Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTENSI

Oleh:

Nama : Ika Nur Rahmawati


NIM : 21202036

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS dr. SOEBANDI 
2021/2022
I. Konsep Lansia

A. Definisi Lansia
Lansia adalah suatu keadaan yang selalu terjadi pada kehidupan manusia.
Menua adalah proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu
tertentu tetapi dimulai sejak ada permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan
hal yang alamiah yang berarti seseorang sudah melalui tiga tahapan yaitu: anak,
dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis.
Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran misalnya kemunduran fisik
yang ditandai kulit mengendur, rambut memutih, gigi ompong, pendengaran
menurun, penglihatan memburuk, mengalami gerakan melambat, dan figur tubuh
yang tidak proporsional (Nugroho, 2016).

Dalam Buku Ajar Geriatri, Prof. Dr. R. Boedhi Darmojo dan Dr. H. Hadi
Martono (1994) mengatakan bahwa menua atau menjadi tua adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga
tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan
yang diderita. Dari pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa manusia secara
perlahan mengalami kemunduran struktur dan fungsi organ. Kondisi ini dapat
mempengaruhi kemandirian dan kesehatan lanjut usia, termasuk kehidupan
seksualnya (Nugroho, 2016).

Menurut WHO dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang


Kesejahteraan Lanjut Usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan bahwa umur
60 tahun adalah usia permulaan tua. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi
merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan yang
kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi
rangsangan dari dalan dan luar tubuh yang berakhir dengan kematian (Nugroho,
2016).
B. Batasan-batasan Usia Lanjut
a. Batasan umur lansia menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) dalam
Padila (2013):
1) Usia Pertengahan (middle age) usia 45 sampai 59 tahun
2) Lanjut usia (elderly) usia 60 sampai 74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) usia 75 sampai 90 tahun
4) Usia sangat tua (very old) usia diatas 90 tahun

b. Menurut Bee (1996) dalam Padila (2013):


1) Masa dewasa muda (usia 18 sampai 25 tahun)
2) Masa dewasa awal (usia 26 sampai 40 tahun)
3) Masa dewasa tengah (usia 41 sampai 65 tahun)
4) Masa dewasa lanjut (usia 66 sampai 75 tahun)
5) Masa dewasa sangat lanjut (usia diatas 75 tahun)
c. Menurut Setyonegoro, dalam Padila (2013):
1) Usia dewasa muda (elderly adulthood) usia 18/20 sampai 25 tahun
2) Usia dewasa penuh (meddle years) atau maturitas usia 25 sampai 60/65
tahun
3) Lanjut usia (geriatric age) usia diatas 65/70 tahun, terbagi atas:
4) Young old (usia 70 sampai 75 tahun)
5) Old (usia 75 sampai 80 tahun)
6) Very old (usia diatas 80 tahun)
Di Indonesia, batasan mengenai lanjut usia adalah 60 tahun keatas, dalam
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia pada
Bab 1 Pasal 1 Ayat 2. Menurut Undang-Undang tersebut diatas lanjut usia adalah
seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas baik pria maupun wanita (Padila,
2013).
C. Teori Proses Lansia
Sampai saat ini, banyak definisi dan teori yang menjelaskan tentang proses
lansiayang tidak seragam. Proses lansia bersifat individual dimana proses menua
pada setiap orang terjadi dengan usia yang berbeda, setiap lanjut usia mempunyai
kebiasaan atau life style yang berbeda, dan tidak ada satu faktor pun yang
ditemukan dapat mencegah proses menua. Adakalanya seseorang belum tergolong
tua (masih muda) tetapi telah menunjukkan kekurangan yang mencolok. Adapula
orang yang tergolong lanjut usia penampilannya masih sehat, bugar, badan tegap,
akan tetapi meskipun demikian harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang
sering dialami oleh lanjut usia. Misalnya hipertensi, diabetes mellitus, rematik,
asam urat, dimensia sinilis, dan sakit ginjal (Padila, 2013).

