KELAS 3B ( D3 KEPERAWATAN )
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas anugerah-Nya makalah keperawatan
gerontic yang berjudul “Asuhan Keperawatan Gerontik dengan Kasus Diabetes Militus ” ini dapat selesai.
Adapun tujuan penyusunan asuhan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Gerontik.
Namun kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan, karena itu kami sangat mengharapkan berbagai kritik dan saran yang membangun
sebagai evaluasi demi penyempurnaan asuhan
Penulis
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR....................................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................1
2.2.8 Penatalaksanaan..........................................................................................................15
ii
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan...............................................................................................18
2.3.1 Pengkajian...................................................................................................................18
2.3.2 Diagnosa Keperawatan................................................................................................21
2.3.3 Intervensi.....................................................................................................................21
2.3.4 Implementasi...............................................................................................................23
2.3.5 Evaluasi.......................................................................................................................23
BAB III PEMBAHASAN KASUS...........................................................................................24
BAB IV PENUTUP...................................................................................................................50
4.1 Kesimpulan...........................................................................................................................50
4.2 Saran.....................................................................................................................................50
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Lansia adalah mereka yang telah berusia 65 tahun ke atas. Masalah yang biasa dialami lansia
adalah hidup sendiri, depresi, fungsi organ tubuh menurun dan mengalami menopause. Status kesehatan
lansia tidak boleh terlupakan karena berpengaruh dalam penilaian kebutuhan akan zat gizi. Ada lansia
yang tergolong sehat, dan ada pula yang mengidap penyakit kronis. Di samping itu, sebagian lansia
masih mampu mengurus diri sendiri, sementara sebagian lansia sangat bergantung pada “belas kasihan”
orang lain. Kebutuhan zat gizi mereka yang tergolong aktif
biasanya tidak berbeda dengan orang dewasa sehat. Namun penuaan sangat berpengaruh terhadap
kesehatan jika asupan gizi tidak dijaga
Di Indonesia, prevalensi penyakit degeneratif sangat rentan terkena pada lansia. Prevalensi
hipertensi pada tahun 2030 diperkirakan meningkat sebanyak 7,2% dari estimasi tahun 2010. Data
tahun 2007-2010 menunjukkan bahwa sebanyak 81,5% penderita hipertensi menyadari bahwa bahwa
mereka menderita hipertensi, 74,9% menerima pengobatan dengan 52,5% pasien yang tekanan
darahnya terkontrol (tekanan darah sistolik). Sekitar 69% pasien serangan jantung, 77% pasien stroke,
dan 74% pasien congestive heart failure (CHF) menderita
hipertensi dengan tekanan darah >140/90 mmHg. Hipertensi menyebabkan kematian pada 45%
penderita penyakit jantung dan 51% kematian pada penderita
penyakit stroke pada tahun 2008 (WHO, 2013).
Hipertensi dan penyakit kardiovaskular lainnya pada rumah sakit di Daerah Istimewa
Yogyakarta merupakan penyebab kematian tertinggi (Dinkes DIY, 2013). Hasil riset kesehatan dasar
tahun 2013 menempatkan D.I Yogyakarta sebagai urutan ketiga jumlah kasus hipertensi di Indonesia
berdasarkan diagnosis 3 dan/atau riwayat minum obat. Hal ini mengalami kenaikan jika dibandingkan
dari hasil riset kesehatan dasar pada tahun 2007, dimana D.I Yogyakarta menempati
1
urutan kesepuluh dalam jumlah kasus hipertensi berdasarkan diagnosis dan/atau riwayat minum obat
(Kemenkes RI, 2013).
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis tertarik untuk melakukan asuhan keperawatan
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Agar mampu melakukan asuhan keperawatan pada lansia dengan penyakit hipertensi.
1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis
Dapat menjelaskan cara mengatasi penyebab kekambuhan hipertensi
seperti kualitas tidur sehingga dapat digunakan sebagai kerangka dalam mengembangkan
terapi hipertensi non farmakologi agar tidak
meningkaktan nyeri pada lansia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
5. Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya atau tidak bisa mencari nafkah sehingga
dalam kehidupannya bergantung pada orang lain.
4
5. Kebutuhan yang bersifat keagamaan/spiritual, seperti memahami makna akan
keberadaan diri sendiri di dunia dan memahami hal-hal yang tidak diketahui/ diluar
kehidupan termasuk kematian.
