Anda di halaman 1dari 24

HUBUNGAN PENGATURAN POLA MAKAN DENGAN

KEKAMBUHAN RHEUMATOID ARTRITIS


PADA LANSIA

LITERATURE REVIEW

SKRIPSI

Oleh :
Ika Nur Rahmawati
NIM. 17010096

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER
YAYASAN PENDIDIKAN JEMBER INTERNATIONAL SCHOOL (JIS)
2021
BAB IV

HASIL DAN ANALISIS

4.1 Karateristik Studi

Enam artikel memenuhi kriteria inklusi. Artikel tersebut semuanya

memiliki desain penelitian cross-sectional. Jumlah rata-rata peserta 142

responden. Setiap penelitian membahas tentang makanan dengan rheumatoid

arthritis. Kualitas artikel tertinggi adalah jurnal penelitian oleh Shokufeh

Nezamoleslami dan terendah jurnal penelitian oleh Ataya Hafizah. Studi dari

jurnal internasional terdapat 1 artikel dan studi dari jurnal naasional terdapat 5

artikel. Dalam satu artikel kekambuhan RA dijelaskan dengan peradangan

yang diukur dengan DAS28, kadar ESR dan kadar CRP dalam tubuh

(Nezamoleslami, 2020). Sedangkan empat artikel kekambuhan RA dijelaskan

dengan kejadian RA yang berulang dan bertambah (Susarti, 2019; Rai M,

2019; Rehena, 2019; Hafizhah, 2020) dan satu artikel kekambuhan RA

dijelaskan dengan kekambuhan RA (Bawarodi, 2017). Karekteristik studi

dalam literature review ini merupakan hubungan pengaturan pola makan

dengan kekambuhan rheumatoid arthritis pada lansia, hal ini dapat dilihat dari

penelitian “ Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kekambuhan Penyakit

Rematik di Wilayah Puskesmas Beo Kabupaten Talaud” melibatkan lansi 55-

70 tahun yang mengalami RA yang diberikan pengaturan pola makan dengan

hasil ada hubungan pola makan dengan kekambuhan rematik sehingga dapat
disimpulkan pnegaturan pola makan mampu mengurangi tingkat kekambuhan

RA pada lansia, penelitian ini merupakan artikel nasional tahun 2017 yang

menggunakan desain cross sectional (Bawarodi, 2017). Selain itu, penelitian

serupa juga dilakukan oleh Nezamoleslami et al (2020) yang melibatkan

lansia 69 tahun dengan radang RA dengan pola makan sehingga dapat

disimpulkan ada hubungan antara pola makan dengan peningkatan radang

sendi pada penderita RA, penelitian ini merupakan penelitian internasional

tahun 2020 dengan desain case-control study. Penelitian tersebut selaras

dengan penelitian yang melibatkan lansia dengan RA berusia 56 - >66 tahun

dengan penagaturan pola makan sehingga dapat disimpulkan ada hubungan

pengaturan pola makan dengan kekambuhan RA pada lansia, penelitian ini

merupakan artikel nasional tahun 2019 yang menggunakan desain cross-

sectional ( Rai M, 2019). Penelitian serupa juga dilakukan oleh Susarti (2019)

yang melibatkan lansia dengan RA yang mengatur pola makan sehingga

dapat simpulkan ada hubungan pengaturan pola makan dengan kekambuhan

RA pada lansia, penelitian ini merupakan artikel nasional pada tahun 2019

yang menggunkaan desai cross-sectional.

Berdasarkan penelitian yang lain, dengan judul “Kejadian Rheumatoid

Arthritis pada lansia di Poliklinik Bandar Lampung” yang melibatkan lansia

dengan RA dengan diet kadar purin menunjukkan ada hubungan antara diet

kadar purin dengan kejadian RA pada lansia, penelitian ini merupakan artikel

nasional tahun 2020 yang menggunkan desain case-control study (Hafizhah,


2020). Penelitian tersebut selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh

Rehena (2019) yang melibatkan lansia dengan RA 60->90 tahun dengan

asupan makanan dan dapat disimpulkan ada hubungan assupan makanan

dengan kejadian RA pada lansia, penelitian ini merupakan artikel nasional

tahun 2019 yang menggunkan desain cross-sectional. Dari karakteristik studi

tersebut didapat hasil dari pencarian literatur pada table berikut:


Tabel 4.3 Hasil Pencarian Literatur

No Penulis, Tahun Desain studi, Hasil Kelemahan


dan Judul Sampel, Variabel,
Instrumen,
Analisis
1. Shokufeh Desain : case- Ditemukan dari 297 Penelitian ini memilki
Nezamoleslami control study responden, sebanyak 100 ukuran sampel yang
et al, 2020 The responden menderita relatif kecil dan
relationship Sampel : 297 RA(33,67%) dan sebanyak pengukuran pola
between dietary 197 responden yang makan menggunakan
patterns and Instrumen : sehat(66,37%). Sedangkan FFQ 1 tahun yang
rheumatoid kuisioner pada Model III dari skor dilaporkan sendiri
arthritis: a case- median pola makan sehat yang dapat
control study Analisis : Chi- yaitu 2,85 (1,12-7,45) dan meningkatkan
square skor median pola makan kemungkinan
diet barat yaitu 2,22 (1,04- kesalahan dalam
Variable : pola 4,77).Hal ini menunjukkan mengukur asupan
makan dengan bahwa terdapat hubungan makanan.
radang RA pola makan sehat dengan
ketidakkambuhan RA
dengan p-value <0,001 dan
terdapat hubungan pola
makan barat dengan
kemungkinan kekambuhan
RA dengan p-value <0,001.

2. Fera Bawarodi, Desain : cross- Ditemukan dari 32 Artikel ini berisi tiga
2017 Faktor- sectional responden, sebanyak 29 variabel independen
faktor yang responden (90,63%) (tingkat pengetahuan,
berhubungan Sampel : 32 orang mengalami kekambuhan pekerjaan/ aktivitas
dengan dengan total RA sering dan 3 responden dan pola makan),
kekambuhan sampling (9,37%) mengalami sehingga variabel pola
penyakit rematik kekambuhan RA tidak makan memiliki
Instrumen :
di Wilayah sering. Sedangkan terdapat penjelasan yang
kuisioner
Pukesmas Beo 23 responden (71,9%) minim. Selain itu ada
Kabupaten memiliki pola makan yang kesalahan dalam
Talaud Analisis : chi- baik dan 9 respoden penulisan p-value pada
square test (28,1%) memiliki pola hubungan variabel
makan tidak baik. Hal ini pola makan dan
Variabel : menunjukkan bahwa kekambuhan RA,
Pengetahuan, terdapat hubungan pola didalam tabel analisis
pekerjaan/aktifitas makan dengan kekambuhan bivariat dituliskan p-
dan pola makan RA pada lansia dengan p- value 0,004 sedangkan
dengan value 0,017. di abstrak dan uraian
kekambuhan dituliskan p-value
rematik 0,017.

No Penulis, Tahun Desain studi, Hasil Kelemahan


dan Judul Sampel, Variabel,
Instrumen,
Analisis
3. Alena Susarti, Desain : cross- Ditemukan dari 72 Artikel ini berisi tiga
2019 Faktor- sectional responden , yang menderita variabel independen
faktor yang RA sebanyak 44 orang (makanan, riwayat
berhubungan Sampel : 284 (61,1%) dan tidak trauma dan jenis
dengan kejadian dengan random menderita RA sebanyak 28 kelamin), sehingga
rheumatoid sampling orang (38,9%). Sedangkan variabel makanan
arthritis pada responden yang memiliki memiliki penjelasan
lansia Instrument : makanan baik sebanyak 30 yang minim. Selain
kuisioner orang (41,7%) dan yang itu, asumsi peneliti
makanan kurang baik dalam artikel ini
Analisis : chi- terdapat 42 orang (58,3%). tentang konsumsi
square test Hal ini menunjukkan makanan yang baik
bahwa terdapat hubungan dan kurang baik yang
Variabel : jenis makanan dengan kejadian menyebabkan RA
kelamin, makanan RA pada lansia dengan p- tidak dijelaskan secara
dan riwayat trauma value 0,000. Dari hasil rinci sehingga sulit
denga RA analisis diperoleh pula nilai untuk dipahami.
Oods Rasio (OR)=8,667
artinya responden yang
mengkonsumsi makanan
yang kurang baik lebih
berisiko 9 kali menderita
dibandingkan dengan
responden yang pola
makannya baik.

4. Ni Made Rai M, Desain : cross- Ditemukan dari 76 Pada artikel ini peneliti
2019 Hubungan sectional responden responden yang tidak melakukan
pola makan menderita RA terdapat 38 analisis multivariat
dengan kejadian Sampel : 76 orang orang (50%) dan yang tidak yang
penyakit dengan 38 sampel menderita terdapat 38 orang mempertimbangkan
reumatik di intervensi dan 38 (50%). Sedangkan faktor perancu dalam
Wilayah Kerja sampel control responden yang pola variabel penelitian.
Pukesmas makannya baik 40 orang Hal ini dikhawatirkan
Tinggede Instrumen : (52,6%) dan responden dapat mengakibatkan
Kecamatan kuisioner yang memliki pola makan kemungkinan
Marawola kurang baik ada 36 orang kesalahan dalam
Kabupaten Sigi Analisis : chi- (47,4%). Hal ini mengukur pola makan
square test menunjukkan bahwa dengan kejadian RA.
terdapat hubungan pola
Variabel : pola makan dengan kejadian
makan dengan penyakit rematik dengan p-
rematik value 0,039.

No Penulis, Tahun Desain studi, Hasil Kelemahan


dan Judul Sampel, Variabel,
Instrumen,
Analisis
5. Zasendy Rehena, Desain : cross- Ditemukan dari 66 responden Penelitian ini
2019 Hubungan sectional yang diteliti, responden yang memilki ukuran
asupan makanan menderita RA sebayak 40 sampel yang relatif
dan obesitas Sampel : 66 dengan orang (60,6%) dan yang kecil dan ditemukan
dengan kejadian total sampling tidak menderita sebanyak 26 adanya ketidak
arthritis orang (39,4%). Responden patuhan diet yang
reumatoid pada Instrument : dengan asupan makanan dapat meningkatkan
lansia di Panti kuisioner yang kurang baik sebanyak kemungkinan
Sosial Tresna 16 orang (24,2%) dan kesalahan dalam
Werdha Inaka Analisis : chi- responden dengan asupan mengukur asupan
Ambon square test makanan baik ada 50 orang makanan.
(75,8%). Hal ini
Variabel : asupan menunjukkan bahwa terdapat
makana dengan hubungan asupan makanan
obesitas dengan RA dengan kejadian RA pada
lansia dengan p-value 0,000.

6. Athaya Desain : case Ditemukan dari 94 Artikel ini berisi


Hafizhah, 2020 control responden, 47 responden empat variabel
Kejadian menderita RA (50%) dan 47 independen
Rheumatoid Sampel : 47 kasus responden tidak menderita (merokok, diet,
Arthritis pada dan 47 kontrol RA (50%). Sedangkan pekerjaan, dan
lansia di dengan Accidental responden yang memiliki obesitas), sehingga
Poliklinik sampling diet normal sebanyak 28 variabel diet atau
Bandar orang (29,8%) dan yang diet pola makan memiliki
Lampung Instrument : purin tinggi terdapat 66 penjelasan yang
Kuisioner orang (70,2%). Hal ini minim.
menunjukkan bahwa terdapat
Analisis : hubungan diet dengan
multivariat kejadian RA pada lansia
menggunakan uji dengan p-value 0,013. Selain
regresi logistik itu, responden dengan diet
ganda tinggi purin berisiko
mengalami kejadian RA 4
kali (OR=3,61) dibandingkan
Variabel :
dengan responden yang diet
normal.
4.2 Krakteristik Responden Studi

Karakteristik responden dalam literature review ini merupakan

responden dengan rentan umur 19-69 tahun dimana terdapat lansia

didalamnya, hal ini dapat dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh

Nezamoleslami et al (2020) dengn judul “The Relationship Between

Dietary Patterns and Rheumatoid Arthritis: a Case-Control Study” yang

melibatkan sampel 297 responden yang terdiri dari 81% perempuan dan

19% laki-laki yang berpendidikan menengah dengan tidak menggunakan

obat 58% serta dengan sejarah penyakit sebesar 59%. Penelitian serupa

juga dilakukan oleh Fera Bawarodi (2017) yang melibatkan sampel

sebanyak 32 responden terdiri dari 18,8% laki-laki dan 81,3% perempuan

di Wilayah Puskesmas Beo dengan rentan usia 55-70 tahun dengan

pendidikan SD-SMP 25% dan SMA-PT 75%.

