Ditulis oleh:
Hairunnisa Agustina 17111024110043
Hanny Anggraini 17111024110044
Jihan Febriyanti 17111024110051
Juwita 17111024110052
Karmila 17111024110053
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................2
C. Tujuan................................................................................................................2
BAB II ISI
A. Pengertian..........................................................................................................4
B. Klasifikasi...........................................................................................................5
C. Etiologi...............................................................................................................6
D. Manifestasi Klinis..............................................................................................8
E. Pathway..............................................................................................................10
F. Patofisiologi........................................................................................................11
G. Komplikasi.........................................................................................................11
H. Diagnosis............................................................................................................13
I. Pemeriksaan Penunjang....................................................................................13
J. Penatalaksanaan................................................................................................14
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian.........................................................................................................16
B. Diagnosa Keperawatan.....................................................................................19
C. Perencanaan Keperawatan..............................................................................19
D. Implementasi.....................................................................................................23
E. Evaluasi..............................................................................................................26
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................................34
B. Saran...................................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes mellitus merupakan penyakit paling berbahaya dan mematikan serta terjadi
dihampir seluruh penduduk dunia termasuk Indonesia. Prevalensi penderita diabetes
melitus (DM) di Indonesia menempati urutan keempat dunia dan dari seluruh populasi
hampir 40 % mengalami DM, (American Diabetes Association. 2014). Pada tahun 2010
diperkirakan jumlah penderita DM di Indonesia 5 juta dan dunia 239,9 juta, hal ini akan
terus terjadi peningkatan setiap tahun sejalan perubahan gaya hidup masyarakat, (Depkes
RI. 2012).
Menurut WHO, menyebutkan bahwa lebih dari 382 juta jiwa orang didunia termasuk
Indonesia telah mengindap penyakit diabetes mellitus. Prevalensi DM di Indonesia akan
mengalami peningkatan secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030
prevalensi Diabetes mellitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang. Selain itu,
diabetes mellitus menduduki peringkat ke enam penyebab kematian terbesar di Indonesia,
(Riskesdas. 2013).
Orang lanjut usia mengalami kemunduran dalam sistem fisiologisnya seperti kulit
yang keriput, turunnya tinggi badan, berat badan, kekuatan otot, daya lihat, daya dengar,
kemampuan berbagai rasa (senses), dan penurunan fungsi berbagai organ termasuk apa
yang terjadi terhadap fungsi homeostatis glukosa, sehingga penyakit degeneratif seperti
DM akan lebih mudah terjadi (Rochmah, 2006). Umur secara kronologis hanya
merupakan suatu determinan dari perubahan yang berhubungan dengan penerapan terapi
obat secara tepat pada orang lanjut usia. Terjadi perubahan penting pada respon terhadap
beberapa obat yang terjadi seiring dengan bertambahnya umur pada sejumlah besar
individu (Katzung, 2004).
Diabetes Mellitus (DM) pada geriatri terjadi karena timbulnya resistensi insulin pada
usia lanjut yang disebabkan oleh 4 faktor : pertama adanya perubahan komposisi tubuh,
komposisi tubuh berubah menjadi air 53%, sel solid 12%, lemak 30%, sedangkan tulang
dan mineral menurun 1% sehingga tinggal 5%. Faktor yang kedua adalah turunnya
aktivitas fisik yang akan mengakibatkan penurunan jumlah reseptor insulin yang siap
berikatan dengan insulin sehingga kecepatan transkolasi GLUT-4 (glucosetransporter-4)
1
juga menurun. Faktor ketiga adalah perubahan pola makan pada usia lanjut yang
disebabkan oleh berkurangnya gigi geligi sehingga prosentase bahan makanan karbohidrat
akan meningkat. Faktor keempat adalah perubahan neurohormonal, khususnya Insulin
Like Growth Factor-1 (IGF-1) dan dehydroepandrosteron (DHtAS) plasma (Rochmah,
2006).
Prevalensi DM pada lanjut usia (geriatri) cenderung meningkat, hal ini dikarenakan
DM pada lanjut usia bersifat muktifaktorial yang dipengaruhi faktor intrinsik dan
ekstrinsik. Umur ternyata merupakan salah satu faktor yang bersifat mandiri dalam
pengaruhnya terhadap perubahan toleransi tubuh terhadap glukosa. Dari jumlah tersebut
dikatakan 50% adalah pasien berumur > 60 tahun (Gustaviani, 2006).
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian lansia?
2. Apa pengertian diabetes mellitus?
3. Apa saja klasifikasi dari diabetes mellitus?
4. Apa saja etiologi dari diabetes mellitus?
5. Apa saja manifestasi klinis dari diabetes mellitus?
6. Bagaimana pathway dari diabetes mellitus?
7. Bagaimana patofisiologis dari diabetes mellitus?
8. Apa saja komplikasi dari diabetes mellitus?
9. Apa saja diagnosis dari diabetes mellitus?
10. Apa saja pemeriksaan penunjang dari diabetes mellitus?
11. Apa saja penatalaksanaan dari diabetes mellitus?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian lansia
2. Mengetahui pengertian diabetes mellitus
3. Mengetahui klasifikasi dari diabetes mellitus
4. Mengetahui etiologi dari diabetes mellitus
5. Mengetahui manifestasi klinis dari diabetes mellitus
6. Mengetahui pathway dari diabetes mellitus
2
7. Mengetahui patofisiologis dari diabetes mellitus
8. Mengetahui komplikasi dari diabetes mellitus
9. Mengetahui diagnosis dari diabetes mellitus
10. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari diabetes mellitus
11. Mengetahui penatalaksanaan dari diabetes mellitus
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
1. Pengertian Lansia
Lansia merupakan sekumpulan orang atau populasi yang berisiko (population at
risk) yang semakin tinggi jumlahnya. Menurut Allender, Rector, dan Warner (2014)
bahwa populasi berisiko (population at risk) merupakan kelompok orang-orang yang
memiliki masalah kesehatan yang berkemungkinan akan berkembang lebih buruk
karena adanya faktor-faktor risiko yang mempengaruhi.
Menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan
dikatakan bahwa lanjut usia merupakan seseorang yang telah mencapai usia lebih dari
60 tahun (Siti, 2008). Sedangkan menurut Depkes RI (2008), penuaan adalah suatu
proses alami yang tidak dapat dihindari secara terus-menerus dan berkesinambungan,
selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis dan biokimia pada
tubuh sehingga dapat mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara
keseluruhan. Batasan umur lansia menurut WHO dibagi menjadi 4 yaitu : middle age
(45-59 tahun), elderly old (60- 74 tahun) old (75-90 tahun), very old (di atas 90
tahun). Ada lagi yang membagi ke dalam : young old (65-74 tahun), middle old (75-
84 tahun), Old-old (usia 85 tahun ke atas) (Mauk,2010).
4
Diabetes melitus adalah sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemi
kronik akibat defisiensi skresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari
imsulin yang disertai berbagai kelainan metabolit lain akibat gangguan hormonal
yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh
darah. Diabetes melitus merupakan gangguan metabolisme kronis yang ditandai
dengan tingginya kadar gula darah sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin, hal
tersebut dapat disebabkan oleh gangguan atau difisiensi produksi insulin oleh sel beta
langerhans kelenjar panpreas atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel tubuh
terhadap insulin.
B. Klasifikasi
Diabetes melitus dapat diklasifikasikan kedalam empat kategori klinis (SmeltZer dan
Bare. 2015), yaitu :
a. Diabetes melitus tipe 1
Diabetes melitus tipe satu atau Insulin Dependen Diabetes Melitus (IDDM), dapat
terjadi disebabkan karena adanya kerusakan sel-B, biasanya menyebabkan
kekurangan insulin absolut yang disebabkan oleh proses autoimun atau idiopatik.
Umumnya penyakit ini berkembang kearah ketoasidosis diabetik yang menyebabkan
kematian.Diabetes melitus tipe 1 terjadi sebanyak 5-10 % dari semua diabetes
melitus. Diabetes melitus tipe 1 dicirikan dengan onset yang akut dan biasanya terjadi
pada usia 30 tahun (SmeltZer dan Bare. 2015).
b. Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 atau Non Insulin Dependen Diabetes Melitus (NIDDM),
dapat terjadi karena kerusakan progresif sekretorik insulin akibat resistensi insulin.
Diabetes melitus tipe 2 juga merupakan salah satu gangguan metabolik dengan
kondisi insulin yang diproduksi oleh tubuh tidak cukup jumlahnya akan tetapi
reseptor insulin dijaringan tidak berespon terhadap insulin tersebut. Diabetes melitus
tipe 2mengenai 90-95 % pasien dengan diabetes melitus. Insidensi terjadi lebih umum
pada usia 30 tahun, obesitas, herediter, dan faktor lingkungan. Diabetes melitus tipe
ini sering terdiagnosis setelah terjadi komplikasi (SmeltZer dan Bare. 2015).
c. Diabetes Melitus Tipe Tertentu
5
Diabetes melitus tipe ini dapat terjadi karena penyebab lain misalnya, defek
genetik pada fungsi sel-B, defek genetik pada kerja insulin, penyakit eksokrin
pankreas (Seperti fibrosis kistik dan pankreatitis), penyakit metabolik endokrin,
infeksi, sindrom genetik lain dan karena disebabkan oleh obat atau kimia (seperti
dalam pengobatan HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ (Smeltzer dan
Bare,2015).
d. Diabetes Melitus Gestasional
Diabetes melitus ini merupakan diabetes melitus yang didiagnosis selama masa
kehamilan, dimana intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa
kehamilan.Terjadi pada 2-5% semua wanita hamil tetapi hilang saat melahirkan
(Smeltzer dan Bare, 2015).
Tabel 2.1 Perbandingan Antara Diabetes Melitus Tipe 1 dan Tipe 2
C. Etiologi
Umumnya diabetes melitus disebabkan oleh rusaknya sebagian kecil atau sebagian
besar dari sel sel beta dari pulau pulau langerhans pada pankreas yang berfungsi
menghasilkan insulin, akibatnya tejadi kekurangan insulin. Disamping itu diabetes melitus
juga dapat terjadi karna gangguan terhadap fungsi insulin dalam memasukan glukosa
kedalam sel. Gangguan dapat terjadi karna kegemukan atau sebab lain yang belum di
ketahui. (smeltzer dan bare, 2015). Diabetes melitus atau labih dikenal dengan istilah
penyakit kencing manis mempunyai beberapa penyebab , antara lain:
6
a. Pola makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan oleh
dapat memacu timbulnya diabetes melitus. Kosumsi makanan berlebihan dan tidak di
imbangi dengan sekresi insulin dalam jumlah yang memadai dapat menyebabkan
kadar gula dalam darah meningkat dan pasitnya akan menyebabkan diabetes melitus.
b. Obesitas (kegemukan)
Orang gemuk dengan berat badan lebih dari 90kg cenderung memiliki peluang
lebih besar untuk trkena penkit diabetes melitus.Sebilan dari sepuluh orang gemuk
bepotensi untuk teserang diabets melitus.
c. Faktor genetis
Diabetes melitus dapat diariskan orang tua kepada anak. Gan penyebab diabetes
melitus akan dibawa oleh anak jika orangtuanya menderita diabetes nelitus.
Pewarisan gen ini dapat sampai ke cucu cucunya bahkan cicit walaupun resikonya
sangat kecil.
d. Bahan-bahan kimia dan obat obatan
Bahan bahan kimia dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan radang
pangkreas, radang pada pangkreas akan mengakibatkan fungsi pankres menurun
sehingga tidak ada sekresi hormon hormon untuk pross metabolism tubuh termasuk
insulin. Segala jenis residu obat yang terakumulasi dalam waktu yang lama dapat
mengiritasi pankreas.
e. Penyakit dan infeksi pada pankreas
Infeksi mikro organisme dana virus pada pankreas juga dapat menyebabkan
radang pankreas yang otomatis akan menyebabkan fungsi pankreas turun sehingga
tidak ada sekresi hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin.
Penyakit seperti kolesterol tinggi dan dislipedemia dapat meningkatkan resiko terkena
diabetes melitus.
f. Pola Hidup
Pola hidup juga sangat mempengaruhi fakor penyebab diabetes melitus. Jika
orang malas berolah raga memiliki resiko lebih tinggi untuk terkena penyakit diabetes
melitus karena olah raga berfungsi untuk membakar kalori yang tertimbun didalam
7
tubuh, kalori yang tertimbun didalam tubuh merupakan faktor utama penyebab
diabetes melitus selain disfungsi pankreas.
g. Kadar Kortikosteroid YangTinggi. Kehamilan gestasional.
h. Obat-obatan yang dapat merusak pankreas.
i. Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin
D. Manifestasi Klinis
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada lansia umumnya
tidak ada. Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang
tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan
inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya
mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau
baru terjadi pada stadium lanjut. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan
akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga
gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang
luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa
kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang
sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan
adalah:
a. Katarak
b. Glaukoma
c. Retinopati
d. Gatal seluruh badan
e. Pruritus Vulvae
f. Infeksi bakteri kulit
g. Infeksi jamur di kulit
h. Dermatopati
i. Neuropati perifer
j. Neuropati viseral
8
k. Amiotropi
l. Ulkus Neurotropik
m. Penyakit ginjal
n. Penyakit pembuluh darah perifer
o. Penyakit koroner
p. Penyakit pembuluh darah otak
q. Hipertensi
9
E. Pathway
DM Tipe 1 DMTipe 2
Penurunan BB
Pembatasan
Diit
Fleksibilitas
darah merah
Intake tidak
adekuat Defisit nutrisi
Pelepasan
O2 Risiko
Poliuria Ketidakseimbangan
cairan
Hipoksia
perifer Perfusi perifer tidak
efektif
Nyeri
Akut
10
F. Patofisiologi
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu memasukkan
glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah suatu zat atau
hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas. Bila insulin tidak ada maka glukosa tidak
dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan tetap berada di pembuluh darah yang artinya
kadar glukosa di dalam darah meningkat.
Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta pankreas.
Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan predisposisi untuk
kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun dipacu oleh aktivitas limfosit,
antibodi terhadap sel pulau langerhans dan terhadap insulin itu sendiri.
Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah insulin normal tetapi
jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang sehingga glukosa
yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah menjadi meningkat.
G. Komplikasi
Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan kronis. Yang termasuk
dalam komplikasi akut adalah hipoglikemia, diabetes ketoasidosis (DKA), dan
hyperglycemic hyperosmolar nonketocic coma (HHNC). Yang termasuk dalam komplikasi
kronis adalah retinopati diabetic, nefropati diabetic, neuropati, dislipidemia, dan hipertensi.
a. Komplikasi akut
Diabetes ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit insulin yang berat pada
jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar. Jaringan tersebut termasuk sangat sensitive
terhadap kekurangan insulin. DKA dapat dicetuskan oleh infeksi ( penyakit)
b. Komplikasi kronis:
1. Retinopati diabetic
Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada pembuluh retina.
Terdapat pula bagian iskemik, yaitu retina akibat berkurangnya aliran darah retina.
11
Respon terhadap iskemik retina ini adalah pembentukan pembuluh darah baru, tetapi
pembuluh darah tersebut sangat rapuh sehingga mudah pecah dan dapat
mengakibatkan perdarahan vitreous. Perdarahan ini bisa mengakibatkan ablasio
retina atau berulang yang mengakibatkan kebutaan permanen.
2. Nefropati diabetic
Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah glomerulosklerosis yang
nodular yang tersebar dikedua ginjal yang disebut sindrom Kommelstiel-Wilson.
Glomeruloskleriosis nodular dikaitkan dengan proteinuria, edema dan hipertensi.
Lesi sindrom Kommelstiel-Wilson ditemukan hanya pada DM.
3. Neuropati
Neuropati diabetic terjadi pada 60 – 70% individu DM. neuropati diabetic yang
paling sering ditemukan adalah neuropati perifer dan autonomic.
4. Displidemia
Lima puluh persen individu dengan DM mengalami dislipidemia.
5. Hipertensi
Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan penyakit ginjal,
mikroalbuminuria, atau proteinuria. Pada pasien dengan DM tipe 2, hipertensi bisa
menjadi hipertensi esensial. Hipertensi harus secepat mungkin diketahuin dan
ditangani karena bisa memperberat retinopati, nepropati, dan penyakit
makrovaskular.
6. Kaki diabetic
Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu neuropati, iskemia, dan
sepsis. Biasanya amputasi harus dilakukan. Hilanggnya sensori pada kaki
mengakibatkan trauma dan potensial untuk ulkus. Perubahan mikrovaskuler dan
makrovaskuler dapat mengakibatkan iskemia jaringan dan sepsis. Neuropati,
iskemia, dan sepsis bisa menyebabkan gangrene dan amputasi.
7. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di bawah 60 mg/dl,
yang merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat hipoglikemik oral.
Penyebab hipoglikemia pada pasien sedang menerima pengobatan insulin eksogen
atau hipoglikemik oral.
12
H. Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan
glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan
bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dengan pemeriksaan
glukosa darah kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar
adanya glukosuria.
Kriteria diagnosis DM:
1. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL. Puasa adalah kondisi tidak ada
asupan kalori minimal 8 jam, atau
2. Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200 mg/dL 2 jam setelah tes toleransi glukosa oral
(TTGO) dengan beban glukosa 75 gram, atau
3. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL dengan keluhan klasik, atau
Pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5% dengan menggunakan metode yang
terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP).
I. Pemeriksaan penunjang
Menurut Barbara C. Long (1995 : 9 ) pemeriksaan diagnostik untuk
penyakit diabetes millitus adalah :
13
sewaktu : bukan
140 mg/dL diagnostik
Kriteria diagnotik unuk diabetes
millitus , GDP : 140 mg/dL. Tapi
gula darah 2 jam dan pemeriksaan
lainya > 200 mg/dL dalam 2x
pemeriksaan untuk 165 GDP <
Puasa mulai tengah malam, 140 mg/dL 2 jam natara 140-200
GDP diambil diberi 75 mg mg/dL dan pemeriksaan untuk
Tes intoleransi
glukosa, sampel darah (dan IGT : GDP < 140 mg/dL . TTGO
glukosa
urine) ditampung pada ½ dilakukan hanya pada pasien yang
oral (TTGO).GD <
1, dan 2 jam kadang bebas diit dan beraktivitaas fisik 3
115mg/dL
kadang pada2, 4, dan 5 jam hari sebelum tes, tidak dianjurkan
berikut. pad (1) hiperglekimia yang
sedang puasa (2) orang yang
mendapat thiazide, dilantin
propanolol, lasix, tiroid, estrogen,
pil KB, steroid (3) pasien yang
dirawat
Dilakukan jika TTGO merupakan
Tes toleransi
kontra indikasi kelainan
glukosa Sama untuk TTGO
gaastrointestinal yang
intravena (TTGI)
mempengaruhi glukosa
J. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin
dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta
neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah
normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1. Diet
14
Suatu perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15% Protein, 75%
Karbohidrat kompleks direkomendasikan untuk mencegah diabetes. Kandungan rendah
lemak dalam diet ini tidak hanya mencegah arterosklerosis, tetapi juga meningkatkan
aktivitas reseptor insulin.
2. Latihan
Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes. Pemeriksaan sebelum
latihan sebaiknya dilakukan untuk memastikan bahwa klien lansia secara fisik mampu
mengikuti program latihan kebugaran. Pengkajian pada tingkat aktivitas klien yang
terbaru dan pilihan gaya hidup dapat membantu menentukan jenis latihan yang mungkin
paling berhasil. Berjalan atau berenang, dua aktivitas dengan dampak rendah,
merupakan permulaan yang sangat baik untuk para pemula. Untuk lansia dengan
NIDDM, olahraga dapat secara langsung meningkatkan fungsi fisiologis dengan
mengurangi kadar glukosa darah, meningkatkan stamina dan kesejahteraan emosional,
dan meningkatkan sirkulasi, serta membantu menurunkan berat badan.
3. Pemantauan
Pada pasien dengan diabetes, kadar glukosa darah harus selalu diperiksa secara
rutin. Selain itu, perubahan berat badan lansia juga harus dipantau untuk mengetahui
terjadinya obesitas yang dapat meningkatkan resiko DM pada lansia.
4. Terapi (jika diperlukan)
Sulfoniluria adalah kelompok obat yang paling sering diresepkan dan efektif hanya
untuk penanganan NIDDM. Pemberian insulin juga dapat dilakukan untuk
mepertahankan kadar glukosa darah dalam parameter yang telah ditentukan untuk
membatasi komplikasi penyakit yang membahayakan.
5. Pendidikan
Diet yang harus dikomsumsi
Latihan
Penggunaan insulin
15
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Data Subyektif
a. Identitas
DM pada pasien usia lanjut umumnya terjadi pada usia > 60 tahun dan umumnya
adalah DM tipe II ( non insulin dependen ) atau tipe DMTTI.
b. Keluhan utama
DM pada usia lanjut mungkin cukup sukar karena sering tidak khas dan asimtomatik
(contohnya ; kelemahan, kelelahan, BB menurun, terjadi infeksi minor, kebingungan
akut, atau depresi).
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien datang ke RS dengan keluhan gangguan penglihatan karena
katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot ( neuropati perifer ) dan
luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
e. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin
jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang
dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
f. Pola pemenuhan kebutuhan sehari – hari
1. Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
2. Sirkulasi
16
4. Eliminasi
5. Makanan / Cairan
8. Pernapasan
9. Keamanan
2. Data Objektif
17
Kecepatan dan kekuatan kontraksi otot skeletal berkurang pengecilan otot karena
menurunnya serabut otot. Pada otot polos tidak begitu berpengaruh.
d. Sistem pendengaran
Presbiakusis ( menurunnya pendengaran pada lansia ) membran timpani menjadi
altrofi menyebabkan austosklerosis, penumpukan serumen sehingga mengeras karena
meningkatnya keratin.
e. Sistem Penglihatan
Karena berbentuk speris, sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap
sinar, lensa menjadi keruh, meningkatnya ambang penglihatan (daya adaptasi terhadap
kegegelapan lebih lambat, susah melihat gelap). Hilangnya daya akomodasi,
menurunnya lapang pandang karena berkurangnya luas pandangan. Menurunnya daya
membedakan warna hijau atau biru pada skala.
f. Sistem Pernafasan
Otot – otot penafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya aktivitas
sillia, paru kurang elastis, alveoli kurang melebar biasanya dan jumlah berkurang.
Oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg. Karbon oksida pada arteri tidak
berganti – kemampuan batuk berkurang.
g. Sistem Kardiovaskuler
Katub jantung menebal dan menjadi kaku. Kemampuan jantung memompa darah
menurun 1 % pertahun. Kehilangan obstisitas pembuluh darah, tekanan darah
meningkat akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.
h. Sistem Gastointestinal
Kehilangan gigi, indra pengecap menurun, esofagus melebar, rasa lapar menurun,
asam lambung menurun waktu pengosongan lambung, peristaltik lemah sehingga
sering terjadi konstipasi, hati makin mengecil.
i. Sistem Perkemihan
Ginjal mengecil, nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50 %,
laju filtrasi glumesulus menurun sampai 50 %, fungsi tubulus berkurang sehingga
kurang mampu memekatkan urine, Dj urin menurun, proteinuria bertambah, ambang
ginjal terhadap glukosa meningkat, kapasitas kandung kemih menurun ( zoome )
karena otot – otot yang lemah, frekwensi berkemih meningkat, kandung kemih sulit
18
dikosongkan, pada orang terjadi peningkatan retensi urin dan pembesaran prostat (75
% usia diatas 60 tahun).
j. Sistem Reproduksi
Selaput lendir vagina menurun / kering, menciutnya ovarium dan uterus, atrofi payu
darah testis masih dapat memproduksi meskipun adanya penurunan secara berangsur –
angsur, dorongan sek menetap sampai usia diatas 70 tahun asal kondisi kesehatan baik.
k. Sistem Endokrin
Produksi semua hormon menurun, fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah,
berkurangnya ACTH, TSH, FSH, dan LH, menurunnya aktivitas tiroid sehingga laju
metabolisme tubuh ( BMR ) menurun, menurunnya produk aldusteran, menurunnya
sekresi, hormon godad, progesteron, estrogen, testosteron.
l. Sistem Sensori
Reaksi menjadi lambat kurang sensitif terhadap sentuhan (berat otak menurun sekitar
10 – 20 % )
B. Diagnosa Keperawatan
Bedasarkan prioritas diagnosa keperawatan SDKI:
1. Nyeri akut b.d agen pecendera fisiologis (mis. inflamasi, iskemia, neoplasma)
2. Risiko ketidakseimbangan cairan b.d peradangan pancreas
3. Perfusi perifer tidak efektif b.d hiperglikemia
4. Defisit nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme
C. Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa SLKI SIKI
. Keperawatan
1 Nyeri akut b.d agen Tingkat Nyeri L.08066 Manajemen Nyeri I.08238
pecendera fisiologis Setelah dilakukan tindakan 1.1 Identifikasi lokasi,
(mis. inflamasi, keperawatan selama 3 x 24 karakteristik, durasi,
iskemia, neoplasma) jam masalah nyeri akut dapat frekuensi, kualitas,
teratasi dengan kriteria hasil: intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri dari (1) 1.2 Identifikasi skala nyeri
menjadi (5) 1.3 Identifikasi respons nyeri
19
2. Meringis dari (1) menjadi non verbal
(5) 1.4 Berikan Teknik
3. Gelisah dari (1) menjadi nonfarmakologis untuk
(5) mengurangi rasa nyeri
Keterangan : (mis. TENS, hypnosis,
Meningkat akupresur, terapi musik,
Cukup meningkat biofeedback, terapi pijat,
20
Keterangan : menurun, tekanan nadi
Menurun menyempit, turgor kulit
Cukup menurun menurun, membran
21
Cukup menurun tua, hipertensi dan kadar
Sedang kolesterol tinggi)
22
2 Pengetahuan tentang 4.5 Fasilitasi menentukan
standar asupan nutrisi pedoman gizi
yang tepat dari (1) menjadi (misal.piramida
(5) makanan)
3 Sikap terhadap makanan 4.6 Sajikan makanan secara
dan minuman sesuai menarik
tujuan Kesehatan dari (1) Edukasi
menjadi (5) 4.7 Ajarkan diet yang
Keterangan: diprogramkan
Menurun Kolaborasi
Cukup menurun 4.8 Kolaborasi dengan
D. Implementasi
Nama Pasien :
Diagnosa Medis :
No Hari Tanggal No. Implementasi Paraf
23
dan Jam DX
1. Senin, 5 Oktober 1 1.1 Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, Mhs
2020, 09.00 durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri.
EP : Pasien terlihat Gelisah.
1.2 Mengidentifikasi skala nyeri.
12.00 2 EP : Pasien terlihat meringis kesakitan. Mhs
24
12.00 3 3.2 Memperiksa sirkulasi perifer (mis. nadi
perifer, edema, pengisian kapiler, warna,
suhu, ankle-brachial index).
EP : Pasien mengatakan tidak menggigil lagi Mhs
25
20.00 2
E. Evaluasi
Nama Paien :
Diagnosa Medis :
A:
No Indikator Sebelum Sesudah
1 Keluhan nyeri 1 3
2 Meringis 1 2
3 Gelisah 1 3
26
A:
No Indikator Sebelum Sesudah
1 Asupan cairan 3 3
2 Kelembaban 3 3
membran mukosa
3 Tekanan Darah 2 2
4 Turgor kulit 3 3
A:
No Indikator Sebelum Sesudah
1 Denyut nadi 2 2
perifer
2 Edema perifer 2 3
3 Pengisian kapiler 2 3
4
O : - Terlihat pasien tidak menghabikan makananya.
14.30 Mhs
A:
27
No Indikator Sebelum Sesudah
1 Verbalisasi ingin 2 3
meningkatkan
nutrisi
2 Pengetahuan 2 2
tentang standar
asupan nutrisi
yang tepat
3 Sikap terhadap 2 3
makanan dan
minuman sesuai
tujuan Kesehatan
4 Berat badan 2 3
A:
No Indikator Sebelum Sesudah
1 Verbalisasi ingin 3 3
meningkatkan
nutrisi
28
2 Pengetahuan 3 4
tentang standar
asupan nutrisi
yang tepat
3 Sikap terhadap 3 4
makanan dan
minuman sesuai
tujuan Kesehatan
4 Berat badan 3 4
29
O : - Terlihat pasien tidak memakai selimut.
A:
No Indikator Sebelum Sesudah
1 Denyut nadi 2 4
perifer
2 Edema perifer 3 5
3 Pengisian kapiler 3 4
A:
No Indikator Sebelum Sesudah
1 Asupan cairan 3 4
2 Kelembaban 3 5
membran mukosa
3 Tekanan Darah 2 4
4 Turgor kulit 3 5
30
Rabu, 7 1 S : Pasien mengatakan lumanyan, tidak nyeri seperti Mhs
Oktober 15.00 dulu.
2020
O : - Pasien terlihat tidak mengeluh.
- Pasien terlihat tidak gelisah
- Pasien terlihat tenang.
A:
No Indikator Sebelum Sesudah
1 Keluhan nyeri 3 5
2 Meringis 2 4
3 Gelisah 3 4
3 Mhs
16.00 O : - Terlihat pasien tidak memakai selimut.
A:
31
No Indikator Sebelum Sesudah
1 Denyut nadi 4 5
perifer
2 Edema perifer 5 5
3 Pengisian kapiler 4 5
A:
No Indikator Sebelum Sesudah
1 Verbalisasi ingin 3 4
meningkatkan
nutrisi
2 Pengetahuan 4 5
tentang standar
asupan nutrisi
yang tepat
3 Sikap terhadap 4 5
makanan dan
minuman sesuai
tujuan Kesehatan
4 Berat badan 4 4
32
S : Pasien mengatakan tidak pusing lagi.
TD 120/80.
A:
No Indikator Sebelum Sesudah
1 Asupan cairan 4 5
2 Kelembaban 5 5
membran mukosa
2 3 Tekanan Darah 4 5 Mhs
20.00 4 Turgor kulit 5 5
33
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diabetes mellitus merupakan penyakit yang berbahaya dan mematikan serta terjadi
dihampir seluruh penduduk dunia termasuk Indonesia. Umur secara kronologis hanya
merupakan suatu determinan dari perubahan yang berhubungan dengan penerapan terapi
obat secara tepat pada usia lanjut. Terjadi penting pada respon terhadap beberapa obat yang
terjadi seiring dengan bertambahnya umur pada sejumlah besar individu (Katzung,
2004). Diabetes Mellitus (DM) pada geriatri terjadi karena timbulnya resistensi insulin pada
usia lanjut yang disebabkan oleh 4 faktor: pertama adanya perubahan komposisi tubuh,
komposisi tubuh berubah menjadi udara 53%, sel padat 12%, lemak 30%, sedangkan tulang
dan mineral menurun 1 % sehingga tinggal 5%. Faktor ketiga adalah perubahan pola makan
pada usia lanjut yang disebabkan oleh berkurangnya geligi gigi sehingga prosentase bahan
makanan karbohidrat akan meningkat. Prevalensi DM pada usia lanjut (geriatri) cenderung
meningkat, hal ini dikarenakan DM pada usia bersifat muktifaktorial yang diperoleh faktor
intrinsik dan ekstrinsik.
B. Saran
Diharapkan pada pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
34
DAFTAR PUSTAKA
Gustaviani R. 2007. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam: Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI, pp: 1879-85.
Kushariyadi. (2010) . Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia . Salemba Medika,
Jakarta.
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Media Aesculapius,
Jakarta.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (1st
ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Edisi
1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Wijaya,Andra Saferi dan Yessie Mariza Putri. 2013. Keperawatan Medikal Bedah
(Keperawatan Dewasa). Yogyakarta: medical book