MSN
Mata Kuliah : Keperawatan Dewasa Sistem Endokrin, Pencernaan, Perkemihan
dan immunologi
OLEH :
KELOMPOK 1
PUPUT S 21212005
RESKI PRATIWI 21212009
DEVI ANJELINA 21212029
MUH. ANDHIKA PUTRA PRATAMA 21212041
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat, hidayah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik “
dengan baik dan tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah penulis banyak mendapat bimbingan dan
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih dan semoga makalah ini bermanfaat bagi seluruh
masyarakat
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ..............................................................................................................
KATA PENGANTAR ...............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................
A. Latar Belakang............................................................................................. B.
Rumusan Masalah .......................................................................................
C. Tujuan .................................................................................................
BAB II TINJAUAN TEORI ......................................................................................
A. Konsep Teori ...............................................................................................
1. Pengertian ............................................................................................. 2.
Etiologi ............................................................................................. 3.
Patofisiologi ............................................................................................. 4.
Manifestasi Klinis .................................................................................... 5.
Komplikasi .............................................................................................
6. Penatalaksanaan .......................................................................................
B. Konsep Asuhan Keperawatan ......................................................................
1. Pengkajian .............................................................................................
2. Diagnosa Keperawatan .........................................................................
3. Intervensi Keperawatan ........................................................................
4. Implementasi Keperawatan ...................................................................
5. Evaluasi Keperawatan ...........................................................................
C. Penyimpangan KDM ...................................................................................
D. Pendidikan
Kesehatan ................................................................................
E. Fungsi Advokasi ..........................................................................................
BAB III JURNAL ......................................................................................................
BAB IV PENUTUP ...................................................................................................
A. Kesimpulan ................................................................................................. B.
Saran .................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Diabetes Melitus merupakan penyakit yang di identifikasi
denganterbentuknya hiperglikemia serta kendala metabolisme pada
karbohidrat, lemak, serta protein yang dikaitkan dengan kelainan secara
mutlak maupun relatif dari proses kerja maupun dari proses sekresi insulin.
Indikasi yang dialami oleh pengidap penyakit Diabetes Melitus ialah poliuria,
polidipsia, polifagia, pengurangan berat tubuh, dan kesemutan (Fatimah,
2015).
Data yang disajikan oleh World Health Organization (WHO) pada
tahun 2003 menampilkan sekitar 50% penderita Diabetes Melitus yang berada
di negera maju mampu mematuhi progam terapi yang diberikan. Pada
penderita Diabetes Melitus yang tidak terkontrol atau kurang mematuhi
pengobatan dapat mengakibatkan komplikasi. Munculnya komplikasi dapat
berdampak pada perubahan pola gaya hidup serta berdampak pada
perekonomian.
Prevalensi penderita penyakit Diabetes Mellitus di negara berkembang
salah satunya di indonesia sekitar tahun 2013 yaitu sebesar 2,1%. Angka
tersebut terbilang lebih besar dibandingkan dengan tahun 2007 yaitu sebesar
(1,1%). Sekitar 31 provinsi yang ada di indonesia (93,9%) mengindikasikan
adanya peningkatan prevalensi penderita diabetes Mellitus yang cukup
signifikan. Sedangkan jumlah kasus penderita Diabetes Melitus tipe 2 di
Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2015 sekitar 99. 646 kasus. Perihal ini
sangat berbeda dengan kejadian pada 3 tahun yang lalu. Sekitar pada tahun
2014 kasus penderita Diabetes Melitus tipe 2 sebanyak 96. 431 kasus atau
setara dengan (0,29%). Pada tahun 2013 kasus penderita diabetes mellitus tipe
2 di Provinsi Jawa Tengah ialah sebesar 142. 925 atau sekitar (0,43%) kasus,
sebaliknya pada tahun 2012 mencapai angka yang cukup fantastik yaitu
sekitar 181. 543 (0,55%) kasus (Nazriati et al., 2018).
Penyakit Diabetes Melitus suatu penyakit yang bisa menimbulkan
penyakit yang lainnya (komplikasi). Permasalahan komplikasi dari penyakit
Diabetes Melitus pada beberapa orang mungkin akan berbeda- beda.
Komplikasi dari Diabetes Melitus bisa dipecah menjadi 2 jenis mayor, ialah
komplikasi metabolik kronis serta komplikasi kronik jangka panjang
(Octaviana Wulandari, 2013).
Salah satu komplikasi dari Diabetes Melitus merupakan neuropati,
yang mengakibatkan berkurangnya sensasi di kaki (nyeri akut) serta sering
berhubungan dengan luka atau cedera pada kaki. Neuropati perifer
menimbulkan hilangnya sensasi di wilayah distal kaki yang memiliki resiko
besar akan terbentuknya ulkus kaki serta kemungkinan untuk diamputasi.
Luka atau cedera yang mencuat secara otomatis ataupun sebab trauma bisa
menimbulkan Luka terbuka yang sanggup menciptakan gas gangren yang
berdampak terbentuknya osteomielitis di sertai nyeri akut pada lokasi infeksi
(Fitria et al., 2017).
Masalah- masalah muncul yang sering dirasakan oleh penderita
Diabetes melitus tipe 2 bisa diminimalkan bila penderita mempunyai
pengetahuan serta keahlian dan upaya untuk melaksanakan pengontrolan
terhadap penyakitnya. Peran perawat selaku edukator sangat diperlukan oleh
penderita Diabetes Melitus sebab Diabetes Melitus ialah penyakit kronis yang
membutuhkan sikap atau inisiatif penanggulangan mandiri yang individual
seumur hidup (Fahra et al., 2017)
BAB II TINJAUAN TEORI A. KONSEP DASAR PENYAKIT a. Definisi
Diabetes Melitus adalah hambatan yang terjadi pada metabolisme secara genetik
serta secara klinis tercantum heterogen dengan indikasi adanya kehilangan toleransi
karbohidrat. Diabetes Melitus merupakan gangguan metabolik yang terjadi akibat
adanya ketidakmampuan dalam mengoksidasi karbohidrat, adanya hambatan pada
mekanisme insulin, dan ditandai dengan hiperglikemia, glikosuria, poliuria,
polipdisi, polifagia, asidosis yang sering menimbulkan sesak napas, lipemia,
ketonuria serta berakhir hingga koma (Sya’diyah et al., 2020).
Diabetes melitus merupakan suatu kelainan genetik atau sindroma yang dapat
diketahui dengan adanya hiperglikemia kronik serta gangguan pada proses
metabolisme karbohidrat, lemak serta protein yang saling berkaitan dengan
defisiensi insulin absolut ataupun relatif sehingga mempengaruhi kinerja sekresi
insulin serta aksi insulin (Nugroho, 2015).
Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis yang menahun yang disebabkan oleh
adanya disfungsi pankreas yang tidak mampu menghasilkan insulin dalam batas
normal, ataupun pada saat tubuh tidak bisa secara efisien memanfaatkan insulin
yang dihasilkan. Hiperglikemia, ataupun glukosa dalam darah yang meningkat,
merupakan dampak universal dari diabetes yang tidak terkendali serta pada periode
tertentu yang ccukup lama akan menimbulkan kerusakan yang serius pada beberapa
sistem tubuh, kterutama pada saraf serta pembuluh darah (Setyaningrum &
Sugiyanto, 2015).
Diabetes Melitus adalah sekumpulan gejala dari hambatan metabolik yang dapat
diketahui secara spesifikasi adanya kadar gula darah di atas normal sehingga dapat
mempengaruhi metabolisme pada karbohidrat, lemak serta protein yang
dipengaruhi oleh banyak faktor. Diabetes Melitus adalah salah satu permasalahan
penyakit yang serius di seluruh dunia sebab penyakit diabetes melirus cenderung
mengalami kenaikan kasusnya seiring berjalannya waktu (Nurayati & Adriani,
2017).
b. Etiologi
Menurut (PB PERKENI, 2015) berlandaskan pada asal mula yang
mendasari kemunculannya, Diabetes Melitus terbagi menjadi beberapa kategori,
yakni: a. DM Tipe 1
Salah satu faktor pemicu Diabetes Melitus Tipe 1 ialah destruksi sel beta
dan defisiensi insulin absolut seperti penyakit auto-imun (tidak berfungsinya
sistem imunitas tubuh) dan idiopatik (penyebab yang tidak diketahui) yang
mengganggu proses sekresi insulin terutama sel β pada pankreas yang terjadi
secara menyeluruh. Oleh sebab itu, pankreas akan kehilangan kemampuannya
dalam memproduksi serta melepaskan insulin yang dibutuhkan oleh tubuh.
b. DM Tipe 2
Diabetes Melitus tipe 2 diakibatkan oleh campuran, seperti resistensi insulin
dan disertai defisiensi insulin relatif. DM tipe 2 umumnya disebut dengan
diabetes life style sebab tidak hanya aspek genetik saja yang bisa
mempengaruhi namun bisa juga diakibatkan oleh pola gaya hidup yang tidak
sehat.
c. Tipe lain
Diabetes tipe lain diakibatkan oleh kondisi ketika glukosa dalam darah di atas
normal yang faktor pencetusnya meliputi sindrom genetik, endokrinopati,
insiufisiensi eksokrin pankreas, induksi obat ataupun zat kimia, akibat
imunologi yang kurang, infeksi dan lain sebagainya.
d. Diabetes Gestasional/Diabetes Kehamilan
Diabetes gestasional merupakan diabetes yang terjadi ketika baru mengalami
kehamilan yang pertama atau diabetes yang kemungkinan muncul pada saat
masa kehamilan. Umumnya diabetes ini dapat diketahui pada minggu ke-24
(bulan keenam). Diabetes ini biasanya akan menghilang setelah melahirkan.
c. Patofisiologi
Dalam proses patofisiologi diabetes melitus tipe 2 ada sebagian kondisi
yang turut serta berperan yaitu : resistensi insulin dan disfungsi sel β pankreas.
Diabetes melitus tipe 2 tidak diakibatkan oleh terbatasnya sekresi insulin, akan
tetapi akibat sel sel target insulin gagal atau ketidakmampuan dalam merespon
insulin secara normal. Kondisi ini umum disebut sebagai “resistensi insulin”.
Resistensi insulin sebagian besar terjadi akibat dari obesitas dan minimnya
aktivitas fisik serta proses dari penuaan. Pada penderita diabetes melitus tipe 2
bisa saja terjadi produksi glukosa hepatik yang mungkin berlebihan tetapi tidak
terjadi kerusakan pada selsel β langerhans secara autoimun seperti diabetes melitus
tipe 2. Defisiensi fungsi insulin khususnya pada penderita diabetes melitus tipe 2
hanya bersifat relatif serta tidak absolut.
Berawal pada perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel B menandakan
adanya gangguan pada sekresi insulin fase awal, dalam artian sekresi insulin gagal
dalam mengkompensasi resistensi insulin. Jika tidak ditanggulangi dengan baik,
pada perkembangan berikutnya dapat terjadi kerusakan sel B pankreas. Kerusakan
sel B pankreas seiring berjalannya waktu dapat menyebabkan penuruna produksi
insulin, maka dari itu penderita diabetes melitus memerlukan insulin eksogen.
Penderita diabetes melitus tipe 2 pada umumnya sering diakitkan dengan dua
faktor yang menyertainya, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin (Fatimah,
2015).
Kondisi awal dari diabetes tipe 2 ialah terbentuknya resistensi insulin serta
hiperinsulinemia. Tetapi dengan berjalannya waktu, mekanisme kompensasi ini
tidak lagi bisa menahan progresifitas penyakit ini, sehingga timbul diabetes tipe 2.
Tetapi pada kebanyakan pengidap diabetes tipe 2 terbentuknya suatu kondisi yang
kompleks antara sekresi insulin serta resistensi insulin dan besarnya menyerupai
derajat hiperglikemia. Apabila sel B pankreas tidak bisa memproduksi sekresi
insulin dengan kapasitas yang memadai sepadan sesuai dengan resistensi insulin
maka dapat menimbulkan hiperglikemia. Pada sebagian penyandang diabetes tipe
2, timbulnya kerusakan pada sel B dapat dimanifestasikan sebagai bagian dari
permulaan terganggunya sekresi insulin. Resistensi insulin terbentuk akibat dari
gangguan pada sekresi insulin. Namun, pada kebanyakan penyandang diabetes
tipe 2, kendala sensitivitas insulin serta sekresi insulin secara bersamaan
menimbulkan intoleransi glukosa yang terjadi secara berkala (Tjandrawinata,
2016).
Diabetes melitus tipe 2 ditandai dengan defisiensi insulin sebagai akibat dari
resistensi insulin, kurangnnya produksi insulin, dan terjadi kerusakan sel beta
pankreas. Hal ini dapat menimbulkan penurunan konsentrasi dalam pelepasan
glukosa ke hati, sel otot, serta sel lemak. Kemungkinan lain terjadi peningkatan
proses pemecahan lemak dan terjadilah hiperglikemia. Ketidak berfungsinya sel
alfa yang terjadi akibat gangguan dari kerusakan toleransi glukosa dalam darah
dikenal sebagai proses fisiologis yang mengakibatkan penyakit diabetes melitus
(B.
Olokoba et al., 2012).
d. Manifestasi Klinis
Menurut (Nugroho, 2015) secara umum ada beberapa manifestasi klinik
yang terdapat pada penderita diabetes melitus, yaitu :
a. kadar glukosa dalam darah tinggi ( Hiperglikemia).
Glukosa dalam darah yang tinggi pada penderita diabetes melitus biasanya
diatas 200 mg/dL.
b. Poliuria (sering buang air kecil)
Poliuria akan terjadi bila ginjal memproduksi air kemih dalam jumlah yang
melampaui batas normal atau berlebihan, sehingga penderita diabetes melitus
merasakan keinginan berkemih dalam frekuensi yang berlebih.
c. Polidipsi (sering haus) polidipsi biasanya ditandai dengan mulut kering yang diakibatkan oleh
adanya poliuri, sebab penderita diabetes melitus sering merasakan haus yang berlebihan sehingga
penderita akan banyak minum.
d. Polifagia (makan berlebihan)
Polifagia biasanya dapat disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya
terjadi karena sejumlah besar kalori yang terserap ke dalam air urine, sehingga
penderita diabetes melitus akan mengalami degradasi berat badan, maka dari
itu penderita biasanya merasakanlapar yang berlebih sehingga banyak makan.
Bermacam keluhan lain bisa ditemui pada penderita diabetes melitus.
Kecurigaan terhadap adanya diabetes melitus perlu diwaspadai apabila ada
keluhan lain yang berupa : kelemahan tubuh, kesemutan, gatal, pandangan
mata kabur, penurunan berat badan yang tidak bisa dipaparkan sebabnya dan
disfungsi ereksi pada laki-laki, serta pruritus vulvae pada perempuan
(PERKENI, 2011).
e. Komplikasi
Penyakit diabetes yang tidak ditanggulangi secara baik bisa menimbulkan
hiperglikemia yang pada waktu-waktu tertentu bisa menyebabkan komplikasi
berupa kerusakan pada sistem tubuh terutama pada sistem saraf dan pembuluh
darah. Penyakit diabetes melitus adalah salah satu faktor resiko yang
mengakibatkan timbulnya penyakit lain seperti jantung, stroke, neuropati,
retinopati, dan gagal ginjal. Seseorang yang menderita diabetes melitus cenderung
beresiko mengalami kematian dua kali lebih cepat dibandingkan dengan seseorang
yang bukan menderita penyakit diabetes melitus (Israfil, 2020).
Komplikasi akut dari diabetes melitus meliputi hipoglkemia, hiperglikemia
dan ketoasidosis sedangkan untuk komplikasi kronis dari diabetes melitus secara
luas dikelompokan menjadi mikrovaskular dan makrovaskular, Komplikasi
mikrovaskuler meliputi neuropati, nefropati, dan retinopati, sedangkan komplikasi
makrovaskuler terdiri dari penyakit kardiovaskular, stroke, dan penyakit arteri
perifer (PAD). Kemudian ada komplikasi lain dari diabetes yang tidak dapat
dimasukkan ke dalam dua kategori yang disebutkan di atas seperti penyakit gigi,
penurunan resistensi terhadap infeksi, dan komplikasi kelahiran pada wanita
dengan diabetes gestasional (Papatheodorou et al., 2018).
Kaki diabetik disertai ulkus meurpakan salah satu komplikasi yang sering
terjadi pada penyandang diabetes. Ulkus kaki diabetik ialah luka kronik yang
terjadi pada bagian ekstermitas bawah (kaki) yang dapat meningkatkan mordibitas
serta mortalitas dan dapat mempengaruhi kualitas hidup penderita diabetes. Ulkus
kaki diabetik disebabkan oleh kerusakan saraf (neuropati perifer) yang
menghambat peredaran aliran darah atau akibat dari penyempitan pembuluh darah
yang biasa disebut arteri perifer, bahkan ulkus kaki diabetik bisa disebabkan oleh
kombinasi dari diatas (PB PERKENI, 2015).
Menurut (Lotfy et al., 2016) ada beberapa ringkasan terkait komplikasi
diabetes dengan menyebutkan indikasi akibat hiperglikemia pada berbagai jenis
sel di tubuh sebagai berikut :
1. Sistem saraf pusat dan perifer
Meliputi : Stroke otak, Neuropati otonom, Neuropati perifer
(Disfungsi motorik & sensorik)
2. Mata
Meliputi : Retinopati, Katarak, Kebutaan
3. Sistem kardiovaskular
Meliputi : Kardiomiopati, Infark miokard, Aterosklerosis,
Hipertensi, Disfungsi sel endotel
4. Rongga mulut
Meliputi : Penyakit mulut (Karies, gingivitis, kelainan periodontal,
infeksi)
5. Sistem ginjal
Meliputi : Nefropati, Proteinuria, Glukosuria, Gagal ginjal
6. Sistem pencernaan
Meliputi : Pengosongan lambung yang tertunda, Diare, Sembelit,
Dispepsia, Insufisiensi kelenjar eksokrin
7. Sistem kelamin
Meliputi : Impotensi, Disfungsi seksual, Disfungsi urogenital
8. Kulit dan jaringan lunak
Meliputi : Gangguan penyembuhan luka, Infeksi kulit
9. Tulang
Meliputi : Osteopenia, patah tulang
10. Kaki
Meliputi : Ulserasi kaki, amputasi kaki
f. Penatalaksanaan
Menurut (Soelistijo et al., 2015) penatalaksanaan baik secara medis maupun
keperawatan dilakukan untuk meningkatkan derajat kualitas hidup penderita
diabetes melitus, dalam proses penatalaksanaan secara umum mempunyai tujuan
jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan jangka pendek yaitu utnuk
memperbaiki kualitas hidup, meminimalisir risiko terjadinya komplikasi dan
mengurangi keluhan diabetes melitus, sedangkan tujuan jangka panjang yaitu
untuk mencegah dan menghambat progesivitas kerusakan pada pembuluh darah,
serta bertujuan untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas diabetes
melitus.
Dalam penatalaksanaan terhadap pasien diabetes melitus sering di kenal
dengan istilah 4 pilar sebagai acuan untuk mencegah ataupun untuk mengontrol
proses perjalanan penyakit dan terjadinya komplikasi, 4 pilar tersebut meliputi
edukasi, terapi nutrisi, aktivitas fisik dan terapi farmakologis. Selain itu, untuk
mengukur sejauh mana keberhasilan dalam proses penatalaksanaannya maka perlu
dilakukan pengontrolan kadar glukosa darah atau kadar hemoglobin yang
terglikosilasi (HbA1c) sebagai indikator penilaiannya (Putra, I. W. A., & Berawi,
2015).
nyeri tekan, tidak ada benjolan, tidak ada edema, perkusi sonor, auskultasi
bunyi vesikuler. Pada pemeriksaan abdomen inspeksi bentuk simetris,
tidak ada lesi ataupun jejas, auskultasi terdengar suara bising usus,
perkusi tympani, palpasi tidak ada nyeri tekan.
Pada pemeriksaan genetalia tidak terpasang kateter, area genetalia
bersi, tidak terdapat hemoroid maupun luka. Pada pemeriksaan
ekstremitas atas dan bawah, pasien terpasang infus di bagian tangan kiri,
kekuatan ekstremitas atas kanan kiri bagus, terdapat luka 3 bagian pada
kaki kanan bawah, warna luka granulasi, terdapat eksudat, kekuatan
ektremitas kaki kanan bawah tidak optimal. Pada pemeriksaan kulit,
warna kulit pasien sawo matang, turgor kulit baik, kebersihan kulit baik.
b. Diagnosa Keperawatan
Tn. M mempunyai 3 diagnosa prioritas keperawatan yaitu yang pertama,
nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisiologis, kemudian yang
kedua gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan neuropati
perifer, dan yang ketiga, ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan
dengan resistensi insulin.
c. Planning/intervensi
Pada hari Senin 1 Februari 2021 penyusunan intervensi atau rencana
keperawatan berdasarkan diagnosa yang muncul. Diagnosa pertama yaitu nyeri
akut berhubungan dengan agen pencidera fisiologis. Ditetapkannya tujuan dan
kriteria hasil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan masalah nyeri dapat teratasi dengan kriteria hasil pasien mampu
mengontrol nyeri menggunakan teknik non farmakologis, keluhan nyeri
menurun, penggunaan analgesik menurun. Adapun intervensi yang dapat
dilakukan identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri, skala nyeri, berikan teknik terapi musik dan teknik relaksasi
distraksi, dan kolaborasikan pemberian analgetik.