2.2 Konsep Diabetes Militus
2.2.1 Definisi
Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang ditandai dengan peningkatan
kadar glukosa darah(hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya
(smelzel dan Bare,2015). Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit atau gangguan
metabolik dengan karakteristik hipeglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi urin, kerja insulin, atau
kedua – duanya (ADA,2017)
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas tidak cukup dalam
memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak efisien menggunakan insulin itu sendiri. Insulin adalah
hormon yang mengatur kadar gula darah. Hiperglikemia atau kenaikan kadar gula darah, adalah efek
yang tidak terkontrol dari diabetes dan dalam waktu panjang dapat terjadi kerusakan yang serius pada
beberapa sistem tubuh, khususnya pada pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner), mata (dapat
terjadi kebutaan), ginjal (dapat terjadi gagal ginjal) (WHO, 2011)
Diabetes Mellitus (kencing manis) adalah suatu penyakit dengan peningkatan glukosa
darah diatas normal. Dimana kadar diatur tingkatannya oleh hormon insulin yang diproduksi
oleh pankreas (Shadine, 2010)
2.2.2 Etiologi
Menurut Smeltzer 2015 Diabetes Melitus dapat diklasifikasikan kedalam 2 kategori klinis yaitu:
a. Genetik
Umunya penderita diabetes tidak mewarisi diabetes type 1 namun mewarisi sebuah predisposisis atau sebuah
kecendurungan genetik kearah terjadinya diabetes type 1. Kecendurungan genetik ini ditentukan pada individu yang
memiliki type antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA ialah kumpulan gen yang bertanggung jawab
atas antigen tranplantasi & proses imunnya. (Smeltzer 2015 dan bare,2015)
b. ImunologiPada diabetes type 1 terdapat fakta adanya sebuah respon autoimum. Ini adalah respon abdomal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh secara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya sebagai
jaringan asing. (Smeltzer 2015 dan bare,2015)c. Lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta. (Smeltzer 2015 dan
bare,2015)
Menurut Smeltzel 2015 Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada
diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin
Menurut PERKENI (2015) , penyakit diabetes melitus ini pada awalnya seringkali tidak dirasakan dan tidak disadari
penderita. Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing manis yaitu dilihat langsung
dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160-180 mg/dL dan
air seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung gula (glucose),sehingga urine sering dilebung atau
5
dikerubuti semut.
Menurut PERKENI gejala dan tanda tanda DM dapat digolongkan menjadi 2 yaitu:
Gejala penyakit DM bervariasi pada setiap, bahkan mungkin tidak menunjukan gejala apapun sampai saat
tertentu. Pemulaan gejala yang ditunjukan meliputi:
Pada diabetes,karena insulin bermasalah pemaasukan gula kedalam sel sel tubuh kurang sehingga energi yang
dibentuk pun kurang itun sebabnya orang menjadi lemas. Oleh karena itu, tubuh berusaha meningkatkan asupan
makanan dengan menimbulkan rasa lapar sehingga timbulah perasaan selalu ingin makan
Dengan banyaknya urin keluar, tubuh akan kekurangan air atau dehidrasi.untu mengatasi hal tersebut timbulah
rasa haus sehingga orang ingin selalu minum dan ingin minum manis, minuman manis akan sangat merugikan karena
membuat kadar gula semakin tinggi.
Jika kadar gula melebihi nilai normal , maka gula darah akan keluar bersama urin,untu menjaga agar urin yang
keluar, yang mengandung gula,tak terlalu pekat, tubuh akan menarik air sebanyak mungkin ke dalam urin sehingga
volume urin yang keluar banyak dan kencing pun sering.Jika tidak diobati maka akan timbul gejala banyak minum,
banyak kencing, nafsu makan mulai berkurang atau berat badan turun dengan cepat (turun 5-10 kg dalam waktu 2-4
minggu), mudah lelah dan bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual (PERKENI, 2015) .
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita DM (PERKENI, 2015) adalah:
a) Kesemutan
c) Rasa tebal dikulitd) Krame) Mudah mengantukf) Mata kaburg) Biasanya sering ganti kaca mata
h) Gatal disekitar kemaluan terutama pada wanitai) Gigi mudah goyah dan mudah lepasj) Kemampuan seksual
menurunk) Dan para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau dengan bayi
berat lahir lebih dari 4kg
6
2.2.4 Patofisiologi
Menurut Smeltzer,Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel sel beta prankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.Hiperglikemi puasa terjadi akibat produksi
glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dihati
meskipun tetap berada dalam darah menimbulkan hiperglikemia prospandial.jika kosentrasi glukosa daram darah cukup
tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul
dalam urine(glikosuria). Ketika glukosa yang berlebihan dieksresikan kedalam urine,ekresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis ostomik,sebagai akibat dari
kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dal berkemih(poliurea),dan rasa haus (polidipsi).
(Smeltzer 2015 dan Bare,2015).
Difisiensi insulin juga akan menganggu metabilisme protein dalam lemak yang menyebabkan penurunan berat
badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunan simpanan kalori. Gejala lainya
kelelahan dan kelemahan . dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis(pemecahan glikosa yang
tersimpan) dan glukoneogenesis(pembentukan glukosa baru dari asam asam amino dan subtansi lain). Namun pada
penderita difisiensi insulin,proses ini akan terjadi tampa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan
hipergikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton
yang merupakan produk smping pemecahan lemak.
Badan keton merupakan asam yangmenganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebih.
Ketoasidosis yang disebabkan dapat menyebabkan tanda tanda gejala seperti nyeri abdomen mual, muntah,
hiperventilasi mafas berbaun aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan penurunan kesadaran,koma bahkan
kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan
metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar
gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting. (Smeltzer 2015 dan Bare,2015)
DM tipe II merupakan suatu kelainan metabolik dengan karakteristik utama adalah terjadinya hiperglikemia
kronik. Meskipun pula pewarisannya belum jelas, faktor genetik dikatakan memiliki peranan yang sangat penting dalam
munculnya DM tipe II. Faktor genetik ini akan berinterksi dengan faktor faktor lingkungan seperti gaya hidup,
obesitas,rendah aktivitas fisik,diet, dan tingginya kadar asam lemak bebas(Smeltzer 2015 dan Bare,2015).
Mekanisme terjadinya DM tipe II umunya disebabkan karena resistensi insulin dan sekresi insulin. Normalnya
insulin akan terkait dengan reseptor khusus pada permukaan sel.sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut,terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin DM tipe II disertai
dengan penurunan reaksi intra sel. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah,harus terjadi
peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. (Smeltzer 2015 dan Bare,2015)
.Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel sel B tidak
mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadinya DM tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang berupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan
jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya, karena itu
ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada DM tipe II, meskipun demikian, DM tipe II yang tidak terkontrol akan
menimbulkan masalah akut lainya seperti sindrom Hiperglikemik Hiporosmolar Non-Ketotik(HHNK). (Smeltzer 2015
dan Bare,2015)
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat(selama bertahun tahun) dan progesif, maka DM tipe II
dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalannya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan, seperti: kelelahan,
iritabilitas, poliuria,polidipsia, luka pada kulit yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur (jika kadar
glukosanya sangat tinggi) (Smeltzer 2015 dan Bare,2015).
7
2.2.5 Pathway
8
2.2.6 Penatalaksanaan Medis
Terapi farmakologi untuk pasien diabetes melitus geriatri tidak berbeda dengan pasien dewasa sesuai dengan
algoritma, dimulai dari monoterapi untuk terapi kombinasi yang digunakan dalam mempertahankan kontrol glikemik.
Apabila terapi kombinasi oral gagal dalam mengontrol glikemik maka pengobatan diganti menjadi insulin setiap
harinya. Meskipun aturan pengobatan insulin pada pasien lanjut usia tidak berbeda dengan pasien dewasa, prevalensi
lebih tinggi dari faktor-faktor yang meningkatkan risiko hipoglikemia yang dapat menjadi masalah bagi penderita
diabetes pasien lanjut usia. Alat yang digunakan untuk menentukan dosis insulin yang tepat yaitu dengan menggunakan
jarum suntik insulin premixed atau predrawn yang dapat digunakan dalam terapi insulin.
16 Lama kerja insulin beragam antar individu sehingga diperlukan penyesuaian dosis pada tiap pasien. Oleh
karena itu, jenis insulin dan frekuensi penyuntikannya ditentukan secara individual. Umumnya pasien diabetes melitus
memerlukan insulin kerja sedang pada awalnya, kemudian ditambahkan insulin kerja singkat untuk mengatasi
hiperglikemia setelah makan. Namun, karena tidak mudah bagi pasien untuk mencampurnya sendiri, maka tersedia
campuran tetap dari kedua jenis insulin regular (R) dan insulin kerja sedang ,Idealnya insulin digunakan sesuai dengan
keadaan fisiologis tubuh, terapi insulin diberikan sekali untuk kebutuhan basal dan tiga kali dengan insulin prandial
untuk kebutuhan setelah makan. Namun demikian, terapi insulin yang diberikan dapat divariasikan sesuai dengan
kenyamanan penderita selama terapi insulin mendekati kebutuhan fisiologis.
1. Sulfonilurea
Pada pasien lanjut usia lebih dianjurkan menggunakan OAD generasi kedua yaitu glipizid dan gliburid sebab
resorbsi lebih cepat, karena adanya non ionic-binding dengan albumin sehingga resiko interaksi obat berkurang
demikian juga resiko hiponatremi dan hipoglikemia lebih rendah. Dosis dimulai dengan dosis rendah. Glipizid lebih
dianjurkan karena metabolitnya tidak aktif sedangkan 18 metabolit gliburid bersifat aktif.Glipizide dan gliklazid
memiliki sistem kerja metabolit yang lebih pendek atau metabolit tidak aktif yang lebih sesuai digunakan pada pasien
diabetes geriatri. Generasi terbaru sulfoniluera ini selain merangsang pelepasan insulin dari fungsi sel beta pankreas
juga memiliki tambahan efek ekstrapankreatik.
pada pasien lanjut usia tidak menyebabkan hipoglekimia jika digunakan tanpa obat lain, namun harus digunakan
secara hati-hati pada pasien lanjut usia karena dapat menyebabkan anorexia dan kehilangan berat badan. Pasien lanjut
usia harus memeriksakan kreatinin terlebih dahulu. Serum kretinin yang rendah disebakan karena massa otot yang
rendah pada orangtua.
Obat ini merupakan obat oral yang menghambat alfaglukosidase, suatu enzim pada lapisan sel usus, yang
mempengaruhi digesti sukrosa dan karbohidrat kompleks. Sehingga mengurangi absorb karbohidrat dan menghasilkan
penurunan peningkatan glukosa postprandial.Walaupun kurang efektif dibandingkan golongan obat yang lain, obat
tersebut dapat dipertimbangkan pada pasien lanjut usia yang mengalami diabetes 19 ringan. Efek samping
gastrointestinal dapat membatasi terapi tetapi juga bermanfaat bagi mereka yang menderita sembelit. Fungsi hati akan
terganggu pada dosis tinggi, tetapi hal tersebut tidak menjadi masalah klinis.
4. Thiazolidinediones Thiazolidinediones
memiliki tingkat kepekaan insulin yang baik dan dapat meningkatkan efek insulin dengan mengaktifkan PPAR
alpha reseptor. Rosiglitazone telah terbukti aman dan efektif untuk pasien lanjut usia dan tidak menyebabkan
hipoglekimia. Namun, harus dihindari pada pasien dengan gagal jantung. Thiazolidinediones adalah obat yang relatif .
9
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan
2.3.1 Pengkajian
IDENTITAS KLIEN
Nama : Ny. T
Umur : 75 Tahun
Suku : Sunda
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SD
Pada saat dilakukan pengkajian pada tangal 24 januari 2023 , pasien mengatakan kaki sering kesemutan, merasa
lemah dan pusing, susah tidur di malam hari karena pengen kencing terus, berkeringat, gatal-gatal di seluruh tubuh
pasien juga mengeluh nyeri pada area kelamin luar saat berkemih dan pasien juga mengatahkan terasa peri di area luka
pada perut sebelah kanan, terdapat luka pada abdomen kiri karena di garuk, luas luka 2,5 cm. Skala nyeri 5 (nyeri
sedang), pasien tampakmeringis kesakitan, kulit pasien tampak kering dan kemerahan, pasien juga mengatakan waktu
belum sakit mempunyai kebiasaan suka makanan manis, dan tidak pernah berolahraga.
5. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: Pasien tampak lemah, pucat, terpasang IVFD di tangan sebelah kiri.
Pernapasan: 20x/mnt,
10
Suhu badan:36,7ºC.
Kepala: Inspeksi (bentuk kepala simetris, tidak ada lesi. warna rambut putih, kepala bersih),
palpasi (tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan ). Pasien mengeluh pusing.
Mata: Inspeksi (bentuk mata simetris, kongjungtiva pucat, skela berwarna putih), palpasi (tidak
terdapat masa, tidak ada nyeri tekan). Pasien mengatahkan Penglihatankabur.
Mulut: inspeksi: mukosa bibir lembab, keadaan gigi: tidak lengkap; terdapat caries, memakai
gigi palsu; palpasi: tidak ada massa dan nyeri tekan.
Telinga: Inspeksi: bentuk simetris antara telinga kiri dan kanan, tidak ada lesi, telingah bersih;
palpasi: tidak ada benjolan dan nyeri tekan.
Leher: Inspeksi: tidak ada lesi, tidak ada edema, vena jugularis teraba. Palpasi: tidak ada
pembesaran vena jugularis, tidak ada pembesaran kelenjar typoid; Gangguan bicara: tidak ada
gangguan bicara maupun menelan.
Sistem kardiovaskuler: inspeksi: Bentuk dada normal, tidak ada lesi, tidak edema; saat
diperkusi, tidak ada cairan, masa atau udara. Saat di auskultasi, inspirasi dan ekspirasi normal,
tidak ada ronchi, tidak ada wheezing, krepitasi ataupun rales.bunyi jantung normal.
Sistem respirasi: pasien mengatakan tidak ada keluhan sesak napas. irama napas teratur, tidak
ada retrasi otot pernapasan, tidak ada penggunaan alat bantu pernapasan,
Keadaan abdomen: warna kulit kering, ada luka bekas menggaruk, tidak ada pembesaran pada
abdomen, keadaan rektan nampak normal, tidak ada luka pen darahan atau hemoroit. Saat
diauskultasi bising usus 30 x/menit, perkusi tidak ada cairan, udara atau masa saat dipalpasi
tonus otot normal, tidak ada nyeri dan masa.
Sistem persyarafan, tidak ada keluhan, tidak ada kejang, atau lumpuh, Cranial Nerves normal,
kesadaran Composmentris GCS 15 (E:4; M:5; V:6 ) Tidak ada keluhan
Musculoskeletal: kaki sering kesemutan dan nyeri, serta kaki edema kekuatan otot: ekstermitas
atas 5/5, ekstermitas bawah 4/4.
Sistem integumen: turgor kulit kurang elastis, warna pucat, tampak kering Sistem eliminasi:
pasien buang air kecil (BAK) pasien menggunakan kateter menetap (hari ke-4), warna urine
kuning, perubahan selama sakit: nyeri saat berkemih, gata-gatal seluruh tubuh, nyeri pada
saat berkemih dan arealuka
1. KATZ Indeks
Jumlah : ½ porsi
11
Jenis : Sayur, Tahu,
Tempe
Jumlah : -
12
Identifikasi Masalah Emosional :
PERTANYAAN TAHAP I
Lanjutkan ke pertanyaan tahap 2 jika lebih dari atau sama dengan 1 jawaban “Ya”
PERTANYAAN TAHAP 2
Keluhan lebih dari 3 bulan atau lebih dari 1 kali dalam 1 bulan? Tidak
Bila lebih dari atau sama dengan 1 jawaban ”Ya”MASALAH EMOSIONAL NEGATIF (-)
a. Identifikasi tingkat kerusakan intelektual dengan menggunakan Short Portable Mental Status Questioner (SPSMQ)
Instruksi : Ajukan pertanyaan 1-10 pada daftar ini dan catat semua jawaban. Catat jumlah kesalahan total berdasarkan
10 pertanyaan
13
dari setiap angka baru, semua secara menu
Identifikasi aspek kognitif dari fungsi mental dengan menggunakan MMSE (Mini Mental Status Exam):
Orientasi Kalkulasi
Perhatian Bahasa
o Tahun
o Musim
o Tanggal
o Hari
o Bulan
o Negara Indonesia
o Kota..........
o PSTW..........
Wisma...........
o Obyek..........
o Obyek..........
o Obyek..........
14
kali/tingkat.o 93
o 86
o 79
o 72
o 65
o (misal pensil)
o Menyalin gambar
Total nilai 27
Interpretasi hasil :>23 : Aspek kognitif dari fungsi mental baik18 - 22 : Kerusakan aspek fungsi mental ringan
≤ 17 : Terdapat kerusakan aspek fungsi mental berat.Kesimpulan : Total nilai MMSE klien adalah 27, maka klien
memiliki aspek kognitif dari fungsi mental yang baik.
No Pertanyaan Ya Tidak
15
Apakah anda puas dengan kehidupan anda ?
>10 = Depresi
ANALISA DATA
DS : Ketidakstabilan kadar
- pasien mengatakan kaki glukosa dalam darah
sering kesemutan, merasa
lemah dan pusing, rasa susah
tidur di malam hari karena
pengen kencing terus,
- pasien juga mengatakan
waktu belum sakit mempunyai
kebiasaan suka makan
makanan manis, dan tidak
pernah berolaraga.
DO :
- pasien tampak lemah, pucat,
berkeringat, konjungtiva pucat.
16
DS : Proses menua Nyeri Akut
Perubahan hormonal
Riwayat jatuh
Deformitas tulang
Nyeri Akut
17
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakstabilan kadar glukosa dalam darah berhubungan dengan hiperglikemia
2.3.3 Intervensi
Intervensi Keperawatan
Edukasi
Kolaborasi
1
- MengIdentifikasi kemungkinan S : pasien mengatakan sudah tidak
penyebab hiperglikemia, pusing, badan tidak terlalu lemas lagi
- memonitor kadar glukosa darah, dan tidak berkeringat.
20
- menJelaskan strategi meredakan nyeri
21
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan Gerontik pada klien Ny. T dengan
Kriteria hasil :
- keluhan nyeri menurun,
- tidak meringis,
- kesulitan tidur menurun,
- tekanan darah membaik
4.2 Saran
1. Bagi petugas kesehatan
a. Bagi perawat dalam memiliki tanggung jawab untuk selalu memperbaharui pengetahuan
dan keterampilannya perawat juga harus memperhatikan dalam pemberian asuhan
keperawatan pada klien khususnya lansia yang mengalami hipertensi untuk menerapkan
terapi relakasi otot progresif untuk dilakukan sehari-hari.
b. Petugas PSTW memperhatikan lingkungan kelayan sehingga dapat men gurangi resiko
jatuh
2. Bagi lansia
Bagi lansia relaksasi otot progresif ini di harapkan dapat menjadi terapi mandiri untuk lansia
saat lansia mengalami hipertensi.
22
DAFTAR PUSTAKA
Delta Agustin. 2015. Pemberian Massage Punggung Terhadap Kualitas Tidur Pada Asuhan
Keperawatan Ny.U dengan Stroke Non Haemorogik di Ruang Anggrek II RSUD dr.
Muwardi Surakarta. Surakarta : Karya Tulis Stikes Kusuma Husada.
Depkes. 2009. Pedoman Nasional Penanggulangan Hipertensi. Jakarta.
Dinas Kesehatan Sleman. 2013. Kesehatan Usia Lanjut. http://dinkes.slemankab. go.id/kesehatan-
usia-lanjut. Dikutip pada tanggal 27 April 2016.
Herbert Benson, dkk. 2012. Menurunkan Tekanan Darah. Jakarta: Gramedia. Huda Nurarif &
Kusuma H,. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 2. Jogja: Medi Action.
Kaplan N, M. 2010. Primary Hypertension: Patogenesis, Kaplan Clinical
Hypertension. 10th Edition: Lippincot Williams & Wilkins, USA.
Herdman, Heather. 2010. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 20 09-2011.Jakarta :
EGC
Hidayat. 2009. Konsep Personal Hygiene diakses dalam http://hidayat2.wordp ress.com diakses
tanggal 18 Juli 2013
PPNP-SIK STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta. 2012. Buku Evaluasi Mahasiswa
KeperawatanGerontik. Yogyakarta: STIKES ‘Aisyiyah
Wilkinson, Judith M. 2007,Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC, Jakarta: EGC