Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

KEPERAWATAN ANAK 1
‘’JUVONILLE DIABETES”

Dosen:

Disusun oleh:

Dende 2018.C.10a.0930
Feriy 2018.C.10a.0936
JulisaMahendra 2018.C.10a.0939
Kriswanto Ciko 2018.C.10a.0941

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya makalah keperawatan Anak I dengan judul “Juvonille
Diabetes” ini dapat kami selesaikan pada waktu yang telah ditentukan. Tidak lupa
kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam
pembuatan makalah ini.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen kami.
Kami sadar dalam makalah yang kami buat ini masih banyak sekali
kekurangannya oleh sebab itu kami mohon kritik dan saran dari pembaca. Dengan
adanya makalah ini kiranya dapat berguna dan bermanfaat bagi para pembaca.

Palangka Raya, 08 Mei 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i

BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1 Latar belakang.............................................................................................1
1.2 Rumusan maslah.........................................................................................3
1.3 Tujuan penulisan.........................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................4


2.1 Definisi.......................................................................................................4
2.2 Etiologi.......................................................................................................4
2.3 Patofisiologi (Pathway)..............................................................................5
2.4 ManifestasiKlinis........................................................................................8
2.5 Pemeriksaan Diagnostic..............................................................................8
2.6 Penatalaksanaan Medis...............................................................................10
2.7 Komplikasi..................................................................................................11
2.8 Dampak Pada Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia (Dalam Kontek.....13
Keluarga)

BAB III PENUTUP.........................................................................................


3.1 Kesimpulan.................................................................................................
3.2 Saran...........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang
Diabetes Melitus adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya
hiperglikemia dan gangguan metabolism karbohidrat, lemak, dan protein yang
dihubungkan dengan kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja dan
atausekresi insulin. Gejala yang dikeluhkan pada penderita Diabetes Melitus yang
itu polidipsia, poliuria, polifagia, penurunan berat badan, kesemutan. Diabetes
Melitus (DM) dapat menyebabkan hiperglikemia pada pasien DM. Kondisi
hiperglikemia pada DM yang tidak dikontrol dapat menyebabkan gangguan serius
pada sistem tubuh, terutama saraf dan pembuluh darah (World Health
Organization, 2018)
Jumlah pasien DM didunia pada tahun 2017 mencapai 425 juta orang dewasa
berusia antara 20–79 tahun, International Diabetes Federation (IDF).
Diabetes Melitus di dunia adalah 1,9% dan telah menjadikan DM sebagai
penyebab kematian urutan ketujuh di dunia sedangkan tahun 2012 angka kejadian
diabetes melitus didunia adalah sebanyak 371 juta jiwa dimana proporsi kejadian
diabetes melitustipe 2 adalah 95% dari populasidunia yang menderita diabetes
mellitus, International Diabetes Federation(IDF).
Hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2008, menunjukan prevalensi DM
di Indonesia membesarsampai 57%. Tingginya prevalensi Diabetes Melitustipe 2
disebabkan oleh faktor risiko yang tidak dapat berubah misalnya jenis kelamin,
umur, dan faktor genetik yang kedua adalah faktor risiko yang dapat diubah
misalnya kebiasaan merokok tingkat pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik,
kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, Indeks Masa Tubuh, lingkar pinggang dan
umur.
Data Riset Kesehatan Daerah (Riskesdas) menunjukkan bahwa prevalensi
pasien diabetes provinsi Jawa Timur masuk 10 besar se-Indonesia dengan
prevalensi 6,8% (KominfoJatim, 2015). Dinas Kesehatan Surabaya mencatat
sebanyak 32.381 pasien DM sepanjang tahun 2016. Data pendahuluan yang
didapatkan oleh peneliti menunjukkan bahwa pasien DM sebanyak 2.195 orang

