Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

KEPERAWATAN KOMUNITAS II
ASUHAN KEPERAWATAN AGREGAT DALAM KOMUNITAS KESEHATAN
WANITA DAN PRIA
“ASKEP HIPERTENSI”
Dosen Pengampu : Ns Indri Erwhani, M.PD, M.Kep

Disusun Oleh:
Kelompok 3

Juliat SNR 19214076


Novara Anggita SNR 19214013

Program Studi S1 Non Reguler B


Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Muhammadiyah
Pontianak 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya kepada penyusun sehingga akhirnya penyusun dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Agregat Dalam Komunitas
Kesehatan Wanita Dan Pria “Askep Hipertensi” ini ditulis untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas II.
Pada kesempatan yang baik ini, kami menyampaikan rasa hormat dan ucapan
terima kasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah memberikan bantuan dan
dorongan kepada kami dalam pembuatan makalah ini terutama kepada :
Makalah ini terselesaikan atas bantuan berbagai pihak, oleh karena itu kami
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kedua Orangtua kami, yang telah mendoakan serta mensupport sehingga kami dapat
menyelesaikan Makalah ini.
2. Ns.Indri Erwhani, M.PD, M.Kep selaku Dosen bimbingan Keperawatan Komunitas II
yang memberikan motivasi, bimbingan, serta arahan.
3. Teman-teman kelompok yang telah membantu penyusunan makalah ini.
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat kami harapkan.

Pontianak, 07 Oktober 2020

Kelompok III

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ............................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 3
A. Latar Belakang........................................................................ 3
B. Rumusan Masalah................................................................... 4
C. Tujuan Penulisan..................................................................... 4
D. Manfaat Penulisan.................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN............................................................................ 5
A. Anatomi Fisiologi Tulang Belakang....................................... 5
B. Definisi.................................................................................... 8
C. Klasifikasi............................................................................... 10
D. Etiologi................................................................................... 11
E. Patofisiologi............................................................................ 11
F. Tanda & Gejala....................................................................... 13
G. Komplikasi.............................................................................. 14
H. Pemeriksaan Diagnostik......................................................... 15
I. Penatalaksanaan Medis............................................................ 16
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN..................................................... 18
A. Pengkajian ............................................................................. 18
B. Diagnosa................................................................................. 20
C. Intervensi................................................................................ 20
BAB IV PENUTUP.................................................................................... 26
A. Kesimpulan............................................................................. 26
B. Saran ...................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 27

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara global.
Data WHO menunjukkan bahwa dari 57 juta kematian yang terjadi di dunia pada tahun
2008, sebanyak 36 juta atau hampir dua pertiganya disebabkan oleh Penyakit Tidak
Menular. PTM juga membunuh penduduk dengan usia yang lebih muda. Di negara-
negara dengan tingkat ekonomi rendah dan menengah, dari seluruh kematian yang terjadi
pada orang-orang berusia kurang dari 60 tahun, 29% disebabkan oleh PTM, sedangkan di
negara-negara maju, menyebabkan 13% kematian. Proporsi penyebab kematian PTM
pada orang-orang berusia kurang dari 70 tahun, penyakit cardiovascular merupakan
penyebab terbesar (39%), diikuti kanker (27%), sedangkan penyakit pernafasan kronis,
penyakit pencernaan dan PTM yang lain bersama-sama menyebabkan sekitar 30%
kematian, serta 4% kematian disebabkan diabetes.
Menurut Badan Kesehatan Dunia WHO, kematian akibat Penyakit Tidak Menular
(PTM) diperkirakan akan terus meningkat di seluruh dunia, peningkatan terbesar akan
terjadi di negara-negara menengah dan miskin. Lebih dari dua pertiga (70%) dari
populasi global akan meninggal akibat penyakit tidak menular seperti kanker, penyakit
jantung, stroke dan diabetes. Dalam jumlah total, pada tahun 2030 diprediksi akan ada 52
juta jiwa kematian per tahun karena penyakit tidak menular, naik 9 juta jiwa dari 38 juta
jiwa pada saat ini.
Secara global, regional dan Nasional pada tahun 2030 transisi epidemiologi dari
penyakit menular menjadi penyakit tidak menular semakin jelas. Diproyeksikan jumlah
kesakitan akibat penyakit tidak menular dan kecelakaan akan meningkat dan penyakit
menular akan menurun. PTM seperti kanker, jantung, DM dan paru obstruktif kronik,
serta penyakit kronik lainnya akan mengalami peningkatan yang signifikan pada tahun
2030. Sementara itu penyakit menular seperti TBC, HIV/AIDS, Malaria, Diare dan
penyakit infeksi lainnya diprediksi akan mengalami penurunan pada tahun 2030.
Peningkatan kejadian PTM berhubungan dengan peningkatan faktor risiko akibat

4
perubahan gaya hidup seiring dengan perkembangan dunia yang makin modern,
pertumbuhan populasi dan peningkatan usia harapan hidup.
Indonesia dalam beberapa dasawarsa terakhir menghadapi masalah Triple Burden
Diseases. Di satu sisi, penyakit menular masih menjadi masalah ditandai dengan masih
sering terjadi KLB beberapa penyakit menular tertentu , munculnya kembali beberapa
penyakit menular lama (Re-Emerging Diseases). Di sisi lain, PTM menunjukkan adanya
kecenderungan yang semakin meningkat dari waktu ke waktu.
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 dan Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 dan 2001, tampak bahwa selama 12 tahun
(1995-2007) telah terjadi transisi epidemiologi dimana kematian karena penyakit tidak
menular semakin meningkat, sedangkan kematian karena penyakit menular semakin
menurun.
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (2007), terdapat 50.1% responden laki-laki
yang terkena Hipertensi. Hal ini dikarenakan prevalensi merokok di Indonesia sangat
tinggi, terutama pada laki-laki mulai dari anak, remaja dan dewasa. Data dari Riskesdas
tahun 2010 menunjukkan prevalensi perokok 16 kali lebih tinggi pada laki-laki (65.9%)
dibandingkan perempuan (4.2%). Selain dari merokok, hal lain yang memicu tingginya
hipertensi disebabkan oleh kebiasaan memakan makanan yang kadar asupan lemaknya
>30%, aktivitas fisik yang sangat kurang dan mengalami stress. Sedangkan, prevalensi
asma dan kanker di Indonesia cenderung lebih tinggi pada perempuan dibandingkan
dengan laki-laki. Prevalensi kanker cenderung lebih tinggi pada masyarakat kota
dibanding pedesaan dan cenderung lebih tinggi pada orang yang berpendidikan tinggi.
Hal ini disebabkan karena gaya hidup yang tidak sehat, kebiasaan mengkonsumsi
makanan cepat saji, serta kurangnya aktivitas fisik (Riskesdas, 2013).
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi prevalensi
PTM di Indonesia, namun belum sepenuhnya mencapai derajat kesehatan yang optimal.
Sebagai seorang perawat, peran kita tidak hanya sebagai pemberi pengobatan ataupun
perawatan di rumah sakit, namun juga dapat berperan sebagai perawat komunitas yang
berperan meliputi pendidik, pengamat kesehatan, koordinator pelayanan kesehatan, peran
pembaharu, role model dan fasilitator kesehatan. Peran perawat komunitas dalam
mengurangi PTM yaitu dengan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat seoptimal

5
mungkin melalui praktik keperawatan komunitas, dilakukan melalui peningkatan
kesehatan (Promotif), dan pencegahan penyakit (preventif) di semua tingkat pencegahan
(levels of prevention) tanpa mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitative.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan penyakit tidak menular?
2. Bagaimanakah konsep penyakit tidak menular?
3. Bagaimanakah konsep proses keperawatan pada agregat dalam komunitas kesehatan
wanita dan pria khususnya pada askep hipertensi?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Menjelaskan konsep dan proses keperawatan pada agregat dalam komunitas
kesehatan wanita dan pria khususnya pada askep hipertensi
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa memahami apa proses keperawatan pada agregat dalam komunitas
kesehatan wanita dan pria khususnya pada askep hipertensi
b. Mahasiswa mengetahui penyebab penyakit tidak menular khususnya pada
hipertensi dalam keperawatan komunitas
c. Mahasiswa mengetahui patofisiologi khususnya pada hipertensi dalam
keperawatan komunitas
d. Mahasiswa mengetahui tanda dan gejala khususnya pada hipertensi dalam
keperawatan komunitas
e. Mahasiswa mengetahui komplikasi khususnya pada hipertensi dalam keperawatan
komunitas
f. Mahasiswa mengetahui pemeriksaan dan penatalaksanaan khususnya pada
hipertensi dalam keperawatan komunitas
g. Mahasiswa mampu memahami proses keperawatan pada pada penyakit tidak
menular khususnya pada hipertensi

6
7
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Hasil asuhan keperawatan ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran dalam memperkaya wawasan untuk pengembangan ilmu
keperawatan khususnya pada Asuhan Keperawatan Komunitas II Dalam Agregat
Kesehatan Wanita dan Pria khususnya pada Askep Hipertensi
2. Manfaat Praktisi
a. Bagi Profesi Perawatan
Diharapkan penulisan ini memberikan masukan bagi profesi dalam
mengembangkan perencanaan dan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan
dibidang kesehatan, khususnya pada asuhan keperawatan Komunitas II Dalam
Agregat Kesehatan Wanita dan Pria khususnya pada Askep Hipertensi
b. Bagi Prodi Keperawatan STIK Muhammadiyah Pontianak
Semoga hasil dari asuhan keperawatan ini sendiri diharapkan dapat menjadi
masukan dan referensi terbaru dalam proses belajar mengajar dan bisa digunakan
sebagai bahan rujukan untuk kelengkapan perpustakaan prodi keperawatan STIK
Muhammadiyah Pontianak.

8
BAB II

PEMBAHASAN

A. Penyakit Tidak Menular (PTM)


1. Definisi
Penyakit tidak menular (PTM) merupakan salah satu atau masalah kesehatan
dunia dan Indonesia yang sampai saat ini masih menjadi perhatian dalam dunia
kesehatan karena merupakan salah satu penyebab dari kematian (Jansje & Samodra
2013). Penyakit tidak menular (PTM), juga dikenal sebagai penyakit kronis, tidak
ditularkan dari orang ke orang, mereka memiliki durasi yang panjang dan pada
umumnya berkembang secara lambat (Riskesdas, 2013). Menurut Bustan (2007),
dalam Buku Epidemiologi Penyakit Tidak Menular mengatakan bahwa yang
tergolong kedalam PTM antara lain adalah; Penyakit kardiovaskuler (jantung,
atherosklerosis, hipertensi, penyakit jantung koroner dan stroke), diabetes mellitus
serta kanker.
2. Prevalensi Penyakit Tidak Menular
Menurut data WHO, PTM merupakan penyebab kematian utama di dunia di
bandingkan penyebab lainnya. Hampir 80% kematian akibat PTM terjadi di Negara –
Negara berpenghasilan bawah - menengah (WHO, 2010).
Penyakit Tidak Menular (PTM) di Indonesia diprediksi akan mengalami
peningkatan yang signifikan pada tahun 2030. Sifatnya yang kronis dan menyerang
usia produktif, menyebabkan permasalahan PTM bukan hanya masalah kesehatan
saja, akan tetapi mempengaruhi ketahanan ekonomi Nasional jika tidak dikendalikan
secara tepat, benar dan kontinyu.
Berdasarkan Riskesdas tahun 2013 diketahui bahwa penyakit tidak menular
(PTM) merupakan penyakit kronis yang tidak ditularkan dari orang ke orang. Data
PTM dalam Riskesdas 2013 meliputi : (1) asma; (2) penyakit paru obstruksi kronis
(PPOK); (3) kanker; (4) DM; (5) hipertiroid; (6) hipertensi; (7) jantung koroner; (8)
gagal jantung; (9) stroke; (10) gagal ginjal kronis; (11) batu ginjal; (12) penyakit
sendi / rematik.
9
B. Hipertensi
1. Definisi
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi abnormal dan diukur paling tidak pada 3
kesempatan yang berbeda (Corwin, 2009). Sedangkan menurut Wijaya dan Putri
(2013) hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah
secara abnormal dan terus menerus pada beberapa kali pemeriksaan tekanan darah
yang disebabkan suatu atau beberapa faktor resiko yang tidak berjalan sebagaimana
mestinya dalam mempertahankan tekanan darah secara normal. Hipertensi adalah
meningkatnya tekanan darah arteri yang persisten (Nurarif dan Kusuma, 2013).
2. Etiologi
Menurut Sagala (2009), hipertensi tergantung pada kecepatan denyut jantung,
volume sekuncup dan Total Peripheral Resistance (TPR). Peningkatan salah satu dari
ketiga variabel yang tidak dikompensasi dapat menyebabkan hipertensi.
Peningkatan TPR yang berlangsung lama dapat terjadi pada peningkatan
rangsangan saraf atau hormon pada arteriol, atau responsivitas yang berlebihan dari
arteriol terdapat rangsangan normal. Kedua hal tersebut akan menyebabkan
penyempitan pembuluh darah. Pada peningkatan TPR, jantung harus memompa
secara lebih kuat dan dengan demikian menghasilkan tekanan yang lebih besar, untuk
mendorong darah melintas pembuluh darah yang menyempit. Hal ini disebut
peningkatan dalam afterload jantung dan biasanya berkaitan dengan peningkatan
tekanan diastolik. Apabila peningkatan afterload berlangsung lama, maka ventrikel
kiri mungkin mulai mengalami hipertrofi (membesar). Hipertrofi menyebabkan
kebutuhan ventrikel akan oksigen semakin meningkat sehingga ventrikel harus
mampu memompa darah secara lebih keras lagi untuk memenuhi kebutuhan tesebut.
Pada hipertrofi, serat-serat otot jantung juga mulai tegang melebihi panjang
normalnya yang pada akhirnya menyebabkan penurunan kontraktilitas dan volume
sekuncup (Hayens, 2003).
3. Patofisiologi hipertensi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di
pusat vasomotor pada medula di otak, dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula

10
spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke
ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah (Sagala,
2009).
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat
sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi (Sagala, 2009).
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi epinefrin yang
menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah.
Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan
pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian
diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler.
Semua faktor tersebut cenderung mencetus keadaan hipertensi (Sagala, 2009).
4. Tanda dan Gejala Hipertensi
Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang
tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat
(kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil
(edema pada diskus optikus).
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala sampai
bertahun-tahun. Gejala bila ada menunjukan adanya kerusakan vaskuler, dengan
manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah
bersangkutan. Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia
(peningkatan urinasi pada malam hari) dan azetoma [peningkatan nitrogen urea darah

11
(Blood Urea Nitrogen) dan kreatinin]. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat
menimbulkan strok atau serangan iskemiktransien yang bermanifestasi sebagai
paralisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam penglihatan
(Sagala, 2009).]
Menurut Sagala (2009) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul
setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa : nyeri kepala saat terjaga,
kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah
intrakranial, penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi, ayunan
langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat, nokturia karena
peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus, edema dependen dan
pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler. Gejala lain yang umumnya terjadi
pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluaran darah dari
hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain (Sagala, 2009).
5. Faktor-faktor Resiko Hipertensi
I. Usia
Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan
bertambahnya umur maka semakin tinggi mendapat resiko hipertensi. Insiden
hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Ini sering disebabkan
oleh perubahan alamiah di dalam tubuh yang mempengaruhi
jantung, pembuluh darah dan hormon. Hipertensi pada yang berusia kurang dari
35 tahun akan menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian
prematur (Yulianti, 2005).
II. Jenis Kelamin
Jenis kelamin juga sangat erat kaitanya terhadap terjadinya hipertensi
dimana pada masa muda dan paruh baya lebih tinggi penyakit hipertensi pada
laki-laki dan pada wanita lebih tinggi setelah umur 55 tahun, ketika seorang
wanita mengalami menopause.
Laporan Sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka prevalensi 6% dari pria
dan 11% pada wanita. Laporan dari Sumatra Barat menunjukan 18,6% pada pria
dan 17,4% wanita. Daerah perkotaan Semarang didapatkan 7,5% pada pria dan

12
10,9% pada wanita. Sedangkan di daerah perkotaan Jakarta didapatkan 14,6
pada pria dan 13,7% pada wanita (Gunawan, 2001 dalam Sagala, 2009).
III. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga juga merupakan masalah yang memicu masalah
terjadinya hipertensi. Hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika
seorang dari orang tua kita memiliki riwayat hipertensi maka sepanjang
hidupnya memiliki kemungkinan 25% terkena hipertensi (Sagala, 2009).
IV. Garam Dapur
Garam dapur merupakan faktor yang sangat dalam patogenesis hipertensi.
Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan
garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan
hipertensi yang rendah jika asupan garam antara 5-15 gram perhari, prevalensi
hipertensi meningkat menjadi 15-20%. Pengaruh asupan garam terhadap
timbulnya hipertensi terjadai melalui peningkatan volume plasma, curah jantung
dan tekanan darah (Basha, 2004 dalam Sagala, 2009).
Garam mengandung 40% sodium dan 60% klorida. Orang-orang peka
sodium lebih mudah meningkat sodium, yang menimbulkan retensi cairan dan
peningkatan tekanan darah (Sagala, 2009). Garam berhubungan erat dengan
terjadinya tekanan darah tinggi gangguan pembuluh darah ini hampir tidak
ditemui pada suku pedalaman yang asupan garamnya rendah. Jika asupan garam
kurang dari 3 gram sehari prevalensi hipertensi presentasinya rendah, tetapi jika
asupan garam 5-15 gram perhari, akan meningkat prevalensinya 15-20%
(Wiryowidagdo, 2004).
Mengkonsumsi garam lebih atau makan-makanan yang diasinkan dengan
sendirinya akan menaikan tekanan darah karena garam mempunyai sifat
menahan air. Hindari pemakaian garam yang berlebih atau makanan yang
diasinkan. Hal ini tidak berarti menghentikan pemakaian garam sama sekali
dalan makanan. Sebaliknya jumlah garam yang dikonsumsi batasi
(Wijayakusuma, 2000 dalam Sagala, 2009).
V. Merokok

13
Merokok merupakan salah satu faktor yang dapat diubah, adapun
hubungan merokok dengan hipertensi adalah nikotin akan menyebabkan
peningkatan tekanan darah karena nikotin akan diserap pembuluh darah kecil
dalam paru-paru dan diedarkan oleh pembulu darah hingga ke otak, otak akan
bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk
melepas efinefrin (Adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan
pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan
yang lebih tinggi. Selain itu, karbon monoksida dalam asap rokok menggantikan
oksigen dalam darah. Hal ini akan menagakibatkan tekanan darah karena
jantung dipaksa memompa untuk memasukkan oksigen yang cukup kedalam
organ dan jaringan tubuh (Sagala, 2009).
VI. Aktivitas/Olahraga
Aktivitas sangat mempengaruhi terjadinya hipertensi, dimana pada orang
yang kurang aktvitas akan cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang
lebih tinggi sehingga otot jantung akan harus bekerja lebih keras pada tiap
kontraksi. Otot jantung semakin keras dan sering memompa maka makin besar
tekanan yang dibebankan pada arteri (Sagala, 2009).
VII. Depresi/Stres
Depresi juga sangat erat merupakan masalah yang memicu terjadinya
hipertensi dimana hubungan antara depresi dengan hipertensi diduga melalui
aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara
intermiten (tidak menentu). Depresi yang berkepanjangan dapat mengakibatkan
tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti akan tetapi
angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di
pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh depresi yang dialami
kelompok masyarakat yang tinggal di kota (Dunitz, 2001 dalam Sagala, 2009).

6. Komplikasi Hipertensi
I. Stroke
Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan

14
tinggi.Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang
memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah ke
daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang.
Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga
meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma (Sagala, 2009). Gejala
terkena stroke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti, orang bingung,
limbung atau bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu bagian tubuh
terasa lemah atau sulit digerakan (misalnya wajah, mulut, atau lengan terasa
kaku, tidak dapat berbicara secara jelas) serta tidak sadarkan diri secara
mendadak (Santoso, 2006). Infark Miokard dapat terjadi apabila arteri koroner
yang arterosklerosis tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau
apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh
darah tersebut.Karena hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka
kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi
iskemia jantung yang menyebabkan infark.Hipertropi ventrikel dapat juga
menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel
sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko
pembentukan bekuan (Sagala, 2009).
II. Gagal Ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi
pada kapiler-kepiler ginjal, glomerolus. Rusaknya glomerolus, darah akan
mengalir keunit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat
berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Rusaknya membran glomerolus,
protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma
berkurang, menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik
(Sagala, 2009).
III. Gagal jantung
Gagal jantung atau ketidakmampuan jantung dalam memompa darah yang
kembalinya kejantung dengan cepat mengakibatkan cairan terkumpul di paru,
kaki dan jaringan lain sering disebut edema. Cairan didalam paru – paru

15
menyebabkan sesak napas,timbunan cairan ditungkai menyebabkan kaki
bengkak atau sering dikatakan edema (Sagala, 2009).
Ensefalopati dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi
yang cepat). Tekanan yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan
tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang intertisium diseluruh
susunan saraf pusat. Neuron-neuron disekitarnya kolap dan terjadi koma serta
kematian (Sagala, 2009).
7. Tingkatan Hipertensi
Tabel 2.1. Klasifikasi Hipertensi menurut Joint National Committee 7

Tekanan darah sistolik Tekanan darah diastolic


Klasifikasi
(mmHg) (mmHg)
Normal <120 Dan < 80
Prehipertensi 120 -139 Atau 80 – 90
Hipertensi tingkat 1 140 -159 Atau 90 – 99
Hipertensi tingkat 2 >160 Atau > 100

8. Pengendalian Hipertensi
Pengendalian hipertensi pada umumnya dilakukan oleh keluarga dengan
memperhatikan pola hidup dan menjaga psikis dari anggota keluarga yang menderita
hipertensi.Pengaturan pola hidup sehat sangat penting pada klien hipertensi guna
untuk mengurangai efek buruk dari pada hipertensi.
Adapun cakupan pola hidup antara lain berhenti merokok, mengurangi kelebihan
berat badan, menghindari alkohol, modifikasi diet. Dan yang mencakup psikis antara
lain mengurangi stress, olahraga, dan istirahat (Sagala, 2009).
I. Berhenti merokok
Merokok sangat besar peranannya meningkatkan tekanan darah, hal ini
disebabkan oleh nikotin yag terdapat didalam rokok yang memicu hormon
adrenalin yang menyebabkan tekanan darah meningkat. Nikotin diserap oleh
pembuluh-pembuluh darah didalam paru dan diedarkan keseluruh aliran darah
lainnya sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah.Hal ini menyebabkan
kerja jantung semakin meningkat untuk memompa darah keseluruh tubuh
melalui pembuluh darah yang sempit.
16
Berhenti merokok tekanan darah akan turun secara perlahan, disamping itu
jika masih merokok maka obat yang dikonsumsi tidak akan
II. Mengurangi kelebihan berat badan
Pengurangan berat badan juga menurunkan resiko diabetes, penyakit
kardiovaskular, dan kanker. Tubuh yang berat akan semakin tinggi tekanan
darah, jika menerapkan pola makan seimbang maka dapat mengurangi berat
badan dan menurunkan tekanan darah dengan cara yang terkontrol.
III. Menghindari alcohol
Alkohol dalam darah merangsang adrenalin dan hormon –hormon lain
yang membuat pembuluh darah menyempit atau menyebabkan penumpukan
natrium dan air. Minum-minuman yang beralkohol yang berlebih juga dapat
menyebabkan kekurangan gizi yaitu penurunan kadar kalsium dan mengurangi
mengkonsumsi alkohol dapat menurunkan tekanan sistolik 10 mmhg dan
diastolik 7 mmhg.
IV. Modifikasi diet
Modifikasi diet atau pengaturan diet sangat penting pada klien hipertensi,
tujuan utama dari pengaturan diet hipertensi adalah mengatur tentang makanan
sehat yang dapat mengontrol tekanan darah tinggi dan mengurangi penyakit
kardiovaskuler.Ada empat macam diet untuk menanggulangi atau minimal
mempertahankan keadaan tekanan darah yakni : diet rendah garam, diet rendah
kolestrol, lemak terbatas serta tinggi serat, dan rendah kalori bila kelebihan berat
badan (Sagala, 2009).Diet rendah garam diberikan kepada pasien dengan edema
atau asites serta hipertensi. Tujuan diet rendah garam adalah untuk menurunkan
tekanan darah dan untuk mencegah edema dan penyakit jantung (lemah jantung).
Adapun yang disebut rendah garam bukan hanya membatasi konsumsi garam
dapur tetapi mengkonsumsi makanan rendah sodium atau natrium (Na). Oleh
karena itu yang sangat penting untuk diperhatikan dalam melakukan diet rendah
garam adalah komposisi makanan yang harus mengandung cukup zat – zat gizi,
baik kalori, protein, mineral maupun vitamin dan rendah sodium dan natrium
(Sagala, 2009).

17
Sumber sodium antara lain makanan yang mengandung soda kue, baking
powder, MSG (Mono Sodium Glutamat), pengawet makanan atau natrium
benzoat (Biasanya terdapat didalam saos, kecap, selai, jelly), makanan yang
terbuat dari mentega serta obat yang mengandung natrium (obat sakit kepala).
Penderita hipertensi, biasakan penggunaan obat dikonsultasikan dengan dokter
terlebih dahulu (Hayens, 2003).
Diet rendah kolestrol dan lemak terbatas. Tiga bagian lemak didalam
tubuh yaitu : kolestrol, trigliserid, dan pospolipid. Tubuh memperoleh kolestrol
dari makanan sehari – hari dan dari hasil sintesis dalam hati. Kolestrol dapat
berbahaya jika dikonsumsi lebih banyak dari pada yang dibutuhkan oleh tubuh,
peningkatan kolestrol dapat terjadi karena terlalu banyak mengkonsumsi
makanan yang mengandung kolestrol tinggi dan tubuh akan mengkonsumsi
sekitar 25 – 50 % dari setiap makanan (Sagala, 2009).
Diet tinggi serat sangat penting pada penderita hipertensi, serat terdiri dari
dua jenis yaitu serat kasar (Crude Fiber) dan serat kasar banyak terdapat pada
sayuran dan buah – buahan, sedangkan serat makanan terdapat pada makanan
karbohidrat yaitu : kentang, beras, singkong dan kacang hijau. Serat kasar dapat
berfungsi mencegah penyakit tekanan darah tinggi karena serat kasar mampu
mengikat kolestrol maupun asam empedu dan selanjutnya membuang bersama
kotoran. Keadaan ini dapat dicapai jika makanan yang dikonsumsi mengandung
serat kasar yang cukup tinggi (Mayo, 2005).
Diet rendah kalori dianjurkan bagi orang yang kelebihan berat
badan.Kelebihan berat badan atau obesitas akan berisiko tinggi terkena
hipertensi. Demikian juga dengan orang yang berusia 40 tahun mudah terkena
hipertensi.Perencanaan diet, perlu diperhatikan hal – hal berikut :
a) Asupan kalori dikurangi sekitar 25% dari kebutuhan energi atau 500 kalori
untuk penurunan 500 gram atau 0.5 kg berat badan per minggu.
b) Menu makanan harus seimbang dan memenuhi kebutuhan zat gizi.
c) Perlu dilakukan aktifitas olah raga ringan.
V. Manajemen stres/depresi

18
Stres/depresi tidak menyebabkan hipertensi yang menetap, tetapi depresi
berat dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah yang bersifat sementara yang
sangat tinggi. Apabila periode depresi sering terjadi maka akan mengalami
kerusakan pada pembuluh darah, jantung dan ginjal sama halnya seperti yang
menetap (Sagala, 2009).
VI. Aktifitas olahraga
Manfaat olah raga yang sering di sebut olah raga isotonik seperti jalan
kaki, jogging, berenang dan bersepeda sangat mampu meredam hipertensi. Pada
olah raga isotonik mampu menyusutkan hormone noradrenalin dan hormon –
hormon lain penyebab naiknya tekanan darah. Hindari olah raga isometrik
seperti angkat beban, karena justru dapat menaikkan tekanan darah (Mayer, 1980
dalam Sagala, 2009).
Istirahat merupakan suatu kesempatan untuk memperoleh energi sel dalam
tubuh, istirahat dapat dilakukan dengan meluangkan waktu. Waktu istirahat itu
perlu dilakukan secara rutin diantara ketegangan jam bekerja sehari – hari.
Istirahat juga bukan berarti melakukan rekreasi yang melelahkan, tetapi yang
dimaksudkan dengan istirahat adalah usaha untuk mengembalikan stamina tubuh
dan mengembalikan keseimbangan hormon dan dalam tubuh (Sagala, 2009).

19
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Data inti komunitas (core inti)
a. Demografi: jumlah kelompok dewasa, golongan umur, pengalaman
sebelumnya. Etnis terdiri dari suku bangsa dan ras.
b. Tipe keluarga: keluarga/ bukan keluarga, kelompok.
c. Status perkawinan: kawin, janda/duda, single.
d. Statistik vital: kelahiran, kematian kelompok usia dewasa dan penyebab
kematian.
e. Nilai-nilai keyakinan dan agama: nilai agama dan keyakinan yang dianut
oleh kelompok dewasa berkaitan dengan nilai dan norma yang dianut.

2. Data Subsistem Komunitas


Delapan data subsistem yang perlu dikumpulkan dalam pengkajian komunitas
meliputi:
Lingkungan fisik
a. Dilihat di lingkungan kelompok usia dewasa, kebersihan lingkungan kualitas
air, pembuangan limbah, kualitas udara, kualitas makanan, akses dan aktifitas
kelompok dewasa dalam pemenuhan kebutuhan. Data dapat dikumpulkan
dengan winshield survey dan observasi.
b. Pelayanan kesehatan dan sosial
Ketersediaan pelayanan kesehatan khusus kelompok dewasa melalui
puskesmas, pengobatan tradisional atau fasilitas pelayanan kesehatan.
c. Ekonomi
Dilihat dari jumlah pendapatan keluarga, jenis pekerjaan penanggungjawab,
jumlah penghasilan dan pengeluarannya.
d. Transportasi dan keamanan

20
Dilihat dari jenis transportasi yang digunakan kelompok dewasa untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan dan adanya rasa aman dan dukungan dari
anggota keluarga untuk kelompok usia dewasa.
e. Politik dan pemerintahan
Pemerintahan: kelompok pelayanan masyarakat seperti PKK, tahlil, kumpulan
bapak-bapak, dll. Terdapat kebijakan yang mendukung optimalnya peran ibu
dalam memberikan ASI. Politik: kegiatan politik yang ada diwilayah tersebut
dan peran peserta partai politik dalam pelayanan kesehatan.
f. Komunikasi

a. Komunikasi formal: media komunikasi yang digunakan oleh kelompok

dewasa untuk memperoleh informasi pengetahuan tentang kesehatan

melalui buku dan sosialisasi dari tenaga kesehatan.

b. Komunikasi informal

Komunikasi/ diskusi yang dilakukan kelompok dewasa dengan tenaga

kesehatan, orang yang berpengalaman dan lingkungan dalam masyarakat

dalam menyelesaikan masalah kelompok dewasa.

g. Pendidikan

Tingkat pendidikan yang mempengaruhi pengetahuan dan sikap dalam

meningkatkan derajat kesehatan.

h. Rekreasi

Tempat rekreasi yang digunakan oleh kelompok dewasa.

B. Diagnosa Keperawatan

21
1. Gaya hidup monoton b.d kurang pengetahuan tentang keuntungan olahraga bagi
kesehatan : suatu kebiasaan hidup yang dicirikan dengan aktivitas fisik yang
rendah.
2. Perilaku kesehatan cenderung beresiko b.d kurang dukungan sosial : Hambatan
kemampuan untuk mengubah gaya hidup/perilaku dalam cara yang memperbaiki
status kesehatan.
3. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan b.d keterampilan komunikasi yang
tidak efektif : ketidakmampuan mengidentifikasi, mengelola, dan/atau mencari
bantuan untuk mempertahankan kesehatan.
4. Defisiensi kesehatan komunitas b.d ketidakcukupan akses pada pemberi layanan
kesehatan.
5. Ketidakefektifan manajemen kesehatan b.d kurang dukungan sosial.

C. Intervensi Keperawatan
Dx.1 Gaya hidup monoton b.d kurang pengetahuan tentang keuntungan
olahraga bagi kesehatan :
Kriteria hasil :

1. Faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku kesehatan

2. Strategi pencegahan penyakit

3. Manfaat dukungan sosial

4. Manfaat olahraga teratur

5. Perilaku meningkatkan kesehatan

NIC :

1. Peningkatan Latihan : Latihan kekuatan.

22
2. Terapi latihan : Latihan pergerakan sendi.

3. Bantuan modifikasi diri.

4. Fasilitasi tanggung jawab diri.

Dx. 2 Perilaku kesehatan cenderung beresiko b.d kurang dukungan sosial :


Kriteria hasil :
1. Penerimaan status kesehatan

a) Mempertahankan hubungan

b) Menyesuaikan perubahan dalam status kesehatan

c) Membuat keputusan tentang kesehatan :

2. Kepercayaan mengenai kesehatan: Sumber-sumber yang diterima

a) Merasakan dukungan dari tetangga

b) Merasakan dukungan dari penyedia layanan kesehata

c) Merasakan dukungan dari dukungan kelompok sendiri

NIC :
1. Modifikasi perilaku.

2. Membangun hubungan yang kompleks.

3. Peningkatan koping.

4. Dukungan pengambilan keputusan.

Dx. 3 Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan b.d kurang pengetahuan tentang


keuntungan olahraga bagi kesehatan :
23
Kriteria hasil :

1. Keseimbangan Gaya Hidup :

a) Mengenali kebutuhan untuk menyeimbangkan aktivitas-aktivitas


hidup
b) Mencari informasi tentang startegi untuk aktivitas hidup yang
seimbang
2. Pengetahuan : Manajemen Kanker :

a) Hasil skrining abnormal

b) Tanda dan gejala kanker

c) Diagnosis kanker tertentu : dipertahankan pada 2 ditingkatkan ke 4.

3. Pengetahuan : Manajemen Hipertensi :

a) Target tekanan darah

b) Komplikasi potensial hipertensi

c) Pilihan pengobatan yang tersedia

d) Manfaat pengobatan jangka panjang

4. Pengetahuan : Gaya hidup sehat :

a) Strategi pencegahan penyakit

b) Pentingnya skrining pencegahan

c) Strategi meningkatkan keseimbangan hidup

NIC :

1. Berikan pendidikan kesehatan.

24
2. Peningkatan kesadaran kesehatan.

3. Lakukan Skrining kesehatan.

4. Berikan panduan sistem pelayanan kesehatan.

5. Fasilitasi pembelajaran.

Dx. 4 Defisiensi kesehatan komunitas b.d ketidakcukupan akses pada


pemberi layanan kesehatan :
Kriteria hasil

1. Status imun komunitas :

a) Tingkat imunisasi sama dengan atau lebih besar dari standar

b) Skrining pada populasi beresiko infeksi

c) Kepatuhan dengan rekomendasi imunisasi

2. Kontrol resiko komunitas penyakit kronik :

a) Penyediaan program pendidikan publik tentang penyakit kronis

b) Tingkat partisipasi populasi target dalam program pengurangan


resiko

c) Ketersediaan program preventif

d) Ketersediaan program pendidikan manajemen penyakit kronis

e) Pemantauan insiden penyakit kronis

f) Pemantauan komplikasi penyakit kronis

3. Kefektifan skrining kesehatan komunitas :

a) Identifikasi kondisi berisiko tinggi yang umum di komunitas

b) Pemilihan skrining difokuskan pada deteksi dini

25
c) Identifikasi kebutuhan skrining untuk orang dewasa

NIC :

1. Pengembangan kesehatan komunitas.

2. Manajemen sumber daya keuangan.

3. Skrining kesehatan.

Dx. 5 Ketidakefektifan manajemen kesehatan b.d kurang dukungan sosial :


Kriteria hasil :
1. Perilaku patuh :

a) Menanyakan pertanyaan terkait kesehatan

b) Mencari informasi kesehatan dari berbagai macam sumber

c) Menggunakan informasi kesehatan yang dapat dipercaya untuk


mengembangkan

NIC :

1. Membangun hubungan yang kompleks.

2. Modifikasi perilaku.

3. Peningkatan koping.

4. Konseling.

5. Dukungan emosional.

6. Panduan sistem pelayanan kesehatan.

26
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah


yangabnormal dengan diastol > 90 mmHg dan sistol > 140 mmHg yang dipengaruhi
oleh banyakfaktor risiko.Hipertensi dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu
hipertensi primer (essensial) danhipertensi sekunder. Hipertensi primer merupakan
penyebab kematian terbesar dengan presentase 90% dibandingkan dengan hipertensi
sekunder dengan presentase 10% karena penyebab darilangsung (etiologi) dari
hipertensi primer tidak diketahui dan penderita yang mengalamihipertensi primer
tidak mengalami gejala (asimtomatik). Terapi hipertensi dibagi menjadi duakelompok
besar, yaitu terapi medis dan non-medis. Kontrol pada penderita hipertensi
sangatdiperlukan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.

B. Saran

Untuk menurunkan resiko hipertensi, pasien yang menderita hipertensi hendaknya


melakukan terapi medis maupun non-medis secara kontinyu, melakukan pola gaya
hidupsehat seperti olahraga teratur, diet teratur sesuai dengan kebutuhan dan lain-
lain.

27
DAFTAR PUSTAKA

Bustan, M.N., 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Cetakan 2 Rineka Cipta, .
Jakarta.

Depkes RI., 2007. InaSH Menyokong Penuh Penanggulangan Hipertensi. Intimedia. Jakarta.

RISKESDAS. Riset Kesehatan Dasar. 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.

RISKESDAS. Riset Kesehatan Dasar.. 2013 . Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.

Sheps, S. G. (2005). Mayo clinic hipertensi; mengatasi tekanan darah tinggi. Jakarta:Intisari
Mediatama.

Sudjaswadi,Wiryowidagdo, M.Sitanggang. 2002. Tanaman Obat untuk Penyakit Jantung,


Darah Tinggi, dan Kolesterol. Jakarta: AgroMedia Pustaka.

WHO., 2010. The World Health Report 2010. http://www.who.int./whr/2010/en/index.html


Akses 24 September 2020.

28

Anda mungkin juga menyukai