Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK

“ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA LANSIA

DENGAN DM”

Dosen Pengampuh : Yefina Dhale Pora, S. Ked., M. Kes

OLEH :

1. DEVINA ALVA THEOSA LEE 011200018


2. RANIANA BERBARA 011200016
3. EKA RISWANTY M. SALAHUDIN 011200028
4. THERESIA DUA LEHAN 011200008
5. MARIA ASUNTA SABU LEWUK 011200015
6. THOMAS H. S. AQUINO 011200003

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULATAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NUSA NIPA
MAUMERE
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas
dengan judul Makalah Keperawatan Gerontik dalam “Asuhan Keperawatan Pasien dengan
Halusinasi” dengan baik dan lancar.“ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA
LANSIA DENGAN DM”

Dalam penulisan makalah ini banyak hambatan yang peulis lalui mulai dari waktu
penulisan hingga cara penyusunan penulisan pada makalah ini, oleh karena itu penulis mohon
atas dukungan dan kritikan yang membangun agar penulis bisa membuat suatu makalah yang
lebih baik lagi. Atas perhatian semuanya dalam kesempatan yang baik ini penulis
mengucapkan sekian dan terima kasih.

Maumere, 10 Mei 2023

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR …………………………………………………….....

DAFTAR ISI ………………………………………………………………....

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………....

A. Latar Belakang ………………………………………………….........


B. Rumusan Masalah ………………………………………………........
C. Tujuan Penulisan ………………………………………………..........

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………….....

A. KONSEP DASAR TEORI ...................................................................


1. Definisi DM ….............………………………………................
2. Etiologi DM ................……………………………….................
3. Patofisiologi DM ..........................................................................
4. Manifestasi Klinis DM ..........................…………………………
5. Klasifikasi DM ............………...……….......................................
6. Komplikasi DM ............................................................................
7. Terapi Farmakologi DM …………………………………………
8. Pemeriksaan Kadar Gula Darah ………………………………….
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN………………………………..
1. Pengkajian ………………………………………………..............
2. Diagnosis Keperawatan ……………………………………..........
3. Intervensi Keperawatan …………………...………………...........
4. Implementasi Keperawatan ............................................................
5. Evaluasi Keperawatan ..……………………………………..........

BAB III PENUTUP ……………………………………………………….....

A. Kesimpulan ……………………………………………………..........
B. Saran ……………………………………………………………........

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………......


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penuaan bisa terjadi pada semua individu dan dimana proses menua setiap
individu pasti akan berbeda. Karena kebiasaan atau gaya hidup yang berbeda juga. “ Ada
beberapa teori penuaan yaitu seperti teori biologi, teori kultural, teori sosial, teori
genetika, teori rusaknya sistem imun tubuh, teori menua akibat metabolisme dan teori
kejiwaan sosial” (Sunaryo et al., 2016).
Lanjut usia selalu terjadi penurunan fungsi tubuh dimana salah satunya adalah
penurunan fungsi pancreas. Pada lansia yang sering dijumpai ketika terjadi penurunan
fungsi pancreas adalah penyakit diabetes melitus. Diabetes Melitus adalah suatu keadaan
ketika tubuh tidak mampu menghasilkan atau menggunakan insulin (hormon yang
membawa glukosa darah ke sel-sel dan menyimpannya sebagai glikogen), dengan
kondisi tersebut mengakibatkan terjadi hiperglikemia yang disertai berbagai kelainan
metabolik akibat hormonal, melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein, dan
lemak serta menimbulkan berbagai komplikasi kronis pada organ tubuh (Stuart dan
Laraia, 2017).
Estimasi terakhir (IDF, 2013) di dunia lebih dari 382 juta orang terkena DM, dan
pada tahun 2035 jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 592 juta orang.
Badan organisasi dunia (WHO, 2017) memperkirakan Diabetes Melitus menjadi
penyebab utama ke tujuh kematian di dunia pada tahun 2030. Jumlah kematian akibat
DM digambarkan meningkat lebih dari 50% dalam 10 tahun ke depan. Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas, 2013) mengatakan bahwa penderita diabetes melitus di Indonesia
meningkat pada tahun 2013 dibandingkan dengan Riskesdas tahun 2007. Prevalensi
Diabetes Melitus pada tahun 2013 adalah 2,1% sedangkan prevalensi Diabetes Melitus
tahun 2007 adalah sebesar 1,1%. Hanya dua provinsi di Indonesia yang terlihat ada
kecenderungan menurunnya prevalensi Diabetes Melitus, yaitu Papua Barat dan Nusa
Tenggara Barat, sedangkan 31 provinsi lainnya di Indonesia menunjukkan kenaikan
prevalensi Diabetes Melitus yang cukup berarti salah satunya adalah Sumatera Barat.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2018) Wilayah Jawa Timur jumlah pravalensi
Diabetes Melitus berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk semua umur adalah 2,0%,
untuk jumlah pravelensi Diabetes Melitus berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk
umur > 15 tahun Di Wilayah Jawa Timur sebesar 2,6%. Pravelensi Diabetes Melitus
berdasarkan pemeriksaan Kadar Gula Darah pada penduduk umur >15 tahun menurut
karakteristik tertinggi berada pada umur 55-64 tahun dengan jumlah 15,6%. Angka
kejadian lansia terkena Diabetes Melitus di panti Griya Werdha jambangan sebanyak 15
orang dari jumlah total lansia 135 lansia.
Pertambahan usia merupakan faktor resiko yang penting untuk DM karena
penuaan berhubungan dengan resistensi insulin, seperti halnya resistensi insulin terkait
dengan DM tipe 2. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan mikrovaskuler (mengenai
pembuluh darah besar seperti pembuluh darah jantung pembuluh darah tepi dan pembulu
darah otak), makrovaskuler (mengenai pembuluh darah kecil : retinopati diabetik,
nefropati diabetik), neuropati diabetik, rentan infeksi, dan kaki diabetik. (Stuart dan
Laraia, 2017). Permasalahan lansia karena adanya proses menua yang menyebabkan
banyak perubahan pada tubuh lansia seperti perubahan psikologis, sosial dan penurunan
fungsional tubuh. Akibat penurunan kapasitas fungsional ini lansia umumnya tidak
berespons terhadap berbagai rangsangan. Penurunan kapasitas untuk merespon
rangsangan menyebabkan lansia homeostasis tubuh. Gangguan terhadap homeostasis,
salah satu homeostasis yang terganggu yaitu sistem pengaturan kadar glukosa darah.
Gangguan pengaturan glukosa darah pada lansia meliputi tiga hal yaitu resistensi insulin,
hilangnya pelepasan insulin fase pertama, dan peningkatan kadar glukosa darah
postprandial diantara ketiga gangguan tersebut yang paling berperan adalah resistensi
insulin. Resistensi insulin tersebut dapat disebabkan oleh perubahan komposisi lemak
tubuh lansia berupa meningkatnya komposisi lemak dari 14% menjadi 30% (masa otot
lebih sedikit sedangkan jaringan lemak lebih banyak), menurunnya aktivitas fisik
sehingga terjadi penurunan reseptor insulin, perubahan pola makan lebih banyak makan
karbohidrat, dan perubahan neurohormonal (Reswan, Alioes, Rita, Nan, & Sicincin,
2016).
Masalah keperawatan yang dapat terjadi pada lansia pada Panti di UPTD Griya
Werdha Jambangan Surabaya berdasarkan SDKI masalah keperawatan yang dapat terjadi
pada pasien dengan diabetes melitus adalah ketidakstabilan kadar glukosa darah b/d
gangguan toleransi glukosa darah, resikojatuh b/d gangguan keseimbangan, gangguan
mobilitas fisik b/d ketidakbugaran fisik. Sebagai tenaga medis, perawat dapat
memberikan edukasi kepada lansia yang menderita diabetes melitus untuk melakukan
pola hidup sehat misalnya mengatur pola makan dan meningkatkan aktivitas fisik
misalnya olah raga, senam, atau latihan jasmani lainnya, agar kadar gula darah selalu
dapat berada dalam keadaan terkendali karena dengan melakukan latihan jasmani berupa
olah raga apapun itu dapat menimbulkan proses terjadinya peningkatan aliran darah,
pembuluh kapiler lebih banyak terbuka sehingga mengakibatkan banyaknya reseptor
insulin dan reseptor akan lebih aktif sehingga hal ini berdampak terhadap penurunan
kadar gula darah pada penderita diabetes.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksudkan dengan diabetes melitus?
2. Apa etiologi diabetes melitus pada lansia?
3. Bagaimana patofisiologi diabetes melitus pada lansia?
4. Bagaimana manifestasi klinik diabetes mellitus pada lansia?
5. Apa saja klasifikasi penyakit Diabetes Mellitus pada lansia?
6. Apa saja komplikasi penyakit DM pada lansia?
7. Apa saja terapi farmakologi pada lansia dengan DM?
8. Bagaimana pemeriksaan kadar gula darah pada lansia dengan DM?

C. Tujuan Pembelajaran
1. Pengertian DM
2. Etiologi DM
3. Patofisiolgi DM
4. Manifestasi Klinis DM
5. Klasifikasi DM
6. Komplikasi DM
7. Terapi farmakologi DM
8. Pemeriksaan kadar gula darah DM
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN MEDIK
1) Konsep Dasar Diabetes Melitus
a. Pengertian Diabetes Melitus

Diabetes Melitus adalah suatu keadaan ketika tubuh tidak mampu


menghasilkan atau menggunakan insulin (hormon yang membawa glukosa darah
ke sel-sel dan menyimpannya sebagai glikogen), dengan kondisi tersebut
mengakibatkan terjadi hiperglikemia yang disertai berbagai kelainan metabolik
akibat hormonal, melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein, dan
lemak serta menimbulkan berbagai komplikasi kronis pada organ tubuh (Stuart
dan Laraia, 2017).

Diabetes Melitus merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik


hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya, seseorang didiagnosa Diabetes Melitus jika kadar gula darah
sewaktu 126 mg/dl (PB. PERKENI., 2015).

b. Etiologi Diabetes Melitus


Berdasarkan etiologi Diabetes Melitus menurut (Stuart dan Laraia, 2017) sebagai
berikut :
1) Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a) Faktor genetik Pada penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe 1 itu
sendiri tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik
kearah terjadinya Diabetes Melitus 9 tipe 1. Kecenderungan ini dilakukan
pada yang memiliki tipe antigen Human Leucocyte antigen (HLA)
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
transplantasi dan proses imun lainnya.
b) Faktor imunologi Pada Diabetes tipe 1 terbukti adanya suatu respon
autoimun, ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada
jaringan normal dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
2) Diabetes Melitus tidak tergantung pada insulin
a) Obesitas Obesitas menurunkan jumlah reseptor insulin dari sel target
diseluruh tubuh sehingga insulin yang tersedia menjadi kurang efektif
dalam meningkatkan efek metabolisme.
b) Usia Pertambahan usia merupakan faktor resiko yang penting untuk DM
karena penuaan berhubungan dengan resistensi insulin, seperti halnya
resistensi insulin terkait dengan DM tipe 2.
c) Riwayat keluarga.

c. Patofisiologi Diabetes Melitus

Patofisiologi Diabetes Melitus dapat dihubungkan dengan efek utama kekurangan


insulin menurut (Stuart dan Laraia, 2017) yaitu sebagai berikut:

1) Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, yang mengakibatkan


peningkatan konsentrasi glukosa darah sampai setinggi 300 sampai 1.200
mg/100 ml. Insulin berfungsi membawa glukosa ke sel dan menyimpannya
sebagai glikogen. Sekresi insulin normalnya terjadi dalam 2 fase yaitu :
a) Fase 1 terjadi dalam beberapa menit setalah suplai glukosa dan
kemudian melepaskan cadangan insulin yang disimpan dalam sel.
b) Fase 2 merupakan pelepasan insulin yang baru disintesis dalam beberapa
jam setelah makan. Kondisi tersebut pada diabetes melitus tipe 2 sangat
terganggu.
2) Peningkatan mobilisasi lemak dan daerah penyimpanan lemak sehingga
menyebabkan kelainan metabolisme lemak maupun pengendapan lemak pada
dinding vaskuler.
3) Pengurangan protein dalam jaringan tubuh.

d. Manifestasi Klinis Diabetes Melitus


(American Diabetes Association, 2018) beberapa keluhan dan gejala yang perlu
mendapat perhatian adalah:
1) Banyak kencing (poliuria) Karena sifatnya kadar glukosa yang tinggi akan
mengakbatkan sering kencing, kencing yang sering dan dalam jumlah banyak
akan sangat mengganggu penderita, terutama pada waktu malam hari.
2) Banyak minum (polidipsia) Rasa haus sangat sering dialami penderita DM
karena banyaknya cairan yang keluar melalui kencing. Keadaan ini sering
salah diartikan sebagai rasa haus karena cuaca yang panas atau beban kerja
yang berlebih.
3) Banyak makan (polifagia) Rasa lapar yang sering dirasakan penderita DM
karena pasien mengalami ketidak keseimbangan kalori, sehingga membuat
rasa ingin makan bagi penderita DM.
4) Penurunan berat badan dan rasa lemah Penurunan berat badan yang
berlangsung relative singkat harus merasakan kecurigaan, hal ini dapat
disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke sel, sehingga sel
kekurangan dalam menghasilkan tenaga, sumber tenaga yang diambil dari
cadangan sel lain yaitu sel lemak dan otot. akibatnya penderita mengalami
penurunan berat badan atau menjadi kurus.
5) Gangguan sara tepid dan kesemutan Penderita mengeluh rasa sakit atau
kesemutan pada kaki di waktu malam hari.
6) Gangguan penglihatan Pada fase awal Diabetes sering juga dijumpai
gangguan penglihatan berupa pandangan kabur.
7) Gatal-gatal dan bisul Kelainan kulit berupa gatal biasanya terjadi pada daerah
kemaluan dan daerah lipatan kulit seperti ketiak dan payudara.

e. Klasifikasi Diabetes Melitus


American Diabetes Association (2010) mengklasifikasikan 4 macam penyakit
diabetes melitus berdasarkan penyebabnya, yaitu :
1) Diabetes Melitus tipe 1 atau insulin dependent diabetes melitus (IDDM) DM
tipe ini terjadi karena adanya detraksi sel beta pankreas karena sebab
autoimun pada DM tipe ini terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi
insulin dapat ditentukan dengan level protein-c yang jumlahnya sedikit atau
tidak terdeteksi sama sekali, manifestasi klinik pertama dari penyakit ini
adalah ketoasidosis.
2) Diabetes Melitus tipe 2 atau insulin non-dependent (NIDDM) Pada penderita
DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia terapi insulin tidak biasa membawa
glukosa masuk kedalam jaringan karena terjadi resistensi insulin yang
merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan
glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat glukosa oleh jaringan
perifer dan untuk menghambat glukosa oleh hati.
3) Diabetes Melitus tipe lain Dm tipe ini terjadi karena etiologi lain misalnya
pada defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit
endokrin pankreas, penyakit metabolik endokrin lain, latorgenik infeksi
virus, penyakit autoimun, dan penyakit genetik lain.
4) Diabetes Melitus Gestational (DMG) Diabetes ini disebabkan karena terjadi
resistensi insulin selama kehamilan dan biasanya kerja insulin akan kembali
normal setelah melahirkan.

f. Komplikasi Diabetes Melitus


Komplikasi yang muncul akibat penyakit DM antara lain menurut (Stuart dan
Laraia, 2017) sebagai berikut :
1) Akut Kondisi tersebut dapat mengakibatkan koma hipoglikemia,
ketoasidosis, dan koma Hiperglikemik Hiperosmolar Non ketotic (HHNK).
Koma hipoglikemia terjadi akibat terapi insulin secara terus-menerus,
ketoasidosis terjadi akibat proses pemecahan lemak secara terusmenerus
yang menghasilkan produk sampingan berupa benda keton yang bersifat
toksik bagi otak, sedangkan koma HHNK terjadi akibat hiperosmolaritas dan
hiperglikemia yang menyebabkan hilangnya cairan dan elektrolit sehingga
terjadi perubahan tingkat kesadaran.
2) Kronik Kondisi tersebut dapat mengakibatkan mikrovaskuler (mengenai
pembuluh darah besar seperti pembuluh darah jantung pembuluh darah tepi
dan pembulu darah otak), makrovaskuler (mengenai pembuluh darah kecil :
retinopati diabetik, nefropati diabetik), neuropati diabetik, rentan infeksi, dan
kaki diabetik. Komplikasi tersering dan paling penting adalah neuropati
perifer yang berupa hilangnya sensasi distal dan beresiko tinggi untuk
terjadinya ulkus diabetik dan amputasi.
g. Terapi Farmakologi Pada Pasien Diabetes Melitus

Intervensi farmakologi dipertimbangkan ketika penderita tidak bisa


mencapai kadar glukosa darah normal atau hampir normal dengan terapi diet dan
olahraga sehingga memerlukan bantuan bahan kimia menurut (M. Black &
Hawks, 2014) sebagai berikut :