1
2

dari Januari sampai Maret 2018 yang tersebar di lima puskesmas dengan jumlah
penderita DM tertinggi di Surabaya. Jumlah ini tersebar di Surabaya Timur
(Puskesmas Klampis Ngasem = 353 orang), Surabaya Barat (Puskesmas
Asemrowo= 367 orang), Surabaya Pusat (Puskesmas Kedungdoro= 135 orang),
Surabaya Utara (Puskesmas Tanah Kalike dinding= 615 orang), dan Surabaya
Selatan (Puskesmas Jagir = 725 orang).
Diabetes Mellitus Tipe 2 merupakan penyakit hiperglikemi akibat
insensivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau
berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta
pankreas, maka diabetes mellitus tipe II dianggap sebagai non insulin dependent
diabetes mellitus.
Diabetes Mellitus disebut dengan the silent killer karena penyakit ini dapat
mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan.
Penyakit yang akan ditimbulkan antara lain gangguan penglihatan mata, katarak,
penyakit jantung, sakit ginjal, impotensi seksual, luka sulit sembuh dan
membusuk/gangren, infeksi paru-paru, gangguan pembuluh darah, stroke dan
sebagainya. Tidak jarang, penderita DM yang sudah parah menjalani amputasi
anggota tubuh karena terjadi pembusukan. Untuk menurunkan kerja keparahan
dari Diabetes Melitus maka dilakukan pencegahan seperti modifikasi gaya hidup
dan pengobatan seperti obat oral hiperglikemik dan insulin.
Pengobatan diabetes yang paling utama yaitu mengubah gaya hidup
terutama mengatur pola makan yang sehat dan seimbang (Chatterjee, et al., 2018).
Penerapan diet merupakan salah satu komponen utama dalam keberhasilan
penatalaksanaan diabetes, akan tetapisering kali menjadi kendala dalam pelayanan
diabetes karena dibutuhkan kepatuhan dan motivasi dari pasien itu sendiri
(Setyorini, 2017).
Dari besarnya insiden diabetes melitus di negara–negara berkembang seperti
di Indonesia, penulis tertarik untuk mengangkat topik diabetes melitus dalam
upaya ketepatan penegakan diagnosis hingga pemberian terapi yang adekuat
sehingga dapat dilakukan pencegahan dari komplikasi yang dapat ditimbulkan.
3

1.2 RumusanMasalah
1.2.1 Pengertian diabetes tipe 1?
1.2.2 Apaituetiologi diabetes tipe 1?
1.2.3 patofisiologi (pathway) diabetes tipe 1?
1.2.4 Tanda dan gejala diabetes tipe 1?
1.2.5 Pemeriksaan diagnostic diabetes tipe 1?
1.2.6 Bagaimana penatalaksanaan diabetes tipe 1?
1.2.7 Komplikasi diabetes tipe 1?
1.2.8 Dampak yang terjadi pada pemenuhan dasar manusia (dalam konteks
keluarga) ?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan ini adalah untuk memberikan informasi tentang penyakit
diabetes tipe 1 dan bagaimana cara penanganany abeserta dilakukan untuk
mengetahui ketepatan pemilihan yang dilakukan mengurangi dampak penyakit
diabetes mellitus tipe 1 ini dikalangan masyarakat maupun keluarga.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar Diabetes Melitus


2.1.1 Definisi
Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kinerja
insulin atau kedua-duanya. (ADA, 2010).
Menurut WHO, Diabetes Melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit
atau gangguan metabolism kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan
tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolism karbohidrat,
lipid dan protein sebagai akibat dari insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi insulin
dapat disebabkan oleh gangguan produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans
kelenjar pancreas atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap
insulin. (Depkes, 2008). Berdasarkan Perken tahun 2011 Diabetes Mellitus adalah
penyakit gangguan metabolisme yang bersifat kronis dengan karakteristik 11
hiperglikemia. Berbagai komplikasi dapat timbul akibat kadar gula darah yang
tidak terkontrol, misalnya neuropati, hipertensi, jantung koroner, retinopati,
nefropati, dan gangren.

2.2 Etiologi
2.2.1 Diabetes Melitustergantung insulin (DMTI)
2.2.1.1 Faktorgenetik :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi
suatu presdis posisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memiliki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imunlainnya.
2.2.1.2 Faktorimunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu responauto imun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh
dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing.

4
5

2.2.1.3 Faktorlingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksisel β pancreas, sebagai contoh
hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu
proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.

