenali jenis kelamin

• Meningkatkan kesadaran diri

• Meningkatkatnya keterampilan berbahasa, termasuk pengenalan


akan perasaan seperti senang, kecewa dan sebagainya.

• Sensitif terhadap umpan balik dari keluarga

12-20 tahun

• Menggabungkan umpan balik dari teman sebaya dan guru,


keluarga tidak lagi dominan

• Meningkatnya harga diri dengan penguasaan keterampilan baru

• Menguatnya identitas nasional

• Menyadari kekuatan dan kelemahan

20-40 tahun

• Memiliki hubungan yang intim dengan keluarga dan orang-orang


lain

• Memiliki perasaan yang stabil positif mengenai diri

• Mengalami keberhasilan transisi peran dan meningkatnya


tanggung jawab.
40-60 tahun

• Dapat menerima perubahan penampilan dan kesehatan fisik

• Mengevaluasi ulang tujuan hidup

• Merasa nyaman dengan proses penuaan


Di atas 60 tahun

• Merasa positif mengenai hidup dan makna kehidupan

• Berkeinginan untuk meninggalkan warisan bagi generasi


berikutnya. (A.Aziz Alimul, 2009)

5. Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri


Konsep diri individu dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor ulama
adalah perkembangan, keluarga dan budaya, stresor, sumber, riwayat
keberhasilan dan kegagalan, serta penyakit.
1) Perkembangan
Saat individu berkembang, faktor yang mempengaruhi konsep
diri berubah. Sebagai contoh, bayi membutuhkan lingkungan
yang suportif dan penuh kasih sayang, sementara anak-anak
membutuhkan kebebasan untuk menggali dan belajar.
2) Keluarga dan budaya
Nilai yang dianut anak kecil sangat dipengaruhi oleh kelarga dan
budaya. Selanjutnya, teman sebaya memengaruhi anak dan
dengan demikian memengaruhi rasa dirinya. Ketika anak
berkonfrontasi dengan membedakan harapan dari keluarga,
budaya, dan teman sebaya, rasa diri anak sering kali
membingungkan. Sebagai contoh, anak mungkin menyadari
bahwa orang tuanya mengharapkan ia tidak minum alkohol dan
mengharapkan ia menghadiri layanan agama setiap Sabtu
malam. Pada saat bersamaan, teman sebayanya meminum bir
dan mendorongnya untuk menghabiskan malam Sabtunya
dengan mereka.
3) Stresor
Stresor dapat menguatkan konsep diri saat individu berhasil
menghadapi masalah. Di pihak lain, stresor yang berlebihan
dapat menyebabkan respon maladaptif termasuk
penyalahgunaan zat, menarik diri, dan ansietas. Kemampuan
individu untuk menangani stresor sangat bergantung pada
sumber daya personal.
4) Sumber Daya
Individu memiliki sumber daya internal dan eksternal. Contoh
sumber daya internal adalah rasa percaya diri dan nilai diri,
sedangkan sumber daya eksternal meliputi jaringan dukungan,
pendanaan yang memadai, dan organisasi. Secara umum,
semakin besar jumlah sumber daya yang dimiliki dan digunakan
individu, pengaruhnya pada konsep diri semakin positif.
5) Riwayat keberhasilan dan kegagalan
Individu yang pernah mengalami kegagalan menganggap diri
mereka sebagai orang yang gagal, sementara individu yang
memiliki riwayat keberhasilan memiliki konsep diri yang lebih
positif, yang kemungkinan dapat mencapai lebih banyak
keberhasilan
6) Penyakit
Penyakit dan trauma juga dapat memengaruhi konsep diri.
Seorang wanita yang telah menjalani mastektomi mungkin
memandang diri mereka tidak lagi menarik. Selain itu,
kehilangan akibat mastektomi dapat memengaruhi cara ia
bertindak dan menilai dirinya sendiri. Individu berespons
terhadap stresor, seperti penyakit dan gangguan fungsi akibat
penuaan dalam berbagai cara : menerima, menyangkal, menarik
diri, dan depresi adalah reaksi yang umum.

B. Tanda dan Gejala


1. Keputusasaan
Batasan Karakteristik

• Menutup mata
• Penurunan afek

• Penurunan selera makan

• Penurunan respon terhadap stimulus

• Penurunan verbalisasi

• Kurang inisiatif

• Kurang keterlibatan dalam asuhan

• Pasif

• Mengangkat bahu sebagai respon terhadap orang yang mengajak


bicara

• Gangguan pola tidur

• Meninggalkan orang yang mengajak bicara

• Isyarat verbal (misalnya : isi putus asa, “saya tidak dapat”,


mengehla napas)
2. Gangguan Citra Tubuh
Batasan Karakteristik:

• Perilaku mengenali tubuh individu

• Perilaku menghindari tubuh individu

• Perilaku memantau tubuh individu

• Respon nonverbal terhadap perubahan actual pada tubuh (mis:


penampilan, struktur, fungsi)

• Respon nonverbal terhadap persepsi perubahan pada tubuh (mis:


penampilan, struktur, fungsi)

• Mengungkapkan perasaan yang mencerminkan perubahan


pandangan tentang tubuh individu (mis: perubahan, struktur,
fungsi)

• Mengungkapkan persepsi yang mencerminkan perubahan


individu dalam penampilan

Objektif

• Perubahan actual pada fungsi

• Perubahan actual pada struktur

• Perilaku mengenali tubuh individu

• Perilaku memantau tubuh individu

• Perubahan dalam kemampuan memperkirakan hubungan special


tubuh terhadap lingkungan

• Perubahan dalam keterlibatan social

• Perluasan batasan tubuh untuk menggabungkan objek lingkungan

• Secara sengaja menyembunyikan bagian tubuh

• Secara sengaja menonjolkan bagian tubuh

• Kehilangan bagian tubuh

• Tidak melihat bagian tubuh

• Tidak menyentuh bagian tubuh

• Trauma pada bagian yang tidak berfungsi

• Secara tidak sengaja menonjolkan bagian tubuh

Subjektif

• Depersonalisasi kehilangan melalui kata ganti yang netral


• Depersonalisasi bagian melalui kata ganti yang netral

• Penekanan pada kekuatan yang tersisa

• Ketakutan terhadap reaksi orang lain

• Fokus pada penampilan masa lalu

• Perasaan negative tentang sesuatu

• Personalisasi kehilangan dengan menyebutkannya

• Fokus pada perubahan

• Fokus pada kehilangan

• Menolak memverifikasi perubahan actual

• Mengungkapkan perubahan gaya hidup

3. Gangguan Identitas Personal


Batasan Karakteristik

• Sifat personal kontradiktif

• Deskripsi waham tentang diri sendiri

• Gangguan citra tubuh

• Kebingungan gender

• Ketidakefektifan koping

• Gangguan hubungan

• Ketidakefektifan performa peran

• Merasa koping
• Merasa aneh

• Perasaan yang berfluktuasi tentang diri sendiri

• Ketidakmampuan membedakan stimulus internal dan eksternal

• Ketidakpastian tentang nilai budaya (misalnya : mempertanyakan


kepercayaan, agama, dan moral)

• Ketidakpastian tentang tujuan

• Ketidakpastian tentang nilai ideologis (misalnya : mepertanyakan


kepercayaan, agama, dan moral)
4. Harga Diri Rendah Kronik
Batasan Karakteristik :

• Bergantung pada pendapat orang lain

• Evaluasi diri bahwa individu tidak mampu menghadapi peristiwa

• Melebih-lebihkan umpan balik negative tentang diri sendiri

• Secara berlebihan mencari penguatan

• Sering kali kurang berhasil dalam peristiwa hidup

• Enggan mencoba situasi baru

• Enggan mencoba hal baru

• Perilaku bimbang

• Kontak mata kurang

• Perilaku tidak asertif

• Sering kali mencari penegasan

• Pasif
• Menolak umpan balik positif tentang diri sendiri

• Ekspresi rasa bersalah

• Ekspresi rasa malu

5. Harga Diri Rendah Situasional


Batasan Karakteristik :

• Evaluasi diri bahwa individu tidak mampu menghadapi peristiwa

• Evaluasi diri bahwa individu tidak mampu menghadapi situasi

• Perilaku bimbang

• Perilaku tidak asertif

• Secara verbal melaporkan tantangan situasional saat ini terhadap


harga diri

• Ekspresi ketidakberdayaan

• Ekspresi ketifakbergunaan

• Verbalisasi meniadakan diri

6. Kesiapan Meningkatkan Konsep Diri


Batasan Karakterisitik:
 Menerima keterbatasan

 Menerima kekuatan

 Tindakan selaras dengan ekspresi verbal

 Mengekspresikan kepercayaan diri dalam kemampuan

 Mengekspresikan kepuasan dengan citra tubuh

 Mengekspresikan kepuasan dengan identitas pribadi

 Mengekspresikan kepuasan dengan performa peran


 Mengekspresikan kepuasan dengan rasa berharga

 Mengekspresikan kepuasan dengan gagasan tentang diri sendiri

 Mengekspresikan keinginan untuk meningkatkan konsep diri


Perubahan Kehilangan
status sosial dukungan
keluarga keluarga

Gangguan
proses
keluarga

Hubungan
keluarga
ambifalen

Ketidakmampuan
koping keluarga
D. Pemeriksaan Diagnostik
1. Tes MMPI
Minnesota Multiphasic Personality Inventoiy (MMPI) ialah tes
kepribadian yang paling banyak digunakan secara luas dalam penelitian dan
penilaian dalam psikologi yang memakai skala klinis. Skala klinis
merupakan skala dengan penilaian objektif, yaitu bagaimana orang lain
menilai individu tersebut. Struktur MMPI yang terdiri dari 567 pertanyaan
yang dijawab benar atau salah membutuhkan sekitar 60- 90 menit untuk
diselesaikan. MMPI penting karena dapat digunakan untuk membedakan
orang yang normal dengan orang yang ada kemungkinan ketidaknormalan
dalam kepribadiannya. MMPI sampai saat ini masih sangat dipercaya,
terutama di Indonesia sebagai alat resmi diagnosa gangguan jiwa oleh
psikiater.
2. Electro Encephalography (EEG)
Electro Encephalography (EEG) merupakan pemeriksaan syaraf otak
dengan merekam gelombang gelombang otak. EEG adalah pemeriksaan
penunjang yang sangat diperlukan di bagian syaraf untuk menentukan
adanya kelainan gelombang gelombang di otak secara fungsional.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya :
a. Pasien yang mengalami kejang atau yang diduga mengalami kejang.
b. Mengevaluasi efek serebral dari berbagai penyakit sistemik (misalnya
keadaan ensefalopati metabolik karena diabetes, gagal ginjal).
c. Melakukan studi untuk mengetahui gangguan tidur ( sleep disorder )
atau narkolepsi.
d. Membantu menegakkan diagnosa koma.
e. Melokalisir perubahan potensial listrik otak yang disebabkan trauma,
tumor, gangguan pembuluh darah (vaskular) dan penyakit
degeneratif.
f. Membantu mencari berbagai gangguan serebral yang dapat
menyebabkan nyeri kepala, gangguan perilaku dan kemunduran
intelektual.
3. CT (Computed Tomography)
CT scan adalah test diagnostik yang memiliki informasi yang
sangat tinggi.Tujuan utama penggunaan ct scan adalah mendeteksi
perdarahan intra cranial, lesi yang memenuhi rongga otak (space
occupying lesions/ SOL), edema serebral dan adanya perubahan struktur
otak.

4. MRI (Magnetic Resonance Imaging)


MRI adalah sebuah metode pemeriksaan diagnoatik yang mulai
digunakan sejak tahun 1980 gambar yang dihasilkan juga merupakan
hasil rekonstruksi komputer. Namun berbeda dengan CT- Scan, MRI
tidak menggunakan radiasi ion melainkan menggunakan medan magnet
dan radiofrekuensi. MRI merupakan studi pilihan bagi evaluasi pada
sebagian besar lesi pada otak dan spinal. MRI melakukan scan terhadap
nukleus hidrogen yang merupakan atom terbanyak ditubuh manusia.

E. Penatalaksanaan Medis
Pemberian terapi medis pada kasus gangguan psikososial juga tidak
digolongkan sendiri dan lebih mengarah kepada pemberian obat golongan
antidepresan, karena fungsi dari obat anti depresan adalah memblok
pengambilan kembali neurotransmitter norepineprin dan serotonin,
meningkatkan konsentrasinya pada sinapsis dan mengoreksi defisit yang
diperkirakan menyebabkan alam perasaan melankolis. Hal ini sesuai dengan
masalah neurotransmitter yang dihadapi oleh klien dengan harga diri rendah
yaitu adanya penurunan neurotransmitter seperti serotonin, norepineprin.
Terdapat banyak jenis antidepresan, salah satunya obat jenis Tricyclic
Anti Depresan (TCA) : Amitriptiline, Imipramine, desipramine, notriptilin,
sesuai dengan fungsi dari obatnya yaitu untuk meningkatkan reuptake
seorotonin dan norepinefrin sehingga meningkatkan motivasi klien dan sesuai
dengan indikasinya yaitu pengobatan yang diberikan pada klien dengan
depresi tetapi juga mengalami skizofrenia sehingga mempunyai efek
pengobatan yang saling meningkatkan.
F. Pengkajian Keperawatan

Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan psikososial menurut

Tarwoto, 2003 adalah sebagai berikut :

1. Pengkajian psikologis

a. Status emosional

1) Apakah emosi sesuai perilaku?

2) Apaka klien dapat mengendalikan emosi?

3) Bagaimana perasaan klien yang tampil seperti biasanya?

4) Apakah perasaan hati sekarang merupakan ciri khas klien?

5) Apa yang klien lakukan jika marah atau sedih?

b. Konsep diri

1) Bagaimana klien menilai dirinya sebagai manusia?

2) Bagaimana orang lain menilai diri klien?

3) Apakah klien suka akan dirinya?

c. Cara komunikasi

1) Apakah klien mudah merespon?

2) Apakah spontanitas atau hanya jika ditanya?

3) Bagaimana perilaku non verbal klien dalam berkomunikasi?

4) Apakah kien menolak untuk memberi respon?

d. Pola interaksi

1) Kepada siapa klien mau berinteraksi?

2) Siapa yang paling penting atau berpengaruh bagi klien?

3) Bagaimana sifat asli klien : mendominasi atau positif?


2. Pengkajian sosial

a. P endidikan dan pekerj aan

1) Pendidikan terakhir

2) Keterampilan yang mampu dilakukan

3) Pekerjaan klien

4) Status keuangan

b. Hubungan sosial

1) Teman dekat klien

2) Bagaimana klien menggunakan waktu luang?

3) Apakah klien berkecimpung dalam kelompok masyarakat?

c. Faktor kultur sosial

1) Apakah agama dan kebudayaan klien?


2) Bagaimana tingkat pemahaman klien tentang agama?
3) Apakah bahasa klien memadai untuk berkomunikasi dengan
orang lain?
d. Pola hidup
1) Dimana tempat tinggal klien?
2) Bagaimana tempat tinggal klien?
3) Dengan siapa klien tinggal?
4) Apa yang klien lakukan untuk menyenangkan diri?
e. Keluarga
1) Apakah klien sudah menikah?
2) Apakah klien sudah mempunyai anak?
3) Bagaimana status kesehatan klien dan keluarga?
4) Masalah apa yang terutama dalam keluarga?
5) Bagaimana tingkat kecemasan klien?
Dalam mengkaji konsep diri, perawat mengumpulkan data objektif dan
subjektif yang berfokus pada stresor konsep diri baik yang akurat maupun
potensial dan pada perilaku yang berkaitan dengan perubahan konsep diri.
Contoh stresor yang mungkin dirasakan perawat selama mengumpulkan
riwayat keperawatan termasuk kehilangan pekerjaan, awitan penyakit kronis
atau tunawisma. Data objektif selanjutnya termasuk perilaku yang
diperlihatkan oleh klien, seperti preokupasi terhadap perubahan citra tubuh,
keengganan untuk mencoba hal - hal baru, dan interaksi verbal dan non verbal
antara klien dengan orang lain (misalnya pengeksperian rasa malu atau
kegagalan untuk melihat pada bagian tubuh yang mengalami perubahan). Data
subjektif dikumpulkan untuk menentukan pandangan klien tentang diri dan
lingkungan. Persepsi orang terdekat adalah sumber data yang penting.
Bagaimana keluarga dan orang terdekat merasakan respons klien terhadap
ancaman pada harga diri?
Pengkajian keperawatan harus mencakup pertimbangan tentang
perilaku koping sebelumnya, sifat, besar, dan intensitar stresor dan sumber
internal dan eksternal klien. Sering kali perawat lupa untuk mengkaji
bagaimana klien mengatasi stresor di masa lalu. Koping klien bisa saja melalui
penghindaran terhadap masalah, pengumpulan informasi, membedakan
keputusan tentang diri mereka terhadap masalah, pengumpulan informasi,
membedakan keputusan tentang diri mereka terhadap orang terdekat untuk
membuat, menyangkal, dan sebagainya. Tidak semua masalah ditunjukkan
dengan cara yang sama oleh klien, tetapi sering kali seseorang menggunakan
pola koping yang signifikan. Catatan medis klien adalah sumber data objektif
lainnya yang dapat menunjukkan riwayat koping negatif melalui penggunaan
alkohol atau bahan terlarang lainnya.
Juga penting untuk mengkaji aktivitas peningkatan kesehatan yang
dilakukan klien. Misalnya, apakah klien menghadiri kelompok duka cita
atau kelompok bercerai untuk mendapat dukungan selama peristiwa hidup
yang menegangkan? Suatu tinjauan tentang sumber didalam komunitas klien
dan keinginan atau minat klien dalam menggunakan sumber komunitas juga
membantu dalam menetapkan rencana perawatan. Rumah sakit dan
perawatn komunitas harus mewaspadai sumber untuk rujukan klien karena
perawatan tidak berakhir dengan berakhirnya perawatan dirumah.
Contoh Pertanyaan Pengkajian Konsep Diri
Respon khas yang menunjukkan Harga
Pertanyaan dari Perawat
Diri Rendah
IDENTITAS Jawaban yang menunjukkan
“Jika Anda tidak mengetahui diri Anda, penghinaan tentang diri sendiri
bagaimana mungkin Anda akan (misalnya, Saya tidak terlalu baik,”
menggambarkan diri Anda kepada “Saya bukan apa - apa,” atau “ Saya
Saya?” terlalu kurus, gemuk, jelek.”)
CITRA TUBUH Adalah normal bagi seseorang untuk
“Apakah ada sesuatu tentang tubuh membuat komentar tentang atribut
Anda yang Anda ubah? Jika ya, spesifik, seperti “Hidung saya terlalu
perubahan apa?” panjang” atau “Paha saya terlalu
gemuk.” Jika jawabannya berfokus pada
banyak hal, ini tidak sehat.
Jawaban yang menunjukkan
perbedaan dari apa sebenarnya orang
tersebut juga menyebabkan
kekhawatiran, seperti “Berat badan saya
75kg ;ebih ringan,” atau “Jika saya bukan
Hispanik,” menunjukkan
ketidaknyamanan yang besar.
HARGA DIRI Pertanyaan tentang tidak menyukai

“Bagaimana perasaan Anda tentang diri diri sendiri atau tidak mencapai apa yang
Anda?” seseorang harapkan juga

“Apakah Anda memenuhi apa yang menyebabkan kekhawatiran.


Anda inginkan dalam hidup Anda Mengungkapkan ketidakberdayaan atau
sejauh ini?” keputusasaan menunjukkan sitres diri.

PERAN Perasaan tidak puas dalam peran

“Apakah Anda pikir Anda telah mampu menimbulkan stres konsep diri.
menjadi (seorang ibu, anak perempuan,
seorang istri, seorang suami, seorang
ayah, anak laki - laki)dalam keluarga
Anda dengan cara yang Anda
inginkan?”
G. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakmampuan Koping Keluarga
a. Definisi
Perilaku orang terdekat (anggota keluarga atau orang berarti)
yang membatasi kemampuan dirinya dan klien untuk
beradptasi dengan masalah kesehatan yang dihadapi klien.
b. Batasan Karakteristik

• Merasa diabaikan

• Tidak memenuhi kebutuhan anggota keluarga

• Tidak toleran

• Mengabaikan anggota keluarga

• Terlalu khawatir dengan anggota keluarga

• Merasa tertekan (depresi)

• Perilaku menyerang (agresi)

• Perilaku menghasut (agitasi)

• Menunjukkan gejala psikosomatis

• Perilaku menolak

• Perawatan yang mengabaikan kebutuhan dasar klien

• Mengabaikan perawatan / pengobatan anggota keluarga

• Perilaku bermusuhan

• Perilaku individualistik

• Upaya membangun hidup bermakna terganggu


• Perilaku sehat terganggu

• Ketergantungan anggota keluarga meningkat

• Realitas kesehatan anggota keluarga terganggu

c. Faktor yang Berhubungan

• Penyakit Alzheimer

• AIDS

• Kelainan yang menyebabkan paralisis permanen

• Kanker

• Penyakit kronis (mis. Kanker, arthritis,reumatoid)

• Penyalahgunaan zat

• Krisis keluarga

• Konflik keluarga yang belum terselesaikan

2. Gangguan Citra Tubuh


a. Definisi: konfusi dalam gambaran mental tentang diri-fisik
individu
b. Batasan Karakteristik:

• Perilaku mengenali tubuh individu

• Perilaku menghindari tubuh individu

• Perilaku memantau tubuh individu

• Respon nonverbal terhadap perubahan actual pada tubuh


(mis: penampilan, struktur, fungsi)

• Respon nonverbal terhadap persepsi perubahan pada


tubuh (mis: penampilan, struktur, fungsi)
• Mengungkapkan perasaan yang mencerminkan
perubahan pandangan tentang tubuh individu (mis:
perubahan, struktur, fungsi)

• Mengungkapkan persepsi yang mencerminkan


perubahan individu dalam penampilan
Objektif

• Perubahan actual pada fungsi

• Perubahan actual pada struktur

• Perilaku mengenali tubuh individu

• Perilaku memantau tubuh individu

• Perubahan dalam kemampuan memperkirakan


hubungan special tubuh terhadap lingkungan

• Perubahan dalam keterlibatan social

• Perluasan batasan tubuh untuk menggabungkan objek


lingkungan

• Secara sengaja menyembunyikan bagian tubuh

• Secara sengaja menonjolkan bagian tubuh

• Kehilangan bagian tubuh

• Tidak melihat bagian tubuh

• Tidak menyentuh bagian tubuh

• Trauma pada bagian yang tidak berfungsi

• Secara tidak sengaja menonjolkan bagian tubuh

Subjektif
• Depersonalisasi kehilangan melalui kata ganti yang
netral

• Depersonalisasi bagian melalui kata ganti yang netral

• Penekanan pada kekuatan yang tersisa

• Ketakutan terhadap reaksi orang lain

• Fokus pada penampilan masa lalu

• Perasaan negative tentang sesuatu

• Personalisasi kehilangan dengan menyebutkannya

• Fokus pada perubahan

• Fokus pada kehilangan

• Menolak memverifikasi perubahan actual

• Mengungkapkan perubahan gaya hidup

c. F aktor yang Berhubungan:

• Biofisik, kognitif

• Budaya, tahap perkembangan

• Penyakit, cedera

• Perceptual, psikososial, spiritual

• Pembedahan, trauma

• Terapi penyakit

3. Gangguan Identitas Personal


a. Definisi
Ketidakmampuan mempertahankan persepsi diri yang utuh dan
terintegrasi.
b. Batasan Karakteristik
Sifat personal kontradiktif

Deskripsi waham tentang diri sendiri

Gangguan citra tubuh

• Kebingungan gender

• Ketidakefektifan koping

• Gangguan hubungan

• Ketidakefektifan performa peran

• Merasa koping

• Merasa aneh

• Perasaan yang berfluktuasi tentang diri sendiri

• Ketidakmampuan membedakan stimulus internal dan


eksternal

• Ketidakpastian tentang nilai budaya (misalnya :


mempertanyakan keper#ayaan, agama, dan moral/

• Ketidakpastian tentang tujuan

• Ketidakpastian tentang nilai ideologis (misalnya :


mepertanyakan kepercayaan, agama, dan moral)
c. F aktor Yang Berhubungan

• Harga diri rendah kronik

• Indoktrinasi pemujaan
• Diskontinuitas budaya

• Diskriminasi

• Disfungsi proses keluarga

• Mengonsumsi zat kimia toksik

• Inhalasi zat kimia toksik

• Kondisi manik

• Gangguan kepribadan ganda

• Sindrom otak organik

• Prasangka

• Gangguan psikiatrik (misalnya : psikosis, depresi,


gangguan disosiatif)

• Krisis situasional

• Harga diri rendah situasional

• Perubahan peran sosial

• Tahap perkembangan

• Tahap pertumbuhan

• Penggunaan obat psikoaktif

4. Risiko Gangguan Identitas Personal


a. Definisi
Risiko ketidakmampuan mempertahankan persepsi diri yang
terintegrasi dan komplet
b. Faktor Risiko
• Harga diri rendah kronik

• Indoktrinasi pemujaan

• Diskontinuitas budaya

• Diskriminasi

• Disfungsi proses keluarga

• Mengonsumsi zat kimia toksik

• Inhalasi zat kimia toksik

• Kondisi manik

• Gangguan kepribadian ganda

• Sindrom otak organik

• Prasangka

• Gangguan psikiatrik (misalnya : psikosis, depresi,


gangguan disosiatif)

• Krisis situasional

• Harga diri rendah situasional

• Perubahan peran sosial

• Tahap perkembangan

• Tahap pertumbuhan

• Penggunaan obat psikoaktif

5. Harga Diri Rendah Kronik


a. Definisi
Evaluasi diri/perasaan negative tentang diri sendiri atau
kecakapan diri yang berlangsung lama.
b. Batasan Karakteristik :

• Bergantung pada pendapat orang lain

• Evaluasi diri bahwa individu tidak mampu menghadapi


peristiwa

• Melebih-lebihkan umpan balik negative tentang diri

sendiri

• Secara berlebihan mencari penguatan

• Sering kali kurang berhasil dalam peristiwa hidup

• Enggan mencoba situasi baru

• Enggan mencoba hal baru

• Perilaku bimbang

• Kontak mata kurang

• Perilaku tidak asertif

• Sering kali mencari penegasan

• Pasif

• Menolak umpan balik positif tentang diri sendiri

• Ekspresi rasa bersalah

• Ekspresi rasa malu

c. Faktor yang Berhubungan :

• Ketidakefektifan adaptasi terhadap kehilangan

• Kurang kasih saying


• Kurang persetujuan

• Kurang keanggotaan dalam kelompok

• Persepsi ketidaksesuaian antara norma budaya dan diri

• Persepsi ketidaksesuaian antara norma spiritual dan diri

• Persepsi kurang rasa memiliki

• Persepsi kurang dihargai oleh orang lain

• Gaangguan psikiatrik

• Kegagalan berulang

• Penguatan negative berulang

• Peristiwa traumatic

• Situasi traumatic

6. Harga Diri Rendah Situasional


a. Definisi
Perkembangan persepsi negative tentang harga diri sebagai
respons terhadap situasi saat ini.
b. Batasan Karakteristik :

• Evaluasi diri bahwa individu tidak mampu menghadapi


peristiwa

• Evaluasi diri bahwa individu tidak mampu menghadapi


situasi

• Perilaku bimbang

• Perilaku tidak asertif

• Secara verbal melaporkan tantangan situasional saat ini


terhadap harga diri

• Ekspresi ketidakberdayaan

• Ekspresi ketifakbergunaan

• Verbalisasi meniadakan diri

c. Faktor yang Berhubungan :

• Perilaku yang tidak selaras dengan nilai

• Perubahan perkembangan

• Gangguan citra tubuh

• Kegagalan

• Gangguan fungsional

• Kurang penghargaan

• Kehilangan

• Penolakan

• Perubahan peran social

7. Risiko Harga Diri Rendah Situasional


a. Definisi
Berisiko mengalami persepsi negative tentang harga diri
sebagai respons terhadap situasi saat ini
b. Faktorrisiko

• Perilaku tidak selaras dengan nilai

• Penurunan kendali terhadap lingkungan

• Perubahan perkembangan

• Gangguan citra tubuh


• Kegagalan

• Gangguan fungsi

• Riwayat ditinggalkan

• Riwayat penganiayaan

• Riwayat ketidakberdayaan yang dipelajari

• Riwayat pengabaian

• Kurang pengenalan

• Kehilangan

• Penyakit fisik

• Penolakan

• Perubahan peran sosial

• Harapan diri tidak realistis

8. Kesiapan Meningkatkan Konsep Diri


a. Definisi
Pola persepsi atau gagasan tentang diri yang memadai untuk
kesejahteraan dan dapat ditingkatkan.
b. Batasan Karakterisitik

• Menerima keterbatasan

Menerima kekuatan

• Tindakan selaras dengan ekspresi verbal

• Mengekspresikan kepercayaan diri dalam kemampuan

• Mengekspresikan kepuasan dengan citra tubuh


• Mengekspresikan kepuasan dengan identitas pribadi

• Mengekspresikan kepuasan dengan performa peran

• Mengekspresikan kepuasan dengan rasa berharga

• Mengekspresikan kepuasan dengan gagasan tentang diri


sendiri

• Mengekspresikan keinginan untuk meningkatkan


konsep diri
H. Rencana Keperawatan

NO. DIAGNOSA KRITERIA HASIL RENCANA INTERVENSI NAMA DAN


KEPERAWATAN/ KODE (SLKI) KEPERAWATAN TTD
DIAGNOSA (SIKI) PERAWAT
KEPERAWATAN
(SDKI)
1. Ketidakmampuan Koping Setelah dilakukan asuhan Dukungan Koping Keluarga
Keluarga berhubungan keperawatan 3x24 jam, (I.09260)
dengan hubungan keluarga diharapkan ketidakmampuan Tindakan:
ambifalen dibuktikan dengan koping keluarga dapat teratasi a. Observasi
pasien selalu khawatir pada dengan kriteria hasil:  Identifikasi respon
saudaranya yang masih Status Koping Keluarga emosional kondisi saat
hidup dan keadaan dirinya (L.09088) ini
(D.0093) Indikator SA ST  Identifikasi kesesuaian
Perasaan 2 4 antara harapan
diabaikan pasien,keluarga, dan
Kekhawatiran 2 4 tenaga kesehatan
tentang b. Teraupeutik
anggota  Dengarkan masalah,
keluarga perasaan, dan pertanyaan
Perilaku 2 4 keluarga
mengabaikan  Fasilitasi pengambilan
anggota keputusan perawatan
keluarga jangka panjang
 Bersikap sebagai
pengganti keluarga
untuk menenangkan
pasien
 Hargai dan dukung
mekanisme koping
adaptif yang digunakan
c. Edukasi
 Informasikan kemajuan
pasien secara berkala
d. Kolaborasi
 Rujuk untuk terapi
keluarga
I. Referensi
Suliswati, dkk. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :

EGC

Mubarak, Wahit Iqbal dan Nuiul Chayatin. 2008. Buku. Ajar Kebutuhan

Dasar Manusia. Jakarta: EGC


Wong, Donna L., Dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediaktrik. Jakarta:

EGC
Hidayat, A.Aziz Alimun 2002. Kebutuhan Dasar Manusia, Jakarta: EGC
Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan Volume 1. Jakarta : EGC
Tarwoto dan Wartonah. 2003. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses

Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Ed 3


Kozier, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 7 Volume 2.

Jakarta : EGC
Herdman, Heather. 2012. Nanda International Diagnosis Keperawatan 2012

2014. Jakarta : EGC


Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9.

Jakarta : EGC
Kusuma, Hardhi dan Amin Huda Nurarif. 2013. Aplikasi Asuhan

Anda mungkin juga menyukai