1) Obat-obat antidiabetes oral


Kelas utama obat antidiabetes oral diantaranya adalah sulfoniurea, biguanid,
meglitinid, tiazolidinedion, inhibitor alfa-glukosidase, inkretin mimetik dan
amylonomimetik.
2) Terapi insulin. Penderita DM tipe 1 klien tidak bisa menghasilkan insulin
dengan cukup sehingga penderita bergantung pada pemberian insulin.
Sebaliknya DM tipe 2 tidak bergantung pada insulin. Tetapi dikelola dengan
obat-obatan. Obat-obat untuk DM tipe 2 beberapa kelas kimia: penghambat
alfa-glukosidase, biguanid, meglitinid, sulfonilurea, tiazolidinedion, inkretin
mimiek, dan aminilonomiminek. Kerja utama obat-obatan tersebut adalah
untuk menstimulus sel beta pangkreas untuk memproduksi insulin lebih atau
meningkatkan respon jaringan terhadap insulin.
3) Dosis insulin. Terapi insulin seharusnya berbeda setiap individu. Untuk klien
DM baru, program sederhana dengan dosis tetap mungkin digunakan pertama
kali. Permulaan dosis insulin 0,5 unit/kg/hari. Dua per tiga dosis umumnya
diberikan pada pagi hari, dan sepertiga diberikan malam hari.
4) Terapi pompa insulin. Pompa kecil mudah dibawa kemana-mana untuk
pemberian insulin. Pompa kecil, dipakai diluar, menyuntikan insulin secara
subkutan ke dalam perut melalui sebuah tempat jarum indwelling yang
diganti setiap 1-3 hari.
5) Terapi kombinasi. Terapi kombinasi didefinisikan sebagai penggunaan ≥ 2
obat antidiabetes oral atau dikombinasi dengan insulin. Keuntungan terapi
kombinasi dalam beberapa contoh manfaat tambahan dapat ditunjukkan dari
2 tipe obat berbeda yang dapat melengkapi dan memantapkan satu sama lain.
h. Pemeriksaan Kadar Gula Darah
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis
DM (mg/dl).

Tabel 2.1 Tabel Kadar Gula Darah

Kadar glukosa darah sewaktu


Belum DM Belum Pasti DM DM
Plasma Vena <110 110-199 >200
Darah Kapiler <90 90>199 >200
Kadar glukosa darah puasa
Belum DM Belum Pasti DM DM
Plasma Vena <110 110-125 >126
Darah Kapiler <90 90-109 >109
Sumber: (PB. PERKENI., 2015)

2) Konsep Dasar Gerontik


a. Definisi Gerontik
Menurut World Health Organization (WHO), lansia adalah seseorang
yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur
pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya.
Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut
Aging Process atau proses penuaan.
Seseorang dikatakan lansia ialah apabila berusia 60 tahun atau lebih,
karena faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara
jasmani, rohani maupun sosial (Nugroho, 2012).
Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan-
tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan
semakin rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat
menyebabkan kematian misalnya pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh
darah, pernafasan, pencernaan, endokrin dan lain sebagainya. Hal tersebut
disebabkan seiring meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan dalam
struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Perubahan tersebut pada
umumnya mengaruh pada kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada
akhirnya akan berpengaruh pada ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara
umum akan berpengaruh pada activity of daily living (Fatimah, 2010).

b. Batasan Usia Lansia


Menurut Nugroho (2008) ada beberapa pendapat para ahli mengenai batasan
lanjut usia diantaranya :
1. Menurut World Health Organization (WHO), ada empat tahapan lanjut usia
yaitu:
a. Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun
2. Menurut Koesoemanto Setyonegoro, lanjut usia dikelompokkan sebagai
berikut:
a. Usia dewasa muda (elderly adulthood) yaitu usia 18/20-25 tahun
b. Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas (usia 25-60/65 tahun)
c. Lanjut usia (geriatric age) yaitu usia lebih dari 65/70 tahun, terbagi:
1) Usia 70-75 tahun (young old)
2) Usia 75-80 tahun (old)
3) Usia lebih dari 80 tahun (very old)
3. Menurut Hurlock, perbedaan lanjut usia terbagi dalm dua tahap yaitu:
a. Early old age (usia 60-70 tahun)
b. Advanced old age (usia 70 tahun ke atas)
c. Proses Penuaan

Menurut World Health Organization (WHO), lansia adalah


seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia
merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki
tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang
dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut
Aging Process atau proses penuaan.

Seseorang dikatakan lansia ialah apabila berusia 60 tahun atau


lebih, karena faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun sosial (Nugroho,
2012).
Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan
tahapan-tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang
ditandai dengan semakin rentannya tubuh terhadap berbagai
serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian misalnya
pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan,
pencernaan, endokrin dan lain sebagainya. Hal tersebut disebabkan
seiring meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan dalam
struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Perubahan
tersebut pada umumnya mengaruh pada kemunduran kesehatan
fisik dan psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh pada
ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara umum akan
berpengaruh pada activity of daily living (Fatimah, 2010).

d. Teori Proses Penuaan


Menurut Depkes RI (2016) tentang proses menua yaitu:
1. Teori – teori biologi
a. Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies –
spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia
yang diprogram oleh molekul – molekul/DNA dan setiap sel pada
saatnya akan mengalami mutasi sehingga terjadi penurunan kemampuan
fungsional sel.
b. Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah (rusak).
c. Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat
tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
d. Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory)
Sistem immune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan
masuknya virus kedalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ
tubuh.
e. Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.
Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan
internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah
terpakai.
f. Teori radikal bebas

Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal


bebas (kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan
organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat
menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.

g. Teori rantai silang

Sel-sel yang tua atau usang, reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang
kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya
elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi.

h. Teori program

Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah


setelahsel-sel tersebut mati.

2. Teori kejiwaan sosial


a. Aktivitas atau kegiatan (activity theory)

Lansia mengalami penurunan jumlah kegiatan yang dapat


dilakukannya. Teori ini menyatakan bahwa lansia yang sukses adalah
mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial. Ukuran
optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lansia berupa
mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap
stabil.

b. Kepribadian berlanjut (continuity theory)


Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lansia.
Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang
yang lansia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.
c. Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang
secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya.
Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik
secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjaadi kehilangan
ganda (triple loss), yakni: (1) Kehilangan peran; (2) Hambatan kontak
sosial; (3) Berkurangnya kontak komitmen.

e. Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia

Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara degeneratif


yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak
hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan seksual (Azizah
dan Lilik M, 2011).

1. Perubahan Fisik
a. Sistem Indra

Sistem pendengaran:Prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh


karenahilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam,
terutamaterhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang
tidak jelas, sulitdimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60
tahun.

b. Sistem Integumen
Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastiskering dan
berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis
danberbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula sebasea dan
glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal
dengan liver spot.

c. Sistem Muskuloskeletal

Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia: Jaringan penghubung


(kolagendan elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi. Kolagen sebagai
pendukungutama kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat
mengalamiperubahan menjadi bentangan yang tidak teratur.

1) Kartilago: jaringan kartilagopada persendian menjadi lunak dan


mengalami granulasi, sehingga permukaansendi menjadi rata.
Kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dandegenerasi yang
terjadi cenderung kearah progresif,konsekuensinya kartilagopada
persendiaan menjadi rentan terhadap gesekan.

2) Tulang: berkurangnyakepadatan tulang setelah diamati adalah bagian


dari penuaan fisiologi, sehinggaakan mengakibatkan osteoporosis dan
lebih lanjut akan mengakibatkan nyeri,deformitas dan fraktur.

3) Otot: perubahan struktur otot pada penuaan sangatbervariasi,


penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan
jaringanpenghubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek
negatif.

4) Sendi: pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligamen
dan fasiamengalami penuaan elastisitas.

d. Sistem kardiovaskuler

Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah massa


jantungbertambah, ventrikel kiri mengalami hipertropi sehingga
peregangan jantungberkurang, kondisi ini terjadi karena perubahan
jaringan ikat. Perubahan inidisebabkan oleh penumpukan lipofusin,
klasifikasi SA Node dan jaringankonduksi berubah menjadi jaringan
ikat.

e. Sistem Respirasi

Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total
parutetap tetapi volume cadangan paru bertambah untuk
mengkompensasi kenaikanruang paru, udara yang mengalir ke paru
berkurang. Perubahan pada otot,kartilago dan sendi torak mengakibatkan
gerakan pernapasan terganggu dankemampuan peregangan toraks
berkurang.

f. Pencernaan dan Metabolisme

Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan


produksisebagai kemunduran fungsi yang nyata karena kehilangan gigi,
indra pengecap menurun, rasa lapar menurun (kepekaan rasa lapar
menurun), liver (hati) makinmengecil dan menurunnya tempat
penyimpanan, dan berkurangnya aliran darah.

g. Sistem perkemihan

Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak


fungsi yangmengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi,
dan reabsorpsi olehginjal.

h. Sistem saraf

Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi yang


progresifpada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan
koordinasi dankemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

i. Sistem reproduksi

Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary


danuterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki- laki testis masih dapat
memproduksispermatozoa, meskipun adanya penurunan secara
berangsur-angsur.

2. Perubahan Kognitif:
(1) Daya Ingat (Memory); (2) IQ (Intellegent Quotient); (3) Kemampuan
Belajar (Learning); (4) Kemampuan Pemahaman (Comprehension);
(5)Pemecahan Masalah (Problem Solving); (6) Pengambilan Keputusan
(Decision Making); (7)Kebijaksanaan (Wisdom); (8)Kinerja (Performance);
(9)Motivasi (Motivation)

3. Perubahan mental

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :

a. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa


b. Kesehatan umum
c. Tingkat pendidikan
d. Keturunan (hereditas)
e. Lingkungan
f. Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
g. Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
h. Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman
dan keluarga.
i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri. Perubahan spiritual agama atau
kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya. Lansia
semakinmatang (mature) dalam kehidupan keagamaan, hal ini terlihat
dalam berfikir dan bertindak sehari-hari.
4. Perubahan Psikososial
a. Kesepian
Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal terutama
jikalansia mengalami penurunan kesehatan, seperti menderita penyakit
fisik berat, gangguan mobilitas atau gangguan sensorik terutama
pendengaran.
b. Duka cita (Bereavement)
Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan
kesayangan dapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh pada
lansia. Hal tersebut dapat memicu terjadinya gangguan fisik dan
kesehatan.
c. Depresi
Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong, lalu
diikuti dengan keinginan untuk menangis yang berlanjut menjadi suatu
episode depresi. Depresi juga dapat disebabkan karena stres lingkungan
dan menurunnya kemampuan adaptasi.

d. Gangguan cemas
Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan cemas umum,
gangguan stress setelah trauma dan gangguan obsesif kompulsif,
gangguan-gangguan tersebut merupakan kelanjutan dari dewasa muda
dan berhubungan dengan sekunder akibat penyakit medis, depresi, efek
samping obat, atau gejala penghentian mendadak dari suatu obat.
e. Parafrenia
Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham (curiga),
lansia sering merasa tetangganya mencuri barang- barangnya atau
berniat membunuhnya. Biasanya terjadi pada lansia yang
terisolasi/diisolasi atau menarik diri dari kegiatan sosial.
f. Sindroma Diogenes
Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan perilaku sangat
mengganggu. Rumah atau kamar kotor dan bau karena lansia bermain-
main dengan feses dan urinnya, sering menumpuk barang dengan tidak
teratur.Walaupun telah dibersihkan, keadaan tersebut dapat terulang
kembali.

f. Tipe Lansia
Menurut Depkes RI (2016), ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut :
1. Lansia merupakan periode kemunduran
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor
psikologis sehingga motivasi memiliki peran yang penting dalam
kemunduran pada lansia. Misalnya lansiayang memiliki motivasi yang
rendah dalam melakukan kegiatan, maka akanmempercepat proses
kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang memilikimotivasi yang
tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.
2. Lansia memiliki status kelompok minoritas
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan
terhadap lansiadan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya
lansia yang lebih senangmempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di
masyarakat menjadi negatif, tetapiada juga lansia yang mempunyai
tenggang rasa kepada orang lain sehingga sikap sosialmasyarakat menjadi
positif.

3. Menua membutuhkan perubahan peran


Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan
sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan.
Misalnya lansia menduduki jabatan sosial di masyarakat sebagai Ketua
RW, sebaiknya masyarakat tidak memberhentikan lansia sebagai ketua RW
karena usianya.
4. Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan
bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan yang buruk itu membuat
penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula. Contoh: lansia yang tinggal
bersama keluarga sering tidak dilibatkan untuk pengambilan keputusan
karena dianggap pola pikirnya kuno, kondisi inilah yangmenyebabkan
lansia menarik diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan memiliki
harga diri yang rendah.
B. TINJAUAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Lakukan pengkajian pada identitas pasien dan isi identitasnya, yang meliputi:
nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama, tanggal
pengkajian.
b. Keluhan Utama
Sering menjadi alasan klein untuk meminta pertolongan kesehatan adalah kaki
kesemutan, mati rasa, kelelahan/ keletihan, penglihatan yang mulai kabur.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang Biasanya klien mngeluh nyeri, kesemutan pada
esktremitas, luka yang sukar sembuh Sakit kepala, menyatakan seperti mau
muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
2) Riwayat kesehatan lalu Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi,
penyakit jantung seperti Infark miokard.
3) Riwayat kesehatan keluarga Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang
menderita DM.
d. Pengkajian Pola Gordon
1) Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tatalaksana
hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren pada
kaki diabetik, sehingga menimbulkan persepsi negatif terhadap diri dan
kecendurangan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan
yang lama,lebih dari 6 juta dari penderita DM tidak menyadari akan
terjadinya resiko kaki diabetik bahkan mereka takut akan terjadinya amputasi
(Debra Clair,Jounal Februari 2001).
2) Pola nutrisi metabolic
Akibat produksi insulin yang tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin
maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan
keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun
dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya
gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengarui status kesehatan
penderita. Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual
muntah.

3) Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada
urine (glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
4) Pola ativitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan dan bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan
tidur,tachicardi/ tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan
sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahanotot otot pada
tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melakukan aktivitas
sehari hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
5) Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif adanya poliuri,nyeri pada kaki yang luka,sehingga klien
mengalami kesulitan tidur.
6) Kongnitif persepsi
Pasien dengan gangren cendrung mengalami neuropati/ mati rasa pada luka
sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami
penurunan, gangguan penglihatan.
7) Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh ,
lamanya perawatan, banyaknya baiaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada
keluarga (self esteem).
8) Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu
dan menarik diri dari pergaulan.
9) Seksualitas
Angiopati dapat terjadi pada pebuluh darah diorgan reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi sek,gangguan kualitas maupun ereksi seta
memberi dampak dalam proses ejakulasi serta orgasme. Adanya perdangan
pada vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria. Risiko
lebih tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan nefropatai.
10) Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan,perjalannya penyakit kronik, persaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reasi psikologis yang negatif
berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung, dapat menyebabkan penderita
tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang kontruktif/adaptif.
11) Nilai kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka
pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksan penderita dalam
melaksanakan ibadah tetapi mempengarui pola ibadah penderita.

e. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan Umum
2. Tingkat Kesadaran : Compos mentis, apatis, delirium, somnolen, coma
3. GCS : E4 : V5 : M6
4. Pemeriksaan vital sign
Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Tekanan darah
dan pernafasan pada pasien dengan pasien DM bisa tinggi atau normal, Nadi
dalam batas normal, sedangkan suhu akan mengalami perubahan jika terjadi
infeksi.
5. Antropometri
a) Tinggi Badan :
Pada pria: 64,19 – (0,04 x usia dalam tahun) + (2,02 x tinggi lutut (cm)
Pada wanita: 84,88- (0,24 x usia dalam tahun) + (1,83 x tinggi lutut (cm)
b) Berat Badan IMT= BB (TB)2 dalam meter
c) Pemeriksaan kulit Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal
dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan tidak elastis. kalau
sudah terjadi komplikasi kulit terasa gatal.
d) Pemeriksaan kepala dan leher Kaji bentuk kepala,keadaan rambut
Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar getah bening,
dan JVP (Jugularis Venous Pressure) normal 5- 2 cmH2.
e) Pemeriksaan dada (Thorak) Pada pasien dengan penurunan kesadaran
acidosis metabolic pernafasan cepat dan dalam.
f) Pemeriksaan jantung (cardiovaskuler) Pada keadaan lanjut bisa terjadi
adanya kegagalan sirkulasi.
g) Pemeriksaan abdomen Dalam batas normal
h) Pemeriksaan integuinal, genetalia, anus Sering BAK
i) Pemeriksaan musculoskeletal Sering merasa lelah dalam melakukan
aktifitas, sering merasa kesemutan
j) Pemeriksaan ekstremitas
Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri, bisa terasa
baal
k) Pemeriksaan neurologi
GCS :15, Kesadaran Composmentis Cooperative (CMC)
l) Pengkajian Instrument Geriatric
1) Fungsional Bartel

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis sebagai akibat dari masalah
kesehatan yang sudah terjadi maupun yang masih beresiko. Diagnosa keperawatan
sejalan dengan diagnosa medis, sebab dalam mengumpulkan data, yang dibutuhkan
untuk menegakkan diagnosa keperawatan ditinjau dari keadaan penyakit dalam
diagnosa medis (Dinarti dan Mulyanti, 2017).
Diagnosa yang mungkin muncul pada penderita Diabetes mellitus menurut
SDKI (2016) meliputi :
a. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan Disfungsi pancreas
(D.0027)
b. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen cedera fisik (D.0077)
c. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan (D.0056)
d. Resiko Infeksi dibuktikan dengan penyakit kronis (diabetes mellitus) (D.0142)
e. Resiko jatuh dibuktikan dengan perubahan kadar glukosa darah (D.0143)
f. Risiko berat badan lebih (D.0031)

3. Intervensi Keperawatan

Perencanaan keperawatan adalah suatu rangkaian kegiatan penentuan


langkah-langkah pemecahan masalah dan prioritasnya, perumusan tujuan, rencana
tindakan dan penilaian asuhan keperawatan pada klien berdasarkan analisis data dan
diagnosa keperawatan (Dinarti dan Mulyanti, 2017).

4. Implementasi Keperawatan

N Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


o
1 Ketidakstabila Setelah Manajemen Observasi
n kadar dilakukan Hiperglikemia 1. Untuk
glukosa darah tindakan Observasi mengetahui
b.d disfungsi keperawatan 1. Identifikasi kemungkinan
pankreas selama 2 x 24 kemungkinan penyebab
jam maka penyebab hiperglikemia
ketidakstabilan hiperglikemia 2. Agar kadar
gula darah 2. Monitor kadar gulah darah
membaik KH: gulah darah dapat
1. Kestabilan 3. Monitor tanda terkontrol
kadar dan gejala 3. Agar dapat
glukosa hiperglikemia mengetahui
darah Terapeutik: tanda dan
membaik 1. Berikan asupan gejala dari
2. Status nutrisi
membaik cairan oral hiperglikemia
3. Tingkat Edukasi : Terapeutik
pengetahuan 1. Ajurkan 1. Untuk
meningkat kepatuhan memenuhi atau
terhadap diet menambah
dan olahraga intake cairan
2. Anjurkan dalam tubuh
monitor kadar Edukasi
gulah darah 1. Agar pasien
secara mandiri patuh pada diet
Kolaborasi : dan olahraga
1. Kolaborasi 2. Agar dapat
pemberian mengetahui
insulin, jika kadar glukosa
perlu. darah dan dapat
mengendalikan
kadar glukosa
dalam darah
Kolaborasi
1. Untuk
menstabilkan
kadar glukosa
darah.
2 Nyeri Akut b.d Setelah Manajemen Nyeri Observasi
Agen cedera dilakukan Observasi : 1. Agar
fisik tindakan 1. Identifikasi mengetahui
Keperawatan 2 identifikasi titik nyeri
x24 jam lokasi, pasien
diharapkan karakteristik, 2. Agar
tingkat nyeri durasi, frekuensi, mengetahui
menurun KH: kualitas, seberapa
1. Keluhan intensitas nyeri tingkat nyeri
nyeri 2. Identifikasi skala yang
menurun nyeri dirasakan
2. Meringis Terapeutik : pasien dan
menurun 1.Berikan teknik respon nyeri
3. Gelisah non farmakologis pasien
menurun untuk Terapeutik
mengurangi rasa 1. Memberikan
nyeri teknik
Kolaborasi relaksasi
1. Kolaborasi napas dalam
pemberian Edukasi
analgetik 1. Agar pasien
dan keluarga
mengerti
penyebab dan
pemicu nyeri
2. Agar pasien
dapat
mengetahui
cara
meredahkan
nyeri dengan
teknik
relaksasi
napas dalam
Kolaborasi
1. Kolaborasi
dengan dokter
tentang
analgetik yang
diberikan
kepada klien
untuk
meredahkan
nyeri
3 Intoleransi Setelah Terapi aktivitas Observasi
Aktivitas b.d dilakukan Observasi 1. Agar
kelemahan tintdakan 1. Identifikasi mengetahui
keperawatan defisit tingkat seberapa besar
selama 1x 24 aktivitas tingkat
jam intoleransi 2. Identifikasi aktivitas yang
aktivitas kemapuan bisa dilakukan
membaik KH : berpartisipasi oleh pasien
1. Toleransi dalam aktivitas 2. Agar bisa
aktivitas tertentu mengetahui
membaik Terapeutik aktivitas yang
2. Tingkat 1. Fasilitasi dilakukan
keletihan pasien dan Terapeutik
menurun keluarga dalam 1. Agar pasien
menyesuiakan nyaman dan
lingkungan mengerti
untuk tentang terapi
mengakomoda yang dilakukan
si aktivitas 2. Agar keluarga
yang di pilih tau cara
2. Libatkan melakukan
keluarga dalam terapi untuk
aktivitas pasien
Edukasi kedepannya
1. Ajarkan cara Edukasi
melakukan 1. Agar pasien
aktivitas yang dapat
dipilih mengetahui
langka
aktivitas
individu.
4 Resiko Infeksi Setelah Pengcegahan Observasi
dibuktikan dilakukan Infeksi 1. Mengetahui
dengan tintdakan Observasi adanya tanda
penyakit keperawatan 1. Monitor tanda dan gejala
kronis selama 2 x 24 dan gejala infeksi lokal
(diabetes jam maka infeksi lokal dan sistemik
mellitus) tingkat infeksi dan sistematik Terapeutik
menurun KH : Terapeutik 1. Mencegah
1. Tingkat 1. Berikan infeksi
nyeri perawatan kulit berlanjut pada
menurun pada area area edema
2. Integritas edema 2. Mencegah
kulit dan 2. Cuci tangan transmisi
jaringan sebelum dan bakteri, virus,
membaik sesudah kontak maupun
3. Kontrol dengan pasien kuman
resiko dan lingkungan penyebab
meningkat pasien infeksi
Edukasi Edukasi
1. Jelaskan tanda 1. Agar pasien
dan gejala mengetahui
infeksi tanda dan
2. Ajarkan cara gejalan infeksi
memeriksa 2. Agar
kondisi luka mengetahui
kondisi luka
5 Resiko jatuh Setelah Pencegahan Jatuh Observasi
dibuktikan dilakukan Observasi : 1. Mengetahui
dengan tindakan 1. Identifikasi penyebab
perubahan keperawatan kekurangan permasalahn
kadar glukosa 3x24 jam kognitif atau yang akan
darah diharapkan klien fisik klien yang terjadi
mmpu untuk: berpotensi Terapeutik
1. Gerakan menyebabkan 1. Mengurangi
terkoordinas jatuh resiko jatuh
i Terapeutik : 2. Membantu
2. Kejadian 1. Sarankan pasien
jatuh: perubahan memudahkan
tidak ada gaya berjalan, menjangkau
kejadian keseimbangan, tempat tidur
jatuh. dan kecepatan dan
3. Pengetahuan berjalan menjangkau
: 2. Modifikasi peralatan yang
pemahaman lingkungan dibutuhkan
penjegahan pencahayaan, 3. Membantu
jatuh. lantai rumah, klien agar tidak
4. Pengetahuan dan perabotan mudah terjatu
: rumah Kolaborasi
kemampuan 3. Pastiken klien 1. Membantu
pribadi. menggunakan klien
alas kaki yang memudahkan
aman dan menjangkau
nyaman kebutuhan
Kolaborasi : yang
1. Kolaborasi diperlukan
dengan
keluarga untuk
menata dan
menyimpan
makanan, atau
kebutuhan klien
ditempat yang
mudah
dijangkau
6 Resiko berat Setelah Edukasi Diet Observasi
badan lebih dilakukan Observasi : 1. Untuk
asuhan 1. Identifikasi mengetahui
keperawatan kemampuan kemampuan
diharapkan berat keluarga dan keluarga dan
badan membaik pasien pasien
dengan kriteria menerima menerima
hasil: informasi informasi
1. Berat badan 2. Identifikasi 2. Untuk
membaik tingkat mengetahui
2. Indeks masa pengetahuan tingkat
tubuh saat ini pengetahuan
membaik 3. Identifikasi pasiensaat ini
kebiasaan pola 3. Untuk
makan saat ini mengetahui
dan masa lalu kebiasaan
4. Identifikasi pola makan
keterbatasan saat ini dan
finansial untuk masa lalu
menyediakan 4. Mengetahui
makanan keterbatasan
Terapeutik : finansial
1. Persiapkan untuk
materi, alat menyediakan
peraga dan makanan
media Terapeutik
2. Sediakan 1. Untuk
rencana makan mempermuda
tertulis h dalam
3. Beri penyampaian
kesempatan materi
pasien dan 2. Agar kegiatan
keluarga terstruktur
bertanya sesuai
Edukasi : rencana
1. Jelaskan tujuan makan tertulis
kepatuhan diet 3. Untuk
terhadap mengetahui
kesehatan sejauh mana
2. Informasikan pemahaman
makanan yang pasien
diperbolehkan Edukasi
dan dilarang 1. Agar pasien
3. Ajarkan cara mengetahui
merencanakan kepatuhan
makanan sesuai diet terhadap
program kesehatan
Kolaborasi : 2. Agar pasien
1. Rujuk ke ahli mengetahui
gizi dan makanan yang
sertakan diperbolehkan
keluarga dan dilarang
3. Agar pasien
mengetahui
merencanakan
makanan
sesuai
program
Kolaborasi
1. Mendapatkan
pemahaman
terkait diet
pasien

5. Implementasi

Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan


oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien dalam proses
penyembuhan dan perawatan serta masalah kesehatan yang dihadapi pasien yang
sebelumnya disusun dalam rencana keperawatan (Nursallam, 2011).
6. Evaluasi

Menurut Nursalam, 2011 , evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu :

a. Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi
dilakukan sampai dengan tujuan tercapai.
b. Evaluasi somatif , merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini
menggunakan SOAP.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Diabetes Melitus adalah suatu keadaan ketika tubuh tidak mampu menghasilkan
atau menggunakan insulin (hormon yang membawa glukosa darah ke sel-sel dan
menyimpannya sebagai glikogen), dengan kondisi tersebut mengakibatkan terjadi
hiperglikemia yang disertai berbagai kelainan metabolik akibat hormonal, melibatkan
kelainan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak serta menimbulkan berbagai
komplikasi kronis pada organ tubuh (Stuart dan Laraia, 2017).

Diabetes Melitus merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik


hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-
duanya, seseorang didiagnosa Diabetes Melitus jika kadar gula darah sewaktu 126 mg/dl
(PB. PERKENI., 2015).

B. Saran

Dalam upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan maka penulis


memberikan saran yakni Dalam merumuskan diagnosa keperawatan perawat perlu
meningkatkan pengetahuan melalui pendidikan dan pelatihan agar mampu memberikan
penilaian secara cermat dalam menganalisis data agar diagnosa yang ditetapkan sesuai
dengan masalah utama yang dihadapi pasien

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman , F. F. (2017). LAPORAN PENDAHULUAN RESIKO CIDERA PADA


LANSIA. Retrieved Februari 09, 2022, from coursehero:
https://www.coursehero.com/file/34616336/LP-Gerontik-Farizdocx.
Dieny, F. D., Rahadiyanti, A., & Widayastuti, N. (2019). Modul GIZI DAN KESEHATAN
LANISA. Yogyakarta: K-Media.
Djibrael, F. F. (2018). ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA Ny. F.P DENGAN
DEMENSIA DI . 1-80.
Hanifah, a., Basuki, M., & Faizi, M. (2021). Hubungan antara Kadar HBA1C dengan Hasil
Sural Radial. Aksona, 1(1), 29-33.
Hiyahiya. (2017, July 15). Askep Diabetes Mellitus Tipe 1 Lengkap. Retrieved Februari 20,
2022, from ruangguru: https://blogruangguru.blogspot.com/2017/07/askep-diabetes-mellitus-
tipe-1- lengkap.html
Kemenkes. (2018). InfoDATin HARI DIABETES SEDUNIA. Jakarta Selatan: Kementrian
Kesehatan RI Pusat Data dan Informasi.
Kemenkes. (2020). Tetap Produktif, Cegah, dan Atasi Diabetes Melitus. Jakarta Selatan:
Kementrian Kesehatan RI Pusat Data dan Informasi .
Marzel, R. (2021). TERAPI PADA DM TIPE 1. Penelitian Perawat Profesional, 3(1), 51-62.
Musthakimah, R. H. (2019). Gambaran Faktor-faktor Yang Menyebabkan Komplikasi
Diabetes Melitus pada Lansia di Puskesmas Kartasura.
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia: Definisi
Dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarata: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai