Oleh :
Susunan Penguji:
Banyuwangi.......
........................................................
Susunan Penguji:
.................................. ..............................
Banyuwangi.......
PENDAHULUAN
darah) yang terus menerus dan bervariasi, terutama setelah makan. Diabetes
Mellitus sendiri merupakan penyakit kronis yang akan diderita seumur hidup
sehingga progresifitas penyakit akan terus berjalan, yang pada suatu saat akan
Mellitus bukanlah suatu penyakit yang ringan (Putra R. & Khairul, 2018).
yaitu : penyakit jantung koroner dan stroke, kidney failure, retinopati dan
bawah. Resiko amputasi pada gangren 15-40 kali lebih sering pada penderita
ekstremitas bagian bawah. Diabetes Mellitus dalam waktu yang lanjut akan
morbiditas dan mortlitas secara bermakna salah satunya adalah anemia, namun
Anemia atau kurang darah merupakan keadaan saat jumlah sel darah
merah atau jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah
merah berada dibawah normal. Sel darah merah mengandung oksigen yang
memperkirakan terdapat 463 juta orang pada usia 20-79 tahun di dunia
menderita Diiabetes Mellitus pada tahun 2019 atau setara dengan angka
prevalensi sebesar 9,3% dari total peduduk pada usia yang sama. Berdasarkan
pada perempuan dan 9,65% pada laki-laki. Angka diprediksi akan terus
meningkat hingga mencapai 578 juta jiwa di tahun 2030 dan 700 juta jiwa
terdapat 194 kasus Diabetes Mellitus Gangren, sedangkan pada tahun 2021
anemia di dunia lebih dari 30% atau 2 milyar orang (RISKESDAS, 2018).
Sedangkan prevalensi anemia di Jawa Timur sebesar 58% di tahun 2018, dan
Blambangan pada tahun 2020 terdapat 213 kasus Anemia, sedangkan pada
pankreas tidak memproduksi insulin yang cukup atau ketika tubuh tidak dapat
yang mengatur gula darah. Proses masalah kaki pada penderita Diabetes
Mellitus terjadi diawali dengan adanya hiperglikemia atau gula darah tinggi
yang meningkat merupakan efek umum dari diabetes mellitus yang tidak
neuropati dan pembuluuh darah. Baik neuropati sensorik maupun motorik dan
menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang kurang akan lebih lanjut
menambah rumitnya pengelolaan kaki diabetes. Efek merugikan yang
tidak mencukupi atau tidak maampu mencapai jaringan perifer, dan tidak
perfussi perifer tidak efektif yang sering ditandai dengan pengisian kapiler > 3
detik, nadi perifer menurun atau tidak teraba, akral teraba dingin, warna kulit
pucat, turgor kulit menurun, penyembuhan luka lambat dan berlangsung lama
protein yang komplek yang terdiri dari protein, globulin dan heme (Masrizal,
interstitium ginjal, adanya gangguan pada ginjal ini berpengaruh pada LFG
tulang untuk membuat sel darah merah, sehingga jika terjadi gangguan dalam
(Clara dkk, 2016). Kurangnya kadar sel darah merah atau hemoglobin yang
lemas, akral dingin, mati rasa, kesemutan dan pucat dan terjadilah gangguan
pada sistem sirkulasi yaitu perfusi perifer, jika tidak segera ditangani akan
kecacatan.
meliputi pemberian obat anti diabetes mellitus oral dan injeksi insulin, terapi
(ringan sampai sedang). Salah satu olah rafa yang dianjurkan adalah senam
kontraksi otot-otot yang menyebabkan terbukanya kanal ion positif yang dapat
transfusi darah melalui IV adalah salah satu penatalaksaan yang bisa diberikan
dan Anemia
pelayanan keperawatan.
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
4. Bahan organic :0,1% (glukosa, lemak, asam urat, kreatinin, kolesterol dan asam
amino)
terhadap virus atau bakteri. Istilah medis yang berkaitan dengan darah
diawali dengan kata hemo- atau hemato- yang berasal dari bahasa Yunani
haima yang berarti darah. Darah memiliki warna merah yang berasal dari
dalam darah diambil dengan jalan bernafas, dan zat ini sangat berguna
bervariasi dari merah terang sampai merah tua kebiruan, tergantung pada
kadar oksigen yang di bawa sel darah merah. Darah pada tubuh manusia
mengandung 55% plasma darah (cairan darah) dan 45% sel-sel darah
(darah padat). Jumlah darah pada tubuh orang dewasa sebanyak kira-kira
1/13 dari berat badan atau sekitar 4-5 liter. Jumlah darah tersebut pada
fibrinogen yang berguna untuk menutup luka yang terbuka. Plasma darah juga
mengandung berbagai macam zat organik, anorganik, dan air (C.Pearce & Evelyn,
2016)
a. Air : 91%
b. Protein plasma darah : 7%
c. Komponen lainya
Asam amino, lemak, glukosa, urea, garam,0,9%
Hormon, antibody.0,1%
Senyawa atau zat-zat kimia yang larut dalam cairan darah antara lain sebagai
berikut:
1) Sari makanan dan mineral yang terlarut dalam darah, misalnya monosakarida,
3) Protein yang terlarut dalam darah (7%), molekul-molekul ini berukuran cukup
a) Albumin (4%), protein plasma yang paling banyak mengikat banyak zat
gamma (γ);
1) Globulin alfa dan beta spesifik mengikat dan mengangkut sejumlah zat
2) Banyak faktor yang berperan dalam proses pembekuan darah terdiri dari
garam di tubuh.
4) Urea dan asam urat, sebagai zat-zat sisa dari hasil metabolisme.
5) O2, CO2, dan N2 sebagai gas-gas utama yang terlarut dalam plasma.
4. mengangkut panas hasil oksidasi , sehingga panas tubuh kita bisa merata
dan bisa mempertahankan suhu tubuh itu (37o) dengan membuang panas
5. mengangkut hasil sisa oksidasi sel CO2 yang diangkut dalam bentuk
HCO3 -
6. mengangkut hormon
7. mengangkut antibody / zat immun
8. mengangkut zat ekskresi dari jaringan tubuh ( urea) ke ginjal
masuk ke dalam tubuh. Protein asing yang masuk ke dalam tubuh disebut
antigen. Antigen adalah molekul Protein asing yang tidak dikenal yang
orang yang sakit karena adanya kuman ( antigen asing) , dan bisa sehat
penyakit tersebut.
membagi empat macam golongan darah, yaitu darah golongan A, B, AB, dan O.
Sel darah merah berupa cakram kecil bikonkaf, cekung pada kedua sisinya,
sehingga dilihat dari samping namapak seperti dua buah bulan sabit yang saling
sebagai berikut: pada bagian yang paling tebal, tebalnya 2 mikron, sedangkan
setiap millimeter kubik darah terdapat 5.000.000 sel darah. Strukturnya terdiri atas
pembungkus luar atau stroma, berisi massa hemoglobin. Sel darah merah
memerlukan protein karena strukturnya terbentuk dari asam amino. Mereka juga
seimbang yang berisi zat besi. Pembentukan sel darah merah. Sel darah merah di
bentuk di dalam sumsum tulang, terutama dari tulang pendek, pipih dan tak
beraturan, dari jaringan kanselus pada ujung tulang pipa dan dari sumsum dalam
batang iga-iga dan dari sternum. Di dalam sumsum tulang terdapat banyak sel
pluripoten hemopoietik stem yang dapat membentuk berbagai jenis sel darah. Sel-
sel ini akan terus menerus direproduksikan selama hidup manusia, walaupun
(Syaifuddin, 2017).
Sel pertama yang akan dapat diketahui termasuk ke dalam rangkaian sel-sel
darah merah dapat disebut sebagai proeritroblas. Dengan rangsangan yang sesuai
maka dari sel-sel stem ini dapat dibentuk banyak sekali sel-sel. Sekali
proeritroblas ini terbentuk, maka ia akan membelah beberapa kali sampai akhirnya
akan terbentuk 8 sampai 16 sel-sel darah merah yang matur. Sel-sel baru dari
generasi pertama ini disebut sebagai basofil eritroblas sebab dapat di cat dengan
zat warna basa; dan sel-sel ini pada saat ini akan mengumpulkan sedikit sekali
selebihnya, maka akan terbentuk lebih banyak lagi hemoglobin dan sel-sel ini lalu
merah oleh karena adanya hemoglobin. Akhirnya, bila sitoplasma dari sel-sel ini
nukleus akan memadat sampai ukurannya menjadi kecil dan terdorong dari sel.
Pada saat yang sama retikulum endoplasma akan mereabsorbsi. Dimana pada
tahap ini sel tersebut disebut sebagai retikulosit oleh karena masih mengandung
sedikit organela sitoplamik yang lain. Pada tahap retikulosit ini sel-sel tersebut
akan berjalan masuk ke dalam darah kapiler dengan cara diapedesis (terperas
retikulosit tada dalam keadaan normalnya akan menghilang dalam waktu satu
sampai dua hari dan sel ini lalu disebut sebagai eritrosit matur. Oleh karena waktu
hidup eritrosit ini pendek, maka pada umumnya konsentrasi seluruh sel-sel darah
merah dalam darah itu pada keadaan normal jumlahnya kurang dari 1%
(Syaifuddin, 2017).
Rata-rata panjang hidup darah merah kira-kira 115 hari. Sel menjadi usang,
dan dihancurkan dalam sistema retikulo-endotelia, terutama dalam limpa dan hati.
Globin dari hemoglobin dipecah menjadi asam amino untuk digunakan sebagai
protein dalm jaringan-jaringan dan zat besi dalam hem dari hemoglobin
dikeluarkan untuk digunakan dalam pembentukan sel darah merah lagi. Sisa hem
dari hemoglobin diubah menjadi bilirubin (pigmen kuning) dan biliverdin yaitu
yang berwarna kehijau-hijauan yang dapat dilihat pada perubahan warna
hemoglobin yang rusak pada luka memar. Konsentrasi sel-sel darah merah di
dalam darah, pada pria normal jumlah rata-rata sel-sel darah merah per millimeter
kubik adalah 5.200.000 (± 300.000) dan pada wanita normal jumlahnya 4.700.000
(±300.000). Jumlah sel-sel darah merah ini bervariasi pada kedua jenis kelamin
dan pada perbedaan umur, pada ketinggian tempat seseorang itu tinggal akan
Hemoglobin adalah molekul protein pada sel darah merah yang berfungsi
sebagai media transport oksigen dari paru paru ke seluruh jaringan tubuh dan
membawa karbondioksida dari jaringan tubuh ke paru paru (C. Pearce & Evelyn,
2016).
1) Kadar normal hemoglobin
Kadar hemoglobin menggunakan satuan gram/dl. Yang artinya
“feedback”. Eritroposis diatur oleh suatu hormone glikoprotein yang beredar yang
dinamakan eritropoeitin yang dibentuk oleh kerja dari faktor ginjal pada globulin
merah dalam sirkulasi yang mencapai nilai diatas normal sedangkan pembentukan
eritroposis dirangsang oleh anemia, hipoksia, dan kenaikan jumlah sel darah
merah yang beredar adalah gambaran yang menonjol dari aklimanisasi pada
dataran tinggi. Sel-sel darah merah, seperti sel-sel lainnya , mengkerut dalam
larutan dengan tekanan osmotic yang lebih tinggi dari tekanan osmotik plasma.
Pada larutan yang tekanan osmotiknya lebih rendah sel darah merah akan
mulai hemolisis bila dimasukkan dalam larutan NaCl 0,48% dan pada larutan
hemolitik congenital) sel-sel adalah sferositik dalam plasma normal dan lebih
banyak terjadi hemolisis daripada sel-sel normal pada larutan natrium khlorida
hipotonik (kerapuhan sel darah merah abnormal) (C. Pearce & Evelyn, 2016).
Sel darah merah juga dapat dilisiskan oleh obat-obatan dan infeksi.
Mudahnya hemolisis sel darah merah terhadap zat-zat ini meningkat pada
shunt. Jalan ini menghasilkan NAPDH, yang diperlukan pada beberapa jalan
congenital dalam sel darah merah disebabkan adanya variant-variant enzim sering
genetik paling sering ditemukan pada manusia. Lebih dari 80 variant genetik
Defisiensi G6DP yang berat juga menghambat daya bunuh granulosit terhadap
bakteri dan merupakan predisposial terhadap infeksi berat (C. Pearce & Evelyn,
2016).
C. Sel Darah Putih (Leukosit)
Rupanya bening dan tidak berwarna, bentuknya lebih besar dari sel darah
merah, tetapi jumlahnya lebih kecil. Leukosit merupakan unit yang mobil/aktif
dari sistem pertahanan tubuh. Sistem perthanan ini sebagian dibentuk di dalam
sumsum tulang (granulosit dan monosit dan sedikit limfosit) dan sebagian lagi di
salam jaringan limfe (limfosit dan sel-sel plasma), tapi setelah dibentuk sel-sel ini
seluruh jumlah sel darah putih. Mereka terbentuk dalam sumsum merah tulang.
Sel ini berisi sebuah nukleus yang berbelah banyak dan protoplasmanya berbulir.
Karena itu disebut sel berbulir atau granulosit. Kekurangan granulosit disebut
timbul setelah makan obat tertentu, termasuk juga beberapa antibiotika (C. Pearce
darah dan berjalan mengitari seluruh bagian tubuh. Dengan demikian sel
membuangnya. Dengan ini jaringan yang sakit atau terluka dapat dibuang dan
dimungkinkan sembuh. Sebagai hasil kerja fagositik dari sel darah putih,
peradangan dapat dihentikan sama sekali. Bila kegiatannya tidak dapat berhasil
dengan sempurna, maka dapat terbentuk nanah. Nanah berisi “jenazah” dari
kawan dan lawan. Fagosit yang terbunuh dalam perjuangannya melawan kuman
yang menyerbu masuk disebut sel nanah (C. Pearce & Evelyn, 2016).
Klasifikasi leukosit. Ada lima jenis leukosit dalam sirkulasi darah, yang di
sitoplasma. Sel yang mempunyai granula sitoplasma disebut granulosit, dan sel
absolut atau relatif dari kerja dan atau sekresi insulin. Gejala awal yang
(Buraerah, 2017).
termasuk jari-jari tangan dan kaki, bisa juga pada otot dan organ
Disease (ESRD) pada penderita dengan ginjal kronis, dengan atau tanpa
2.2.2 Etiologi
2.2.2.1 Etiologi Diabetes Mellitus
a. DM Tipe I:
2) Faktor Imunologi
3) Faktor Lingkungan
b. DM Tipe II:
Faktor obesitas, usia, jenis kelamin, kebiaaan merokok, riwayat
amino dan asam lemak yang penting untuk fungsi normal jaringan
(Melinda, 2016).
b. Kehilangan darah
terjadi karena:
eritrosit
2.2.3 Patofisiologi
Hiperglikemia yang dialami penderita Diabetes Mellitus
disebabkan oleh beberapa faktor, sesuai dengan tipe dari diabetes secara
hidupnya.
terhadap kerja insulin dan respons sekresi insulin yang tidak adekuat
dapat terjadi karena beberpa faktor diantaranya genetik, gaya hidup, dan
atau renal sehingga fungsi ginjal tidak dapat bekerja dengan baik dan
proses penyembuhan luka. Luka akan melebar dan lambat laun akan
d. Lemas
f. Kesemutan
g. Mata kabur
Tanda dan gejala lain yang timbul adalah mudah sakit yang lama,
(Wahyuni, 2017).
e. Kulit kering
f. Kerusakan jaringan (nekrosis)
g. Sering kesemutan
i. Terbentuk sebuah garis jelas antara kulit yang sehat dan rusak
lesu, lelah, lalai. Gejala ini biasanya akan munculnya skelera pucat
Ketidakstabilan
Glukagon Penurunan kadar glukosa
meningkat pemakaian darah Dehidrasi
glukosa
darah
Glukoneogenesis Sel Trombosis
kekurangan Keletihan
Glikosuria nutrisi
Aterosklerosis Makrovaskuler
Lemak
Osmotik Kekurangan
- Nefropati
deuresis volume - Ginjal - Retinopati
cairan - Mata
Ketogenesis - Neuropati
- saraf
Ketonemia Nyeri
Resiko Injury
Akut
PH Perfusi
Perifer Kebas, kesemutan Hb menurun
disertai nyeri Anemia LFG terganggu
Tidak
Mual
Efektif
muntah
Resiko
defisit
nutrisi
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1) Kadar glukosa plasma puasa lebih besar atau sama dengan 126
mg/dL.
2) Kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dL (normal; < 140
mg/dL)
3) Gula darah prospandial ≥ 200 mg/dL
4) Hemoglobin glikosilasi (HbA 1c) meningkat
5) Urinalisis dapat menunjukkan aseton atau glukosa
b. Prosedur diagnostik
Pemeriksaan oftalmik menunjukkan aseton atau glukosa
2.2.7 Penatalaksanaan
2.2.7.1 Penatalaksanaan Medis