Diagnosa kedua yaitu gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan
neuropati perifer. Ditetapkannya tujuan dan kriteria hasil setelah dilakukan
tindakan keperwatan selama 3 x 24 jam di harapkan masalah gangguan integritas
kulit dapat teratasi dengan kriteria hasil pasien mampu melindungi dan mampu
mempertahankan kelembaban kulit, tidak ada luka tambahan, integritas kulit baik
dan perfusi jaringan baik. Adapun intervensi yang dapat dilakukan perawatan luka
atau ganti balutan, memonitor karakteristik luka, pertahankan kebersihan dan
kesterilan pada luka, kolaborasikan pemberian antibiotik, anjurkan untuk minum air
yang cukup.
Diagnosa ketiga yaitu ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan
dengan resistensi insulin. Ditetapkannya tujuan dan kriteria hasil setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam di harapkan kadar glukosa
darah stabil dengan kriteria hasil kadar glukosa darah pasien membaik, tingkat
kesadaran meningkat, koordinasi meningkat, perilaku membaik. Adapun
intervensi yang dapat dilakukan memonitor kadar gluksa darah, ajarkan
pengelolaan kadar diabetes seperti penggunaan insulin, obat oral, memonitor
asupan, kolaborasikan pemeberian insulin.
d. Implementasi
Pada hari Senin 1 Februari 2021 pukul 08.50 WIB melakukan
implementasi diagnosa yang pertama yaitu mengidentifikasi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan skala nyeri, data
subjektif pasien mengatakan P : nyeri saat di gerakan, Q : nyeri seperti di
tusuktusuk, R : di bagian lutut dan luka pada kaki kanan, S : skala nyeri 6, T :
terusmenerus sedangkan untuk data objektifnya pasien tampak meringis
menahan sakit dan menunjukkan area yang nyeri. Pada pukul 09.00 WIB
mengajarkan teknik non farmakologis yaitu terapi musik (murrotal) dan teknik
relaksasi nafas dalam data subjektif pasien mengatakan mau di ajarkan
bebarapa teknik non farmakologis, sedangkan untuk data objektifnya pasien
tampak mendengarkan terapi musik yang di berikan dan mampu melakukan
teknik relaksasi nafas dalam yang telah di ajarkan.
Pada pukul 09.30 WIB melakukan implementasi diagnosa yang kedua
yaitu mengganti balutan dan memantau karakteristik luka data subjektif yang
didapatkan pasien mengatakan luka sudah ada sejak 1 bulan yang lalu dan
mengatakan lukanya tak kunjung sembuh sedangkan untuk data objektifnya
didapatkan ada 3 bagian luka di kaki kanannya, warna dasar luka granulasi
(merah), bau luka khas DM, diameter luka ± 4 cm dengan kedalam luka ± 1
cm, terdapat eksudat (pus dan darah). Pada pukul 10.00 WIB memberikan
injeksi ciprofloxacin 500 mg secara intravena data subjektif yang didapatkan
pasien mengatakan bersedia sedangkan untuk data objektifnya pasien tampak
mengangguk tanda setuju.
Pada pukul 11.05 WIB melakukan implementasi diagnosa ketiga yaitu
memberikan injeksi insulin apidra 15 ml secara subcutan data subjektif yang
didapatkan pasien mengatakan bersedia untuk di beri insulin dan untuk data
objektif yang di dapatkan pasien tampak mengangguk tanda setuju. Pada pukul
11.15 WIB menganjurkan pasien untuk mematuhi progam diit yang di
tentukan data subjektif yang didapatkan pasien mengatakan kurang nafsu
makan dan untuk data objektifnya pasien hanya menghabiskan setengah porsi
dari makannya dan pasien tampak makan-makanan dari luar RS yang tidak
termasuk dalam progam diit yang ditentukan.
Pada hari Selasa 2 Februari 2021 pukul 08.00 WIB melakukan
implementasi diagnosa yang kedua yaitu perawatan luka/ganti balut data
subjektif didapatkan pasien mengatakan bersedia untuk di ganti balut data
objektif luka masih mengandung eksudat, dan sedikit darah, bau khas DM.
pada pukul 08.30 WIB memberikan injeksi ciprofloxacin 500 mg secara
intravena data subjektif yang di dapatkan pasien mengatakan bersedia untuk
data objektif yang didapatkan pasien tampak mengangguk tanda setuju. Pada
pukul 08.45 WIB menganjurkan pasien untuk memperbanyak minum air putih
data subjektif yang di dapatkan pasien mengatakan sudah minum air putih
sedangkan untuk data objektifnya pasien tampak menunjukkan botol bekas
minumnya.
Pada pukul 09.30 WIB melakukan implementasi diagnosa yang pertama
yaitu melakukan pengakjian secara komprehensif data subjektif yang
didapatkan pasien mengatakan P : nyeri saat digerakan, Q : nyeri seperti
ditusuktusuk, R : dibagian lutut dan area luka kaki kanan, S : skala nyeri 5, T :
nyeri terasa secara terus-menerus sedangkan untuk data objektifnya pasien
tampak meringis menahan nyeri saat di gerakan. Setelah melakukan
pengkajian secara komprehensif lalu memberikan teknik non farmakologis
yaitu terapi musik (murotal) dan teknik relaksasi tarik nafas dalam data
subjektif yang didapatkan pasien mengatakan lebih rileks dan tenang untuk
data objektifnya pasien tampak memejamkan mata dan menghayati saat di
berikan terapi musik.
Pada pukul 10.50 WIB melakukan implementasi diagnosa yang ketiga
yaitu memantau kadar glukosa darah dengan data subjektif yang di dapatkan
pasien mengatakan kadar gula darahnya masih tinggi sedangkan untuk data
objektif didapatkan GDS 225 mg/dL. Setelah itu menganjurkan pasien untuk
menghabiskan porsi makanan yang sudah diprogamkan data subjektif yang
didapatkan pasien mengatakan kurang nafsu makan- makanan dari rumah sakit
sedangkan untuk data objektif yang di dapatkan pasien hanya menghabiskan
setengah porsi makanan yang sudah diprogamkan. Kemudian menganjurkan
pasien untuk meminum obatnya tepat waktu sesuai ketentuan data subjektif
yang didapatkan pasien mengatakan sudah meminum obatnya sedangkan
untuk data objektif yang didapatkan pasien tampak memperlihatkan bungkus
obat yang sudah diminumnya. Pada pukul 11.49 WIB memberikan injeksi
insulin apidra melalui subcutan data subjektif yang didapatkan pasien
mengatakan bersedia untuk diberikan insulin sedangkan data objektif yang
didaptkan pasien tampak mengangguk tanda setuju.
Pada hari Rabu 3 Februari 2021 pukul 14.45 WIB melakukan
implementasi diagnosa kedua yaitu memantau tanda-tanda infeksi pada luka
data subjektif yang didapatkan pasien mengatakan lukanya masih bisa belum
ada perubahan sedangkan data objektif yang didapatkan tidak ada tanda-tanda
infeksi disekitar luka maupun area luka. Setelah itu melakukan injeksi
ciprofloxacin 500 mg secara intravena data subjektif yang didapatkan pasien
mengatakan bersedia untuk diberikan injeksi sedangkan data objektif yang
didapatkan pasien tampak mengangguk tanda setuju.
Pada pukul 16.30 WIB melakukan implementasi diagnosa yang pertama
yaitu menganjurkan pasien untuk melakukan tindakan non farmakologis yang
sudah pernah diajarkan jika nyeri dirasakan/bertambah dan mengidentifikasi
skala nyeri data subjektif yang didapatkan pasien mengatakan masih terasa
nyeri saat digerakan sedangkan untuk data objektif yang didapatkan pasien
tampak terlihat meringis, skala nyeri : 4, TD : 156/75, RR : 20 x/menit, N : 90
x/menit, S : 36,70C. Kemudian pada pukul 18.30 WIB melakukan
implementasi diagnosa yang ketiga yaitu memantau kadar glukosa darah data
subjektif yang didapatkan pasien mengatakan kadar gulanya masih tinggi
sedangkan untuk data objektif didapatkan GDS 112 mg/dL.
e. Evaluasi
Pada hari Senin 1 Februari 2021 pukul 14.00 WIB hasil evaluasi untuk
diagnosa yang pertama yaitu didapatkan data Subjektif pasien mengatakan
masih merasakan nyeri P : saat digerakan, Q : nyeri seperti di tusuk-tusuk, R :
di bagian lutut dan di area luka, S : 4, T : nyeri dirasakan secara terus-menerus,
untuk data Objektif didapatkan pasien tampak meringis, pasien menunjukkan
area yang nyeri, TD : 175/88 mmHg, RR : 20 x/menit, N : 96 x/menit, S :
360C, Assesment masalah belum teratasi dan Planning lanjurkan semua
intervensi. Evaluasi diagnosa yang kedua didapatkan data Subjektif pasien
mengatakan luka pada kaki sejak 1 bulan yang lalu untuk data Objektifnya
didapatkan terdapat luka dengan diameter ± 4 cm dengan kedalaman ± 1 cm,
warna dasar luka granulasi/merah, terdapat eksudat/pus dan sedikit darah,
Assesment masalah belum teratasi dan Planning lanjutkan semua intervensi.
Evaluasi diagnosa ketiga yaitu didapatkan data Subjektif pasien mengatakan
menderita penyakit diabetes melitus sejak 5 tahun yang lalu untuk data
Objektif didapatkan GDS : 286 mg/dL, Assesment masalah belum teratasi dan
Planning lanjutkan semua intervensi.
Pada hari selasa 2 Februari 2021 pukul 14.00 WIB hasil evaluasi untuk
diagnosa yang kedua yaitu didapatkan data Subjektif pasien mengatakan luka
masih seperti biasanya belum ada perubahan untuk data Objektif didapatkan
warna dasar luka granulasi/merah, bau luka khas DM, ada eksudat/pus dan
sedikit darah, Assesment masalah belum teratasi dan Planning lanjutkan semua
intervensi. Evaluasi diagnosa yang pertama didapatkan pasien mengatakan
masih merasakan nyeri P : saat digerakan, Q: seperti ditusuk-tusuk, R :
dibagian lutut dan area luka, S : 4, T : terus- menerus untuk data Objektif
didapatkan pasien terbaring di atas tempat tidur dan tampak meringis,
Assesment masalah belum teratasi dan Planning lanjutkan intervensi
(identifikasi skala nyeri, menganjurkan melakukan teknik nonfarmakologis
dan kolaborasikan pemberian analgetik). Evaluasi diagnosa yang ketiga
didapatkan data Subjektif pasien mengatakan kadar glukosa darahnya masih
tinggi untuk data Objektifnya GDS : 225 mg/dL, Assesment masalah belum
teratasi dan Planning lanjutkan intervensi (monitor kadar glukosa darah,
tingkatkan pengetahuan/kesadaran pasien dan kolaborasikan pemberian
insulin).
Pada hari Rabu 3 Februari 2021 pukul 21.00 WIB hasil evaluasi untuk diagnosa yang kedua
yaitu didapatkan data Subjektif pasien mengatakan luka masih seperti biasanya belum sembuh
atau tidak ada perubahan untuk data Objektif didapatkan luka tertutup oleh balutan dan tidak
ada tanda-tanda infeksi, Assesment masalah belum teratasi dan Planning lanjutkan semua
intervensi. Evaluasi diagnosa yang pertama didapatkan pasien mengatakan masih merasakan
nyeri namun masih bisa dikontrol untuk data Objektif didapatkan pasien terbaring di atas
tempat tidur dan terlihat lebih rileks, Assesment masalah nyeri teratasi sebagian dan Planning
lanjutkan intervensi (kolaborasikan pemberian analgetik dan anjurkan melakukan teknik
nonfarmakologis jika nyeri tidak terkontrol). Evaluasi diagnosa yang ketiga didapatkan data
Subjektif pasien mengatakan kadar glukosa darahnya naik turun namun masih tinggi untuk
data Objektifnya GDS : 112 mg/dL, Assesment masalah belum teratasi dan Planning
lanjutkan intervensi (monitor kadar glukosa darah, tingkatkan kesadaran pasien, dan
kolaborasikan pemberian insulin).
C. PENYIMPANGAN KDM
D. PENDIDIKAN KESEHATAN
Pendidikan kesehatan adalah upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang
lain baik secara individu, kelompok atau masyarakat sehingga melakukan apa yang
diharapkan oleh pelaku/ penyedia pendidikan kesehatan. Diabetes Melitus (DM)
adalah penyakit metabolik yang jika tidak segera diobati akan menimbulkan
komplikasi sehingga perlu pendidikan kesehatan yang asertif dan efektif. Namun,
pendidikan kesehatan DM saat ini masih kurang efektif karena penderita DM lebih
banyak diberikan obat saja sehingga merasa kurang informasi mengenai pengelolaan
DM.Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pendidikan kesehatan yang telah
diterima oleh diabetesi. Penelitian menggunakan survei deskriptif kuantitatif dengan
teknik convenience sampling.Kriteria inklusi penelitian adalah penderita diabetes >18
tahundan pernah mendapatkan edukasi tentang DM di Puskesmas Kedungmundu.
Instrumen penelitian yang digunakan adalah modifikasi dan adaptasi dari Patient
Experiment of Diabetes Services (PEDS) Questionnairesebanyak 5 item pertanyaan,
The DaCare Diabetes Education Questionnairesebanyak 4 item pertanyaan, dan
Questionnaire For The Study Tilled Health Care In Pakistan sebanyak 19 item
pertanyaan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 132 responden yang
berpartisipasi menunjukkan hasil mayoritas responden (109 orang; 82,6%)
mempunyai aspek perawatan diabetes mellitus dalam kategori cukup. Disarankan
puskesmas untukmemberikan pendidikan kesehatan yang lebih banyak, teratur, dan
rinci terutama pada aspek monitoring kadar gula darah mandiri, efek DM pada ginjal
dan perawatan kaki pada penderita DM agar mampu mengetahui cara manajemen
yang baik.
E. FUNGSI ADVOKASI
Peran perawat sebagai advokasi pasien adalah perawat mampu memberikan
perlindungan terhadap pasien, keluarga pasien, dan orang – orang disekitar pasien.
Hal ini didukung dengan hasil penelitian Umasugi (2018) bahwa perawat sebagai
pelindung, perawat mampu mempertahankan lingkungan yang aman dan nyaman dan
mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan yang tidak diinginkan
dari hasil pengobatan, contohnya mencegah terjadinya alergi terhadap efek
pengobatan dengan memastikan bahwa pasien tidak memiliki riwayat alergi. Salah
satu untuk mencegah terjadinya hal – hal yang merugikan pasien perawat harus saling
berkoordinasi dengan adanya standar komunikasi yang efektif dan terintegrasi dalam
kegiatan timbang terima yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan
(Alvaro et al. 2016 dalam Triwibowo & Zainuddin 2016). Peran advokasi perawat
terhadap pasien juga terlaksana dalam pemberian penjelasan tindakan prosedur dalam
informed consent berperan sebagai pemberi informasi, pelindung, mediator, pelaku
dan pendukung (Tri Sulistiyowati, 2016). Perawat memberikan perlindungan terhadap
pasien untuk mencvegah terjadinya penyimpangan/malpraktik yang pada dasarnya
setiap profesi kesehatan sudah harus memahami tanggung jawab dan integritasnya
dalam memberikan pelayanan kesehatan. Para professional kesehatan terutama
perawat harus memahami hak – hak dan kewajiban pasien sebagai penggunan layanan
kesehatan. (Kusnanto, 2004). Dalam artikelnya Nurul (2018) pasien berhak
mendapatkan pelayanan yang manusiawi dan jujur. Pasien berhak mendapatkan
pelayanan yang sama tanpa adaanya diskriminasi. Pasien berhak didampingi oleh
keluarga selama di rawat. Pasien juga berhak memilih tim medis dan rumah sakit
sesuai dengan kebutuhannya, namun pada hal ini perawat harus memberikan
informasi yang sejujurnya agar pasien tidak salah dalam memilih. Kemudian pasien
berhak mengetahui hasil pemeriksaan yang dilakukannya dan berhak mendapatkan
perlindungan privasi. Dalam hal ini perawat sebagai pendamping pasien selama 24
jam penuh wajib memenuhi hak pasien tersebut yang berperan sebagai advokasi bagi
pasien untuk menghindari terjadinya kesalahan asuhan keperawatan.
Perawat harus menghargai pasien yang dirawatnya sebagai manusia yang utuh
sehingga tidak menjadi beban selama menjalani perannya sebagai advokat pasien.
Namun beberapa penghambat yang dialami perawat dalam menjalankan perannya
adalah salahnya paradigma perawat sebagai pembantu atau asisten dokter (Suryani,
dkk, 2013) yang masih menjadi pencetus hilangnya kepercayaan diri perawat dalam
melaksanakan peran sebagai advokasi tersebut. Tingkatkan pendidikan juga harus
ditingkatkan agar perawat dapat meningkatan ilmu pengetahuan sehingga pada saat
pelaksanaan asuhan keperawatan yang dilaksanakan bisa lebih dilakukan dengan
teliti. Kemudian hal yang terpenting untuk melaksanakan peran sebagai advokasi
pasien adalah bagaimana seorang perawat dapat berkomunikasi dengan baik dengan
pasien maupun dengan mitra sejawat. Komunikasi adalah bentuk aksi untuk
melakukan interaksi yang akan memberikan informasi silang antara pasien dan mitra
sejawat. Apabila komunikasi antar perawat dan pasien atau keluarga akan
memberikan feedback yang positif antara kedua pihak. Yang tentunya akan
membantu proses perawatan yang lebih mudah dan pasien akan merasa nyaman
dengan tindakan yang dilakukan. Sehingga peran perawat sebagai advokasi pasien
salah satunya mediator antara pasien dan tenaga kesehatan lainnya dapat tercapai
(Irfanti, 2019).
Abstract
B. Saran
a. Bagi institusi
Menjadikan karya tulis ilmiah yang telah penulis susun sebagai referensi
dalam dunia pendidikan untuk membantu dalam penyusunan asuhan
keperawatan dengan kasus diabetes mellitus tipe 2.
b. Bagi lahan praktek
Hasil asuhan yang sudah diberikan pada pasien sudah cukup baik dan
hendaknya lebih meningkatkan mutu pelayananan agar dapat memberikan
asuhan yang lebih baik sesuai dengan standar asuhan keperawatan serta
dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan agar dapat
menerapkan setiap asuhan keperawatan sesuai dengan teori.
c. Bagi masyarakat
Diharapkan bagi masyarakat terutama orang dewasa yang memiliki
penyakit diabetes maupun riwayat keluarga yang menderita diabetes
hendaknya lebih menambah informasi melalui tenaga kesehatan, media
massa maupun media elektronik untuk mengetahui cara pencegahan dari
penyakit diabetes melitus dan mendukung sosialisasi tentang penyakit
diabetes yang diberikan oleh tenaga kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
B. Olokoba, A., A. Obateru, O., & B. Olokoba, L. (2012). Type 2 Diabetes Mellitus
A Review of Currebt Trends. Oman Medical Journal, 27, 269–273.
https://doi.org/doi: 10.5001/omj.2012.68
Fahra, R. U., , Widayati, N., & , Sutawardana, J. H. (2017). Hubungan Peran Perawat
Sebagai Edukator Dengan Perawatan Diri Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Poli
Penyakit Dalam Rumah Sakit Bina Sehat Jember. Jurnal Nurseline, 2(1), 67–72.
Fajrunni’mah, R., Lestari, D., & Purwanti, A. (2017). Faktor Pendukung dan
Penghambat Penderita Diabetes Melitus dalam Melakukan Pemeriksaan
Glukosa Darah. Global Medical & Health Communication (GMHC), 5(3), 174.
https://doi.org/10.29313/gmhc.v5i3.2181
Kartikasari, F., Yani, A., & Azidin, Y. (2020). Pengaruh Pelatihan Pengkajian
Komprehensif Terhadap Pengetahuan Dan Keterampilan Perawat Mengkaji
Kebutuhan Klien Di Puskesmas. Jurnal Keperawatan Suaka Insan (Jksi), 5(1), 79–
89. https://doi.org/10.51143/jksi.v5i1.204