Berdasarkan penelitian lain, dapat dilihat dari penelitian dilakukan

oleh Susarti (2019) dengan judul “Faktor-Faktor yang Berhubungan

dengan Kejadian Rheumatoid Arthritis pada Lansia” yang melibatkan

sampe 284 responden yang tediri dari 40,3% laki-laki dan 59,7%

perempuan. Penelitian tersebut selaras dengn penelitian yang melibatkan

sampel 76 responden terdiri dari 42,1% laki-laki dan 57,9% perempuan

dengan rentan umur 56-65 tahun 34,2% dan >60 tahun 13,2% dengan

tingkat pendidikan SD 15,7%, SMP 26%, SMA 55,2% dan S1 2,6%

dengan pekerjaan paling banyak adalah URT 34,2% (Rai M, 2019).

Penelitian serupa juga dilakukan oleh Rehena (2019) yang melibatkan


sampel 66 responden di Panti Sosial Tresna Werdha dengan rentan usia

60-74 tahun 47%, 75-90 tahun 51,5% dan >90 tahun 1,5% dengan jenis

kelamin 39,4% laki-laki dan 60,6% perempuan. Penelitian serupa juga

dilakukan oleh Hafizhah (2020) yang melibatkan sampel 94 responden

terdiri dari 25% laki-laki dan 75% perempuan dengan status ekonomi

<UMK 36,2% dan >UMK 63,8%.

4.3 Pengaturan Pola Makan

Hasil review dari 6 artikel yang diambil dapat dilihat di table

berikut:

Tabel 4.1 Pengaturan pola makan

No. Hasil Temuan

1. 1. Pola makan baik 71,9%

2. Pola makan tidak baik 28,1%

(Bawarodi, 2017)

2. 1. Makanan baik 41,7%

2. Makanan kurang baik 58,3%

(Susarti, 2019)

3. 1. Pola makannya baik 52,6%

2. Pola makan kurang baik 47,4%

(Rai M, 2019)

4. 1. Asupan makanan baik 75,8%

2. Asupan makanan kurang baik 24,2%

(Rehena, 2019)
5. 1. Diet normal 29,8%

2. Diet purin tinggi 70,2%

(Hafizhah, 2020)

6. 1. Memiliki pola makan sehat 8,8%

2. Tidak memiliki pola makan sehat 91,2%

3. Memiliki pola makan barat 5,2%

4. Tidak memiliki pola makan barat 94,8%

(Nezamoleslami et al, 2020)

Berdasarkan table 4.1 menjelaskan bahwa pada artikel 1

pengaturan pola makan pada lansia berdasarkan dari enam artikel yang

telah dianalsis yaitu hasil dari penelitian Fera Bawarodi 2017 didapatkan

dari 32 responden terdapat 23 responden (71,9%) memiliki pola makan

yang baik dan 9 respoden (28,1%) memiliki pola makan tidak baik..

Asumsi dari penelitian ini responden yang memiliki pola makan yang baik

ialah responden yang memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan yang

dapat memicu kekambuhan RA.

Pada artikel 2 dari 72 responden yang memiliki makanan baik

sebanyak 30 orang (41,7%) dan yang makanan kurang baik terdapat 42

orang (58,3%). Asumsi makanan baik merupakan makanan yang

mengandung tinggi purin yang dapat menyebabkan kejadian RA (Susarti,

2019). Pada artikel 3 penelitian yang dilakukan oleh Ni Made Rai M 2019,

Dari total 72 responden, responden yang pola makannya baik 40 orang


(52,6%) dan responden yang memliki pola makan kurang baik ada 36

orang (47,4%). Asumsi dari penelitian ini pola makan yang tidak baik

merupakan pola makan yang dapat memicu RA.

Pada artikel 3 lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Inakaka

Ambon dari 66 lansia yang diteliti terdapat responden dengan asupan

makanan yang kurang baik sebanyak 16 orang (24,2%) dan responden

dengan asupan makanan baik ada 50 orang (75,8%) dengan asumsi dari

penelitian ini bahwa asupan makanan yang baik ialah asupan makanan

yang mengandung tinggi purin (Rehena, 2019). Pada artikel 5 lansia di

Poliklinik Bandar Lampung yang memiliki diet normal sebanyak 28 orang

(29,8%) dan yang diet purin tinggi terdapat 66 orang (70,2%). dari jumlah

total 94 lansia (Hafizhah, 2020).

Pada artikel 6 penelitian oleh Shokufeh Nezamoleslami et al 2020,

pola makan sehat dan pola makan barat yang di teliti pada 297 orang di

Isfahan, Iran terdapat 91,2% tidak memiliki pola makan sehat dan hanya

8,8% yang memiliki pola makan sehat. Sedangkan terdapat 94,8% tidak

memiliki pola makan barat dan hanya 5,2% memiliki pola makan barat.

Dari enam artikel yang dianalisis 50,3% responden yang mengatur

pola makan dengan baik dan 49,7% responden yang tidak mengatur pola

makan.

4.4 Kekambuhan Rheumatoid Arthritis

Hasil review dari 6 artikel dapat dilihat di table berikut:

Tabel 4.2 Kekambuhan rheumatoid arthritis


No. Hasil Temuan

1. 1. Sering mengalami kekambuhan 90,6%

2. Tidak sering mengalami kekambuhan 9,4%

(Bawarodi, 2017)

2. 1. Menderita RA 61,1%

2. Tidak menderita RA 38,9%

(Susarti, 2019)

3. 1. Menderita RA 50%

2. Tidak menderita RA 50%

(Rai M, 2019)

No. Hasil Temuan

4. 1. Menderita RA 60,7%

2. Tidak menderita 39,3%

(Rehena, 2019)

5. 1. Menderita RA 50%

2. Tidak menderita RA 50%

(Hafizhah, 2020)

6. 1. Menderita RA 33,7%
2. Tidak menderita RA 66,3%

(Nezamoleslami et al, 2020)

Berdasarkan table 4.2 menjelaskan bahwa pada artikel 1 oleh

penelitian Fera Bawarodi 2017, dari 32 responden yang sering mengalami


kekambuhan RA sebanyak 29 orang (90,6%) dan 3 orang (9,4%) tidak

sering mengalami kekambuhan RA. Selanjutnya pada artikel 2 penelitian

Alena Susarti 2019, dari 72 lansia, lansia yang menderita RA sebanyak 44

orang (61,1%) dan tidak menderita RA sebanyak 28 orang (38,9%).

Sedangkan pada artikel 3 menurut penelitian oleh Ni Made Rai M 2019,

responden yang menderita RA sebanyak 38 orang (50%) dan tidak

menderita sebanyak 38 orang (50%) dari jumlah total 76 responden.

Pada artikel 4 lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Inakaka

Ambon dari 66 lansia yang diteliti terdapat 40 lansia yang menderita RA

(60,7%) dan 26 lansia yang tidak menderita RA (39,3%) (Rehena, 2019).

Dari artikel 5 dengan sampel 96 lansia, lansia yang menderita RA di

poloklinik Bandar Lampung sebanyak 47 orang (50%) dan lansia yang

tidak menderita RA sebanyak 47 orang (50%) (Hafizhah, 2020).

Pada artikel 6 penelitian oleh Shokufeh Nezamoleslami et al 2020,

pola makan sehat dan pola makan barat yang di teliti pada 297 orang di

Isfahan, Iran terdapat 100 orang terdiagnosis RA (33,7%) dan 197 orang

tidak menderita RA (66,3%).

Dari enam jurnal yang dianalisis terdapat 46,8% responden yang

mengalami kekambuhan dan 53,2% yang tidak mengalami kekambuhan.

4.5 Analisa Pengaturan Pola Makan dan dampak pada Kekambuhan

Rheumatoid Arthritis

Hasil review dari 6 artikel yang diambil dari sumber database

dapat dilihat pada table berikut:


Table 4.3 Analisis Hubungan Pengaturan Pola Makan dengan

Kekambuhan Rheumatoid Arthritis pada lansia

No. Pengaturan Pola Kekambuhan Hasil Temuan


Makan RA

1. 1. Pola makan
baik 71,9%

2. Pola makan
tidak baik
28,1%

2. 3. Makanan
baik 41,7%

4. Makanan
kurang baik
58,3%

(Susarti,
2019)

3. 3. Pola
makannya
baik 52,6%

4. Pola makan
kurang baik
47,4%

(Rai M,
2019)

5. 3. Diet normal
29,8%

4. Diet purin
tinggi 70,2%

(Hafizhah,
2020)

4. 3. Asupan
makanan
baik 75,8%
4. Asupan
makanan
kurang baik
24,2%

(Rehena, 2019)

6. 5. Memiliki
pola makan
sehat 8,8%

6. Tidak
memiliki
pola makan
sehat 91,2%

7. Memiliki
pola makan
barat 5,2%

8. Tidak
memiliki
pola makan
barat 94,8%

(Nezamoleslami
et al, 2020)

Penderita RA menunjukkan kekambuhan dengan sering (20,7%)

dengan porposi pada pola makan yang tidak baik (28,1 %) dengan p-value

0,017 menjelaskan ada hubungan pola makan dengan kekambuhan rematik

(Bawarodi, 2017). Sedangkan kejadian berulang akan terjadi pada lansia

yang menderita RA (42,9%) dengan porposi pada makanan kurang baik

(58,3%) dengan p-value 0,000 menunjukkan ada hubungan makanan

dengan kejadian RA pada lansia (Susarti, 2019). Selain itu kejadian RA

secara berulang juga pada lansia yang menderita (22,7%) dengan porposi

asupan makanan kurang baik (24,2%) dengan p-value 0,000 menunjukkan


bahwa ada hubungan asupan makanan dengan kejadian RA pada lansia

(Rehena, et al 2019).

Sedangkan pola makan sehat pada Model III memiliki skor median

2,85 (1,12-7,45) dengan p-value <0.001 yang menunjukkan ada hubungan

penurunan radang sendi dengan pola makan sehat dan skor median

2,22(1,04-4,72) dengan p-value <0.001 yang menunjukkan ada hubungan

dengan peningkatan radang sendi dengan pola makna barat

(Nezamoleslami, et al 2020). Selain itu, pada penelitian yang dilakukan

oleh Ni Made Rai M, 2019 menunjukkan kejadian RA yang dialami oleh

penderita sebesar 47,4% dengan porposi pola makan kurang baik 63,9%

dengan p-value 0,039 menunjukkan ada hubungan pola makan dengan

kejadian penyakit rematik. Pada penelitian lain, kejadian RA pada

kelompok kasus (50%) dengan porposi diet tinggi purin (83%) dengan p-

value 0,013 menunjukkan ada hubungan diet dengan kejadian RA pada

lansia (Hafizhah, 2020).

Dari enam artikel tersebut semuanya menunjukkan ada hubungan

dari pengaturan pola makan dengan kekambuhan rheumatoid arthritis.


BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Pengaturan Pola Makan pada Lansia

Pengaturan pola makan yang baik berpengaruh positif bagi diri seseorang

untuk menjaga kesehatan dan membantu menyembuhkan penyakit-penyakit

degeratif pada lansia salah satunya adalah Rheumatoid Arthritis (RA). Pada

enam artikel yang telah dianalisis menunjukkan 50,3% responden yang

mengatur pola makan dengan baik dan 49,7% responden yang tidak mengatur

pola makan.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Zasendy Rehena (2019) dikatakan

bahwa asupan gizi sangat diperlukan bagi usia lanjut yang sehat untuk

mempertahankan kesehatan dan kualitas hidupnya. Sementara untuk usia

lanjut yang sakit, asupan makanan diperlukan untuk proses penyembuhan dan

mencegah agar tidak terjadi komplikasi lebih lanjut dari penyakit yang

dideritanya. Sedangkan pola makan tidak baik ialah mengandung asupan

tinggi protein, daging merah, biji-bijian olahan, sering konsumsi makanan

olahan dan cepat saji, yang dapat meningkatkan peradangan seperti

peradangan pada RA (Nzamoleslami, et al 2020).

Jika mengatur pola makan dengan benar dan tepat maka kesehatan akan

terjaga, sebaliknya apabila pola makan tidak baik atau kurang baik, besar

kemungkinan kita akan terkena berbagai penyakit. Pengaturan pola makan

memiliki faktor yang berkontribusi seperti usia yang bertambah akan

meningkatakan ketidakpatuhan pada pengaturan pola makan, status


pendidikan yang mempengaruhi pemahaman tentang mengatur pola makan,

riwayat penyakit yang mengharuskan untuk diet, efek dari penggunaan obat

yang dapat menambah atau mengurangi nafsu makan, jenis perkerjaan, status

ekonomi, dan jenis kelamin. Karena faktor inilah lansia mengatur pola makan

atau tidak mengatur pola makannya. Lansia juga cenderung bosan terhadap

pengaturan pola makan yang telah ditentukan. Sehingga sering kali tetap

mengkonsumsi makanan di luar dietnya. Seperti halnya mengonsumsi

makanan yang mengandung tinggi protein akan memicu peningkatan kadar

asam urat dalam darah (hiperurisemia), makanan dengan protein yang tinggi

mengandung zat purin yang tinggi juga. Peningkatan kadar asam urat (>7

mg/dL) dalam darah akan memicu adanya pengkristalan pada sendi dan

menimbulkan penyakit rheumatoid arthritis dan penyakit arthritis lainnya

seperti gout arthritis. Adapun mengatur pola makan yang baik bagi lansia

ialah dengan tidak mengonsumsi makanan yang mengandung protein tinggi

secara berlebih seperti daging merah, organ dalam hewan, makanan cepat

saji, kacang-kacangan, makanan bersantan, dan sea food.

5.2 Kekambuhan Rheumatoid Arthritis pada Lansia

Kekambuhan rheumatoid arthritis merupakan kejadian peradangan

berulang pada sendi yang mengakibatkan ketidaknyamanan fisik sehingga

mobilitas fisik juga terganggu. Dari enam jurnal yang dianalisis juga terdapat

46,8% responden yang mengalami kekambuhan dan 53,2% yang tidak

mengalami kekambuhan.
Kekambuhan rheumatoid Arthritis (RA) memiliki pengaruh buruk pada

kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas normal sehari-hari, dan

dapat mengurangi aktivitas dan kualitas hidup. Untuk itu mengatur pola

makan sehat akan mengurangi kemungkinan peradangan pada RA. Faktor

lain yang berkontribusi pada kekambuhan RA adalah umur, pendidikan,

riwayat penyakit, penggunaan obat, perkerjaan, status ekonomi, jenis

kelamin, dan riwayat merokok (Nezamoleslami, et al 2020). Dari hasil

penelitian Fera Bawarodi (2017) juga menunjukkan bahwa ada hubungan

pola makan dengan kekambuhan rheumatoid arthritis pada lansia.

Kekambuhan RA pada lansia terjadi karena tidak menjaga gaya hidup

sehat salah satunya ialah mengatur pola makan. Karena lansia cenderung

tidak melaksanakan pola makan yang baik yang telah ditentukan dengan

alasan bosan. Selain itu juga lansia sering mengkonsumsi makanan yang

mengandung tinggi protein secara berlebih sehingga kadar purin dalam

darahpun meningkat. Akibatnya terjadilah kekambuhan pada penyakit RA

yang dideritanya. Kekambuhan RA bisa diminimalkan apabila lansia

mengatur pola makan dengan baik dan tepat. Namun tetap masih ada

kemungkinan kekambuhan tetap terjadi walaupun sudah mengatur pola

makan dengan baik. Hal ini karena terdapat faktor lain yang mempengaruhi

kekambuhan RA seperti riwayat penyakit dan pengunaan obat. Karena pola

makan merupakan faktor dominan yang berkontribusi terhadap kekambuhan

RA, lansia dengan RA dianjurkan untuk tetap mengatur pola makannya

dengan baik.
5.3 Pengaturan Pola Makan dengan Kekambuhan Rheumatoid Arthritis

pada Lansia

Menurut Fera Bawarodi (2017) melaporkan dari hasil penelitiannya

menunjukkan dari 32 responden terdapat 23 responden memiliki pola makan

baik dan terdapat 9 responden yang memiliki pola makan tidak baik. Dari 9

responden yang pola makannya tidak baik (28,1%) terdapat 6 responden yang

sering mengalami kekambuhan (66,7%) dan 3 responden yang tidak sering

mnegalami kekambuhan (33,7%). Nezamoleslami (2020) melaporkan dari

hasil penelitiannya, mengatur pola makan sehat memiliki skor median 2,85;

1,12-7,45 dan pola makan barat memiliki skor median 2,22; 1,04-4,72.

Menurut Ni Made Rai M (2019) melaporkan hasil penelitian dari 76

responden yang pola makannya baik, menunjukkan lebih banyak responden

yang tidak menderita RA yaitu dari 40 responden yang pola makannya baik,

25 orang tidak menderita RA (62,5%) dan hanya 13 orang yang menderita

RA (37,5%) dan dari 36 responden yang pola makannya kurang baik, 23

orang menderita RA (63,9%) dan 13 orang tidak menderita RA (36,1%).

Menurut penelitian Rehena (2019) melaporkan hasil penelitian bahwa dari 66

responden, 50 responden yang pola makannya baik (75,8%) didalamnya

terdapat responden yang menderita sebanyak 25 orang (37,9%) dan yang

tidak menderita sebanyak 25 orang (37,9%). Selanjutnya dari 16 responden

yang asupan makannya kurang baik (24,2%) didalamnya terdapat responden

yang menderita RA sebanyak 15 orang (22,7%) dan tidak menderita RA

sebanyak 1 orang (1,5%). Dalam penelitian Athaya Hafizhah (2020) terdapat


94 responden yang 47 responden merupakan kelompok kasus (menderita RA)

dan 47 responden merupakan kelompok kontrol (tidak menderita RA). Dari

kelompok kasus (menderita RA) didapatkan responden dengan diet kadar

purin normal sebanyak 8 orang (17%) dan yang diet tinggi purin ada 39 orang

(83%). Menurut Alena Susarti (2019) melaporkan hasil penelitian dari 72

responden terdapat 44 orang yang menderita (61%) dan 28 orang tidak

menderita (39%). Selain itu responden yang memiliki pola makan baik ada 30

orang (41,7%) dan 42 orang memiliki pola makan kurang baik (58,3%).

Lansia merupakan suatu keadaan yang pasti terjadi dalam kehidupan

manusia dan mengalami kemunduran fungsi fisik dan mental. Lansia rentan

terhadap masalah kesehatan salah satunya adalah masalah rheumatoid

arthritis (Rehena, 2019). Rheumatoid arthritis (RA) merupakan penyakit

generatif yang menyerang persendian dan bersifat kronis yang dapat kambuh.

Kekambuhan RA pada lansia disebabkan karena tidak mengatur pola makan

yang baik dengan mengurangi asupan purin yang tinggi sehingga memicu

kekambuhan RA (Bawarodi, 2017). Mengonsumsi makanan yang

mengandung tinggi purin dapat meningkatkan kadar asam urat. Kadar asam

urat dalam darah yang normal adalah 5-7 mg/dL (Rehena, 2019). Selain itu,

masyarakat yang pola makannya baik dan masih menderita RA karena

masyarakat tersebut masih sering mengkonsumsi minuman yang mengandung

kafein. Kandungan kafein tinggi yang dikonsumsi berlebih akan menguras

banyak nutrisi di dalam tubuh, hal inilah yang menjadi pemicu RA pada

lansia (Rai M, 2019).


Menurut opini peneliti, pengaturan pola makan memiliki hubungan dengan

kekambuhan rheumatoid arthritis pada lansia. Karena dengan mengatur pola

makan secara baik dan tepat akan menurunkan peradangan sendi pada lansia

dan mencegah kekambuhan RA. Pengaturan pola makan yang baik bagi

lansia adalah tidak mengonsumsi makanan yang tinggi protein secara berlebih

dan menghindari sebisa mungkin mengkonsumsi makanan cepat saji, biji-

bijian yang diolah, mengonsumsi kafein secara berlebih dan produk susu yang

tinggi lemak. Jika tidak mengatur pola makan dan tetap mengonsumsi

makanan makanan tersebut secara berlebih maka akan terjadi kekambuhan

RA pada lansia. Protein yang tinggi memiliki kandungan purin yang tinggi

pula sehingga dapat menyebabkan kadar asam urat dalam darah meningkat

(>7 mg/dL). Peningkatan kadar asam urat dalam darah akan menyebabkan

penumpukan kristal pada sendi . Kristal yang keras dan bergesekan dengan

sendi akan menyebabkan peradangan pada sendi. Contoh makanan yang

tinggi protein seperti daging merah, kacang-kacangan, organ dalam hewan,

dan daging yang diolah. Selain itu, ada pula sayuran yang dapat

meningkatkan kadar asam urat dalam tubuh seperti kangkung, bayam, daun

kacang-kacangan dan daun singkong sehingga sebaiknya tidak di konsumsi

secara berlebihan. Lansia dengan rheumatoid arthritis juga harus

memerhatikan pola hidup sehari-hari seperti berolahraga secara rutin, tidak

mengkonsumsi kafein secara berlebihan, banyak makan makanan buah dan

sayur yang tidak menyebabkan kadar asam urat dalam darah naik, menjaga

berat badan ideal, dan istirahat tidur yang cukup. Selain itu, tujuan dari
pengaturan pola makan untuk memulihkan kesehatan dan kualitas hidup

lansia penderita rheumatoid arthritis.

Anda mungkin juga menyukai