Anda di halaman 1dari 21

BAB I

KONSEP MEDIS

A. Pengertian
Thalasemia merupakan kelainan genetik autosom resusif yang
mengakibatkan kurangnya produksi hemoglobin. Jika anemia defisiensi
besi mengganggu sintesis hema, thalasemia mengganggu sitesis
globin.(Joyce M. Black 2014).
Thalasemia adalah kelompok heterogen anemia hemolitik herediter
yang ditandai dengan penurunan kecepatan sintesis satu rantai polipeptida
hemoglobin atau lebih, diklasifikasikan menurut rantai yang terkena(α
β)dua kategori mayor adalah α dan β. Thalasemia yang disebabkan oleh
berkurangnya sintesis rantai alfa hemoglobin (Dorland,2014)
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan
kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel
darah normal (120 hari). Akibatnya penderita thalasemia akan mengalami
gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar
tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang (NUCLEUS PRECISE,
2010)

B. Klasifikasi
1. Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu
1) Thalasemia Mayor, karena sifat-sifat gen dominan.
Thalasemia mayor merupakan penyakit yang ditandai
dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah.
Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa
menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah
merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek,
hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi darah

1
untuk memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia
mayor akan tampak normal saat lahir, namun di usia 3-18
bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu,
juga bisa muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih
kencang dan facies cooley. Faies cooley adalah ciri khas
thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam
dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang
bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan
hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan tampak
memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya,
penderita thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah
dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik,
hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan
sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus
dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat ringannya
penyakit. Yang pasti, semakin berat penyakitnya, kian
sering pula si penderita harus menjalani transfusi darah.
2) Thalasemia Minor, individu hanya membawa gen penyakit
thalasemia, namun individu hidup normal, tanda-tanda
penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor
tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia
minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak
mereka menerita thalasemia mayor. Pada garis keturunan
pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia mayor
dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi
anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan.
Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada
di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan
transfusi darah di sepanjang hidupnya

2
C. Patofisiologi
Kelebihan pada rantai alpha ditemukan pada beta thalasemia dan
kelebihan rantai beta dan gama ditemukan pada alpha thalasemia.
Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presipitasi dalam sel eritrosit.
Globin intra eritrosik yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai
rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil-
badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis.
Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi
RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow,
produksi RBC secara terus-menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan
cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi
hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC, menimbulkan tidak
adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC
menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.
Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder.
Penyebab primer adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang
tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intrameduler. Penyebab
sekunder adalah karena defisiensi asam folat,bertambahnya volume
plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi
eritrosit oleh system retikuloendotelial dalam limfa dan hati. Penelitian
biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga
produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. Tejadinya
hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi
berulang,peningkatan absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang
tidak efektif, anemia kronis serta proses hemolisis.

3
D. Pathway

Thalasemia Kelainan genetik: Rantai βdalam molekul Hb


gangguan rantai peptide,
Kesalahan letak asam
amino polipeptida Kotrpenzator ra α pada rantai α

Ketidakseimbangan Hb defektife β produksi secara terus-menerus


polipeptida

Pembentukan eritrosit oleh


Eritrosit tidak stabil Hemolisis Anemia sumsung tulang dan di suplai
berat dari tranfusi

Suplai O2 kerja berkurang


Fe
Ketidakseimbangan antara Ketidakseimbangan
suplai O2 dan kebutuhan perfusi jaringan
Hemosiderosis

kelemahan Kulit menjadi


endokrin hati kelabu
keletihan anoreksia
jantung limpa
Pertumbuhan
Ketidakseimbangan nutrisi: dan
kurang dari kebutuhan tubuh perkembangan Gagal jantung splenomegali
terganggu
hematomegali
Risiko keterlambatan Kerusakan
perkembangan integritas kulit
pertumbuhan tidak
proposional

4
E. Manifestasi Klinis
Kelainan genotip Talasemia memberikan fenotip yang khusus,
bervariasi, dan tidak jarang tidak sesuai dengan yang diperkirakan
(Atmakusuma, 2009).
Semua Talasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya
bervariasi, tergantung jenis rantai asam amino yang hilang dan jumlah
kehilangannya (mayor atau minor). Sebagian besar penderita mengalami
anemia yang ringan, khususnya anemia hemolitik (Tamam, 2009)
Talasemia-β dibagi tiga sindrom klinik ditambah satu sindrom
yang baru ditentukan, yakni (1) Talasemia-β minor/heterozigot: anemia
hemolitik mikrositik hipokrom. (2) Talasemia-β mayor/homozigot: anemia
berat yang bergantung pada transfusi darah. (3) Talasemia-β intermedia:
gejala di antara Talasemia β mayor dan minor. Terakhir merupakan
pembawa sifat tersembunyi Talasemia-β (silent carrier) (Atmakusuma,
2009).
Empat sindrom klinik Talasemia-α terjadi pada Talasemia-α,
bergantung pada nomor gen dan pasangan cis atau trans dan jumlah rantai-
α yang diproduksi. Keempat sindrom tersebut adalah pembawa sifat
tersembunyi Talasemia-α (silent carrier), Talasemia-α trait (Talasemia-α
minor), HbH diseases dan Talasemia-α homozigot (hydrops fetalis)
(Atmakusuma, 2009).
Pada bentuk yang lebih berat, khususnya pada Talasemia-β mayor,
penderita dapat mengalami anemia karena kegagalan pembentukan sel
darah, pembesaran limpa dan hati akibat anemia yang lama dan berat,
perut membuncit karena pembesaran kedua organ tersebut, sakit kuning
(jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus/borok), batu empedu, pucat, lesu,
sesak napas karena jantung bekerja terlalu berat, yang akan mengakibatkan
gagal jantung dan pembengkakan tungkai bawah. Sumsum tulang yang
terlalu aktif dalam usahanya membentuk darah yang cukup, bisa
menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang, terutama tulang kepala
dan wajah. Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah. Anak-
anak yang menderita talasemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai

5
masa pubertas lebih lambat dibandingkan anak lainnya yang normal.
Karena penyerapan zat besi meningkat dan seringnya menjalani transfusi,
maka kelebihanzat besi bisa terkumpul dan mengendap dalam otot
jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung (Tamam,
2009).
Bayi baru lahir dengan talasemia beta mayor tidak anemis. Gejala
awalnya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama
kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi dalam beberapa minggu
setelah lahir. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh dan
dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama
biasanya menyebabkan pembesaran jantung. Terdapat
hepatosplenomegali, ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada
tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat
system eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan tulang panjang,
tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Kadang-kadang
ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu
empedu.

F. Komplikasi
Bagi thalasemia mayor memerlukan transfuse darah seumur hidup.
Pada thalasemia mayor komplikasi lebih sering didapatkan dari thalasemia
intermedia. Komplikasi neuromuskular tidak jarang terjadi. Biasanya
pasien terlambat berjalan. Sindrom nerupati juga mungkin terjadi dengan
kelemahan otot –otot proksimal. Terutama ekstermitas bawah akibat
iskemia serebral dapat timbul episode kelainan neurologic fokal ringan,
gangguan pendengaran mungkin juga terjadi seperti ada kebanyakan
anemia hemolitik atau diseritropotik lain ada peningkatan kecendurangan
untuk terbentuknya batu pigmen dalam kandung empedu. Serangan piral
sekunder dapat timbul akibat cepatnya trun over sel dalam sumsum tulang
hemosiderosis akibat transfuse yang berulang – ulang atau salah
pemberian obat – obat yang mengandung besi. Pencegahan untuk ini
adalah dengan selatin azen misalnya desferal. Hepatitis paska transfuse

6
bisa dijumpai terutama bila darah transfusi atau komponennya tidak
diperiksa dahulu terhadap adanya keadaan pathogen seperti HbsAg dan
anti HCV. Penyakit AIDs atau HIV dan penyakit Creutzfedlet Jacob
(Analog penyakit sapi gila=mad cow, pada sapi) dapat pula ditularkan
melalui transfusi.

G. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening
test dan definitive test.
1. Screening test
Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui
sebagai gangguan Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).
a. Interpretasi apusan darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat
dideteksi pada kebanyakkan Thalassemia kecuali Thalassemia
α silent carrier. Pemeriksaan apusan darah rutin dapat
membawa kepada diagnosis Thalassemia tetapi kurang berguna
untuk skrining.
b. Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti
eritrosit. Secara dasarnya resistan eritrosit untuk lisis bila
konsentrasi natrium klorida dikurangkan dikira. (Wiwanitkit,
2007). Studi OF berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik
telah dilakukan dan berdasarkan satu penelitian di Thailand.
c. Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat
dicari tetapi hanya dapat mendeteksi mikrositik dan hipokrom
serta kurang memberi nilai diagnostik. Maka metode
matematika dibangunkan (Wiwanitkit, 2007).
2. Definitive test
a. Elektroforesis hemoglobin

7
Pemeriksaan ini dapat menentukan berbagai jenis
tipe hemoglobin di dalam darah. Pada dewasa konstitusi
normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb A2 2-3%,
Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadar ini tinggi
sedangkan neonatus bisa mencapai 80%). Nilai abnormal
bisa digunakan untuk diagnosis Thalassemia seperti pada
Thalassemia minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%,
Thalassemia Hb H: Hb A2 <2% dan Thalassemia mayor Hb
F 10-90%. Pada negara tropikal membangun, elektroporesis
bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb J (Wiwanitkit,
2007).
b. Kromatografi hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah
baik dengan Hb C. Pemeriksaan menggunakan high
performance liquid chromatography (HPLC) pula
membolehkan penghitungan aktual Hb A2 meskipun
terdapat kehadiran Hb C atau Hb E. Metode ini berguna
untuk diagnosa Thalassemia β karena ia bisa
mengidentifikasi hemoglobin dan variannya serta
menghitung konsentrasi dengan tepat terutama Hb F dan Hb
A2 (Wiwanitkit, 2007).
c. Molecular diagnosis
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam
mendiagnosis Thalassemia. Molecular diagnosis bukan saja
dapat menentukan tipe Thalassemia malah dapat
juga menentukan mutasi yang berlaku (Wiwanitkit, 2007).

H. Pencegahan Thalasemia
Menurut Tamam (2009), karena penyakit ini belum ada obatnya,
maka pencegahan dini menjadi hal yang lebih penting dibanding

8
pengobatan. Program pencegahan Talasemia terdiri dari beberapa strategi,
yakni
1) Penapisan (Skrining) pembawa sifat dapat dilakukan
secara prospektif dan retrospektif. Secara prospektif berarti
mencari secara aktif pembawa sifat thalassemia langsung
dari populasi diberbagai wilayah, sedangkan secara
retrospektif ialah menemukan pembawa sifat melalui
penelusuran keluarga penderita Talasemia (family study).
Kepada pembawa sifat ini diberikan informasi dan nasehat-
nasehat tentang keadaannya dan masa depannya. Suatu
program pencegahan yang baik untuk Talasemia
seharusnya mencakup kedua pendekatan tersebut. Program
yang optimal tidak selalu dapat dilaksanakan dengan baik
terutama di negara-negara sedang berkembang, karena
pendekatan prospektif memerlukan biaya yang tinggi. Atas
dasar itu harus dibedakan antara usaha program
pencegahan di negara berkembang dengan negara maju.
Program pencegahan retrospektif akan lebih mudah
dilaksanakan di negara berkembang daripada program
prospektif.
2) Konsultasi genetik meiputi skirining pasangan yang akan
kawin atau sudah kawin tetapi belum hamil. Pada pasangan
yang bersiko tinggi diberikan informasi dan nasihat tentang
keadaannya dan kemungkinan bila mempunyai anak.
3) Diagnosis prenatal meliputi pendekatan retropektif dan
prospektif. Pendekatan retrospektif, berarti melakukan
diagnosis prenatal pada pasangan yang telah mempunyai
anak thalasemia dan sekarang sementara hamil.
Pendekatan prospektif ditujukan kepada pasangan yang
bersiko tinggi yaitu mereka keduanya membawa sifat dan
sementara baru hamil. Diagnosis prenatal ini dialkukan
pada masa kehamilan 8-10 minggu, dengan mengambil

9
sampel darah dari villi khorialis (jaringan ari-ari) untuk
keperluan dianalisis DNA.
4) Dalam rangka pencegahan penyakit thalasemia ada
beberapa masalah pokok yang harus disampaikan antara
lain bahwa pembawa sifat thalasemia itu tidak merupakan
masalah baginya, bentuk thalasemia mayor mempunyai
dampak mediko-sosial yang besar, penanganannya sangat
mahal dan sering diakhiri kematian, kelahiran bayi
thalasemia dapat dihindarkan.
5) Karena penyakit ini menurun maka kemungkinan
penderitanya akan bertambah dari tahun ke tahun. Oleh
karena itu pemeriksaan kesehatan sebelum menikah sangat
penting dilakukan untuk mencegah bertambahnya
penderita thalasemia ini. Sebaiknya semua orang Indonesia
dalam masa usia subur diperikasa kemungkinan membawa
sifat thalasemia.
6) Pemeriksaan akan sangat dianjurkan bila terdapat riwayat
ada saudara sedarah yang menderita thalasemia, kadar Hb
relatif rendah antara 10-12 g/dl walaupun sudah minum
obat penambah darah seperti zat besi, ukuran sel darah
merah lebih kecil dari normal walaupun keadaan Hb
normal.

I. Penatalaksanaan Medis
1. Perawatan umum : makanan dengan gizi seimbang
2. Perawatan khusus
a) Transfusi darah diberikan bila kadar Hb rendah sekali (kurang
dari 6 gr %) atau anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu
makan.

10
b) Splenektomi dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 2
tahun dan bila limfa terlalu besar sehingga resiko trauma yang
berakibat perdarahan yang cukup besar.
c) Pemberian Roborantia. Hindari preparat yang mengandung
zatbesi.
d) Pemberian desferioqxamin untuk menghambat proses
hemosiderosis yaitu membantu ekskresi Fe. Untuk mengurangi
absorbsi Fe melalui usus dianjurkan minum teh.
e) Transplantasi sum-sum tulang (bon marrow) untuk anak yang
sudah berumur diatas 16 tahun. Di Indonesia hal ini masih sulit
dilaksanakan karena biayanya sangat mahal dan sarananya
belum memadai.

11
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Asal Keturunan / Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah
(Mediteranial) seperti Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri,
thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan
penyakit darah yang paling banyak diderita.
2. Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala
telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan
pada thalasemia minor biasanya anak akan dibawa ke RS setelah
usia 4 tahun.
3. Riwayat Kesehatan Anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas
atau infeksi lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi
sebagai alat transport.
4. Pertumbuhan dan Perkembangan
Seiring didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap
tumbang sejak masih bayi. Terutama untuk thalasemia mayor,
pertumbuhan fisik anak, adalah kecil untuk umurnya dan adanya
keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada
pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga
mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor, sering
terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
5. Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB
rendah dan tidak sesuai usia.

12
6. Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih
banyak tidur/istirahat karena anak mudah lelah.
7. Riwayat Kesehatan Keluarga
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa
apakah orang tua juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka
anak beresiko terkena talasemia mayor.
8. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core – ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam
adanya faktor resiko talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko,
maka ibu perlu diberitahukan resiko yang mungkin sering dialami
oleh anak setelah lahir.
9. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia
a) KU = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain
yang seusia.
b) Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum mendapatkan pengobatan mempunyai
bentuk khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid
(hidung pesek tanpa pangkal hidung), jarak mata lebar,
tulang dahi terlihat lebar.
c) Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan.
d) Mulut dan bibir terlihat kehitaman
e) Dada : Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena
adanya pembesaran jantung dan disebabkan oleh anemia
kronik.
f) Perut : Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan
hati (hepatospek nomegali).
g) Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai
usia, BB di bawah normal.
h) Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia
pubertas tidak tercapai dengan baik. Misal tidak tumbuh
rambut ketiak, pubis ataupun kumis bahkan mungkin anak

13
tidak dapat mencapai tapa odolense karena adanya anemia
kronik.
i) Kulit : Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering
mendapat transfusi warna kulit akan menjadi kelabu seperti
besi. Hal ini terjadi karena adanya penumpukan zat besi
dalam jaringan kulit (hemosiderosis).

B. Diagnosa
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan komponen selular yang diperlukan untuk mengirim O2 ke
sel
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan factor biologis
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan pigmentasi
4. Keletihan berhubungan dengan kelesuan fisiologis (anemia)
5. Risiko pertumbuhan tidak proposional berhubungan dengan gangguan
genetic

14
C. Intervensi
NO Diagnosa Tujuan dan Indikator NOC NIC dan
Aktivitasnya
1. Ketidakefektifan perfusi NOC : Perfusi Jaringan NIC : Perawatan
jaringan perifer Perifer sirkulasi
berhubungan dengan 1. Edema perifer insufisiensi arteri
kurang pengetahuan 12345 1.1Memonitor
tentang faktor pemberat 2. Nekrosis jumlah cairan yang
(mis:merokok,gaya hidup 12345 masuk dan yang
menoton,trauma,obesitas, 3. Muka pucat keluar
asupan garam 12345 1.2Melakukan
tinggi,imobilitas) 4. Kelemahan otot pemeriksaan fisik
12345 sistem
5. Rubor kardiovaskuler atau
1 2345 penilaian yang
komperenhensif
pada sirkulasi
perifer(misalnya,
memeriksa denyut
nadi perifer,
edema, waktu
pengisian kapiler,
warna, dan suhu).

1.3Megintruksikan
pasien mengenai
faktor-faktor yang
mengganggu
sirkulasi darah
(misalnya,
merokok,pakaian
ketat,terlalu lama

15
didalam suhu
dingin,dan
menyilangkan
kaki)

1.4Memberikan
obat antiplatet

2. Ketidakseimbangan NOC : Status Nutrisi asupan NIC : Manajemen

nutrisi kurang dari Makanan & Intake cairan Gangguan Makan

kebutuhan tubuh 1. Asupan makanan 2.1Memonitor

berhubungan dengan secara oral asupan kalori


ketidakmampuan 12345 makanan harian
mencerna makanan. 2. Asupan makanan
2.1Menimbang
secara tube
berat badan klien
feeding
secara rutin (pada
12345
hari yang sama dan
3. Asupan cairan
setelah BAB/BAK)
secara oral
12345 2.3Mengajarkan

4. Asupan cairan dan dukung konsep


intravena nutrisi yang baik

12345 dengan klien

5. Asupan cairan 2.4Berkolaborasi


parenteral dengan tim
12345 kesehatan lain
untuk
mengembangkan
rencana perawatan
dengan melibatkan
klien dan orang-
orang terdekatnya
dengan tepat.

16
3. Kerusakan integritas NOC: Integritas Jaringan NIC: Pengecekan
kulit berhubungan Kulit & Membran Mukosa Kulit
dengan gangguan 3.1 Mengamati
pigmentasi 1. Suhu kulit warna,
12345 kehangatan,
2. Elastisitas bengkak,
12345 pulsasi, tekstur,
3. Pigmentasi abnormal edema, dan
12345 ulserasi pada
4. Wajah pucat ekstermitas
12345 3.2 Memonitor
warna dan suhu
kulit
3.3 Mendokumenta
sikan perubahan
membrane
mukosa
3.4 Mengajarkan
anggota
keluarga/pembe
ri asuhan
mengenai
tanda-tanda
kerusakan kulit,
dengan tepat

4. Keletihan berhubungan NOC : Tingkat Kelelahan Manajemen Energi

dengan kelesuan 1. Kelelahan 4.1Kaji status

fisiologis (anemia) 12345 fisiologis pasien

2. Kelesuan yang menyebabkan

12345 kelelahan sesuai

3. Kehilangan selera dengan konteks


usia dan

17
makan perkembangan
12345 4.2Gunakan
4. Kegiatan sehari- instrument yang
hari valid untuk
12345 mengukur
5. Saturasi Oksigen kelelahan .
12345 4.3Tentukan jenis
dan banyaknya
aktifitas yang
dibutuhkan untuk
menjaga kesehatan
4.4Anjurkan pasien
mengungkapkan
perasaan secara
verbal mengenai
keterbatasan yang
dialami
4.5Konsulkan
dengan ahli gizi
mengenai cara
meningkatkan
asuapan energy
dari makanan

5. Resiko petumbuhn tidak NOC : Pertumbuhan NIC : Terapi nutrisi

profesional 1. Presentil berat badan 3.1 monitor intake


berdasarkan jenisn makanan/cairan
kelamin dan hitung
12345 masukan kalori
perhari, sesuai
kebutuhan
2. Presentil berat badan 3.2 berikan nutrisi
berdasarkan umur enteral sesuai
12345 kebutuhan
3.3 pilih suplemen

18
3. Presentil berat badan nutrisi sesuai
berdasarkan tinggi kebutuhan
badan 3.3 ajarkan pasien
12345 dan keluarga
mengenai diet yang
4. Presentil dianjurkan
tinggi/panjang badan 3.5. tentukan
berdasarkan umur jumlah kalori dan
12345 tipe nutrisi yang
diperlukan untuk
memenuhi
5. Presentil lingkar kebutuhan nutrisi
kepala berdasarkan degan
umur berkolaborasi
12345 bersama ahli gizi,
6. Indeks masa tubuh sesuai kebutuhan
3.6 Ciptakan
7. Mean masa tubuh
12345 lingkungan yang
membuat suasana
yang
menyenangkan dan
menenangkan

19
D. Evaluasi
1. Dx 1 : menunjukan perfusi adekuat misalnya tanda vital stabil,
membran mukosa warna merah muda, pengisian kapiler baik, haluaran
urine adekuat, mental seperti biasa.
2. Dx 2 : menunjukan peningkatan berat badan atau berat badan stabil
dengan nilai laboratorium normal
3. Dx 3 : menunjukkan perbaikan integritas kulit dengan keadaan kulit
yang lembab dan halus tidak adanya masalah
4. Dx 4: menunjukkan tidak adanya keletihan seperti mampu beraktivitas
secara mandiri
5. Dx 5: menunjukkan pertumbuhan yang proposional sesuai usia dan
perkembangan sesuai tahap dan usianya

20
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Budi Anna Keliat, S.Kp, M.App.Sc,dkk,2015, NANDA Internasional


Inc. Diagnosa Keperawata:Definisi & Klasifikasi 2015-2017, Ed. 10 Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Gloria M. Bulechek,dkk,2016 Nursing Intervention Classification (NIC).


6nd Edition. Elsevier Singapore Pte Ltd

Sue Moorhead,dkk,2016 Nursing Outcome Classifications (NOC. 5nd Edition.


Elsevier Singapore Pte Ltd

Joyce M. Black and Jane hokanson hawks. Keperawatan medical bedah:elseiver


edisi 8 salemba medika(2014)

Wong dona L 2008. Buku ajar keperawatan pediatrik. Jakarta:EGC

Kirk,P.roughton, M,Porter, J.B, walker, J.M(2009). Magnetic Rensonance for


Prediction of Cardiac Complication in Thalasemia Major.

21

Anda mungkin juga menyukai