Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK


LANSIA DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN
DIABTES MILITUS
Tugas ini disusun sebagai syarat untuk memenuhi tugas kelompok mata
kuliah
Keperawatan Gerontik Progam Studi D-IV Keperawatan
Dosen Pembimbing : Dwi Sulistyowati, S.Kp.,Ns.,M.Kes

DISUSUN OLEH :

1. Erlin Indah Kusumadiyanti ( P 27220017 138 )


2. Nurul Cahya Widyaningrum ( P 27220017 154 )
3. Zakky Abdul Ghoni ( P 27220017 165 )

PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN
SURAKARTA
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karuniaNya, kami dapat menyelesaikan makalah ini. Di dalam
makalah ini kami sudah berupaya semampunya, namun apabila ada kekurangan
dan kesalahan baik dari segi isi maupun bahasanya, kami mengharapkan adanya
masukan maupun saran perbaikan dan kesempurnaan makalah ini. Dalam hal ini
kami mengambil judul “ Asuhan Keperawatan Gerontik Lansia Dengan
Gangguan Sistem Endokrin Diabetes Militus “
Dalam menyelesaikan makalah ini kami tidak lepas dari bantuan,
bimbingan, baik moral maupun material dan dukungan dari berbagai pihak, maka
dengan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing
Akademik dan Pembimbing Klinik yang telah memberikan bimbingan kepada
kami dalam penyusunan makalah ini.
          Akhirnya kami berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, semoga ilmu
yang diperoleh dapat bermanfaat bagi pembaca.

Surakarta, 07 Februari 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Cover ....................................................................................................................... i
Kata Pengantar........................................................................................................ ii
Daftar Isi.................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................2
C. Tujuan............................................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN TEORI
Konsep Dasar Diabetes Militus
A. Pengertian ..................................................................................................... 4
B. Klasifikasi...................................................................................................... 4
C. Etiologi.......................................................................................................... 5
D. Patofisiologi .................................................................................................. 6
E. Pathway...........................................................................................................6
F. Factor Penyebab ............................................................................................ 7
G. Tanda gejala....................................................................................................7
H. Komplikasi .................................................................................................... 7
I. Pencegahan .................................................................................................. 8
J. Penatalaksanaan ............................................................................................ 9
K. Komplikasi................................................................................................... 10
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian.................................................................................................... 11
B. Diagnosa...................................................................................................... 14
C. Intervensi..................................................................................................... 14
D. Implementasi.................................................................................................16
E. Evaluasi ........................................................................................................16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................. 17
B. Saran.............................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang
yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah
akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Suyono, 1995). DM merupakan
penyakit yang menjadi masalah pada kesehatan masyarakat. Oleh karena itu DM
tercantum dalam urutan keempat prioritas penelitian nasional untuk penyakit
degeneratif setelah penyakit kardiovaskuler, serebrovaskuler, rheumatik dan katarak
(Tjokroprawiro, 2001).
Orang lanjut usia mengalami kemunduran dalam sistem fisiologisnya seperti
kulit yang keriput, turunnya tinggi badan, berat badan, kekuatan otot, daya lihat, daya
dengar, kemampuan berbagai rasa (senses), dan penurunan fungsi berbagai organ
termasuk apa yang terjadi terhadap fungsi homeostatis glukosa, sehingga penyakit
degeneratif seperti DM akan lebih mudah terjadi (Rochmah, 2006). Umur secara
kronologis hanya merupakan suatu determinan dari perubahan yang berhubungan
dengan penerapan terapi obat secara tepat pada orang lanjut usia. Terjadi perubahan
penting pada respon terhadap beberapa obat yang terjadi seiring dengan
bertambahnya umur pada sejumlah besar individu (Katzung, 2004).
Diabetes Mellitus (DM) pada geriatri terjadi karena timbulnya resistensi
insulin pada usia lanjut yang disebabkan oleh 4 faktor : pertama adanya perubahan
komposisi tubuh, komposisi tubuh berubah menjadi air 53%, sel solid 12%, lemak
30%, sedangkan tulang dan mineral menurun 1% sehingga tinggal 5%. Faktor
yang kedua adalah turunnya aktivitas fisik yang akan mengakibatkan penurunan
jumlah reseptor insulin yang siap berikatan dengan insulin sehingga kecepatan
transkolasi GLUT-4 (glucosetransporter-4) juga menurun. Faktor ketiga adalah
perubahan pola makan pada usia lanjut yang disebabkan oleh berkurangnya gigi geligi
sehingga prosentase bahan makanan karbohidrat akan meningkat. Faktor keempat
adalah perubahan neurohormonal, khususnya Insulin Like Growth Factor-1
(IGF-1) dan dehydroepandrosteron (DHtAS) plasma (Rochmah, 2006).
Prevalensi DM pada lanjut usia (geriatri) cenderung meningkat, hal ini
dikarenakan DM pada lanjut usia bersifat muktifaktorial yang dipengaruhi faktor

1
intrinsik dan ekstrinsik. Umur ternyata merupakan salah satu faktor yang bersifat
mandiri dalam pengaruhnya terhadap perubahan toleransi tubuh terhadap glukosa.
Dari jumlah tersebut dikatakan 50% adalah pasien berumur > 60 tahun
(Gustaviani, 2006).
Pada sebuah penelitian oleh Cardiovascular Heart Study (CHS) di Amerika dari
tahun 1996-1997 didapati hanya 12 % populasi lanjut usia dengan DM yang mencapai
kadar gula darah di bawah nilai acuan yang ditetapkan American Diabetes
Association. Pada penelitian tersebut juga diketahui 50% dari lanjut usia dengan DM
mengalami gangguan pembuluh darah besar dan 33% dari jumlah tersebut aktif
mengkonsumsi aspirin. Disisi lain banyak dari populasi lanjut usia dengan DM
memiliki tekanan darah > 140/90 mmHg, hanya 8% lanjut usia dengan kadar
kolesterol LDL < 100 mg/dl (Anonim, 2004). Banyaknya obat yang diresepkan untuk
pasien usia lanjut akan menimbulkan banyak masalah termasuk polifarmasi, peresepan
yang tidak tepat dan ketidakpatuhan. Setidaknya 25% obat yang diresepkan untuk
pasien usia lanjut tidak efektif (Prest, 2003).

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian Diabetes Millitus?
2. Apa sajakah klasifikasi Diabetes Millitus?
3. Bagaimana etiologi Diabetes Millitus?
4. Bagaimana patofisiologi Diabetes Militus?
5. Apa sajakakah faktor risiko Diabetes Millitus?
6. Apa sajakah tanda dan gelaja Diabetes Millitus?
7. Apa sajakah komplikasi Diabetes Miilitus?
8. Bagiamanakah pencegahan Diabetes Millitus?
9. Bagaimanakah penatalaksanaan Diabetes Millitus?
10. Apa sajakah pemeriksaan diagnostik bagi pasien Diabetes Millitus?
11. Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Diabetes Millitus?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian Diabetes Millitus.
2. Mengetahui klasifikasi Diabetes Millitus.
3. Mengetahui etiologi Diabetes Millitus.

2
4. Mengetahui patofisiologi Diabetes Militus.
5. Mengetahui faktor risiko Diabetes Millitus.
6. Mengetahui tanda dan gelaja Diabetes Millitus.
7. Mengetahui komplikasi Diabetes Miilitus.
8. Mengetahui pencegahan Diabetes Millitus.
9. Mengetahui penatalaksanaan Diabetes Millitus.
10. Mengetahui pemeriksaan diagnostik bagi pasien Diabetes Millitus.
11. Mengetahui Asuhan Keperawatan Diabetes Millitus.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

KONSEP DASAR DIABETES MILITUS


A. Pengertian
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau
mengalihkan” (siphon).Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau
madu. Penyakit diabetes mellitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume
urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit
hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan
relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009)
Diabetes Mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak,
dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan
sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskuler,
dan neuropati (Yuliana elin, 2009 dalam NANDA NIC-NOC, 2013)

B. Klasifikasi
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s Expert
Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4
kategori utama diabetes, yaitu: (Corwin,2009)
1. Tipe I : Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) / Diabetes Melitus
tergantung insulin (DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetic adalah tipe I. Sel- sel beta
dari pancreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses
autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah.
Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II : Non Insulin Dependent Diabetes Millitus (NIDDM) / Diabetes Millitus
tak tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai Sembilan puluh lima persen penderita diabetic
adalah tipe II. Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitiitas terhadap insulin
(resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan
pertama adalah dengan diit dan olahraga, jika kenaikan kadar glukosa darah

4
menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan,
jika preparat
oral tidak dapat mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka
yang berusia lebih dari 30 tahun dan pada mereka yang obesitas.
3. DM tipe lain
Karena kelainan genetic, penyakit pancreas (trauma pankreatik), obat, infeksi,
antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik gangguan
endokrin.
4. Diabetes Kehamilan : Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap
diabetes.

C. Etiologi
Etiologi secara umum tergantung dari tipe Diabetes, yaitu :
1. Diabetes Tipe I (Insulin Dependent Diabetes Melitus / IDDM ) Diabetes yang
tergantung insulin yang ditandai oleh  penghancuran sel-sel beta pancreas
disebabkan oleh :
a. Faktor genetic Penderita DM tidak mewarisi DM tipe 1 itu sendiri tapi
mewarisi suatu predisposisi / kecenderungan genetic ke arah terjadinya DM
tipe 1. Ini ditemukan pada individu yang mempunyai tipe antigen HLA (
Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen transplatasi dan proses imun lainnya.  b.
b. Faktor Imunologi Respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap
seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
2 Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan
destruksi sel beta. 2.
2. Diabetes Tipe II ( Non Insulin Dependent Diabetes Melitus / NIDDM )
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe II belum diketahui . Faktor genetic diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.

5
Selain itu terdapat faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan yaitu:
a. Usia Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun
b. Obesitas
c. Riwayat Keluarga
d. Kelompok etnik Di Amerika Serikat, golongan hispanik serta penduduk asli
amerika tertentu memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya
diabetes tipe II disbanding dengan golongan Afro-Amerika.

D. Patofisiologi
1. Patofisiologi diabetes tipe 1
Pada DM tipe 1, system imunitas menyerang dan menghancurkan sel yang
memproduksi insulin beta pancreas (ADA, 2014).Kondisi tersebut merupakan
penyakit autoimun yang ditandai dengan ditemukannya anti insulin atau antibody
sel anti-islet dalam darah (WHO, 2014). National Institute of Diabetes and
Digegestive and Kidney Disease (NIDDK) tahun 2014 menyatakan bahwa
autoimun menyebabkan infiltrasi limfosik dan kehancuran islet pancreas.
Kehancuran memakan waktu tetapi timbulnya penyakit ini cepat dan dapat terjadi
selama beberapa hari sampai minggu.Akhirnya, insulin yang dibutuhkan tubuh
tidak dapat terpenuhi karena adanya kekurangan sel beta pancreas yang berfungsi
memproduksi insulin. Oleh karena itu, diabetes tipe 1 membutuhkan terapi insulin,
dan tidak akan merespon insulin yang menggunakan obat oral.
2. Patofisiologi diabetes tipe 2
Kondisi ini disebabkan oleh kekurangan insulin namun tidak mutlak.Ini berarti
bahwa tubuh tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan yang ditandai dengan kurangnya sel beta atau defisiensi insulin
resistensi insulin perifer (ADA, 2014).Resistensi insulin perifer berarti terjadi
kerusakan pada reseptor-reseptor insulin sehingga menyebabkan insulin menjadi
kurang efektif mengantar pesan-pesan biokimia menuju sel-sel (CDA, 2013).Dalam
kebanyakan kasus diabetes tipe 2 ini, ketika obat oral gagal untuk merangsang
pelepasan insulin yang memadai, makaa pemberian obat melalui suntikan dapat
menjadi alternative (ADA, 2014).

6
F. Faktor Penyebab
Menurut Tholib (2016), faktor yang mempengaruhi DM antara lain:
1. Virus dan bakteri
Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta virus/ bakteri merusak sel, juga
bisa merusak autoimun dalam sel beta.
2. Bahan toksin atau beracun
Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara langsung adalah aloksan,
pyrinuron (rodentisida), dan streptozocting (produk dari sejenis jamur). Bahan lain
adalah sianida berasal dari singkong.
3. Genetik / faktor keturunan
Para ahli kesehatan menyebutkan penyakit DM merupakan penyakit yang terpaut
kromosom seks atau kehamilan. Biasanya laki-laki menjadi penderitanya
sedangkan kaum perempuan sebagai pihak pembawa gen untuk diwariskan pada
anak-anaknya.

G. Tanda dan Gejala Diabetes Mellitus


Menurut Baradero (2009), tanda dan gejala dari diabetes mellitus adalah:
1. Poliuria, banyak mengeluarkan urin karena banyak minum.
2. Polidipsia, banyak minum karena sel merasa dehidrasi.
3. Polifagia, banyak makan karena metabolisme cepat bekerja dan memberikan
respons lapar.
4. Penglihatan kabur
5. Kelelahan
6. Berat badan menurun

H. Komplikasi Diabetes Mellitus


Menurut Purnamasari (2011), komplikasi yang dapat terjadi pada penderita diabetes
mellitus adalah:
1. Komplikasi akut
a. Hipoglikemia adalah suatu keadaan di mana kadar gula dalam darah dibawah 60
mg/dl
b. Diabetes ketoasidosis (DKA) adalah sebuah komplikasi diabetes yang di
sebabkan kurangnya insulin dalam tubuh. Kondisi ini dapat terjadi ketika tubuh

7
tidak bisa mengolah gula darah (glukosa) karena tidak cukupnya insulin didalam
tubuh.
c. Hyperglicemic Hyperosmolar Nonketotic Coma (HHNC) adalah dehidrasi berat.
Pasien bisa mengalami defisit cairan sebanyak 8-9 liter. Biasanya ada gangguan
dasar pada sistem saraf sentral yang bisa menganggu presepsi pasien terhadap
rasa haus sehingga cairan yang hilang tidak dapat diganti dan dehidrasi
bertambah berat.
2. Komplikasi kronis
a. Displidemia
50% individu dengan DM mengalami displidemia.Ada peningkatan kolesterol
LDL dan trigliserida yang bisa meningkatkan ateroslerosis.
b. Hipertensi
Sebanyak 60% sampai 65% pasien DM mengalami hipertensi. Hipertensi pada
pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan penyakit ginjal.Pada pasien tipe 2,
hipertensi bisa menjadi hipertensi esensial.Hipertensi harus segera mungkin
diatasi karena bisa memperberat retinopati, nefropati, dan penyakit
makrovaskular.
c. Kaki diabetic
Ada tiga faktor yang berperan dalam kaki diabetik, yaitu neuropati, iskemia dan
sepsis.Biasanya amputasi harus dilakukan.Hilangnya sensori pada kaki bisa
mengakibatkan trauma dan potensial untuk ulkus.Perubahan mikrovaskular dan
makrovaskular dapat mengakibatkan iskemia jaringan dan sepsis.Neuropati,
iskemia, dan sepsis bisa menyebabkan gangren dan amputasi.

I. Pencegahan Penyakit Diabetes Melitus


Menurut Baradero (2009), pencegahan penyakit diabetes meliputi:
1. Pencegahan primer
Selain pengetahuan tentang faktor resiko, penyulihan kesehatan yang lain dapat
juga membantu pencegahan primer. Misalnya, penyuluhan kesehatan mengenai
pola hidup sehat, termasuk gerak badan dan pengendalian berat badan.
2. Pencegahan sekunder
Individu yang sudah diketahui berpenyakit DM harus diberi kemudahan untuk
memperoleh penyuluhan kesehatan tentang penyakit DM, dukungan diet, sistem

8
pendukung sosial, asuhan medis, dan asuhan keperawatan.Dengan demikian,
deteksi awal terhadap komliasi dapat diketahui dan dapat diberikan tindakan yang
tepat agar perkembangan komlikasi dapat dicegah.
3. Pencegahan tersier
Pencegahan untuk mengurangi komplikasi.

J. Penatalaksanaan
1. Medis
Menurut Long yang dikutip oleh Smeltzer , penatalaksanaan medis untuk pasien
diabetes mellitus adalah:
a. Obat hipoglikemik oral
1) Golongan sulfonilurea, untuk meningkatkan produksi insulin oleh sel-sel
beta pankreas. Banyak digunakan pada DM tipe 2 dengan berat badan
berlebihan.
2) Golongan biguanad/metformin, untuk mengurangi glukosa hati,
memperbaiki pengambilan glukosa dari jaringan (glukosa perifer)
dianjurkan sebagai obat tinggal pada pasien kelebihan berat badan.
3) Golongan inhibitor Alfa Glikosidase, untuk menghambat penyerapan gula
di saluran pencernaan sehingga dapat menurunkan kadar gula sesudah
makan. Bermanfaat untuk pasien dengan kadar gula puasa yang masih
normal.
b. Insulin
1) Insulin kerja cepat. Jenisnya adalah reguler insulin, cristalin zinc, dan
semilente.
2) Insulin kerja sedang. Jenisnya adalah NPH (Netral Protamine Hagerdon),
globizinc, lente.
3) Insulin kerja lambat. Jenisnya adalah PZI (Protamine Zinc Insulin)
2. Non medis
a. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua
unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energy, mencegah kadar
glukosa darah yang tinggi dan menurunkan kadar gemuk. Prinsip diet DM
adalah 3J

9
1) J1 : jumlah sesuai kebutuhan
2) J2 : jadwal diet ketat
3) J3 : jenis boleh dimakan atau tidak
b. Latihan
Dengan latihan olahraga yang tertatur akan menurunkan kadar glukosa dengan
meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki penggunaan
kadar insulin

K. Pemeriksaan Diagnostik bagi Pasien Diabetes Melitus


Menurut Black dan Jane (2014: 637-641), uji laboratorium terkait diabetes mellitus
adalah:
1. Kadar hemoglobin glikosilase (HbA1c)
Glukosa darah meningkat maka kadar hemoglobin glikosilase juga lebih tinggi.
Batasan HbA1c dirujuk sebagai A1C. A1C adalah kadar glukosa darah yang diukur
lebih dari 3 bulan sebelumnya. A1C dinyatakan dalam persentase dan bermanfaat
dalam mengevaluasi pengendalian glikemia jangka panjang. Untuk memnghindari
komplikasi terkait diabetes yang direkomendasikan menjadi kadar A1C dibawah
7%.
2. Kadar albumin glikosilase
Pemeriksaan ini bermanfaat ketika penentuan glukosa darah rata-rata pendek
diperlukan.
3. Kadar connecting peptide (C-Peptide)
Klien dengan DM tipe 1 memiliki konsentrasi C-Peptide rendah atau tidak ada.
Klien dengan DM tipe 2 cenderung memiliki kadar normal atau peningkatan C-
Peptide.
4. Ketonuria
Klien dengan DM harus memeriksa keton dalam urine selama mengalami sakit akut
atau stres, ketika kadar glukosa darah naik (> 240 mg/dl) dan ketika hamil atau
memiliki bukti ketoasidosis (misal mual, muntah atau nyeri perut)
5. Proteinuria
Adanya protein dalam urine menunjukkan gejala awal dari penyakit ginjal.

10
6. Pemantauan glukosa darah sediri (PGDS)
PGDS adalah sebuah cara untuk mengetahui bagaimana tubuh berespons terhadap
makanan, insulin, aktivitas dan stress.

Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
a. Identitas
Terdiri atas identitas pasien dan identitas penganggung jawab pasien meliputi
nama, umur, alamat, jenis kelamin, pekerjaan, agama, status, no. RM, diagnosa
medis dan hubungan dengan pasien
b. Alasan berada di panti/sasana
c. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien.
2) Riwayat penyakit sekarang
Kronologi yang dialami pasien hingga masuk rumah sakit.
3) Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien pernah mempunyai penyakit yang sama atau penyakit lain.
4) Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga mempunyai penyakit yang sama atau mempunyai penyakit
keturunan.
d. Pola Kesehatan Fungsional
Pola – pola fungsional kesehatan menurut Gordon adalah :
1) Pola persepsi dan penanganan kesehatan
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan.Gambaran kesehatan
secara umum dan saat ini, gambaran terhadap sakit, penyebab dan penangan
yang dilakukan.
2) Pola nutrisi metabolic
Menggambarkan intake makanan, keseimbangan cairan dan elektrolit, nafsu
makan, pola makan, diet, fluktuasi BB dalam 6 bulan terakhir, kesulitan
menelan, mual/muntah, kebutuhan jumlah zat gizi. Gambaran yang biasa
dimakan (pagi, siang, sore), gambaran nafsu makan.

11
3) Pola eliminasi
Menggambarkan pola fungsi ekskresi, kandung kemih dan kulit. Berapa kali
miksi dalam sehari, karakteristik urine, adakah masalah dalam proses miksi,
apakah menggunakan alat bantu, gambaran pola BAB, karakteristik feses, bau
badan, keringat berlebih, lesi dan prunitus.
4) Pola aktivitas-latihan
Menggambarkan pola aktivitas dan latihan.Fungsi pernafasan dan
sirkulasi.Gambaran kegiatan sehari-hari dan olahraga.Apakah mengalami
kesulitan dalam bernafas, lemah, batuk, nyeri dada.
5) Pola istirahat-tidur
Menggambarkan pola tidur-istirahat dan persepsi pada level energi.Berapa lama
tidur di malam hari, jam berapa tidur-bangun, apakah terasa efektif, adakah
kebiasaan sebelum tidur, apakah mengalami kesulitan dalam tidur.
6) Pola kognitif-persepsi
Menggambarkan pola pendengaran, penglihatan, pengecap, penciuman, dan
persepsi nyeri.
7) Persepsi diri-konsep diri
Menggambarkan sikap terhadap diri dan persepsi terhadap kemampuan, harga
diri dan perasaan terhadap diri sendiri.
8) Pola peran-hubungan
Menggambarkan keefektifan hubungan dan peran dengan keluarga lainnya.
9) Pola seksualitas-reproduksi
Menggambarkan kepuasan/masalah dalam seksualitas-reproduksi.Apakah
menggunakan alat bantu/pelindung, apakah mengalami kesulitan.
10) Pola koping-toleransi stress
Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress dan menggunakan sistem
pendukung.
11) Pola nilai-kepercayaan
Menggambarkan spiritualitas, nilai, sistem kepercayaan, dan tujuan dalam hidup.
e. Psikologis
1) Bagaimana sikapnya terhadap proses penuaan
2) Apakah dirinya merasa di butuhkan atau tidak.
3) Apakah optimis dalam memandang suatu kehidupan.

12
4) Bagaimana mengatasi stress yang di alami.
5) Apakah mudah dalam menyesuaikan diri.
6) Apakah lanjut usia sering mengalami kegagalan.
7) Apakah harapan pada saat ini dan akan datang.
8) Perlu di kaji juga mengenai fungsi kognitif: daya ingat, proses pikir, alam
perasaan, orientasi, dan kemampuan dalam penyelesaikan masalah.
f. Social
Mencakup dukungan keluarga, hubungan antar penghuni dan hubungan dengan
orang lain
g. Pengkajian Fisik
Pengkajian fisik meliputi:
1) Keadaan umum pasien
2) GCS
3) Tanda-tanda vital
4) Pemeriksaan fisik (Head to Toe)
5) Pemeriksaan antropometri (TB, BB, LiLa, IMT)
h. Data Penunjang
1) Kadar hemoglobin glikosilase
2) Kadar albumin glikosilase
3) Kadar connecting peptide
4) Ketonuria
5) Proteinuria
6) Pemantauan glukosa darah sendiri
i. Pengkajian khusus
1) FBI ( Format Barthel Index) Kemandirian
2) MFS ( Morse Fall Scale)
3) BBT ( Berg Balance Test)
4) - PPT ( Personality Trails Inventory )
- KKI ( Karakter Kepribadian dan Interprestasi )
5) Skala Depresi
6) MMSC ( Mini Mental Status Exam )
7) MIKK ( Modifikasi Index Kemandirian Katz)
8) MNA ( Mini Nutrii Assesment )

13
9) APGAR Keluarga

B. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakstabilan kadar gula darah (D.0027)
b. Defisit nutrisi (D. 0019)
c. Nyeri akut (D. 0077)
d. Kekurangan volume cairan (Nanda Nic Noc 2016)
e. Gangguan Integritas kulit (D. 0129)
f. Resiko infeksi (D.0142)
g. Defisit pengetahuan (D. 0109)

C. Intervensi Keperawatan

dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


1 Setelah dilakukan tindkaan 1. Monitor kadar gula darah pasien
keperawatan selama 3x24 jam 2. Monitor nutrisi dan sumber energy
diharapkan rasa letih yang yang adekuat
berlebih dapat berkurang atau 3. Tingkatkan tirah baring dan
teratasi. Dengan kriteria hasil pembatasan aktivitas
1. Memverbalisasikan 4. Berikan informasi mengenahi
peningkatan energy dan pentingnya diet pada pasien
merasa lebih baik berkolaborasi dengan ahli gizi
2. Glukosa darah adekuat 5. Kolaborasikan dnegan dokter dalam
3. Istirahat cukup pemeberian terapi insulin
2 Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kemampuan pasien untuk
keperawatan selama 3x24 jam mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
diharapkan masalah 2. Monitor kadar gula
ketidakseimbangan nutrisi kurang 3. Monitor jumlah nutirsi yang diberikan
dari kebutuhan dapat berkurang 4. Berikan informasi tentang kebutuhan
atau teratasi, dengan riteria hasil: nutrisi
1. Berat badan ideal sesuai tinggi 5. Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk
badan menentukan jumlah kalori dan nutrisi
2. Tidak ada tanda-tanda yang dibutuhkan pasien
malnutiri 6. Kolaborasikan dnegan dokter dalam
3. Tidak terjadi penurunan berat pemeberian terapi insulin
badan yang berarti
4. Glukosa darah adekuat

14
3 Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda-tanda vital pasien
keperawatan selama 3 x 24 jam 2. Lakukan pengkajian nyeri secara
diharapkan nyeri dapat teratasi komprehensif
atau berkurang dengan K.H : 3. Beri posisi nyaman
1. Mampu mengontrol nyeri 4. Ajarkan teknik relaksasi
2. Melaporkan nyeri berkurang 5. Kolaborasi dengan dokter dalam
3. Mampu mengenali nyeri pemberian terapi
(skala, intensitas, frekuensi,
tanda nyeri )
4. Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang

4 Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda-tanda vital pasien


keperawatan selama 3 x 24 jam 2. Monitor masukan makanan/ cairan
diharapkan kebutuhan cairan pada dan intake kalori harian
pasien tercukupi dengan kriteria 3. Dorong masukan oral
hasil: 4. Kolaborasikan dengan dokter dalam
1. Mempertahankan intake dan pemberian terapi intra vena
output pasien
2. Tekanan darah, nadi, suhu
tubuh dalam batas normal
3. Tidak ada tanda-tanda
dehidrasi
5 Setalah dilakukan tindakan 1. Monitor keadaan kulit
keperawatan selama 3x24 jam 2. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
diharapkan integritas kulit pasien dan kering
mengalami proses pemyembuhan 3. Anjurkan pasien untuk menggunakan
dengan kriteria hasil: pakaian yang longgar
1. Integritas kulit yang baik bisa 4. Kolaborasikan dengan dokter dalam
dipertahankan pemberian obat
2. Tidak ada luka
3. Perfusi jaringan baik
6 Setalah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
keperawatan selama 3x24 jam sistemik dan lokal
diharapkan resiko infeksi pada 2. Tingkatkan intskr nutrisi
pasien menurun atau hilang 3. Berikan perawatan kulit pada area
dnegan kriteria hasil: epidema
1. Klien bebas dari tanda dan 4. Ajarkan pada penunggu pasien untuk
gejala infeksi mencuci tangan sebelum dan setelah
2. Jumlah leukosit dalam batas kontak dengan pasien
normal 5. Kolaborasikan dengan dokter dlaam
pemeberian antibiotic

7 Setalah dilakukan tindakan 1. Jelaskan mengenahi peyakit pasien


keperawatan selama 3x24 jam secara tepat

15
diharapkan pasien mengerti akan 2. Sediakan informasi pada pasien
proses penyakitnya dnegan tentang kondisi dnegan cara yang
kriteria hasil: tepat
1. Pasien dan keluarga 3. diskusikan dengan klien mengenahi
menyatakan pemahaman program terapi klien
tentang penyakkit, kodisi
prognosis dan program
pengobatan
2. Pasien dan keluarga mampu
melaksanakan prosedur yang
dijelaskan secara benar

D. Implementasi
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah kategori dari
perilaku keperawatan dimana tindakn yang diperlukan untuk mencapai tujun dan hasil
yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Tindakan
keperawatan terdiri dari tindakan keperawatan mandiri dan tindakan keperawatan
kolaboratif.

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah tindakan
keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi suatu masalah.
Pada tahap evaluasi, perawat dapat mengetahui seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan, dan pelaksanaan telah tercapai.

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Diabetes Mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak,
dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan
sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskuler,
dan neuropati. Orang lanjut usia mengalami kemunduran dalam sistem fisiologisnya
seperti kulit yang keriput, turunnya tinggi badan, berat badan, kekuatan otot, daya
lihat, daya dengar, kemampuan berbagai rasa (senses), dan penurunan fungsi berbagai
organ termasuk apa yang terjadi terhadap fungsi homeostatis glukosa, sehingga
penyakit degeneratif seperti DM akan lebih mudah terjadi.

B. Saran
1. Bagi Mahasiswa Keperawatan/Profesi Kesehatan
Setelah mengetahui penyakit Diabetes Millitus khususnya pada lansia melalui
makalah ini, mampu mengaplikasikannya di masyarakat dan menjadi pemacu
dalam mencari literatur yang terkini mengenai Diabetes Millitus khususnya pada
lansia.
2. Bagi Khalayak
Setelah membaca makalah ini, mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan
sehari-hari khususnya untuk tindakan promotif dan preventif.

17
DAFTAR PUSTAKA

Black, Joyce M., dan Jane Hokanson Hawks. 2014. Keperawatan Medikal Bedah
Manajemen Klinis untuk Hasil yang Diharapkan. Singapore: Elsevier.

Baradero, Dayrit, dan Siswandi. 2009. Buku Seri Asuhan Keperawatan: Klien Gangguan
Endokrin. Jakarta: EGC.

Elizabeth J. Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: EGC

Faisal, Muzakkir, dan Wahyuni. 2018. Faktor Yang Berhubungan Dengan Minat
Homecare Pada Lansia Penderita Diabetes Melitus Di Puskesmas Sudiang Raya.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis. Volume 12 Nomor 1. (Online)
http://ejournal.stikesnh.ac.id/index.php/jikd/article/view/814 diakses pada tanggal
11 Februari 2020

Faradhita, Handayani, dan Kusumastuty. 2014. Hubungan Asupan Magnesium Dan Kadar
Glukosa Darah Puasa Pasien Rawat Jalan Diabetes Melitus Tipe 2. Indonesian
Journal of Human Nutrition. Volume 1, Nomor 2. (Online) https://ijhn.ub.ac.id
diakses pada tanggal 10 Februari 2020

Purnamasari, Poerwanto. 2011. Majalah Kesehatan Diabetes Mellitus. Malang, Pharma


Medika.

Reswan, Alioes, dan Rita. 2017. Gambaran Gllukosa Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna
Wredha Sabai Nan Aluih Sicincin. Jurnal Kesehatan Andalas. Volume 6, Nomor
3. (Online) http://jurnal.fk.unand.ac.id diakses pada tanggal 09 Februari 2020

Setiyorini dan Wulandari. 2017. Hubungan Lama Menderita Dan Kejadian Komplikasi
Dengan Kualitas hidup Lansia Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Senaspro.
Jurnal Volume 1, Nomor 2. (Online) http://research-report.umm.ac.id diakses
pada tanggal 11 Februari 2020

Tholib dan Maghfuri.2016. Buku Pintar Perawatan Luka Diabetes Melitus.Jakarta : EGC.

Wahyuni dan Hermawati. 2017. Persepsi Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Pada Pasien
Diabetes Melitus Di Desa Sawah Kuwung Karang Anyar. Jurnal Care. Volume 5,
Nomor 2. (Online) Https://jurnal.unitri.ac.id diakses pada tanggal 12 Februari
2020

Anda mungkin juga menyukai