Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN

GAGAL JANTUNG

NAMA ANGGOTA :

 AFINA AGMA FAZALINA


 ANNISA ANGGRAINI
 DHEA NUR ARIFAH
 HAIRUNNISA AGUSTINA
 KASMAWATI BAKHRI
 MELATI
 MONICA
 M. REYNALDI ADINEGARA
 NOPIA KANADITA
 NUR ELVIANA DAUD

S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR


BAB I

KONSEP DASAR

A. Pengertian

Gagal jantung kongesif yaitu gagal jantung kiri dalam jangka panjang dapat
diikuti dengan gagal jantung kanan,demikian juga gagal jantung kanan dalam
jangka panjang dapat diikuti gagal jantung kiri.Bilamana kedua gagal jantung
tersebut terjadi pada saaat yang sama maka keadaan ini disebut gagal jantung
kongesif.

Secara klinis hal ini tampak sebagai suatu keadaan dimana penderita sesak
nafas disertai gejala-gejala bendungan cairan di vena
jugularis,hepatomegali,splenomegali,asites dan edema perifer.Gagal jantung
kongesif biasanya dimulai lebih dulu oleh gagal jantung kiri dan secara lambat
diikuti gagal jantung kanan.

Gagal jantung Kongsetif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa


darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap
oksigen dan nutrient dikarenakan adanya kelainan fungsi jantung yang berakibat
jantung gagal memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan
dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian
ventrikel kiri (Smeltzer & Bare, 2001).

B. Etiologi
1. Kelainan otot jantung, gagal jantung paling sering terjadi pada penderita
kelainan otot jantung, menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi
yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup aterosklerosis
koroner, hipertensi arterial, dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi.
2. Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung.
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal meningkatkan beban kerja jantung pada
gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi
miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan
meningkatkan kontraktilitas jantung.
4. Faktor sistemik terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam perkembangan
dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme, hipoksia, dan
anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan
oksigen. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung.
Asidosis (respiratorik atau metabolik) dan abnormalitas elektrolit dapat
menurunkan kontraktilitas jantung.

C. Klasifikasi
Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan,
gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan, dan gagal
jantung kongestif. Klasifikasi fungsional jantung ada 4 kelas, yaitu:
 Kelas 1 : Penderita kelainan jantung tanpa pembatasan aktivitas fisik.
Aktivitas sehari-hari tidak menyebabkan keluhan.
 Kelas 2 : Penderita dengan kelainan jantung yang mempunyai akti
vitas fisik terbatas. Tidak ada keluhan sewaktu istirahat, tetapi aktivitas
sehari - hari akan menyebabkan capek, berdebar, sesak nafas.
 Kelas 3 : Penderita dengan aktivitas fisik yang sangat terbatas. Pada
keadaan istirahat tidak terdapat keluhan, tetapi ak tivitas fisik ringan
saja akan menyebabkan capek, berdebar, sesak nafas.
 Kelas 4 : Penderita yang tidak mampu lagi mengadakan aktivitas fisik
tanpa rasa terganggu. Tanda-tanda dekompensasi atau angina malahan
telah terdapat pada keadaan istirahat.

D. Patofisiologi
Penyebab Decompensasi Cordis menurut Smeltzer,(2001), yaitu
mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari
curah jantung normal, bila curah jantung berkurang system saraf simpatis akan
mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan perfusi jaringan yang
memadai maka volume sekuncuplah yang harus menyesuaikan diri untuk
mempertahankan curah jantung. Tetapi pada gagal jantung masalah utamanya
adalah kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung dan volume sekuncup itu
dipengaruhi tiga factor yaitu preload, kontraktilitas dan afterload ,jika salah
satu dari ketiga factor tersebut terganggu maka curah jantungnya akan
berkurang.
Curah jantung yang menurun menyebabkan kongesti jaringan yang terjadi
akibat peningkatan tekanan arteri atau vena kongesti paru terjadi karena
ventrikel kiri gagal memompa darah dari paru. Peningkatan tekanan dalam
sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong keparu, manifestasinya meliputi
dispnea, batuk, mudah lelah, takikardi, bunyi jantung S3, kecemasan dan
kegelisahan.
Bila ventrikel kanan gagal mengakibatkan kongesti visera dan jaringan
perifer, sebagai akibat sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan darah
secara adekuat. Manifestasinya yaitu Oedema dependen, hepatomegali,
pertambahan berat badan, asites, distensi vena jugularis.
Menurut Nettina (2002), penurunan kontraktilitas miokardium, pada
awalnya hal ini hanya timbul saat aktivitas berat atau olah raga dan tekanan
vena juga mulai meningkat dan terjadilah vasokontiksi luas, hal ini kemudian
meningkatkan afterload sehingga curah jantung semakin turun.
Menurut Hudak (1997), respon terhadap penurunan curah jantung untuk
mempertahankan perfusi normal yaitu peningkatan tonus otot simpatis
sehingga meningkatkan frekuensi jantung, tekanan darah, kekuatan kontraksi
dan respon fisiologis kedua adalah terjadinya retensi air dan natrium, akibat
adanya penurunan volume darah filtrasi.
Adapun klasifikasi Decompensasi Cordis adalah, gagal jantung kanan
dan gagal jantung kiri (Tambayong, 2000).

E. Pathways
F. Manifestasi Klinis

Menurut Tambayong (2000),gagal jantung dimanifestasikan sesuai


klasifikasinya:
1. Gagal jantung kiri, ditandai :
a. Edema Pulmo (penumpukan cairan pada rongga dada)
b. Dispnea (sesak nafas)
c. Wheezing (mengi’jawa)
d. Mudah lelah
e. Ansietas (perasaan cemas)
2. Gagal jantung kanan, ditandai :
a. Oedem depend (penumpukan cairan pada daerah distal dari jantung)
b. Hepatomegali (pembesaran hati)
c. Asites (penumpukan cairan pada rongga peritoneum)
d. Distensi vena jugularis (adanya bendungan pada vena jugularis)

G. Komplikasi
a) Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis
darah.
b) Syok Kardiogenik, merupakan stadium akhir dari disfungsi ventrikel
kiri atau gagal jantung kongestif, terjadi bila vetrikel kiri mengalami
kerusakan yang sangat luas. Tanda syok kardiogenik adalah tekanan
darah rendah, nadi cepat dan lemah, hipoksia otak yang termanifestasi
dengan adanya konfusi dan agitasi, penurunan haluaran urin, serta kulit
yang dingin dan lembab.

H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Dongoes (2000) pemeriksaan penunjang yang dapat d ilakukan
untuk menegakkan diagnosa CHF yaitu:
1. Elektro kardiogram (EKG)
Hipertropi atrial atau ventrikule r, penyimpangan aksis, iskemia, disritmia,
takikardi, fibrilasi atrial.
2. Skan jantung
Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding .
3. Sonogram (ekocardiogram, ekokardiogram dopple)
Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katup, atau area penurunan kontraktili tas ventrikular.
4. Kateterisasi jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal
jantung kanan dan gagal jantung kiri dan stenosis katup atau insufisiensi.
5. Rongent dada
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi
atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah abnormal.
6. Enzim hepar
Meningkat dalam gagal / kongesti hepar.
7. Elektrolit
Mungkin berubah karena perpindahan cairan / penurunan fungsi ginjal, terapi
diuretik.
8. Oksimetri nadi
Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung kongestif
akut menjadi kronis.
9. Analisa gas darah (AGD)
Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkaliosis respiratori ringan (dini) atau
hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir).
10. Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin
Peningkatan BUN menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik
BUN dan kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal.
11. Pemeriksaan tiroid
Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas tiroid sebagai pre
pencetus gagal jantung.
I. Penatalaksanaan Medis
1. Non Farmakologi
a. Pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur atau
mengurangi edema seperti pada hipertensi atau gagal jantung.
b. Batasi cairan ditujukan untuk mencegah, mengatur atau mengurangi
edema.
c. Manajemen stress ditujukan untuk mengurangi stress karena stress
emosi dapat menghasilkan vasokontriksi yang meningkatkan tekanan
darah dan meningkatkian kerja jantung.
d. Pembatasan aktifitas fisik untuk mengurangi beban kerja jantung.
2. Farmakologi
a. Diuretik : diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air melalui
ginjal, penggunaan harus hati-hati karena efek samping hiponatremia
dan hipokalemia.
b. Digoxin : meningkatkan kontraktilitas dan memperlambat frekuensi
jantung. Obat ini tidak digunakan untuk kegagalan diastolik yang mana
dibutuhkan pengembangan ventrikel untuk relaksasi,
c. Isobarbide dinitrat : mengurangi preload dan afterload untuk disfungsi
sistolik, hindari vasodilator pada disfungsi sistolik.
d. Terapi vasodilator : digunakan untuk mengurangi tekanan terhadap
penyemburan darah oleh ventrikel.
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal pada proses asuhan keperawatan
dimana pengkajian mencakup data-data pasien sehingga dapat
mengidentifikasi, menganalisa masalah kebutuhan kesehatan dan
keperawatan fisik, mental, sosial dan lingkungan (Doenges, 2000).
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia,
nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat atau
aktifitas.
Tanda : Gelisah, perubahan status mental misalnya letargi, tanda-
tanda vital berubah pada aktivitas.
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya,
penyakit jantung, bedah jantung, endokarditis, anemia, syok
septik, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.
Tanda : TD : mungkin rendah (gagal pemompaan), tekanan nadi :
mungkin sempit, menunjukan penurunan volume sekuncup,
irama jantung : disritmia, misal fibrilasi atrium, kontraksi
ventrikel prematur/takikardia, blok jantung, frekuensi jantung
: takikardia, nadi apikal : PMI mungkin menyebar dan
merubah posisi secara inferior ke kiri, bunyi jantung : S3
(gallop) adalah diagnostik, S4 dapat terjadi, S1 dan S2
mungkin melemah, murmur sistolik dan diastolik dapat
menandakan adanya stenosis katup atau insufisiensi, nadi :
nadi perifer berkurang, perubahan dalam kekuatan denyutan
dapat terjadi nadi sentral mungkin kuat, misal nadi jugularis,
karotis, abdominal terlihat, warna : kebiruan, pucat, atau
sianotik, punggung kuku pucat atau sianotik dengan
pengisian kapiler lambat, hepar : pembesaran/dapat teraba,
refleks hepatojugularis, bunyi napas : krekels, ronkhi, edema
mungkin dependen, umum atau pitting khususnya pada
ekstremitas.
3. Integritas Ego
Gejala : Ansietas, khawatir dan takut, stres yang berhubungan dengan
penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan
medis).
Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, misalnya : ansietas, marah,
ketakutan dan mudah tersinggung.
4. Eliminasi
Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam
hari (nokturia), diare/konstipasi.
Tanda : Abdomen keras, asites.
5. Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambahan berat
badan signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah,
pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang
telah diproses, lemak, gula dan kafein, penggunaan diuretik.
Tanda : Penambahan berat badan cepat, distensi abdomen (asites)
serta edema (umum, dependen, tekanan dan pitting).
6. Hygiene
Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas perawatan
diri.
Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
7. Neurosensori
Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
Tanda : Letargi, kusut pikir, disorientasi, perubahan perilaku, mudah
tersinggung.
8. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan
atas, sakit pada otot.
Tanda : Tidak tenang, gelisah, fokus menyempit (menarik diri),
perilaku melindungi diri.
9. Pernapasan
Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan
bantal, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat
penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan, misal
oksigen.
Tanda: Pernapasan : takipnea, napas dangkal, penggunaan otot
aksesori pernapasan, batuk : kering/nyaring/non produktif
atau mungkin batuk terus menerus dengan/tanpa
pembentukan sputum, sputum : mungkin bersemu darah,
merah muda/berbuih (edema pulmonal), bunyi napas :
mungkin tidak terdengar, fungsi mental : mungkin menurun,
kegelisahan, letargi, warna kulit : pucat atau sianosis.
10. Keamanan
Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangan kekuatan/tonus
otot, kulit lecet.
Tanda : Kehilangan keseimbangan.

11. Interaksi sosial


Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa
dilakukan.
Tanda : Tidak mau bergaul, mengurung diri di rumah.
12. Pembelajaran/pengajaran
Gejala : Menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung,
misalnya: penyekat saluran kalsium.
Tanda: Bukti tentang ketidakberhasilan untuk meningkatkan.
B. Pemeriksaan Diagnostik
1. EKG : hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis,
iskemia, dan kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia, misalnya
takikardia, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu
atau lebih setelah infark miokard menunjukan adanya aneurisma
ventrikuler (dapat menyebabkan gagal atau disfungsi jantung).
2. Sonogram : dapat menunjukan dimensi pembesaran bilik,
perubahan dalam fungsi/struktur katup atau area penurunan
kontraktilitas ventrikuler.
3. Scan Jantung : tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan
gerakan dinding.
4. Rontgen dada : dapat menunjukan pembesaran jantung, bayangan
mencerminkan dilatasi/hipertrofi bilik, atau perubahan dalam
pembuluh darah mencerminkan peningkatan tekanan pulmonal
abnormal, misalnya : pulgus pada pembesaran jantung kiri dapat
menunjukkan aneurisma ventrikel.
5. Elektrolit : mungkin berubah karena perpindahan cairan/
penurunan fungsi ginjal, terapi diuretik.
6. Oksimetri nadi : saturasi oksigen mungkin rendah, terutama jika
gagal jantung kiri akut memperburuk PPOM atau GJK kronis.
7. AGD : gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik
ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 akhir
8. BUN, kreatinin : peningkatan BUN menandakan penurunan
perfusi ginjal, kenaikan baik BUN maupun kreatinin merupakan
indikasi gagal ginjal.

c. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan tahap kedua dari proses


keperawatan yang mana didukung oleh penyebab serta tanda-tanda dan
gejalanya. Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan CHF
menurut Doenges (2001) yaitu :
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik, perubahan frekuensi,
irama dan konduksi listrik, perubahan struktural.
2. Aktivitas intoleran berhubungan dengan ketidakseimbangan antar
suplai oksigen, kelemahan umum, tirah baring lama/immobilisasi.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju
filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya
produksi ADH dan retensi natrium/air.
4. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan membran kapiler-alveolus
5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan tirah baring lama, edema dan penurunan perfusi jaringan.
6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan
program pengobatan berhubungan dengan kurang
pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi
jantung/penyakit/gagal jantung.

D. Intervensi Keperawatan

Merupakan tahap ketiga proses keperawatan yang ditujukan untuk


memenuhi kebutuhan klien berdasarkan diagnosa keperawatan yaitu
prioritas masalah, menetapkan tujuan, menetapkan kriteria hasil,
mengidentifikasi tindakan keperawatan yang tetap untuk mencapai tujuan.
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik, perubahan frekuensi,
irama dan konduksi listrik, perubahan struktural.
Tujuan : Tidak terjadi penurunan curah jantung.
Kriteria hasil : Tanda vital dalam batas yang dapat diterima
(disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala
gagal jantung, melaporkan penurunan episode
dispnea, angina, ikut serta dalam aktivitas yang
mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi :
a. Auskultasi nadi apikal, kaji frekuensi dan irama jantung.
Rasional : biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat)
untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
b. Catat bunyi jantung.
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja
pompa. Irama Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran
darah ke serambi yang distensi. Murmur dapat menunjukkan
inkompetensi/ stenosis katup.
c. Palpasi nadi perifer.
Rasional : penurunan curah jantung dapat menunjukkan
menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial.
Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan
pulsus alternan.
d. Pantau TD.
Rasional : pada GJK dini, sedang atau kronis tekanan darah
dapat meningkat. Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi
mengkompensasi dan hipotensi tidak dapat normal lagi.
e. Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis.
Rasional : pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer
sekunder terhadap tidak adekuatnya curah jantung, vasokontriksi
dan anemia. Sianosis dapat terjadi sebagai refraktori GJK. Area
yang sakit sering berwarna biru atau belang karena peningkatan
kongesti vena.
f. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan
obat sesuai indikasi (kolaborasi).
Rasional : meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan
miokard untuk melawan efek hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat
digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki
kontraktilitas dan menurunkan kongesti.
g. Berikan obat sesuai indikasi : diuretik, vasodilator,
antikoagulan.
Rasional : tipe dan dosis diuretik tergantung pada derajat gagal
jantung dan status fungsi ginjal. Penurunan preload paling banyak
digunakan dalam mengobati pasien dengan curah jantung relative
normal ditambah dengan gejala kongesti. Diuretik mempengaruhi
reabsorpsi natrium dan air. Vasodilator digunakan untuk
meningkatkan curah jantung, menurunkan volume sirkulasi dan
tahanan vaskuler sistemik, juga kerja ventrikel. Antikoagulan
digunakan untuk mencegah pembentukan thrombus/emboli pada
adanya faktor risiko seperti statis vena, tirah baring, disritmia
jantung.
h. Pemberian cairan IV.
Rasional : karena adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri,
pasien tidak dapat mentoleransi peningkatan volume cairan
(preload). Pasien GJK juga mengeluarkan sedikit natrium yang
menyebabkan retensi cairan dan meningkatkan kerja miokard.
i. Pantau seri EKG dan perubahan foto dada.
Rasional : depresi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat
terjadi karena peningkatan kebutuhan oksigen miokard, meskipun
tak ada penyakit arteri koroner. Foto dada dapat menunjukan
pembesaran jantung.
j. Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh BUN, kreatinin.
Rasional : peningkatan BUN/Kreatinin menunjukan
hipoperfusi/gagal ginjal.
2. Aktivitas intoleran berhubungan dengan ketidakseimbangan antar
suplai oksigen, kelemahan umum, tirah baring lama/immobilisasi.
Tujuan : Klien dapat melakukan aktifitas yang di inginkan
Kriteria hasil : Berpartisipasi pada aktivitas yang di inginkan,
memenuhi perawatan diri sendiri, mencapai
peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur,
dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan
kelelahan.
Intervensi :
a. Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas,
khususnya bila klien menggunakan vasodilator, diuretik dan
penyekat beta.
Rasional : hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena
efek obat (vasodilasi), perpindahan cairan (diuretik) atau pengaruh
fungsi jantung.
b. Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat
takikardi, disritmia, dispnea berkeringat dan pucat.
Rasional : penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk
meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dapat
menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan
oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
c. Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
Rasional : dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi
jantung daripada kelebihan aktivitas.
d. Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas
(kolaborasi) Rasional : peningkatan bertahap pada aktivitas
menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan.
Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi
jantung tidak dapat membaik kembali.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju
filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya
produksi ADH dan retensi natrium/air.
Tujuan : Tidak terjadi kelebihan volume cairan
Kriteria hasil : Klien akan mendemonstrasikan volume cairan
stabil dengan keseimbangan masukan dan
pengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital
dalam rentang yang dapat diterima, berat badan
stabil dan tidak ada edema, menyatakan
pemahaman tentang pembatasan cairan individual.
Intervensi :
a. Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat hari
dimana diuresis terjadi.
Rasional : pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena
penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis
sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama tirah baring.
b. Pantau/hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran
selama 24 jam.
Rasional: terapi diuretik dapat disebabkan oleh kehilangan cairan
tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih
ada.
c. Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler
selama fase akut.
Rasional : posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan
menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
d. Pantau TD dan CVP (bila ada).
Rasional : hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan
kelebihan cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan
kongesti paru, gagal jantung.
e. Kaji bising usus, catat keluhan anoreksia, mual, distensi
abdomen dan konstipasi.
Rasional : kongesti viseral (terjadi pada GJK lanjut) dapat
mengganggu fungsi gaster/intestinal.
f. Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi) : diuretik, tiazid.
Rasional : diuretik meningkatkan laju aliran urine dan dapat
menghambat reabsorpsi natrium/klorida pada tubulus ginjal. Tiazid
meningkatkan diuresis tanpa kehilangan kalium berlebihan.
g. Konsultasi dengan ahli diet.
Rasional : perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang
memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.

4. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan


perubahan membran kapiler-alveolus.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan pertukaran gas
Kriteria hasil : Klien akan mendemonstrasikan ventilasi dan
oksigenisasi adekuat pada jaringan ditunjukkan oleh
oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala
distress pernapasan, berpartisipasi dalam program
pengobatan dalam batas kemampuan/situasi.
Intervensi :
a. Pantau bunyi nafas, catat krekles.
Rasional: menyatakan adanya kongesti paru/pengumpulan
secret menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.
b. Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.
Rasional: membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran
oksigen.
c. Dorong perubahan posisi.
Rasional: membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
d. Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.
Rasional: hipoksemia dapat terjadi berat selama oedem paru.
e. Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional : meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar, yang
dapat memperbaiki/ menurunkan hipoksemia jaringan.

5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan


tirah baring lama, edema dan penurunan perfusi jaringan.
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
Kriteria hasil : Klien akan mempertahankan integritas kulit,
mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah
kerusakan kulit.
Intervensi :
a. Pantau kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area
sirkulasinya terganggu/pigmentasi atau kegemukan/kurus.
Rasional : kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer,
imobilisasi fisik dan gangguan status nutrisi.
b. Pijat area kemerahan atau yang memutih.
Rasional: meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia
jaringan.
c. Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu latihan rentang
gerak pasif/aktif.
Rasional: memperbaiki sirkulasi waktu satu area yang mengganggu
aliran darah.
d. Berikan perawatan kulit, minimalkan dengan
kelembaban/ekskresi. Rasional: terlalu kering atau lembab merusak
kulit/mempercepat kerusakan.
e. Hindari obat intramuskuler.
Rasional : edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat
absorbsi obat dan predisposisi untuk kerusakan kulit/terjadinya
infeksi.
6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan
program pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman tentang
hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal jantung.
Tujuan : Pengetahuan klien bertambah
Kriteria hasil : Mengidentifikasi hubungan terapi untuk
menurunkan episode berulang dan mencegah
komplikasi, mengidentifikasi faktor resiko dan
beberapa teknik untuk menangani, melakukan
perubahan pola hidup/perilaku.
Intervensi :
a. Diskusikan fungsi jantung normal.
Rasional: pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat
memudahkan ketaatan pada program pengobatan.
b. Kuatkan rasional pengobatan.
Rasional : klien percaya bahwa perubahan program pasca pulang
dibolehkan bila merasa baik dan bebas gejala atau merasa lebih
sehat yang dapat meningkatkan resiko eksaserbasi gejala.
c. Rujuk pada sumber di masyarakat/kelompok pendukung suatu
indikasi.
Rasional : dapat menambahkan bantuan dengan pemantauan
sendiri/penatalaksanaan dirumah.

H. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan adalah tindakan keperawatan yang disesuaikan
dengan rencana tindakan keperawatan yang telah disusun dan disesuaikan
dengan kondisi klien
Pelaksanaan pada klien dengan CHF antara lain meningkatkan cardiac
output, memandirikan klien untuk melakukan aktifitas, mengotrol
keseimbangan cairan, mencegah terjadinya gangguan pertukaran gas,
mencegah terjadinya kerusakan integritas kulit, memberikan informasi
tentang kondisi dan program pengobatan.

I. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah proses membandingkan efek atau
hasil suatu tindakan keperawatan dengan normal atau kriteria tujuan yang
sudah dibuat merupakan tahap akhir dari proses keperawatan evaluasi
terdiri dari :
a. Evaluasi Formatif : Hasil observasi dan analisa perawat
terhadap respon segera pada saat dan setelah
dilakukan tindakan keperawatan.
b. Evaluasi Sumatif : Rekapitulasi dan kesimpulan dari
observasi dan analisa status kesehatan sesuai
waktu pada tujuan ditulis pada catatan
perkembangan.
Sedangkan evaluasi keperawatan yang diharapkan pada klien dengan
CHF yaitu :
1) Tidak terjadi penurunan cardiac output,
2) Mampu melakukan aktifitas secara mandiri,
3) Tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan,
4) Tidak terjadi gangguan pertukaran gas,
5) Tidak terjadi kerusakan integritas kulit,
6) Memahami tentang kondisi dan program pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Mdikal Bedah, edisi 8, 1997,
EGC, Jakarta.
Doenges E. Marlynn, Rencana Asuhan Keperawatan , 2000, EGC, Jakarta.
Gallo & Hudak, Keperawatan Kritis, edisi VI, 1997, EGC Jakarta
Noer Staffoeloh et all, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, 1999, Balai
Penerbit FKUI, Jakarta
Nursalam. M.Nurs, Managemen Keperawatan : Aplikasi dalam Praktek
Keperawatan Profesional, 2002, Salemba Medika, Jakarta
Russel C Swanburg, Pengantar keparawatan, 2000, EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai