Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lanjut usia (lansia) merupakan suatu keadaan atau proses alamiah yang
terjadi di dalam kehidupan manusia. Memasuki usia tua terjadi banyak
perubahan baik itu perubahan fisik dan fungsi, perubahan mental dan perubahan
psikososial (Nugroho, 2008). Lanjut usia merupakan salah satu fase hidup yang
akan dialami oleh setiap manusia, meskipun usia bertambah dengan diiringi
penurunan fungsi organ tubuh tetapi lansia tetap dapat menjalani hidup sehat.
Salah satu hal yang paling penting adalah merubah kebiasaan. Tidak hanya
meninggalkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan, tetapi
beberapa pola hidup sehat seperti olah raga dan menjaga pola makan memang
harus dilaksanakan (PKPU Lembaga Kemanusiaan Nasional, 2011).
World Population Data Sheet yang dilansir Population Reference
Bureau (PRB) memperkirakan bahwa penduduk lansia di dunia yang berusia 65
tahun ke atas pada tahun 2012 mencapai 8% dari 7 milyar penduduk dunia atau
berjumlah sekitar 564 juta jiwa. Sebanyak 53% dari seluruh penduduk lansia
dunia itu berada di Asia (BKKBN, 2012). Indonesia termasuk dalam lima besar
negara dengan jumlah lanjut usia terbanyak di dunia. Berdasarkan sensus
penduduk pada tahun 2010, jumlah lanjut usia di Indonesia yaitu 18,1 juta jiwa
(7,6% dari total penduduk). Pada tahun 2015, jumlah penduduk lanjut usia di
Indonesia menjadi 18,781 juta jiwa dan diperkirakan pada tahun 2025,
jumlahnya akan mancapai 36 juta jiwa sedangkan jumlah penduduk lanjut usia
di Jawa Timur pada tahun 2015 sebanyak 11,5 juta jiwa (Badan Pusat Statistik,
2015)
Proses menjadi tua selalu disertai oleh menurunnya proses mental dengan
beberapa kesulitan dalam memasukkan bahan-bahan baru pada ingatan (Kaplan
dan Saddock, 2008). Pengaruh proses penuaan menimbulkan berbagai masalah
baik secara fisik, mental maupun sosial ekonomi. Penurunan biopsikososial
pada lansia seringkali diikuti munculnya konflik yang dialami oleh lansia.

1
(Neugarten, 2007) menguraikan bahwa konflik utama yang dialami lansia
mempunyai hubungan dengan pelepasan kedudukan dan otoritasnya, serta
penilaian terhadap kemampuan, keberhasilan, kepuasaan yang di peroleh
sebelumnya, hal ini berlaku baik pada pria dan wanita. Rasa tersisih, tidak
dibutuhkan, dan ketidakmampuan menemukan jalan keluar dari masalah yang
timbul akibat dari proses penuaan merupakan penyebab munculnya
permasalahan psikologi pada lansia ( Papalia,2009 ).
Kemunduran yang dialami oleh lansia serta kurangnya dukungan dari
keluarga sangat mempengaruhi kualitas hidup lansia itu sendiri seperti , karena
kualitas hidup itu sendiri dipertimbangkan melalui status fisik, psikologis,
sosialnya seperti yang dikatakan oleh para ahli seperti Polinsky (dalam
Nurchayati, 2010) yang mengatakan bahwa untuk mengetahui bagaimana
kualitas hidup seseorang maka dapat diukur dengan mempertimbangkan status
fisik, psikologis, sosial dan kondisi penyakit. Kualitas hidup lansia telah
menjadi relevan dengan pergeseran demografi ke arah masyarakat penuaan.
Ada indikasi bahwa konsep dan kekhawatiran yang terkait dengan kualitas
hidup pada orang-orang lanjut usia yang berbeda dengan populasi umum.
Mayoritas orang tua mengevaluasi kualitas hidup yang positif atas dasar kontak
sosial, ketergantungan, kesehatan, keadaan material, dan perbandingan sosial
(Kuar et all, 2015). Kualitas hidup lansia terus menurun seiring dengan semakin
bertambahnya usia. Penurunan kapasitas mental, perubahan peran sosial,
dementia (kepikunan), juga depresi yang sering diderita oleh lansia ikut
memperburuk kondisi mereka. Belum lagi berbagai penyakit degeneratif yang
menyertai keadaan lansia membuat mereka memerlukan perhatian ekstra dari
orang disekelilingnya. Merawat lansia tidak hanya terbatas pada perawatan
kesehatan fisik saja namun juga pada faktor psikologis dan sosiologis (Raudhah,
2012).
Berdasarkan hal di atas dan mengingat pentingnya peran perawat dalam
memberikan pelayanan keperawatan pada lansia, maka diharapkan perawat
mampu memberikan pelayanan yang baik. Yaitu dari segi faktor psikologis
maupun sosiologis. Karena pada dasarnya dalam memberikan perawatan pada
lansia tidak hanya terbatas pada perawatan fisiknya saja.

2
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian lanjut usia?
2. Apa saja batasan lansia?
3. Bagaimana proses menua?
4. Apa saja tipe-tipe orang tua?
5. Bagaimana pendekatan perawatan lansia?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan dari ditulisnya makalah ini ialah untuk mengetahui konsep lanjut
usia (lansia)

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui apa pengertian lanjut usia.
2. Mengetahui batasan-batasan lansia.
3. Mengetahui proses menua.
4. Mengetahui tipe-tipe orang tua.
5. Mengetahui pendekatan asuhan pada lansia.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Lansia


Lansia merupakan sekelompok orang yang sedang mengalami proses
perubahan baik anatomi, fisiologi dan biokimia dalam jangka waktu tertentu
pada jaringan atau organ. Proses penuaan tersebut akan mempengaruhi fungsi
dan kemampuan tubuh lansia. Lansia dapat didefinisikan secara kronologis dan
biologis. Lansia kronologis dapat dengan mudah dihitung dan diketahui,
sedangkan lansia biologis dilihat dari keadaan jaringan tubuhnya (Fatmah,
2010). Sedangkan penuaan merupakan proses hilangnya kemampuan jaringan
secara bertahap untuk memperbaiki/mengganti diri dan mempertahankan
struktur dan fungsinya secara normal. Proses tersebut akan menyebabkan tubuh
tidak tahan terhadap infeksi dan kerusakan yang ada. Banyak konsep dan teori
yang dikemukakan terkait proses penuaan antara lain sebagai berikut.
(Darmojo, 2010).
Di negara maju, seseorang dapat dikatakan lansia apabila berusia sama
dengan atau lebih dari 65 tahun, sedangkan di negara sedang berkembang, yang
disebut sebagai lansia adalah seseorang dengan usia sama dengan atau lebih
dari 60 tahun (Oenzil, 2012). Menurut WHO, berdasarkan usia lansia dibagi
menjadi empat kelompok yaitu usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun;
lansia (elderly) 60-74 tahun; lansia tua (old) 75-90 tahun; usia sangat tua (very
old) usia diatas 90 tahun (Fatmah, 2010).

2.2 Batasan Lansia


Batasan Lansia Berikut ini batasan-batasan usia yang mencakup batasan usia
lansia dari berbagai pendapat ahli (Azizah, 2011):
1. Menurut world health organization (WHO), ada empat tahapan usia, yaitu:
a. Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun.

4
c. Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun.
d. Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun.
2. Depkes RI (2013) mengklasifikasikan lansia dalam kategori berikut :
a. Pralansia, seseorang yang berusia anatra 45-59 tahun.
b. Lansia, seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia resiko tinggi, seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih
dengan masalah kesehatan.
d. Lansia potensial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan
atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa.
e. Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya mencari nafkah
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

2.3 Proses Menua


Menua merupakan proses yang terjadi terus menerus secara alamiah
(Ratmini dan Arifin, 2011). Tahap dewasa merupakan tahapan dalam mencapai
titik perkembangan yang maksimal. Setelah itu tubuh akan mulai menyusut dan
mengalami penurunan fungsi secara perlahan-lahan (Siti, Mia, Rosidawati,
Jubaedi, Batubara, 2012).
Menua (aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita
(Martono dan Pranaka, 2011).
Ada dua jenis teori penuaan yaitu, teori biologi dan teori psikososial.
Teori biologis meliputi teori genetik dan mutasi, teori imunologis, teori stress,
teori radikal bebas, teori rantai silang, teori menua akibat metabolisme. Teori
psikososial meliputi pelepasan, teori aktivitas, teori interaksi sosial, teori
kepribadian berlanjut, teori perkembangan (Stanley, 2010).

5
1. Teori Biologi
a. Teori Genetik dan Mutasi
Teori genetik menyatakan bahwa menua itu telah terprogram secara
genetik untuk spesies tertentu. Teori ini menunjukkan bahwa menua
terjadi karena perubahan molekul dalam sel tubuh sebagai hasil dari
mutasi spontan yang tidak dapat dan yang terakumulasi seiring dengan
usia. Sebagai contoh mutasi sel kelamin sehingga terjadi penurunan
kemampuan fungsional sel (Aru et al., 2009).
b. Teori Imunologis
Menua merupakan suatu alternatif yang diajukan oleh Walford
(1965). Teori ini menyatakan bahwa respon imun yang tidak
terdiferensiasi meningkat seiring dengan usia. Mutasi yang berulang
dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh
mengenali dirinya sendiri. Jika mutasi merusak membran sel akan
menyebabkan sistem imun tidak mengenal dirinya sendiri sehingga
merusaknya. Hal inilah yang mendasari peningkatan penyakit auto-
imun pada lanjut usia (Darmajo, 2009).
c. Teori Stress
Teori stress menyatakan bahwa menua terjadi akibat hilangnya
sel-sel yang biasanya digunakan oleh tubuh. Regenerasi jaringan tidak
dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan
usaha, dan stress yang menyebabkan sel-sel tubuh lemah (Darmajo,
2009)
d. Teori Radikal Bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas dan di dalam tubuh
karena adanya proses metabolisme. Radikal bebas merupakan suatu
atom atau molekul yang tidak stabil karena mempunyai elektron yang
tidak berpasangan sehingga sangat reaktif mengikat atom atau molekul
lain yang menimbulkan berbagai kerusakan atau perubahan dalam
oksidasi bahan organik, misalnya karbohidrat dan protein. Radikal
bebas menyebabkan sel tidak dapat beregenerasi. Radikal bebas
dianggap sebagai penyebab penting terjadinya kerusakan fungsi sel.

6
Teori ini menyatakan bahwa penuaan disebabkan oleh akumulasi
kerusakan ireversibel (Darmajo, 2009).
e. Teori Rantai Silang
Teori ini menjelaskan bahwa menua disebabkan oleh lemak,
protein, kerbohidrat, dan asam nukleat atau molekul kolagen bereaksi
dengan zat kimia dan radiasi, yang mengubah fungsi jaringan yang akan
menyebabkan perubahan pada membran plasma, yang mengakibatkan
terjadinya jaringan yang kaku, kurang elastis, dan hilangnya fungsi
pada proses menua (Aru et al., 2009).
f. Teori Menua Akibat Metabolisme
Pengurangan intake kalori pada rodentia muda akan menghambat
pertumbuhan dan memperpanjang umur. Perpanjangan umur tersebut
berasosiasi dengan tertundanya proses degenerasi. Perpanjangan umur
karena penurunan jumlah kalori tersebut antara lain disebabkan karena
menurunnya salah satu atau beberapa proses metabolisme. Terjadi
penurunan pengeluaran hormon yang merangsang proliferasi sel,
misalnya insulin dan hormon pertumbuhan (Martono dan Pranaka,
2011).
2. Teori Psikososial
a. Teori Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)
Seseorang yang dimasa mudanya aktif dan terus memelihara
keaktifannya setelah menua. Sense of integrity yang dibangun dimasa
mudanya tetap terpelihara sampai tua. Teori ini menyatakan bahwa
pada lanjut usia yang sukses adalah meraka yang aktif dan ikut banyak
dalam kegiatan sosial (Azizah, 2011). Menurut Lemon et al (1972)
dalam (Marta, 2012)juga menyatakan hal yang sama dimana orang tua
yang aktif secara sosial lebih cendrung menyesuaikan diri terhadap
penuaan dengan baik.
b. Teori Kepribadian Berlanjut (Continuity Theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut
usia. Identity pada lansia yang sudah mantap memudahkan dalam
memelihara hubungan dengan masyarakat, melibatkan diri dengan

7
masalah di masyarakat, kelurga dan hubungan interpersonal (Azizah,
2011).
c. Teori Pembebasan (Disengagement Theory)
Teori disengagment (teori pemutusan hubungan),
menggambarkan proses penarikan diri oleh lansia dari peran
masyarakat dan tanggung jawabnya. Proses penarikan diri ini dapat
diprediksi, sistematis, tidak dapat dihindari, dan penting untuk fungsi
yang tepat dari masyarakat yang sedang tumbuh. Lansia dikatakan
bahagia apabila kontak sosial berkurang dan tanggung jawab telah
diambil oleh generasi lebih muda (Stanley & Beare, 2006 dalam Putri,
2013).
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia,
seseorang secara pelan tetapi pasti mulai melepaskan diri dari
kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya
(Azizah, 2011).
d. Teori Interaksi Sosial
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lanjut usia bertindak
pada suatu sistem tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai
masyarakat. Kemampuan lanjut usia untuk terus menjalin interaksi
sosial merupakan kunci untuk mempertahankan status sosialnya atas
dasar kemampuannya untuk melakukan tukar menukar. Pada lanjut
usia, kekuasaan dan prestisenya berkurang, sehigga menyebabkan
interaksi sosial mereka juga berkurang, yang tersisa hanyalah harga diri
dan kemampuan mereka untuk mengikuti perintah (Siti, Mia,
Rosidawati, Jubaedi, Batubara, 2012).
Pokok-pokok teori interaksi sosial adalah sebagai berikut :
1) Masyarakat terdiri atas aktor-aktor sosial yang erupaya mencapai
tujuannya masing-masing.
2) Dalam upaya tersebut terjadi interaksi sosial yang memerlukan
biaya dan waktu.
3) Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai, seorang aktor harus
mengeluarkan biaya.

8
4) Aktor senantiasa berusaha mencari keuntungan dan mencegah
terjadinya kerugian.
5) Hanya interaksi ekonomis saja yang dipertahankan olehnya.
e. Teori Perkembangan
Pokok-pokok dalam teori perkembangan ini adalah :
1) Masa tua merupakan saat lanjut usia merumuskan seluruh masa
kehidupannya.
2) Masa tua merupakan masa penyesusaian diri terhadap kenyataan
sosial yang baru, yaitu pensiun dan atau menduda / menjanda.
3) Lanjut usia harus menyesuaikan diri sebagai akibatnya perannya
yang berakhir didalam keluraga, kehilangan identitas, dan
hubungan sosialnya akibat pensiun, serta ditinggal mati oleh
pasangannya atau temantemannya.

2.4 Tipe-Tipe Lansia


Menurut Mangkunegoro IV dalam surat Werdatama, yang dikutip oleh H.I.
Widyapranata menyebutkan bahwa orang tua (lanjut usia) dalam literatur
lama (Jawa) dibagi dua golongan, yaitu:
1. Wong Sepuh: orang tua yang sepi hawa nafsu, menguasai ilmu “Dwi
Tunggal”, yakni mampu membedakan antara baik dan buruk, sejati dan
palsu, Gusti (Tuhan) dan kawulanya atau hambanya.
2. Wong Sepah: lanjut usia yang kosong, tidak tahu rasa, bicaranya
mulukmuluk tanpa isi, tingkah lakunya dibuat-buat dan berlebihan, serta
memalukan. Hidupnya menjadi hambar (kehilangan dinamika dan
romantika hidup).

Pujangga Ronggo Warsito (dalam surat Kalatida) menyebutkan bahwa lanjut


usia terbagi ke dalam dua kelompok, yakni:
1. Lanjut usia yang berbudi sentosa
Orang tua yang meskipun diridhoi tuhan dengan rejeki, namun tetap
berusaja terus disertai ingat dan waspada.

9
2. Lanjut Usia yang lemah
Orang tua yang berputus asa, sudah tua mau apa, sebaiknya hanya
menjauhkan diri dari keduniawian, supaya mendapat kasih sayang
Tuhan.

Sedangkan di zaman sekarang (zaman pembangungan), banyak ditemukan


bermacam-macam tipe lanjut usia. Yang menonjol antara lain:
1. Tipe arif bijaksana, yaitu kaya dengan hikmah, pengalaman,
menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan,
bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan
dan menjadi panutan.
2. Tipe mandiri, yaitu menganti kegiatan yang hilang dengan yang baru,
selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi
undangan.
3. Tipe tidak puas, yaitu konflik lahir batin menentang proses penuaan
sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani,
pengkritik dan banyak menuntut.
4. Tipe pasrah, yaitu selalu menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti
kegiatan agama dan melakukan pekerjaan apa saja.
5. Tipe bingung, yaitu mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif dan acuh
tak acuh (Nugroho, 2008)

Lanjut usia juga dapat pula dikelompokkan dalam beberapa tipe yang
bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik,
mental, sosial dan ekonominya. Tipe ini antara lain:
1. Tipe Optimis
Orang ini santai dan periang, penyesuaian cukup baik, mereka memandang
masa lanjut usia dalam bentuk bebas dari tanggung jawab dan sebagai
kesempatan untuk menuruti kebutuhan pasifnya. Tipe ini sering disebut
juga lanjut usia tipe kursi goyang (the rocking chairman).
2. Tipe kepribadian konstruktif (construction personality)

10
Orang ini memiliki integritas baik menikmati hidupnya, toleransi tinggi ,
dan fleksibel. Biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang
dan mantap sampai sangat tua. Tipe kepribadian ini biasanya dimulai dari
masa mudanya. Lansia bisa bisa menerima fakta proses menua dan
menghadapi masa pensiun dengan bijaksana dan menghadapi kematian
dengan penuh kesiapan fisik dan mental.
3. Tipe kepribadian mandiri (independent personality)
Tipe ini ada kecenderungan mengalami post power syndrome, apalagi jika
pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan
otonomi.
4. Tipe kepribadian tergantung (dependent personality)
Tipe ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila
kehidupan keluarga selalu harmonis maka lansia tidak bergejolak, tetapi
jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan
sedih yang mendalam. Tipe ini lansia senang mengalami pensiun, tidak
punya inisiatif, pasif tetapi masih tahu diri dan masih dapat diterima
dimasyarakat.
5. Tipe militan dan serius
Lanjut usia yang tidak mudah menyerah, serius, senang berjuang, bisa
menjadi panutan.
6. Tipe kepribadian bermusuhan (hostile personality).
Lanjut usia pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas
dengan kehidupannya banyak perhitungan yang tidak diperhitungkan
sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menurun.mereka
menganggap orang lain yang menyebabkan kegagalan, selalu mengeluh
dan curiga. Menjadi tua tidak ada yang diangggap baik, takut mati, dan iri
hati dengan yang muda.
7. Tipe kepribadian defensive
Tipe ini selalu menolak bantuan, emosinya tidak terkontrol, bersifat
kompulsif aktif. Mereka takut menjadi tua dan tidak menyenangi masa
pensiun.
8. Tipe kepribadian kritik diri (self hate personality)

11
Pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri
sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya. Selalu
menyalahkan diri, tidak memiliki ambisi dan merasa korban keadaan.
(Nugroho, 2008).

2.5 Pendekatan Perawatan Lansia


1. Pendekatan Fisik
Perawatan pada lansia juga dapat dilakukan dengan pendekatan fisik
melalui perhatian terhadap kesehatan, kebutuhan, kejadian yang dialami
klien lansia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat
kesehatan yang masih dapat dicapai dan dikembangkan, dan penyakit yang
dapat dicegah atau progresifitas penyakitnya. Pendekatan fisik secara
umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi 2 bagian:
a. Klien lansia yang masih aktif dan memiliki keadaan fisik yang masih
mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga dalam
kebutuhannya sehari-hari ia masih mampu melakukannya sendiri.
b. Klien lansia yang pasif, keadaan fisiknya mengalami kelumpuhan atau
sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien lansia ini,
terutama yang berkaitan dengan kebersihan perseorangan untuk
mempertahankan kesehatan (Nugroho, 2008).
2. Pendekatan psikis
Perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan
pendekatan edukatif pada klien lanjut usia. Perawat dapat berperan sebagai
pendukung dan interpreter terhadap segala sesuatu yang asing, penampung
rahasia pribadi dan sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki
kesabaran dan ketelitian dalam memberi kesempatan dan waktu yang
cukup banyak untuk menerima berbagai bdentuk keluhan agar lanjut usia
merasa puas. Perawat harus selalu memegang prinsip triple S yaitu sabar,
simpatik dan service.
Bila ingin mengubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap
kesehatan, perawat bisa melakukannya secara perlahan dan bertahap.

12
Perawat ahrus mendukung mental mereka kearah pemuasan pribadi
sehingga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak menambah beban. Bila
perlu, usahakan agar mereka merasa puas dan bahagia di masa lanjut
usianya (Nugroho, 2008).
3. Pendekatan social
Berdiskusi serta bertukar pikiran dan cerita merupakan salah satu
upaya perawat dalam melakukan pendekatan sosial. Memberi kesempatan
untuk berkumpul bersama sesame klien lanjut usia berarti menciptakan
sosialisasi mereka. Jadi, pendekatan sosial ini merupakan pegangan bagi
perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang
membutuhkan orang lain. Dalam pelaksanaannya, perawat dapat
menciptakan hubungan sosial, baik antara lanjut usia maupun lanjut usia
dengan perawat.
Perawat memberi kesempatan seluas-luasnya kepada lanjut usia
untuk mengadakan komunikasi, melakukan rekreasi. Lansia prlu
dirangsang untuk membaca surat kabar dan majalah. Dengan demikian,
perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi, baik dengan sesama
mereka maupun petugas yang secara lansung berkaitan dengan pelayanan
kesejahteraan sosial bagi lanjut usia, termasuk asuhan keperawatan lansia
dipanti sosial tresna wherda (Nugroho, 2008).

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan kajian pustaka yang telah penyusun temukan mengenai
perkembangan yang terjadi pada lansia, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Pada Usia 65 tahun seseorang dianggap telah memasuki masa lansia atau
lanjut usia. Usia tua dipandang sebagai masa kemunduran, masa
kelemahan manusiawi dan sosial sangat tersebar luas dewasa ini.
2. Orang yang memasuki usia lanjut (lansia) memiliki ciri – ciri khas,
diantaranya usia lanjut merupakan periode kemunduran, orang lanjut usia
memiliki status kelompok minoritas, menua membutuhkan perubahan
peran, dan penyesuaian yang buruk pada lansia.
3. Pada lansia biasanya mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial
sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari
lagi. Tahap usia lanjut adalah tahap di mana terjadi penuaan dan
penurunan, yang penururnanya lebih jelas dan lebih dapat diperhatikan
dari pada tahap usia baya.
4. Pada lansia terjadi banyak perubahan, diantaranya perkembangan
jasmani/fisik, perkembangan intelektual, perkembangan emosi,
perkembangan spiritual, perubahan sosial, perubahan kehidupan keluarga,
dan hubungan sosio-emosional lansia.
5. Lansia mengalami perubahan dalam kehidupannya sehingga menimbulkan
beberapa masalah dalam kehidupannya, diantaranya pada masalah fisik,
intelektual, emosi, dan spiritual. Misalnya saja dalam hal intelektual, lansia
lebih sering mengalami pikun atau sulit untuk mengingat.
6. Masalah – masalah pada lansia yang timbul karena perubahan yang terjadi
pada lansia dapat diatasi sehingga tidak perlu dikhawatirkan, apalagi kita
semua juga akan mengalami masa – masa ini.

14
3.2 Saran
Dalam keperawatan gerontik, seorang perawat hendaklah mengetahui
asuhan keperawatan yang akan diberikan terhadap klien yaitu para lansia
sehingga lansia merasa tercukupi kebutuhannya secara lebih efektif. Bagi
keluarga klien hendaklah juga mengetahui tentang cara-cara memberikan
asuhan pada lansia sehingga para lansia dapat menjalani masa tuanya dengan
lebih baik dan nyaman.

15
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, Lilik Ma’rifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Edisi 1. Jogyakarta:


Graha Ilmu.

Badan Pusat Statistik. (2015). Statistik Penduduk Lanjut Usia 2014, Jakarta : Badan
Pusat Statistik.

BKKBN. (2012). Data Lansia Indonesia. www.bkkbn.go.id [diakses 30 September


2018]

Darmojo, Boedi. (2009). Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Edisi 4. Jakarta :
Balai Penerbitan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Depkes RI. (2013). Gambaran Kesehatan Lanjut Usia. diperoleh tanggal 30


September 2018 dari
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/bul
etin-lansia.pdf

Fatimah. (2010). Merawat manusia lanjut usia. Jakarta: Trans Info Media

Martono H. Pranarka K. (2011). Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut).
Edisi 4: Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

Maryam. R.S., Ekasari. M. F., Rosidawati., Jubaedi. A., Batubara. I. (2012).


Mengenal Lanjut Usia Dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika

Oenzil, Fadil. (2012). Gizi Meningkatkan Kualitas Manula. Jakarta. EGC. Hlm 79
– 80.

16
Papalia, E. D. (2009). Human Development : Perkembangan Manusia. Jakarta:
Salemba Humanika.

Raudhah, Ismu. (2012). Kualitas hidup lansia di Graha Residen Senior Karya Kasih
Medan, Sumatera Utara. Skripsi

Stanley, M dan Beare, PG. (2010). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 3.
Jakarta : EGC

Wahyudi, Nugroho. (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Edisi 3. Jakarta :


EGC

17

Anda mungkin juga menyukai