Oleh:
Ifdy Patmindry, S.Kep
NIM. 1930913310029
Oleh:
Ifdy Patmindry, S.Kep
NIM. 1930913310029
Pembimbing Akademik
2. Teori Menua
Menurut Depkes RI (2016) tentang proses menua yaitu:
a. Teori – teori biologi
1) Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies –
spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia
yang diprogram oleh molekul – molekul/DNA dan setiap sel pada saatnya
akan mengalami mutasi sehingga terjadi penurunan kemampuan
fungsional sel.
2) Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah (rusak).
3) Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut
sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
4) Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory)
Sistem immune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya
virus kedalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
5) Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.
Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan
internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah
terpakai.
6) Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal bebas
(kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan organik
seperti karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-
sel tidak dapat regenerasi.
7) Teori rantai silang
Sel-sel yang tua atau usang, reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang
kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya
elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi.
8) Teori program Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang
membelah setelahsel-sel tersebut mati.
b. Teori kejiwaan sosial
1) Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
Lansia mengalami penurunan jumlah kegiatan yang dapat dilakukannya.
Teori ini menyatakan bahwa lansia yang sukses adalah mereka yang aktif
dan ikut banyak dalam kegiatan sosial. Ukuran optimum (pola hidup)
dilanjutkan pada cara hidup dari lansia berupa mempertahankan hubungan
antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil.
2) Kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lansia. Pada teori
ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lansia
sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.
3) Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara
berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya.
Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik
secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjaadi kehilangan
ganda (triple loss), yakni: (1) Kehilangan peran; (2) Hambatan kontak
sosial; (3) Berkurangnya kontak komitmen
3. Proses Penuaan
Penuaan adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan
manusia. Proses penuaan merupakan proses sepanjang hidup yang hanya
di mulai dari satu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Penuaan merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang
telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga
tahap ini berbeda, baik secara biologis, maupun psikologis. Memasuki usia
tua berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang
ditandai dengan kulit mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong,
pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan-
gerakan lambat, dan postur tubuh yang tidak proforsional (Nugroho,
2008).
Lansia menurut UU No.13 thn 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia
Pasal 1 ayat 2 adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas. Secara
ekonomis, penduduk lansia dapat diklasifikasikan atas lima klasifikasi yaitu :
1. Pralansia
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
2. Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3. Lansia risiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun
atau lebih dengan masalah kesehatan.
4. Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat
menghasilkan barang/jasa.
Perubahan fisiologis pada lanjut usia yang berkaitan dengan kejadian jatuh
diantaranya adalah perubahan sistem musculoskeletal, sistem persyarafan dan
sistem sensoris.
Menurut Hurlock, perbedaan lanjut usia terbagi dalm dua tahap yaitu:
a) Early old age (usia 60-70 tahun)
b) Advanced old age (usia 70 tahun ke atas)
B. Dekompensasi Cordis
1. Definisi
Dekompensasi cordis adalah suatu keadaan patofisiologis adanya
kelainan fungsi jantung mengalami kegagalan dalam memompakan darah
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (kekurangan fungsi
oksigen) dan saat istirahat atau latihan. Dekompensasi cordis adalah suatu
keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan fungsi kontraktilitas yang
berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung.
Dekompensasi cordis adalah kegagalan jantung dalam upaya untuk
mempertahankan peredaran darah sesuai dengan kebutuhan tubuh. suatu
keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan fungsi kontraktilitas yang
berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung
2. Etiologi
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis
adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang
menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal
seperti regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel. Beban akhir meningkat pada
keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas
miokardium dapat menurun pada infark miokard atau kardiomyopati. Faktor lain
yang dapat menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah gangguan
pengisisan ventrikel ( stenosis katup atrioventrikuler ), gangguan pada pengisian
dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade jantung). Dari seluruh
penyebab tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi
tersebut mengakibatkan pada gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer,
atau di dalam sintesis atau fungsi protein kontraktil.
Volume sekuncup merupakan jumlah darah yang dipompa pada setiap
jantung berkontraksi, hal ini tergantung pada 3 faktor, yaitu: preload (jumlah
darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang
ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung), kontraktilitas (beracuan
pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan
dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium), afterload
(mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa
darah melawan perbedaan tekanan
Menurut Smeltzer,penyebab dekompensasi cordis/ gagal jantung meliputi :
1) Kelainan otot jantung misalnya : aterosklerosis koroner (keadaan patologis
dimana terjadi penebalan arteri koronoris oleh lemak).
2) Hipertensi sistemik (peningkatan tekanan darah diatas 140/90 MmHg) atau
hipertensi pulmonal (peningkatan tekanan darah diparu-paru akibat kongesti
pulmonal).
3) Peradangan dan penyakit degeneratif, misalnya : miokarditis (peradangan pada
otot jantung), endokarditis (penyakit infeksi pada endokard atau katup jantung)
rematik (setiap kondisi yang disertai nyeri dan kaku pada musculoskeletal)
4) Penyakit jantung lain, misalnya : pada mekanisme gangguan aliran darah
melalui jantung (stenosis atau penyempitan katup semilunar dan katup
alveonar), pada peningkatan afterload mendadak hipertensi maligna
(peningkatan tekanan darah berat disertai kelainan pada retina,ginjal dan
kelainan serebal).
5) Faktor siskemik, misal : pada meningkatnya laju metabolisme (demam
tiroktosikosis) meningkatnya kebutuhan oksigen jaringan (hipoksia atau
berkurangnya oksigen dalam darah, anemia atau berkurangnya kadar
hemoglobin), asidosis metabolik dan abnormal elektrolit dapat menurunkan
kontraktilitas otot jantung.
3. Klasifikasi
Dekompensasi kordis atau gagal jantung dapat diklasifikasikan menurut beberapa
tingkatan parahannya. Dibawah ini tabel gambaran sitem klasifikasi yang paling
umum digunakan, menurut New York Heart Association (NYHA) Fungsional
Classification :
Klasifikasi Dekompensasi kordis berdasarkan gejala
C Gejala Pasien
l
a
s
s
Tidak ada pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa tidak
I menyebabkan
kelelahan yang berarti, palpitasi, dyspnea (sesak napas).
Sedikit keterbatasan terhadap aktivitas fisik sehari - hari. Nyaman saat
II istirahat. Aktivitas biasa dapat menyebabkan kelelahan, palpitasi, dan
dyspnea.
Ditandai dengan pembatasan aktivitas fisik. Nyaman saat istirahat. Sedikit
III aktivitas dapat menyebabkan kelelahan, palpitasi, dan dyspnea.
Tidak dapat melakukan aktivitas fisik tanpa ketidaknyamanan. Gejala
gagal
IV jantung saat istirahat. Jika aktivitas fisik dilakukan, ketidaknyamanan
meningkat
4. Epidemiologi
Jenis penyakit gagal jantung yang paling tinggi prevalensinya adalah
Congestive Heart Failure atau gagal jantung kongestif. Di Eropa, tiap tahun
terjadi 1,3 kasus per 1000 penduduk yang berusia 25 tahun. Kasus ini meningkat
11,6% pada manula dengan usia 85 tahun ke atas. Gagal jantung merupakan salah
satu penyebab kematian dan ketidakmampuan bekerja yang paling umum
diberbagai Negara industri dan merupakan sindrom yang paling umum dalam
praktek klinik. Menurut American Heart Association, di Amerika Serikat lebih
dari 4,6 juta pasien yang menderita penyakit ini, dan menjadi penyebab kematian
beberapa ratus ribu pasien setiap tahunnya.
Berdasarkan data dari kementrian kesehatan Indonesia (2013) prevalensi
penyakit gagal jantung meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi
pada umur 65 – 74 tahun (0,5%) untuk yang terdiagnosis dokter, menurun sedikit
pada umur ≥75 tahun (0,4%), tetapi untuk yang terdiagnosis dokter atau gejala
tertinggi pada umur ≥75 tahun (1,1%). Untuk yang didiagnosis dokter prevalensi
lebih tinggi pada perempuan (0,2%) dibanding laki-laki (0,1%).
Berdasarkan hasil riskesdas tahun 2018 dikatan bahwa pravelensi penyakit
jantung di Indonesia tertinggi pada kelompok umur 65-75 tahun yakni 4,6% dan
di atas 75 tahun sebesar 4,7%. Kemudian berdasarkan jenis kelamin pravelensi
tertinggi penyakit jantung di Indonesia pada perempuan 1,6%. Berdasarkan
tempat tinggal pravelensi tertinggi yakni daerah perkotaan sebesar 1,6%.
Selanjutnya berdasarkan tingkat pendidikan dan profesi atau pekerjaan pravelensi
penyakit jantung tertinggi pada tingkat pendidikan tamat S1 – S3 (2,1%) dan
profesi PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD (2,7%).
5. Manifestasi Klinis
a. Jantung Kiri
1) Dispneu
Timbul sesak pada janyung kiri di akibatkan adanya menimbunan cairan
dalam alveoli yang menyebabkan terganggunya pertukaran gas. Bahkan,
terkadang sampai terjadi ortopnoe (sesak jika gunakan berbaring atau
tidur).
2) Poroxsmal noktural dispnea
Poroxsmal noktural dispnea (sesak karena perubahan posisi) juga bisa
terjadi dikarenakan ventrikel kiri tidak mampu melakukan pengosongan
darah secara adekuat yang berakibatkan meningkatan tekanan sirkulasi
paru sehingga cairan berpindah ke alveoli.
3) Batuk
Terjadinya batuk di sebabkan gangguan pada alveoli sehingga terkadang
pasien mengalami batuk kering atau basah di sertai sputum berbusa serta
terkadang di sertai bercak darah.
4) Mudah Lelah
Kelelahan terjadi akibat curah jantung yang tidak adekuat untuk
mensirkulasi oksigen dan penurunan fungsi jantung untuk membungang
sisa metabolisme .
5) Kegelisahan dan kecemasan
Kecemasan pada pasien gagal jantung terjadi akibat gangguan oksigenasi
dan terganggunya pernapasan (sesak) menjadikan lingkaran setan dalam
kejadian sesak dengan kecemasan
6) Takikardia
Kompensasi jantung sebagai usaha pemenuhan oksigenasi jaringan bekerja
lebih kuat.
b. Jantung Kanan
1) Edema
Pada jaringan perifer yang terjadi pada anggota ekstermitas bawah yang
paling sering pada tungkai seperti odema jika di tekan pada ektermitas
tetap cekung/lama kembali.odema terjadi akibat kekegagalan jantung
bagian kanan memompakan sirkulasi darah menuju vena.
2) Hepatomegali
Pembesaran hepar terjadi akibat peningkatan atrium kanan dan tekanan
aorta menurun.
3) Anoreksia
Hilangnya selera makan di sertai mual di akibatkan pembesaran vena dan
stasis pada rongga abdomen.
4) Nokturia
Rasa ingin kencing pada malam hari di karenakan penurunan perfusi renal
dan juga di dukung karena pasien istirahat yang dapat memperbaiki curah
jantung.
6. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang yang membantu menegakkan diagonsa sebagai
berikut:
a. Elektrokardiografi
b. Foto thoraks
c. Ekokardiografi
7. Penatalaksanaan
Ada beberapa penatalaksanaan dekompensasi cordis. Tidak ada
pengobatan secara spesifik untuk proses penyembuhan penyakit gagal
jantung, akan tetapi secara umum ada beberapa penatalaksanaan
pengobatan untuk gagal jantung adalah sebagai berikut :
a. Perawatan
1) Tirah baring/bedrest
Kerja jantung dalam keadaan dekompensasi harus benar-benar dikurangi,
mengingat kebutuhan oksigen yang relatif meningkat.
2) Pemberian oksigen
Pemberian oksigen secara rumat biasanya diperlukan 2 liter/menit dalam
keadaan sianosis sekali dapat lebih tinggi.
3) Diet
Umumnya diberikan makanan lunak dengan rendah (pembatasan) garam.
Jumlah kalori sesuai kebutuhan, pasien dengan gizi kurang diberi makanan
tinggi kalori tinggi protein. Cairan diberikan 80-100 ml/kgBB/hari.
b. Pengobatan medik
1) Digitalisasi
Digitalis akan memperbaiki kerja jantung dengan memperlambat dan
memperkuat kontraksi jantung serta meninggikan curah jantung.
2) Diuretik
Diuresis dapat mengurangi beban awal (preload), tekanan pengisian yang
berlebihan dan secara umum untuk mengatasi retensi cairan yang
berlebihan. Yang digunakan : furosemid 40 – 80 mg. Pemberian dosis
penunjang bergantung pada respon, rata-rata 20 mg sehari.
3) Vasodilator
Obat vasodilator menurunkan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri dan
menghilangkan bendungan paru serta beban kerja jantung jadi berkurang.
8. Komplikasi
Berikut komplikasi dari gagal jantung menurut (Wijaya & Putri 2013) antara lain :
1. Adema paru akut dapat terjadi akibat gagal jantung kiri.
2. Syok kardiogenik.
Akibat penurunan dari curah jantung dan perfusi jaringan yang tidak adekuat
ke organ vital (jantung dan otak).
3. Episode trombolik.
Thrombus terbentuk akibat imobilitas pasien dan gangguan sirkulasi, trombus
dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah
4. Efusi pericardial dan tamponade jantung.
Masuknya cairan ke kantung pericardium, cairan dapat meregangkan
pericardium sampai ukuran maksimal. Cardiac output menurun dan aliran
balik vena ke jantung.
9. Pathway Dekompensasi Cordis
Faktor Resiko
Hipertensi
Infeksi Kontraktilitas Menurun
Gagal Jantung
A. Pengkajian
Perawat mengkaji perubahan pada perkembangan fisiologis, kognitif dan perilaku
sosial pada lansia
1. Perubahan Fisiologis
Sistem Temuan Normal
Integumen Warna kulit 1. Pigmentasi berbintik/bernoda diarea yang
terpajan sinar matahari
2. Pucat meskipun tidak anemia
Kelembaban 1. Kering
2. kondisi bersisik
Suhu 1. Ekstremitas lebih dingin
2. Penurunan perspirasi
Tekstur 1. Penurunan elastisitas
2. Kerutan
3. Kondisi berlipat
4. Kendur
Distribusi lemak 1. Penurunan jumlah lemak pada ekstremitas dan
peningkatan jumlah diabdomen
Rambut 1. Penipisan rambut
Kuku 1. Penurunan laju pertumbuhan
Kepala dan leher Kepala 1. Tulang nasal
2. wajah menajam
3. Angular
Mata 1. Penurunan ketajaman penglihatan, akomodasi,
adaptasi dalam gelap, sensivitas terhaap
cahaya
Telinga 1. Penurunan menbedakan nada
2. Berkurangnya reflek ringan
3. Pendengaran kurang
Mulut, faring 1. Penurunan pengecapan
2. Aropi papilla ujung lateral lidah
Leher 1. Kelenjar tiroid nodular
Thoraxs & paru- 1. Peningkatan diameter antero-posterior
paru 2. Peningkatan rigitas dada
3. Peningkatan RR dengan penurunan ekspansi
paru
4. Peningkatan resistensi jalan nafas
Sistem jantung & 1. Peningkatan sistolik
vascular 2. Perubahan detak jantung saat istirahat
3. Nadi perifer mudah dipalpasi
4. Ekstremitas bawah dingin
Payudara 1. Berkurangnnya jaringan payudara, kondisi
menggantung dan mengendur
Sistem 1. Penurunan sekresi keljar saliva, peristatik,
pencernaan enzim digestif, konstipasi
Sistem Wanita 1. Penurunan estrogen
reproduksi 2. Penurunan ukuran uterus
3. Atropi vagina
Pria 1. Penurunan testosterone
2. Penurunan jumlah sperma
3. Penurunan ukuran testis
Sistem 1. Penurunan filtrasi renal
perkemihan 2. Nokturia
3. Penurunan kapasitas kandung kemih
4. Inkontenensia
Wanita 1. Inkontenensia urgensi & stress, penurunan
tonus otot perineal
Pria 1. Sering berkemih
2. Retensi urine
Sistem 1. Penurunan masa & kekuatan otot,
muskoloskeletal demineralisasi tulang
2. Pemendekan fosa karena penyempitan rongga
intravertebral
3. Penurunan mobilitas sendi dan rentang gerak
Sistem neorologi 1. Penurunan laju reflek
2. Penurunan kemampuan berespon terhadap
stimulus ganda
3. Insomia
4. Periode tidur singkat
3. Perubahan Kognitif
Kebanyakan trauma psikologis dan emosi pada masa lanisa muncul akibat
kesalahan konsep karena lansia mengalami kerusakan kognitif. Akan tetapi perubahan
struktur dan fisiologi yang terjadi pada otak selama penuaan tidak mempengaruhi
kemampuan adaptif & fungsi secara nyata (Ebersole & Hess, 1995). Pengkajian status
kognitif:
a. SPMSQ (short portable mental status quetionnaire)
Digunakan untuk mendeteksi adanya dan tingkat kerusakan intelektual terdiri dari 10
hal yang menilai orientasi, memori dalam hubungan dengan kemampuan perawatan
diri, memori jauh dan kemampuan matematis.
b. MMSE (mini mental state exam)
Menguji aspek kognitif dari fungsi mental, orientasi, registrasi, perhatian dan
kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa. Nilai kemungkinan paling tinggi adalaha
30, dengan nilai 21 atau kurang biasanya indikasi adanya kerusakan kognitif yang
memerlukan penyelidikan lebih lanjut.
c. Inventaris Depresi Bec
Berisi 13 hal yang menggambarkan berbagai gejal dan sikap yang behubungan
dengan depresi. Setiap hal direntang dengan menggunakan skala 4 poin untuk
menandakan intensitas gejala
4. Perubahan Psikososial
Lansia harus beradaptasi pada perubahan psikososial yang terjadi pada penuaan.
Meskipun perubahan tersebut bervariasi, tetapi beberapa perubahan biasa terjadi pada
mayoritas lansia.
5. Pengkajian Sosial
Hubungan lansia dengan keluarga memerankan peran sentral pada seluruh tingkat
kesehatan dan kesejahteraan lansia. Alat skrining singkat yang dapat digunakan untuk
mengkaji fungsi social lansia adalah APGAR Keluarga. Instrument disesuaikan untuk
digunakan pada klien yang mempunyai hubungan sosial lebih intim dengan teman-
temannya atau dengan keluarga. Nilai < 3 menandakan disfungsi keluarga sangat tinggi,
nilai 4 – 6 disfungsi keluarga sedang.
A : Adaptation
P : Partnership
G : Growth
A : Affection
R : Resolve
6. Keamanan Rumah
Perawat wajib mengobservasi lingkungan rumah lansia untuk menjamin tidak
adanya bahaya yang akan menempatkan lansia pada risiko cidera. Faktor lingkungan
yang harus diperhatikan:
a. Penerangan adekuat di tangga, jalan masuk & malam hari
b. Jalan bersih
c. Pengaturan dapur dan kamar mandi tepat
d. Alas kaki stabil dan anti slip
e. Kain anti licin atau keset
f. Pegangan kokoh pada tangga / kamar mandi
Terapi Oksigen
1 Bersihkan mulut, hidung
dan secret trakea
2 Pertahankan jalan nafas
yang paten
3 Atur peralatan oksigenasi
4 Monitor aliran oksigen
5 Pertahankan posisi pasien
6 Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi
DAFTAR PUSTAKA
Ebersole, Hess. 2011. Toward Health Aging; Human needs and nursing response
(5th ed). St. Louis, Mo: Mosby-Year Book, Inc.
Mansjoer, A dkk. 2009. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius.
Maryam, R.S. 2010. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba
Medika.
Miller, C. A. 2012. Nursing for wellness in order adults, 6th edition. Philadelphia:
Wolters Kluwer Health, Lippincott Williams & Wilkins.
Moorhead, S., et al. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC), 5th Edition.
UK: Mosby Inc.
Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L. & Cheever, K.H., 2010. Brunner &
Suddarth's: Textbook of Medical-Surgical Nursing. 12th ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.
Stanley, Mickey & Beare, Patricia, G. 2008. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.
Jakarta: EGC.
Touhy, T. A & Jett, K. F. 2014. Ebersole and Hess Gerontological Nursing &
Healthy Aging (4th Ed). Missouri: Elsevier Mosby.