Teori-teori tentang penuaan sudah banyak ang dikemukakan, namun tidak


semuanya bisa diterima.Teori-teori itu dapat digolongkan dalam dua kelompok,
yaitu yang termasuk kelompok teori biologis dan teori psikososial (Padila, 2013).

a. Teori Biologis:
Teori yang merupakan teori biologis adalah sebagai berikut:
1) Teori Jam Genetik
Menurut Hay Ick (1965) dalam Padila (2013), secara genetik sudah
terprogram bahwa material di dalam inti sel dikatakan bagaikan memiliki
jam genetis terkait dengan frekuensi mitosis. Teori ini didasarkan pada
kenyataan bahwa spesies-spesies tertentu memiliki harapan hidup (life
span) yang tertentu pula.Manusia yang memiliki rentang kehidupan
maksimal sekitar 110 tahun, sel-selnya diperkirakan hanya mampu
membelah sekitar 50 kali, sesudah itu mengalami deteriorasi.
2) Teori Radikal Bebas
Radikal bebas merusak membrane sel yang menyebabkan kerusakan dan
kemunduran secara fisik (Padila, 2013).
3) Teori immunologi
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak dapat tahan terhadap zat
tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah.Sistem imun menjadi
kurang efektif dalam mempertahankan diri, regulasi dan responsibilitas
(Padila, 2013).
4) Teori cross-linkage (rantai silang)
Kolagen yang merupakan unsur penusun tulang diantara susunan
molecular, lama kelamaan akan meningkat kekakuannya (tidak elastis).
Hal ini disebabkan oleh karena sel-sel yang sudah tua dan reaksi
kimianya menyebabkan jaringan yang sangat kuat (Padila, 2013).
b. Teori Psikososial
1) Teori Integritas Ego
Teori perkembangan ini mengidentifikasi tugas-tugas yang harus dicapai
dalam tiap tahap perkembangan.Tugas perkembangan terakhir
merefleksikan kehidupan seseorang dan pencapaiannya.Hasil akhir dari
penyelesaian konflik antara integritas ego dan keputusasaan adalah
kebebasan (Padila, 2013).
2) Teori Stabilitas Personal
Kepribadian seseorang terbentuk pada masa kanak-kanak dan tetap
bertahan secara stabil. Perubahan yang radikal pada usia tua bisa jadi
mengindikasikan penyakit otak (Padila, 2013).
c. Teori Sosiokultural
1) Teori Pembebasan
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang
berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya, atau
menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Hal ini mengakibatkan interaksi
sosial lanjut usia menurun, sehingga sering terjadi kehilangan ganda
meliputi kehilangan peran, hambatan kontak sosial, dan berkurangna
komitmen (Padila, 2013).
2) Teori Aktifitas
Teori ini menyatakan bahwa penuaan yang sukses tergantung dari
bagaimana seorang usia lanjut merasakan kepuasan dalam beraktifitas dan
mempertahankan aktififtas tersebut selama mungkin. Adapun kualitas
aktifitas tersebut lebih penting dibandingkan kuantitas aktifitas yang
dilakukan (Padila, 2013).
D. Faktor Yang Mempengaruhi Penuaan
Efendi (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi ketuaan adalah:
a. Herediter atau keturunan genetic
Setiap orang mempunyai ciri dan kemampuan yang diturunkan oleh
percampuran sifat kedua orangtuanya. Faktor genetik juga
mempengaruhi proses penuaan seseorang.
b. Nutrisi atau makanan
Setiap seseorang mempunyai kebiasaan makan tertentu yang
berkembang sejak masa mudanya, proses penuaan juga dipengaruhi
oleh nutrisi yang di konsumsi seseorang sejak kecil hingga ia
menjelang lansia. Semakin baikkebiasaan makan seseorang berarti
semakin baik pula tercukupinya kebutuhan nutrisi orang tersebut dan
hal ini akan membantu memperlambat proses penuaan.
c. Status kesehatan/ penyakit
Status kesehatan seseorang juga berpengaruh pada proses penuaan,
orang yang mempunyai riwayat kesehatan yang kurang baik
mempunyai resiko mengalami proses penuaan yang lebih cepat dan
beresiko mengalami penyakit-penyakit degenerative pada masa tuanya,
missal hipertensi,diabetes, dan penyakit jantung.
d. Pengalaman hidup/gaya hidup
Setiap orang mempunyai gaya hidup tertentu yang dibentukdan
dilakukan sepanjang masa hidupnya. Gaya hidup yang kurang baik
pada masa muda akan berakibat buruk pada masa tuanya. Missal, gaya
hidup merokok, akan beresiko menderita penyakit jantung dan paru-
paru pada masa tuanya.
e. Lingkungan
Setiap orang dipeengaruhi oleh lingkungan hidupnya orang yang hidup
di kota besar kemungkinan besar terpajan oleh polusi dibandingkan
orang yang hidup di desa, di daerah pegunungan.
f. Stress
Setiap orang mempunyai kemampuan untuk mengatasi masalah dan
mengendalikan emosinya. Tingkat stress yang tinggi berpengaruh pada
masa tua seseorang.
E. Perubahan Sistem Tubuh Lansia
Menurut Effendi (2009), perubahan sistem tubuh lansia dan penjelasannya
antara lain:

a) Sel
Pada lansia jumlah selnya akan lebih sedikit dan ukurannya akan lebih
besar. Cairan tubuh dan cairan intraseluler akan berkurang. Proporsi
protein di otak, otot ginjal darah dan hati juga ikut berkurang. Jumlah
sel otak akan menurun, mekanisme perbaikan sel akan terganggu dan
otak menjadi atrofi.
b) Sistem persyarafan
Rata-rata berkurang neocortical sebesar 1 per detik, hubungan
persyarafan cepat menurun, lambat dalam merespon baik dari gerakan
maupun jarak waktu, khususnya dengan stress, mengecilnya saraf
pancaindra, serta menjadi kurang sensitif terhadap sentuhan.
c) Sistem pendengaran
Gangguan pada pendengaran (prebiakusis), membran timpani
mengalami atrofi, terjadi pengumpulan dan pergeseran serum karena
peningkatan keratin, pendengaran menurun pada lanjut usia yang
mengalami ketegangan jiwa atau stress.
d) Sistem penglihatan
Sclerosis pada sfingter pupil dan hilangnya respon terhadap sinar,
kornea lebih berbentuk seperti bola (sferis), lensa lebih suram (keruh)
dapat menyebabkan katarak, meningkatnya ambang pengamatan sinar
dan daya adaptasi terhadap kegagalan menjadi lebih lambat dan sulit
untuk melihat dalam keadaan gelap, hilangnya daya akomodasi,
menurunnya lapang pandang dan menurunnya daya untuk membedakan
antara warna biru dengan hijau pada skala pemeriksaan.
e) Sistem kardiovaskuler
Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi
kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap
tahunsesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya
kontraksi dan volumenya. Kehilangan elastisitas pembulu darah,
kurangnya efektifitas pembulu darah perifer untuk oksigenasi, sering
terjadi postural hipotensi, tekanan darah meningkat diakibatkan oleh
meningkatnya resistensi dari pembulu darah perifer.

f) Sistem pengaturan suhu tubuh


Suhu tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis ±35ºC, hal ini
diakibatkan oleh metabolisme yang menurun, keterbatasan reflex
menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak, sehingga
terjadi rendahnya aktivitas otot.
g) Sistem pernapasan
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,
menurunya aktivitas dari silia, paru-paru kehilangan elektisitas sehingga
kapasitas residu meningkat, menarik napas lebih barat, kapasitas
pernapasan maksimum menurun dan kedalaman bernapas menurun
ukuran alveoli melebar dan normal dan jumlah berkurang, oksigen pada
arteri menurun menjadi 75mmHg, kemampuan untuk batuk berkurang
dan penurunan otot pernapasan.
h) Sistem Gastrointestinal
Kehilangan gigi, indra pengecapan mengalami penurunan,esophagus
melebar, sensitivitas akan rasa lapar menurun, produksi asam lambung
dan waktu pengosongan lambung menurun, peristaltic lemah dan
biasanya timbul konstipasi, fungsi absorbs menurun, hati (liver)
semakin mengecil dan menurunya tempat penyimpanan, serta
berkurangnya suplai aliran darah.
i) Perubahan psikososial
Perubahan psikososial terjadi terutama setelah seseorang mengalami
pension. Berikut ini adalah hal-hal yang akan terjadi pada masa
pensiun.
1) Kehilangan sumber finansial atau pemasukan (income) berkurang
2) Kehilangan status karena dulu mempunyai jabatan posisi yang
cukup tinggi, lengkap dan segala fasilitasnya.
3) Kehilangan teman atau relasi
4) Kehilangan pekerjaan atau kegiatan
5) Merasakan atau kesadaran kematian (sense of awareness of
mortality)
j) Sistem endokrin
Menurunnya produksi ACTH,TSH,FSH, dan LH, atifitas tiroid, basal
metabolic rate (BMR), daya pertukaran gas, produksi aldosterone, serta
sekresi hormone kelamin seperti progesterone, dan testosteron.
k) Sistem integumen
Kulit menjadi keriput akibat kehilangan lemak, permukaan kulit kasar
dan bersisik, menurunya respon terhadap trauma, mekanisme proteksi
kulit menurun, kulit kepala dan rambut menipis serta berwarna kelabu,
rambut dalam hidung dan telinga menebal, berkurangnya elastisitas
akibat menurunya cairan dan vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih
lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kuku kaki tumbuh secara
berlebihan seperti tanduk, kelenjar keringat berkurang jumlahnya dan
fungsinya, kuku menjadi pudar dan kurang bercahaya.
l) Sistem musculoskeletal
Faktor-faktor yang mempengaruhi mental adalah perubahan fisik,
kesehatan umum, ingat pendidikan, keturunan (hereditas), lingkungan,
tingkat kecerdasan (intellegence question-IQ), dan kenangan (memory).

m) Sistem Genitourinaria
Ginjal mengecil gdan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal
menurun hingga 50%, fungsi tubulus berkurang (berakibat pada
penurunan kemampuan ginjal untuk mengonsentrasikan urine, berat
jenis urine menurun, proteinuria biasanya +1), blood urea nitrogen
(BUN) meningkat hingga 21mg%, nilai ambang ginjal terhadap glukosa
meningkat. Otot-otot kandung kemih (vesica urinaria)melemah,
kapasitasnya menurun hingga 200ml dan menyebabkan frekuensi buang
air kecil meningkat, kandung kemih sulit dikosongan sehingga
meningkatkan retensi urine. Pria dengan usia 65 tahun ke atas sebagaian
besar mengalami pembesaran prostat hingga ±75% dari besar
normalnya.
LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERTENSI

A. Definisi
Penyakit darah tinggi atau hipertensi (hypertension) adalah suatu keadaan
dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang
ditunjukkan oleh angka bagian atas (systolic) dan angka bawah (diastolic) pada
pemeriksaan tensi darah menggunakan alat pengukur tekanan darah baik
berupa cuff air raksa (Spygmomanometer) ataupun alat digital lainnya
(Herlambang, 2013).
Tensi (tekanan darah) adalah banyaknya darah yang dipompakan jantung
dikalikan tahanan di pembuluh darah perifer. Adapun hipertensi (tekanan darah
tinggi) adalah keadaan ketika seseorang mengalami peningkatan tekanan darah
diatas normal atau tekanan sistolik lebih tinggi dari 140 mmHg dan
diastoliknya diatas 90 mmHg (Wijoyo, 2011).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah di atas batas normal yang mengakibatkan
peningkatan angka morbiditas dan angka kematian (mortalitas). Tekanan yang
abnormal tinggi pada pembuluh darah menyebabkan meningkatnya risiko
terhadap stroke, gagal jantung, serangan jantung, dan kerusakan ginjal
(Rusdi,et al, 2009).

B. Klasifikasi hipertensi
Menurut Herlambang (2013) penyakit darah tinggi atau hipertensi dikenal
dengan 2 jenis klasifikasi, diantaranya hipertensi primary dan hipetensi
secondary.
1) Hipertensi primary adalah suatu kondisi dimana terjadinya tekanan darah
tinggi sebagai akibat dampak dari gaya hidup seseorang dan faktor
lingkungan. Seseorang yang pola makannya tidak terkontrol dan
mengakibatkan kelebihan berat badan atau bahkan obesitas, merupakan
pencetus awal untuk terkena penyakit tekanan darah tinggi. Begitu pula
seseorang yang berada dalam lingkungan atau kondisi stressor tinggi
sangat mungkin terkena penyakit tekanan darah tinggi, termasuk orang-
orang yang kurang olahraga pun mengalami tekanan darah tinggi.
2) Hipertensi secondary adalah suatu kondisi dimana terjadinya peningkatan
tekanan darah tinggi sebagai akibat seseorang mengalami/menderita
penyakit lainnya seperti gagal jantung, gagal ginjal, atau kerusakan sistem
hormon tubuh. Sedangkan pada ibu hamil tekanan darah secara umum
meningkat saat kehamilan berusia 20 minggu. Terutama pada wanita yang
berat badannya diatas normal atau gemuk (obesitas).Hipertensi sistolik
terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHgatau lebih, tetapi tekanan
diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran
normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut. Sejalan dengan
bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan
darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan
diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang
secara perlahan atau bahkan menurun drastis.

Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa menurut JNC VII


Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik
Normal < 120 mmHg (dan) < 80 mmHg
Pre-hipertensi 120-139 mmHg (atau) 80-89 mmHg
Stadium 1 140-159 mmHg (atau) 90-99 mmHg
Stadium 2 >= 160 mmHg (atau) >= 100 mmHg

C. Etiologi
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan-perubahan pada (Ritu Jain, 2011) :
1) Elastisitas dinding aorta menurun.
2) Katub jantung menebal dan menjadi kaku.
3) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
4) Kehilangan elastisitas pembuluh darah Hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.
5) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

D. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor
ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis
dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi
sangat sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla
adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks
adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat
respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin.
Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah
menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan
structural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab
pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan
tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume
sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan
tahanan perifer (Rahmawati, 2012).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya
“hipertensi palsu” disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak
dikompresi oleh cuff sphygmomanometer (Darmojo, 2010)
E. Manifestasi klinis
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan
gejala; meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan
dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya
tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung,
pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada
penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang
normal.Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul
gejala berikut (Kristanti, 2013):
1) Sakit kepala
2) Kelelahan
3) Mual
4) Muntah
5) Sesak nafas
6) Gelisah
Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan
pada otak, mata, jantung dan ginjal. Kadang penderita hipertensi berat
mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi
pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang
memerlukan penanganan segera. Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan
menjadi : (Edward K Chung, 2013).
a. Tidak Ada Gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter
yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah
terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
b. Gejala Yang Lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi
nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala
terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan
medis.

F. Komplikasi
Hipertensi tidak dapat secara langsung membunuh penderitanya,
melainkan hipertensi memicu terjadinya penyakit lain yang tergolong kelas
berat alias mematikan. Laporan Komite Nasional Pencegahan, Deteksi,
Evaluasi dan Penanganan Hipertensi menyatakan bahwa tekanan darah yang
tinggi dapat meningkatkan resiko serangan jantung, gagal jantung, stroke dan
gagal ginjal (Wahdah, 2011)
Hipertensi merupakan penyebab utama terjadinya komplikasi
kardiovaskular dan merupakan masalah utama kesehatan masyarakat yang
tengah mengalami transisi sosial ekonomi. Dibandingkan dengan individu
yang memiliki tekanan darah normal, penderita hipertensi memiliki risiko
terserang penyakit jantung koroner 2 kali lebih besar dan risiko yang lebih
tinggi untuk terserang stroke. Apabila tidak diobati, kurang lebih setengah
dari penderita hipertensi akan meninggal akibat penyakit jantung dan sekitar
33% akan meninggal akibat stroke sementara 10 sampai 15 % akan
meninggal akibat gagal ginjal. Oleh sebab itu pengontrolan tekanan darah
merupakan hal yang sangat penting (Junaidi, 2010).

G. Penatalaksanaan Medis
Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis
penatalaksanaan (Ni Kadek, et al, 2014):
1. Penatalaksanaan Non Farmakologis.
a. Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat
menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin
dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma.
b. Aktivitas
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan
dengan batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan,
jogging, bersepeda atau berenang.
2. Penatalaksanaan Farmakologis
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
a. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
b. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
c. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
d. Tidak menimbulkan intoleransi.
e. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
f. Memungkinkan penggunaan jangka panjang.Golongan obat - obatan
yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti golongan diuretik,
golongan betabloker, golongan antagonis kalsium, golongan
penghambat konversi rennin angitensin.

H. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume
cairan(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti :
hipokoagulabilitas, anemia.
2) BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi
ginjal.
3) Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
4) Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan
ada DM.
5) CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
6) EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian
gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
7) IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal,
perbaikan ginjal.
8) Photo dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,
pembesaran jantung.

I. Proses Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan menurut (Nugroho, 2010):
1. Pengkajian
a. Aktivitas/ Istirahat.
 Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
 Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,
takipnea.
b. Sirkulasi
 Gejala :Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung
koroner/katup dan penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi.
 Tanda : Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis,
jugularis, radialis, tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi
vena jugularis, kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi
perifer) pengisian kapiler mungkin lambat/ bertunda.
c. Integritas Ego
 Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress
multiple (hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan
pekerjaan.
 Tanda : Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue
perhatian, tangisan meledak, otot muka tegang, pernafasan
menghela, peningkatan pola bicara.
d. Eliminasi
 Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau
riwayat penyakit ginjal pada masa yang lalu).
e. Makanan/cairan
 Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi
garam, lemak serta kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB
akhir akhir ini (meningkat/turun), riwayat penggunaan diuretik.
 Tanda : Berat badan normal atau obesitas, adanya edema,
glikosuria.
f. Neurosensori
 Gejala : Keluhan pening pening/pusing, berdenyu, sakit kepala,
subojksipital (terjadi saat bangun dan menghilangkan secara
spontan setelah beberapa jam) Gangguan penglihatan (diplobia,
penglihatan kabur, epistakis).
 Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi
bicara, efek, proses piker, penurunan keuatan genggaman
tangan.
g. Nyeri/ ketidaknyaman
 Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung),
sakit kepala.
h. Pernafasan
 Gejala: Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja takipnea,
ortopnea,dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum,
riwayat merokok.
 Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan
bunyi nafas tambahan (krakties/mengi), sianosis.
i. Keamanan
 Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.

j. Pembelajaran/Penyuluhan
 Gejala: Faktor resiko keluarga: hipertensi, aterosporosis,
penyakit jantung, DM. Faktor faktor etnik seperti: orang Afrika-
amerika, Asia Tenggara, penggunaan pil KB atau hormone lain,
penggunaan alcohol/obat.
 Rencana pemulangan : bantuan dengan pemantau diri
TD/perubahan dalam terapi obat.
J. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan: Agen injuri (biologi, kimia, fisik,
psikologis), kerusakan jaringan
2. Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan after
load, vasokonstriksi, hipertrofi/rigiditas ventrikuler, iskuemia miokard.
3. Risiko perfusi miokard tidak efektif berhubungan dengan faktor risiko
hipertensi dan gaya hidup kurang gerak
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen.
5. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya
hipertensi yang diderita klien.
6. Defisien pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
proses penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Agus Purwadianto (2000), Kedaruratan Medik: Pedoman Penatalaksanaan


Praktis, Binarupa Aksara, Jakarta.
Bustan. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta
Cahyono, S. 2008. Gaya Hidup dan Penyakit Modern. Yogyakarta: Kanisius
Darmojo, R. Boedhi. (2010). Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta:
FKUI.
Departemen Kesehatan RI. 2012. Pharmaceutical Care untuk Penyakit
Hipertensi. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Evelyn C.pearce (1999), Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Penerbit PT
Gramedia, Jakarta.
Fauzi. I. 2014. Buku Pintar Deteksi Dini Gejala dan Pengobatan Asam Urat,
Diabetes dan Hipertensi. Yogyakarta: Araska.
Rusdi, Nurlaela Isnawati. 2009. Awas Anda Bisa Mati Cepat Akibat Hipertensi
dan Diabetes. Yogyakarta: Powerbooks publishing.
Ritu Jain. 2011. Pengobatan Alternatif untuk Mengatasi Tekanan Darah. Jakarta:
Gramedia.
Wahdah, N. 2011. Menaklukan Hipertensi dan Diabetes. Yogyakarta: Multipress
Wijoyo, P. M. 2011. Rahasia Penyembuhan Hipertensi Secara Alami. Bee Media
Agro: Jakarta
Wilkinson, Judith. (2011). Buku saku diagnosa keperawatan: diagnose NANDA,
intervensi NIC, Kriteria hasil NOC, ed.9. Alih bahasa, Esty
Wahyuningsih; editor edisi bahasa Indonesia, Dwi Widiarti. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai