Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Lansia
1. Definisi Lansia
Lansia adalah suatu keadaan yang selalu terjadi pada kehidupan manusia.
Menua adalah proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu
tertentu tetapi dimulai sejak ada permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan
hal yang alamiah yang berarti seseorang sudah melalui tiga tahapan yaitu: anak,
dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis.
Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran misalnya kemunduran fisik
yang ditandai kulit mengendur, rambut memutih, gigi ompong, pendengaran
menurun, penglihatan memburuk, mengalami gerakan melambat, dan figur
tubuh yang tidak proporsional [ CITATION Nug161 \l 1057 ].
Dalam Buku Ajar Geriatri, Prof. Dr. R. Boedhi Darmojo dan Dr. H. Hadi
Martono (1994) mengatakan bahwa menua atau menjadi tua adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri
atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan
memperbaiki kerusakan yang diderita. Dari pernyataan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa manusia secara perlahan mengalami kemunduran struktur
dan fungsi organ. Kondisi ini dapat mempengaruhi kemandirian dan kesehatan
lanjut usia, termasuk kehidupan seksualnya [ CITATION Nug161 \l 1057 ].
Menurut WHO dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Lanjut Usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan bahwa umur
60 tahun adalah usia permulaan tua. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi
merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan yang
kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi
rangsangan dari dalan dan luar tubuh yang berakhir dengan kematian [ CITATION
Nug161 \l 1057 ].
2. Batasan-batasan Usia Lanjut
a. Batasan umur lansia menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) dalam
Padila (2013):
1) Usia Pertengahan (middle age) usia 45 sampai 59 tahun
2) Lanjut usia (elderly) usia 60 sampai 74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) usia 75 sampai 90 tahun
4) Usia sangat tua (very old) usia diatas 90 tahun
b. Menurut Bee (1996) dalam Padila (2013):
1) Masa dewasa muda (usia 18 sampai 25 tahun)
2) Masa dewasa awal (usia 26 sampai 40 tahun)
3) Masa dewasa tengah (usia 41 sampai 65 tahun)
4) Masa dewasa lanjut (usia 66 sampai 75 tahun)
5) Masa dewasa sangat lanjut (usia diatas 75 tahun)
c. Menurut Setyonegoro, dalam Padila (2013):
1) Usia dewasa muda (elderly adulthood) usia 18/20 sampai 25 tahun
2) Usia dewasa penuh (meddle years) atau maturitas usia 25 sampai 60/65
tahun
3) Lanjut usia (geriatric age) usia diatas 65/70 tahun, terbagi atas:
4) Young old (usia 70 sampai 75 tahun)
5) Old (usia 75 sampai 80 tahun)
6) Very old (usia diatas 80 tahun)
Di Indonesia, batasan mengenai lanjut usia adalah 60 tahun
keatas, dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Lanjut Usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2. Menurut
Undang-Undang tersebut diatas lanjut usia adalah seseorang yang
mencapai usia 60 tahun keatas baik pria maupun wanita [ CITATION
Pad131 \l 1057 ].
3. Teori Proses Lansia
Sampai saat ini, banyak definisi dan teori yang menjelaskan tentang
proses lansiayang tidak seragam. Proses lansia bersifat individual dimana proses
menua pada setiap orang terjadi dengan usia yang berbeda, setiap lanjut usia
mempunyai kebiasaan atau life style yang berbeda, dan tidak ada satu faktor pun
yang ditemukan dapat mencegah proses menua. Adakalanya seseorang belum
tergolong tua (masih muda) tetapi telah menunjukkan kekurangan yang
mencolok. Adapula orang yang tergolong lanjut usia penampilannya masih
sehat, bugar, badan tegap, akan tetapi meskipun demikian harus diakui bahwa
ada berbagai penyakit yang sering dialami oleh lanjut usia. Misalnya hipertensi,
diabetes mellitus, rematik, asam urat, dimensia sinilis, dan sakit ginjal [ CITATION
Pad131 \l 1057 ].
Teori-teori tentang penuaan sudah banyak ang dikemukakan, namun
tidak semuanya bisa diterima. Teori-teori itu dapat digolongkan dalam dua
kelompok, yaitu yang termasuk kelompok teori biologis dan teori psikososial
[ CITATION Pad131 \l 1057 ].
a. Teori Biologis:
Teori yang merupakan teori biologis adalah sebagai berikut:
1) Teori Jam Genetik
Menurut Hay Ick (1965) dalam Padila (2013), secara genetik
sudah terprogram bahwa material di dalam inti sel dikatakan bagaikan
memiliki jam genetis terkait dengan frekuensi mitosis. Teori ini
didasarkan pada kenyataan bahwa spesies-spesies tertentu memiliki
harapan hidup (life span) yang tertentu pula. Manusia yang memiliki
rentang kehidupan maksimal sekitar 110 tahun, sel-selnya diperkirakan
hanya mampu membelah sekitar 50 kali, sesudah itu mengalami
deteriorasi.
2) Teori Radikal Bebas
Radikal bebas merusak membrane sel yang menyebabkan
kerusakan dan kemunduran secara fisik [ CITATION Pad131 \l 1057 ].
3) Teori immunologi
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu
zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak dapat tahan terhadap
zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah. Sistem imun
menjadi kurang efektif dalam mempertahankan diri, regulasi dan
responsibilitas [ CITATION Pad131 \l 1057 ].
4) Teori cross-linkage (rantai silang)
Kolagen yang merupakan unsur penusun tulang diantara susunan
molecular, lama kelamaan akan meningkat kekakuannya (tidak elastis).
Hal ini disebabkan oleh karena sel-sel yang sudah tua dan reaksi
kimianya menyebabkan jaringan yang sangat kuat [ CITATION Pad131 \l
1057 ].
b. Teori Psikososial
1) Teori Integritas Ego
Teori perkembangan ini mengidentifikasi tugas-tugas yang harus
dicapai dalam tiap tahap perkembangan. Tugas perkembangan terakhir
merefleksikan kehidupan seseorang dan pencapaiannya. Hasil akhir dari
penyelesaian konflik antara integritas ego dan keputusasaan adalah
kebebasan [ CITATION Pad131 \l 1057 ].
2) Teori Stabilitas Personal
Kepribadian seseorang terbentuk pada masa kanak-kanak dan
tetap bertahan secara stabil. Perubahan yang radikal pada usia tua bisa
jadi mengindikasikan penyakit otak [ CITATION Pad131 \l 1057 ].
c. Teori Sosiokultural
1) Teori Pembebasan
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia,
seseorang berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan
sosialnya, atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Hal ini
mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, sehingga sering
terjadi kehilangan ganda meliputi kehilangan peran, hambatan kontak
sosial, dan berkurangna komitmen [ CITATION Pad131 \l 1057 ].
2) Teori Aktifitas
Teori ini menyatakan bahwa penuaan yang sukses tergantung dari
bagaimana seorang usia lanjut merasakan kepuasan dalam beraktifitas
dan mempertahankan aktififtas tersebut selama mungkin. Adapun
kualitas aktifitas tersebut lebih penting dibandingkan kuantitas aktifitas
yang dilakukan [ CITATION Pad131 \l 1057 ].
4. Faktor Yang Mempengaruhi Penuaan
Efendi (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi ketuaan adalah:
a. Herediter atau keturunan genetic
Setiap orang mempunyai ciri dan kemampuan yang diturunkan oleh
percampuran sifat kedua orangtuanya. Faktor genetik juga mempengaruhi
proses penuaan seseorang.
b. Nutrisi atau makanan
Setiap seseorang mempunyai kebiasaan makan tertentu yang berkembang
sejak masa mudanya, proses penuaan juga dipengaruhi oleh nutrisi yang di
konsumsi seseorang sejak kecil hingga ia menjelang lansia. Semakin
baikkebiasaan makan seseorang berarti semakin baik pula tercukupinya
kebutuhan nutrisi orang tersebut dan hal ini akan membantu memperlambat
proses penuaan.
c. Status kesehatan/ penyakit
Status kesehatan seseorang juga berpengaruh pada proses penuaan, orang
yang mempunyai riwayat kesehatan yang kurang baik mempunyai resiko
mengalami proses penuaan yang lebih cepat dan beresiko mengalami
penyakit-penyakit degenerative pada masa tuanya, missal
hipertensi,diabetes, dan penyakit jantung.
d. Pengalaman hidup/gaya hidup
Setiap orang mempunyai gaya hidup tertentu yang dibentukdan dilakukan
sepanjang masa hidupnya. Gaya hidup yang kurang baik pada masa muda
akan berakibat buruk pada masa tuanya. Missal, gaya hidup merokok, akan
beresiko menderita penyakit jantung dan paru-paru pada masa tuanya.
e. Lingkungan
Setiap orang dipeengaruhi oleh lingkungan hidupnya orang yang hidup di
kota besar kemungkinan besar terpajan oleh polusi dibandingkan orang yang
hidup di desa, di daerah pegunungan.
f. Stress
Setiap orang mempunyai kemampuan untuk mengatasi masalah dan
mengendalikan emosinya. Tingkat stress yang tinggi berpengaruh pada masa
tua seseorang.
5. Perubahan Sistem Tubuh Lansia
Menurut Effendi (2009), perubahan sistem tubuh lansia dan penjelasannya antara
lain:
a) Sel
Pada lansia jumlah selnya akan lebih sedikit dan ukurannya akan lebih besar.
Cairan tubuh dan cairan intraseluler akan berkurang. Proporsi protein di otak,
otot ginjal darah dan hati juga ikut berkurang. Jumlah sel otak akan menurun,
mekanisme perbaikan sel akan terganggu dan otak menjadi atrofi.
b) Sistem persyarafan
Rata-rata berkurang neocortical sebesar 1 per detik, hubungan persyarafan
cepat menurun, lambat dalam merespon baik dari gerakan maupun jarak
waktu, khususnya dengan stress, mengecilnya saraf pancaindra, serta menjadi
kurang sensitif terhadap sentuhan.
c) Sistem pendengaran
Gangguan pada pendengaran (prebiakusis), membran timpani mengalami
atrofi, terjadi pengumpulan dan pergeseran serum karena peningkatan keratin,
pendengaran menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa atau
stress.
d) Sistem penglihatan
Sclerosis pada sfingter pupil dan hilangnya respon terhadap sinar, kornea
lebih berbentuk seperti bola (sferis), lensa lebih suram (keruh) dapat
menyebabkan katarak, meningkatnya ambang pengamatan sinar dan daya
adaptasi terhadap kegagalan menjadi lebih lambat dan sulit untuk melihat
dalam keadaan gelap, hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang
pandang dan menurunnya daya untuk membedakan antara warna biru dengan
hijau pada skala pemeriksaan.
e) Sistem kardiovaskuler
Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi kaku,
kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahunsesudah
berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volumenya. Kehilangan elastisitas pembulu darah, kurangnya efektifitas
pembulu darah perifer untuk oksigenasi, sering terjadi postural hipotensi,
tekanan darah meningkat diakibatkan oleh meningkatnya resistensi dari
pembulu darah perifer.
f) Sistem pengaturan suhu tubuh
Suhu tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis ±35ºC, hal ini diakibatkan
oleh metabolisme yang menurun, keterbatasan reflex menggigil dan tidak
dapat memproduksi panas yang banyak, sehingga terjadi rendahnya aktivitas
otot.
g) Sistem pernapasan
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunya
aktivitas dari silia, paru-paru kehilangan elektisitas sehingga kapasitas residu
meningkat, menarik napas lebih barat, kapasitas pernapasan maksimum
menurun dan kedalaman bernapas menurun ukuran alveoli melebar dan
normal dan jumlah berkurang, oksigen pada arteri menurun menjadi
75mmHg, kemampuan untuk batuk berkurang dan penurunan otot
pernapasan.
h) Sistem Gastrointestinal
Kehilangan gigi, indra pengecapan mengalami penurunan,esophagus melebar,
sensitivitas akan rasa lapar menurun, produksi asam lambung dan waktu
pengosongan lambung menurun, peristaltic lemah dan biasanya timbul
konstipasi, fungsi absorbs menurun, hati (liver) semakin mengecil dan
menurunya tempat penyimpanan, serta berkurangnya suplai aliran darah.
i) Perubahan psikososial
Perubahan psikososial terjadi terutama setelah seseorang mengalami pension.
Berikut ini adalah hal-hal yang akan terjadi pada masa pensiun.
1) Kehilangan sumber finansial atau pemasukan (income) berkurang
2) Kehilangan status karena dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup
tinggi, lengkap dan segala fasilitasnya.
3) Kehilangan teman atau relasi
4) Kehilangan pekerjaan atau kegiatan
5) Merasakan atau kesadaran kematian (sense of awareness of mortality)

j) Sistem endokrin
Menurunnya produksi ACTH, TSH ,FSH, dan LH, atifitas tiroid, basal
metabolic rate (BMR), daya pertukaran gas, produksi aldosterone, serta
sekresi hormone kelamin seperti progesterone, dan testosteron.
k) Sistem integumen
Kulit menjadi keriput akibat kehilangan lemak, permukaan kulit kasar dan
bersisik, menurunya respon terhadap trauma, mekanisme proteksi kulit
menurun, kulit kepala dan rambut menipis serta berwarna kelabu, rambut
dalam hidung dan telinga menebal, berkurangnya elastisitas akibat
menurunya cairan dan vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku
jari menjadi keras dan rapuh, kuku kaki tumbuh secara berlebihan seperti
tanduk, kelenjar keringat berkurang jumlahnya dan fungsinya, kuku menjadi
pudar dan kurang bercahaya.
l) Sistem musculoskeletal
Faktor-faktor yang mempengaruhi mental adalah perubahan fisik, kesehatan
umum, ingat pendidikan, keturunan (hereditas), lingkungan, tingkat
kecerdasan (intellegence question-IQ), dan kenangan (memory).
m) Sistem Genitourinaria
Ginjal mengecil gdan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun
hingga 50%, fungsi tubulus berkurang (berakibat pada penurunan
kemampuan ginjal untuk mengonsentrasikan urine, berat jenis urine menurun,
proteinuria biasanya +1), blood urea nitrogen (BUN) meningkat hingga 21mg
%, nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat. Otot-otot kandung kemih
(vesica urinaria)melemah, kapasitasnya menurun hingga 200ml dan
menyebabkan frekuensi buang air kecil meningkat, kandung kemih sulit
dikosongan sehingga meningkatkan retensi urine. Pria dengan usia 65 tahun
ke atas sebagaian besar mengalami pembesaran prostat hingga ±75% dari
besar normalnya.
B. Konsep Demensia
1. Pengertian Demensia
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual umum yang mengganggu fungsi
sosial dan pekerjaan [ CITATION Eni20 \l 1057 ]. Dimensia alzheimer adalah
penyakit deganeratif otak yang progresif, yang mematikan sel otak sehigga
mengakibatkan menurunya daya ingat, kemampuan berpikir, dan perubahan
perilaku. Dimensia alzheimer merupakan penyakit neurodegeneratif progresif
dengan gambaran klinis dan patologi yang khas, berfariasi dalam awitan, umur,
berbagai gambar gangguan kognitif, dan kecepatan pemburukannya. Penyakit
alzheimer ditemukan oleh seorang dokter ahli saraf dari jerman yang bernama Dr.
Alois Alzheimer pada tahun 1906 penyakit ini 60% menyebabkan kepikunan atau
dimensia dan diperkirakan akan meningkat terus, bahkan diramalkan
pertumbuhannya akan lebih cepat dari padakecepatan pertambahan jumlah
penduduk usia diatas 65 tahun.
2. Penyebab Demensia Menurut[ CITATION Nug09 \l 1057 ]
1) Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal
kelainan yaitu : terdapat pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi pada
system enzim, atau pada metabolism
2) Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat diobati,
penyebab utama dalam golongan ini diantaranya : Penyakit degenerasi spino
– serebelar
a) Sub akut leuko-eselfalitis sklerotik fan bogaert
b) Khores Hungtington.
3) Sindrome demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam
golongan ini diantranya :
a) Penyakit cerrebro kardioavaskuler
b) penyakit Alzheimer.
3. Patofisiologi Demensia
Proses menua tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya demensia.
Penuaan menyebabkan terjadinya perubahan anatomi dan biokimiawi di susunan
saraf pusat yaitu berat otak akan menurun sebanyak sekitar 10 % pada penuaan
antara umur 30 sampai 70 tahun. Berbagai faktor etiologi yang telah disebutkan di
atas merupakan kondisi-kondisi yang dapat mempengaruhi sel-sel neuron korteks
serebri. Penyakit degeneratif pada otak, gangguan vaskular dan penyakit lainnya,
serta gangguan nutrisi, metabolik dan toksisitas secara langsung maupun tak
langsung dapat menyebabkan sel neuron mengalami kerusakan melalui
mekanisme iskemia, infark, inflamasi, deposisi protein abnormal sehingga jumlah
neuron menurun dan mengganggu fungsi dari area kortikal ataupun subkortikal.
Di samping itu, kadar neurotransmiter di otak yang diperlukan untuk proses
konduksi saraf juga akan berkurang. Hal ini akan menimbulkan gangguan fungsi
kognitif (daya ingat, daya pikir dan belajar), gangguan sensorium (perhatian,
kesadaran), persepsi, isi pikir, emosi dan mood. Fungsi yang mengalami gangguan
tergantung lokasi area yang terkena (kortikal atau subkortikal) atau penyebabnya,
karena manifestasinya dapat berbeda. Keadaan patologis dari hal tersebut akan
memicu keadaan konfusio akut demensia [ CITATION Boe09 \l 1057 ].
4. Manifestasi Klinis Demensia
Gejala klinis demensia berlangsung lama dan bertahap sehingga pasien dengan
keluarga tidak menyadari secara pasti kapan timbulnya penyakit. Gejala klinik
dari demensia [ CITATION Nug09 \l 1057 ] menyatakan jika dilihat secara umum
tanda dan gejala demensia adalah :
1) Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, lupa
menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
2) Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan,
tahun, tempat penderita demensia berada.
3) Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar,
menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau
cerita yang sama berkali-kali.
4) Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah
drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain,
rasa takut dan gugup yang tak beralasan.
5) Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut
muncul.
6) Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah.

5. Klasifikasi Demensia
Berdasarkan umur, perjalanan penyakit, kerusakan struktur otak,sifat klinisnya
dan menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia
III (PPDGJ III).
1) Menurut Umur:
a. Demensia senilis (>65th)
b. Demensia prasenilis (<65th).
2) Menurut perjalanan penyakit.
a. Reversibel.
b. Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural
c. hematoma, Defisiensi vitamin B.
d. Hipotiroidism, intoksikasi Pb
3) Menurut kerusakan struktur otak
a. Tipe Alzheimer.
b. Tipe non-Alzheimer.
c. Demensia vaskular.
d. Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia.
e. Demensia Lobus frontal-temporal.
f. Demensia terkait dengan HIV-AIDS.
g. Morbus Parkinson.
h. Morbus Huntington.
i. Morbus Pick.
j. Morbus Jakob-Creutzfeldt.
k. Sindrom Gerstmann-Sträussler-Scheinker
6. Pathway Demensia
C.
Pembentukan β-amyloid
D.
E.
oksidasi Excitotoxicity F.
Agregasi β-amyloid Inflamasi Hiperfospolirasi protein
tau
G.
H.
Plak I.senelis dengan aktivasi Neurofibrilary tangles
J. mikrogial
K.
Kematian sel neuron
L.
M.
Deficit neurotransmitter N.Abnormalitas kognitif dan perilaku (Alzheimer)
O.
Dementia Alzheimer P. Penyakit Cerebrovaskuler
Kematian sel otak yg Q.
massif
R. Infark multiple di
Hilangnya memori/ ingatan Abnormalitas
S. otak
jangka pendek substansia alba
Tremor, T.
Ketidakmampuan U.
menggunakan Perubahan Hemisfer kiri
V. Proses pikir otak rusak
benda, mudah lupa
W.
X. Gangguan kognitif
Penurunan Dementia vaskular
Y.
kemampuan
Z.
melakukan aktifitas Gejala neuropsikiatrik
AA. Peningkatan Kelemahan
BB. reflek anggota gerak
Kurang perawatan diri Perubahan Halusinasi tendon
CC.
nafsu makan
DD. kelainan gaya berjalan
EE. perubahan
Risiko Mudah Peru
nutrisi
FF. lebih dari baha kurang koordinasi gerakan
tersinggung,
GG.kebutuhan n
tingkah laku
HH. perse
defensive, Risiko cedera
Kehilangan
II. depresi Agitasi, disorientasi
fungsi
JJ.
neurologis,
KK. Sindro
Klg malu, imobilisasi Koping klg
tonus otot
LL. m
secara social, sulit tdk efektif
stress
MM.
Nokturia, inkontinensia mengambil keputusan
NN.
konstipasi,
OO. Klg perlu bantuan untuk mempertahankan
PP.
Perubahan pola eliminasi lingkungan rumah
QQ.
RR. Perubahan kesejahteraan psikososial, Perubahan kesehatan atau pemeliharaan
kewaspadaan ps thd kesalahan persepsi pada
SS. kesehatan , penatalaksanaan pemeliharaan
reaksi klg rumah
TT.
Denial, ekspresi
UU. rasa bersalah Kesulitan tidur

VV.
Antipasi berduka Perubahan
pola tidur
WW.
XX.

Keterangan:
Penyebab Demensia Alzheimer Penyebab Demensia Vaskular

Dementia Vaskular
Demensia tipe Alzheimer
7. Pencegahan
Masalah Keperawatan
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia
diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan
fungsi otak, seperti :
1) Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol
dan zat adiktif yang berlebihan
2) Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan
setiap hari.
3) Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif, seperti
Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
4) Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang
memiliki persamaan minat atau hobi
5) Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam
kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.
8. Penatalaksanaan Demensia
Penatalaksanaan pada pasien dengan demensia antara lain sebagai
berikut :
6) Farmakoterapi
Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan; Untuk
mengobati demensia alzheimer digunakan obat - obatan antikoliesterase
seperti Donepezil, Rivastigmine, Galantamine, Memantine. Demensia
vaskuler membutuhkan obat-obatan anti platelet seperti Aspirin, Ticlopidine,
Clopidogrel untuk melancarkan aliran darah ke otak sehingga memperbaiki
gangguan kognitif. Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat
diobati, tetapi perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan
dengan mengobati tekanan darah tinggi atau kencing manis yang
berhubungan dengan stroke.
7) Dukungan atau Peran Keluarga
Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita
tetap memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam
dinding.
8) Terapi Simtomatik
Pada penderita penyakit demensia dapat diberikan terapi simtomatik,
meliputi:
a) Latihan fisik yang sesuai
b) Terapi rekreasional dan aktifitas
9. Komplikasi Demensia Menurut [ CITATION Kus10 \l 1057 ]
9) Peningkatan resiko infeksi di seluruh bagian tubuh yang terdiri dari:
a) Ulkus diabetikus
b) Infeksi saluran kencing dan
c) Pneumonia.
10) Thromboemboli, infarkmiokardium:
a) Kejang,
b) Kontraktur sendi,
c) Kehilangan kemampuan untuk merawat diri,
d) Malnutrisi dan dehidrasi akibat nafsu makan dan kesulitan
e) Menggunakan peralatan.
10. Konsep Asuhan Keperawatan [ CITATION DJI18 \l 1057 ]
A. Pengkajian
a) Data subyektif:
Pasien mengatakan mudah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi,
dan tidak mampu mengenali orang, tempat dan waktu.
b) Data Obyektif:
Pasien kehilangan kemampuannya untuk mengenali wajah, tempat dan
objek yang sudah dikenalnya dan kehilangan suasana keluarganya (belum
spesifik), Pasien sering mengulang-ngulang cerita yang sama karena lupa
telah menceritakannya. Terjadi perubahan ringan dalam pola berbicara;
penderita menggunakan kata-kata yang lebih sederhana, menggunakan
kata-kata yang tidak tepat atau tidak mampu menemukan kata-kata yang
tepat.
B. Keadaan Umum
11) Tingkat kesadaran:
E : 5, V:4, M: 6
12) Identitas
Indentias klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa/latar
belakang kebudayaan, status sipil, pendidikan, pekerjaan dan alamat.
13) Riwayat Psikososial Konsep diri
a) Gambaran diri, stresor yang menyebabkan berubahnya gambaran diri
karena proses patologik penyakit.
b) Identitas, bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan individu.
c) Peran, transisi peran dapat dari sehat ke sakit, ketidak sesuaian antara
satu peran dengan peran yang lain dan peran yang ragu diman aindividu
tidak tahun dengan jelas perannya, serta peran berlebihan sementara tidak
mempunyai kemmapuan dan sumber yang cukup.
d) Ideal diri, keinginann yang tidak sesuai dengan kenyataan dan
kemampuan yang ada.
e) Harga diri, tidakmampuan dalam mencapai tujuan sehingga klien merasa
harga dirinya rendah karena kegagalannya.
14) Hubungan Sosial
Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang disingkirkan
atau kesepian, yang selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga timbul akibat
berat seperti delusi dan halusinasi. Keadaan ini menimbulkan kesepian,
isolasi sosial, hubungan dangkal dan tergantung.
15) Riwayat Spiritual
Keyakina klien terhadapa agama dan keyakinannya masih kuat.a tetapi
tidak atau kurang mampu dalam melaksnakan ibadatnmya sesuai dengan
agama dan kepercayaannya.
16) Status mental
a) Penampilan klien tidak rapi dan tidak mampu utnuk merawat dirinya
sendiri.
b) Pembicaraan keras, cepat dan inkoheren.
c) Aktivitas motorik, Perubahan motorik dapat dinmanifestasikan adanya
peningkatan kegiatan motorik, gelisah, impulsif, manerisme, otomatis,
steriotipi.
d) Alam perasaan: klien nampak ketakutan dan putus asa.
e) Afek dan emosi
Respon emosional klien mungkin tampak bizar dan tidak sesuai
karena datang dari kerangka pikir yang telah berubah. Perubahan afek
adalah tumpul, datar, tidak sesuai, berlebihan dan ambivalen
f) Interaksi selama wawancara
Sikap klien terhadap pemeriksa kurawng kooperatif, kontak mata
kurang.

17) Persepsi
Persepsi melibatkan proses berpikir dan pemahaman emosional
terhadap suatu obyek. Perubahan persepsi dapat terjadi pada satu atau kebiuh
panca indera yaitu penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman dan
pengecapan. Perubahan persepsi dapat ringan, sedang dan berat atau
berkepanjangan. Perubahan persepsi yang paling sering ditemukan adalah
halusinasi.
a) Proses berpikir
Klien yang terganggu pikirannya sukar berperilaku kohern,
tindakannya cenderung berdasarkan penilaian pribadi klien terhadap
realitas yang tidak sesuai dengan penilaian yang umum diterima.
Penilaian realitas secara pribadi oleh klien merupakan penilaian
subyektif yang dikaitkan dengan orang, benda atau kejadian yang tidak
logis (Pemikiran autistik). Klien tidak menelaah ulang kebenaran realitas.
Pemikiran autistik dasar perubahan proses pikir yang dapat
dimanifestasikan dengan pemikian primitf, hilangnya asosiasi, pemikiran
magis, delusi (waham), perubahan linguistik (memperlihatkan gangguan
pola pikir abstrak sehingga tampak klien regresi dan pola pikir yang
sempit misalnya ekholali, clang asosiasi dan neologisme.
b) Tingkat kesadaran: Kesadaran yang menurun, bingung. Disorientasi
waktu, tempat dan orang.
c) Memori: Gangguan daya ingat sudah lama terjadi (kejadian beberapa
tahun yang lalu).
d) Tingkat konsentrasi Klien tidak mampu berkonsentrasi
e) Kemampuan penilaian Gangguan berat dalam penilaian atau keputusan.
18) Kebutuhan Klien Sehari-Hari
a) Tidur, klien sukar tidur karena cemas, gelisah, berbaring atau duduk dan
gelisah . Kadang-kadang terbangun tengah malam dan sukar tidur
kembali. Tidurnya mungkin terganggu sepanjang malam, sehingga tidak
merasa segar di pagi hari.
b) Selera makan, klien tidak mempunyai selera makan atau makannya
hanya sedikit, karea putus asa, merasa tidak berharga, aktivitas terbatas
sehingga bisa terjadi penurunan berat badan.
c) Eliminasi
Klien mungkin tergnaggu buang air kecilnya, kadang-kdang lebih
sering dari biasanya, karena sukar tidur dan stres. Kadang-kadang dapat
terjadi konstipasi, akibat terganggu pola makan.
c) Mekanisme koping
Apabila klien merasa tridak berhasil, kegagalan maka ia akan
menetralisir, mengingkari atau meniadakannya dengan mengembangkan
berbagai pola koping mekanisme. Koping mekanisme yang digunakan
seseorang dalam keadaan delerium adalah mengurangi kontak mata,
memakai kata-kata yang cepat dan keras (ngomel-ngomel) dan menutup
diri.
19) Prinsip pengkajian heat to toe
a. Kepala :
Kebersihan: untuk mengetahui adanya ketombe, kerontokan rambut serta
kebersihan secara umum..
b. Mata : adanya perubahan penglihatan
c. Hidung : untuk mengetahui hidung bersih, tidak ada luka atau lessi, tidak
ada masa, Nyeri pad sinus
d. Mulut dan tenggorokan :sakit tenggorokan, lesi dan luka pada mulut,
perubahan suara, karies.
e. Telinga : penurunan pendengaran, Telinga Perubahan pendengaran, Rabas,
Tinitus, Vertigo Sensitivitas pendengaran, Alat-alat protesa, Riwayat
infeki.
f. Dada (Torax): mengetahui Bentuk dada dari posisi anterior dan posterior,
ada tidaknya deviasi, ada tidaknya bendungan vena pada dinding dada.
g. Abdomen: Bentuk distended/flat/lainnya, nyeri tekan, Bising usus: kali/
menit
h. Genetalia : bersih atau tidak, terdapat lesi atau tidak, terdapat kelainan atau
tidak
i. Ekstremitas: Kekuatan otot
j. Integumen : terdapat lesi atau tidak, kondisi kulit
YY.Diagnosa Keperawatan Demensia
1) Kerusakan Memori dengan koden 00131
2) Resiko Jatuh dengan kode 00155
3) Defisit Perawatan Diri dengan kode 00131
4) Hambatan Komunikasi Verbal dengan kode 00051
ZZ. Intervensi Demensia
1) Diagnosa kerusakan memori dengan kode 00131
Batasan karakteristik:
Ketidakmampuan membuat ketrampilan yang telah di pelajari,
ketidakmampuan mengingat informasi faktual, ketidakmampun
mengimgat perilaku tertentu yang pernah di lakukan, tidak mampu
mengingat peristiwa yang baru saja terjadi, tidak mampu menyimpan
informasi baru, mudah lupa.
NOC:
a) Mengenal kapan klien lahir,
b) Mengenal orang atau hal penting,
c) Mengenal hari bulan tahun dengan benar,
d) Klien mampu memperhatikan dan mendengarkan dengan baik,
e) Klien dapat menjawab pertanyaan dengan tepat,
f) Klien mengenal identitas diri dengan baik dan
g) Klien mengenal identitas orang disekitar dengan tepat.
NIC:
a) Stimulasi memori dengan mengulangi pembicaraan secara jelas diahir
pertemuan dengan pasien,
b) Mengenali pengalaman masa lalu dengan pasien,
c) Mennyediaakan gambar untuk mengenal ingatannnya kembali,
d) Kaji kemampuan klien dalam mengenal sesuatu (jam hari tannggal
bulan tahun).
e) Ingatkan kembali pengalaman masa lalu klien dan
f) Kaji kemampuan kemampuan klien memahami dan memproses
informasi.
2) Diagnosa Resiko Jatuh dengan kode 00055
Batasan karakteristik:
Faktor risiko, Dewasa: Usia 65 tahun atau lebih, Riwayat jatuh, Tinggal
sendiri, Prosthesis eksremitas bawah. Kognitif : gangguan fungsi kognitif
NOC:
a) Gerakan terkoordinasi : kemampuan otot untuk bekerjasama secara
volunter untuk melakukan gerakan bertujuan.
b) Kejadian jatuh: tidak ada kejadian jatuh.
c) Pengetahuan: pemahaman penjegahan jatuh.
d) Pengetahuan: kemampuan pribadi.
NIC:
a) Mengidentifikasi defisit kognitif atau fisik yang dapat meningkatkan
potensi jatuh dalam lingkungan tertentu.
b) Mengidentifiksi perilaku dan faktor yang mempengaruhi resiko jatuh.
c) Mendorong pasien untuk menggunakan tongkat atau alat bantu berjalan.
d) Sarankan alas kaki yang aman (tidak licin).
e) Dorong aktifitas fisik pada siang hari.(menyapu, menyiram bunga agar
pasien tidak dapat waktu untuk jalan).
f) Pasang palang pegangan keselamatan kamar mandi.
3) Hambatan Komunikasi Verbal dengan kode 00051
Batasan Kharateristik:
Disorientasi orang, ruang, waktu, kesulitan nmemahami komunikasi,
menolak bicara,tidak ada kontak mata, tidak bicara, ketidak tepatan
verbalisasi ketidak mampuan menggunakan ekspresi wajah.
NOC:
1) Berkomunikasi : penerimaan interpretasi dan ekspresi pesan.
2) Lisan, tulisan dan non verbal meningkat,
3) Pengolahan informasi klien mampu untuk memperoleh mengatur,
menggunakan informasi.
4) Mampu memanajemen, kemampuan fisik yang di miliki.
5) Komunikasi ekspresif : (kesulitan berbicara, eksresi, pesan verbal atau
non verbal, yang bermakna.
NIC:
1) Gunakan penerjemah jika diperlukan.
2) Berikan satu kata simpel saat bertemu (selamat pagi)
3) Dorong pasien untuk bicara perlahan.
4) Dengarkan dengan penuh perhatian berdiri didepan pasien .
5) Gunakan kartu baca, gambar, dan lain-lain.
6) Anjurkan untuk berbicara dalam kelompok wisma.
7) Anjurkan untuk memberi stimulus komunikasi.
4) Diagnosa Defisit perawatan diri : ( Mandi 00108)
Batasan karakteristik:
Ketidakmampuan membasuh tubuh, ketidak mampuan mengakses kamar
mandi, ketidak mampuan mengambil perlengkapan mandi.
Katidakmampuan mengatur air mandi, ketidakmampuan menjangkau
sumber air.
NOC :
1) Mengambil alat/ bahan mandi.
2) Mandi di bak mandi
3) Mandi dengan bersiram dan menggunakan sabun
4) Mencuci badan bagian atas dan bawah
5) Mengeringkan badan menggunakan handuk.
NIC:
1) Mandikan pasien dengan tepat
2) Bantu pasien menyiapkan handuk, sabun dan sampho di kamar mandi
3) Dorong pasien untuk mandi sendiri
4) Berikan bantuan sampai pasien benar- benar mampu merawat dirinya
secara mandiri.
5) Sediakan lingkungan yg teraupetik dengan memastikan kehangatan,
suasana rileks dan nyaman serta menjaga privasi pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Darmojo, B. . ( 2009). Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Edisi 4. Jakarta: FKUI.
DJIBRAEL, F. F. (2018). ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA Ny. F.P DENGAN
DEMENSIA DI WISMA TERATAI UPT PANTI SOSIAL PENYANTUN
LANJUT USIA BUDI AGUNG KUPANG. KTI.
Enie Novieastari, K. I. (2020). Dasar-Dasar Keperawatan. Singapore: Elsevier
Singapore Pte Ltd.
Kushariyadi. (2010). Askep pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika.
Nugroho, H. W. (2009). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik Edisi 3. Jakarta: EGC.
Nugroho, w. (2016). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik Edisi 3. jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Padila. (2013). Buku Ajar Keperawatan Gerontik . Bengkulu: Nuha Medika Jl. Sadewa
No. 1 Sorowajan Baru, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai