Anda di halaman 1dari 26

KEPERAWATAN HIV/AIDS

TERAPI KOMPLEMENTER PADA HIV/AIDS


Dosen Pengampu : Ns. Yenni Lukita, M.Pd

Di Susun Oleh :
Novara Anggita
Ofa Jekrijuli Cagata Putra
Prayugo Susanto

Prodi S1 Non Reguler


Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Muhammadiyah Pontianak
Tahun Pembelajaran 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul Terapi Komplementer Pada HIV/AIDS ini selesai tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas  pada mata kuliah Keperawatan HIV/AIDS. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang terapi komplementer pada
HIV/AIDS bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ns. Yenni Lukita, M.Pd selaku
dosen pada Mata Kuliah Keperawatan HIV/AIDS yang telah memberikan tugas
ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Pontianak, 19 Maret 2020

Penyusun
DAFTAR ISI
COVER..................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................1
C. Tujuan........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................3
A. HIV/AIDS..................................................................................................3
B. Terapi Komplementer Pada Pasien HIV/AIDS.........................................12
BAB III PENUTUP...............................................................................................22
A. Kesimpulan................................................................................................22
B. Saran..........................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit HIV/AIDS sering dianggap penyakit yang tidak ada obatnya dan
dikaitkan dengan kematian secara cepat. Padahal kita bisa hidup sehat dengan
HIV didalam tubuh untuk waktu yang sangat lama, bahkan melebihi pikiran
yang umum atau lima sampai sepuluh tahun. Banyak cara yang bisa ditempuh
agar kekebalan tubuh tidak berkurang dan kita tidak rentan terhadap serangan
penyakit salah satunya dengan cara terapi komplementer.
Perkembangan terapi komplementer akhir-akhir ini menjadi sorotan banyak
negara. Pengobatan komplementer atau alternatif menjadi bagian penting
dalam pelayanan kesehatan di berbagai negara.
Klien yang menggunakan terapi komplemeter memiliki beberapa alasan.
Salah satu alasannya adalah filosofi holistik pada terapi komplementer, yaitu
adanya harmoni dalam diri dan promosi kesehatan dalam terapi komplementer.
Alasan lainnya karena klien ingin terlibat untuk pengambilan keputusan dalam
pengobatan dan peningkatan kualitas hidup dibandingkan sebelumnya.
Terapi komplementer yang ada menjadi salah satu pilihan pengobatan
masyarakat. Di berbagai tempat pelayanan kesehatan tidak sedikit klien
bertanya tentang terapi komplementer atau alternatif pada petugas kesehatan
seperti dokter ataupun perawat. Masyarakat mengajak dialog perawat untuk
penggunaan terapi alternatif. Hal ini terjadi karena klien ingin mendapatkan
pelayanan yang sesuai dengan pilihannya, sehingga apabila keinginan
terpenuhi akan berdampak ada kepuasan klien. Hal ini dapat menjadi peluang
bagi perawat untuk berperan memberikan terapi komplementer. Peran yang
dapat diberikan perawat dalam terapi komplementer atau alternatif dapat
disesuaikan dengan peran perawat yang ada, sesuai dengan batas
kemampuannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah
“Bagaimana Terapi Komplementer pada HIV/AIDS”?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana terapi komplementer pada HIV/AIDS
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian HIV/AIDS
b. Untuk mengetahui penyebab HIV/AIDS
c. Untuk mengetahui tanda dan gejala HIV/AIDS
d. Untuk mengetahui Stadium HIV/AIDS
e. Untuk mengetahui Patofisiologi HIV/AIDS
f. Untuk mengetahui Pathway HIV/AIDS
g. Untuk mengetahui Komplikasi HIV/AIDS
h. Untuk mengetahui Faktor resiko HIV/AIDS
i. Untuk mengetahui Pemeriksaan diagnostik HIV/AIDS
j. Untuk mnegetahui Penatalaksanaan Medis HIV/AIDS
k. Untuk mengetahui pengertian Terapi komplementer HIV/AIDS
l. Untuk mengetahui Tujuan Terapi Komplementer HIV/AIDS
m. Untuk mengetahui Klasifikasi Terapi Komplementer HIV/AIDS
n. Untuk mengetahui Penerapan terapi komplementer pada pasien dengan
HIV/AIDS
BAB II
PEMBAHASAN

A. HIV/AIDS
1. Pengertian
HIV dalam Bahasa inggris merupakan singkatan dari Human
Immunodeficiency Virus, dalam bahasa Indonesia berarti virus penyebab
menurunnya kekebalan tubuh manusia. Virus adalah jasad renik hidup yang
amat kecil sehingga dapat lolos melalui jaringan yang teramat halus atau
ultra filter. Jadi, HIV adalah virus yang menyerang system kekebalan tubuh
manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. Virus HIV menyerang salah
satu jenis sel darah putih yang berfungsi untuk kekebalan tubuh. Virus HIV
ditemukan dalam darah, cairan vagina, cairan sperma dan ASI
(Maryunani&Aeman, 2013). Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh
terutama pada darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu. Virus
tersebut merusak kekebalan tubuh manusia dan mengakibatkan turunnya
atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi
(Nursalam, 2007).
2. Penyebab
AIDS adalah gejala dari penyakit yang mungkin terjadi saat system imun
dilemahkan oleh virus HIV. Penyakit AIDS disebabkan oleh HIV, yang
mana HIV tergolong ke dalam kelompok retrovirus dengan materi genetik
dalam asam ribonukleat (RNA), menyebabkan AIDS dapat membinasakan
sel T-penolong (T4), yang memegang peranan utama dalam sistem imun.
Sebagai akibatnya, hidup penderita AIDS terancam infeksi yang tak terkira
banyaknya yang sebenarnya tidak berbahaya, jika tidak terinfeksi HIV
(Daili, 2009).
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
a. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi.
Tidak ada gejala.
b. Fase infeksi HIV akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes
illness.
c. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1 bulan atau lebih tahun dengan gejala
tidak ada.
d. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat
malam hari, BB menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati,
lesi mulut.
e. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama
kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada
berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologis.
3. Manifestasi klinis
Pasien AIDS secara khas mempunyai riwayat gejala dan tanda penyakit.
Pada infeksi HIV primer akut yang lamanya 1-2 minggu pasien akan
merasakan sakit seperti flu. dan disaat fase supresi imun simptomatik (3
tahun) pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan
berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit, limpadenopati,
pertambahan kognitif dan lesi oral (Padila, 2014). Dan disaat fase infeksi
HIV menjadi AIDS (bervariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi
AIDS) akan terdapat gejala infeksi oppor tunistik, yang paling umum adalah
Pneumocystic carinii (PCC). Infeksi lain termasuk candidiasis,
cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal.
a. Infeksi HIV
Akut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti
demam berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare,
sakit leher, radang kelenjar getah bening, dan bercak merah ditubuh.
b. Infeksi HIV tanpa gejala
Diketahui oleh pemeriksa kadar HIV dalam darah akan diperoleh hasil
positif.
c. Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala
pembengkakan kelenjar getah bening di seluruh tubuh selama lebih dari 3
bulan (Padila, 2014)
d. Kematian ibu hamil dengan HIV positif kebanyakan disebabkan oleh
penyakit opportunistik yang menyertai terutama pneumonitis carinif
pneumonia (Purwaningsih&Fatmawati, 2010).
4. Stadium
Stadium HIV dibagi menjadi 2 kategori, yaitu berdasarkan WHO dan
berdasarkan CD4.
Stadium HIV berdasarkanWHO :
a. Stadium I : Tidak ada penurunan berat badan, tanpa gejala atau hanya
Limfadenopati Generalisata Persisten.
b. Stadium II : penurunan berat badan <10%, ISPA berulang, herpes zoster
dalam 5 tahun terakhir, luka di sekitar bibir (kelitis angularis), ulkus
mulut berulang, ruam kulit yang gatal (seboroik/prurigo), dermatitis
seboroik, infeksi jamur pada kuku.
c. Stadium III : penurunan berat badan <10%, Diare, demam yang tidak
diketahui penyebabnya >1 bulan, Kandidiasis oral atau Oral Hairy
Leukoplakia, TB Paru dalam 1 tahun terakhir, Limfadenitis TB, Infeksi
bakterial yang berat: Pneumonia, Piomiosis.
d. Stadium IV : Sindroma Wasting (HIV), Pneumoni Pneumocystis,
Pneumonia Bakterial yang berat berulang dalam 6 bulan, Kandidiasis
esofagus, Herpes Simpleks Ulseratif >1 bulan, Limfoma Sarkoma Kaposi
Stadium berdasarkan CD4 :
CD4 Kategori Klinik
Total % A B C
(Asimptomatik, (simptomatik)
infeksiakut)
>500 <29% A1 B1 C1
200-499 14-28% A2 B2 C2
<200 <14% A3 B3 C3

Kategori klinis A meliputi infeksi HIV tanpa gejala (asimptomatik),


Limfadenopati generalisata yang menetap (Persistent Generalized
Lymphadenophaty/PGL) infeksi HIV akut primer dengan penyakit penyerta
atau adanya riwayat infeksi akut.
Kategori klinis B terdiri atas kondisi dengan gejala (simptomatis) pada
remaja atau orang dewasa yang terinfeksi HIV dan tidak termasuk dalam
kategori C dan memenuhi paling kurang 1 dari beberapa kriteria tersebut :
a. Keadaan yang dihubungkan dengan infeksi HIV atau adanya kerusakan
kekebalan yang diperantarakan sel (cell mediated immunity)
b. Kondisi yang dianggap oleh dokter telah memerlukan penanganan klinis
atau membutuhkan penatalaksanaan akibat komplikasi infeksi HIV.
Contoh berikut adalah termasuk dalam kategori tersebut akan tetapi tidak
terbatas pada contoh ini saja : Angiomatosis basilari, candidiasis
orofaringeal, Kandidiasis vulvovaginal, Displasia leher rahim, Demam
38,5 derajat C atau diare lebih dari satu bulan, Oral Hairy Leukoplakia,
Herpes Zooster, Purpura idiopatik trombositopenik, Listeriosis, Penyakit
radang panggul, Neuropati perifer.
Kategori klinis C meliputi gejala yang ditemukan pada pasien AIDS
misalnya: Kandidiasis bronki, trakea, paru, Kandidiasis esofagus, Kanker
leher rahim invasif, Coccidiocomycosis menyebar atau di paru,
Kriptokokokis diluar paru, Retinitis virus sitomegalo, Ensefalopati yang
berhubungan dengan HIV, Herpes simplek dan ulkus kronis lebih sebulan
lamanya, Bronkitis, esofagitis atau pneumonia, Histoplasmosis menyebar
atau diluar paru, Isosporiasi intestinal kronis lebih sebulan lamanya,
Sarkoma kaposi, Limfoma burkitt (atau istilah lain untuk menunjukkan lesi
yang mirip), Limfoma imuno blastik, Limfoma primer di otak,
Mycobacterium Avium Complex (MAC) atau M. Kansasii tersebar atau di
luar paru, M. Tuberculosis dimanasaja (paru atau luar paru), Mycobacterium
jenis lain atau jenis yang tidak dikenal tersebar atau di luar paru, Pnemonia
Pneumocystis carini, Pneumonia yang berulang, Leuko ensefalopati
Multifokal Progresif (Kemenkes RI, 2012).
5. Patofisiologi
Penyakit AIDS disebabkan oleh virus HIV. Masa inkubasi AIDS
diperkirakan antara 10 minggu-10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang
yang terinfeksi HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama,
dan mencapai 70% dalam sepuluh tahun akan mendapat AIDS. Berbeda
dengan virus lain yang menyerang sel target dalam waktu singkat, virus
HIV menyerang sel target dalam jangka waktu lama. Supaya terjadi infeksi,
virus arus masuk dulu ke dalam sel, dalam hal ini sel darah putih yang
disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel yang
terinfeksi. Didalam sel, virus berkembang biak dan pada akhirnya
menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus
yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya.
Virus menempel pada limfosit yangh memiliki suatu reseptor protein
yang disebut CD4, yang terdapat diselaput bagian luar. CD4 adalah sebuah
marker atau penanda yang berada dipermukaan sel-sel darah putih manusia,
terutama sel-sel limfosit. Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya
disebut sel CD4+ atau limfosit T penolong. Limfosit T penolong berfungsi
mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada sistem kekebalan (misalnya
limfosit B, makrofag dan limfosit T sitotoksik). Yang kesemuanya
membantu menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing. Infeksi HIV
menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga terjadi kelemahan
sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap berbagai infeksi dan
kanker.
6. Pathway
7. Komplikasi
Komplikasi pada pasien dengan HIV/AIDS antara lain :
a. Pneumonia pneumocytis (PCP)
b. Tuberculosis (TBC)
c. Esofagitis
d. Diare
e. Toksoplasmositis
f. Leukoensefalopati multifocal prigesif
g. Sarcoma kaposi
h. Kanker Getah Bening
i. Kanker leher rahim (pada wanita)
8. Faktor resiko
Kelompok orang yang lebih beresiko terinfeksi, antara lain :
a. Orang yang mekakukan hubungan intim tanpa kondom, baik hubungan
sesama jenis maupun heteroseksual
b. Orang yang sering membuat tato atau melakukan tindik
c. Orang yang terkena infeksi penyakit menular lain
d. Penggunaan narkotika suntik
e. Orang yang berhubunganintim dengan pengguna narkotika suntik
9. Pemeriksaan diagnostik
Pada daerah di mana tersedia laboratorium pemeriksaan anti-HIV,
penegakan diagnosis dilakukan melalui pemeriksaan serum atau cairan
tubuh lain (cerebrospinal fluid) penderita.
a. ELISA (enzyme linked immunosorbent assay)
ELISA digunakan untuk menemukan antibodi (Baratawidjaja). Kelebihan
teknik ELISA yaitu sensitifitas yang tinggi yaitu 98,1 %-100% (Kresno,
2010). Biasanya memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi. Tes
ELISA telah menggunakan antigen recombinan, yang sangat spesifik
terhadap envelope dan core (Hanum, 2009).
b. Western Blot
Western blot biasanya digunakan untuk menentukan kadar relatif dari
suatu protein dalam suatu campuran berbagai jenis protein atau molekul
lain. Biasanya protein HIV yang digunakan dalam campuran adalah jenis
antigen yang mempunyai makna klinik, seperti gp120 dan gp41 (Kresno,
2010).
Western blot mempunyai spesifisitas tinggi yaitu 99,6% - 100%. Namun
pemeriksaan cukup sulit, mahal membutuhkan waktu sekitar 24 jam
(Hanum, 2009).
c. PCR (Polymerase Chain Reaction)
Kegunaan PCR yakni sebagai tes HIV pada bayi, pada saat zat antibodi
maternal masih ada pada bayi dan menghambat pemeriksaan secara
serologis maupun status infeksi individu yang seronegatif pada kelompok
risiko tinggi dan sebagai tes konfirmasi untuk HIV-2 sebab sensitivitas
ELISA rendah untuk HIV-2 (Kresno, 2010). Pemeriksaan CD4 dilakukan
dengan melakukan imunophenotyping yaitu dengan flow cytometry dan
cell sorter. Prinsip flowcytometry dan cell sorting (fluorescence activated
cell sorter, FAST) adalah menggabungkan kemampuan alat untuk
mengidentifasi karakteristik permukaan setiap sel dengan kemampuan
memisahkan sel-sel yang berada dalam suatu suspensi menurut
karakteristik masing-masing secara otomatis melalui suatu celah, yang
ditembus oleh seberkas sinar laser. Setiap sel yang melewati berkas sinar
laser menimbulkan sinyal elektronik yang dicatat oleh instrumen sebagai
karakteristik sel bersangkutan. Setiap karakteristik molekul pada
permukaan sel manapun yang terdapat di dalam sel dapat diidentifikasi
dengan menggunakan satu atau lebih probe yang sesuai. Dengan
demikian, alat itu dapat mengidentifikasi setiap jenis dan aktivitas sel dan
menghitung jumlah masing-masing dalam suatu populasi campuran
(Kresno, 2010).
10. Penatalaksanaan Medis
a. Penanganan infeksi yang berhubungan dengan HIV serta malignasi,
penghentian replikasi HIV lewat preparat antivirus dan penguatan serta
pemulihan system imun melalui penggunaan preparat imunimo dulator.
b. Terapi farmakologi
1) Obat primer disetujui untuk terapi HIV yaitu azido deoksimetidin
(zidovudine, A2T cretevir) berfungsi untuk memperlambat
kematian dan menurunkan frekuensi penyakit opportunistik.
2) Asitimidin terkendali pada wanita hamil mengurangi resiko
transmisi HIV dari wanita yang terinfeksi kejaninnya.
c. Perawatan supportif sangat penting karena infeksi HIV sangat
menurunkan keadaan imun pasien (mencakup kelemahan, malnutrisi,
imobilitas, kerusakan kulit dan perubahan status mental).
d. Memberikan perawatan kesehatan efektif dengan penuh kasih sayang
dan obyektif pada semua individu (mencakup: nutrisi, optimum,
istirahat, latihan fisik, dan reduksi stress) (Purwaningsih & Fatmawati,
2010).
Penatalaksanaan ODHA terdiri dari beberapa jenis, yaitupengobatan
untuk menekan replikasi HIV dengan obat anti retroviral (ARV),pengobatan
untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang menyertai
infeksi HIV/AIDS seperti jamur, tuberkulosis, hepatitis, sarkoma kaposi,
limfoma, kanker serviks, dan pengobatan suportif, yaitu makanan yang
mempunyai nilai gizi lebih baik dan pengobatan pendukung lain seperti
dukungan psikososial dan dukungan agama serta tidur yang cukup dan
menjaga kebersihan (Sudoyo dkk, 2006).
Pemberian ARV bertujuan untuk menekan replikasi virus secara
maksimal dan terus-menerus, yang akan berakibat langsung ataupun tidak
langsung pada pemulihan dan atau memelihara fungsi kekebalan tubuh,
perbaikan kualitas hidup penderita HIV, penurunan angka kesakitan dan
kematian yang berhubungan dengan HIV, pengurangan laju penularan HIV
di masyarakat (Kemenkes RI, 2012).
Sebelum memulai terapi antiretroviral perlu dilakukan pemeriksaan
jumlah CD4 (bilatersedia) dan penentuan stadium klinis infeksi HIV-nya.
Hal tersebut bertujuan untukmenentukan apakah penderita sudah memenuhi
syarat terapi antiretroviral atau belum.
Rekomendasi cara memulai terapi ARV pada ODHA dewasa yaitu :
a. Bila tidak tersedia pemeriksaan CD4, maka penentuan mulai terapi ARV
adalahdidasarkan pada penilaian klinis.
b. Bila tersedia pemeriksaan CD4 direkomendasikan untuk mulai terapi
ARV padasemua pasien dengan jumlah CD4.
c. Terapi ARV juga dianjurkan pada semua pasien dengan TB aktif, ibu
hamil dankoinfeksi Hepatitis B tanpa memandang jumlah CD4
(Kemenkes RI, 2012).
B. Terapi Komplementer pada HIV/AIDS
a. Pengertian
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), terapi adalah usaha
untuk memulihkan kesehatan orang yang sedang sakit, pengobatan penyakit,
perawatan penyakit. Komplementer adalah bersifat melengkapi, bersifat
menyempurnakan. Pengobatan komplementer dilakukan dengan tujuan
melengkapi pengobatan medis konvensional dan bersifat rasional yang tidak
bertentangan dengan nilai dan hukum kesehatan di Indonesia. Standar
praktek pengobatan komplementer telah diatur dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia. Terapi komplementer adalah sebuah
kelompok dari macam - macam sistem pengobatan dan perawatan
kesehatan, praktik dan produk yang secara umum tidak menjadi bagian dari
pengobatan konvensional.
Menurut WHO (World Health Organization), pengobatan komplementer
adalah pengobatan nonkonvensional yang bukan berasal dari negara yang
bersangkutan. Jadi untuk Indonesia, jamu misalnya, bukan termasuk
pengobatan komplementer tetapi merupakan pengobatan tradisional.
Pengobatan tradisional yang dimaksud adalah pengobatan yang sudah dari
zaman dahulu digunakan dan diturunkan secara turun – temurun pada suatu
negara. Tapi di Philipina misalnya, jamu Indonesia bisa dikategorikan
sebagai pengobatan komplementer.
Terapi komplementer adalah cara penanggulangan penyakit yang
dilakukan sebagai pendukung kepada pengobatan medis konvensional atau
sebagai pengobatan pilihan lain diluar pengobatan medis yang
konvensional. Di Indonesia sendiri, kepopuleran pengobatan non-
konvensional, termasuk pengobatan komplementer ini, bisa diperkirakan
dari mulai menjamurnya iklan – iklan terapi non –konvensional di berbagai
media terapi komplementer dikenal dengan terapi tradisional yang
digabungkan dalam pengobatan modern. Komplementer adalah penggunaan
terapi tradisional ke dalam pengobatan modern. terminologi ini dikenal
sebagai terapi modalitas atau aktivitas yang menambahkan pendekatan
ortodoks dalam pelayanan kesehatan. Terapi komplementer juga ada yang
menyebutnya dengan pengobatan holistik. Pendapat ini didasari oleh bentuk
terapi yang mempengaruhi individu secara menyeluruh yaitu sebuah
keharmonisan individu untuk mengintegrasikan pikiran, badan, dan jiwa
dalam kesatuan fungsi. Pendapat lain menyebutkan terapi komplementer
dan alternatif sebagai sebuah domain luas dalam sumber daya pengobatan
yang meliputi sistem kesehatan, modalitas, praktik dan ditandai dengan teori
dan keyakinan, dengan cara berbeda dari sistem pelayanan kesehatan yang
umum dimasyarakat atau budaya yang ada (Complementary and alternative
medicine/CAM Research Methodology Conference).
Terapi komplementer dan alternatif termasuk didalamnya seluruh praktik
dan ide yang didefinisikan oleh pengguna sebagai pencegahan atau
pengobatan penyakit atau promosi kesehatan dan kesejahteraan. Definisi
tersebut menunjukkan terapi komplemeter sebagai pengembangan terapi
tradisional dan ada yang diintegrasikan dengan terapi modern yang
mempengaruhi keharmonisan individu dari aspek biologis, psikologis, dan
spiritual. Hasil terapi yang telah terintegrasi tersebut ada yang telah lulus uji
klinis sehingga sudah disamakan dengan obat modern. Kondisi ini sesuai
dengan prinsip keperawatan yang memandang manusia sebagai makhluk
yang holistik (bio, psiko, sosial, dan spiritual).
b. Tujuan Terapi Komplementer
Terapi komplementer bertujuan untuk memperbaiki fungsi dari sistem-
sistem tubuh. Terutama sistem kekebalan dan pertahanan tubuh agar tubuh
dapat menyembuhkan dirinya sendiri yang sedang sakit. Karena tubuh kita
sebenarnya mempunyai kemampuan untuk menyembuhkan dirinya sendiri,
asalkan kita dapat memberikan respon dengan asupan nutrisi yang baik dan
lengkap serta perawatan yang tepat.
c. Klasifikasi Terapi Komplementer
a. Mind-body therapy : intervensi dengan teknik untuk memfasilitasi
kapasitas berpikir yang mempengaruhi gejala fisik dan fungsi berpikir
yang mempengaruhi fisik dan fungsi tubuh (imagery, yoga, terapi musik,
berdoa, journaling, biofeedback, humor, tai chi, dan hypnoterapy).
b. Alternatif sistem pelayanan yaitu sistem pelayanan kesehatan yang
mengembangkan pendekatan pelayanan biomedis (cundarismo,
homeopathy, nautraphaty).
c. Terapi biologis yaitu natural dan praktik biologis dan hasil-hasilya
misalnya herbal, dan makanan.
d. Terapi manipulatif dan sistem tubuh (didasari oleh manupulasi dan
pergerakan tubuh misalnya kiropraksi, macam-macam pijat, rolfiing,
terapi cahaya dan warna, serta hidroterapi.
e. Terapi energi : terapi yang berfokus pada energi tubuh (biofields) atau
mendapatkan energi dari luar tubuh (terapetik sentuhan, pengobatan
sentuhan, reiki, external qi gong magnet) terapi ini kombinasi antar
energi dan bioelektromagnetik.
d. Penerapan Terapi Komplementer pada HIV/AIDS
Para pengidap HIV (Human Immunodeficiency Virus), dengan
pemenuhan nutrisi dan ketenangan spiritual bisa memperpanjang harapan
hidup mereka. Terapi alternatif komplementer, seperti; akupuntur,
akupressur, meditasi, dan mengonsumsi tanaman obat dapat menambah
daya tahan tubuh dan pertumbuhan sel-sel imun. ketenangan spiritual dan
nutrisi peningkat daya tahan membuat virus lebih jinak dan memperlambat
perkembangannya dalam tubuh manusia, sehingga memberi kesempatan
CD4 yaitu sel pembentuk daya tahan tubuh untuk berkembang dan
memperbanyak diri. Akupunktur dan akupressur diberikan untuk
memperkuat organ-organ vital, seperti; paru-paru, ginjal, lambung, dan
limpa, pada masa awal infeksi HIV. Sebelum daya tahan tubuh dan sel- sel
CD4 turun karena infeksi HIV.
a. Terapi informasi
Untuk mengetahui terapi informasi, mungkin kita harus mencari arti
kata terapi terlebih dahulu. Dalam kamus, definisi terapi adalah usaha
untuk memulihkan kesehatan orang yang sedang sakit. Tidak disebut
usaha medis dan juga tidak disebut penyembuhan penyakit. Maka kita
bisa paham bahwa terapi adalah lebih luas dari pada sekedar pengobatan
atau perawatan. Apa yang dapat memberi kesenangan, baik fisik maupun
mental, pada seseorang yang sedang sakit dapat dianggap terapi.
Kita cenderung menganggap terapi sebagai suatu yang fisik : pil,
jamu, pijat, akupuntur. Jarang kita dengar informasi dianggap sebagai
terapi. Terapi informasi melatar belakangi semua bentuk terapi lain.
Tanpa informasi, bagaimana kita dapat mengetahui tentang berbagai
terapi yang ada, apakah terapi itu efektif untuk gejala apa,dimana terapi
itu tersedia, bagaimana kita dapat memperolehnya dan berapa harganya.
Terapi informasi bukan sekedar penegtahuan. kita ambil contoh
seseorang yang baru di tes HIV dan hasilnya ternyata positif. Setelah
lewat rasa terkejut (shock), banyak pertanyaan akan muncul: apa itu
AIDS, apa bedanya dengan HIV, bagaimana kelanjutanya, bagaimana
penularanya, apa obatanya, gejalanya apa, orang yang baru ditentukan
terinfeksi HIV (serta keluarga dan sahabatnya) pertama akan merasa mati
kutu. Konseling pasca (atau sesudah) tes yang paling sempurna pun tidak
mungkin dapat menjawab semua pertanyaan kita dan kita tidak berada
dalam keadaan untuk bertanya, atau pun menangkapi jawaban. Pasti kita
merasa muram, kita tidak dapat membayangkan masa depan. Apa
pengobatan untuk depresi ini? Bukan obat, bukan pengobatan medis,
tetapi jawaban terhadap pertanyaan kita. Informasi, dengan bentuk dan
bahasa yang dapat kita pahami dan pada waktu kita perlukan. Informasi
akan mengobati ketidakpahaman kita, depresi kita, memulihkan dan
menyelakan jiwa kita. Dan seperti halnya berbagai macam terapi, terapi
informasi adalah suatu perjalanan, sebuah proses yang akan berlangsung
secara terus-menerus. Ketakutan terhadap hal yang tak dikenal adalah
macam ketakutan yang buruk. Kita semua pernah mengalami
kekhawatiran yang diakibatkan oleh ketakutan kita tahu dampaknya
terhadap tidur, nafsu makan, terhadap kemampuan kita untuk
melanjutkan kehidupan kita sehari-hari. Kita semua tahu bagaimana
ketakutan ini dapat mempengaruhi kesehatan kita sendiri. Adalah
terkenal bahwa stres dapat mempengaruhi system kekebalan tubuh kita,
jadi dalam keadaan stres, kita lebih mungkin terinfeksi penyakit seperti
flu dan ini juga akan menambah rasa khawatir dan takut, terutama bagi
ODHA.
Pertolongan pertama untuk mengobati ketakutan terhadap hal yang tak
diketahui adalah informasi yang jelas dan tepat. Bila kita mulai
memahami apa arti menjadi HIV-positif, kita dapat mulai menerima
penyakit ini, mungkin bahwa itu bukan vonis mati, dan mulai
merencanakan tanggapan kita sendiri yaitu kumpulan terapi lain yang
kita akan mengukutinya. Dengan perencanaan begitu dan tindakannya
dan rasa ketakutan kita akan berkurang dan stress yang terkait dengannya
akan mulai menurun juga. Jadi, informasi untuk membantu kita jadi
paham.
b. Terapi spiritual
Dewasa ini konsep kedokteran modern mengenai pengobatan ialah
dengan pertimbangan aspek biopsikososial. Artinya, pengobatan tidak
hanya berusaha untuk mengembalikan fungsi fisik seseorang tetapi juga
fungsi psikis dan social. Pendekatan ini menempatkan kembali
pengobatan spiritual sebagai salah satu cara pengobatan dalam upaya
penyembuhan penderita.
Di Indonesia pengobatan spiritual biasanya dikaitkan dengan agama.
Seseorang pemeluk agama islam misalnya cenderung untuk menjalani
pengobatan spiritual yang dilaksanakan sesuai ajaran agama islam,
misalnya berzikir, berdoa, berpuasa, sholat hajat dll. Dalam agama lain
juga terdapat kegiatan ritual untuk penyembuhan baik yang dibimbing
oleh rohaniawan maupun yang dilakukan sendiri. ODHA dapat memilih
untuk menjalankan pengobatan spiritual yang sesuai dengan agamanya
atau pengobatan spiritual yang berlaku umum. Bila dia memilih
pengobatan spiritual yang sesuai dengan agamanya maka kegiatan
tersebut tidak asing lagi baginya serta mendukung jemaah yang dikenal
dan akrab akan mempermudah sosialisasi.
c. Terapi nutrisi
Nutrisi yang sehat dan seimbang diperlukan pasien HIV /AIDS untuk
mempertahankan kekuatan, meningkatkan fungsi sistem imun,
meningkatkan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi, dan menjaga
orang yang hidup dengan HIV/AIDS tetap aktif dan produktif. Defisiensi
vitamin dan mineral bisa dijumpai pada orang dengan HIV, dan
defisiensi sudah terjadi sejak dini walaupun pada ODHA mengonsumsi
makanan dengan gizi berimbang. Defisiensi terjadi karena HIV
menyebabkan kehilangan nafsu makan dan gangguan absorbsi zat gizi.
Di unit perawatan intermediet penyakit terdapat 87% ODHA dengan
berat badan di bawah normal.
Sebagian besar para ODHA dan keluarga mengatakan bahwa nafsu
makanya menurun sehingga frekuensi makan juga berkurang. Keadaan
ini dimanfaatkan oleh HIV untuk berkembang lebih cepat. Di samping itu
daya tahan tubuh untuk melawan HIV menjadi berkurang. Untuk
mendapatkan nutrisi yang sehat dan berimbang, ODHA sebaiknya
mengosumsi makanan yang bervariasi, seperti makanan pokok, kacang-
kacangan, produk susu, daging, serta sayur dan buah-buahan setiap hari,
lemak dan gula, dan meminum banyak air bersih dan aman. Bila
diperlukan bisa diberikan zat gizi mikro dalam bentuk suplemen
makanan serta jus buah dan sayur.
1) Pentingnya nutrsi bagi pasien HIV/AIDS
Nutrisi yang sehat dan seimbang harus selalu diberikan pada klien
dengan HIV/AIDS pada semua tahap infeksi HIV. Perawatan dan
dukungan nutrisi bagi pasien berfungsi untuk mempertahankan
kekuatan tubuh dan berat badan, mengganti kehilangan vitamin dan
mineral, meningkatkan fungsi sistem imun dan kemampuan tubuh
untuk memerangi infeksi, memperpanjang periode dari infeksi hingga
perkembangan menjadi panyakit AIDS, meningkatkan respon
terhadap pengobatan, mengurangi waktu dan uang yang dihabiskan
untuk perawatan kesehatan, menjaga orang yang hidup dengan
HIV/AIDS agar dapat tetap aktif, sehingga memungkinkan mereka
untuk merawat diri sendiri, keluarga dan anak-anak mereka, dan
menjaga orang dengan HIV/AIDS agar tetap produktif, mampu
berkerja, tumbuh baik dan tetap berkontribusi terhadap pemasukan
keluarga mereka.
Makanan penting bagi tubuh kita untuk: berkembang, mengganti dan
memperbaiki sel-sel dan jaringan, memproduksi energi agar tetap
hangat, bergerak dan berkerja, membawa proses kimia misalnya
pencernaan makanan, melindungi melawan, bertahan terhadap infeksi
serta mambantu proses penyembuhan penyakit. Makanan terdiri atas
zat gizi mikro dan makro. Zat gizi mikro dibutuhkan tubuh dalam
jumlah kecil, sedangkan zat gizi makro (kabohidrat, protein dan
lemak) dibutuhkan dalam jumlah yang lebih banyak.
2) Bahan makanan yang dianjurkan dikonsumsi pasien
Berbagai bahan makanan yang banyak didapatkan di Indonesia seperti
tempe, kelapa, wortel, kembang kol, sayuran dan kacang-kacangan
dapat diberikan dalam penatalaksanaan gizi pada pasien.
a) Tempe atau produknya mengandung protein dan vitamin B12 untuk
mencukupi kebutuhan pasien dan mengandung bakterisida yang
dapat mengobati dan mencegah diare.
b) Kelapa dan produknya dapat memenuhi kebutuhan lemak sekaligus
sebagai sumber energy karena mengandung medium chain
trigliserida (MCT) yang mudah diserap dan tidak menyebabkan
diare. MCT merupakan sumber energy yang dapat digunakan untuk
pembentukan sel.
c) Wortel kaya kandungan beta karoten sehingga dapat meningkatkan
daya tahan tubuh dan sebagai bahan pembentukan CD4, vitamin C,
vitamin E, dan beta karoten berfungsi sebagai antiradical bebas
yang dihasilkan oleh perusakan oleh HIV pada sel tubuh.
d) Sayuran hijau dan kacang-kacangan, mengandung vitamin
neurotropik yakni vitamin B1, B6, B12 dan zat gizi mikro lainya
yang berfungsi untuk pembentukan CD4 dan pencegahan anemia.
e) Buah alpukat mengandung banyak lemak yang sangat tinggi dan
dapat dikonsumsi sebagai bahan makanan tambahan. Lemak
tersebut dalam bentuk MUFA (mono unsaturated fatty acid) yang
63% dari jumlah tersebut berfungsi sebagai antioksidan dan dapat
menurunkan HDL, selain itu alpukat juga mengandung glutation
untuk menghambat replikasi HIV.
f) Jus buah dan sayur, orang yang terinfeksi HIV akan kehilangan
selera makan dan sulit menguyah makanan, daya serap pencernaan
dan tubuh juga lemah, oleh karenanya pasien membutuhkan
makanan yang mudah dikunyah dan diserap tubuh serta
meningkatkan nafsu makan. Olahan berupa jus dibutuhkan agar
kandungan gizinya mudah dan cepat diserap oleh tubuh sehingga
energi akan meningkatkan dan tubuh lebih sehat. Gizi yang
terkandung dalam jus buah dan sayuran tergolong lengkap seperti
protein, kabohidrat, asam lemak esensial, vitamin, dan mineral.
Lemak yang terkandung dalam buah dan sayur termaksud lemak
yang menguntungkan yang berperan sebagai komponen sel saraf,
membrane sel, hormon dalam tubuh. Jus mengandung enzim alami
yang bermanfaat untuk pencernaan sehingga tubuh tidak
mengeluarkan enzim pencernaan dan energi dapat dihemat untuk
perbaikan peremajaan sel. Jus hanya memerlukan waktu
penyerapan 5 menit sedangkan makanan yang lain memerlukan
waktu 3-5 jam.
d. Terapi fisik
Terapi fisik adalah upaya yang bisa dijadikan alternatif pelengkap
dalam upaya memperbaiki disfungi yang berikatan dengan tubuh yang
disebabkan HIV, virus penyebab AIDS. Ada beberapa jenis terapi fisik
yang bisa dilakukan. Antara lain terapi makanan dan jamani.
Pada dasarnya terapi yang dilakukan bisa membuat daya tahan tubuh
atau keadaan kekebalan ODHA bisa dipertahankan secara maksimal, juga
kondisi fisiknya tetap dilatih agar lebih kuat. Misalnya massa otot orang
pada masa AIDS yang biasanya akan menurun drastis, semakin kurus.
Saat seseorang mulai menunjukan gejala, masa otot dan lemak berkurang
perlahan namun pasti. Kalau dari awalnya masa otot tidak diperhatikan,
maka penampilan serta daya tahan akan sangat berpengaruh.
Beberapa penelitian melaporkan bahwa olahraga dengan tigkat/ kadar
sedang ternyata bisa meningkatkan sistem kekebalan tubuh menjadi lebih
tinggi. Selama berolahraga, tubuh mengeluarkan berbagai hormon.
Antara lain yang berfungsi meningkatkan mutu dan jumlah limfosit B
dan T, serta endorfin, dan enkafalin, serta homon yang berfungsi
menurunkan kekebalan seperti suatu hormon yang disebut ACTH. ACTH
bekerja meningkatkan kadar kortisol yang berperan menekan produksi
sel kekebalan.
Keluarnya hormon tersebut sangat beraneka ragam tergantung
beberapa faktor, antara lain beratnya latihan. Latihan ringan sampai
sedang akan mengelurkan hormone yang merangsang pembentukan
system kekebalan. Sementara latihan berat yang menimbulkan kelelahan
justru sebaliknya, yaitu menekan produksi sel kekebalan.
Agar keadaan tubuh tetap stabil lebih baik memilih jenis olahraga
yang tidak menimbulkan stress. Seperti jalan kaki dan renang. Terapi
jenis jasmani lain yang bisa dilakukan adalah tehnik aromaterapi.
Beberapa ahli menyarankan penggunaan wewangian berbagai jenis
tumbuhan, seperti lavender. yoga, meditasi, dan pemijatan merupakan
tehnik yang baik untuk dipilih sebagai alternative terapi fisik-jasmani
yang lain. Beberapa penelitian membuktikan bahwa jenis olah fisik
tersebut mampu menghilangkan stress dan membuat tubuh tenang.
Ketenangan yang diperoleh bisa meningkat pembuatan sel kekebalan
tubuh di dalam tubuh.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Indonesia sudah mengenal adanya terapi tradisional seperti jamu yang telah
berkembang lama. Kenyataannya klien yang berobat di berbagai jenjang
pelayanan kesehatan tidak hanya menggunakan pengobatan barat (obat kimia)
tetapi secara mandiri memadukan terapi tersebut yang dikenal dengan terapi
komplementer. Perkembangan terapi komplementer atau alternatif sudah luas,
termasuk didalamnya orang yang terlibat dalam memberi pengobatan karena
banyaknya profesional kesehatan dan terapis selain dokter umum yang terlibat
dalam terapi komplementer. Hal ini dapat meningkatkan perkembangan ilmu
pengetahuan melalui penelitian-penelitian yang dapat memfasilitasi terapi
komplementer agar menjadi lebih dapat dipertanggung jawabkan.
Saat didiagnosa menderita penyakit HIV/AIDS kini bukan akhir dari
segalanya, dengan kemajuan diagnosis dan terapi, orang yang terinfeksi HIV
memiliki harapan hidup lebih panjang dan bisa menjalani hidup yang
produktif. Meski tidak bisa menyembuhkan, terapi komplementer seperti :
terapi informasi, terapi spiritual, terapi nutrisi, dan terapi fisik, setidaknya bisa
memberikan harapan hidup yang lebih bagi pengidap HIV/AIDS positif dan
membuat mereka hidup lebih produktif.
B. Saran
Perawat sebagai salah satu profesional kesehatan, dapat turut serta
berpartisipasi dalam terapi komplementer. Arah perkembangan kebutuhan
masyarakat dan keilmuan mendukung untuk meningkatkan terapi
komplementer karena pada kenyataannya, beberapa terapi keperawatan yang
berkembang diawali dari alternatif atau tradisional terapi. Buku keperawatan
membahas terapi komplementer dibahas dari aspek pengembangan kebijakan,
praktik keperawatan,pendidikan, dan riset. Apabila ini berkembang dan
terlaksana terutama tentang terapi komplementer, diharapkan akan dapat
meningkatkan pelayanan kesehatan sehingga kepuasan klien dan maupun
tenaga kesehatan secara bersama-sama dapat meningkat.
DAFTAR PUSTAKA

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, eds. (2006). Buku
ajar ilmu penyakit dalam. 4th ed. Jakarta: FKUI
Nursalam, dkk. (2007). Jurnal Keperawatan Edisi Bulan November. Surabaya:
Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.
Marimbi., Hanum (2009). Sosiologi dan Antropologi Kesehatan. Yogyakarta :
Nuha Medika
Daili, S., Indriatmi. W.,& Zubier F., (2009). Infeksi Menular Seksual. Jakarta:
FKUI.
Kresno, S., B. (2010). Imunologi Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Jakarta:
FKUI
Purwaningsih., Fatmawati. (2010). Asuhan Keperawatan Maternitas.
Yogyakarta : Nuha Medika
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Kementrian Kesehatan RI. (2012). Pedoman Layanan Komprehensif HIV-
AIDS dan IMS di Lapas, Rutan, dan Bapas. Jakarta : Depkes RI.
Depkes RI. (2012). Profil Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Padila. (2014). Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Yogyakarta : Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai