Oleh :
Eka Supriyatna, S. Kep
NIM. 1930913320017
LAPORAN PENDAHULUAN
Oleh :
Eka Supriyatna, S. Kep
NIM. 1930913320017
Mengetahui,
Pembimbing Akademik
1. PROSES MENUA
1.1. Definisi
Usia lanjut adalah hal yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan
fenomena biologis. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 13
tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, lanjut usia adalah seseorang yang
telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas. Lanjut Usia Potensial adalah
lanjut usia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang
dapat menghasilkan barang dan/atau Jasa. Lanjut Usia Tidak Potensial adalah
lanjut usia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung
pada bantuan orang lain.
Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang
berangsur-angsur mengakibatkan perubahan yang kumulatif, merupakan proses
menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan
luar tubuh yang berakhir dengan kematian. Menua (menjadi tua) adalah suatu
proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki
diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki
kerusakan yang diderita. Dari pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
manusia secara perlahan mengalami kemunduran struktur dan fungsi organ.
Kondisi ini dapat mempengaruhi kemandirian dan kesehatan lanjut usia,
termasuk kehidupan seksualnya. Proses menua merupakan proses yang terus-
menerus/berkelanjutan secara alamiah dan umumnya dialami oleh semua
makhluk hidup. (Nugroho, 2014).
Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal
dan fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup.
Sebagai mana diketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai
kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah,
seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu
usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu
telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba
menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo, 2004 dalam
Psychologymania, 2013). Menurut UU RI no. 13 tahun 1998 tentang
kesejahteraan lanjut usia juga menyebutkan lanjut usia (lansia) adalah seseorang
yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Berdasarkan pengertian tersebut
maka yang dimaksud lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun
ke atas atau lebih.
2. KONSEP STROKE
2.1. Definisi Stroke
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan di
peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak,
sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian
(fransisca,2012). Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang
menyebabkan defisit neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi
sirkulasi saraf otak (Amin, 2015).
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif
cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/atau global, yang berlangsung 24 jam
atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan
oleh gangguan peredaran darah otak nontraumatik. Bila gangguan peredaran
darah otak berlangsung sementara, beberapa detik hingga beberapa jam
(kebanyakan 10-20 menit), tapi kurang dari 24 jam, disebut sebagai serangan
iskemia otak sepintas (transient ischaemia attack = TIA) (Mansjoer & dkk,
2007).
Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh
gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan dapat
menimbulkan cacat atau kematian (Munir, 2015). Definisi stroke menurut World
Health Organization adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak baik fokal maupun global, dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain selain vaskuler (Munir, 2015).
2.2. Epidemiologi
Menurut American Heart Assosiation (AHA,2015),angka kejadian stroke
pada seseorang dengan usia 60-79 tahun yang menderita stroke pada perempuan
5,2% dan laki-laki sekitar 6,1%, Prevelansi pada usia lanjut semakin meningkat
dan bertambah setiap tahunnya dapat dilihat dari usia seorang 80 tahun keatas
dengan angka kejadian stroke pada laki-laki sebangyak 15,8% dan pada
perempuan sebanyak 14%,Prevalensi angka kematian yang terjadi di Amerika di
sebabkan oleh stroke dengan populasi 100.000 pada perempuan sebanyak 27,9%
dan pada laki-laki sebanyak 25,8%, sedangkan di Negara Asia angka kematian
yang diakibatkan oleh stroke pada perempuan sebanyak 30% dan pada laki-laki
sebanyak 33,5% per 100.000 populasi (AHA, 2015).
Menurut WHO (World Health Organization, 2012) angka kematian akibat
stroke sebesar 51% di seluruh dunia di sebabkan oleh tekanan darah tinggi.
Selainitu, di perkirakan sebesar 16% kematian stroke di sebabkan karena
tingginya kadar glokosa. Di Indonesia sendiri menunjukan bahwa jumlah
penderita stroke terus meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Kasus
tertinggi yang terdiagnosis tenaga kesehatan yaitu pada usia 75 tahun keatas
(43,1) dan terendah pada kelompok usia 15-24 tahun yaitu sebesar 0,2%
(Kemenkes RI, 2017).
Jumlah penderita penyakit stroke di Indonesia tahun 2013 berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan (Nakes) diperkirakan sebanyak 1.236.825 orang
(7,0‰) (Infodatin, 2013).Di Indonesia menurut Riskesdas tahun 2018 prevelensi
stroke meningkat dari awalnya tahun 2013 yang hanya 7% penderita stroke pada
tahun 2018 menjadi 10,9% penduduk Indonesia yang mengalami stroke
(Setiawan,2019).
2.6. Patofisiologi
Faktor pencetus dari Stroke seperti hipertensi,Dm,penyakit jantung dan
beberapa faktor lain seperti merokok, stress, gaya hidup yang tidak baik dan
beberapa faktor seperti obesitas dan kolestrol yang meningkat dalam darah dapat
menyebabkan penimbunan lemak atau kolestrol yang meningkat dalam
darahdikarenakan ada penimbunan tersebut, pembuluh darah menjadi infark dan
iskemik. Dimana infark adalah kematian jaringan dan iskemik adalah
2
kekurangan suplai O .Hal tersebut dapat menyebabkan arterosklerosis dan
pembuluh darah menjadi kaku.Arterosklerosis adalah penyempitan pembuluh
darah yang mengakibatkan pembekuan darah di cerebral dan terjadi lah Stroke
non hemoragik.Pembuluh darah menjadi kaku, menyebabkan pembuluh darah
mudah pecah dan mengakibatkan Stroke hemoragik.
Dampak dari Stroke non hemoragik yaitu suplai darah kejaringan cerebral
non adekuat dan dampak dari Stroke hemoragik terdapat peningkatan tekanan
sistemik.Kedua dampak ini menyebabkan perfusi jaringan cerebral tidak
adekuat.Pasokan Oksigen yang kurang membuat terjadinya vasospasme arteri
serebral dan aneurisma. Vasospasme arteri serebral adalah penyempitan
pembuluh darah arteri cerebral yang kemungkinan akan terjadi gangguan
hemisfer kanan dan kiri dan terjadi pula infark /iskemik di arteri tersebut yang
menimbulkan masalah keperawatan gangguan mobilitas fisik. Aneurisma adalah
pelebaran pembuluh darah yang disebabkan oleh otot dinding di pembuluh darah
yang melemah hal ini membuat di arachnoid (ruang antara permukaan otak dan
lapisan yang menutupi otak) dan terjadi penumpukan darah di otak atau disebut
hematoma kranial karena penumpukan otak terlalu banyak, dan tekanan intra
kranial menyebabkan jaringan otak berpindah/ bergeser yang dinamakan
herniasi serebral.
Pergeseran itu mengakibatkan pasokan oksigen berkurang sehingga terjadi
penurunan kesadaran dan resiko jatuh. Pergeseran itu juga menyebabkan
kerusakan otak yang dapat membuat pola pernapasan tak normal (pernapasan
cheynes stokes) karena pusat pernapasan berespon erlebhan terhadap CO2 yang
mengakibatkan pola napas tidak efektif dan resiko aspirasi (Amin, 2015).
2.7. Pathways
Faktor resiko yang dapat dirubah antara lain hipertensi, penyakit kardiovaskuler
yang menyebabkan embolisme serebral, kolesterol tinggi, obesitas, merokok,
diabetes melitus.
Faktor resiko yang tidak dapat dirubah yaitu: genetik, usia, jenis kelamin,
BBLR, ras/etnis, genetik/hereditas.
Peningkatan TIK
Iskemik/Infark
Penurunan kesadaran
Defisit Neurologi
Risiko Cedera
Hemisfer Kanan Hemisfer Kiri
b. Stroke emboli
1) Defisit hemisfer yang luas (kalau infarknya luas), (Adelina, 2010)
2) Didapat pasien penyebab berikut dan atau faktor resiko:
a) Jantung (atrial fibrilasi, kelainan katub dll)
b) Vaskular (stenosis arteri kritis)
c) Darah (hiperkoagulasi)
d. Stroke subaraknoid
1. Sakit kepala mendadak hebat
2. Defisit saraf kranialis
3. Hemiparise
4. Penurunan kesadaran
Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Ischemic
Gejala klinis Stroke hemoragik Stroke Ischemic
PIS PSA
Gejala defisit lokal Berat Ringan Berat/ringan
2.9. Komplikasi
Menurut (Smeltzer & bare,2010) komplikasi Stroke meliputi hipoksia serebral,
penurunan aliran darah serebral dan embolisme serebral.
a. Hipoksia serebral.
Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke
jaringan.Hipoksia serebral diminimalkan dengan pemberian oksigenasi yang
ade kuat ke otak. Pemberian oksigen berguna untuk mempertahankan
hemoglobin serta hematokrit yang akan membantu dalam mempertahankan
oksigenasi jaringan.
c. Embolisme serebral
Terjadi setelah imfak miokard atau vibrilasi atrium. Embolise akan
menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya akan menurunkan aliran
darah ke serebral. Distritmia dapat menimulkan curah jantung tidak konsisten,
distritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus segera di perbaiki.
2. Stadium akut
1) Stroke iskemik
Terapi umum:
a) Letakkan kepala pasien pada posisi 30;
b) Kepala dan dada pada satu bidang;
c) Ubah posisi tidur setiap 2 jam;
d) Mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil.
Selanjutnya:
1. Bebaskan jalan nafas, beri oksigen 1-2 L/menit sampai didapatkan
hasil analisis gas darah.
2. Jika perlu dilakukan instubasi.
3. Demam diatasi dengan kompres dan anti piretik, kemudian dicari
penyebabnya; jika kandung kemih penuh dikosongkan (sebaiknya
dengan kateter intermiten).
4. Pemberian nutrisi isotonik, kristaloid/ koloid 1500-2000 ml dan
elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa
atau salin isotonik.
5. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik;
jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun,
dianjurkan melalui selang nasogastrik.
6. Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula
darah sampai 150% dengan insulin drip intravena kontinu selama
2-3 hari pertama.
7. Hipoglikemia (kadar gula darah <60/80 mg% dengan gejala)
diatasi segera dengan dektrosa 40% iv sampai kembali normal
dan harus dicari penyebabnya.
8. Nyeri kepala atau muntah diatasi dengan pemberian obat- abatan
sesuai dengan gejala.
9. Tekanan darah tidak perlu langsung diturunkan kecuali tekanan
sistolik >220 mmHg dan diastolik dan 120 mmHg, mean arterial
blood pressure (MAP) >130 mmHg (pada dua kali pengukuran
dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard
akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal.
10. Jika hipotensi yaitu tekanan darah sistolik <90 mmHg dan
diastolik <70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam,
dilanjutkan 500 mL
selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi
dapat teratasi. Jika hipotensi belum teratasi dapat diberikan
dopamin 2-20 ug/kg/menit sampai tekanan darah diastolik 110
mmHg.
11. Jika kejang diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama tiga
menit, maksimal 100 mg perhari; dilanjutkan pemberian
antikonvulsan peroral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang
muncul setelah 2 minggu, diberikan anti konvulsan per oral jagka
panjang.
12. Jika didapatkan TIK meningkat di berikan manitol bolus iv 0,25
sampai 1 g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena
rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25 g/kgBB
per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan
pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternative, dapat
diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%)atau furosemid.
13. Terapi khusus: ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian
dengan anti platelet seperti aspirin dan anti koagulan atau
diajurkan dengan cairan trombolitik rt-PA (recombinant tissue
plasminogen activator). Dapat juga diberi agen neuroproteksi,
yaitu sitikolin atau pirasetam (jika di dapatkan afasia).
2) Stroke Hemoragik
a. Terapi umum: pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika
folume hematoma >30 ml, pendarahan intraventrikular dengan
hidrosefalus, dan keadaan klinis selalu memburuk. Tekanan darah
harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-20% bila
tekanan sistolik >180 mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume
hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah
harus segera diturunkan dengan labetalov iv 10 mg (pemberian
dalam 2 menit) sampai 20 mg; (pemberian dalam 10 menit)
maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1,25 mg per 6 jam; kaptopril
3 kali 6,25-25 mg peroral. Jika di dapatkan TIK menigkat posisikan
kepala naikan 30, posisi kepala dan dada satu bidang, pemberian
manitol dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).
b. Terapi khusus: neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat
vasodilator tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak
pendarahan yaitu pada pasien yang kondisinya yang memburuk
dengan pendarahan sebelum beriameter >3 cm, hidrosefalus akut
akibat pendarahan intraventrikel atau sebelum, dilakukan VP-
sunting, dan pendarahan lebar lebih 60 ml dengan tanda
peningkatan tekanan intracranial akut dan ancaman berherniasi.
Pada pendarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis kalsium
(nemodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirfasi,
maupun gama knife )jika penyebabnya adalah aneurisma atau
malformasi arteri-vena (arteriovenous malformation, AVM).
3. Stadium Subakut
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan,
terapi wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik).Mengingat
perjalanan penyakit yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus
intensif pasca stroke dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti,
memehami dan melaksanakan progam prefentif primer dan skunder.
Terapi pasien subakut antara lain:
1) Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya
2) Penatalasanaan komplikasi
3) Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien) yaitu fisioterapi,
terapi wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi
4) Revensi skunder
5) Edukasi keluarga dan Discharge planning (Nurarif & Kusuma, 2015).
secara fisik pada keadaan semula sebelum sakit dalam waktu sesingkat
mungkin.
b. Abduksi/adduksi
Dukung lengan di pergelangan dengan telapak tangan dan siku dari
tubuhnya klien, geser lengan menjauh menyamping dari badan,
biarkan lengan berputar dan berbalik sehingga mencapai sudut 90ᵒ
dari bahu.
Gambar 2.5
Latihan Abduksi/adduksi
c. Siku fleksi/ekstensi
Dukung siku dan pergelangan tangan, tekuk lengan klien sehingga
lengan menyentuh ke bahu, luruskan lengan ke depan.
Gambar 2.6
Latihan Fleksi/ekstensi Siku
d. Pergelangan Tangan
Dukung pergelangan tangan dan tangan klien dan jari-jari dengan jari
yang lain; tekuk pergelangan tangan ke depan dan menggenggam,
tekuk pergelangan tangan ke belakang dantegakkan jari-jari,
gerakkan pergelangan tangan ke lateral.
e. Jari Fleksi/Ekstensi
Dukung tangan klien dengan memegang telapak tangan, tekuksemua
jari sekali, luruskan semua jari sekali
Gambar 2.7
Latihan Jari Feksi/ekstensi
2. Latihan gerak sendi pada anggota gerak bawah menurut Hoeman
(1996),dalam Purwanti & Maliya (2008), adalah:
a. Pinggul fleksi
Dukung dari bawah lutut dan tumit klien, angkat lutut mengarah
ke dada tekuk pinggul sedapat mungkin, biarkan lutut menekuk
sedikit atau dengan toleransi klien.
Gambar 2.9
Latihan Pinggul Fleksi Kekuatan
c. Lutut Fleksi/ekstensi
Dukung kaki bila perlu tumit dan belakang lutut, tekuk setinggi
90 derajat dan luruskan lutut.
Gambar2.1
Latihan Lutut Fleksi/ekstensi
d. Jari kaki Fleksi/ekstensi
Dukung telapak kaki klien, tekuk semua jari menurun dan dorong
semua jari ke belakang
3. Latihan duduk
Menurut Harsono (1996), dalam Purwanti dan Maliya (2008),
latihan dimulai dengan meninggikan letak kepala secara bertahap
untuk kemudian dicapai posisi setengah duduk dan pada akhirnya
posisi duduk. Latihan duduk secara aktif sering kali memerlukan alat
bantu, misalnya trapeze untuk pegangan penderita.
Sedang menurut Kandel, dkk (1995), dalam Purwanti dan Maliya
(2008), bangun duduk dilakukan dengan bantuan perawat yang
memegang kuat siku sisi yang lumpuh pada tempat tidur, dengan tangan
yang lain berjabatan tangan dengan tangan penderita yang sehat. Siku
penderita yang sakit harus berada langsung di bawah bahu, bukan di
belakang bahu.Latihan ini diulang-ulang sampai penderita merasakan
gerakannya. Penyanggaan berat di siku yang menyebar ke atas sendi
bahu sisi yang mampu merupakan bagian yang penting dalam
rehabilitas penderita stroke menuju penyembuhan total.
a. Identitas klien :
1) Nama (agar data dapat diketahui siapa pemiliknya dan agar tidak tertukar
dengan pasien lain)
2) Umur (mengkaji usia dihubungkan dengan penurunan aktivitas fisik pada
usia lanjut).
3) Alamat (ditanyakan karena mungkin memiliki nama yang sama dengan
alamat yang berbeda).
4) Agama (untuk mengetahui keyakinan pasien yang berhubungan dengan
spiritual).
5) Suku bangsa (berpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan sehari-hari).
6) Pendidikan (berpengaruh dalam berkomunikasi dengan pasien,
menyesuaikan tingkat pendidikan pasien dalam berkomunikasi untuk dapat
memahami dan mempermudah dalam memberikan informasi kepada
pasien).
7) Pekerjaan pasien (guna mengetahui dan mengukur tingkat sosial
ekonominya, karena ini mempengaruhi dalam gizi psien tersebut).
8) Identitas penanggung jawab (ditanyakan suatu saat oleh dokter atau
perawat sebagai penanggung jawab dari keluarga pasien).
9) Catatan masuk (tanggal masuk, tanggal pengkajian, ruang rawat, nomor
rekam medik dan diagnosa medis).
10) Riwayat pekerjaan (guna untuk mengetahui tingkat ekonomi pasien).
11) Genogram (guna untuk mengetahui apakah dalam rumah atau keluarga
pasien ada yang memiliki riwayat penyakit yang sama pada anggota yang
lain).
b. Riwayat kesehatan
Menjelaskan tentang kondisi kesehatan 1 tahun yang lalu, 5 tahun yang
lalu dan keluhan yang masih dirasakan hingga saat ini. Riwayat penggunaan
dan pemakaian obat, siapa yang memberikan resep obat dan kelengkapan
status imunisasi lansia serta makanan dan minuman apa yang harus dihindari
dan dikonsumsi agar Stroke tidak bertambah parah.
c. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik terdiri dari keadaan umum, tingat kesadaran, GCS,
pemeriksaan tanda-tanda vital dan pemeriksaan dan pemeriksaan fisik head to
toe.
1) Kesadaran
Pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran somnolen, apatis, sopor,
soporo coma, hingga coma dengan GCS < 12 pada awal terserang stroke.
Sedangkan pada saat pemulihan memiliki tingkat kesadaran letargi dan
composmetis dengan GCS 13-15
2) Tanda-tanda Vital
a) Tekanan darah
Pasien dengan stroke hemoragik memiliki riwayat tekanan darah tinggi
dengan tekanan systole > 140 dan diastole > 80
b) Nadi
Biasanya nadi normal
c) Pernafasan
Pasien stroke hemoragik mengalami gangguan pada bersihan jalan
napas
d) Suhu
Tidak sering ditemukan masalah pada suhu pasien dengan stroke
hemoragik
3) Rambut
Biasanya tidak ditemukan masalah
4) Wajah
Tidak simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V (Trigeminal) :
pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan pada pasien koma, ketika
diusap kornea mata dengan kapas halus, klien akan menutup kelopak mata.
Sedangkan pada Nervus VII (facialis) : alis mata simetris, dapat
mengangkat alis, mengernyitkan dahi, mengernyitkan hidung,
menggembungkan pipi, saat pasien menggembungkan pipi tidak simetris
kiri dan kanan tergantung lokasi lemah dan saat diminta mengunyah pasien
kesulitan untuk mengunyah.
5) Mata
Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, kelopak mata
tidak edema. Pada pemeriksaan nervus II (optikus) : biasanya luas pandang
baik 90°, visus 6/6. Pada nervus III (okulomotoris) : diameter pupil
2mm/2mm, pupil kadang isokor dan anisokor, palpebra dan reflek kedip
dapat dinilai jika pasien bisa membuka mata . Nervus IV (troklearis) :
pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke atas dan bawah. Nervus VI
(abdusen) : pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke kiri dan kanan
6) Hidung
Simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada pernapasan cuping
hidung. Pada pemeriksan nervus I (olfaktorius) : kadang ada yang bisa
menyebutkan bau yang diberikan perawat namun ada juga yang tidak, dan
biasanya ketajaman penciuman antara kiri dan kanan berbeda dan pada
nervus VIII (akustikus) : pada pasien yang tidak lemah anggota gerak atas,
dapat melakukan keseimbangan gerak tangan-hidung
9) Leher
Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : pasien stroke hemoragik mengalami
gangguan menelan. Pada pemeriksaan kaku kuduk(+)
10) Thorak
a) Paru-paru
Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi : fremitus sama antara kiri dan kanan
Perkusi : bunyi normal (sonor)
Auskultasi: suara normal (vesikuler)
b) Jantung
Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : iktus cordis teraba
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi:suara vesikuler
11) Abdomen
Inspeksi : simetris, tidak ada asites
Palpasi : tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : terdapat suara tympani
Auskultasi: biasanya bising usus pasien tidak terdengar. Pada
pemeriksaan reflek dinding perut, pada saat perut pasien digores pasien
tidak merasakan apa-apa.
12) Ekstremitas
a) Atas
Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT biasanya
normal yaitu < 2 detik. Pada pemeriksaan nervus XI (aksesorius) :
pasien stroke hemoragik tidak dapat melawan tahanan pada bahu yang
diberikan perawat. Pada pemeriksaan reflek, saat siku diketuk tidak ada
respon apa-apa dari siku, tidak fleksi maupun ekstensi. Sedangkan pada
pemeriksaan reflek hoffman jari tidak mengembang ketika diberi reflek
(reflek Hoffman tromer (+)).
b) Bawah
Pada pemeriksaan reflek, Pada saat dilakukan reflek patella
biasanya femur tidak bereaksi saat di ketukkan (reflek patella (+).
Tabel 2.1
Nilai kekuatan otot
Respon Nilai
Tidak dapat sedikitpun kontraksi 0
otot, lumpuh total
Terdapat sedikit kontraksi otot, 1
namun tidak didapatkan gerakan
pada persendian yang harus
digerakkan oleh otot tersebut
Didapatkan gerakan , tapi gerakan 2
tidak mampu melawan gaya berat
(gravitasi)
Dapat mengadakan gerakan melawan 3
gaya berat
Disamping dapat melawan gaya berat 4
ia dapat pula mengatasi sedikit
tahanan yang diberikan
Tidak ada kelumpuhan (normal) 5
Black&Hawks, (2014)
d. Pola kebiasaan sehari-hari
1) Pola kebiasaan
Pada pasien pria, adanya kebiasaan merokok dan penggunaan minuman
beralkhohol
2) Pola makan
Terjadi gangguan nutrisi karena adanya gangguan menelan pada pasien
stroke hemoragik sehingga menyebabkan penurunan berat badan.