Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH KEPERAWATAN MENJELANG AJAL

Patofisiologi dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan


Diabetes Millitus Tipe II
Dosen pembimbing:

Disusun Oleh:
Kelompok 5

Thosimah
Novara Anggita
Billi Eden Saputra
Yakobus Victor Pranata
Juliat

Program Studi S1 Non Reguler B


Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Muhammadiyah
Pontianak 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul Patofisiologi dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Diabetes
Millitus Tipe II ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas  pada Keperawatan Menjelang Ajal. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang “Patofisiologi dan Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Dengan Diabetes Millitus Tipe II” bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ns……... selaku dosen mata
kuliah maternitas yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Pontianak, April 2020

 
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................................i
DAFTAR ISI ...............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................1
A. Latar Belakang .................................................................................................1
B. Rimusan Masalah .............................................................................................3
C. Tujuan ..............................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................4
A. Pengertian ........................................................................................................4
B. Faktor Penyebab ...............................................................................................4
C. Gejala Klinis Diabetes Millitus ........................................................................4
D. Klasifikasi Diabetes Millitus ............................................................................5
E. Kelainan Darah Pada Tipe Diabetes Millitus....................................................6
F. Tinjauan Umum Diabetes Millitus Tipe II........................................................8
G. Patofisiologi Diabetes Millitus.......................................................................11
H. Pathway ..........................................................................................................13
BAB III ASKEP..........................................................................................................15
A. Pengkajian ......................................................................................................15
B. Diagnosa ........................................................................................................19
C. Intervensi ........................................................................................................19
D. Evaluasi ..........................................................................................................36
E. Evaluasi Keperawatan Pada Pasien Diabetes Millitus ...................................36
BAB IV PENUTUP ...................................................................................................37
A. Kesimpulan ....................................................................................................37
B. Saran ..............................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya (American Diabetes Association,
2017).
Diabete Melitus diklasifikasikan menjadi empat tipe, yaitu DM tipe 1
disebabkan oleh destruksi sel beta, umumnya menjurus pada defisiensi insulin
absolut, dapat terjadi karena autoimun atau idiopatik, DM tipe 2 disebabkan
oleh resistensi insulin, defisiensi insulin relatif, serta defek sekresi insulin
disertai resistensi insulin, DM tipe lain disebabkan oleh defek genetik fungsi
sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,
endokrinopati, pengaruh obat dan zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang
jarang, dan sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM, dan DM
gestasional yang terjadi ketika masa kehamilan (Perkeni, 2011).
World Health Organization (WHO) menyatakan penderita DM sebanyak
422 juta orang di dunia dan menyebabkan kematian pada tahun 2014
sebanyak 8,5% pada orang dewasa yang berusia 18 tahun keatas, dan tahun
2015 di perkirakan 1,6 juta kematian disebabkan oleh diabetes. Kini
Indonesia menempati urutan ke 5 terbesar dalam jumlah penderita DM di
dunia pada tahun 2002 setelah negara India, Korea Selatan, Bhutan, dan
Bangladesh. Prevalensi nasional DM di Indonesia adalah 1,1% dengan
prevalensi DM pada penduduk berusia diatas 15 tahun yang bertempat tinggal
di perkotaan (Riskesdas, 2007).
Kematian karena DM sendiri di Indonesia yaitu pada lakilaki sebesar
6,6% atau 36.400 ribu jiwa dan pada perempuan sebesar 7,3% atau 63.000
ribu jiwa, dengan umur 30-69 tahun sebanyak 20.100 dan umur >70 tahun
sebanyak 16.300 pada laki-laki dan umur 30-69 tahun sebanyak 28.000 dan
umur >70 tahun sebanyak 34.000 pada perempuan (WHO, 2016).
Pada tahun 2015 penyakit DM menempati urutan ke-9, dan pada tahun
2016 menempati urutan ke-4 dengan jumlah kasus sebesar 2.983. Hal tersebut
secara eksplisit menunjukkan meningkatnya jumlah penderita DM setiap
tahunya yang dikarenakan adanya fenomena global yang timbul akibat pola
makan dan gaya hidup masyarakat yang berubah makin praktis dan serba
cepat (DINKES, 2017).
Tingginya prevalensi Diabetes Melitus tipe 2 disebabkan oleh faktor
risiko yang tidak dapat berubah misalnya jenis kelamin, umur, dan faktor
genetik yang kedua adalah faktor risiko yang dapat diubah misalnya
kebiasaan merokok tingkat pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik, kebiasaan
merokok, konsumsi alkohol, indeks masa tubuh, lingkar pinggang dan umur
(Lumingkewas, 2014).
Keadaan hiperglikemia, dan resistensi insulin yang terjadi secara
berkepanjangan pada DM tipe 2 dapat meningkatkan aktivitas koagulasi dari
system homeostasis. Perubahan keseimbangan hemostasis ini menyebabkan
penderita DM tipe 2 berada dalam keadaan hiperkoagulasi dan menyebabkan
kelainan trombosit didalam darah. Selain itu adanya faktor viskositas darah
sangat berpengaruh terhadap terjadinya resistensi insulin dalam kejadian DM
tipe 2, viskositas darah membatasi pengiriman glukosa, insulin oksigen, dan
jaringan aktif secara metabolic. Viskositas darah juga merupakan faktor
penyebab disfungsi endotel. Perubahan viskositas darah berpotensi kuat
sebagai mediator resistensi vaskuler perifer. Meningkatnya viskositas darah
menyebabkan pengiriman glukosa, insulin, dan oksigen jadi terhambat. Hal
ini dapat menyebabkan stroke, bahkan bisa menyebabkan kematian
(Lumingkewas, 2014).
Penderita DM dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah 31 orang
(43,1%) dan perempuan berjumlah 41 orang (56,9%). Pada usia dibawah 60
tahun terjadi perubahan angka yaitu perempuan lebih sering terkena DM.
Secara keseluruhan, prevalensi diabetes lebih tinggi pada laki-laki, tetapi ada
lebih banyak kasus pada perempuan yang sering terkena DM, hal ini
dikarenakan perempuan cenderung memiliki berat badan lebih (obesitas),
aktivitas fisik yang kurang, serta adanya pengaruh faktor hormonal yang
merupakan faktor risiko terjadinya diabetes (Lumingkewas, 2014).
B. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut, maka penulis
merumuskan “Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
diabetes mellitus tipe II?
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui tentang asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan Diabetes Millitus tipe II.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui patofisiologi diabetes militus tipe II
b. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan diabetes
militus tipe II
1) Melakukan pengkajian pada pasien diabetes mellitus
2) Merumuskan analisa sintesa yang sesuai pada pasien diabetes
mellitus
3) Merumuskan diagnosa yang muncul pada diabetes mellitus
4) Menentukan intervensi keperawatan pada pasien diabetes mellitus
5) Melakukan implementasi keperawatan pada pasien diabetes
mellitus
6) Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan pada pasien diabetes
mellitus
7) Mampu mendokumentasikan tindakan yang telah dilakukan pada
pasien diabetes melitus.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
gangguan kerja insulin atau keduanya, yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah (American
Diabetes Association, 2017).
Diabetes mellitus (DM) yang dikenal dengan kencing manis atau kencing
gula. Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemik kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal. Kadar glukosa dalam darah
kita biasanya berfluktuasi, artinya naik turun sepanjang hari dan setiap saat,
tergantung pada makan yang masuk dan aktivitas fisik seseorang (Perkeni,
2011).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu
hormon yang diproduksi pankreas, mengendalikan kadar glukosa dalam darah
dengan mengatur produksi dan penyimpanannya (Lumingkewas, 2014).
Diabetes adalah suatu penyakit karena tubuh tidak mampu
mengendalikan jumlah gula, atau glukosa dalam aliran darah. Ini
menyebabkan hiperglikemia, suatu keadaan gula darah yang tingginya sudah
membahayakan (Setiabudi, 2018). Faktor utama pada diabetes ialah insulin,
suatu hormon yang dihasilkan oleh kelompok sel beta di pankreas. Insulin
memberi sinyal kepada sel tubuh agar menyerap glukosa. Insulin, bekerja
dengan hormon pankreas lain yang disebut glukagon, juga mengendalikan
jumlah glukosa dalam darah. Apabila tubuh menghasilkan terlampau sedikit
insulin atau jika sel tubuh tidak menanggapi insulin dengan tepat terjadilah
diabetes. Diabetes biasanya dapat dikendalikan dengan makanan yang rendah
kadar gulanya, obat yang di minum, atau suntikan insulin secara teratur.

B. Faktor Penyebab
Menurut Puspita, Langi, Rotty. 2015, penyakit DM dapat disebabkan oleh
beberapa hal, yaitu:
1. Pola makan
Secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan
oleh tubuh dapat memacu timbulnya DM. Hal ini disebabkan jumlah atau
kadar insulin oleh sel pankreas mempunyai kapasitas maksimum untuk
disekresikan.
2. Obesitas
Orang yang gemuk dengan berat badan melebihi 90 kg mempunyai
kecendrungan lebih besar untuk terserang DM dibandingkan dengan
orang yang tidak gemuk.
3. Faktor genetik
Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab DM dari orang tua.
Biasanya, seseorang yang menderita DM mempunyai anggota keluarga
yang terkena juga.
4. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan
Bahan kimia tertentu dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan
radang pankreas. Peradangan pada pankreas dapat menyebabkan pankreas
tidak berfungsi secara optimal dalam mensekresikan hormone yang
diperlukan untuk metabolisme dalam tubuh, termasuk hormone insulin.
5. Penyakit dan infeksi pada pankreas
Mikroorganisme seperti bakteri dan virus dapat menginfeksi pankreas
sehingga menimbulkan radang pankreas. Hal ini menyebabkan sel pada
pankreas tidak bekerja secara optimal dalam mensekresikan insulin.
C. Tanda dan Gejala Diabetes Melitus
Gejala klinis Diabetes Melitus dapat di golongkan menjadi gejala akut dan
kronik (Perkeni, 2011):
1. Gejala akut penyakit diabetes melitus
Gejala penyakit diabetes melitus dari satu penderita ke penderita lain
bervariasi, bahkan mungkin tidak menunjukkan gejala apapun sampai saat
tertentu. Biasanya akan menunjukkan gejala awal yaitu banyak makan
(poliphagia), banyak minum (polidipsi) dan banyak kencing (poliuria).
Keadaan tersebut, jika tidak segera diobati maka akan timbul gejala
banyak minum, banyak kencing, nafsu makan mulai berkurang/berat
badan turun dengan cepat (turun 5-10 kg dalam waktu 3-4 minggu),
mudah lelah, dan bila tidak segera diobati, akan timbul rasa mual, bahkan
penderita akan jatuh koma yang disebut dengan koma diabetik.
Tiga gejala klasik diatas yaitu polyphagia, polidipsi dan polyuria
gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah
yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dl, maka
glukosa akan sampai ke urine. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan
membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa
yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang
berlebihan, maka penderita akan sering berkemih dalam jumlah yang
banyak (poliuria). Akibat dari polyuria maka penderita akan merasa haus
yang berlebihan sehingga banyak minum (polidipsi). Sejumlah besar
kalori hilang kedalam air kemih, maka penderita akan mengalami
penurunan berat badan, dan untuk mengkompensasikan hal tersebut
penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak
makan (paliphagia) (Hanum, 2013).
2. Gejala kronik diabetes melitus
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderiata diabetes melitus
adalah kesemutan, kulit terasa panas, atau seperti tertusuktusuk jarum,
rasa tebal di kulit, kram, mudah mengantuk, mata kabur, biasanya sering
ganti kaca mata, gatal di sekitar kemaluan terutama wanita, gigi mudah
goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun, bahkan impotensi
dan para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin
dalam kandungan atau bayi lahir dengan berat 4 kg.
D. Klasifikasi Diabetes Melitus
Menurut American Diabetes Association (2014), diabetes melitus dapat
diklasifikasikan menjadi 4 kategori klinis yaitu:
1. Diabetes melitus tipe 1
DM tipe 1 adalah diabetes melitus yang bergantung insulin. DM tipe 1
merupakan penyakit autoimun kronis yang disebabkan adanya kehancuran
selektif sel beta pankreas yang memproduksi insulin. Kondisi ini ditandai
dengan ditemukannya anti insulin atau antibodi sel antiislet dalam darah.
Pada diabetes melitus tipe ini biasanya terjadi sebelum umur 30 tahun dan
harus mendapatkan insulin dari luar.
2. Diabetes melitus tipe 2
DM tipe 2 adalah diabetes melitus yang tidak bergantung insulin. Hal
ini disebabkan karena DM tipe 2 masih mampu mensekresi insulin namun
dalam kondisi kurang sempurna karena adanya resistensi insulin dan
keadaan hiperglikemia. Hiperglikemia, dan resistensi insulin yang terjadi
secara berkepanjangan dapat meningkatkan aktivitas koagulasi dari
system homostasis. Perubahan keseimbangan hemostasis ini
menyebabkan penderita diabetes mellitus berada dalam keadaan
hiperkoagulasi (Benyamin, 2016).
Keadaan ini menyebabkan kelainan trombosit yaitu perubahan
patologi pada pembuluh darah yang mengakibatkan penyumbatan arteria
dan abnormalitas trombosit sehingga memudahkan terjadinya adhesi dan
agregasi di dalam darah.
3. Diabetes melitus dengan kehamilan atau Diabetes Melitus Gestasional
(DMG), merupakan penyakit diabetes melitus yang muncul pada saat
mengalami kehamilan padahal sebelumnya kadar glukosa darah selalu
normal. Tipe ini akan normal kembali setelah melahirkan. Faktor resiko
pada DMG adalah wanita yang hamil dengan umur lebih dari 25 tahun
disertai dengan riwayat keluarga dengan diabetes melitus, infeksi yang
berulang, melahirkan dengan berat badan bayi lebih dari 4 kg.
4. Diabetes tipe lain disebabkan karena defek genetik fungsi sel beta, defek
genetik fungsi insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena
obat atau zat kimia, infeksi dan sindrom genetik lain yang berhubungan
dengan diabetes melitus. Beberapa hormon seperti hormon pertumbuhan,
kortisol, glukagon, dan epinefrin bersifat antagonis atau melawan kerja
insulin. Kelebihan hormone tersebut dapat mengakibatkan diabetes
melitus tipe ini.
E. Kelainan Darah Pada Tipe Diabetes Melitus
1. Diabetes melitus tipe 1
DM tipe 1 adalah kekurangan insulin pankreas akibat destruksi
autoimun sel B pankreas, berhubungan dengan HLA (Human Leucocyte
Antigen) tertentu pada suatu kromosom dan beberapa autoimunitas
serologik dan cell mediated, DM yang berhubungan dengan malnutrisi
dan berbagai penyebab lain yang menyebabkan kerusakan primer sel beta
sehingga membutuhkan insulin dari luar untuk bertahan hidup. Kelaianan
didalam darah karena adanya penyakit autoimun pada DM tipe 1 erat
kaitanya dengan sel darah putih yang menunjukkan adanya infiltrasi
leukosit dan destruksi sel Langerhans. Sel langerhans sendiri adalah sel-
sel imunitas yang ada diseluruh bagian epidermis kulit (Husain, 2010).
Kelainan autoimun ini diduga ada kaitannya dengan agen
infeksius/lingkungan, di mana sistem imun pada orang dengan
kecenderungan genetik tertentu, menyerang molekul sel beta pankreas
yang menyerupai protein virus sehingga terjadi destruksi sel beta dan
defisiensi insulin pada DM tipe 1. Faktor-faktor yang diduga berperan
memicu serangan terhadap sel beta, antara lain virus (mumps, rubella,
coxsackie), toksin kimia, sitotoksin, dan konsumsi susu sapi pada masa
bayi (Benyamin, 2016).
2. Diabetes Melitus tipe 2
Diabetes tipe 2 tidak mempunyai hubungan dengan HLA, virus atau
auto imunitas. DM tipe 2 terjadi akibat resistensi insulin pada jaringan
perifer yang diikuti produksi insulin sel beta pankreas yang cukup. DM
tipe 2 sering memerlukan insulin tetapi tidak bergantung kepada insulin
seumur hidup (Husain, 2010).
DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik,
kadar insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi
insulin untuk metabolisme glukosa tidak ada atau kurang. Akibatnya
glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia dalam
waktu yang lama. Keadaan hiperglikemia, dan resistensi insulin yang
terjadi secara berkepanjangan pada DM tipe 2 dapat meningkatkan
aktivitas koagulasi dari system homeostasis. Perubahan keseimbangan
hemostasis ini menyebabkan penderita DM tipe 2 berada dalam keadaan
hiperkoagulasi dan menyebabkan kelainan trombosit didalam darah.
Trombosit sendiri merupakan komponen darah yang berperan dalam
proses pembekuan darah.
Kelainan dalam darah pada DM tipe 2 akan menyebabkan perubahan
keseimbangan hemostasis pada penderita DM tipe 2 sehingga
menimbulkan terjadinya thrombosis atau keadaan dimana terjadi
pembentukan masa abnormal yang berasal dari komponenkomponen
darah di dalam system peredaran darah. Adanya pembentukan masa
abnormal menyebabkan terjadinya peningkatan dua kali lipat pergantian
trombosit terjadi karena waktu kelangsungan hidup trombosit yang
menurun dan peningkatan masuknya trombosittrombosit baru ke dalam
sirkulasi (Husain, 2010).
F. Tinjauan Umum Diabetes Melitus Tipe 2
1. Pengertian Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 (DM tipe 2) atau disebut sebagai NonInsulin-
Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) merupakan salah satu tipe DM
akibat dari insensitivitas sel terhadap insulin (resistensi insulin) serta
defisiensi insulin relatif yang menyebabkan hiperglikemia. DM tipe ini
memiliki prevalensi paling banyak diantara tipe-tipe lainnya yakni
melingkupi 90-95% dari kasus diabetes (American Diabetes Association,
2017).
Menurut International Diabetes Federation-6 (IDF-6) tahun 2013,
Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik tubuh tidak dapat menghasilkan cukup dari hormon insulin
atau tidak dapat menggunakan insulin secara efektif. Insulin bertindak
sebagai kunci yang memungkinkan sel-sel tubuh mengambil glukosa dan
menggunakannya sebagai energy. Diabetes Melitus tipe 2 merupakan
kelompok kelainan dengan karakteristik seperti resistensi insulin,
gangguan sekresi insulin, dan meningkatnya produksi glukosa. DM tipe 2
didahului dengan suatu periode homeostasis glukosa yang abnormal yaitu
impaired fasting glucose (IFG) atau impaired glucose tolerance (IGT)
(Benyamin, 2016).
Diabetes tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa (WHO, 2016).
Seringkali diabetes tipe 2 didiagnosis beberapa tahun setelah onset, yaitu
setelah komplikasi muncul sehingga tinggi insidensinya sekitar 90% dari
penderita DM di seluruh dunia dan sebagian besar merupakan akibat dari
penderita DM di seluruh dunia dan sebagian besar merupakan akibat dari
13 memburuknya faktor risiko seperti kelebihan berat badan dan
kurangnya aktivitas fisik (WHO, 2016).
2. Faktor Risiko Pada DM Tipe 2
Beberapa faktor yang diketahui dapat mempengaruhi DM tipe 2
(Smeltzer, 2010) antara lain:
a. Kelainan genetik
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap
diabetes, karena gen yang mengakibatkan tubuh tak dapat
menghasilkan insulin dengan baik.
b. Usia Umumnya penderita DM tipe 2 mengalami perubahan fisiologi
yang secara drastis, DM tipe 2 sering muncul setelah usia 30 tahun ke
atas dan pada mereka yang berat badannya berlebihan sehingga
tubuhnya tidak peka terhadap insulin.
c. Gaya hidup stress Stres kronis cenderung membuat seseorang makan
makanan yang manis-manis untuk meningkatkan kadar lemak
seretonin otak. Seretonin ini mempunyai efek penenang sementara
untuk meredakan stresnya. Tetapi gula dan lemak berbahaya bagj
mereka yang beresiko engidap penyakit DM tipe 2.
d. Pola makan yang salah Pada penderita DM tipe II terjadi obesitas
(gemuk berlebihan) yang dapat mengakibatkan gangguan kerja insulin
(resistensi insulin). Obesitas bukan karena makanan yang manis atau
kaya lemak, tetapi lebih disebabkan jumlah konsumsi yang terlalu
banyak, sehingga cadangan gula darah yang disimpan didalam tubuh
sangat berlebihan. Sekitar 80% pasien DM tipe II adalah mereka yang
tergolong gemuk.
3. Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2
Insulin di produksi oleh sel pankreas, yang dalam keadaan normal
pankreas secara spontan akan memproduksi insulin saat kadar gula darah
tinggi. Proses awalnya adalah jika kadar gula darah rendah, maka
glukagon akan dibebaskan oleh sel alfa pankreas, kemudian hati akan
melepaskan gula ke darah yang mengakibatkan kadar gula dalam darah
menjadi normal. Sebaliknya jika kadar gula darah tinggi, maka insulin
akan di bebaskan oleh sel beta pankreas, kemudia sel lemak akan
mengikat gula yang mengakibatkan gula darah kembali normal. Resistensi
insulin merupakan ketidaksanggupan insulin member efek biologik yang
normal pada kadar gula darah tertentu. Dikatakan resistensi insulin bila
dibutuhkan kadar insulin yang lebih banyak untuk mencapai kadar gula
darah yang normal. Adapun kriteria obyektik kadar gula darah yaitu
rendah 200 mg/dl (Guyton, 2012).
Obesitas, resistensi insulin, dan sindroma metabolik biasanya
mengawali perkembangan Diabetes Melitus tipe 2. Hiperinsulinemia
merupakan karakteristik bagi penderita DM tipe 2, hal ini terjadi sebagai
upaya kompensasi oleh sel beta pankreas terhadap penurunan sensitivitas
jaringan terhadap efek metabolisme insulin, yaitu suatu kondisi yang
dikenal sebagai resistensi insulin (Guyton, 2012).
Resistensi insulin merupakan bagian dari serangkaian kelainan yang
disebut metabolic syndrome. Beberapa gambaran sindrom metabolik yaitu
obesitas, resistensi insulin, hiperglikemia, abnormalitas lipid, dan
hipertensi. Penurunan sensitivitas insulin menganggu penggunaan dan
penyimpanan karbohidrat, yang akan meningkatkan kadar gula darah dan
merangsang peningkatan sekresi insulin sebagai upaya kompensasi.
Perkembangan resistensi insulin dan gangguan metabolisme glukosa
biasanya terjadi secara bertahap, yang dimulai dengan peningkatan berat
badan dan obesitas. Akan tetapi, mekanisme antara obesitas dan resistensi
insulin belum pasti. Kemungkinan lain terjadinya Diabetes Melitus tipe 2
adalah sel jaringan tubuh dan otot penderita tidak peka atau sudah resisten
terhadap insulin, sehingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel dan
akhirnya tertimbun dalam peredaran darah. Keadaan ini umumnya terjadi
pada pasien yang gemuk atau mengalami obesitas (Putri, 2012).
Hiperglikemia, hiperinsulinemia, dan resistensi insulin yang terjadi
secara berkepanjangan dapat meningkatkan aktivitas koagulasi dari
system homostasis. Perubahan keseimbangan hemostasis ini
menyebabkan penderita diabetes mellitus berada dalam keadaan
hiperkoagulasi (Putri, 2012).
Keadaan hiperglikemia pada pasien diabetes melitus dapat
menyebabkan terjadinya perubahan patologi pada pembuluh darah,
mengakibatkan penebalan tunika intima “hyperplasia membrane basalis
arteria”, penyumbatan arteria dan abnormalitas trombosit sehingga
memudahkan terjadinya adhesi dan agregasi. Pada keadaan infeksi
peningkatan kadar fibrinogen dan reaktivitas trombosit yang bertambah
menyebabkan peningkatan agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi
darah menjadi lambat dan mudah terjadi perlekatan trombosit pada
dinding arteria yang sudah kaku, ini akan menyebabkan gangguan
sirkulasi atau angiopati. Manifestasi angiopati ini dapat berupa
penyempitan dan pemyumbatan pembuluh darah perifer terutama pada
tungkai bawah kaki (Putri, 2012).
G. Patofisiologi Diabetes Melitus
Diabetes melitus yang merupakan penyakit dengan gangguan pada
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak karena insulin tidak dapat
bekerja secara optimal, jumlah insulin yang tidak memenuhi kebutuhan atau
keduanya. Gangguan metabolisme tersebut dapat terjadi karena 3 hal yaitu
pertama karena kerusakan pada sel-sel beta pankreas karena pengaruh dari
luar seperti zat kimia, virus dan bakteri. Penyebab yang kedua adalah
penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas dan yang ketiga karena
kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer (Putri, 2012).
Insulin yang disekresi oleh sel beta pankreas berfungsi untuk mengatur
kadar glukosa darah dalam tubuh. Kadar glukosa darah yang tinggi akan
menstimulasi sel beta pankreas untuk mengsekresi insulin (Hanum, 2013).
Sel beta pankreas yang tidak berfungsi secara optimal sehingga berakibat
pada kurangnya sekresi insulin menjadi penyebab kadar glukosa darah tinggi.
Penyebab dari kerusakan sel beta pankreas sangat banyak seperti contoh
penyakit autoimun dan idiopatik (Putri, 2012).
Gangguan respons metabolik terhadap kerja insulin disebut dengan
resistensi insulin. Keadaan ini dapat disebabkan oleh gangguan reseptor, pre
reseptor dan post reseptor sehingga dibutuhkan insulin yang lebih banyak dari
biasanya untuk mempertahankan kadar glukosa darah agar tetap normal.
Sensitivitas insulin untuk menurunkan glukosa darah dengan cara
menstimulasi pemakaian glukosa di jaringan otot dan lemak serta menekan
produksi glukosa oleh hati menurun. Penurunan sensitivitas tersebut juga
menyebabkan resistensi insulin sehingga kadar glukosa dalam darah tinggi
(Husain, 2010).
Kadar glukosa darah yang tinggi selanjutnya berakibat pada proses
filtrasi yang melebihi transpor maksimum. Keadaan ini mengakibatkan
glukosa dalam darah masuk ke dalam urin (glukosuria) sehingga terjadi
diuresis osmotik yang ditandai dengan pengeluaran urin yang berlebihan
(poliuria). Banyaknya cairan yang keluar menimbulkan sensasi rasa haus
(polidipsia). Glukosa yang hilang melalui urin dan resistensi insulin
menyebabkan kurangnya glukosa yang akan diubah menjadi energi sehingga
menimbulkan rasa lapar yang meningkat (polifagia) sebagai kompensasi
terhadap kebutuhan energi. Penderita akan merasa mudah lelah dan
mengantuk jika tidak ada kompensasi terhadap kebutuhan energi tersebut
(Husain, 2010).
H. Pathway
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit kronis meliputi
proses keperawatan dari pengkajian, diagnosa dan perencanaan (Purwaningsih
dan kartina, 2009).
1. Pengkajian
a. Pengkajian terhadap klien
Hal-hal yang perlu dikaji adalah :
1) Respon emosi klien terhadap diagnose
2) Kemampuan mengekspresikan perasaan sedih terhadap situasi
3) Upaya klien dalam mengatasi situasi
4) Kemampuan dalam mengambil dan memilih pengobatan
5) Persepsi dan harapan klien
6) Kemampuan mengingat masa lalu
b. Pengkajian terhadap keluarga
Hal-hal yang perlu dikaji adalah :
1) Respon keluarga terhadap klien
2) Ekspresi emosi keluarga dan toleransinya
3) Kemampuan dan kekuatan keluarga yang diketahui
4) Kapasitas dan system pendukung yang ada
5) Pengertian oleh pasangan sehubungan dengan gangguan fungsional
6) Identifikasi keluarga terhadap perasaan sedih akibat kehilangan dan
perubahan yang terjadi
c. Pengkajian terhadap lingkungan
1) Sumber daya yang ada
2) Stigma masyarakat terhadap keadaan normal dan penyakit
3) Kesediaan untuk membantu memenuhi kebutuhan
4) Ketersediaan fasilitas partisifasi dalam asuhan keperawatan
kesempatan kerja
2. Diagnosa keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang dapat ditimbulkan dari proses
pengkajian klien dengan penyakit kronis adalah:
a. Respon pengingkaran yang tidak kuat berhubungan dengan kehilangan
dan perubahan
b. Kecemasan yang meningkat berhubungan dengan ketidakmampuan
mengekspresikan perasaan
c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan dampak penyakit yang
dialami
d. Defisit perawatan diri personal Hygine berhubungan dengan
ketidakmampuan dan ketidak pedulian karena stress
e. Isolasi sosial berhubungan dengan gangguan kondisi kesehatan
f. Harga diri rendah kronik berhubungan dengan persepsi kurang di
hargai
B. Caontoh kasus
Ny. N berumur 42 tahun, seorang ibu rumah tangga, di rawat di rumah
sakit umum daerah dengan diagnosa medis Diabetes Miletus, dan sudah
dirawat selama 3 bulan. Sebelumnya klien juga pernah di rawat di rumah sakit
dengan penyakit yang sama, namun tidak separah yang sekarang. Dari hasil
pengkajian, klien mengatakan tidak menyangka penyakitnya bertambah parah,
klien juga malu dengan keluarga dan teman-temannya karena kondisi tubuh
yang sekarang, merasa tidak berguna lagi untuk keluarganya (suami dan anak-
anaknya), klien merasa ingin mati saja, klien mengatakan tidak nyaman berada
di dekat orang lain karena takut tidak diterima, dan lebih senang jika sendiri,
klien juga takut tidak diterima oleh keluarga terdekatnya, klien sulit untuk tidur
karena merasa cemas dengan keluarganya di rumah. Dari hasil observasi,
tampak luka gangren pada kaki kiri klien sudah mengalami nekrotik yang
membuat klien sulit untuk beraktivitas dan semakin parah, dan sudah mulai
mengeluarkan bau tidak sedap, klien tampak menyendiri dan hanya mau
berkomunikasi dengan perawat yang merawatnya, klien pun tampak tidak
merawat kebersihan diri, dan keluarga klien hanya sesekali menjenguk klien.
Pengkajian keluarga, respon keluarga seperti tidak peduli dengan keadaan
klien, keluarga menyerahkan penuh prosedur perawatan kepada rumah sakit,
keluarga terdekat klien (suami) mengatakan sudah pasrah dengan kondisi yang
dialami klien. Klien tampak bernafsu untuk makan, setiap makanan yang di saji
kan selalu di habiskan, BB klien 70 kg.
1. Pengkajian
a. Pengkajian Pola Gordon
Persepsi kesehatan-penatalaksanaan kesehatan
- Klien mengatakan kurang mengetahui semua tentang penyakitnya
- Klien tampak pasrah dengan penyakitnya, dan hanya mengikuti
prosedur keperawatan rumah sakit
b. Pola nutrisi metabolic
1) Nafsu makan klien meningkat
2) Peningkatan berat badan 5 kg
3) Klien dilarang mengkonsumsi makanan yang terlalu banyak
mengandung gula
c. Pola eliminasi
1) Klien sering BAK
2) Karakteristik warna urine klien kuning, baunya khas.
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Klien tidak nyeri/sesak nafas saat beraktivitas
2) Klien merasa lemah, dan merasa sakit pada kakinya saat beraktivitas
sehari-hari
e. Pola tidur dan istirahat
1) Klien mengalami gangguan pola tidur, karena cemas dan takut, dan
klien juga merasa depresi.
f. Pola kognitif/perseptual
1) Terjadi penurunan pada fungsi penglihatan, daya ingat klien masih
bagus, dan klien tanggap terhadap semua pertanyaan yang diajukan,
hanya klien banyak menunduk dan kontak mata klien tidak baik.
g. Pola persepsi diri/konsep diri
1) Klien merasa sedih dan lebih banyak murung
2) Klien menjadi depresi
3) Klien tampak pasrah dan hanya berserah pada prosedur keperawatan
rumah sakit
h. Pola peran/hubungan
1) Tidak ada upaya yang berarti dari klien untuk mengatasi masalahnya
2) Klien seorang ibu rumah tangga
3) Interaksi kliendengan orang terdekatnya (suami dan anak-anak)
kurang baik, dan orang terdekat klien pun hanya sesekali menjenguk
klien.
i. Pola seksualitas/reproduksi
1) Selama klien sakit, klien jarang berhubungan intim dengan suaminya,
dan klien merasa malu.
2) Terjadi perubahan perhatian dari keluarga terdekat terutama suami dan
anak-anaknya
a. Pola koping/toleransi stress
1) Jika klien mengalami stress, klien berbagi dengan suaminya namun
lebih sering untuk memendam masalahnya.
i. Pola nilai/kepercayaan
1) Klien tetap melaksanakan keagamaan dengan tetap shalat tepat pada
waktunya
C. DIAGNOSA DAN RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSA TUJUAN DAN
NO INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
1 Harga diri rendah Setelah dilakukan  Identifikasi  Dengan cara
kronik berhubungan tindakan keperawatan kemampuan dan mendiskusikan
dengan persepsi selama 2x24 jam, harga aspek positif yang bahwa klien
kurang di hargai diri klien meningkat masih dimiliki masih memiliki
yang ditandai dengan dengan KH : klien. sejumlah
:  Klien mulai merasa  Beri pujian yang kemampuan
DS : diterima oleh realistik/nyata dan dan aspek
 Klien lingkungannya hindarkan penilaian positif untuk
mengatakan  Rasa malu klien negatif. meningkatkan
merasa tidak mulai menghilang  Yakinkan bahwa rasa percaya
berguna lagi  Klien mulai mudah keluarga diri klien.
 Klien juga malu bergaul mendukung setiap  Menghilangkan
dengan keluarga aktifitas. rasa malu dan
dan teman- takut tidak
temannya diterima
 Klien merasa lingkungan.
ingin mati saja  Meyakinkan
 Klien takut tidak klien bahwa
diterima oleh dirinya dapat
orang-orang diterima oleh
terdekatnya keluargnya dan
DO : tidak perlu
 Klien tampak takut dan malu.
sulit bergaul
 Bicara klien
lambat dan nada
suara lemah
2 Isolasi sosial Setelah dilakukan  Bina hubungan  Rasa saling
berhubungan dengan tindakan keperawatan saling percaya pecaya telah
gangguan kondisi selama 2x24 jam, klien  Latih klien cara- terbina,
kesehatan yang mulia bisa bergaul cara berinteraksi mempermudah
ditandai dengan : dengan KH : dengan orang lain perawat untuk
DS :  Klien mulai merasa secara bertahap mengkaji dan
 Klien nyaman jika berada  Diskusikan dengan mendapatkan
mengatakan tidak didekat orang lain keluarga informasi dari
nyaman jika  Klien bisa pentingnya klien
berada didekat melakukan tindakan interaksi klien  Cara-cara dan
orang lain, di luar kamar dengan keluarga contoh yang
karena  Klien bisa bergaul terdekat merupakan
kondisinya tanpa rasa malu dan  Libatkan klien pembelajaran
sekarang takut dalam terapi yang efesien
 Lebih senang kelompok secara untuk klien
sendiri bertahap memulai untuk
DO : berani bergaul
 Klien banyak dengan orang
diam dan kurang lain
mau berbicara  Dukungan
 Klien tampak keluarga sangat
sedih, ekspresi berarti untuk
datar dan dangkal kesembuhan
klien, dengan
interaksi yang
baik dapat
menunjukkan
rasa perhatian
 Untuk
membuat klien
mampu
berinteraksi
dengan baik,
perlu bertahap
dan perlahan.
Dengan terapi
kelompok
memungkinkan
klien bisa
berinteraski.
3 Kecemasan yang Setlah dilakukan  Kaji tingkat  Untuk
meningkat tindakan selama 2x24 kecemasan klien mengetahui
berhubungan dengan jam, ansietas klien dari TTV, nafsu kecemasan
ketidakmampuan berkurang dengan makan klien
mengekspresikan KH :  Beri dorongan pada  Agar klien
perasaan yang  Klien mampu klien untuk tenang dan
ditandai dengan KH : menunjukkan mengungkapkan menerima
DS : koping yang baik pikiran dan kondisi
 Klien merasa Klien mampu perasaan kesehatannya
takut penyakitnya mengungkapkan  Berikan penyuluhan sekarang
tidak bisa perasaan dan bisa kepada keluarga  Dukungan
disembuhkan bertukar pikirang dan dan ajak untuk keluarga
 Klien juga perasaan bersama sama merupakan
mengkhawatirka memotivasi klien perhatian yang
n keluarganya bisa
dirumah memotivasi
DO : klien untuk
 Klien tampak sembuh
tidak bisa untuk
tidur
 Klien tampak
lemah dan lesu
akibat kurang
tidur
4 Gangguan citra Setelah dilakukan  Kaji secra verbal  Data awal
tubuh berhubungan perawatan selama 2x24 dan nonverbal untuk
dengan dampak jam, body image klien respon klien menentukan
penyakit yang teratasi dengan KH : terhadap tubuhnya intervensi yang
dialami yang di  Body image klien  Libatkan dan tepat untuk
tandai dengan : positif jelaskan klien klien
DS :  Mendeskripsikan tentang pengobatan,  Apabila lkien
 Klien factual perubahan perawatan tahu tentang
mengatakan malu fungsi tubuh kemajuan dan pengobatan,
dengan  Mempertahankan prognosis penyakit perawatan
keadaanya interaksi sosial  Fasilitasi kontak kemajuan dan
sekarang dengan individu prognosis
 Klien lain dalam penyakit, akan
mengatakan tidak kelompok kecil membuat klien
menyangka sedikit tenang.
penyakitnya Dan mampu
bertambah parah menentukan
DO : intervensi yang
 Perubahan aktual tepat untuknya
pada fungsi  Untuk
 Luka gangren membantu
klien bertambah klien agar
dapat
parah dan mulai bersosialisasi
mengeluarkan dengan oaring
bau tidak sedap lain.

5 Defisit perawatan Setelah dilakukan  Bantu klien untuk  Agar


diri personal Hygine tindakan keperawatan personal hygine kebutuhan
berhubungan dengan selama 2x24 jam, sesuai kebutuhan kebersihan
ketidakmampuan dan personal hygiene klien yang di anjurkan terpenuhi
ketidak pedulian terpenuhi dengan KH :  Dukung secara baik
karena stress yang  Klien mengatakan kemandirian untuk  Melatih klien
ditandai dengan KH : merasa segar dan melakukan personal untuk mandiri
DS : nyaman hygine jika dan mampu
 Klien  Klien mampu memungkinkan melakukan
mengatakan tidak menjaga kebersihan  Berikan penjelasan personal
mampu untuk dirinya kepada klien akan hygiene sendiri
membersihkan  Tidak tercium lagi pentingnya
diri secara bau tidak sedap kebersihan diri baik  Agar klien

maksimal sadar akan


 Klien tampak bersih secara kesehatan,
 Klien agama maupun pentingnya
mulai dari pakaian
mengatakan tidak sosial kebersihan diri

peduli mau dan mampu

mandi atau tidak, menjaga

yang dia pikirkan kebersihan

hanya dirinya sendiri.

penyakitnya
 Klien
mengatakan tidak
mengetahui cara
merawat luka
dengan baik dan
benar, hanya
menunggu
perawat saja yang
melakukannya
DO :
 Mulai tercium
bau tidak sedap
dari tubuh dan
luka klien
 Klien tampak
tidak menjaga
kebersihan diri.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Diabetes mellitus adalah penyakit yang disebabkan oleh penurunan kadar
hormon insulin yang diproduksi oleh kelenjar pankreas yang mengakibatkan
meningkatnya kadar glukosa dalam darah. Penurunan ini mengakibatkan glukosa
yang dikonsumsi oleh tubuh tidak dapat diproses secara sempurna sehingga
konsentrasi glukosa dalam darah akan meningkat. Diabetes Mellitus terbagi
menjadi beberapa tipe, yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM Sekunder dan DM
gestasional. Diabetes melitus tipe 2 merupakan suatu kelompok penyakit
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah
penyakit gangguan metabolik yang di tandai oleh kenaikan gula darah akibat
penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau ganguan fungsi insulin.
Faktor resiko yang tidak dapat diubah untuk penderita DM tipe 2 diantaranya
adalah riwayat keluarga dengan DM, usia lebih dari 45 tahun, riwayat melahirkan
bayi dengan berat badan lahir bayi lebih dari 4000 gram, dan riwayat lahir
dengan berat badan rendah. Gejala dari DM 2 sendiri ada 2 yaitu gejala akut dan
gejala kronik. Gejala akutnya diantaranya poliphagia, polidipsia, poliuria, nafsu
makan bertambah namun berat badan turun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu
2-4 minggu), dan mudah lelah. Sedangkan gejala kronik diabetes melitus yaitu
kesemutan, kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum, rasa kebas di
kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk, pandangan mulai kabur, gigi mudah
goyah dan mudah lepas. Penatalaksanaan dan pengelolaan DM dititik beratkan
pada 4 pilar penatalaksanaan DM, yaitu edukasi, terapi gizi medis, latihan
jasmani dan intervensi farmakologis.

B. Saran
1. Bagi penderita Diabetes Mellitus Tipe II
Bagi penderita Diabetes Mellitus Tipe II diharapkan lebih dapat
memeperhatikan kesehatannya, terutama untuk pola makan dan aktivitas yang
dilakukan.
2. Bagi perawat atau tenaga kesehatan
Bagi perawat ataupun tenaga kesehatan lain diharapkan dapat memberikan
pelayanan kesehatan atau keperawatan yang baik terhadap klien dan bisa
bertugas sesuai dengan fungsinya masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Meliitus Tipe 2
di Indonesia 2011. Jakarta: PERKENI
American Diabetes Association. 2017. “Diagnosis and Classification of Diabetes
Melitus”. Journal Diabetes Care. 37: 1.
Benyamin A F, Gustaviani R. 2016. Gangguan Hemostasis Pada Diabetes Melitus.
Dalam: Aru W Sundaru dkk. (editor) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
keempat. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara. 2017. Profil Kesehatan Sulawesi
Tenggara Tahun 2016. Kendari: Dinas Kesehatan.
Guyton, A.C. & Hall, J.E. 2012. Metabolisme Karbohidrat dan Pembentukan
Adenosin Trifosfat. Dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC,
871–81.
Hanum, 2013. Panduan Terapi Diabetes Mellitus Tipe 2 Terkini. Jurnal eBiomedik
(eBM), (1) 1: 202-209.
Husain, Ahmad. 2010. “Pengendalian Status Gizi, Kadar Glukosa Darah, dan
Tekanan Darah Melalui Terapi Gizi Medis Pada Pasien Diabetes Mellitus (DM)
Tipe 2 Rawat Jalan di RSU Mataram NTB”. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, (2) 7:
48-57.
Lumingkewas, M., Manarisip, J., Indriaty, F., Walangitan, A., Mandei, J., dan
Suryanto, E. 2014. “Aktivitas Antifotooksidan dan Komposisi Fenolik dari
Daun Cengkeh (Eugenia aromatic L.)”. Chem. Prog, (7) 4.
Putri, R. 2012. Hubungan Obesitas dengan Citra Tubuh pada Mahasiswa Ilmu
Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI). Jakarta: Universitas
Indonesia.
Smeltzer & Bare. 2010. Textbook of Medical Surgical Nursing Vol.2. Philadhelphia:
Linppincott
World Health Organization. 2016. Prevalence of diabetes worldwide: Country and
Regional data on diabetes. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/
(diakses 4 Desember 2017)
Puspita, Langi, Rotty. 2015.”Hubungan Kadar Trombosit Dan Kejadian Kaki
Diabetik Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2”. Jurnal e-Clinic (eCl),(3) 1.

Anda mungkin juga menyukai