Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Lansia
1. Definisi Lansia
Lansia adalah suatu keadaan yang selalu terjadi pada kehidupan
manusia. Menua adalah proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari
suatu waktu tertentu tetapi dimulai sejak ada permulaan kehidupan.
Menjadi tua merupakan hal yang alamiah yang berarti seseorang sudah
melalui tiga tahapan yaitu: anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda
baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti
mengalami kemunduran misalnya kemunduran fisik yang ditandai kulit
mengendur, rambut memutih, gigi ompong, pendengaran menurun,
penglihatan memburuk, mengalami gerakan melambat, dan figur tubuh
yang tidak proporsional (Nugroho, 2016).
Dalam Buku Ajar Geriatri, Prof. Dr. R. Boedhi Darmojo dan Dr.
H. Hadi Martono (1994) mengatakan bahwa menua atau menjadi tua
adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur
dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas
(termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Dari
pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa manusia secara perlahan
mengalami kemunduran struktur dan fungsi organ. Kondisi ini dapat
mempengaruhi kemandirian dan kesehatan lanjut usia, termasuk
kehidupan seksualnya (Nugroho, 2016).
Menurut WHO dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998
tentang Kesejahteraan Lanjut Usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2
menyebutkan bahwa umur 60 tahun adalah usia permulaan tua. Menua
bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur
mengakibatkan perubahan yang kumulatif, merupakan proses menurunnya
daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalan dan luar tubuh
yang berakhir dengan kematian (Nugroho, 2016).

1
2. Batasan-batasan Usia Lanjut
a. Batasan umur lansia menurut organisasi kesehatan dunia (WHO)
dalam Padila (2013):
1) Usia Pertengahan (middle age) usia 45 sampai 59 tahun
2) Lanjut usia (elderly) usia 60 sampai 74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) usia 75 sampai 90 tahun
4) Usia sangat tua (very old) usia diatas 90 tahun
b. Menurut Bee (1996) dalam Padila (2013):
1) Masa dewasa muda (usia 18 sampai 25 tahun)
2) Masa dewasa awal (usia 26 sampai 40 tahun)
3) Masa dewasa tengah (usia 41 sampai 65 tahun)
4) Masa dewasa lanjut (usia 66 sampai 75 tahun)
5) Masa dewasa sangat lanjut (usia diatas 75 tahun)
c. Menurut Setyonegoro, dalam Padila (2013):
1) Usia dewasa muda (elderly adulthood) usia 18/20 sampai 25
tahun
2) Usia dewasa penuh (meddle years) atau maturitas usia 25 sampai
60/65 tahun
3) Lanjut usia (geriatric age) usia diatas 65/70 tahun, terbagi atas:
4) Young old (usia 70 sampai 75 tahun)
5) Old (usia 75 sampai 80 tahun)
6) Very old (usia diatas 80 tahun)
Di Indonesia, batasan mengenai lanjut usia adalah 60 tahun
keatas, dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Lanjut Usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2. Menurut
Undang-Undang tersebut diatas lanjut usia adalah seseorang yang
mencapai usia 60 tahun keatas baik pria maupun wanita (Padila,
2013).
3. Teori Proses Lansia
Sampai saat ini, banyak definisi dan teori yang menjelaskan
tentang proses lansiayang tidak seragam. Proses lansia bersifat individual

2
dimana proses menua pada setiap orang terjadi dengan usia yang berbeda,
setiap lanjut usia mempunyai kebiasaan atau life style yang berbeda, dan
tidak ada satu faktor pun yang ditemukan dapat mencegah proses menua.
Adakalanya seseorang belum tergolong tua (masih muda) tetapi telah
menunjukkan kekurangan yang mencolok. Adapula orang yang tergolong
lanjut usia penampilannya masih sehat, bugar, badan tegap, akan tetapi
meskipun demikian harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering
dialami oleh lanjut usia. Misalnya hipertensi, diabetes mellitus, rematik,
asam urat, dimensia sinilis, dan sakit ginjal (Padila, 2013).
Teori-teori tentang penuaan sudah banyak ang dikemukakan,
namun tidak semuanya bisa diterima. Teori-teori itu dapat digolongkan
dalam dua kelompok, yaitu yang termasuk kelompok teori biologis dan
teori psikososial (Padila, 2013).
a. Teori Biologis:
Teori yang merupakan teori biologis adalah sebagai berikut:
1) Teori Jam Genetik
Menurut Hay Ick (1965) dalam Padila (2013), secara
genetik sudah terprogram bahwa material di dalam inti sel
dikatakan bagaikan memiliki jam genetis terkait dengan frekuensi
mitosis. Teori ini didasarkan pada kenyataan bahwa spesies-spesies
tertentu memiliki harapan hidup (life span) yang tertentu pula.
Manusia yang memiliki rentang kehidupan maksimal sekitar 110
tahun, sel-selnya diperkirakan hanya mampu membelah sekitar 50
kali, sesudah itu mengalami deteriorasi.
2) Teori Radikal Bebas
Radikal bebas merusak membrane sel yang menyebabkan
kerusakan dan kemunduran secara fisik (Padila, 2013).
3) Teori immunologi
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi
suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak dapat
tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah.

3
Sistem imun menjadi kurang efektif dalam mempertahankan diri,
regulasi dan responsibilitas (Padila, 2013).

4) Teori cross-linkage (rantai silang)


Kolagen yang merupakan unsur penusun tulang diantara
susunan molecular, lama kelamaan akan meningkat kekakuannya
(tidak elastis). Hal ini disebabkan oleh karena sel-sel yang sudah
tua dan reaksi kimianya menyebabkan jaringan yang sangat kuat
(Padila, 2013).
b. Teori Psikososial
1) Teori Integritas Ego
Teori perkembangan ini mengidentifikasi tugas-tugas yang
harus dicapai dalam tiap tahap perkembangan. Tugas
perkembangan terakhir merefleksikan kehidupan seseorang dan
pencapaiannya. Hasil akhir dari penyelesaian konflik antara
integritas ego dan keputusasaan adalah kebebasan (Padila, 2013).
2) Teori Stabilitas Personal
Kepribadian seseorang terbentuk pada masa kanak-kanak
dan tetap bertahan secara stabil. Perubahan yang radikal pada usia
tua bisa jadi mengindikasikan penyakit otak (Padila, 2013).
c. Teori Sosiokultural
1) Teori Pembebasan
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia,
seseorang berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan
sosialnya, atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Hal ini
mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, sehingga
sering terjadi kehilangan ganda meliputi kehilangan peran,
hambatan kontak sosial, dan berkurangna komitmen (Padila, 2013).
2) Teori Aktifitas
Teori ini menyatakan bahwa penuaan yang sukses
tergantung dari bagaimana seorang usia lanjut merasakan kepuasan

4
dalam beraktifitas dan mempertahankan aktififtas tersebut selama
mungkin. Adapun kualitas aktifitas tersebut lebih penting
dibandingkan kuantitas aktifitas yang dilakukan (Padila, 2013).

4. Faktor Yang Mempengaruhi Penuaan


Efendi (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi ketuaan adalah:
a. Herediter atau keturunan genetic
Setiap orang mempunyai ciri dan kemampuan yang diturunkan oleh
percampuran sifat kedua orangtuanya. Faktor genetik juga
mempengaruhi proses penuaan seseorang.
b. Nutrisi atau makanan
Setiap seseorang mempunyai kebiasaan makan tertentu yang
berkembang sejak masa mudanya, proses penuaan juga dipengaruhi
oleh nutrisi yang di konsumsi seseorang sejak kecil hingga ia
menjelang lansia. Semakin baikkebiasaan makan seseorang berarti
semakin baik pula tercukupinya kebutuhan nutrisi orang tersebut dan
hal ini akan membantu memperlambat proses penuaan.
c. Status kesehatan/ penyakit
Status kesehatan seseorang juga berpengaruh pada proses penuaan,
orang yang mempunyai riwayat kesehatan yang kurang baik
mempunyai resiko mengalami proses penuaan yang lebih cepat dan
beresiko mengalami penyakit-penyakit degenerative pada masa tuanya,
missal hipertensi,diabetes, dan penyakit jantung.
d. Pengalaman hidup/gaya hidup
Setiap orang mempunyai gaya hidup tertentu yang dibentukdan
dilakukan sepanjang masa hidupnya. Gaya hidup yang kurang baik
pada masa muda akan berakibat buruk pada masa tuanya. Missal, gaya
hidup merokok, akan beresiko menderita penyakit jantung dan paru-
paru pada masa tuanya.
e. Lingkungan

5
Setiap orang dipeengaruhi oleh lingkungan hidupnya orang yang hidup
di kota besar kemungkinan besar terpajan oleh polusi dibandingkan
orang yang hidup di desa, di daerah pegunungan.
f. Stress
Setiap orang mempunyai kemampuan untuk mengatasi masalah dan
mengendalikan emosinya. Tingkat stress yang tinggi berpengaruh pada
masa tua seseorang.
5. Perubahan Sistem Tubuh Lansia
Menurut Effendi (2009), perubahan sistem tubuh lansia dan penjelasannya
antara lain:
a) Sel
Pada lansia jumlah selnya akan lebih sedikit dan ukurannya akan lebih
besar. Cairan tubuh dan cairan intraseluler akan berkurang. Proporsi
protein di otak, otot ginjal darah dan hati juga ikut berkurang. Jumlah
sel otak akan menurun, mekanisme perbaikan sel akan terganggu dan
otak menjadi atrofi.
b) Sistem persyarafan
Rata-rata berkurang neocortical sebesar 1 per detik, hubungan
persyarafan cepat menurun, lambat dalam merespon baik dari gerakan
maupun jarak waktu, khususnya dengan stress, mengecilnya saraf
pancaindra, serta menjadi kurang sensitif terhadap sentuhan.
c) Sistem pendengaran
Gangguan pada pendengaran (prebiakusis), membran timpani
mengalami atrofi, terjadi pengumpulan dan pergeseran serum karena
peningkatan keratin, pendengaran menurun pada lanjut usia yang
mengalami ketegangan jiwa atau stress.
d) Sistem penglihatan
Sclerosis pada sfingter pupil dan hilangnya respon terhadap sinar,
kornea lebih berbentuk seperti bola (sferis), lensa lebih suram (keruh)
dapat menyebabkan katarak, meningkatnya ambang pengamatan sinar
dan daya adaptasi terhadap kegagalan menjadi lebih lambat dan sulit
untuk melihat dalam keadaan gelap, hilangnya daya akomodasi,

6
menurunnya lapang pandang dan menurunnya daya untuk membedakan
antara warna biru dengan hijau pada skala pemeriksaan.
e) Sistem kardiovaskuler
Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi
kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap
tahunsesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya
kontraksi dan volumenya. Kehilangan elastisitas pembulu darah,
kurangnya efektifitas pembulu darah perifer untuk oksigenasi, sering
terjadi postural hipotensi, tekanan darah meningkat diakibatkan oleh
meningkatnya resistensi dari pembulu darah perifer.
f) Sistem pengaturan suhu tubuh
Suhu tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis ±35ºC, hal ini
diakibatkan oleh metabolisme yang menurun, keterbatasan reflex
menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak, sehingga
terjadi rendahnya aktivitas otot.
g) Sistem pernapasan
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,
menurunya aktivitas dari silia, paru-paru kehilangan elektisitas
sehingga kapasitas residu meningkat, menarik napas lebih barat,
kapasitas pernapasan maksimum menurun dan kedalaman bernapas
menurun ukuran alveoli melebar dan normal dan jumlah berkurang,
oksigen pada arteri menurun menjadi 75mmHg, kemampuan untuk
batuk berkurang dan penurunan otot pernapasan.
h) Sistem Gastrointestinal
Kehilangan gigi, indra pengecapan mengalami penurunan,esophagus
melebar, sensitivitas akan rasa lapar menurun, produksi asam lambung
dan waktu pengosongan lambung menurun, peristaltic lemah dan
biasanya timbul konstipasi, fungsi absorbs menurun, hati (liver)
semakin mengecil dan menurunya tempat penyimpanan, serta
berkurangnya suplai aliran darah.
i) Perubahan psikososial

7
Perubahan psikososial terjadi terutama setelah seseorang mengalami
pension. Berikut ini adalah hal-hal yang akan terjadi pada masa
pensiun.
1) Kehilangan sumber finansial atau pemasukan (income) berkurang
2) Kehilangan status karena dulu mempunyai jabatan posisi yang
cukup tinggi, lengkap dan segala fasilitasnya.
3) Kehilangan teman atau relasi
4) Kehilangan pekerjaan atau kegiatan
5) Merasakan atau kesadaran kematian (sense of awareness of
mortality)

j) Sistem endokrin
Menurunnya produksi ACTH, TSH ,FSH, dan LH, atifitas tiroid, basal
metabolic rate (BMR), daya pertukaran gas, produksi aldosterone, serta
sekresi hormone kelamin seperti progesterone, dan testosteron.
k) Sistem integumen
Kulit menjadi keriput akibat kehilangan lemak, permukaan kulit kasar
dan bersisik, menurunya respon terhadap trauma, mekanisme proteksi
kulit menurun, kulit kepala dan rambut menipis serta berwarna kelabu,
rambut dalam hidung dan telinga menebal, berkurangnya elastisitas
akibat menurunya cairan dan vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih
lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kuku kaki tumbuh secara
berlebihan seperti tanduk, kelenjar keringat berkurang jumlahnya dan
fungsinya, kuku menjadi pudar dan kurang bercahaya.
l) Sistem musculoskeletal
Faktor-faktor yang mempengaruhi mental adalah perubahan fisik,
kesehatan umum, ingat pendidikan, keturunan (hereditas), lingkungan,
tingkat kecerdasan (intellegence question-IQ), dan kenangan (memory).
m) Sistem Genitourinaria
Ginjal mengecil gdan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal
menurun hingga 50%, fungsi tubulus berkurang (berakibat pada
penurunan kemampuan ginjal untuk mengonsentrasikan urine, berat

8
jenis urine menurun, proteinuria biasanya +1), blood urea nitrogen
(BUN) meningkat hingga 21mg%, nilai ambang ginjal terhadap glukosa
meningkat. Otot-otot kandung kemih (vesica urinaria)melemah,
kapasitasnya menurun hingga 200ml dan menyebabkan frekuensi buang
air kecil meningkat, kandung kemih sulit dikosongan sehingga
meningkatkan retensi urine. Pria dengan usia 65 tahun ke atas sebagaian
besar mengalami pembesaran prostat hingga ±75% dari besar
normalnya.

1.1. Defenisi

Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan
porousberarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang
yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya
rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan
kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang (Tandra,
2009).

Menurut WHO pada International Consensus Development Conference, di


Roma, Itali, 1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa
massa tulang yang rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan
penurunan kualitas jaringan tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat
meningkatnya kerapuhan tulang dengan resiko terjadinya patah tulang (Suryati,
2006).

Menurut National Institute of Health (NIH), 2001 Osteoporosis adalah


kelainan kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang mengkhawatirkan dan
dipengaruhi oleh meningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan kekuatan tulang
merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan kualitas tulang
(Junaidi, 2007).

1.2. Epidemiologi

Insiden osteoporosis lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki dan


merupakan problem pada wanita pascamenopause. Osteoporosis di klinik menjadi

9
penting karena problem fraktur tulang, baik fraktur yang disertai trauma yang
jelas maupun fraktur yang terjadi tanpa disertai trauma yang jelas.

Diperkirakan lebih 200 juta orang diseluruh dunia terkena osteoporosis ,


sepertiganya terjadi pada usia 60-70 th, 2/3nya terjadi pada usia lebih 80 th.
Diperkirakan 30% dari wanita di atas usia 50 th mendapat 1 atau lebih patah
tulang vertabra. Diperkirakan 1 dari 5 pria di atas 50 th mendapat patah tulang
akibat osteoporosis dalam hidupnya. Angka kematian 5 tahun pertama meningkat
sekitar 20 % pada patah tulang nertebra maupun panggul.

Di Amerika pada tahun 1995 pata tulang aibat osteoporosis menduduki


peringkat 1 dibanding penyakit lain, jumlah 1,5 juta pertahun dengan patah tulang
vertebra terbanyak (750 ribu),hip(250 ribu), wrist(250 ribu), fraktur lain ( 250
ribu),dengan anggaran meningkat sebesar 13,8 miliar dollarpertahun(kebanyakan
biaya untuk patah tulang hip sebesar 8,7 miliar dollar. Bahkan diperkirakan
insiden patah tulang hip meningkat bermakna 240% pada wanita dan 320% pada
pria. Perkiraan pada tahun 2050 menjadi 6,3 juta terbanyak di asia.

1.3. Etiologi

Beberapa penyebab osteoporosis dalam (Junaidi, 2007), yaitu:

1. Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurngnya hormon estrogen


(hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan
kalsium kedalam tulang. Biasanya gejala timbul pada perempuan yang
berusia antara 51-75 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih
lambat. Hormon estrogen produksinya menurun 2-3 tahun sebelum
menopause dan terus berlangsung 3-4 tahun setelah meopause. Hal ini
berakibat menurunnya massa tulang sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7
tahun pertama setelah menopause.
2. Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan
kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidak seimbangan antara
kecepatan hancurnya tulang (osteoklas) dan pembentukan tulang
baru(osteoblast). Senilis berati bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia
lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang-orang berusia diatas 70

10
tahun dan 2 kali lebih sering wanita. Wanita sering kali menderita
osteoporosis senilis dan pasca menopause.
3. Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis
sekunder yang disebakan oleh keadaan medis lain atau obat-obatan.
Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan
hormonal (terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal) serta obat-obatan
(mislnya kortikosteroid, barbiturat, anti kejang, dan hormon tiroid yang
berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dapat memperburuk
keadaan ini.
4. Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang
penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa
muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin
yang normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang

1.4. Patofisiologi

Kartilago hialin adalah jaringan elastis yang 95% terdiri dari air dan
matrik ekstra selular, 5% sel konrosit. Fungsinya sebagai penyangga juga pelumas
sehingga tidak menimbulkan nyeri pada saat pergerakan sendi.

Apabila kerusakan jaringan rawan sendi lebih cepat dari kemampuannya


untuk memperbaiki diri, maka terjadi penipisan dan kehilangan pelumas sehingga
kedua tulang akan bersentuhan. Inilah yang menyebabkan rasa nyeri pada sendi
lutut. Setelah terjadi kerusakan tulang rawan, sendi dan tulang ikut berubah.

Pathway Osteoporosis

11
1.5. Klasifikasi

Osteoporosis dibagi 2 kelompok, yaitu :

1. Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang,
yang menyebabkan peningkatan proses resorpsi di tulang trabekula
sehingga meningkatkan resiko fraktur vertebra dan Colles. Pada usia
decade awal pasca menopause, wanita lebih sering terkena dari pada pria
dengan perbandingan 68:1 pada usia rata-rata 53-57 tahun.
2. Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain
diluar tulang

1.6. Manifestasi Klinis

Osteoporosis dimanifestasikan dengan :

1. Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata.


2. Nyeri timbul mendadak.
3. Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang.
4. Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur.

12
5. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah jika melakukan
aktivitas.
6. Deformitas vertebra thorakalis (Penurunan tinggi badan)

1.7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengurangan Massa Tulang


Pada Usia Lanjut

1. Determinan Massa Tulang

a Faktor genetik

Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan


tulang. Beberapa orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain
kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam pada umumnya mempunyai struktur
tulang lebih kuat/berat dari pacia bangsa Kaukasia. Jacii seseorang yang
mempunyai tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika), relatif imun terhadap
fraktur karena osteoporosis.

b. Faktor mekanis

Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor


genetk. Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya
beban akan mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Kedua hal tersebut
menunjukkan respons terhadap kerja mekanik Beban mekanik yang berat akan
mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang yang besar. Sebagai
contoh adalah pemain tenis atau pengayuh becak, akan dijumpai adanya
hipertrofi baik pada otot maupun tulangnya terutama pada lengan atau
tungkainya, sebaliknya atrofi baik pada otot maupun tulangnya akan dijumpai
pada pasien yang harus istrahat di tempat tidur dalam waktu yang lama,
poliomielitis atau pada penerbangan luar angkasa. Walaupun demikian belum
diketahui dengan pasti berapa besar beban mekanis yang diperlukan dan
berapa lama untuk meningkatkan massa tulang di sampihg faktor genetik.

c. Faktor makanan dan hormone

13
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup
(protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai
dengan pengaruh genetik yang bersangkutan. Pemberian makanan yang
berlebih (misainya kalsium) di atas kebutuhan maksimal selama masa
pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang melebihi
kemampuan pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan
kemampuan genetiknya.

2. Determinan penurunan Massa Tulang

a. Faktor genetik

Pada seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat
risiko fraktur dari pada seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini
tidak ada ukuran universal yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang normal.
Setiap individu mempunyai ketentuan normal sesuai dengan sitat genetiknya
serta beban mekanis den besar badannya. Apabila individu dengan tulang
yang besar, kemudian terjadi proses penurunan massa tulang (osteoporosis)
sehubungan dengan lanjutnya usia, maka individu tersebut relatif masih
mempunyai tulang lebih banyak dari pada individu yang mempunyai tulang
kecil pada usia yang sama.

b. Faktor mekanis

Faktor mekanis mungkin merupakan yang terpenting dalarn proses


penurunan massa tulang schubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun
demikian telah terbukti bahwa ada interaksi panting antara faktor mekanis
dengan faktor nutrisi hormonal. Pada umumnya aktivitas fisis akan menurun
dengan bertambahnya usia; dan karena massa tulang merupakan fungsi beban
mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya
usia.

c. Kalsium

Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses


penurunan massa tulang sehubungan dengan bertambahnya usia, terutama

14
pada wanita post menopause. Kalsium, merupakan nutrisi yang sangat
penting. Wanita-wanita pada masa peri menopause, dengan masukan
kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak bak, akan mengakibatkan
keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang masukan
kalsiumnya baik dan absorbsinya juga baik, menunjukkan keseimbangan
kalsium positif. Dari keadaan ini jelas, bahwa pada wanita masa menopause
ada hubungan yang erat antara masukan kalsium dengan keseimbangan
kalsium dalam tubuhnya. Pada wanita dalam masa menopause keseimbangan
kalsiumnya akan terganggu akibat masukan serta absorbsinya kurang serta
eksresi melalui urin yang bertambah. Hasil akhir kekurangan/kehilangan
estrogen pada masa menopause adalah pergeseran keseimbangan kalsium
yang negatif, sejumiah 25 mg kalsium sehari.

d. Protein

Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi


penurunan massa tulang. Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan
ekskresi asam amino yang mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan
meningkatkan ekskresi kalsium. Pada umumnya protein tidak dimakan secara
tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila makanan tersebut
mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi kalsium
melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium
melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang mengandung protein berlebihan
akan mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi keseimbangan kalsium yang
negative.

e. Estrogen

Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan


terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena
menurunnya eflsiensi absorbsi kalsium dari makanan dan juga menurunnya
konservasi kalsium di ginjal.

15
f. Rokok dan kopi

Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan


mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan
kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan
massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi
kalsium melalui urin maupun tinja.

g. Alkohol

Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering ditemukan.


Individu dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan kalsium
rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang
jelas belum diketahui dengan pasti.

1.8. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan radiologik

Dilakukan untuk menilai densitas massa tulang sangat tidak sensitif.


Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan
daerah trabekuler yang lebih lusen.Hal ini akan tampak pada tulang-tulang
vertebra yang memberikan gambaran picture-frame vertebra.

b. Pemeriksaan densitas massa tulang (Densitometri)

Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan untuk


menilai densitas massa tulang, seseorang dikatakan menderita osteoporosis
apabila nilai BMD ( Bone Mineral Density ) berada dibawah -2,5 dan dikatakan
mengalami osteopenia (mulai menurunnya kepadatan tulang) bila nilai BMD
berada antara -2,5 dan -1 dan normal apabila nilai BMD berada diatas nilai -1.

Beberapa metode yang digunakan untuk menilai densitas massa tulang:

1. Single-Photon Absortiometry (SPA)

16
Pada SPA digunakan unsur radioisotop I yang mempunyai energi photon
rendah guna menghasilkan berkas radiasi kolimasi tinggi. SPA digunakan
hanya untuk bagian tulang yang mempunyai jaringan lunak yang tidak
tebalseperti distal radius dan kalkaneus.

2. Dual-Photon Absorptiometry (DPA)

Metode ini mempunyai cara yang sama dengan SPA. Perbedaannya berupa
sumber energi yang mempunyai photon dengan 2 tingkat energi yang berbeda
guna mengatasi tulang dan jaringan lunak yang cukup tebal sehingga dapat
dipakai untuk evaluasi bagian-bagian tubuh dan tulang yang mempunyai
struktur geometri komplek seperti pada daerah leher femur dan vetrebrata.

3. Quantitative Computer Tomography (QCT)

Merupakan densitometri yang paling ideal karena mengukur densitas


tulang secara volimetrik.

c. Sonodensitometri

Sebuah metode yang digunakan untuk menilai densitas perifer dengan


menggunakan gelombang suara dan tanpa adanya resiko radiasi.

d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI dalam menilai densitas tulang trabekula melalui dua langkah yaitu
pertama T2 sumsum tulang dapat digunakan untuk menilai densitas serta kualitas
jaringan tulang trabekula dan yang kedua untuk menilai arsitektur trabekula.

e. Biopsi tulang dan Histomorfometri

f. Merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk memeriksa kelainan


metabolisme tulang.

g. Radiologis

Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang yang
menurun yang dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra
biasanya merupakan lokasi yang paling berat. Penipisa korteks dan hilangnya

17
trabekula transfersal merupakan kelainan yang sering ditemukan. Lemahnya
korpus vertebra menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari nukleus
pulposus ke dalam ruang intervertebral dan menyebabkan deformitas bikonkaf.

h. CT-Scan

CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang


mempunyai nilai penting dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra
diatas 110 mg/cm3baisanya tidak menimbulkan fraktur vetebra atau penonjolan,
sedangkan mineral vertebra dibawah 65 mg/cm3 ada pada hampir semua klien
yang mengalami fraktur.

i. Pemeriksaan Laboratorium

1. Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang nyata.


2. Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi
ekstrogen merangsang pembentukkan Ct)
3. Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun.
4. Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat kadarnya.

1.9. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan

Pengobatan:

1. Meningkatkan pembentukan tulang, obat-obatan yg dapat meningkatkan


pembentukan tulan adalah Na-fluorida dan steroid anabolik
2. Menghambat resobsi tulang, obat-obatan yang dapat mengahambat
resorbsi tulang adalah kalsium, kalsitonin, estrogen dan difosfonat.

Penatalaksanaan keperawatan:

1. Membantu klien mengatasi nyeri.


2. Membantu klien dalam mobilitas.
3. Memberikan informasi tentang penyakit yang diderita kepada klien.
4. Memfasilitasikan klien dalam beraktivitas agar tidak terjadi cedera.

1.10. Pencegahan

18
Pencegahan sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan/dewasa muda,
hal ini bertujuan:

1. Mencapai massa tulang dewasa Proses konsolidasi) yang optimal


2. Mengatur makanan dan life style yg menjadi seseorang tetap bugar seperti:
a. Diet mengandung tinggi kalsium (1000 mg/hari)
b. Latihan teratur setiap hari
c. Hindari :
 Makanan tinggi protein
 Minum alkohol
 Merokok
 Minum kopi
 Minum antasida yang mengandung aluminium

1.11. Komplikasi

Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh


dan mudah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur
kompresi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan
daerah trokhanter, dan frakturcolles pada pergelangan tangan

1.12. Prognosis

Kondisi kronis merupakan salah satu penyebab utama kecacatan pada pria dan
wanita. Kompresi fraktur pada tulang belakang menyebabkan rasa tidak nyaman
dan mengganggu pernafasan.

19
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

2.1. Pengkajian

1. Identitas Pasien

Umur :
Jenis Kelamin :
a. Keluhan Utama:

Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada
keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk
menanggulanginya.

b. Riwayat Penyakit Dahulu :

20
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit
kulit lainnya.

c. Riwayat Penyakit Keluarga :

Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau
penyakit kulit lainnya.

d. Riwayat Psikososial :

Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang


mengalami stress yang berkepanjangan.

e. Riwayat Pemakaian Obat :

Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada kulit,


atau pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat.

2. Pemeriksaan fisik

a. B1 (breathing )

Inspeksi : ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang

Palpasi : traktil fremitus seimbang kanan dan kiri

Perkusi : cuaca resonan pada seluruh lapang paru

Auskultasi : pada usia lanjut biasanya didapatkan suara ronki

b. B2 (blood)

Pengisian kapiler kurang dari 1 detik sering terjadi keringat dingin dan
pusing, adanya pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh
darah atau edema yang berkaitan dengan efek obat

c. B3 (brain)

21
Kesadaran biasanya kompos mentis, pada kasus yang lebih parah klien
dapat mengeluh pusing dan gelisah

d. B4 (Bladder)

Produksi urine dalam batas normal dan tidak ada keluhan padasistem
perkemihan

e. B5 (bowel)

Untuk kasus osteoporosis tidak ada gangguan eleminasi namun perlu


dikaji juga frekuensi, konsistensi, warna serta bau feses

f. B6 (Bone)

Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis, klien osteoporosis


sering menunjukkan kifosis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan
tinggi badan. Ada perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length
inequality dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang terjadi adalah antara vertebra
torakalis 8 dan lumbalis 3

3. Pemeriksaan diagnostic/penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium (misalnya : kalsium serum, fosfat serum,


fosfatase alkali, eksresi kalsium urine,eksresi hidroksi prolin urine, LED)
b. Pemeriksaan x-ray
c. Pemeriksaan absorpsiometri
d. Pemeriksaan Computer Tomografi (CT)
e. Pemeriksaan biopsi

Diagnosis/kriteria diagnosis

Diagnosis osteoporosis dapat ditegakkan dari hasil pemeriksaan :

a. Radiology
b. Pengukuran massa tulang
c. Pemeriksaan lab kimiawi
d. Pengukuran densitas tulang

22
e. Pemeriksaan marker biokemis
f. Biospi
g. memperhatikan factor resiko (wanita, umur, ras, dsb)

4. Terapi/penatalaksanaan

a. Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi sepanjang hidup,


dengan peningkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan
dapat melindungi terhadap demineralisasi tulang
b. Pada menopause dapat diberikan terapi pengganti hormone dengan
estrogen dan progesterone untuk memperlambat kehilangan tulang dan
mencegah terjadinya patah tulang yang diakibatkan.
c. Medical treatment, oabt-obatan dapat diresepkan untuk menangani
osteoporosis termasuk kalsitonin, natrium fluoride, dan natrium etridonat
d. Pemasangan penyangga tulang belakang (spinal brace) untuk mengurangi
nyeri punggung

2.2. Diagnosa Keperawatan

1. Risti injury: fraktur b.d kecelakaan ringan/jatuh


2. Nyeri b.d adanya fraktur
3. Konstipasi b.d imobilitas
4. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi

2.3. Perencanaan

1. Risti injury: fraktur b.d kecelakaan ringan/jatuh

HYD: klien tidak mengalami jatuh atau fraktur akibat jatuh

Intervensi:

1) Ciptakan lingkungan yang aman dan bebas bahaya bagi klien.


R/. lingkungan yang bebas bahaya mengurangi risiko untuk jatuh dan
mengakibatkan fraktur
2) Beri support untuk kebutuhan ambulansi; mengunakan alat bantu jalan
atau tongkat.

23
R/. Memberi support ketika berjalan mencegah tidak jatuh pada lansia
3) Bantu klien penuhi ADL (activities daily living) dan cegah klien dari
pukulan yang tidak sengaja atau kebetulan.
R/. Benturan yang keras menyebabkan fraktur tulang, karena tulang
sudah rapuh, porus dan kehilangan kalsium.
4) Anjurkan klien untuk belok dan menunduk/bongkok secara perlahan dan
tidak mengangkat beban yang berat.
R/. Gerakan tubuh yang cepat dapat mempermudah fraktur compression
vertebral pada klien dengan osteoporosis
5) Ajarkan klien tentang pentingnya diet (tinggi kalsium, vitamin D) dalam
mencegah osteoporosis lebih lanjut.
R/ Diet kalsium memelihara tingkat kalsium dalam serum, mencegah
kehilangan kalsium ekstra dalam tulang.
6) Anjurkan klien untuk menguragi kafein dan alkohol.
R/. kafein m berlebihan meningkat pengeluaran kalsium berlebihan dalam
urine; alkohol berlebihan meningkatkan asidosis, meningkatkan
reabsorpsi tulang.
7) Ajarkan klien akan efek dari rokok dalam remodeling tulang.
R/. rokok meningkatkan asidosis
2. Nyeri b.d adanya fraktur

HYD: Klien mampu melakukan tindakan mandiri untuk mengurangi nyeri,


dan nyeri berkurang sampai hilang.

Intervensi:

1) Kaji lokasi nyeri, tingkat nyeri, durasi, frekuensi dan intensitas nyeri.
R/. menentukan intervensi keperawatan yang tepat untuk klien
2) Anjurkan klien istirahat ditempat tidur dan anjurkan klien untuk
mengambil psosisi terlentang atau miring yang nyaman bagi kalien
R/. Peredaaan nyeri punggung dapat dilakukan dengan istirahat di tempat
tidur dengan posisi telentang atau miring ke samping selama beberapa
hari.
3) Beri kasur padat dan tidak lentur.

24
R/. Memberikan rasa nyaman bagi klien
4) Ajarkan klien tehknik relaksasi dengan melakukan fleksi lutut.
R/. Fleksi lutut dapat meningkatkan rasa nyaman dengan merelaksasi otot.
5) Berikan kompres hangat intermiten dan pijatan punggung.
R/. kompres hangan dan pijat pada punggung memperbaiki relaksasi otot.
6) Ajarkan dan anjurkan klien untuk menggerakkan batang tubuh sebagai
satu unit dan hindari gerakan memuntir.
R/. Gerakan tubuh memuntir dapat meningkatkan risiko cedera.
7) Bantu klien untuk turun dari tempat tidur.
R/Pasang korset lumbosakral untuk menyokong dan imobilisasi
sementara, meskipun alat serupa kadang terasa tidak nyaman dan kurang
bisa ditoleransi oleh kebanyakan lansia.
8) Bila pasien sudah dapat menghabiskan lebih banyak waktunya di luar
tempat tidur perlu dianjurkan untuk sering istirahat baring untuk
mengurangi rasa tak nyaman dan mengurangi stres akibat postur abnormal
pada otot yang melemah.
9) Opioid oral mungkin diperlukan untuk hari-hari pertama setelah awitan
nyeri punggung. Setelah beberapa hari, analgetika non – opoid dapat
mengurangi nyeri.
3. Konstipasi b.d imobilitas atau ileus obstruksi
HYD: Klien tidak mengalami konstipasi, klien dapat bab 2-3 kali dalam
seminggu, konsistensi feces lunak, dan tidak ada kolaps pada T10-L2
Intervensi:
1) Kaji pola elimeinasi bab klien
R/. menentukan intervensi bila ada gangguan pada eliminasi bab
2) Berikan diet tinggi serat.
R/. Tinggi serat membantu proses pengosongan usus dan meminimalkan
kostipasi
3) Anjurkan klien minum 1,5-2 liter/hari bila tidak ada kontraindikasi.
R/. Pemenuhan cairan yang adekuat dapat membantu atau meminimalkan
konstipasi.

25
4) Pantau asupan pasien, bising usus dan aktivitas usus karena bila terjadi
kolaps vertebra pada T10-L2, maka pasien dapat mengalami ileus.
5) Kolaborasi untuk pemberian pelunak tinja dan berikan pelunak tinja sesuai
ketentuan
R/. Membantu meminimalkan konstipasi
4. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi
HYD: meningkatkan pengetahuan klien tentang osteoporosis, cara pencegahan
dan program tindakan
Intervensi:
1) Kaji tingkat pengetahuan klien tentang osteoporosis.
R/ Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya oeteoporosis.
2) Anjurkan diet atau suplemen kalsium yang memadai.
3) Timbang Berat badan secara teratur dan modifikasi gaya hidup seperti
Pengurangan kafein, rokok dan alkohol.
R/. Hal ini dapat membantu mempertahankan massa tulang.
4) Anjurkan dan ajarka cara latihan aktivitas fisik sesuai kemampuan klien.
R/. Latihan aktivitas merupakan kunci utama untuk menumbuhkan tulang
dengan kepadatan tinggi yang tahan terhadap terjadinya oestoeporosis.
5) Anjurkan pada lansia untuk tetap membutuhkan kalsium, vitamin D, sinar
matahari.
R/. Kebutuhan kalsium, vitamin D, terpapar sinar matahari pagi yang
memadai dapat meminimalkan efek oesteoporosis.
6) Berikan Pendidikan pasien mengenai efek samping penggunaan obat.
Karena nyeri lambung dan distensi abdomen merupakan efek samping
yang sering terjadi pada suplemen kalsium, maka pasien sebaiknya
meminum suplemen kalsium bersama makanan untuk mengurangi
terjadinya efek samping tersebut. Selain itu, asupan cairan yang memadai
dapat menurunkan risiko pembentukan batu ginjal.

26
DAFTAR PUSTAKA

Junaidi, I, 2007. Osteoporosis - Seri Kesehatan Populer. Cetakan Kedua, Penerbit


PT Bhuana Ilmu Populer.

Lippincott dkk. 2011. Nursing Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta :


PT Indeks.

Lukman & Nurna Ningsih.2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan


Gangguan Sistem Muskolokeletal. Jakarta : Salemba Medika.

Sudoyo, Aru dkk. 2009. Buku Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi 5. Jakarta :
Internal Publishing.

27
Suryati, A, Nuraini, S. 2006. Faktor Spesifik Penyebab Penyakit Osteoporosis
Pada Sekelompok Osteoporosis Di RSIJ, 2005. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan,
Vol.2, No.2, Juli 2006:107-126

Tandra, H. 2009. Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Osteoporosis
Mengenal, Mengatasi dan Mencegah Tulang Keropos. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.

http://nursingawesome.blogspot.com/2014/03/laporan-pendahuluan-
osteoporosis.html

SAP OSTEOPOROSIS
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Topik : Muskuloskeletal
Pokok Bahasan : Osteoporosis
Sasaran : Klien yang berusia diatas 50 tahun
Tempat : Posbindu Melati Ciputat
Tanggal : 29 Desamber 2009
Waktu : 20 menit
Media : leafleat, Infocus dan Laptop
Penyaji : Umayra Maulida sabatiyah

28
Metode : Ceramah, Tanya Jawab

I. Latar Belakang

Penuaan sering di ikuti dngan penurunan kualitas hidup sehingga status


lansia dalam kondisi sehat atau sakit. Lansia bukan suatu penyakit, namun
merupakan tahap lanjut dari proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan
kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan.Penurunan
kemampuan berbagai organ, fungsi, dan system tubuh ada umumnya tanda proses
menua mulai tampak sejak usia 45 tahun dan akan menimbulkan masalah pada
usia sekitar 60 tahun.

Menurut WHO, osteoporosis menduduki peringkat kedua, di bawah


penyakit jantung sebagai masalah kesehatan utama dunia. Menurut data
internasional Osteoporosis Foundation, lebih dari 30% wanita diseluruh dunia
mengalami resiko seumur hidup untuk patah tulang akibat osteoporosis, bahkan
mendekati 40%. Sedangkan pada pria, resikonya berada pada angka 13%.

Menurut Departemen Kesehatan RI, dampak osteoporosis di Indonesia


sudah dalam tingkat yang patut diwaspadai, yaitu mencapai 19,7% dari populasi.

Hasil studi dari Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Bogor,


yang melakukan penelitian dari tahun 1999 – 2002 pada beberapa Propinsi di
Indonesia didapatkan bahwa satu dari lima perempuan mengalami osteoporosis
pada usia memasuki 50 tahun. Dan pada laki-laki umur 55 tahun. Kejadian
osteoporosis lebih tinggi pada wanita ( 21,74 % ) dibandingkan dengan laki-laki
(14,8 %). ( Siswono, 2003 )

Lanjut usia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan


kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan
memperbaiki kerusakan yang diderita. (Nugroho, 2000).

Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya


daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh.

29
Walaupun demikian, memang harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang
sering menghinggapi kaum lanjut usia.

Proses menua sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai usia


dewasa, misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan tulang, jaringan pada
otot, susunan syaraf, dan jaringan lain sehingga tubuh mati sedikit demi sedikit.

Penyebab osteoporosis dipengaruhi oleh berbagai faktor dan pada individu


bersifat multifaktoral seperti gaya hidup tidak sehat, kurang gerak/tidak berolah
raga serta pengetahuan mencegah osteoporosis yang kurang akibat kurangnya
akibat akti vitas fisik yang dilakukan sehari-hari mulai anak-anak sampai dewasa,
serta kurangnya asupan kalsium, maka kepadatan tulang menjadi rendah sampai
terjadinya osteoporosis.

Persoalan osteoporosis pada lansia erat sekali hubungannya dengan


kemunduran produksi beberapa hormone pengendali remodeling tulang, seperti
Kalsitonim dan hormone seks. Dengan bertambahnya usia, produksi beberapa
hormone tersebut akan merosot, hanya saja penurunan produksi beberapa
osteoblast, sehingga memungkinkan terjadinya pembentukan tulang, akan
mengendur aktivitasnya setelah seseorang menginjak usia ke 50 disusul tahun
terakhir adalah testosterone pada kurun waktu usia 48 – 52. Persoalan besar akan
muncul juga jika terjadi gangguan dalam keseimbangan kedua proses itu, seperti
yang terjadi pada osteoporosis. Dalam osteoporosis proses demineralisasi lebih
cepat dan lebih tinggi dibandingkan dengan proses meneralisasi. Resikonya
terjadilah pengeroposan tulang. Tulang akan kehilangan masa dalam jumlah besar
sehingga kekuatannya pun merosot drastis. Kondisi ini tentu tidak bisa diabaikan
begitu saja penurunan sepersepuluh kepadatan tulang saja menimbulkan resiko
patah tulang 2 – 3 kali lebih sering, jika kondisi ini dibiarkan resiko terjadi patah
tulang sulit dihindari. Proses tidak seimbang bisa muncul secara alamiah seperti
akibat pengaruh usia lanjut, menopause, gangguan hormonal, dan ketidak aktifan
tubuh.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka kami tertarik untuk memberikan


penyuluhan atau pendidikan kesehatan mengenai Osteoporosis yang meliputi :

30
Pengertian Osteoporisis, Penyebab Osteoporosis, Tanda dan Gejala Osteoporosis,
Pencegahan Osteoporosis dan Penatalaksanaan Osteoporosis

II. Tujuan Umum :

setelah dilakukan penyuluhan klien dan berada di ruang Mawar PSTW


Budi Mulya, diharapkan mampu memahami tentang penyakit osteoporosois dan
penanganannya.

III. Tujuan Khusus :

Setelah dilakukan tindakan penyuluhan;

1. Klien dapat memahami pengertian Osteoporosis.


2. Klien dapat mengenal tanda – tanda dan gejala Osteoporosis
3. Klien dapat mengetahui penyebab Osteoporosis
4. Klien memahami pencegahannya pada Osteoporosis
5. memahami penatalaksanaan pada Osteoporosis
IV. Pokok Materi
1. Pengertian Osteoporosis
2. Tanda dan gejala Osteoporosis
3. Penyebab Osteoporosis
4. Pencegahan Osteoporosis
5. Penatalaksanaan pada Osteoporosis

V. Kegiatan Penyuluhan

Tahap Kegiatan Kegiatan penyaji Kegiatan peserta Media

1. Pembukaan (5 menit)

• Salam pembuka

• Pekenalan

• Menjelaskan maksud dan tujuan penyuluhan.

•Memberi pertanyaan perihal yang akan disampaikan Memperhatikan


mendengarkan dan menjawab pertanyaan

31
2. Ceramah dan tanya jawab
3. Penyajian (10 menit )

Menyampaikan materi :

Menjelaskan pengertian osteoporosis

 Menjelaskan penyebab dari osteoporosis


 Menjelaskan tanda dan gejala osteoporosis
 Menjelaskan faktor resiko terkena osteoporosis
 Menjelaskan pencegahan osteoporosis
 Menjelaskan penatalaksanaan bagi penderita osteoporosis
 Memperhatikan dan mendengarkan keterangan
4. Ceramah membagikan leafleat
5. Penutup ( 5 menit )

• Memberikan kesempatan bertanya pada Audience

• Merangkum Materi

• Salam Penutup Bertanya

6. Menjawab pertanyaan penyuluhan Tanya jawab

VI. Evaluasi

– Prosedur : Tanya Jawab

– jenis test : pertanyaan secara lisan

butir-butir soal :

1. sebutkan pengertian osteoporosis ?


2. sebutkan penyebab osteoporosis ?
3. sebutkan tanda dan gejala osteoporosis ?
4. Sebutkan faktor resiko terkena osteoporosis?
5. sebutkan cara pencegahan osteoporosis?
6. Sebutkan penatalaksanaan Osteoporosis

32
MATERI PENYULUHAN

1. Pengertian Osteoporosis

Penelitian di Amerika, pada usia 50 tahun, 1 dari 4 wanita, 1 dari 8 pria


menderita Osteoporosis. Sejak meningkatnya angka harapan hidup manusia di
Indonesia, semakin banyak kasus osteoporosis pada manusia usia lanjut.

Osteoporosis adalah penyakit dengan ciri khas berupa rendahnya massa


tulang yang disertai perubahan-perubahan mikro arsitektur tulang dan penurunan
kualitas jaringan tulang, yang akhirnya meningkatkan kerapuhan tulang dengan
risiko terjadinya patah tulang. (WHO, International Consensus Development
Conference, Roma Italia 1992).

Osteoporosis atau pengeroposan tulang merupakan penyakit yang


disebabkan karena penyusutan massa dan kemerosotan struktur tulang, sehingga
tulang rapuh dan rawan patah. (Suryadi, 2000).

Osteoporosis, atau tulang keropos, terjadi jika terlalu banyak zat mineral
dihilangkan dari kerangka tulang. Tulang menjadi rapuh dan lebih mudah patah.
Patah tulang yang paling umum adalah tulang pinggul, tulang belakang dan tulang
pergelangan tangan

2. Penyebab Osteoporosis

Faktor-faktor yang menyebabkan osteoporosis yaitu:

1. Peningkatan usia

Di atas usia sekitar 35 tahun, kepadatan tulang menurun. Osteoporosis


terutama di alami oleh pria dan wanita di atas 50 tahun. Saat kadar estrogen
menurun setelah menopause, kepadatan tulang juga menurun. Wanita
pascamenopause mewakili kelompok terbesar orang dengan osteoporosis. Hal

33
ini dikaitkan dengan masa menopause pada wanita. Ketika wanita memasuki
masa menopause, fungsi ovariumnya menurun akibatnya produksi hormon
estrogen dan progesteron berkurang. Jika kadar estrogen dalam darah turun,
maka siklus remodeling tulang berubah dan pengurangan jaringan tulang
mulai terjadi. Salah satu fungsi estrogen adalah mempertahankan tingkat
remodeling tulang yang normal. Yang sangat terpengaruh dengan keadaan ini
adalah tulang trabekular, karena tingkat turun overnya tinggi.( Lane, 2001).

2. Kadar testosteron rendah

Pada pria, hormon testosteron memperlambat resorpsi tulang dengan cara


yang sama seperti estrogen pada wanita.

3. Kecenderungan genetik

Riwayat keluarga dan kelompok etnik dapat meningkatkan risiko


terjadinya osteoporosis.

4. Penyakit lain

Beberapa penyakit dapat mempengaruhi regenerasi tulang normal

5. Obat-obatan

Beberapa obat yang digunakan untuk mengobati kondisi lain juga dapat
mempengaruhi regenerasi tulang

6. Berat badan rendah


7. Pola makan buruk

Kurang mengkonsumsi makanan yang kaya kalsium dan vitamin D dalam


pola makan.

8. Merokok / mengkonsumsi alkohol secara berlebihan


9. Kurang olahraga. ( R ebecca, 2007 )

34
3. Tanda dan Gejala Osteoporosis

Osteoporosis disebut silent disease karena proses kepadatan tulang


berkurang secara perlahan dan berlangsung secara progresif selama bertahun-
tahun tanpa disadari dan tanpa disertai adanya gejala.

Penyakit osteoporosis sulit untuk di deteksi karena proses kepadatan


tulang berkurang secara perlahan dan berlangsung secara progresif selama
bertahun-tahun tanpa kita sadari dan tanpa di sertai adanya gejala. Gejala-gejala
baru timbul pada tahap osteoporosis lanjut seperti:

– patah tulang
– Punggung yang semakin memburuk
– hilangnya tinggi badan
– nyeri punggung

4. Faktor Resiko terkena osteoporosis


a. Kurang aktivitas fisik dan olahraga
b. Mengalami menopause Iebih cepat (praecox)
c. Kebiasaan merokok/minum alcohol
d. Berat badan dibawah normal/kurang gizi
e. Memiliki riwayat osteoporosis dalam keluarga
f. Pernah menggunakan obat-obatan steroid dalam waktu lama, atau
menggunakan obat antitiroid secara berlebihan.
g. Kegemukan/obesitas

5. Pencegahan pada penyakit Osteoporosis

Tindakan yang dilakukan untuk mencegah osteoporosis yaitu :

1. Asupan kalsium cukup

Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang yang dapat


dilakukan dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup.

35
2. Paparan sinar UV B matahari (pagi dan sore)

Sinar matahari UV B membantu tubuh menghasilkan vitamin D yang


dibutuhkan tubuh dalam pembentukan massa tulang.

3. Melakukan olah raga

Gaya hidup sehat. Menghindari rokok dan alkohol , kurangi konsumsi


kopi, minuman bersoda, daging merah.

4. Mengkonsumsi obat. (Ferdinand, 2008)

Estrogen membantu mempertahankan kepadatan tulang pada wanita dan


sering diminum bersamaan dengan progesteron. Terapi sulih estrogen paling
efektif dimulai dalam 4-6 tahun setelah menopause; tetapi jika baru dimulai
lebih dari 6 tahun setelah menopause, masih bisa memperlambat kerapuhan
tulang dan mengurangi resiko patah tulang. Raloksifen merupakan obat
menyerupai estrogen yang baru, yang mungkin kurang efektif daripada
estrogen dalam mencegah kerapuhan tulang, tetapi tidak memiliki efek
terhadap payudara atau rahim. Untuk mencegah osteroporosis, bisfosfonat
(contohnya alendronat), bisa digunakan sendiri atau bersamaan dengan terapi
sulih hormon.

6. Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan adalah meningkatkan kepadatan tulang. Semua wanita,


terutama yang menderita osteoporosis, harus mengkonsumsi kalsium dan vitamin
D dalam jumlah yang mencukupi. Wanita pasca menopause yang menderita
osteoporosis juga bisa mendapatkan estrogen (biasanya bersama dengan
progesteron) atau alendronat, yang bisa memperlambat atau menghentikan
penyakitnya. Bifosfonat juga digunakan untuk mengobati osteoporosis.

Pria yang menderita osteoporosis biasanya mendapatkan kalsium dan


tambahan vitamin D, terutama jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa
tubuhnya tidak menyerap kalsium dalam jumlah yang mencukupi. Jika kadar
testosteronnya rendah, bisa diberikan testosteron.

36
Patah tulang karena osteoporosis harus diobati. Patah tulang panggul
biasanya diatasi dengan tindakan pembedahan. Patah tulang pergelangan biasanya
digips atau diperbaiki dengan pembedahan. Pada kolaps tulang belakang disertai
nyeri punggung yang hebat, diberikan obat pereda nyeri, dipasang supportive back
brace dan dilakukan terapi fisik.

Penanganan yang dapat di lakukan pada klien osteoporosis meliputi :

1. Diet
2. Pemberian kalsium dosis tinggi
3. Pemberian vitamin D dosis tinggi
4. Pemasangan penyangga tulang belakang (spina brace) untuk mengurangi
nyeri punggung.
5. Pencegahan dengan menghindari faktor resiko osteoporosis (mis. Rokok,
mengurangi konsumsi alkohol, berhati-hati dalam aktifitas fisik).
6. Penanganan terhadap deformitas serta fraktur yang terjadi.

Referensi :

Mansjoer, Ariep, 2001, Kapita Selekta Kedokteran, EGC, Jakarta

Sylvia A. Price. 2000. Patofisiologi. EGC. Jakarta.

http://ilmukeperawatanstikesfaletehancom.blogspot.com/2009/02/sap-
hipertensi_27.html?zx=fd72297fddeab593

http://wayanpuja.blinxer.com/?page_id=239

Sumber: https://umayra.wordpress.com/2010/01/04/sap-osteoporosis/

37
38

Anda mungkin juga menyukai