Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP PENUAAN LANSIA PADA SISTEM KARDIOVASKULER


DENGAN KASUS DEKOMPENSASI CORDIS

Tanggal 7 – 12 September 2020

Oleh:
Ifdy Patmindry, S.Kep
NIM. 1930913310029

PROGRAM PROFESI NERS ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2020
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP PENUAAN LANSIA PADA SISTEM KARDIOVASKULER


DENGAN KASUS DEKOMPENSASI CORDIS

Tanggal 7 – 12 September 2020

Oleh:
Ifdy Patmindry, S.Kep
NIM. 1930913310029

Nagara, September 2020


Mengetahui,

Pembimbing Akademik

Fatma. S. Ruffaida, S.Kep., Ns., MNS.


NIP. 19870215 2019032015
KONSEP PROSES PENUAAN PADA SISTEM KARDIOVASKULER
DENGAN KASUS DEKOMPENSASI CORDIS

A. Konsep Penuaan pada Sistem Kardiovaskuler

1. Definisi Landis dan Proses Menua

Menurut World Health Organization (WHO), lansia adalah seseorang yang


telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada
manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok
yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging
Process atau proses penuaan. Seseorang dikatakan lansia ialah apabila berusia 60
tahun atau lebih, karena faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya
baik secara jasmani, rohani maupun sosial.
Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan-
tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin
rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat menyebabkan
kematian misalnya pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan,
pencernaan, endokrin dan lain sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring
meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel,
jaringan, serta sistem organ. Perubahan tersebut pada umumnya mengaruh pada
kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh
pada ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada
activity of daily living.

2. Teori Menua
Menurut Depkes RI (2016) tentang proses menua yaitu:
a. Teori – teori biologi
1) Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies –
spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia
yang diprogram oleh molekul – molekul/DNA dan setiap sel pada saatnya
akan mengalami mutasi sehingga terjadi penurunan kemampuan
fungsional sel.
2) Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah (rusak).
3) Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut
sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
4) Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory)
Sistem immune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya
virus kedalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
5) Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.
Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan
internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah
terpakai.
6) Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal bebas
(kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan organik
seperti karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-
sel tidak dapat regenerasi.
7) Teori rantai silang
Sel-sel yang tua atau usang, reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang
kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya
elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi.
8) Teori program Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang
membelah setelahsel-sel tersebut mati.
b. Teori kejiwaan sosial
1) Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
Lansia mengalami penurunan jumlah kegiatan yang dapat dilakukannya.
Teori ini menyatakan bahwa lansia yang sukses adalah mereka yang aktif
dan ikut banyak dalam kegiatan sosial. Ukuran optimum (pola hidup)
dilanjutkan pada cara hidup dari lansia berupa mempertahankan hubungan
antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil.
2) Kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lansia. Pada teori
ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lansia
sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.
3) Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara
berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya.
Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik
secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjaadi kehilangan
ganda (triple loss), yakni: (1) Kehilangan peran; (2) Hambatan kontak
sosial; (3) Berkurangnya kontak komitmen

3. Proses Penuaan
Penuaan adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan
manusia. Proses penuaan merupakan proses sepanjang hidup yang hanya
di mulai dari satu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Penuaan merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang
telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga
tahap ini berbeda, baik secara biologis, maupun psikologis. Memasuki usia
tua berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang
ditandai dengan kulit mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong,
pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan-
gerakan lambat, dan postur tubuh yang tidak proforsional (Nugroho,
2008).
Lansia menurut UU No.13 thn 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia
Pasal 1 ayat 2 adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas. Secara
ekonomis, penduduk lansia dapat diklasifikasikan atas lima klasifikasi yaitu :
1. Pralansia
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
2. Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3. Lansia risiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun
atau lebih dengan masalah kesehatan.

4. Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat
menghasilkan barang/jasa.

5. Lansia tidak potensial


Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung
pada kehidupan orang lain (Maryam, 2010).

Perubahan fisiologis pada lanjut usia yang berkaitan dengan kejadian jatuh
diantaranya adalah perubahan sistem musculoskeletal, sistem persyarafan dan
sistem sensoris.

4. Batasan Lanjut Usia


Menurut Organisasi Kesehatan Dunia WHO dalam Psychologymania, 2013:
a) Usia pertengahan (middle age) adalah kolompok usia 45-59 tahun
b) Lanjut usia (elderly) antara usia 60-74 tahun
c) Lanjut usia tua (old) antara 75-90 tahun

d) Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun

Menurut Koesoemanto Setyonegoro, lanjut usia dikelompokkan sebagai berikut:


a) Usia dewasa muda (elderly adulthood) yaitu usia 18/20-25 tahun
b) Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas (usia 25-60/65 tahun)
c) Lanjut usia (geriatric age) yaitu usia lebih dari 65/70 tahun, terbagi:
1) Usia 70-75 tahun (young old)
2) Usia 75-80 tahun (old)
3) Usia lebih dari 80 tahun (very old)

Menurut Hurlock, perbedaan lanjut usia terbagi dalm dua tahap yaitu:
a) Early old age (usia 60-70 tahun)
b) Advanced old age (usia 70 tahun ke atas)

5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penuaan


Faktor-faktor yang mempengaruhi penuaan antara lain (Stanley, 2008):
a. Psikologis
Komponen yang beperan adalah kapasitas penyesuaian diri yang terdiri atas
pembelajaran, memory (daya ingat), perasaan kecerdasan, dan motivasi. Selain
hal-hal tersebut, dari aspek psikologis dikenal isu yang erat hubungannya
dengan lansia yaitu teori mengenai timbulnya depresi, gangguan kognitif,
stress serta koping.
b. Biologis
Sebagaimana layaknya manusia yang tumbuh semakin lama semakin tua dan
proses penuaannya bukan karena evolusi akan tetapi karena proses biologis dan
keausan pada tubuh.
c. Sosial
Lingkungan sosial sangat mempengaruhi proses penuaan karena lingkungan
sosial yang nyaman dan bebas dari penyakit menular akan meningkatkan
derajat kesehatan.

6. Perubahan Anatomi Dan Fisiologi Sistem Kardiovaskuler Pada Lansia


a. Perubahan Miokardium
Perubahan meliputi amyloid deposits, akumulasi lipofuscin,
degenerasi basofilik, atrofi miokard atau hipertropi, katup kaku dan
menebal, serta jumlah jaringan ikat meningkat. Penuaan tidak
mengakibatkan perubahan ukuran jantung, tetapi dinding ventrikel kiri
cenderung ketebalannya sedikit meningkat. Hal ini diakibatkan oleh
peningkatan densitas kolagen dan hilangnya fungsi serat elastis, sehingga
jantung menjadi mampu untuk distensi dengan kekuatan kontraktil yang
kurang efektif. Penebalan miokardium dan miokardium yang kurang dapat
diregangkan serta katup yang kaku, menyebabkan terjadi peningkatan
waktu pengisian diastolik. Peningkatan tekanan pengisian diastolik
digunakan untuk mempertahankan preload yang adekuat. Menurut Miller
(2012) perubahan lain yang terjadi terkait usia yaitu penebalan
endokardium atrium, penebalan katup atrioventrikular, dan kalsifikasi
sebagian dari anulus mitral katup aorta.
Penebalan dinding ventrikel kiri menyebabkan disfungsi diastolik dan
peningkatan afterload. Selain itu, berhubungan dengan produksi kolagen,
ventrikel mulai menebal dan kaku, serta terjadi penurunan jumlah sel
miokard. Setiap perubahan yang terjadi akan mengganggu kemampuan
jantung untuk berkontraksi. Kontraktilitas menjadi kurang efektif,
sehingga membutuhkan lebih banyak waktu untuk menyelesaikan siklus
pengisian diastolik dan pengosongan sistolik. Kekakuan pada dasar
pangkal aorta menghalangi pembukaan katup secara lengkap, sehinga
menyebabkan obstruksi parsial terhadap aliran darah selama denyut sistol.
Tidak sempurnanya pengosongan ventrikel dapat terjadi selama waktu
peningkatan denyut jantung (misalnya olahraga, stres, dan demam).
b. Perubahan Mekanisme Neuro-conduction
Di mana miokardium menjadi semakin mudah irritable dan kurang responsif
terhadap impuls dari sistem saraf simpatik. Perubahan yang berkaitan dengan usia
menyebabkan konsekuensi fungsional, terutama melibatkan elektrofisiologi
jantung (sistem neuroconduction). Perubahan yang terjadi dalam sistem
neuroconduction yaitu penurunan jumlah sel alat pacu jantung (pacemaker cells)
dan ketidakteraturan dalam bentuk sel-sel alat pacu jantung meningkat. Perubahan
struktural memengaruhi konduksi sistem jantung melalui peningkatan jumlah
jaringan fibrosa dan jaringan ikat. Jumlah total sel pacemaker mengalami
penurunan seiring bertambahnya usia. Berkas his kehilangan serat konduksi yang
membawa impuls ke ventrikel
c. Perubahan Pembuluh Darah
Terlihat sama seperti pada kulit dan otot yang mempengaruhi lapisan
(intima) dari pembuluh darah, terutama arteri. Perubahan yang paling
signifikan pada kulit adalah penurunan elastisitas, sama dengan pembuluh
darah juga mengalami penurunan elastisitas yang memungkinkan darah
bersirkulasi. Kehilangan elastisitas mengganggu aliran koroner dan dapat
menyebabkan penyakit kardiovaskular.
Dinding arteri terdiri dari tiga lapisan yaitu tunika adventitia, tunika
media, dan tunika intima. Adapun perubahan yang berkaitan dengan usia
mempengaruhi dua dari tiga lapisan pembuluh darah dan akibat yang
ditimbulkan bervariasi, tergantung pada lapisan yang terkena. Misalnya,
perubahan dalam tunika intima (lapisan terdalam) memiliki dampak yang
paling serius dalam perkembangan aterosklerosis, sedangkan perubahan
dalam tunika media (lapisan tengah), berhubungan dengan hipertensi.
Tunika eksterna (lapisan terluar) tidak akan terpengaruh dari penuaan.
Lapisan ini, terdiri dari jaringan adiposa dan jaringan ikat yang
mendukung serabut saraf dan vasorum vasa, serta suplai darah untuk
tunika media.
Tunika intima terdiri dari satu lapis sel endotel pada lapisan tipis
jaringan ikat. Fungsi tunika intima yaitu mengontrol masuknya lipid dan
zat lain dari darah ke dalam dinding arteri. Sel endotel yang utuh membuat
darah mengalir bebas tanpa adanya pembekuan. Namun, ketika sel-sel
endotel mengalami kerusakan, akan terjadi pembekuan.Tunika intima
dapat menebal karena fibrosis, proliferasi sel dan akumulasi lipid juga
kalsium. Selain itu, ukuran dan bentuk sel-sel endotel menjadi tidak
teratur, sehingga perubahan tersebut menyebabkan perbesaran dan
pemanjangan arteri. Akibatnya, dinding arteri lebih rentan mengalami
aterosklerosis
Tunika media terdiri dari lapisan tunggal atau beberapa sel otot polos
yang dikelilingi oleh elastin dan kolagen. Sel-sel otot polos yang terdapat
pada jaringan berfungsi untuk memproduksi kolagen, proteoglikan, dan
serat elastis. Lapisan ini mengendalikan pengembangan dan kontraksi
arteri karena struktur dari lapisan ini. Perubahan tunika media yang terjadi
akibat penuaan yaitu peningkatan kolagen dan penipisan serta kalsifikasi
serat elastin yang menyebabkan kekakuan pembuluh darah.Selain itu,
perubahan yang terjadi pada tunika media menyebabkan peningkatan
resistensi perifer, gangguan fungsi baroreseptor, dan berkurangnya
kemampuan untuk meningkatkan aliran darah ke organ vital. Perubahan
tersebut dapat meningkatkan resistensi terhadap aliran darah dari jantung,
sehingga ventrikel kiri dipaksa untuk bekerja lebih keras. Baroreseptor di
arteri besar menjadi kurang efektif dalam mengontrol tekanan darah,
terutama selama perubahan postural. Secara keseluruhan, peningkatan
kekakuan pembuluh darah menyebabkan sedikit peningkatan tekanan
darah sistolik.
Pembuluh darah vena juga mengalami perubahan yang serupa dengan
arteri, tetapi pada tingkatan yang lebih rendah. Vena menjadi lebih tebal,
lebih dilatasi, dan kurang elastis seiring dengan bertambahnya usia. Katup
vena besar pada kaki menjadi kurang efisien dalam mengembalikan darah
ke jantung, sehingga edema ekstremitas bawah berkembang lebih cepat
dan lansia lebih berisiko mengalami thrombosis vena karena melemahnya
sirkulasi vena. Sirkulasi perifer selanjutnya dipengaruhi oleh penurunan
massa otor dan bersamaan dengan pengurangan pada permintaan oksigen

d. Adanya Mekanisme Baroreflex


Terjadi dimana sudah menjadi proses fisiologis, ketika mengatur tekanan
darah tubuh akan meningkatkan atau menurunkan denyut jantung dan resistensi
pembuluh darah perifer. Resistensi pembuluh darah perifer berfungsi untuk
mengkompensasi penurunan sementara atau peningkatan tekanan arteri.
Baroreseptor di arkus aorta dan sinus karotis sebenarnya reseptor regang.
Penurunan distensi pada reseptor ini, menyebabkan penambahan aktivitas pada
sistem parasimpatik dan ihibisi sistem aliran saraf.
Proses menua mengakibatkan perubahan mekanisme baroreflex termasuk
pengerasan arteri dan pengurangan respon kardiovaskuar terhadap stimulasi
adrenergik. Selain itu terjadi perubahan miokardium, perubahan afterload, dan
perubahan mekanisme neuro-conduction. Untuk itu perawat perlu mengerti
perubahan tersebut untuk melihat keabnormalan apa yang mungkin terjadi pada
lansia untuk memberikan intervensi terbaik bagi lansia.

e. Tabel Perubahan Fisiologis Sistem Kardiovaskular Pada Lansia


Organ/
No. Perubahan Fisiologis Efek/Dampak
Jaringan
1. Jantung Miokardium mengalami hipertrofi Menyebabkan gagal jantung
yang dapat mengubah dinding
ventrikel kiri dan septum ventrikel
perlahan menebal
Struktur miokardium menunjukan Miokardium yang kurang dapat
terjadinya peningkatan kolagen diregangkan menyebabkan
dan jaringan ikat terjadi peningkatan waktu
pengisian diastolik.
Peningkatan tekanan pengisian
diastolik digunakan untuk
mempertahankan preload yang
adekuat
Penurunan jumlah sel pacemaker, Disritmia, terutama fibrilasi
SA node dan AV node kurang atrial dan Premature
efisien dalam menghantarkan Ventricular Contractions
impuls (PVCs), penurunan respon
denyut jantung terhadap stres
Inkompeten katup jantung Penurunan curah jantung
(stenosis/regurgitasi): mengalami (cardiac output), terdapat bunyi
penebalan dan kekakuan yang jantung murmur, hipertensi
disebabkan karena penuaan akibat ortostatik
kalsifikasi dan fibrosis.
Penurunan tekanan diastolic Faktor risiko terjadinya
cerebrovascular atau stroke
Bunyi jantung S4 semakin jelas Kemungkinan CAD (Coronary
Artery Disease), hipertensi,
stenosis aorta, atau anemia
berat
Penurunan reaksi miokardial dan Menurunkan aktivitas
pembuluh darah terhadap stimulus barorefleks (baroreseptor dan
β-adrenergik kemoreseptor) yang
berhubungan dengan
keseimbangan dalam kontrol
neuroendokrin
Penurunan sensitivitas Hipotensi postural, peningkatan
baroreseptor risiko jatuh
2. Pembuluh Peningkatan resistensi pembuluh Darah sulit untuk kembali ke
darah darah kapiler jantung dan paru-paru
Katup vena tidak berfungsi secara Varises dan pengumpulan darah
efisien di perifer membentuk edema
Penurunan elastisitas Hipertensi, oksigen jaringan
(arteriosclerosis), pembentukan menurun, penurunan respon
plak (atherosclerosis), dan baroreseptor (respon terhadap
dinding arteri perifer dan aorta panas dan dingin), hipertrofi
menebal karena terjadi ventrikel kiri, penurunan
peningkatan kolagen dan lemak tekanan diastolik, peningkatan
serta penurunan elastin serta tekanan sistolik, tekanan nadi
disfungsi endotelial meningkat
Dinding kapiler menebal Pertukaran nutrisi dan produk
limbah antara darah dan
jaringan lambat
3. Darah Darah mengalir lebih lambat Penyembuhan luka lebih lama
dan berpengaruh pada
metabolisme dan distribusi obat
lama
Penurunan jumlah darah yang Oksigen jaringan menurun,
dipompa di sepanjang sistem penurunan kapasitas untuk
kardiovaskuler latihan

B. Dekompensasi Cordis
1. Definisi
Dekompensasi cordis adalah suatu keadaan patofisiologis adanya
kelainan fungsi jantung mengalami kegagalan dalam memompakan darah
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (kekurangan fungsi
oksigen) dan saat istirahat atau latihan. Dekompensasi cordis adalah suatu
keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan fungsi kontraktilitas yang
berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung.
Dekompensasi cordis adalah kegagalan jantung dalam upaya untuk
mempertahankan peredaran darah sesuai dengan kebutuhan tubuh. suatu
keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan fungsi kontraktilitas yang
berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung
2. Etiologi
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis
adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang
menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal
seperti regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel. Beban akhir meningkat pada
keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas
miokardium dapat menurun pada infark miokard atau kardiomyopati. Faktor lain
yang dapat menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah gangguan
pengisisan ventrikel ( stenosis katup atrioventrikuler ), gangguan pada pengisian
dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade jantung). Dari seluruh
penyebab tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi
tersebut mengakibatkan pada gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer,
atau di dalam sintesis atau fungsi protein kontraktil.
Volume sekuncup merupakan jumlah darah yang dipompa pada setiap
jantung berkontraksi, hal ini tergantung pada 3 faktor, yaitu: preload (jumlah
darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang
ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung), kontraktilitas (beracuan
pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan
dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium), afterload
(mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa
darah melawan perbedaan tekanan
Menurut Smeltzer,penyebab dekompensasi cordis/ gagal jantung meliputi :
1) Kelainan otot jantung misalnya : aterosklerosis koroner (keadaan patologis
dimana terjadi penebalan arteri koronoris oleh lemak).
2) Hipertensi sistemik (peningkatan tekanan darah diatas 140/90 MmHg) atau
hipertensi pulmonal (peningkatan tekanan darah diparu-paru akibat kongesti
pulmonal).
3) Peradangan dan penyakit degeneratif, misalnya : miokarditis (peradangan pada
otot jantung), endokarditis (penyakit infeksi pada endokard atau katup jantung)
rematik (setiap kondisi yang disertai nyeri dan kaku pada musculoskeletal)
4) Penyakit jantung lain, misalnya : pada mekanisme gangguan aliran darah
melalui jantung (stenosis atau penyempitan katup semilunar dan katup
alveonar), pada peningkatan afterload mendadak hipertensi maligna
(peningkatan tekanan darah berat disertai kelainan pada retina,ginjal dan
kelainan serebal).
5) Faktor siskemik, misal : pada meningkatnya laju metabolisme (demam
tiroktosikosis) meningkatnya kebutuhan oksigen jaringan (hipoksia atau
berkurangnya oksigen dalam darah, anemia atau berkurangnya kadar
hemoglobin), asidosis metabolik dan abnormal elektrolit dapat menurunkan
kontraktilitas otot jantung.

3. Klasifikasi
Dekompensasi kordis atau gagal jantung dapat diklasifikasikan menurut beberapa
tingkatan parahannya. Dibawah ini tabel gambaran sitem klasifikasi yang paling
umum digunakan, menurut New York Heart Association (NYHA) Fungsional
Classification :
Klasifikasi Dekompensasi kordis berdasarkan gejala
C Gejala Pasien
l
a
s
s
Tidak ada pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa tidak
I menyebabkan
kelelahan yang berarti, palpitasi, dyspnea (sesak napas).
Sedikit keterbatasan terhadap aktivitas fisik sehari - hari. Nyaman saat
II istirahat. Aktivitas biasa dapat menyebabkan kelelahan, palpitasi, dan
dyspnea.
Ditandai dengan pembatasan aktivitas fisik. Nyaman saat istirahat. Sedikit
III aktivitas dapat menyebabkan kelelahan, palpitasi, dan dyspnea.
Tidak dapat melakukan aktivitas fisik tanpa ketidaknyamanan. Gejala
gagal
IV jantung saat istirahat. Jika aktivitas fisik dilakukan, ketidaknyamanan
meningkat

Klasifikasi Dekompensasi kordis berdasarkan penilaian obyektif


C Penilaian Obyektif
l
a
s
s
A Tidak ada tanda objektif penyakit kardiovaskular. Tidak ada gejala dan
tidak
ada batasan dalam aktivitas fisik biasa.
B Tanda obyektif penyakit kardiovaskular minimal. Gejala ringan dan
keterbatasan sedikit selama aktivitas biasa. Nyaman saat istirahat.
Tanda obyektif penyakit kardiovaskular cukup parah. Ditandai
C keterbatasan dalam aktivitas karena gejala yang meningkat, bahkan
selama aktivitas yang
minimal. Nyaman hanya pada saat istirahat.
D Tanda obyektif penyakit kardiovaskular yang berat. Keterbatasan parah.
Bahkan gejala dapat muncul ketika beristirahat.

4. Epidemiologi
Jenis penyakit gagal jantung yang paling tinggi prevalensinya adalah
Congestive Heart Failure atau gagal jantung kongestif. Di Eropa, tiap tahun
terjadi 1,3 kasus per 1000 penduduk yang berusia 25 tahun. Kasus ini meningkat
11,6% pada manula dengan usia 85 tahun ke atas. Gagal jantung merupakan salah
satu penyebab kematian dan ketidakmampuan bekerja yang paling umum
diberbagai Negara industri dan merupakan sindrom yang paling umum dalam
praktek klinik. Menurut American Heart Association, di Amerika Serikat lebih
dari 4,6 juta pasien yang menderita penyakit ini, dan menjadi penyebab kematian
beberapa ratus ribu pasien setiap tahunnya.
Berdasarkan data dari kementrian kesehatan Indonesia (2013) prevalensi
penyakit gagal jantung meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi
pada umur 65 – 74 tahun (0,5%) untuk yang terdiagnosis dokter, menurun sedikit
pada umur ≥75 tahun (0,4%), tetapi untuk yang terdiagnosis dokter atau gejala
tertinggi pada umur ≥75 tahun (1,1%). Untuk yang didiagnosis dokter prevalensi
lebih tinggi pada perempuan (0,2%) dibanding laki-laki (0,1%).
Berdasarkan hasil riskesdas tahun 2018 dikatan bahwa pravelensi penyakit
jantung di Indonesia tertinggi pada kelompok umur 65-75 tahun yakni 4,6% dan
di atas 75 tahun sebesar 4,7%. Kemudian berdasarkan jenis kelamin pravelensi
tertinggi penyakit jantung di Indonesia pada perempuan 1,6%. Berdasarkan
tempat tinggal pravelensi tertinggi yakni daerah perkotaan sebesar 1,6%.
Selanjutnya berdasarkan tingkat pendidikan dan profesi atau pekerjaan pravelensi
penyakit jantung tertinggi pada tingkat pendidikan tamat S1 – S3 (2,1%) dan
profesi PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD (2,7%).

5. Manifestasi Klinis
a. Jantung Kiri
1) Dispneu
Timbul sesak pada janyung kiri di akibatkan adanya menimbunan cairan
dalam alveoli yang menyebabkan terganggunya pertukaran gas. Bahkan,
terkadang sampai terjadi ortopnoe (sesak jika gunakan berbaring atau
tidur).
2) Poroxsmal noktural dispnea
Poroxsmal noktural dispnea (sesak karena perubahan posisi) juga bisa
terjadi dikarenakan ventrikel kiri tidak mampu melakukan pengosongan
darah secara adekuat yang berakibatkan meningkatan tekanan sirkulasi
paru sehingga cairan berpindah ke alveoli.
3) Batuk
Terjadinya batuk di sebabkan gangguan pada alveoli sehingga terkadang
pasien mengalami batuk kering atau basah di sertai sputum berbusa serta
terkadang di sertai bercak darah.
4) Mudah Lelah
Kelelahan terjadi akibat curah jantung yang tidak adekuat untuk
mensirkulasi oksigen dan penurunan fungsi jantung  untuk membungang
sisa metabolisme .
5) Kegelisahan dan kecemasan
Kecemasan pada pasien gagal jantung terjadi akibat gangguan oksigenasi
dan terganggunya pernapasan (sesak) menjadikan lingkaran setan dalam
kejadian sesak dengan kecemasan
6) Takikardia
Kompensasi jantung sebagai usaha pemenuhan oksigenasi jaringan bekerja
lebih kuat. 
b. Jantung Kanan
1) Edema
Pada jaringan perifer yang terjadi pada anggota ekstermitas bawah yang
paling sering pada tungkai seperti odema jika di tekan pada ektermitas
tetap cekung/lama kembali.odema terjadi akibat kekegagalan jantung
bagian kanan memompakan sirkulasi darah menuju vena.
2) Hepatomegali
Pembesaran hepar terjadi akibat peningkatan atrium kanan dan tekanan
aorta menurun.
3) Anoreksia
Hilangnya selera makan di sertai mual di akibatkan pembesaran vena dan
stasis pada rongga abdomen.
4) Nokturia
Rasa ingin kencing pada malam hari di karenakan penurunan perfusi renal
dan juga di dukung karena pasien istirahat yang dapat memperbaiki curah
jantung.

6. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang yang membantu menegakkan diagonsa sebagai
berikut:
a. Elektrokardiografi
b. Foto thoraks
c. Ekokardiografi

7. Penatalaksanaan
Ada beberapa penatalaksanaan dekompensasi cordis. Tidak ada
pengobatan secara spesifik untuk proses penyembuhan penyakit gagal
jantung, akan tetapi secara umum ada beberapa penatalaksanaan
pengobatan untuk gagal jantung adalah sebagai berikut :

a. Perawatan
1) Tirah baring/bedrest
Kerja jantung dalam keadaan dekompensasi harus benar-benar dikurangi,
mengingat kebutuhan oksigen yang relatif meningkat.

2) Pemberian oksigen
Pemberian oksigen secara rumat biasanya diperlukan 2 liter/menit dalam
keadaan sianosis sekali dapat lebih tinggi.

3) Diet
Umumnya diberikan makanan lunak dengan rendah (pembatasan) garam.
Jumlah kalori sesuai kebutuhan, pasien dengan gizi kurang diberi makanan
tinggi kalori tinggi protein. Cairan diberikan 80-100 ml/kgBB/hari.

b. Pengobatan medik
1) Digitalisasi
Digitalis akan memperbaiki kerja jantung dengan memperlambat dan
memperkuat kontraksi jantung serta meninggikan curah jantung.
2) Diuretik
Diuresis dapat mengurangi beban awal (preload), tekanan pengisian yang
berlebihan dan secara umum untuk mengatasi retensi cairan yang
berlebihan. Yang digunakan : furosemid 40 – 80 mg. Pemberian dosis
penunjang bergantung pada respon, rata-rata 20 mg sehari.

3) Vasodilator
Obat vasodilator menurunkan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri dan
menghilangkan bendungan paru serta beban kerja jantung jadi berkurang.

4) Pengobatan penunjang lainnya bersifat simptomatik


 Jika terjadi anemia, maka harus ditanggulangi dengan pemberian sulfa
ferosus, atau tranfusi darah jika anemia berat.
 Jika terdapat infeksi sistemik berikan antibiotik
c. Operatif
Pemakaian Alat dan Tindakan Bedah antara lain :
1) Revaskularisasi (perkutan, bedah).
2) Operasi katup mitral
3) Kardiomioplasti.
4) External cardiac support.
5) Pacu jantung, konvensional, resinkronisasi pacu jantung biventricular.
6) Implantable cardioverter defibrillators (ICD).
7) Heart transplantation, ventricular assist devices, artificial heart.

8. Komplikasi
Berikut komplikasi dari gagal jantung menurut (Wijaya & Putri 2013) antara lain :
1. Adema paru akut dapat terjadi akibat gagal jantung kiri.
2. Syok kardiogenik.
Akibat penurunan dari curah jantung dan perfusi jaringan yang tidak adekuat
ke organ vital (jantung dan otak).
3. Episode trombolik.
Thrombus terbentuk akibat imobilitas pasien dan gangguan sirkulasi, trombus
dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah
4. Efusi pericardial dan tamponade jantung.
Masuknya cairan ke kantung pericardium, cairan dapat meregangkan
pericardium sampai ukuran maksimal. Cardiac output menurun dan aliran
balik vena ke jantung.
9. Pathway Dekompensasi Cordis

Faktor Resiko

Hipertensi
Infeksi Kontraktilitas Menurun

Emboli Paru Abnormal Otot Jantung


Afterload menurun

Infark Miokard Preload meningkat Anemia

Gagal Jantung

Disfungsi Ventrikel Kiri Disfungsi Ventrikel Kanan Respon Kenaikan Frekuensi


Jantung
Preload Meningkat Kongesti Vena Sitemik
Peningkatan Kebutuhan
Oksigen
Kongesti Vaskular Oedem Perifer
Pulmonal
Asidosis Tingkat Jaringan
Edema Pulmonal Kelebihan volume
cairan
Ketidakefektifan perfusi jaringan
Ketidakefektifan pola napas

Pengaruh Jaringan Lanjut


Intoleransi aktivitas
Iskemi Miokard Penurunan Aliran Darah ke
Ginjal, Usus, dan Kulit

Penurunan Curah Jantung

Penurunan keluaran Urin,


kenaikan letargi, kulit
dingin, sianosis

Menahan Na+H2O (Oedem)

Kelebihan Volume Cairan


ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA
DENGAN DEKOMPENSASI CORDIS

A. Pengkajian
Perawat mengkaji perubahan pada perkembangan fisiologis, kognitif dan perilaku
sosial pada lansia
1. Perubahan Fisiologis
Sistem Temuan Normal
Integumen Warna kulit 1. Pigmentasi berbintik/bernoda diarea yang
terpajan sinar matahari
2. Pucat meskipun tidak anemia
Kelembaban 1. Kering
2. kondisi bersisik
Suhu 1. Ekstremitas lebih dingin
2. Penurunan perspirasi
Tekstur 1. Penurunan elastisitas
2. Kerutan
3. Kondisi berlipat
4. Kendur
Distribusi lemak 1. Penurunan jumlah lemak pada ekstremitas dan
peningkatan jumlah diabdomen
Rambut 1. Penipisan rambut
Kuku 1. Penurunan laju pertumbuhan
Kepala dan leher Kepala 1. Tulang nasal
2. wajah menajam
3. Angular
Mata 1. Penurunan ketajaman penglihatan, akomodasi,
adaptasi dalam gelap, sensivitas terhaap
cahaya
Telinga 1. Penurunan menbedakan nada
2. Berkurangnya reflek ringan
3. Pendengaran kurang
Mulut, faring 1. Penurunan pengecapan
2. Aropi papilla ujung lateral lidah
Leher 1. Kelenjar tiroid nodular
Thoraxs & paru- 1. Peningkatan diameter antero-posterior
paru 2. Peningkatan rigitas dada
3. Peningkatan RR dengan penurunan ekspansi
paru
4. Peningkatan resistensi jalan nafas
Sistem jantung & 1. Peningkatan sistolik
vascular 2. Perubahan detak jantung saat istirahat
3. Nadi perifer mudah dipalpasi
4. Ekstremitas bawah dingin
Payudara 1. Berkurangnnya jaringan payudara, kondisi
menggantung dan mengendur
Sistem 1. Penurunan sekresi keljar saliva, peristatik,
pencernaan enzim digestif, konstipasi
Sistem Wanita 1. Penurunan estrogen
reproduksi 2. Penurunan ukuran uterus
3. Atropi vagina
Pria 1. Penurunan testosterone
2. Penurunan jumlah sperma
3. Penurunan ukuran testis
Sistem 1. Penurunan filtrasi renal
perkemihan 2. Nokturia
3. Penurunan kapasitas kandung kemih
4. Inkontenensia
Wanita 1. Inkontenensia urgensi & stress, penurunan
tonus otot perineal
Pria 1. Sering berkemih
2. Retensi urine
Sistem 1. Penurunan masa & kekuatan otot,
muskoloskeletal demineralisasi tulang
2. Pemendekan fosa karena penyempitan rongga
intravertebral
3. Penurunan mobilitas sendi dan rentang gerak
Sistem neorologi 1. Penurunan laju reflek
2. Penurunan kemampuan berespon terhadap
stimulus ganda
3. Insomia
4. Periode tidur singkat

2. Pengkajian Status Fungsional


Pengkajian status fungsional adalah suatu pengukuran kemampuan seseorang untuk
melakukan aktivitas kehidupan sehari–hari secara mandiri.Indeks Katz adalah alat yang
secara luas digunakan untuk menentukan hasil tindakan dan prognosis pada lansia dan
penyakit kronis. Format ini menggambarkan tingkat fungsional klien dan mengukur
efek tindakan yang diharapkan untuk memperbaiki fungsi. Indeks ini merentang
kekuatan pelaksanaan dalam 6 fungsi: mandi, berpakaian, toileting, berpindah, kontinen
dan makan. Tingkat Kemandirian Lansia:
A : kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke kamar mandi, berpakaian
dan mandi
B: kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali satu dari fungsi
tambahan
C: kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali mandi dan satu
fungsi tambahan
D: kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali mandi, berpakaian
dan satu fungsi tambahan
E: kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali mandi,
berpakaian, ke kamar kecil dan satu fungsi tambahan
F: kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali mandi,
berpakaian, ke kamar kecil.
G: Ketergantungan pada keenam fungsi tersebut

3. Perubahan Kognitif
Kebanyakan trauma psikologis dan emosi pada masa lanisa muncul akibat
kesalahan konsep karena lansia mengalami kerusakan kognitif. Akan tetapi perubahan
struktur dan fisiologi yang terjadi pada otak selama penuaan tidak mempengaruhi
kemampuan adaptif & fungsi secara nyata (Ebersole & Hess, 1995). Pengkajian status
kognitif:
a. SPMSQ (short portable mental status quetionnaire)
Digunakan untuk mendeteksi adanya dan tingkat kerusakan intelektual terdiri dari 10
hal yang menilai orientasi, memori dalam hubungan dengan kemampuan perawatan
diri, memori jauh dan kemampuan matematis.
b. MMSE (mini mental state exam)
Menguji aspek kognitif dari fungsi mental, orientasi, registrasi, perhatian dan
kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa. Nilai kemungkinan paling tinggi adalaha
30, dengan nilai 21 atau kurang biasanya indikasi adanya kerusakan kognitif yang
memerlukan penyelidikan lebih lanjut.
c. Inventaris Depresi Bec
Berisi 13 hal yang menggambarkan berbagai gejal dan sikap yang behubungan
dengan depresi. Setiap hal direntang dengan menggunakan skala 4 poin untuk
menandakan intensitas gejala
4. Perubahan Psikososial
Lansia harus beradaptasi pada perubahan psikososial yang terjadi pada penuaan.
Meskipun perubahan tersebut bervariasi, tetapi beberapa perubahan biasa terjadi pada
mayoritas lansia.
5. Pengkajian Sosial
Hubungan lansia dengan keluarga memerankan peran sentral pada seluruh tingkat
kesehatan dan kesejahteraan lansia. Alat skrining singkat yang dapat digunakan untuk
mengkaji fungsi social lansia adalah APGAR Keluarga. Instrument disesuaikan untuk
digunakan pada klien yang mempunyai hubungan sosial lebih intim dengan teman-
temannya atau dengan keluarga. Nilai < 3 menandakan disfungsi keluarga sangat tinggi,
nilai 4 – 6 disfungsi keluarga sedang.
A : Adaptation
P : Partnership
G : Growth
A : Affection
R : Resolve
6. Keamanan Rumah
Perawat wajib mengobservasi lingkungan rumah lansia untuk menjamin tidak
adanya bahaya yang akan menempatkan lansia pada risiko cidera. Faktor lingkungan
yang harus diperhatikan:
a. Penerangan adekuat di tangga, jalan masuk & malam hari
b. Jalan bersih
c. Pengaturan dapur dan kamar mandi tepat
d. Alas kaki stabil dan anti slip
e. Kain anti licin atau keset
f. Pegangan kokoh pada tangga / kamar mandi

B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


No Diagnosis Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan
1 Penurunan curah Status sirkulasi Perawatan jantung
jantung berhubungan
Setelah dilakukan tindakan 1. Evaluasi adanya nyeri dada
dengan gangguan
keperawatan selama 3x8 jam ( intensitas,lokasi, durasi)
kontraktilitas jantung
keefektifan curah jantung 2. Catat adanya tanda dan gejala
untuk memenuhi kebutuhan penurunan cardiac output
sirkulasi membaik dengan 3. Monitor status kardiovaskuler
kriteria hasil : 4. Monitor status pernafasan
1. Tanda Vital normal yang menandakan gagal
2. Toleransi aktivitas baik jantung
3. Kelelahan tidak ada 5. Monitor balance cairan
4. Edema paru tidak ada 6. Monitor adanya perubahan
5. Edema perifer tidak ada tekanan darah
6. Asites tidak ada 7. Atur periode latihan dan
istirahat untuk menghindari
kelelahan
8. Monitor toleransi aktivitas
pasien
9. Monitor adanya dyspneu,
fatigue, tekipneu dan
ortopneu
10. Anjurkan untuk
menurunkan stress

Monitor tanda vital


1. Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
2. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
3. Monitor jumlah dan irama
jantung
4.  Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
5. Monitor pola pernapasan
abnormal
6. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
7. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)
8. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
2 Intoleransi aktivitas Toleransi aktivitas Manajemen energi
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan
1. Observasi adanya pembatasan
ketidakseimbangan keperawatan selama 3x8 jam
klien dalam melakukan
suplai dan kebutuhan tingkat keseimbangan
aktivitas
oksigen pengeluaran energy dan
2. Dorong anal untuk
aktivitas pasien membaik
mengungkapkan perasaan
dengan kriteria hasil:
terhadap keterbatasan
1. Saturasi oksigen saat
3. Kaji adanya factor yang
beraktivitas membaik
menyebabkan kelelahan
2. Nadi saat beraktivitas
4. Monitor nutrisi  dan sumber
normal
energi yang adekuat
3. Pernapasan saat
5. Monitor respon
beraktivitas normal
kardivaskuler  terhadap
4. Tekanan darah sistolik
aktivitas
saat beraktivitas normal
6. Monitor pola tidur dan
5. Tekanan darah diastolic
lamanya tidur/istirahat pasien
saat beraktivitas normal
6. Aktvitas sehari-hari
mandiri Terapi aktivitas
1. Kolaborasikan dengan
Tenaga Rehabilitasi Medik
dalam merencanakan progran
terapi yang tepat.
2. Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
3. Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten yang
sesuai dengan kemampuan
fisik, psikologi dan social
4. Bantu untuk mengidentifikasi
dan mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk
aktivitas yang diinginkan
5. Bantu untuk mendapatkan
alat bantuan aktivitas seperti
kursi roda, krek
6. Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu luang
7. Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
8. Sediakan penguatan positif
bagi yang aktif beraktivitas
9. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
3 Kelebihan volume Keimbangan cairan Manajemen cairan
cairan berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan catatan intake
dengan gangguan keperawatan 3x8 jam dan output yang akurat
mekanisme regulasi kesimbangan ciran antara 2. Pasang urin kateter jika
intasel dan ekstrasel pasien diperlukan
membaik dengan kriteria 3. Monitor hasil laboraturium
hasil : yang sesuai dengan retensi
1. Intake cairan cairan
2. Output cairan 4. Monitor status hemodinamik
3. Edema berkurang termasuk CVP
4. Suara napas vesikuler 5. Monitor TTV
6. Monitor indikasi retensi /
kelebihan cairan
7. Monitor masukan makanan /
cairan dan hitung intake
kalori harian
8. Monitor status nutrisi
9. Berikan diuretik sesuai
interuksi
10. Kolaborasi dokter jika tanda
cairan berlebih muncul
memburuk
11. Kolaborasi dokter pemberian
diuretik
4 Ketidakefektifan pola Status pernapasan : Manajemen jalan napas
napas berhubungan ventilasi
1 Buka jalan nafas, guanakan
dengan gangguan
Setelah dilakukan tindakan teknik chin lift atau jaw
kardiovaskuler
keperawatan selama 1x30 thrust bila perlu
menit diharapkan keparahan 2 Posisikan pasien untuk
dari gangguan proses memaksimalkan ventilasi
inspirasi dan ekspirasi 3 Identifikasi pasien perlunya
membaik, dengan kriteria pemasangan alat jalan nafas
hasil : buatan
1. Dispnea berkurang 4 Pasang mayo bila perlu
2. Frekuensi pernapasan 5 Keluarkan sekret jika ada
normal dengan batuk atau suction
3. Sianosis tidak ada 6 Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
7 Berikan bronkodilator bila
perlu
8 Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
9 Monitor respirasi dan status
O2

Terapi Oksigen
1 Bersihkan mulut, hidung
dan secret trakea
2 Pertahankan jalan nafas
yang paten
3 Atur peralatan oksigenasi
4 Monitor aliran oksigen
5 Pertahankan posisi pasien
6 Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G.M., et al. 2016. Nursing Intervention Classification (NIC), 6th


Edition. UK: Mosby Inc.

Dewi, Sofia Rhosma. 2014. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta:


Deepublish.

Ebersole, Hess. 2011. Toward Health Aging; Human needs and nursing response
(5th ed). St. Louis, Mo: Mosby-Year Book, Inc.

Mansjoer, A dkk. 2009. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius.

Maryam, R.S. 2010. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba
Medika.
Miller, C. A. 2012. Nursing for wellness in order adults, 6th edition. Philadelphia:
Wolters Kluwer Health, Lippincott Williams & Wilkins.

Moorhead, S., et al. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC), 5th Edition.
UK: Mosby Inc.

Nugroho.W. 2008.Keperawatan Gerontik dan Geriatri, Edisi 3. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L. & Cheever, K.H., 2010. Brunner &
Suddarth's: Textbook of Medical-Surgical Nursing. 12th ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.

Stanley, Mickey & Beare, Patricia, G. 2008. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.
Jakarta: EGC.

Strait, J. & Lakatta, E. 2012. Aging-Associated Cardiovascular Changes and Their


Relationship to Heart Failure. Heart Failure Clinics.

Tabloski, P. A. 2014. Gerontological Nursing (3rd Ed). New Jersey: Pearson.

Touhy, T. A & Jett, K. F. 2014. Ebersole and Hess Gerontological Nursing &
Healthy Aging (4th Ed). Missouri: Elsevier Mosby.

Anda mungkin juga menyukai