Anda di halaman 1dari 61

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau keduanya (ADA, 2014). Ada 4 macam diabetes yaitu diabetes tipe
1, diabetes tipe 2, diabetes gestasional dan diabetes karena faktor lain, dimana
proporsi kejadian diabetes melitus tipe 2 adalah 95% dari populasi dunia yang
menderita diabetes mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita
diabetes mellitus tipe 1 (CDC, 2014). Berdasarkan data Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia (PERKENI) jumlah penderita diabetes di Indonesia
telah mencapai 9,1 juta orang dan diperkirakan menjadi 21,3 juta di tahun
2030 (Perkeni, 2015).
Diabetes mellitus tipe 2 merupakan penyakit gangguan metabolik yang
ditandai dengan adanya peningkatan gula darah akibat penurunan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas atau gangguan fungsi insulin (resistensi insulin).
Insulin adalah hormon yang mengatur keseimbangan kadar gula dalam darah.
Akibatnya terjadi peningkatan konsentrasi glukosa di dalam darah /
hiperglikemia. Faktor risiko terjadinya diabetes tipe 2 adalah usia, jenis
kelamin, obesitas, genetik, kurang aktivitas, hipertensi, riwayat diabetes
gestasional, konsumsi alkohol dan merokok. Kejadian diabetes tipe 2 pada
wanita lebih tinggi daripada laki-laki.Wanita lebih berisiko mengidap diabetes
karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh
yang lebih besar.
Adanya kandungan kadar gula yang tinggi dalam darah dalam
beberapa waktu juga dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Dalam
jangka waktu yang pendek dapat menyebabkan hypoglikemia dan
ketoacidosis. Sedangkan dalam jangka waktu yang panjang penyakit ini juga
dapat menimbulkan berbagai komplikasi penyakit lain seperti kerusakan pada
mata/retinopati, kerusakan saraf/neuropathy, penyakit ginjal/nefropati

1
2

diabetik, meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke, hingga


menyebabkan kematian. Selain komplikasi penyakit juga menimbulkan risiko
gangguan kesehatan lain seperti gangguan fungsi kognitif, penurunan
kekuatan otot, gangguan keseimbangan, dan meningkatkan risiko jatuh pada
penderitanya.
Jatuh pada pasien penderita diabetes dianggap hal yang wajar terutama
dikarenakan diabetes tipe 2 merupakan salah satu masalah kesehatan yang
dialami lansia sehingga jatuh menjadi konsekuensi dari penyakit yang
diderita. Durasi dari penyakit diabetes menjadi salah satu faktor penyebab
selain usia dan jenis kelamin. Semakin lama seseorang menderita penyakit
diabetes meningkatkan kemungkinan terjadinya berbagai macam komplikasi
penyakit dan gangguan kesehatan sehingga risiko jatuh pada penderitanya
semakin tinggi (Tilling et al., 2006).
Penelitian yang dilakukan Tilling et al. (2006) tentang jatuh sebagai
komplikasi dari diabetes pada lansia hasilnya menyatakan bahwa kontrol gula
yang buruk pada penderita diabetes berhubungan dengan komplikasi penyakit
dan berhubungan dengan peningkatan risiko jatuh pada lansia. Penelitian
serupa juga dilakukan Chiba et al. (2015) tentang faktor risiko yang
berhubungan dengan jatuh pada lansia dengan kondisi diabetes tipe 2,
didapatkan hasil bahwa hipoglikemia sebagai faktor risiko jatuh pada lansia
dengan diabetes tipe 2.
Klinik jasmine GRHA Diabetika Surakarta merupakan salah satu
klinik yang terletak di Laweyan, Surakarta.Klinik ini memiliki program
pengelolaan penyakit kronis (Prolanis) untuk penyandang diabetes, hipertensi
dan penyakit kronis yang banyak dijumpai pada masyarakat. Disana dibentuk
kelompok Paguyuban Diabetes Mellitus Surakarta (Padimas) yang jumlah
anggotanya dari tahun ke tahun semakin meningkat. Ketika berdiri pada
Oktober 2011 Padimas hanya memiliki sekitar 80 orang anggota dan sekarang
tercatat 437 anggota yang telah bergabung. Dari semua jumlah anggota
3

terdapat 218 anggota merupakan penyandang diabetes terutama diabetes


mellitus tipe 2.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep teori lansia?
2. Bagaimana konsep teori Diabetes Melitus ?
3. Bagaimana asuhan keperawatan pada lansia dengan Diabetes Melitus?
C. Tujuan Penulisan
1. Mahasiwa mampu mengetahui konsep teori lansia
2. Mahasiwa mampu mengetahui konsep teori hipertensi
3. Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan pada lansia dengan
hipertensi
4

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Lansia
1. Pengertian lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13
Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang
yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008).
Berdasarkan defenisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia (lansia)
apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun
merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan
penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan.
Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk
mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan
ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta
peningkatan kepekaan secara individual (Efendi, 2009).
2. Batasan lansia
Departemen Kesehatan RI (dalam Mubarak et all, 2006) membagi lansia
sebagai berikut:
a. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa vibrilitas
b. Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium
c. Kelompok usia lanjut (65 tahun >) sebagai senium
Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) batasan-batasan umur
yang mencakup batasan umur lansia adalah sebagai berikut:
a. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1
ayat 2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia
60 (enam puluh) tahun ke atas”.
b. Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi
empat kriteria berikut : usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun,
lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90
tahun, usia sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun.
3. Teori Proses Penuaan
5

a. Teori Genetik
1) Teori Genetic Clock
Teori ini merupakan teori intrinsik yang menjelaskan bahwa di
dalam tubuh terdapat jam biologis yang mengatur gen dan
menentukan proses penuaan. Teori ini menyatakan bahwa menua
itu telah terprogram secara genetik untuk spesies tertentu.
2) Teori Mutasi Somatik
Menurut teori ini, penuaan terjadi karena adanya mutasi somatik
akibat pengaruh lingkungan yang buruk. Terjadi kesalahan dalam
proses transkripsi DNA atau RNA dan dalam proses translasi RNA
protein/enzim. Setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi,
sebagai contoh yang khas adalah mutasi sel kelamin sehingga
terjadi penurunan kemampuan fungsional sel (Wahjud Nugroho,
2010).
b. Teori Non Genetik
1) Teori Penurunan Sistem Imun Tubuh
Mutasi yang berulang dapat menyebabkan berkurangnya
kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri. Jika
mutasi yang merusak membrane sel, akan menyebabkan sistem
imun tidak mengenalinya sehingga merusak sel nya. Hal ini yang
mendasari peningkatan penyakit auto – imun pada lanjut usia
(Wahjudi Nugroho, 2010).
2) Teori Kerusakan Akibat Radikal Bebas
Teori radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas dan di dalam
tubuh karena adanya proses metabolism atau proses pernapasan di
dalam mitokondria. Radikal bebas merupakan suatu atom atau
molekul yang tidak stabil karena mempunyai electron yang tidak
berpasangan sehingga sangat reaktif mengikat atom atau molekul
lain yang menimbulkan berbagai kerusakan atau perubahan dalam
tubuh (Wahjudi Nugroho, 2010).
3) Teori Menua Akibat Metabolisme
6

Teori ini telah di buktikan dari berbagai percobaan kepada hewan,


bahwa pengurangan asupan kalori ternyata bisa menghambat
pertumbuhan dan memperpanjang umur sedangkan perubahan
asupan kalori yang menyebabkan kegemukan dapat memperpendek
umur (Wahyudi Nugroho, 2010).
4) Teori Rantai Silang
Teori ini menjelaskan bahwa menua disebabkan oleh lemak,
protein, karbohidrat, dan asam nukleat ( molekul kolagen ) bereaksi
dengan zat kimia dan radiasi, mengubah fungsi jaringan yang
menyebabkan perubahan pada membran plasma, yang
mengakibatkan terjadinya jaringan yang kaku, kurang elastis, dan
hilangnya fungsi pada proses menua (Wahjudi Nugroho, 2010).
5) Teori Fisiologis
Teori ini merupakan teori intrinsik dan ekstrinsik. Terdiri atas teori
oksidasi stress, dan teori dipakai – aus ( wear and tear theory )di
sini terjadi kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel tubuh lelah
terpakai (Wahjudi Nugroho, 2010).
c. Teori Sosiologis
1) Teori Interaksi Sosial
Pokok-pokok social exchange theory antara lain :
a) Masyarakat terdiri atas actor social yang berupaya mencapai
tujuannya masing-masing.
b) Dalam upaya tersebut terjadi interaksi sosial yang memerlukan
biaya dan waktu.
c) Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai seorang aktor
mengeluarkan biaya (Wahjudi Nugroho, 2010).
2) Teori Aktivitas atau Kegiatan
a) Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan
secaralangsung.Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia
yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam
kegiatan sosial.
b) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari
lanjut usia.
7

c) Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu


agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia.
(Wahjudi Nugroho, 2010).
3) Teori Kepribadian Lanjut
Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang
yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personalitas yang
dimilikinya. Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam
siklus kehidupan usia lanjut (Wahjudi Nugroho, 2010).
4) Teori Pembebasan
Teori yang pertama diajukan oleh Cumming dan Henry 2009. Teori
ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara
berangsur – angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya
atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini
mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara
kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda
(Triple Loss) (Wahjudi Nugroho, 2010).
4. Perubahan Akibat Proses Penuaan
a. Perubahan Fisik dan Fungsi
1) Sel
Jumlah sel menurun atau lebih sedikit, ukuran sel lebih besar,
jumlah cairan tubuh dan cairan intraseluler berkurang, proporsi
protein di otak, otot, darah, dan hati menurun, jumlah sel otak
menurun, mekanisme perbaikan sel terganggu, otak menjadi atrofi.
beratnya berkurang 5 – 10 %, lekukan otak akan menjadi lebih
dangkal dan melebar (Wahjudi Nugroho, 2010).
2) Sistem Persarafan
Terjadi penurunan hubungan persarafan, berat otak menurun 10 –
20 %, respons dan waktu untuk bereaksi lambat khususnya terhadap
stress, saraf panca indra mengecil, penglihatan berkurang dan
pendengaran menghilang, saraf penciuman dan perasamengecil,
lebih sensitif terhadap perubahan suhu, dan rendahnya
8

ketahanan terhadap dingin, kurang sensitif terhadap sentuhan,


defisit memori (Wahjudi Nugroho, 2010).
3) Sistem Pendengaran
Gangguan pendengaran, hilangnya daya pendengaran pada telinga
dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada yang tinggi, suara
yang tidak jelas, sulit mengerti kata –kata, 50% terjadi pada usia
diatas umur 65 tahun, membran timpani menjadi atrofi
menyebabkan otosklerosis, terjadi pengumpulan serumen, dapat
mengeras karena meningkatnya keratin, fungsi pendengaran semakin
menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan / stres, tinitus,
vertigo (Wahjudi Nugroho, 2010).
4) Sistem Pengelihatan
Sfingter pupil timbul sklerosis dan respons terhadap sinar
menghilang, kornea lebih berbentuk sferis (bola), lensa lebih suram
menjadi katarak, jelas menyebabkan gengguan, meningkatnya
ambang pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih
lambat susah melihat dalam cahaya gelap, penurunan daya
akomodasi dengan manifestasi presbiopia, seseorang sulit melihat
dekat dengan dipengaruhi berkurangnya elastisitas lensa, lapang
pandang menurun luas pandang berkurang dan daya membedakan
warna menurun, terutama warna biru atau hijau pada skala (Wahjudi
Nugroho, 2010).
5) Sistem Kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi kaku, elastisitas dinding aorta
menurun kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % setiap
tahun sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan kontraksi
dan volume menurun, curah jantung menurun serta kehilangan
elastisitas pembuluh darah serta efektivitas pembuluh darah perifer
untuk oksigenasi berkurang. perubahan posisi dari tidur ke duduk
(duduk ke berdiri) bias menyebabkan tekanan
darah menurun menjadi 65 mmHg. ( mengakibatkan pusing
9

mendadak ) ,kinerja jantung lebih rentan terhadap kondisi dehidrasi


dan pendarahan, tekanan darah meningkat
akibat resistensi pembuluh darah perifer meningkat, sistole normal
kurang lebih 170 mmHg, dan diastole kurang lebih 95 mmHg.
(Wahjudi Nugroho, 2010).
6) Sistem Pengatur Suhu Tubuh
Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis -/+ 35oC
ini akibat metabolisme yang menurun, pada kondisi ini, lanjut usia
akan merasa kedinginan dan dapat pula menggigil, pucat dan
gelisah, keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat
memproduksi panas yang banyak sehingga dapat menyebabkan
penurunan aktivitas otot. (Wahjudi Nugroho, 2010 ).
7) Sistem Pernapasan
Otot–otot pernafasan juga mengalami kelemahan akibat atrofi
kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, aktivitas silia menurun,
paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik
nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun
dengan kedalaman bernafas menurun, ukuran alveoli melebar,
berkurangnya elastisitas bronkus, oksigen pada arteri menurun
menjadi 75 mmHg, karbon dioksida pada arteri tidak berganti, dan
pertukaran gas pun terganggu, refleks dan kemampuan untuk batuk
berkurang, sensitivitas terhadap hipoksia dan hiperkarbia menurun.
Sering terjadi emfisema senilis, kemampuan pegas dinding dada
dan kekuatan otot pernapasan menurun seiring bertambahnya usia
(Wahjudi Nugroho, 2010 ).
8) Sistem Pencernaan
Kehilangan gigi, penyebab utama periodontal disease yang biasa
terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan gigi
dan gizi yang buruk, indra pengecap menurun, adanya iritasi selaput
lender yang kronis, atropi indra pengecap (-/+80%), hilangnya
sensitivitas saraf pengecap di lidah terutama rasa manis dan asin,
10

hilangnya sensitivitas saraf pengecap terhadap rasa asin, asam, dan


pahit, esophagus melebar rasa lapar menurun, asam lambung
menurun dan motilitas dan waktu pengosongan lambung menurun,
peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi fungsi
absorpsi melemah hati semakin mengecil dan tempat penyimpanan
menurun, aliran darah berkurang (Wahjudi Nugroho, 2010).
9) Sistem Reproduksi
Wanita : vagina mengalami kontraktur dan mengecil, ovary
menciut, uterus mengalami atrofi, atrofi payudara, dan atrofi vagina
(Wahjudi Nugroho, 2010).
10) Sistem Genitourinaria
a) Ginjal : mengecilnya nefron akibat atrofi aliran darah ke ginjal
menurun hingga menjadi 50% sehingga fungsi tubulus
berkurang, akibatnya kemampuan mengkonsentrasi kan urine
menurun, berat jenis urin menurun, proteinuria, BUN (Blood
Urea Nitrogen) meningkat sampai 21 mg%, nilai ambang ginjal
terhadap glukosa meningkat, keseimbangan elektrolit dan asam
lebih mudah terganggu bila dibandingkan dengan usia muda,
RPF (Renal Plasma Flow) dan GFR (Glomerular Filtration
Rate) atau klirens kreatinin menurun secara linier sejak usia 30
tahun, jumlah darah yang difiltrasi oleh ginjal berkurang.
b) Vesika urinaria : otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun
sampai 200 ml atau menyebabkan frekuensi buang air seni
meningkat, pada pria lanjut usia vesika urinaria sulit
dikosongkan sehingga mengakibatkan retensi urine meningkat.
c) Pembesaran prostat : kurang lebih 75 % dialami oleh pria usia di
atas 65 tahun.
d) Vagina : seseorang yang semakin menua, kebutuhan hubungan
seksualnya masih ada, tidak ada batasan umur tertentu kapan
frekuensi seksual orang berhenti, frekuensi hubungan seksual
cenderung menurun secara bertahap setiap tahun, tetapi
11

kapasitas untuk melakukan dan menikmatinya berjalan terus


sampai tua (Wahjudi Nugroho, 2010).
11) Sistem Endokrin
Produksi dari semua hormon menurun, fungsi paratiroid dan
sekresinya tidak berubah, menurunnya aktivitas tiroid, menurunnya
BMR, menurunnya daya pertukaran zat, menurunnya produksi
aldosteron, menurunnya sekresi hormon kelamin misalnya:
progesteron, estrogen, dan testosteron (Wahjudi Nugroho, 2010).
12) Sistem Integumen
Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kuku
jari menjadi keras dan rapuh, kuku kaki tumbuh secara berlebihan
dan seperti tanduk, kelenjar keringat kulit mengkerut atau keriput
akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kepala dan rambut menipis
dan berwarna kelabu, rambut dalam hidung dan telinga menebal,
berkurangnya elastisitas akibat dari menurunnya cairan
vaskularisasi, respon terhadap trauma menurun (Wahjudi Nugroho,
2010).
13) Sistem Muskuloskeletal
Tulang kehilangan densitas (cairan) dan semakin rapuh, kifosis,
diskus intervertebralis menipis dan menjadi pendek (tingginya
berkurang), persendian besar dan menjadi kaku, tendon mengkerut
dan mengalami sklerosis, atropi serabut otot, pergerakan menjadi
lambat, otot kram, dan menjadi tremor (Wahjudi Nugroho, 2010).
b. Perubahan Mental
1) Kenangan (Memori)
Kenangan jangka panjang; beberapa jam sampai berhari hari yang
lalu dan mencakup beberapa perubahan. Kenangan jangka pendek
atau seketika (0-10 menit), dan kenangan buruk yang pernah terjadi
( bisa kearah demnsia) (Wahjudi Nugroho, 2010).
2) IQ (Intelegentia Quantion)
IQ tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan
verbal.Penampilan, persepsi, dan ketrampilan psikomotor berkurang.
12

Terjadi perubahan pada daya membayangkan karena tekanan faktor


waktu (Wahjudi Nugroho, 2010).
3) Perubahan Psikososial
a) Kehilangan finansial
b) Kehilangan status
c) Kehilangan teman
d) Kehilangan pekerjaan (Wahyudi Nugroho, 2010).
4) Perkembangan Spiritual
a) Agama atau kepercayaan semakin terintegrasi dalam kehidupan
b) Lanjut usia semakin matur dalam kehidupan keagamaannya. Hal
ini terlihat dalam berpikir dan bertindak sehari-hari.
c) Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Folwer (1978)
universalizing, perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah
berpikir dan bertindak dengan cara memberi contoh cara
mencintai dan keadilan (Wahyudi Nugroho, 2010).
5) Dampak Kemunduran
Kemunduran yang telah disebutkan sebelumnya membunyai
dampak terhadap tingkah laku dan perasaan orang yang memasuki
lanjut usia. Jika berbicara tentang menjadi tua, kemunduran yang
paling banyak dikemukakan. Selain berbagai macam kemunduran, ada
sesuatu yang dapat meningkat dalam proses menua, yaitu sensitivitas
emosional seseorang. Hal ini yang akhirnya menjadi sumber banyak
masalah pada masa tua (Wahjudi Nugroho, 2010).

B. DIABETES MELITUS
1. Definisi
a. Diabetes Melitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar gula dalam darah atau hiperglikemia (Brunner & Suddart,
2002 : 1220),
b. Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah
akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Soegondo, 2009).
13

c. Diabetes Mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan


karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya ( ADA, 2005).
d. Menurut kriteria diagnostik PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia) 2006, seseorang dikatakan menderita diabetes jika memiliki
kadar gula darah puasa >126 mg/dL dan pada tes sewaktu >200 mg/dL.
Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi dimana akan meningkat setelah
makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam.
2. Klasifikasi DM
Klasifikasi diabetes melitus dan penggolongan glukosa menurut Riyadi
(2007 :70) antara lain :
a. Insulin Dependent Diabetes Melitus ( IDDM ) atau DM Tipe 1
Defisiensi insulin karena kerusakan sel-sel langerhans yang berhubungan
dengan tipe HLA (Human Leucocyte Antigen) spesifik, predisposisi pada
insulin fenomena autoimun (cenderung ketosis dan terjadi pada semua usia
muda). Kelainan ini terjadi karena kerusakan sistem imunitas (kekebalan
tubh) yang kemudian merusak pulau Langerhans di pankreas. Kelainan
berdampak pada penurunan fungsi insulin.
b. Non Insulin Dependent Diabetes Melitus ( NIDDM ) atau DM Tipe 2
Diabetes resisten, lebih sering pada dewasa, tapi dapat terjadi pada semua
umur. Kebanyakan penderita kelebihan berat badan, ada kecenderungan
familiar, mungkin perlu insulin pada saat hiperglikemik selama stres.
c. Diabetes melitus tipe lain
DM yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom tertentu
hiperglikemik terjadi karena penyakit lain : penyakit pankreas, hormonal,
alat/ bahan kimia, endrokrinopati, kelainan reseptor insulin, sindrom
genetik tertentu.
d. Impaired Glukosa Tolerance (gangguan toleransi glukosa)
Kadar glukosa antara normal dan diabetes, dapat menjadi normal atau tetap
tidak berubah.
e. Gestational Diabetes Melitus ( GDM )
Merupakan intoleransi glukosa yang terjadi selama kehamilan. Dalam
kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang
14

menunjang pemanasan makanan bagi janin serta persiapan menyusui.


Menjelang aterm, kebutuhan insulin meningkat sehingga mencapai 3 kali
lipat dari keadaan normal. Bila seorang ibu tidak mampu meningkatkan
produksi insulin sehingga relatif hipoinsulin maka mengakibatkan
hiperglikemi. Resisten insulin juga disebabkan oleh adanya hormon
estrogen, progesteron, prolaktin dan plasenta laktogen. Hormon tersebut
mempengaruhi reseptor insulin pada sel sehingga mengurangi aktivitas
insulin.
3. Etiologi
Penyebab-penyebab tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya
diabetes melitus tipe II menurut Guyton & Hall (2002), yaitu:
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
4. Faktor Resiko Diabetes Melitus Tipe II
Menurut ehsa (2010) faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan
proses
terjadinya diabetes melitus tipe II dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Faktor resiko yang tidak dapat diubah
- Riwayat keluarga diabetes
Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab diabetes melitus orang tua.
Biasanya, seseorang yang menderita diabetes melitus mempunyai
anggota keluarga yang juga terkena penyakit tersebut.
- Ras atau latar belakang etnis
Resiko diabetes melitus tipe II lebih besar pada hispanik, kulit hitam,
penduduk asli Amerika, dan Asia.
- Riwayat diabetes pada kehamilan
Mendapatkan diabetes selama kehamilan atau melahirkan bayi lebih
dari 4,5 kg dapat meningkatkan risiko diabetes melitus tipe II.
b. Faktor resiko yang dapat diubah
- Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun.
- Pola makan
15

Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang


dibutuhkan oleh tubuh dapat memicu timbulnya diabetes melitus tipe
II, hal ini pankreas mempunyai kapasitas disebabkan jumlah/kadar
insulin oleh sel maksimum untuk disekresikan. Oleh karena itu,
mengonsumsi makanan secara berlebihan dan tidak diimbangi oleh
sekresi insulin dalam jumlah memadai dapat menyebabkan kadar gula
dalam darah meningkat dan menyebabkan diabetes mellitus.
- Gaya hidup
Makanan cepat saji dan olah raga tidak teratur merupakan salah satu
gaya hidup di jaman sekarang yang dapat memicu terjadinya diabetes
melitus tipe II
- Obesitas
Seseorang dikatakan obesitas apabila indeks massa tubuh (BMI) lebih
besar dari 25. HDL (―baik‖ kadar kolesterol) di bawah 35 mg/dl dan /
atau tingkat trigliserida lebih dari 250 mg/dL dapat meningkatkan
resiko diabetes melitus tipe II
- Hipertensi
Tekanan darah > 140/90 mmHg dapat menimbulkan resiko diabetes
melitus tipe II
- Bahan-bahan kimia dan obat-obatan
- Penyakit dan infeksi pada pancreas
- Dislipedimia
Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah
(Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma
insulin dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada
pasien diabetes.
5. Patofisologi
Pada diabetes tipe ini terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin, yaitu : resistensi insulin dan gangguan sekresis insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.
Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin
16

pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan
demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambila
glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah
terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin
yang disekresikan.
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat
sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada
tingkat yang normal/sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel – sel beta
tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes melitus tipe II. Meskipun terjadi
gangguan sekrsi insulin yang merupakan ciri khas diabetes melitus tipe II,
namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah
pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu,
ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II.

6. Manifestasi klinik
Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada pasien diabetes melitus menurut
Riyadi (2007 : 80 ) yaitu :
- Poliuria ( Peningkatan pengeluaran urin)
- Polidipsia ( Peningkatan rasa haus) akibat volume urin yang sangat besar
dan keluarnya air menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel
mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel
mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik
(sangat peka). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH
(antidiuretik hormone) dan menimbulkan rasa haus.
- Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien
diabetes lama, katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan sebagian
besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.
- Polifagia (Peningkatan rasa lapar)
- Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan
pembentukan antibodi, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus,
17

gangguan fungsi imun, dan penurunan aliran darah pada penderita


diabetes kronik.
- Kelainan kulit : gatal – gatal , bisul Kelaianan kulit berupa gatal – gatal,
biasanya terjadi didaerah ginjal. Lipatan kulit seperti di ketiak dan
dibawah payudara.
- Biasanya akibat tumbuhnya jamur.
- Kelaianan ginekologis
- Keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama candida.
- Kesemutan rasa baal akibat terjadinya neuropati.
- Pada penderita diabetes melitus regenerasi sel persarafan mengalami
gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur
protein. Akibatnya banyak sel persarafan terutama perfifer mengalami
kerusakan.
- Kelemahan tubuh
Kelemahan tubuh terjadi akibat penurunan produksi energi metabolik
yang dilakukan oleh sel melalui proses glikolisis tidak dapat berlangsung
secara optimal.
- Luka/ bisul yang tidak sembuh-sembuh
Proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar utama dari protein
dan unsur makanan yang lain. Pada penderita diabetes melitus bahan
protein banyak diformulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga bahan
yang dipergunakan untuk penggantian jaringan yang rusak mengalami
gangguan. Selain itu luka yang sulit sembuh juga dapat diakibatkan oleh
pertumbuhan mikroorganisme yang cepat pada penderita diabetes melitus.
- Pada laki-laki terkadang mengeluh impotensi
Penderita diabetes melitus mengalami penurunan produksi hormon
seksual akibat kerusakan testosteron dan sistem yang berperan.
- Mata kabur
Disebabkan oleh katarak/ gangguan refraksi akibat perubahan pada lensa
oleh hiperglikemia, mungkin juga disebabkan kelainan pada korpus
vitreum.
- Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan:
18

1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)


2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200
mg/dl
7. Komplikasi
a. Komplikasi akut
- Ketoasidosis diabetik
Adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang ditandai
oleh trias, terutama diakibatkan oleh defisiensi insulin absolut atau
insulin relatif.
- Hipoglikemi
Adalah penurunan kadar glukosa dalam darah. Biasanya disebabkan
peningkatan kadar insulin yang kurang tepat atau asupan karbohidrat
kurang.
- Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Adalah suatu dekompensasi metabolik pada pasien diabetes tanpa
disertai adanya ketosis. Gejalanya pada dehidrasi berat, tanpa
hiperglikemia berat dan gangguan neurologis.
b. Komplikasi kronis
1) Mikroangiopati
- Retinopati diabetikum disebabkan karena kerusakan pembuluh
darah retina. Faktor terjadinya retinopati diabetikum : lamanya
menderita diabetes, umur penderita, kontrol gula darah, faktor
sistematik (hipertensi, kehamilan).
- Nefropati diabetikum yang ditandai dengan ditemukannya kadar
protein yang tinggi dalam urin yang disebabkan adanya kerusakan
pada glomerulus. Nefropati diabetikum merupakan faktor resiko
dari gagal ginjal kronik.
- Neuropati diabetikum biasanya ditandai dengan hilangnya reflex.
Selain itu juga bisa terjadi poliradikulopati diabetikum yang
merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan gangguan pada satu
19

atau lebih akar saraf dan dapat disertai dengan kelemahan motorik,
biasanya dalam waktu 6-12 bulan.
2) Makroangiopati
- Penyakit jantung koroner dimana diawali dari berbagai bentuk
dislipidemia, hipertrigliseridemia dan penurunan kadar HDL. Pada
DM sendiri tidak meningkatkan kadar LDL, namun sedikit kadar
LDL pada DM tipe II sangat bersifat atherogeni karena mudah
mengalami glikalisasi dan oksidasi.
- Kaki Diabetik
Terdapat 4 faktor utama yang berperan pada kejadian kaki diabetes
melitus :
(1) Kelainan vaskular : Angiopati, contoh : aterosklerosis
(2) Kelainan saraf : Neuropati otonom dan perifer
(3) Infeksi
(4) Perubahan biomekanika kaki
8. Penatalaksanaan
Dalam jangka pendek penatalaksanaan DM bertujuan untuk menghilangkan
keluhan atau gejala sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk
mencegah komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara
menormalkan kadar glukosa. Penatalaksanaan pada diabetes melitus yaitu :
a. Perencanaan makan
Pada diet DM harus memperhatikan jumlah kalori, jadwal makan, dan
jenis makan yang harus dihindari adalah gula. Menurut Tjokro Prawiro
(1999), penentuan gizi penderita dilakukan dengan menghitung prosentase
Relatif Body Weigth dan dibedakan menjadi:
- Kurus : berat badan relatif : <90%
- Normal : berat badan relatif : 90-110%
- Gemuk : berat badan relatif : >110 %
- Obesitas : berat badan relatif : >120 %
 Obesitas ringan 120 – 130 %
 Obesitas sedang 130 – 140 %
 Obesitas berat 140 – 200 %
20

 Obesitas morbid > 200 %


Apabila sudah diketahui relatif body weigthnya maka jumlah kalori yang
diperlukan sehari-hari untuk penderita DM adalah sebagai berikut :
- Kurus : BB x 40-60 kalori / hari
- Normal ; BB x 30 kalori / hari
- Gemuk : BB x 20 kalori / hari
- Obesitas : BB x 10-15 kalori / hari
b. Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secar teratur 3 -4 x tiap minggu selama ½ jam.
Latihan dapat dijadikan pilihan adalah jalan kaki, joging, lari, renang,
bersepeda dan mendayung. Tujuan latihan fisik bagi penderita DM :
- Insulin dapat lebih efektif
- Menambah reseptor insulin
- Menekankenaikan berat badan
- Menurunkan kolesterol trigliseriid dalam darah
- Meningkatkan aliran darah
c. Terapi Obat (jika diperlukan)
- Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
 Golongan sulfonilurea seringkali dapat menurunkan kadar gula
darah secara adekuat pada penderita diabetes tipe II, tetapi tidak
efektif pada diabetes tipe I. Contohnya adalah glipizid, gliburid,
tolbutamid dan klorpropamid. Obat ini menurunkan kadar gula
darah dengan cara merangsang pelepasan insulin oleh pankreas
dan meningkatkan efektivitasnya.
 Obat lainnya, yaitu metformin, tidak mempengaruhi pelepasan
insulin tetapi meningkatkan respon tubuh terhadap insulinnya
sendiri. Akarbos bekerja dengan cara menunda penyerapan
glukosa di dalam usus.
21

 Obat hipoglikemik per-oral biasanya diberikan pada penderita


diabetes tipe II jika diet dan oleh raga gagal menurunkan kadar
gula darah dengan cukup.Obat ini kadang bisa diberikan hanya
satu kali (pagi hari), meskipun beberapa penderita memerlukan 2-
3 kali pemberian.
 Jika obat hipoglikemik per-oral tidak dapat mengontrol kadar gula
darah dengan baik, mungkin perlu diberikan suntikan insulin.
- Terapi Sulih Insulin
Pada diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin
sehingga harus diberikan insulin pengganti. Pemberian insulin hanya
dapat dilakukan melalui suntikan, insulin dihancurkan di dalam lambung
sehingga tidak dapat diberikan per-oral (ditelan).
Bentuk insulin yang baru (semprot hidung) sedang dalam penelitian.
Pada saat ini, bentuk insulin yang baru ini belum dapat bekerja dengan
baik karena laju penyerapannya yang berbeda menimbulkan masalah
dalam penentuan dosisnya.
Insulin disuntikkan dibawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di
lengan, paha atau dinding perut. Digunakan jarum yang sangat kecil agar
tidak terasa terlalu nyeri.
Insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki
kecepatan dan lama kerja yang berbeda:
1) Insulin kerja cepat.
Contohnya adalah insulin reguler, yang bekerja paling cepat dan paling
sebentar. Insulin ini seringkali mulai menurunkan kadar gula dalam
waktu 20 menit, mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan
bekerja selama 6-8 jam. Insulin kerja cepat seringkali digunakan oleh
penderita yang menjalani beberapa kali suntikan setiap harinya dan
disutikkan 15-20 menit sebelum makan.
2) Insulin kerja sedang.
22

Contohnya adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin isofan.


Mulai bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak maksimun
dalam waktu 6-10 jam dan bekerja selama 18-26 jam. Insulin ini bisa
disuntikkan pada pagi hari untuk memenuhi kebutuhan selama sehari
dan dapat disuntikkan pada malam hari untuk memenuhi kebutuhan
sepanjang malam.
3) Insulin kerja lambat.
Contohnya adalah insulin suspensi seng yang telah dikembangkan.
Efeknya baru timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam.
Sediaan insulin stabil dalam suhu ruangan selama berbulan-bulan
sehingga bisa dibawa kemana-mana.
Pemilihan insulin yang akan digunakan tergantung kepada:
 Keinginan penderita untuk mengontrol diabetesnya
 Keinginan penderita untuk memantau kadar gula darah dan
menyesuaikan dosisnya
 Aktivitas harian penderita
 Kecekatan penderita dalam mempelajari dan memahami penyakitnya
 Kestabilan kadar gula darah sepanjang hari dan dari hari ke hari
Sediaan yang paling mudah digunakan adalah suntikan sehari sekali
dari insulin kerja sedang. Tetapi sediaan ini memberikan kontrol gula
darah yang paling minimal.
Kontrol yang lebih ketat bisa diperoleh dengan menggabungkan 2
jenis insulin, yaitu insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang. Suntikan
kedua diberikan pada saat makan malam atau ketika hendak tidur malam.
Kontrol yang paling ketat diperoleh dengan menyuntikkan insulin
kerja cepat dan insulin kerja sedang pada pagi dan malam hari disertai
suntikan insulin kerja cepat tambahan pada siang hari.
Beberapa penderita usia lanjut memerlukan sejumlah insulin yang
sama setiap harinya; penderita lainnya perlu menyesuaikan dosis
23

insulinnya tergantung kepada makanan, olah raga dan pola kadar gula
darahnya. Kebutuhan akan insulin bervariasi sesuai dengan perubahan
dalam makanan dan olah raga.
Beberapa penderita mengalami resistensi terhadap insulin. Insulin
tidak sepenuhnya sama dengan insulin yang dihasilkan oleh tubuh, karena
itu tubuh bisa membentuk antibodi terhadap insulin pengganti. Antibodi
ini mempengaruhi aktivitas insulin sehingga penderita dengan resistansi
terhadap insulin harus meningkatkan dosisnya.
d. Penyuluhan kesehatan
Penyuluhan kesehatan meliputi pengertian, penyebab, tanda gejala,
jenis atau macamnya, komplikasi, penatalaksanaan pada penderita DM
dan pemantauan kadar gula darah
Pemantauan kadar gula darah penting karena membantu menentukan
penanganan medis yang tepat sehingga mengurangi resiko komplikasi
yang berat, dan dapat meningkatkan kualitas hidup penderita diabetes.
Pemeriksaan kadar gula darah dapat dilakukan dengan berbagai cara
baik di laboratorium, klinik bahkan dapat dilakukan pemantauan kadar
gula mandiri yang dapat dilakukan pasien dirumah dengan menggunakan
alat yang bernama Glukometer.

C. KONSEP PENGKAJIAN KEPERAWATAN


a. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam
menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita ,
mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapt diperoleh
melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium serta
pemeriksaan penunjang lainnya.
1. Anamnese
a. Identitas penderita
24

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,


alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk
rumah sakit dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya
nyeri pada luka.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta
upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.
Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis,
tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa
digunakan oleh penderita.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga
yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat
menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
f. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga
terhadap penyakit penderita.
2. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda – tanda vital.
b. Kepala dan leher
25

Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,


telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah
sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi
mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia,
lensa mata keruh.
c. Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan
pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
d. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah
terjadi infeksi.
e. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
f. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
g. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
h. Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat
lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
i. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk,
reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
j. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
1) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa
>120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
2) Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui
26

perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ),


dan merah bata ( ++++ ).
3) Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang
sesuai dengan jenis kuman.
b. Diagnosa keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotic (dari
hiperglikemia), kehilangan gastric berlebihan (diare, muntah), masukan
dibatasi (mual, kacau mental).
2. Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis) berhubungan dengan kadar glukosa
tinggi, Penurunan fungsi leukosit, perubahan pada sirkulasi, infeksi
pernafasan yang ada sebelumnya, atau ISK.
3. Resiko Resiko kadar glukosa darah tidak stabil Berhubungan dengan
Monitoring kadar glukosa inadekuat
27

c. Rencana dan Intervensi Keperawatan


No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1 Defisit volume cairan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Monitoring:
berhubungan dengan: ...x24 jam, kelebihan volume cairan dapat 1. Observasi status mental
2. Monitor imput serta output urine dan catat adanya
- Kehilangan cairan berkurang atau teratasi.
perubahan jumlah, warna dan konsentrasi urine
tubuh dalam Kriteria hasil:
3. Monitor turgor kulit, membrane mukosa dan perasaan
jumlah banyak No Kriteria Score
haus klien.
- Kegagalan fungsi 1 Temperature : 5
4. Monitor adanya tanda dehidrasi
regulasi (36,5 – 37,5 °c) 5. Ukur tanda-tanda vital dan CVP
2 Perubahan status mental (-) 5 6. Ukur CRT, kondisi dan suhu kulit
3 Nadi dalam batas normal : 5 7. Timbang berat badan sesuai indikasi
8. Kaji status mental
60-100 mmHg
4 RR: 12-20 x/mnt 5 Mandiri:
5 Tekanan darah : 5 1. Memasang dan mempertahankan akses vena perifer
(100-140/60-90mmhg) (infus)
6 Turgor kulit 5 2. Berikan perawatan kulit pada bagian penonjolan
7 Produksi urine 0,5-1 5
tulang.
ml/Kg BB/jam
8 Konsistensi urine normal 5 Pendidikan kesehatan:

(kuning jernih, tidak ada 1. Anjurkan klien untuk meningkatkan intake cairan.
2. Anjurkan klien untuk meningkatkan intake nutrisi
endapan)
9 CRT < 2s 5 untuk meningkatkan kadar albumin darah
10 Mukosa membrane dan 5 Kolaborasi:
kulit kering (-) 1. Berikan terapi cairan sesuai instruksi dokter
11 Hematokrit 35%-50% 5 2. Berikan transfuse darah sesuai hasil kolaborasi dengan
28

12 Penurunan berat badan 5 medis


3. Berikan terapi farmakologi untuk meningkatkan
secara signifikan (-)
13 Rasa haus berlebihan (-) 5 jumlah urine output
14 Kelemahan (-) 5 4. Kolaborasi pemeriksaan kadar elektrolit, BUN,
creatinin dan kadar albumin.
2 Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Kontrol infeksi
berhubungan dengan selama ...x24 jam risiko terkontrol dan klien 1. Bersihkan ruangan sebelum digunakan tindakan pada
faktor resiko bebas dari tanda dan gejala infeksi : pasien
prosedur invasive kriteria hasil : 2. Ganti peralatan untuk tindakan pada pasien
No Kriteria Score 3. Batasi jumlah pengunjung
1 Tidak terdapat rubor 5 4. Ajarkan pada pasien untuk melakuakn cuci tangan
2 Tidak terdapat kalor 5
3 Tidak terdapat dolor 5 dengan benar
4 Tidak terdapat tumor 5 5. Instruksikan pada pengunjung untuk melakukan cuci
5 Tidak terdapat fungsiolesa 5
Keterangan : tangan sebelum ke pasien

1. Ekstrim 6. Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan

2. Berat 7. Bersihkan tangan sebelum dan setelah melakukan

3. Sedang tindakan pada pasien

4. Ringan 8. Gunakan universal precaution

5. Tidak 9. Gunakan sarung tangan sesuai standar universal


precaution
10. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai dengan
kondisi pasien
11. Ajarkan pada pasien dan keluarga untuk mengenali
29

tanda dan gejala infeksi serta melaporkan pada tenaga


kesehatan ketika terdapat tanda dan gejala infeksi.
3 Resiko kadar glukosa Setelah dilakukan tindakan keperawatan Monitoring:
darah tidak stabil ....x24 jam, kadar glukosa darah stabil. 1. Monitor kadar gula darah
Berhubungan No Kriteria Score 2. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia: poliuria,
dengan: 1 Kadar glukosa darah 5 polidipsi, poliphagi
sesaat: <200 mg/dl
- Kurangnya 3. Monitor adanya keton pada urin
2 Kadar glukosa darah 5
pengetahuan 4. Monitor tanda dan gejala hipoglikemia: tremor,
puasa: < 126 mg/dl
tentang 3 Kadar glukosa darah 2 5 keringat dingin, iritabilitas, takikardi, palpitasi,
penatalaksanaan jam post pandrial: < 200 mual, pusing, sukar konsentrasi, kelemahan)
diabetes mg/dl 5. dentikfikasi faktor penyebab hiperglikemia atau
- Monitoring kadar 4 Poliuria (-) 5 hipoglikemia
glukosa inadekuat 5 Polidipsi (-) 5
6 Poliphagi (-) 5 Mandiri:
- Kurangnya
7 Ketonuria (-) 5 1. Batasi aktivitas saat gula darah > 250 mg/dl,
penatalaksanaan 8 Tremor (-) 5
9 Keringat dingin (-) 5 khususnya jika ada urin keton
diabetes
10 Iritabilitas (-) 5 2. Lindungi pasien dari cedera karena
11 Takikardi (-) 5
hiperglikemia/hipoglikemia
12 Palpitasi (-) 5
13 Mual (-) 5 Pendidikan kesehatan:
14 Pusing (-) 5
1. Anjurkan klien untuk meningkatkan intake cairan
15 Sukar konsentrasi (-) 5
Keterangan : 2. Ajarkan klien untuk cek kadar gula darah secara
1. Ekstrim teratur
2. Berat Kolaborasi:
3. Sedang 1. Pemberian insulin sesuai indikasi dokter
30