2.3 Patofisiologi
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur
oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
posprandial (sesudah makan).Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi
maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar,
akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik.
Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan
selera makan  (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya
mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin
mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan
glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan
substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi
tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan
produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan
keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila
jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan
tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas
berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran,
6

koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai
kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan
mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai
pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang
penting
7

Pathway Diabetes Tipe I


8

2.4 Manifestasi Klinis (tandadangejala)


2.4.1 Diabetes Tipe I
2.4.1.1 Hiperglikemia berpuasa
2.4.1.2 glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
2.4.1.3 keletihan dan kelemahan
2.4.1.4 ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi,
nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)

2.5 Pemeriksaan diagnostik


2.5.1 Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah
Kadar glukosa dapat diukur dari sample berupa darah biasa atau plasma.
Pemeriksaan kadar glukosa darah lebih akurat karena bersifat langsung dan dapat
mendeteksi kondisi hiperglikemia dan hipoglikemia. Pemeriksaan kadar glukosa
darah menggunakan glukometer lebih baik daripada kasat mata karena informasi
yang diberikan lebih objektif kuantitatif. (FKUI, 2011)
2.5.2 Pemeriksaan Kadar Glukosa Urine
Pemeriksaan kadar glukosa urin menggambarkan kadar glukosa darah
secara tidak langsung dan tergantung pada ambang batas rangsang ginjal yang
bagi kebanyakan orang sekitar 180 mg/dl. Pemeriksaan ini tidak memberikan
informasi tentang kadar glukosa darah tersebut, sehingga tak dapat membedakan
normoglikemia atau hipoglikemia. (FKUI, 2011) Kadar Glukosa Serum Puasa dan
Pemeriksaan Toleransi Glukosa.
Memberikan diagnosis definitif diabetes. Akan tetapi, pada lansia,
pemeriksaan glukosa serum postprandial 2 jam dan pemeriksaan toleransi glukosa
oral lebih membantu menegakan diagnosis karena lansia mungkin memiliki kadar
glukosa puasa hampir normal tetapi mengalami hiperglikemia berkepanjangan
setelah makan. Diagnosis biasanya dibuat setelah satu dari tiga kriteria berikut ini
terpenuhi:
1) Konsentrasi glukosa plasma acak 200 mg/dl atau lebih tinggi.
2) Konsentrasi glukosa darah puasa 126 mg/dl atau lebih tinggi.
3) Kadar glukosa darah puasa setelah asupan glukosa per oral 200 mg/dl
atau lebih
9

2.5.3 Pemeriksaan Hemoglobin Terglikosilasi (hemoglobin A atau HbA1c)


Menggambarkan kadar rata-rata glukosa serum dalam 3 bulan sebelumnya,
biasanya dilakukan untuk memantau keefektifan terapi antidiabetik. Pemeriksaan
ini sangat berguna, tetapi peningkatan hasil telah ditemukan pada lansia dengan
toleransi glukosa normal.
2.5.4 Fruktosamina serum
Menggambarkan kadar glukosa serum rata-rata selama 2 sampai 3 minggu
sebelumnya, merupakan indicator yang lebih baik pada lansia karena kurang
menimbulkan kesalahan. Sayangnya pemeriksaan ini tidak stabil sehingga jarang
dilakukan. Namun pemeriksaan ini dapat bermanfaat pada keadaan dimana
pengukuran AIC tidak dapat dipercaya, misalnya pada keadaan anemia hemolitik.
2.5.5 Pemeriksaan keton urine
Kadar glukosa darah yang terlalu tinggi dan kurang hormone insulin
menyebabkan tubuh menggunakan lemak sebagai sumber energy. Keton urin
dapat diperiksa dengan menggunkan reaksi kolorimetrik antara benda keton dan
nitroprusid yang menghasilkan warna ungu. (FKUI,2011)
2.5.6 Pemeriksaan Hiperglikemia Kronik (Test AIC)
Pada penyandang DM, glikosilasi hemoglobin meningkat secara
proporsional dengan kadar rata-rata glukosa darah selama 8-10 minggu terakhir.
Bila kadar glukosa darah dalam keadaan normal antara 70-140 mg/dl selama 8-10
minggu terakhir, maka test AIC akan menunjukkan nilai normal. Pemeriksaan
AIC dipengaruhi oleh anemia berat, kehamilan, gagal ginjal dan
hemoglobinnopati. Pengukuran AIC dilakukan minimal 4bulan sekali dalam
setahun. (FKUI, 2011).
2.5.7 Pemantauan Kadar Glukosa Sendiri (PKGS)
PKGS memberikan informasi kepada penyandang DM mengenai kendali
glikemik dari hai kehari sehingga memungkinkan klien melakukan penyesuaian
diet dan pengobatan terutama saat sakit, latihan jasmani dan aktivitas lain. PKGS
memberikan feedbackcepat kepada pasien terhadap kadar glukosa setiap hari.
(FKUI,2011)
10

2.5.8 Pemantauan Glukosa Berkesinambungan (PGB)


Merupakan metode sample glukosa cairan intestinal ( yang berhubungan
dengan glukosa darah) telah banyak digunakan untuk mengetahui kendali
glikemik. Caranya adalah menggunakan sistem mikrodialisis yang dinsersi secara
subkutan, konsentrasi glukosa kemudian diukur dengan detector elektroda
oksidasi glukosa. Sensor glukosa pada PGB memiliki alaram untuk mendeteksi
kondisi hipoglikemi dan hiperglikemi.

2.6 Penatalaksanaan Medis


Sarana pengelolaan farmakologis diabetes dapat berupa:
2.6.1 Obat Hipoglikemik Oral
2.6.1.1 Sulfonilurea
Golongan obat ini bekerja dengan menstimulasi sel beta pankreas untuk
melepaskan insulin yang tersimpan. Efek ekstra pankreas yaitu memperbaiki
sensitivitas insulin ada, tapi tidak penting karena ternyata obat ini tidak
bermanfaat pada pasien insulinopenik. Mekanisme kerja golongan obat ini antara
lain:
1) Menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan ( Stored insulin)
2) Menurunkan ambang sekresi insulin
3) Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa
2.6.1.2 Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonylurea,
dengan meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari
2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivate asam benzoat) dan Nateglinid (derivate
fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan
diekskresi secara cepat melalui hati.
2.6.1.3 Penambah sensitivitas terhadap insulin
2.6.1.3.1 Biguanid
Saat ini dari golongan ini yang masih dipakai adalah metformin. Etformin
menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap insulin pada tingkat
selular, distal dari reseptor insulin serta juga pada efeknya menurunkan produksi
glukosa hati. Metformin meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus sehingga
11

menurunkan glukosa darah dan menghambat absorbsi glukosa dari usus pada
keadaan sesudah makan. (FKUI, 2011)
2.6.1.3.2 Tiazolidindion
Tiazolidindion adalah golongan obat yang mempunyai efek farmakologis
meningkatkan sesitivitas insulin. Golongan obat ini bekerja meningkatkan glukosa
disposal pada sel dan mengurangi produksi glukosa dihati.( FKUI, 2011)
2.6.1.3.3 Penghambat glukosidase alfa
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim glukosidase alfa
dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan
menurunkan hiperglikemia postprandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak
menyebabakan hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin.
2.6.1.3.4 Incretin mimetic, penghambat DPP-4
Obat ini bekerja merangsang sekresi insulin dan penekanan terhadap sekresi
glukagon dapat menjadi lama, dengan hasil kadar glukosa dapat diturunkan.
2.6.1.3.5 Insulin
Insulin adalah suatu hormone yang diproduksi oleh sel beta dari pulau
Langerhanss kelenjar pankreas. Insulin dibentuk dari proinsulin yang bila
kemudian distimulasi, terutama oleh peningkatan kadar glukosa darah akan
terbelah untuk menghasilkan insulin dan peptide penghubung (C-peptide)yang
masuk kedalam aliran darah dalam jumlah ekuimolar.
untuk di gunakan sebagai sumber energi dan membantu penyimpanan glikogen di
dalam sel otot dan hati.

2.7 Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat muncul akibat DM , antara lain:
2.7.1 Hipoglikemia
Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita diabetes yang di obati
dengan insulin atau obat-obatan antidiabetik oral. Hal ini mungkin di sebabkan
oleh pemberian insulin yang berlebihan, asupan kalori yang tidak adekuat,
konsumsi alkohol, atau olahraga yang berlebihan. Gejala hipoglikemi pada lansia
dapat berkisar dari ringan sampai berat dan tidak disadari sampai kondisinya
mengancam jiwa.
12

2.7.2 Ketoasidosis diabetic


Kondisi yang ditandai dengan hiperglikemia berat, merupakan kondisi yang
mengancam jiwa. Ketoasidosis diabetik biasanya terjadi pada lansia dengan
diabetes Tipe 1.
2.7.3 Sindrom nonketotik hiperglikemi, hiperosmolar (Hyperosomolar
hyperglycemic syndrome, HHNS) atau koma hiperosmolar
Komplikasi metabolik akut yang paling umum terlihat pada pasien yang
menderita diabetes. Sebagai suatu kedaruratan medis, HHNS di tandai dengan
hiperglikemia berat(kadar glukosa darah di atas 800 mg/dl), hiperosmolaritas (di
atas 280 mOSm/L), dan dehidrasi berat akibat deuresis osmotic. Tanda gejala
mencakup kejang dan hemiparasis (yang sering kali keliru diagnosis menjadi
cidera serebrovaskular) dan kerusakan pada tingkat kesadaran (biasanya koma
atau hampir koma).
2.7.4 Neuropati perifer
Biasanya terjadi di tangan dan kaki serta dapat menyebabkan kebas atau
nyeri dan kemungkinan lesi kulit. Neuropati otonom juga bermanifestasi dalam
berbagai cara, yang mencakup gastroparesis (keterlambatan
pengosongan  lambung yang menyebabkan perasaan mual dan penuh setelah
makan), diare noktural, impotensi, dan hipotensi ortostatik.
2.7.5 Penyakit kardiovaskuler
Pasien lansia yang menderita diabetes memiliki insidens hipertensi 10 kali
lipat dari yang di temukan pada lansia yang tidak menderita diabetes. Hasil ini
lebih meningkatkan resiko iskemik sementara dan penyakit serebrovaskular,
penyakit arteri koroner dan infark miokard, aterosklerosis serebral, terjadinya
retinopati dan neuropati progresif, kerusakan kognitif, serta depresi sistem saraf
pusat.
2.7.6 Infeksi kulit
Hiperglikemia merusak resistansi lansia terhadap infeksi karena kandungan
glukosa epidermis dan urine mendorong pertumbuhan bakteri. Hal ini membuat
lansia rentan terhadap infeksi kulit dan saluran kemih serta vaginitis. (Jaime
Stockslager L dan Liz Schaeffer, 2010).
13

2.8 Dampak pada pemenuhan kebutuhan dasar Nutrisi


2.8.1 Definisi Nutrisi
Nutrisi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan
fungsinya, yaitu energi, membangun dan memmelihara jaringan, serta mengatur
peroses-proses kehidupan nutrisi juga adalah proses dimana tubuh manusia
menggunakan makanan untuk membentuk energi, mempertahankan kesehatan dan
untuk berlangsungnya pungsi normal setiap organ baik antaraasupan nutrisi
dengan kebutuhan nutrisi dan nutrisi juga adalah suatu proses menggunakan
makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorbsi,
transportasi, penyimpanan metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak
digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal
dari organ-organ, serta menghasilkan energi.
Dampak terhadap Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia (Dalam Konteks
Keluarga):
1. Pola Persepsi dan Manejemen Kesehatan
Klien tidak bisa menjaga pola makan dengan sering sekali minum
minuman yang manis secara berlebihan dan belum tau tentang penyakit
diabetes militus, jika sakit, Klien selalu memeriksakan kesehatannya
kerumah sakit atau klinik terdekat. Selama sakit klien mengatakan iya
selalu cemas akan penyakitnya
2. Pola pemenuhan Nutrisi dan metabolisme
Klien dengan diabetes militus makan 3x sehari dengan makanan diet

1
Diabetes dan tidak dihabiskan Porsi. Minum 11-12 gelas/hari dengan
2
minuman yang telah disiapkan keluarga dengan jenis minuman teh tawar
dan air putih
3. Pola Eliminasi
Klien saat dirawat dirumah klien BAB 1 kali perhari dengan kreakteristik
feces lunak berbentuk, bau Khas BAK 6-8 kali perhari dengan
kreakteristik urine kuning jernih, jumblah 1400 cc
14

4. Pola Aktivitas
Selama skit klien merasa lelah saat melakukan aktifitas dan melakukan
aktifitas pun perlu dibantu keluarga dan seperti makan, minum, pergi
keluar, mandi dan beraktifitas di tempat tidur
5. Pola Tidur dan Istirahat
Pola tidur 4-5 jam atau pada saat dirawat dirumah klien tidur lebih/ hari
kerena merasa cemas dengan kondisinya saat ini dan merasakan pegal-
pegal pada daerah paha dan pinggang
6. Pola Koping dan Stress
Saat ada masalah pastikan didiskusikan dengan keluarga maupun saudara-
saudara terdekatnya dan menyelesaikan masalahnya dengan musyawarah.
klien terlihat cemas dan stress akan penyakit yang dideritanya. Maka dari
itu perlu perhatian dan dukunga dari keluarganya sehingga klien mampu
bangkit dalam menjalani pengobatannya yang memang itu tidak mudah
tapi keluarga harus dapat memberi semangat agar klien bisa cepat sembuh
dan mampu beraktifitas kembali seperti biasanya.
Dalam penatalaksanaan dirumah dapat dilakukan keluarga dengan cara :
1. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari
penatalaksanaan diabetes militus
- Penentuan gizi, hitung persentase, Relatief Body Weigth.
- Jika krja berat atau latihan berat maka jumlah kalori bertambah
- Untuk klien DM pkerja biasa :
1. Kurus; <90% : BB x 40-60 kal/hr
2. Normal; 90-110 : BB X 30 kal/hr
3. Gemuk; >110% : BB X 20 kl/hr
- Komposisi diet
1. Lemak 20%
2. Protein 20%
3. Karbohidrat 60%
15

2. Latihan atau olahraga


Menimbulkan penurunan kadar gula darah yang disebabkan oleh
tingginya penggunaan glukosa di darah perifer dan mengurangi factor
resiko kardiovaskuler . Tidak berlaku bagi klien dengan kadar gula
darah tinggi
3. Pemantauan glukosa
4. Terapi atau obat-obatan
Pengobatan dengan oral, hipoglikemik agent yaitu bagi klien yang
belum pernah mendapat terapi insulin, ibu atau klien yang tidak hamil,
pasien gemuk dan pasien yang berusia > 40 tahun. Pengobatan dengan
injeksi insulin 2x/ hari atau bahkan lebih sering lagi dalam sehari.
5. Pendidikan dan pertimbangan perawatan di rumah
Diabetes merupakan penyakit kronis yang memerlukan perilaku
penanganan mandiri yang khusus seumur hidup, sehingga harus belajar
keterampilan untuk merawat diri sendiri setiap hari. Pasien diabetes
juga harus memiliki perilaku prenpentif dalam gaya hidupnya untuk
mencegah komplikasi sehingga memerlukan pendidikan atau
informasi. Keluarga juga harus perlu mendukung untuk perawatan
lebih optimal terhadap pasien diabetes agar lebih memperhatikan
kesehatan serta pola hidup sehat dalam keluarganya
16
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Diabetes yaitu peningkatan jumlah glukosa ( gula ) dalam darah. Diabetes
tipe 1 ini biasanya muncul pada usia muda dibawah 40 tahun, tetapi dapat juga
terjadi pada berbagai usia.Penanganannya adalah dengan pemberian suntikan
insulin dan pengaturan pola makan. Diabetesdiwariskan dengan berbagai cara
yang berbeda. Diabetes tipe 1 adalah salah satu kelompokkondisi yang dikenal
sebagai gangguan autoimun karena antibody tubuh menyerang berbagaiorgan dan
mengganggu fungsi normalnya. Protein yang disebut antibody dibentuk
untukmelawan bagian tubuh tertentu, termasuk kelenjar endokrin (kelenjar yang
memproduksihormon). Antibodi mengganggu produksi hormon dan biasanya
mengakibatkan kegagalan darikelenjar tertentu
Pada Diabetes tipe 1, antibody dibentuk untuk melawan sel-sel pulai
langerhans pankreasyang bertanggung jawab memprodiksi insulin Pada diabetes
tipe 1, beberapa anggota keluargadapat membawa peningkatan risiko yang dapat
diidentifikasi dengan uji genetik. Namun, hanyasebagian kecil dari orang-orang
yang mewarisi risiko ini akan berlanjut menjadi diabetes dantidak ada yang dapat
menghilangkan faktor-faktor penyebab diabetes
3.2 Saran
1. Pembaca diharapkan mengerti, memahami dan menghayati makalah ini.
2. Penulis diharapkan lebih baik lagi dalam menulis makalah ini.
3. Penulis diharapkan mengkaji lebih dalam hal yang berkaitan dengan
judulmakalah.
4. Semoga bermanfaat bagi pembaca dan khususnya bagi penulis
DAFTRA PUSTAKA

Fox, Charles, Dr. dan Kilvert, Anne, Dr. Destarina, Yoan (Ed.). 2010. Bersahabat
dengan Diabetes Tipe 1. Jakarta : Penebar Plus+
Kusnanto, Putri Mei Sundari, Candra Panji Asmoro. 2019. Hidayat Arifin
Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Diabetes Self-Management dengan
Tingkat Stres Pasien Diabetes Melitus yang Menjalani Diet. Surabaya :
Faculty of Nursing Universitas Airlangga.
Corwin, Elizabeth. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Departemen Kesehatan. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes
Melitus.

Anda mungkin juga menyukai