Anda di halaman 1dari 6

Nama : Novara Anggita

Kelas : S1 Non Reguler B (Semester 2)


Mata Kuliah : Keperawatan Kritis
Dosen : Parliani, MSN
Tugas : Analisis Artikel

“Kekurangan APD, Perawat Terpaksa Tanyakan Kebutuhan Pasien Covid-19 via Grup
WhatsApp” ((Sumber : Kompas.com) Minggu, 5 April 2020 pukul 07:18 WIB diakses pada Senin,6
April 2020 pukul 11.00 WIB).

Salah satu ruangan isolasi RSUD Gambiran Kota Kediri, Jawa Timur untuk merawat pasien Covid-19.(Dok.Humas RSUD
Gambiran).

Infeksi corona, virus baru Covid-19 (sebelumnya 2019 N-CoV) telah dinyatakan oleh
Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO sebagai “Darurat Kesehatan Masyarakat dari
Kepedulian Internasional”. Intervensi tingkat tinggi seperti isolasi, pelacakan kontak dan
imunisasi segera setelah tersedia vaksin yang efektif adalah penting, tetapi sementara itu para
profesional kesehatan harus siap untuk merawat individu. Covid-19 merupakan penyakit
menular yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat.
Perawatan pasien covid-19 seperti pada artikel di RSUD Gambiran, Kota Kediri, Jawa
Timur, para tenaga medis khususnya perawat awal-awal menangani pasien dengan covid-19
sempat ada kesulitan yaitu mengalami kesulitan dalam mendapatkan APD karena banyak
distributor yang menghentikan pengiriman, tapi untuk saat ini ketersediaan APD sudah
mencukupi dengan pasien yang ada sekarang, para tenaga medis dan khususnya perawat
masih merasa was-was dengan adanya peningkatan pasien yang sangat drastis karena takut
akan tidak tercukupinya jumlah APD yang tersedia, salah satu cara yang dilakukan para
tenaga medis untuk menghemat ketersediaan APD ,tanpa menghilangkan peran dan
fungsinya sebagai perawat yaitu dengan dibantu teknologi informasi dan komunikasi salah
satunya dengan aplikasi whatsapp yang mempunyai fasilitas Grup chatting. Perawat dalam 24
jam bekerja, otomatis ketersediaan APD juga akan berkurang seiring dengan memenuhi
kebutuhan pasien di ruang isolasi.
Walaupun sebagian tugas perawat dibantu oleh whatsapp tidak menghilangkan peran dan
fungsi perawat, perawat tetap memberikan asuhan keperawatan dengan tetap memperhatikan
kebutuhan pasien, tetap sebagai advokat untuk pasien membantu dalam menginterpretasikan
berbagai informasi dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan dan juga dapat
berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien. Tetap sebagai edukator dalam
meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit, bahkan tindakan yang
diberikan. Tetap sebagai koordinator mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasikan
pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pelayanan dapat terarah sesuai kebutuhan
pasien. Tetap sebagai kolaborator, dan konsultan tetapi bedanya ini kebanyakan dilaksanakan
melalui via whatsapp tidak secara langsung untuk mengurangi tenaga perawat kontak
langsung dengan pasien dan sebagai salah satu upaya menghemat APD dengan
kelangkaannya.
Seperti yang telah dicantumkan sebelumnya bahwa ancaman Covid-19 sudah sangat masif
tersebar di seluruh dunia dan pemerintah Indonesia juga telah berkoordinasi dengan dunia
internasional terkait dengan cara penanganan ancaman penyakit tersebut. Rumah sakit
mengadopsi tindakan sementara, termasuk konsultasi online, pemisahan wilayah, dan
prioritas epidemi, untuk mengurangi tekanan dalam pekerjaan klinis, mengurangi infeksi
silang, dan memperkuat perlindungan staf berisiko tinggi.
Hal yang masuk kedalam lingkup keperawatan kritis yaitu The Critically III, Pasien kritis
yaitu pasien yg beresiko tinggi untuk masalah kesehatan aktual atau potensial mengancam
jiwa. Semakin kritis pasien semakin besar kemungkinan dia menjadi rentan, tidak stabil,
sehingga butuh asuhan keperawatan yang intens. The Critically Care Nurse Membutuhkan
perawat yang profesional untuk perawatan pasien kritis. Perawat dalam praktik keperawatan
kritis dalam pengaturan dimana pasien butuh pengkajian yang kompleks, terapi intensitas
tinggi dan intervensi berkesinambungan kewaspadaan keperawatan. The Critically Care
Environment, Ruang perawatan intensif adalah lingkungan yg berpotensi memusuhi pasien
yang rentan terhadap kondisi kritis.
Pemerintah telah membuat Urgensi Pembentukan Aturan Terkait Pencegahan Covid-19 di
Indonesia Karantina rumah sakit menurut Pasal 1 ayat 9 UU Kekarantinaan Kesehatan adalah
“pembatasan seseorang dalam rumah sakit yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau
terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau
kontaminasi.” Terkait dengan masalah APD betapa penting dan diwajibkannya pasien di
tempatkan diruang isolasi untuk mengurangi penularan.
Tindakan kekarantinaan kesehatan tersebut wajib dibuat dalam bentuk Peraturan Menteri
Kesehatan supaya jelas tindakan apa yang akan diambil atau dilakukan salah satunya
terhadap upaya pencegahan Covid-19. Keharusan membuat Peraturan Menteri Kesehatan ini
telah dimuat dalam sebagaimana tercantum dalam Pasal 15 ayat (4) UU Kekarantinaan
Kesehatan. Namun demikian, strategi manajemen rumah sakit, sebagai rencana darurat
sementara, menciptakan manfaat sumber daya yang sangat terbatas untuk memenuhi
kebutuhan darurat. Solusi jangka panjang harus menjadi rantai pasokan berkelanjutan.
Kesimpulannya, rencana manajemen darurat rumah sakit dari Rumah Sakit dimanapun bisa
meringankan beban kerja, melindungi petugas kesehatan, dan mengendalikan infeksi silang
selama epidemi COVID-19.
Salah satu langkah yang tepat di lakukan untuk penanganan COVID-19 sendiri bahwa
setiap rumah sakit harus membuat rencana darurat yang disesuaikan dengan kondisi mereka.
Persiapan ini termasuk memantau pasien, menguji sampel, pengendalian infeksi di pusat
kesehatan, mempertahankan sumber daya yang diperlukan dan sesuai, dan berkomunikasi
dengan publik tentang virus.
Jelas bahwa implementasi langkah-langkah ini, sebagian besar, merupakan tanggung
jawab sektor kesehatan dan terutama perawat. Perawat dianggap sebagai salah satu
komponen kunci dalam mengelola rumah sakit dan sistem perawatan kesehatan di seluruh
dunia. Namun, tenaga perawatan kesehatan, terutama perawat yang merawat tersangka atau
pasien dengan corona virus yang dikonfirmasi di rumah sakit berisiko terinfeksi dan
tantangan serta konsekuensi terkait. Orang-orang ini mungkin takut menularkan virus ke
keluarga, teman, atau rekan kerja mereka menunjukkan bahwa petugas layanan kesehatan
telah mengalami masalah seperti kecemasan, depresi, ketakutan dan keputusasaan.
Dalam epidemi, tenaga kesehatan, terutama perawat, berada di garis depan dalam perang
melawan penyakit. Perawat harus merawat orang yang mengalami bentuk penyakit yang
parah dan harus melakukannya berjam-jam menggunakan peralatan pelindung. Oleh karena
itu, selain menyediakan peralatan pelindung yang memadai, mereka mungkin perlu
menerapkan langkah-langkah kesehatan masyarakat dengan cara membantu mengurangi
jumlah kasus yang terinfeksi baru dan mengurangi beban yang ditempatkan pada tim
perawatan kesehatan. Karenanya, pendidikan publik dan kepatuhan terhadap kesehatan.
Beberapa pesan penting namun jelas bagi perawat dan tempat kerja mereka muncul:
1. Respon kelembagaan: Setiap rumah sakit atau layanan kesehatan harus menerima
tanggung jawab penuh untuk mendanai langkah-langkah pengendalian infeksi yang
diperlukan dan melatih staf dalam pengendalian infeksi dan dalam menyediakan
lingkungan kerja yang aman.
2. Pencegahan penyebaran rumah sakit: Mencegah penyebaran lebih lanjut dari kondisi ini
juga sangat penting. Untuk membantu dalam hal ini, rumah sakit akan mengamanatkan
pemberian pemberitahuan sebelumnya dari pasien yang masuk. Memberi saran kepada
otoritas kesehatan masyarakat juga wajib.
3. Peralatan pelindung pribadi pasien (APD): Pasien harus ditutup secara efektif sebelum
masuk ke rumah sakit. Staf perawat tidak boleh memasuki ruangan atau mendekati pasien
tanpa APD lengkap yang sudah ada. Ini harus mencakup alas kaki (seperti yang biasa bagi
pekerja di teater) dan kacamata atau faceshield. Saat melepas APD, lipat bahan dengan
hati-hati agar tidak menyentuh permukaan luar yang dihadapi pasien.
4. Meyakinkan pasien: Pasien cenderung takut dan akan membutuhkan dukungan dan
jaminan, termasuk memberikan informasi bahwa pemulihan sangat mungkin terjadi dan
risiko kematiannya rendah.
5. Karantina: Pasien harus dikarantina di ruang perawatan tekanan negatif jika tersedia. Jika
tidak ada, gunakan kamar tunggal. Jika pasokannya terbatas, berikan prioritas kepada
pasien yang memiliki kondisi yang memfasilitasi penularan (luka terbuka, inkontinensia,
dll.). Pasien yang terinfeksi organisme yang sama dapat ditampung bersama tetapi tirai
skrining harus diperpanjang.
6. Transportasi intra-rumah sakit pasien: Transportasi pasien keluar dari ruang perawatan
harus dijaga seminimal mungkin dan bila perlu harus menghindari area umum. Prosedur
harus dilakukan di ruangan sedapat mungkin. Jika transportasi antar lantai diperlukan, lift
harus didedikasikan untuk pasien Covid-19. Salah satu alasan umum untuk pemindahan
adalah untuk prosedur radiologis selain sinar-X yang dapat dilakukan, tetapi ini
merupakan pelemahan kontrol transmisi yang hampir pasti. Oleh karena itu staf radiologi
harus dimasukkan dalam pelatihan staf yang diperlukan.
7. Cuci tangan: Cuci tangan yang sering dan menyeluruh dianggap penting.
8. Pengunjung: tegas tentang status pengunjung untuk pasien rumah sakit.
9. Tindakan lain: Beberapa tindakan ekstrem telah diambil oleh beberapa perawat
diTiongkok yang merawat pasien Covid-19. Ini termasuk mencukur kepala untuk
mencegah infeksi silang, atas dasar bahwa rambut panjang dapat membawa bahan infektif
dan menghambat pemakaian dan pencabutan APD. Panjang rambut optimal dan frekuensi
mencuci / mandi perlu dibahas. Tampaknya masuk akal untuk melarang pemakaian
perhiasan tubuh seperti perhiasan saat bertugas, termasuk hiasan tubuh yang melekat.

Daftar Pustaka

Xie,J.,Tong, Z., Guan, X., Du, B., Qiu, H., & Slutsky, A. S. (2020). Critical care crisis and
some recommendations during the COVID-19 epidemic in China. China : Intensive care
medicine, 1-4.

World Health Organization. (2020). Rational use of personal protective equipment for


coronavirus disease (COVID-19): interim guidance, 27 February 2020 (No. WHO/2019-
nCov/IPCPPE_use/2020.1). World Health Organization.

World Health Organization. (2020). Coronavirus disease 2019 (COVID-19): situation report,
67.
Millar, R. C. (2020). Nursing a patient with Covid-19 infection. Tasman Medical
Journal, 1(1).
Telaumbanua, D. (2020). Urgensi Pembentukan Aturan Terkait Pencegahan Covid-19 di
Indonesia. Nias : Qalamuna: Jurnal Pendidikan, Sosial, Dan Agama, 12(01), 59-70.
Cao, Y., Li, Q., Chen, J., Guo, X., Miao, C., Yang, H.,dkk & Li, C. (2020). Hospital
Emergency Management Plan During the COVID‐19 Epidemic. Academic Emergency
Medicine.
Eghbali, M., Negarandeh, R., & Froutan, R. (2020). COVID-19 epidemic: Hospital-level
response. Nursing Practice Today, 7(2), 81-83.
Murthy, S., Gomersall, C. D., & Fowler, R. A. (2020). Care for critically ill patients with
COVID-19. Jama.

Anda mungkin juga menyukai