4. Ringan 2. Pemberian terapi cairan IV sesuai program


3. Pemeriksaan kadar gula darah
5. Tidak
4. Pemeriksaan urin keton
5. Pemberian diet sesuai program ahli gizi
31

PATOFISIOLOGI: DIFISEIN SI IN SULIN


- Sel dan pulau langerhans kurang peka - Faktor Herediter: - Faktor Herediter: - Kele bih an dosis in sulin Mk:
terhadap rangsangan -->sentak insulin - Degenerasi/tertekannya sel/ Berkembangnya kekebalan pada - kurang ju mla h kalo ri Kebutu han bela ja r
sesudah makan tidak begitu kuat perbedaan kepekaan seseorang Dia bete s Mellitu s sel ß-> distruksi, autonom pada sel ß yang dik onsumsi penata la ksanaan
- Menekan jumlah resptor insulin pada terhadap pertambahan umur ID DM - Degenerasi ringan pada sel ß - Menin gkatn ya aktiv ita s penyakit
target NON ID DM - Penyakit virus ja smani le bih cepat

-Berkerin gat
Kela in an Meta bolis me Hip oglik emia -Gemeta r, sakit
kepala , Palp ita si

Kela in an Meta bolis me Karbohid rat Kela in an Meta bolis me Lemak Kela in an Meta bolis me Prote in

Outp ut glu kosa darah Lip ogenesis menurun, Lip olis is menin gkat Fasilita s Penurunan Proses
In put glu kosa darah
menurun (glik ogenolis is tr ansmembran -Transkrip si
menin gkat (glik ogenolis is
menurun, glik olis is dala m asam amin o -Transla si
dala m hepar menin gkat,
oto t menurun, lip ogenesis Mobilis asi asam le mak menin gkat berkurang -Replik asi
glu koneogenesis menin gkat
di adip osa menurun -Prolite rasi sel

Berat badan Asetil Ko Amenin gkat Asam amin o


Hip erglik emia menurun sulit masuk Pertu mbuhan ja rin gan
sel te rhambat
Mk: Penurunan Keto genesis menin gkat Sin te sis kole ste rol menin gkat
Glik osila si Glik osuria dtt, kele la han
Sis nte sis
kole ste rol menin gkat prote in - Luka tid ak te rkontr ol
Benda keto n menin gkat
menurun - Sukar sembuh
Lensa mata Retin a PK Berat badan Osmola lita s
Arte roskle rosis menurun urin e menin gkat Nafs u makan menin gkat Hip erkole ste role mia dan
keto nimia PK: Keto asid osis
PK In fe ksi
kata rak le ntis Retin a angio pati Volu me urin e Masala h Kesehata n:
Angio pati Mk: Penurunan menin gkat Gangguan pola makan Arte roskle rosis
dtt, kele la han
Masala h kesehata n:
Diu resis Resik o tin ggi perlu asan
Pembulu h darah besar/ Pembulu h Ganggren in fe ksi dan Kele la han
makrovaskule r/makroangio pati darah kecil dengan arkus
kecil Osmotik diu resis Polio ri Dehid rasi
(air dan glu kosa
te rbuangan
PK: Gagal Trombosis dengan Perubahan Amputa si min or Rasa haus MK:
Neuropati ja ntu ng oklu si p.d kulit, atr opi menin gkat -Gangguan pola
elimin asi PK: Koma
-Gangguan Dia betik um
MK: Gangguan lu as Uls erasi MK: Kerusakan volu me cair an
-Pote nsia l cedera ja rin gan perife r MK: Gangguan
-Pote nsia l kerusakan pemenuhan
ja rin gan kulit kebutu han O 2
DAFTAR PUSTAKA

Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek


Maryunani, Jakarta:EGC, 1997.
Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih
bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999.
Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa
YasminAsih, Jakarta : EGC, 1997.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry
Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.
Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia
Lanjut jilid I Edisi ketiga, Jakarta : FKUI, 1996.
Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta
: Balai Penerbit FKUI, 2002
33

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN DIABETES MELITUS

PENGKAJIAN KEPERAWATAN
A. Identitas Klien
Nama : Ny. S No. RM : (-)
Usia : 60 tahun Tgl. Masuk : (-)
Jenis Kelamin : Perempuan Tgl. Pengkajian :4
februari 2014
Alamat : RT 07 RW 14 Sumber informasi :Klien
dan menantu
No. Telp : (-) Nama klg. dekat yg bisa dihubungi :
Status Pernikahan : Janda
Agama : Islam Status : Anak
Suku : Jawa Alamat : RT 07
RW 14
Pendidikan : SD No. Telp : (-)
Pekerjaan : Pendidikan : SMA.
Lama Bekerja : (-) Pekerjaan :
Wiraswasta
B. Status Kesehatan Saat ini
Klien mengeluh nyeri pada tengkuk leher dan gringgingan
C. Riwayat Kesehatan Saat ini
Klien mengatakan merasa nyeri dan berat di tengkuk leher. Keluhan
pada tengkuk terasa + 2 hari terakhir pada waktu bangun tidur. Klien juga
mengeluh sering terbangun saat tidur secara tiba-tiba dan memiliki sakit DM
kurang + 10 tahun. sering merasa geringgingen di kaki dan tangan. Gula
darah terakhir pada bulan januari yaitu 180. Klien rutin minum obat
Glibenklamid. Klien juga sudah mengatur pola makan dan menghindari
makanan yang manis-manis. Pandangan klien juga kabur sejak terdiagnosa
Diabetes Militus pada tahun 2000
D. Riwayat Kesehatan Terdahulu
1. Penyakit yang pernah dialami :
a. Kecelakaan (jenis & waktu) : kaki kanan tertusuk kayu
b. Operasi (jenis & waktu) : Klien tidak pernah melakukan operasi
c. Penyakit :
 Kronis : Diabetes Militus
d. Terakhir masuk RS : Klien tidak ingat tanggal masuk RS
2. Alergi (obat, makanan, plester, dll) : Klien tidak alergi
34

3. Imunisasi : Tidak terkaji


4. Kebiasaan : klien hanya sering menonton TV dan pergi ke mushola buat
sholat
5. Obat-obatan yang digunakan: Klien minum obat glibenklamid
E. Riwayat Keluarga
 Suami klien sudah meninggal
 Klien tidak mengetahui riwayat DM dari kedua orang tuannya
 Klien mengetahui kalau saudaranya meinggal karena DM
GENOGRAM
Orangtua klien

Klien

Perempuan hidup

Perempuan Meninggal

Laki-laki Hidup

Laki-Laki Meninggal

F. Riwayat Lingkungan
Klien mengikuti posyandu lansia secara rutin dan pergi ke mushola
G. Pola Aktifitas-Latihan
 Makan/minum Mandiri
 Mandi 2x sehari
 Berpakaian/berdandan Mandiri
 Toileting Mandiri
35

 Mobilitas di tempat tidur Mandiri


 Berpindah Mandiri
 Berjalan Mandiri
 Naik tangga Tidak Terkaji
H. Pola Nutrisi Metabolik
 Jenis diit/makanan : Makanan berupa nasi,
 Frekuensi/pola : 2x sehari
 Porsi yg dihabiskan : + 10 sendok
 Komposisi menu : nasi+lauk
 Pantangan : makanan satan dan gorengan
 Napsu makan : baik
 Jenis minuman : air putih, kadang minum teh
 Frekuensi/pola minum : Sering teutama pada pagi hari
 Gelas yg dihabiskan : 5-9 gelas
 Sukar menelan (padat/cair) : Tidak
 Pemakaian gigi palsu (area) : Tidak
 Riw. masalah penyembuhan luka : lama sembuh karena penyakit DM
I. Pola Eliminasi
 BAB:
- Frekuensi/pola : 1x sehari
- Konsistensi : Lunak
- Warna & bau : kekuningan dan bau
- Kesulitan : tidak ada kesulitan
- Upaya mengatasi : tidak ada
 BAK:
- Frekuensi/pola : Sering
- Konsistensi : cair
- Warna & bau : bening, bau khas
- Kesulitan : tidak ada kesulitan
36

- Upaya mengatasi : tidak ada


J. Pola Kebersihan Diri
 Mandi: Frekuensi : 3 kali sehari
- Penggunaan sabun : ya
 Keramas: Frekuensi : 2 hari sekali
- Penggunaan shampoo : ya
 Gosok gigi: Frekuensi : 3 kali sehari
- Penggunaan odol : 3 kali sehari
 Ganti baju:Frekuensi : 1 kali sehari
 Memotong kuku: Frekuensi : dua minggu sekali
 Kesulitan : Tidak ada
 Upaya yg dilakukan : tidak ada
K. Pola Toleransi-Koping Stres
1. Pengambilan keputusan: (√ ) sendiri (√ ) dibantu orang lain,
sebutkan,anak
2. Yang biasa dilakukan apabila stress/mengalami masalah: klien berdiskusi
dengan menantu dan anaknya
3. Harapan setelah menjalani perawatan: ingin matanya tidak buramlagi dan
jelas
4. Perubahan yang dirasa setelah sakit: Tidak ada
L. Konsep Diri
1. Gambaran diri : Klien merasa tubuhnya terlalu gemuk sehingga klien
rajin berolahraga untuk mengurangi berat badannya.
2. Ideal diri : Klien menyukai seluruh bagian tubuhnya.
3. Harga diri : Klien merasa tubuhnya sehat meskipun tekanan darahnya
tinggi
4. Peran : Klien berperan sebagai seorang istri, ibu, dan nenek
5. Identitas : Klien merupakan seorang ibu, istri dan nenek.

FORMAT PEMERIKSAAN FISIK GERONTIK


Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
37

TTV & status gizi:


Suhu : 37 oC RR : 18 x/mnt
TD : 130/80 mmHg Nadi : 90 x/menit
Pemeriksaan Fisik
Kepala:
Warna : Sebagian besar rambut klien beruban
Kebersihan : Kulit kepala klien tampak bersih
Distribusi : Merata dan sedang
Kerontokan : Ya
Keluhan : klien mengeluh pusing
Mata:
Bentuk : Simetris
Konjungtiva : Tidak anemis
Sclera : Tidak ikterus
Strabismus : Tidak ada
Penglihatan : pandangan kabur
Peradangan : Tidak
Riwayat katarak : Tidak ada
Keluhan : Tidak ada
Hidung:
Bentuk : Simetris
Peradangan : Tidak ada
Penciuman : Baik
Mulut dan tenggorokan:
Kebersihan : Bersih
Mukosa : Lembab
Peradangan/stomatitis : Tidak ada
Gigi/Geligi : Gigi geraham tanggal
Radang gusi : Tidak tampak radang gusi
Kesulitan mengunyah : Tidak
Kesulitan menelan : Tidak
38

Telinga:
Bentuk : Simetris
Kebersihan : Bersih
Peradangan : Tidak
Pendengaran : normal
Keluhan lain : Tidak ada
Leher:
Posisi Trakea : Simetris
Pembesaran kel.tiroid : Tidak ada
JVD : Tidak ada
Kaku kuduk : Tidak ada
Dada:
Bentuk dada : Simetris
Retraksi : (-)
Wheezing : (-)
Ronchi : (-)
Suara jantung tambahan : (-)
Abdomen:
Bentuk : Besar
Nyeri tekan : (-)
Kembung : (-)
Supel : (-)
Bising usus : Frekuensi: 12 x/mnt
Massa : (-)
Genitalia/anus:
Kebersihan : Tidak Terkaji
Hemoroid : Tidak ada
Hernia : Tidak ada
Ekstremitas:
Massa/tonus otot : Nilainya 4 (melawan gravitasi dengan tahanan)
Postur tubuh : Normal, klien dapat berdiri dengan tegak
39

Gaya berjalan : agak sempoyongan kalau berjalan


Rentang gerak : Klien dapat bergerak secara maksimal, tapi untuk
berjalan jauh klien mengatakan tidak kuat karena
kakinya akan terasa sakit. Klien juga mengeluh
ksemutan pada kaki
Deformitas : (-)
Tremor : (-)
Edema kaki : (-)
Flebitis : (-)
Klaudikasi : (-)
Integumen:
Kebersihan : Kulit bersih
Warna : putih
Kelembaban : Lembab
Gangguan pada kulit : (-)

PENGKAJIAN PSIKOGERONTIK

Nama : Ny. S
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 60 tahun
Alamat : RT 07 RW 14 Kendalsari Malang
Status Menikah : Janda
Agama : Islam
Suku : Jawa
Tingkat Pendidikan : SD
Riwayat pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
1. Masalah emosional : Klien mudah memikirkan sesuatu tentang suatu
masalah, misalnya diabetes militusnya meski sudah menerapkan pola hidup
sehat.
2. Tingkat Kerusakan Intelektual
40

SPMSQ (Short Portable Mental Status Questionnaire)


Benar Salah No Pertanyaan
√ 1. Tanggal berapa hari ini ?
√ 2. Hari apa sekarang ?
√ 3. Apa nama tempat ini ?
√ 4. Dimana alamat Anda ?
√ 5. Berapa nomor rumah Anda ?
√ 6. Kapan Anda lahir ?
√ 7. Siapa presiden Indonesia ?
√ 8. Siapa presiden Indonesia sebelumnya ?
√ 9. Siapa nama ibu Anda ?
√ 10. Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari setiap angka
baru, semua secara menurun.
Jumlah 5 Salah 4-5 : Fungsi intelektual kerusakan ringan

3. Identifikasi aspek kognitif


Dengan menggunakan MMSE (Mini Mental Status Exam)
No. Aspek Nilai Nilai Kriteria
kognitif Maksimal Klien
1. Orientasi 5 4 Menyebutkan dengan benar
 Tahun
 Musim
 Tanggal
 Hari
 Bulan
Orientasi 5 5 Dimana sekarang kita berada?
 Negara
 Propinsi
 Kabupaten
2. Registrasi 3 3 Sebutkan 3 nama objek (kursi,
meja, kertas)
Kemudian ditanyakan kepada klien,
menjawab:
3. Perhatian 5 5 Meminta klien berhitung mulai dari
dan kalkulasi 100, kemudian dikurangi 7 sampai
41

5 tingkat:
4. Mengingat 3 3 Meminta klien untuk menyebutkan
objek pada poin 2:
5. Bahasa 9 9 Menanyakan pada klien tentang
benda (sambil menunjuk benda
tersebut):
Meminta klien untuk mengulangi
kata berikut ”tak ada jika, dan, atau,
tetapi”.
Klien menjawab........
Minta klien untuk mengikuti
perintah berikut yang terdiri dari 3
langkah. Ambil ballpoint di tangan
Anda, ambil kertas, menulis saya
mau tidur.
Perintahkan klien untuk hal berikut
(Bila aktivitas sesuai perintah nilai
1 poin)
’tutup mata Anda’
Perintahkan pada klien untuk
menulis atau kalimat dan menyalin
gambar
Total Nilai 30 29 Kognitif baik

Pengkajian ADL
Modifikasi dari Barthel Index
Aktifitas
Skor
1. Makan
 0= tidak mampu
10
 5= dengan bantuan
42

 10= mandiri
2. Mandi
 0= dengan bantuan
5
 5= mandiri
3. Kebersihan diri
 0= dengan bantuan
`5
 5= mandiri
4. Berpakaian
 0= dengan bantuan
 5= butuh bantuan pada setengah aktifitas
10
 10= mandiri
5. Mengontrol defekasi
 0= inkontinen (termasuk pemberian enema)
10
 5= occasional
 10= kontinen
6. Mengontrol berkemih
 0= inkontinen (termasuk kateter)
 5= occasional
10
 10= kontinen
7. Penggunaan toilet
 0= dengan bantuan
10
 5= butuh bantuan pada beberapa aktifitas
 10= mandiri
43

8. Berpindah dari kursi roda ke tempat tidur dan sebaliknya, termasuk duduk
di tempat tidur
 0= tidak mampu. Tidak ada keseimbangan
 5= dengan bantuan mayor (1/2 orang), dapat duduk
10
 10= dengan bantuan minor (verbal/fisik)
 15= mandiri
9. Mobilitas (pada permukaan datar)
 0= tidak mampu. < 50m
 5= ketergantungan kursi roda, termasuk pegangan. >50m
10
 10= berjalan dengan bantuan 1 orang (verbal/fisik). >50m
 15= mandiri (bisa dengan bantuan, mis. tongkat). > 50m
10. Naik turun tangga
 0= tidak mampu
 5= butuh bantuan
5
 10= mandiri
Interpretasi: ketergantungan moderat Total
85

PENGKAJIAN POSISI DAN KESEIMBANGAN (SULLIVAN)


No. Tes koordinasi Keterangan Nilai
1. Berdiri dengan postur normal Klien dapat berdiri tegak, namun 4
takut kalau terajatuh
2. Berdiri dengan postur normal, Klien dapat melakukan tetapi sedikit 3
menutup mata sempoyongan
3. Berdiri dengan kaki rapat Klien mampu berdiri dengan 4
merapatkan kaki
4. Berdiri pada satu kaki Klien tidak dapat melakukan kaena 1
takut jatuh
5. Berdiri, fleksi trunk dan berdiri Klien tidak mampu berdiri dengan 1
44

ke posisi netral penuh setelah fleksi


6. Berdiri, lateral dan flksi trunk Klien tidak mampu berdiri dengan 1
penuh setelah fleksi
7. Berjalan, tempatkan tumit salah Klien mampu melakukannya dengan 3
satu kaki di depan jari kaki yang bantuan
lain
8. Berjalan sepanjang garis lurus Klien mampu berjalan dengan lurus 4
9. Berjalan mengikuti tanda gambar Klien mampu mengikuti gambar di 4
pada lantai lantai
10 Berjalan menyamping Klien mampu berjalan menyambung 4
11. Berjalan mundur Klien mampu berjalan mundur 4
12 Berjalan mengikuti lingkaran Klien mampu berjalan melingkar 4
13. Berjalan pada tumit Klien tidak mampu berjalan dengan 2
tumit bantuan maksimal
14. Berjalan dengan ujung kaki Klien tidak mampu berjalan dengan 1
tumit
Jumlah 40
Nilai: 40  mampu melakukan aktifitas dengan sedikit bantuan

LAMPIRAN : KUISIONER
Data respoden
Nama pasien : Ny. S
Usia : 60 tahun
Alamat : RT 07 RW 14 Kendalsari Malang
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : tidak bekerja
Merokok : tidk
Konsumsi Cafein : kadang-kadang
Minum Obat : ya
Posisi tidur : terlenteng
Nyeri : ya
Mengangkat beban : jarang
Riwayat penyakit : Diabetes Militus
Konsumsi obat – obatan 2 minggu terakhir : Glibenklamid
45

KUESIONER SKRINING KUALITAS TIDUR PADA LANSIA


(MODIFIKASI PITTSBURG DAN SDQ)
No Pertanyaan Pre Mid Post
1 Saya merasa kesulitan saat akan memulai tidur dimalam hari
jawaban dibuat B A B
a. 15 menit b. 30 menit c. 1 jam
2 Berapa lama anda tidur malam?
a. > 6 jam C B B
b. 4-5 jam
c. < 3 jam

3 Berapa kali anda terbangun dimalam hari


a. > 5 kali B B B
b. 2-4kali
c. < = 1 kali

4 Apa yang menyebabkan anda terbangun di malam hari?


a. Suara berisik di sekitar lingkungan saya B B B
b. Sering kebelakang (kebelet pipis)
c. Saya terbangun tanpa sebab yang jelas

5 Apakah anda mematikan lampu saat tidur?


a. Ya B B B
b. Tidak
6 Bagimana kondisi anda saat bangun tidur?
a. Saya merasa pegal – pegal dan capek B B B
b. Saya masih merasa mengantuk
c. Saya merasa segar

7 Berapa lama anda tidur siang?


a. Tidak tidur siang A A B
b. 1-2 jam
c. > 3 jam

8 Orang mengatakan kalau saya tidur mengorok


a. Ya A A B
b. Tidak
9 Saya sering tidak bisa bergerak dan bernafas saat tidur malam
a. Ya B B B
46

b. Tidak
10 Apakah saat ini anda memiliki keluhan yang paling mengganggu
tidur anda?
a. Pusing B B B
b. Nyeri
A C
c. Sering kencing di malam hari
d. Sering batuk di mlam hari C
e. Tidak ada keluhan
11 Apakah anda memiliki kebiasaan sebelum tidur seperti
a. Minum kopi atau teh
b. Merokok
D D D
c. Minum alkohol
d. Minum obat untuk penyakit saya

12 Kalau pada malam hari anda merasa tidur anda kurang, apa yang
anda rasakan?
B
a. Saya merasa mudah marah dan tersinggung B B
b. Saya merasa susah berkonsentrasi
c. Saya merasa mudah lelah dan malas untuk beraktifitas
d. Kurang tidur tidak memberikan efek apa – apa terhadap saya

LEMBAR MONITORING GANGGUAN TIDUR


II VI
Pertemuan ke- I II IV V VI Jumlah
I I
Pola kebiasaan sebelum tidur
Kebiasaan Kognitif
Klien mampu menjelaskan kebiasaan X √ 1
makan/
sebelum tidur yg harus dihindari
minum
Psikomotor
Klien tidak merokok 4-6 jam X X X X X X X 0
sebelum tidur*
Klien tidak minum minuman √ X √ √ √ X √ 5
berkafe-in (kopi, teh, soda, minuman
berenergi) 4-6 jam sebelum tidur*
Klien tidak tidur dalam keadaan √ √ √ √ √ √ √ 7
lapar*
47

Klien tidak makan nasi, lauk-pauk, X X √ √ √ √ √ 5


dan air putih 2-3 jam sebelum tidur*
Klien tidak melewatkan sarapan √ √ √ √ √ √ √
6
Kebiasaan Kognitif: klien mampu menjelaskan...
minum Jenis obat yang dikunsumsi √ √ 2
Dosis Obat yang dikonsumsi X √ 1
obat Cara penggunaan obat yang √ √ 2
dikonsumsi
Efek samping obat yang dikonsumsi X √ 1
Waktu minum obat yang dikomsumsi √ √ 2
Psikomotor : klien melaporkan....
Minum obat sesuai jadwal X √ X √ √ √ √ 5
Pembatasan aktivitas
Kognititf: klien mampu menjelaskan
Cara mengangkat dengan benar X √
Psikomotor
Pasien memperagakan cara X √ √ √ √ √ √ 6
mengangkat yang benar*
Posisi tidur
Kognititf: klien mampu menjelaskan
Posisi tidur yang baik X √ 1
Efek terhadap posisi tidur yang X √ 1
kurang tepat
Jumlah bantal yang digunakan saat X √ 1
tidur
Psikomotor: klien melaporkan
Posisi Tidur miring kanan* X X X X √ √ √ 3

Snoring* √ √ √ √ X √ X 4
Waking sympthom: Nyeri leher, √ √ √ √ X √ X 5
punggung, sakit kepala*
Jumlah bantal yang dipakai 2 2 2 1 1 1 1
Latihan Otot Progresif
Kognititf: klien mampu menjelaskan
Definisi relaksasi progresif X X 0
Manfaat relaksasi progresif X √ 1
Psikomotor: klien melaporkan
Melakukan latihan otot progresif* X √ X √ √ √ √ 5
NB: * beri tanda centang (v)

LEMBAR EVALUASI GANGGUAN TIDUR


48

Outcome Pertemuan ke- (tanggal)


I II III IV V VI VII
Skala nyeri* 4 4 4 3 2 2 2
*(tuliskan berapa skalanya dalam kotak yang disediakan)
Kuantitas tidur* 3 5
*(tuliskan berapa skalanya dalam kotak yang disediakan)
Kualitas tidur* 18 15
*(tuliskan berapa skalanya dalam kotak yang disediakan)
Pittsburg scale

PSQI (Pittsburg Sleep Quality Index)

Pertanyaan-pertanyaan berikut berhubungan dengan kebiasaan tidur responden


selama 1 bulan terakhir:
1. Jam berapa Anda biasanya memulai tidur malam?
2. Berapa menit Anda bisa mulai tertidur setiap malamnya?
3. Jam berapa anda mulai bangun pagi dari tidur malam?
4. Berapa jam anda biasanya tidur malam?
Tidak pernah Kurang dari 1-2 kali ≥ 3 kali
Frekuensi gangguan mengalami seminggu seminggu seminggu
(skor=0) (skor=1) (skor=3) (skor=4)
Jenis Gangguan Tidur
Tidak mampu memulai tidur dalam 30 √
menit
Bangun tengah malam atau dini hari √
Terbangun untuk ke kamar mandi √
Tidak bisa bernapas dengan nyaman √
saat tidur
Batuk atau mengorok dengan keras √
Merasa kedinginan √
Merasa kepanasan √
Bermimpi buruk √
Nyeri √
Alasan lain, sebutkan: √
Selama sebulan ini, seberapa sering √
anda mengkonsumsi obat tidur?
Selama sebulan ini, seberapa sering √
anda merasa mengantuk saat
49

melakukan aktivitas, seperti menyapu,


memasak, mencuci, berjualan, etc?
Selama sebulan ini, seberapa sering √
Anda mengalami kehilangan minat
pada kegiatan yang Anda lakukan?
Sangat baik (0) Cukup baik Cukup Sangat buruk
(1) buruk (2) (3)
Menurut anda, bagaimana kualitas √
tidur selama sebulan terakhir?
50

ANALISA DATA
Pengelompokan Data Etiologi Masalah
DS: Usia lanjut, nyeri pada tengkuk leher Gangguan
¯
 Klien mengataka nyeri pada pola tidur
Penurunan serotonin, melatonin dan hormon
tengkuk leher
yang membantu tidur
 Keluhan nyeri + 2 hari
¯
 Klien memiliki riwayat sakit Kesulitan memulai tidur dan tidur kembali
DM saat tebangun di malam hari
 Klien mengatakan mudah ¯
terbangun dari tidur Gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pada
 Sering pipis pada malam hari lansia
 Mudah lelah kalau pada pagi ¯
hari Gangguan pola tidur
DO :
TD = 130 / 80 mm Hg
RR = 18 x / menit
Nadi = 90 x/menit
DS: Kurang informasi tentang gangguan tiur dan Kurang
 Klien mengatakan tidak cara menanganinya Pengetahuan
mematikan lampu pada malam ¯
Perilaku kebiasaan tidur yag berefek pada
hari
 Klien mengatakan jarang tidur gangguan tidur lansia
(minum air putih sebelum tidur, tidak
siang
 Klien mengatakan Biasanya mematikan lampu pada waktu tidur, nyeri
minum pada malam hari leher dan posisi tidur yang salah)
¯
sebelum tidur Gangguan pemenuhan ebutuhan tidur pada
 Klien mengatakan Mengeluh
lansia
nyeri pada tengkuk leher ¯
 Klien mengatakan Kalau tidur Lansia tidak tau apa yang harus dilakukan
posisi terlentang dan untuk mengatasi gangguan tidur
mengorok ¯
Kurang pengetahuan

Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan pola tidur
2. Kurang pengetahuan
51

RENCANA KEPERAWATAN
No Dx Keperawatan Kriteria Indikator Intervensi
1 gangguan pola tidur  Lansia mampu  75% Lansia dapat menerapkan  Berikan penyululuhan mengenai penyebab dan
menerapkan perilaku pemenuhan makan dan minum 52
cara mengatasi gangguan tidur pada lansia
yang memperbaiki yang menganggu dan membantu  Libatkan keluarga dalam mengawasi kebiasaan
kualitas tidur tidur dengan baik tidur lansia yang baik dalam membatu memenuhi
 Lansia mampu  75% lansia dapat minum obat tidur lansia
mendemonstrasikan sesuai jadwal  Ajarkan teknik relaksasi otot progresif
teknik relaksasi napas  75% lansia dapat membatasi  Dorong lansia untuk mendemonstrasikan terapi
dalam aktivitas sesuai kemampuan relaksasi otot progresif
 75% lansia menerapkan posisi  Libatkan keluarga untuk mendorong lansia untuk
tidur yang baik berlatih terapi relaksasi setiap akan tiur
 75% lansia menerapkan terapi  Anjurkan lansia untuk mandi dengan air hangat
relaksasi otot progresif dan mengompres sendi-sendi yang sakit dengan
waslap hangat.
 Follow up perkembangan gangguan tidur klien
dan kebiasaan tidur klin setiap hari
2 Kurang pengetahuan  Lansia  Sebanyak 80% lansia dapat  Kaji tingkat pengetahuan lansia dan keluarga
memperhatikan dan menjelaskan tentang gangguan tentang gangguan tidur dan cara mengatasi
mampu menjawab tidur  Ajarkan pada lansia tentang kebiasaan sebelum
pertanyaan penyuluh  Sebanyak 80% lansia dapat tidur yang harus dihindari
dengan benar menjawab pertanyaan tentang  Beri informasi pada lansia dan keluarga tentang
 Lansia mampu nutrisi yang membantu tidur nutrisi yang membantu tidur, posisi tidur, dan
menjelaskan kembali  Sebanyak 75% lansia dapat modifikasi lingkungan menjelang tidur
materi ayng diberikan menjelaskan tentang jenis obat,  Berikan informasi pada lansia tentang pentingnya
perawat efek samping, dosis, dan cara modifikasi lingkungan dan mematikan lampu saat
minum obat yang benar tidur
 Sebanyak 75% lansia dapat  Menjelaskan pada lansia tetang cara mengangkat
menjelaskan posisi tidur yang yang baik
baik, jumlah bantal yang dipakai,  Evaluasi pengetahuan lansia mengenai gangguan
53

INTERVENSI DAN EVALUASI

Tgl Jam Dx Implementasi Evaluasi Ttd


3 09.30 1 1. Mengkaji penyebab dan cara mengatasi S:
Klien mengatakan nyeri pada tengkuk leher, Keluhan nyeri +
Febru – gangguan tidur pada lansia
2 hari
ari 10.30 2. Melibatkan keluarga dalam mengawasi
Klien mengatakan memiliki riwayat sakit DM, mudah
2014 wib kebiasaan tidur lansia yang baik dalam
terbangun dari tidur dan sering pipis pada malam hari.
membatu memenuhi tidur lansia
Setiap pagi hai sering merasa mudah lelah
3. Mengajarkan teknik relaksasi otot progresif O:
Keadaan umum baik, sedikit grimace, fokus perhatian kurang
4. Mendorong lansia untuk
TD = 130 / 80 mm Hg RR = 18 x / menit Nadi = 90 x/menit
mendemonstrasikan terapi relaksasi otot
Klien dapat mempraktekkan terapi relaksasi otot progresif
progresif A:
Masalah teratasi sebagian
5. Menganjurkan lansia untuk mandi dengan
P:
air hangat dan mengompres sendi-sendi Lanjutkan intervensi 1.1; 1.2; 1.3; 1.4; 1.5. Anjurkan untuk
yang sakit dengan waslap hangat. kontrol jika sakit bertambah
54

2 1. Mengkaji tingkat pengetahuan lansia dan  S:


Klien mengatakan tidak mematikan lampu pada malam hari
keluarga tentang gangguan tidur dan cara
dan sangat jarang tidur siang
mengatasi
 Klien mengatakan biasanya minum pada malam hari
2. Mengajarkan pada lansia tentang kebiasaan
sebelum tidur
sebelum tidur yang harus dihindari  Klien mengatakan Mengeluh nyeri pada tengkuk leher dan
3. Memberikan informasi pada lansia tentang serin mengorok ketika tidur dengan posisi terlentang
pentingnya modifikasi lingkungan dan O:
Keadaan umum baik, sedikit grimace, fokus perhatian kurang
mematikan lampu saat tidur
TD = 130 / 80 mm Hg RR = 18 x / menit Nadi = 90 x/menit
4. Menjelaskan pada lansia tetang cara Klien dapat mempraktekkan terapi relaksasi otot progresif
mengangkat yang baik A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Lanjutkan intervensi 2.1; 2.2; 2.3; 2.4;.
Anjurkan untuk kontrol jika sakit bertambah
55

4 10.15 1 1. Memberikan penyululuhan mengenai S: "


keluarga klien mengatakan akan membantu ibunya supay
februa – penyebab dan cara mengatasi gangguan
mempraktekkan senam nya”
ri 11.20 tidur pada lansia
Klien mengatakan iya mas,saya akan melakukan tiap hari biar
2014 wib 2. Melibatkan keluarga dalam mengawasi
bisa tidur seperti dahulu
kebiasaan tidur lansia yang baik dalam Klien mengatakan akan melakukan kompres apabila sakit
membatu memenuhi tidur lansia pada sendi
O:
3. Mengajarkan teknik relaksasi otot progresif
Keadaan umum baik, sedikit grimace, fokus perhatian kurang
4. Mendorong lansia untuk
TD = 130 / 80 mm Hg RR = 18 x / menit Nadi = 90 x/menit
mendemonstrasikan terapi relaksasi otot Klien dapat mempraktekkan terapi relaksasi otot progresif
A:
progresif
Masalah teratasi sebagian
5. Menglibatkan keluarga untuk mendorong P:
Lanjutkan intervensi 1.1; 1.2; 1.3; 1.4;1.5; 1.6.
lansia untuk berlatih terapi relaksasi setiap
Anjurkan untuk kontrol jika sakit bertambah
akan tiur
6. Menganjurkan lansia untuk mandi dengan
air hangat dan mengompres sendi-sendi
yang sakit dengan waslap hangat.
7. MenFollow up perkembangan gangguan
tidur klien dan kebiasaan tidur klin setiap
hari
56

2 1. Mengevaluasi tingkat pengetahuan lansia S:


Klien mengatakan akan mencoba tidur dengan posisi miring
dan keluarga tentang gangguan tidur dan
sebelah kanan
cara mengatasi
Kien mengatakan akan menghindari minum teh dan arir putih
2. Mengajarkan pada lansia tentang kebiasaan
sebelum tidur
sebelum tidur yang harus dihindari O:
Klien dapat mengulngi pejelasan oleh perawat
3. Memberi informasi pada lansia dan
Keadaan umum baik, fokus perhatian meluas, TD = 130/100
keluarga tentang nutrisi yang membantu
mmHg, nadi =80x/menit
tidur, posisi tidur, dan modifikasi A: MTS
P: Lanjutkan intervensi 2.1; 2.3; 2.4; 2.5
lingkungan menjelang tidur
4. Menjelaskan pada lansia tetang cara
mengangkat yang baik
5. Mengevaluasi pengetahuan lansia mengenai
gangguan tidur dan cara penanganan nya
setelah mendapatkan penyuluhan
57

5 14.00 1 1. Melibatkan keluarga dalam mengawasi S:


Klien mengatakan sudah ridur agak nyenyak dari pada
Febru kebiasaan tidur lansia yang baik dalam
kemarin
ari membatu memenuhi tidur lansia
Klien mengatakan sudah agaj tenang dakibat sering
2014 2. Mengajarkan teknik relaksasi otot progresif
melakukan teknik otot progresif
3. Mendorong lansia untuk Klien dan keluarga mengatakan akan selalu rutin melakukan
14.30
mendemonstrasikan terapi relaksasi otot nya tiap hari
O
progresif
Klien dapat mengulngi pejelasan oleh perawat
4. Menglibatkan keluarga untuk mendorong Keadaan umum baik, fokus perhatian meluas, TD = 130/100
lansia untuk berlatih terapi relaksasi setiap mmHg, nadi =88x/menit
A: MTS
akan tiur
P: Lanjutkan intervensi 1.1; 1.2; 1.3; 1.4; 1,5
5. MenFollow up perkembangan gangguan
tidur klien dan kebiasaan tidur klin setiap
hari
58

2 1. Memonitor perilaku menghindari risiko S:


3. Mengeksplorasi perasaan individu dan Hari ini klien mengatakan anyak minum air putih tapi lebih
persepsinya terhadap perilaku hidup sehat banyak pada pagi hati
4. Memberikan penyuluhan tentang DM Hari ini klien mengatakan tidak merasa pegal-pegal di bagian
5. Mengajak klien untuk mengikuti senam
leher klien
lansia di posyandu lansia. Keluarga mengatakan kalau sesekali klien tidur dengan posisi
miring yang salah pada waktu tidur
O: TD = 130/90, N = 90x/menit, kemampuan berjalan baik,
sempoyongan, menggunakan pakaian olahraga dan
bersepatu. Klien mampu memperagakan cara senam teknik
relaksasi otot progresif secara rutin
A: MTS
P: Lanjutkan intervensi 2.1; 2.2; 2.4; 2.5
Evaluasi hasil atau persepsi klien terhadap kegiatan senam
lansia
6 14.00 2 1. Memonitor perilaku sebelum tidur klien S: Klien mengatakan senang melakuakn teknik relaksasi
2. Mengeksplorasi perasaan individu dan
Febru wib progresif, dan setelah senam merasa tubuhnya lebih ringan.
persepsinya terhadap gangguan tidur O: TD = 140/100mmHg; nadi = 80 x/menit, aktif mengikuti
ari
3. Mengevaluasi kemampuan klien
gerakan senam, antusias.
2014
mempraktekkan teknik relaksasi otot A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi 2.1; 2.2; 2.5
progresif
4. Menganjurkan klien melakukan teknik
relaksasi otot progresif secara rutin dan
berkelanjutan .
8 10.00 2 1. Memngevaluasi semua kegiatan yang telah S: Tidak ada keluhan apa-apa, badan terasa sehat. Hany saja
Febru di ajarkan selama ini masih susah tidur dan sesekali terbangun
2. Memberikan pertanyyan kepada klien O: TD = 140/90 mmHg; nadi = 70 x/menit; aktif mengikuti
59

ari tentang hal-hal yang harus dilakukan dalam gerakan senam, ekspresi wajah baik
A: Masalah teratasi sebagian
2014 mengatasi nyeri
P: Intervensi dihentikan
3. Mengeksplorasi perasaan individu dan
persepsinya terhadap kebiasaan tidur
4. Mengajak klien untuk mempragakan teknik
relaksasi otot progresif
5. Melakukan terminasi.
60

HASIL DAN PEMBAHASAN

Diagnosa 1 : Gangguan pola tidur


Dari hasil evaluasi yang telah dilakukan perawat terhadap ny. S menunjukkan bahwa
Gangguan tidur pada klien masih ada dan klien mengatakan kalau tidurnya sudah agak lebih
baik dari pada sebelum di beri latihan. Adapaun yang menyebabkan klien masih agask sering
terbangun adalah karena klien mash salah dalam beberapa hal yang harus dihindari sebelum tidur
seperti menghindari makan dan minum sebelum tidur, sert tiak meminum minuman yang
mengandung kafein. Selain itu klien hanya 2 har terakhir mulai rutin melakukan terapi otot
relaksasi progresif dan kadang klien kurang bersungguh-sungguh dalam melakukan intervensi

Diagnosa 2: Kurang pengetahuan


Setelah dilakukan intervensi terapi oto progresif, tidur klien sedikit mengalami perubahan
dibanding sebleum dilakukan intervensi. Dari hasil observasi intervensi yang dilakukan pasien
didapatkan bahwa klien kurang bersungguh-sungguh dalam melakukan praktek dan kadang lupa
dengan urutan intervensi. Dari observasi kebiasaaan makan dn minum sebelum tidur, klien dapat
menjelaskan secara jelas mengenai hal-hal yang harus dihindari sebelum tidur tetapi pada
kenyataannya keluarga klien mengatakan kalau klien kadang minum sesekali minum minuman
yang mengandung kafein seperti teh, dan klien sesekali juga mengorok dengan posisi tidur yang
terlentang. Selain itu klien memiliki motivasi untuk merubah kebiasaan dan mengatur pola hidup
agar bisa idur dengan nyenyak

BAB IV
PENUTUP
61

A. Kesimpulan
Dari hasil asuhan keperawatan selama 5 kali pertemuan, dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Masalah keperawatan gangguan pola tidur , teratasi sebagian
2. Masalah keperawatan ketidakefektifan manajemen kesehatan diri berhubungan dengan
konflik keputusasaan, teratasi sebagian.
3. Motivasi klien untuk mempertahankan kesehatan dan meningkatkan frekuansi teknik
relaksasi otot progresif
B. Saran
Perlu adanya pendidikan kesehatan tentang akibat dari gangguan poka tidur, keterlibatan
keluarga untuk mengatur pola diit, dan support untuk rutin mengikuti olahraga. Selain itu,
perlu adanya observasi tekanan darah klien secara periodik dan rutin karena klien tidak
merasakan tanda dan gejala dari hipertensi yang dialaminya.

Anda mungkin juga menyukai