Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN HASIL PENYULUHAN KEGIATAN KOMUNITAS II

PRODI D-III KEBIDANAN FAKULTAS KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA BARAT

Oleh:

YULY RATNA EFENDI


NIM: 20220023

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA BARAT
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapan kepada tuhan yag hama esa,karna atas berkat dan
rahmat-nya, saya dapat menyelesaikan laporan hasil penyuluhan kegiatan
komunitas II ini.
Penulisan laporan hasil penyuluhan kegiatan komunitas II ini di lakukan
dalam rangka pemenuhan mata kuliah Asuhan Kebidanan Komunitas II pada
semester ini. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak pada penyusunan laporan hasil penyuluhan kegiatan komunitas II, sangatlah
sulit bagi saya untuk menyelesaikan laporan ini. oleh karena itu, saya
mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Bapak Moch.Abdi SE,MM, Wakil Rektor III Universitas


Muhammadiyah Sumatera Barat
2. Ibu Yuliza Anggraini,S.ST.,M.Keb, dekan Fakultas Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Sumatera Barat.
3. Ibu Liza Andriani, S.SiT.,M.Keb, Ketua Program Studi D-III Kebidanan
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat
4. Ibu Kartika Mariyona, S.ST, M.Biomed selaku pembimbing pada mata
kuliah Asuhan Kebidanan Komunitas II yang telah membimbing saya
hingga saat ini.
5. Seluruh dosen program studi Diploma III Kebidanan Fakultas Kesehatan
Universitas Muhammadiya Sumatera Barat
6. Kepala tata usaha dan staf Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Sumatera Barat.
7. Kepada pasien dan keluarga atas kerjasama yang baik dan sudah bersedia
membentu untuk menyelesaikan Laporan hasil penyuluhan kegiatan
komunitas II
8. Kepada ayahanda, ibunda, adik-adik yang kucintai beserta seluruh anggota
keluarga yang telah memberikan dukungan moril maupun materil sehingga
peneliti dapat menyelesaikan studi di program studi Diploma III Kebidanan
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Sumatera Baret
9. Kepada seluruh teman-teman Angkatan 2020 mahasiswi Diploma III
Kebidanan Fakultas Kesehaan Universitas Muhammadiyah Sumatera
Barat.

Semoga bantuan yang diberikan mendapat balasan dari Allah SWT.Penulis


menyadari bahwa dalam penulisan studi kasus ini masih terdapat kekurangan.
Maka dari itu penulis membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat
membangun demi kesempurnaan studi kasus ini.akhir kata penulis mengucapkan
terimakasih.

Bukittinggi, 15 September 2022

Penulis
DAFTA R ISI
HALAMAN JUDUL.....................................................................................
HALAMAN SAMPUL.................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN.....................................................................
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................
KATA PENGENTAR..................................................................................
DAFTAR ISI ................................................................................................
DAFTAR GAMBAR....................................................................................
DAFTAR TABEL ........................................................................................
DAFTAR SINGKATAN .............................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................
A. Latar Belakang.................................................................................
B. Ruang lingkup..................................................................................
C. Tujuan penulisan..............................................................................
D. Manfaat penulisan............................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................
A. Pola pemenuhan nutrisi pada lansia.................................................
B. Kesehatan reproduksi lansia.............................................................
C. Penurunan pola seksual pada wanita lansia......................................
D. Pentingnya melakukan senam lansia................................................
BAB III ASUHAN KEBIDANAN PADA LANSIA...................................
BAB IV PEMBAHASAN KASUS...............................................................
BAB V PENUTUP........................................................................................
A. Kesimpulan......................................................................................
B. Saran.................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
1. Pengertian kebidanan komunitas
Menurut J.H Syahlan bidan komunitas adalah bidan yang bekerja
melayani keluarga dan masyarakat di wilayaha tertentu. Menurut United
Kingdom Central Council For Nursing Midwifery Helath para praktisibidan
yang berbasis komunitas harus dapat memberikan supervise yang
dibutuhkan oleh perempuan selama masa kehamilan, persalinan, nifas, dan
BBL secara komprehensif.
Kebidanan komunitas adalah pelayanan kebidanan profesional yang
ditujukan kepada masyarakat dengan penekanan pada kelompok resiko
tinggi dengan upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal melalui
pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan menjamin keterjangkauan
pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan melibatkan klien sebagai mitra
dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas dan
akan mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial. Salah satu contoh
kemunduran fisik pada lansia adalah rentannya lansia tehadap penyakit,
khususnya penyakit degenerative. Penyakit degenartif yang umum diderita
lansia salah satunya adalah hipertensi.(Kemenkes RI, 2016).
2. Pengertian lansia
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas dan
akan mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial. Salah satu contoh
kemunduran fisik pada lansia adalah rentannya lansia tehadap penyakit,
khususnya penyakit degenerative. Penyakit degenartif yang umum diderita
lansia salah satunya adalah hipertensi.(Kemenkes RI, 2016).

Menurut WHO (2013), klasifikasi lansia adalah sebagai berikut :


1) Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45-54 tahun.
2) Lansia (elderly), yaitu kelompok usia 55-65 tahun.
3) Lansia muda (young old), yaitu kelompok usia 66-74 tahun.
4) Lansia tua (old), yaitu kelompok usia 75-90 tahun.
5) Lansia sangat tua (very old), yaitu kelompok usia lebih dari 90 tahun.
Pada tahun 2021, terdapat delapan provinsi yang telah memasuki struktur
penduduk tua, yaitu persentase penduduk lanjut usia yang lebih besar dari
sepuluh persen. Secara global, terdapat 727 juta orang yang berusia 65 tahun
atau lebih pada tahun 2020 (UN, 2020). Jumlah tersebut diproyeksikan akan
berlipat ganda menjadi 1,5 miliar pada tahun 2050. Selama lima puluh tahun
terakhir, persentase penduduk lanjut usia di Indonesia meningkat dari 4,5
persen pada tahun 1971 menjadi sekitar 10,7 persen pada tahun 2020.
Angka tersebut diproyeksi akan terus mengalami peningkatan hingga
mencapai 19,9 persen pada tahun 2045.

Menurut jenis kelamin, lansia perempuan lebih banyak daripada lansia


laki-laki, yaitu 52,32 persen berbanding 47,68 persen. Menurut tempat
tinggalnya, lansia di perkotaan lebih banyak daripada di perdesaan, yaitu
53,75 persen berbanding 46,25 persen.

Lansia potensial adalah penduduk lanjut usia yang masih mampu


melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang
dan/atau jasa (UU Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut
Usia). Pada tahun 2021, sekitar satu dari dua (49,46 persen) lansia masih
aktif bekerja. Lapangan usaha pertanian menjadi sektor yang paling banyak
menyerap tenaga kerja lansia, yaitu sebesar 53,10 persen. Sekitar enam dari
sepuluh lansia bekerja sebagai pemilik usaha, baik yang berusaha sendiri
(31,34 persen), berusaha dibantu buruh tidak dibayar (30,76 persen),
maupun dibantu buruh dibayar (4,23 persen). Sebanyak 86,02 persen lansia
bekerja di sektor informal, yang menjadikannya rentan karena tidak
memiliki perlindungan ketenagakerjaan, kontrak pekerjaan, maupun
imbalan yang layak. Menurut jam kerja, sekitar satu dari lima (19,54 persen)
lansia bekerja secara berlebihan, yaitu jumlah jam kerja yang lebih dari 48
jam dalam seminggu. Adapun dari sisi pendapatan, rata-rata penghasilan
dari lansia bekerja sebesar 1,34 juta rupiah per bulan, di mana 32,79 persen
lansia bekerja yang mendapatkan upah rendah. Lansia potensial yang
produktif dapat meningkatkan kesejahteraannya dan memberikan
sumbangan bagi perekonomian negara.

Kesejahteraan lansia dapat dicerminkan melalui kondisi kesehatannya.


Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial
dan ekonomis (UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan). Pada tahun
2021, sebanyak 42,22 persen lansia pernah mengalami keluhan kesehatan
dalam sebulan terakhir, separuh di antaranya (22,48 persen) terganggu
aktivitasnya sehari-hari atau sakit. Sekitar 81,08 persen lansia mengobati
sendiri keluhan kesehatan yang dialaminya dan 45,42 persen yang berobat
jalan. Hanya 5,26 persen lansia yang pernah dirawat inap dalam setahun
terakhir. Mengingat kondisi kesehatan yang rentan terserang penyakit,
lansia perlu berperilaku sehat seperti rajin berolahraga dan menghindari
rokok. Akan tetapi, hampir satu dari empat (24,19 persen) lansia masih
merokok dalam sebulan terakhir, di mana 22,10 persen di antaranya
merokok setiap hari.

B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Setelah melaksanakan asuhan kebidanan komunitas II diharapkan

mahasiswa mampu menjelaskan apa itu gizi pada bayi dalam mengatasi

masalah kesehatan dengan menggunakan pendekatan asuhan kebidanan.

b. Tujuan Khusus
Dalam melakukan kegiatan penyuluhan materi mata kuliah asuhan

kebidanan komunitas II , diharapkan mahasiswa bersama masyarakat

mampu :

1. Bagi mahasiswa meningkatkan pengetahuan tentang gizi pada bayi,

dan untuk melengkapi tugas praktik asuhan kebidanan komunitas II.


2. Bagi ibu penyuluhan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman

ibu tentang gizi pada bayi dan menambah wawasan sesuai kebutuhan.

C. Manfaat
Adapun manfaat pembuatan laporan ini adalah:
1. Bagi penulis, bertambahnya pengetahuan tentang penyuluhan kesehatan
kebidanan komunitas II
2. Bagi institusi pendidikan, dapat menambah daftar jurnal atau daftar
rujukan di perpustakaan
3. Bagi pembaca, bertambahnya wawasan terhadap penyuluhan kesehatan
kebidanan komunitas II.
BAB II
PEMBAHASAN

A. POLA NUTRISI PADA LANSIA


1. Pengerian
Nutrisi adalah salah satu komponen penting yang menunjang
kelangsungan proses tumbuh kembang. Selama masa tumbuh kembang,
anak sangat membutuhkan zat gizi seperti protein, karbohidrat, lemak,
mineral, vitamin, dan air. Apabila kebutuhan tersebut kurang terpenuhi,
maka proses tumbuh kembang selanjutnya dapat terhambat (Hidayat, 2006).
Nutrisi berfungsi menghasilkan energi bagi fungsi organ, gerak dan fungsi
fisik, sebagai bahan dasar untuk pembentukan dan perbaikan jaringan sel-sel
tubuh dan sebagai pelindung dan pengatur suhu tubuh (Tarwoto &
Wartonah, 2006).
Nutrisi adalah elemen yang dibutuhkan untuk proses dan fungsi tubuh.
Kebutuhan energi didapatkan dari berbagai nutrisi, seperti: karbohidrat,
protein, lemak, air, vitamin, dan mineral (A. P. Potter & Perry, 2010).
Kebutuhan nutrisi pada lansia sangat spesifik karena terjadi perubahan
proses fisiologi dan psikologi sebagai akibat proses menua. Bagi lansia
pemenuhan kebutuhan nutrisi yang di berikan dengan baik dapat membentu
proses beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan
yang di alami. Selain itu dapat menjaga kelangsungan pergantian sel-sel
tubuh sehingga memperpanjang usia. Kebutuhan kalori pada lansia
berkurang, kalori dasar adalah kalori yang di butuhkan untuk melakukan
kegiatan tubuh dalam keadaan istirahat,misalnya untuk
jantung,usus,pernafasan dan ginjal.
Status gizi lansia adalah keadaan lansia yang ditentukan oleh derajat
kebutuhan fisik terhadap energi dan zat-zat gizi yang diperoleh dari pangan
dan makanan yang dampak fisiknya dapat diukur. Perbandingan perhitungan
rata-rata kebutuhan gizi dengan jumlah asupan zat gizi dapat memberikan
indikasi ada tidaknya masalah gizi. (Fatmah, 2013)
Terdapat empat bentuk malnutrisi, terdiri dari:
1) under nutrition yaitu kekurangan konsumsi pangan relative atau absolut
untuk periode tertentu,
2) specific deficiency yaitu kekurangan zat gizi tertentu,
3) over nutrition yaitu kelebihan konsumsi pangan dalam periode tertentu,
dan
4) imbalance, yaitu disporposi zat gizi misalnya masalah kolesterol terjadi
karena ketidakseimbangan fraksi lemak tubu. Jadi jelaslah bahwa
ternyataa malnurtrisi bukan hanya gizi kurang saja (Mardalena, 2017).
2. Perubahan Pada Lansia
a. Perubahan fisiologi
Perubahan fisiologi yang terjadi pada lansia meliputi (Adriani &
wiratmadi, 2012):
1) Perubahan kecepatan metabolik basal (BMR) sekitar 2% dekade
setelah usia 30 tahun dan penurunan aktivitas fisik sehingga
memengaruhi kebutuhan kalori, yaitu menurun dan berpotensi untuk
obesitas.
2) Gangguan kemampuan motorik sehingga berdampak kesulitan untuk
menyiapkan makanan, penurunan pengeluaran energi sehingga
berpotensi dalam penigkatan berat badan.
3) Perubahan pada saluran pencernaan: - Rongga mulut, bagian dalam
rongga mulut yang lazim berpengaruh adalah gusi, gigi dan lidah.
Sekresi ludah berkurang sampai +75% sehingga mengakibatkan
pengeringan rongga mulut dan kemungkinan menurunkan cita rasa.
Kehilangan indra pengecap, penurunan ketajaman pengecap,
keruskan indra penciuman berdampak kekurang tertarikan pada
makanan. Penyakit periodontal yang 80% terjadi pada orang tua dan
kehilangan gigi sehingga menyebabkan kesulitan makan. - Jumlah
jaringan ikat meningkat sehingga fungsi pemompaan jantung
berkurang. - Pembekuan darah besar terutama aorta melebar dan
menjadi fibrosis, pengerasan ini selain mengurangi aliran darah dan
meningkatkan kerja bilik kiri jantung, juga mengakibatkan
ketidakefisien reseptor sehingga kemampuan tubuh untuk mengatur
tekanan darah berkurang.
4) Perubahan pada sistem hematologi, adanya penurunan jumlah
limfosit yang dimulai pada usia 40 tahun, penurunan tersebut
diyakini akibat hilangnya sel T limfosit. Jumlah limfosit kurang
dapat mengakibatkan tubuh rentan terhadap infeksi dan juga lebih
berisiko terhadap kanker, serta kerusakan berbagai organ.
5) Seiring mengunakan obat-obatan sehingga dapat mengganggu nafsu
makan dan menyebabkan penurunan penyerapan (penggunaan zat
gizi atau peningkatan kebutuhan zat gizi).
b. Perubahan Mental dan Psikososial
Menurut Aspiani (2014) terdapat beberapa faktor yang memengaruhi
perubahan mental pada lansia yaitu kesehatan, tingkat pendidikan,
lingkungan, keturunan, dan perubahan fisik terutama panca indera. Selain
perubahan mental, lansia juga mengalami perubahan psikososial seperti :
1) Lansia cenderung merasakan sadar atau tidak sadar akan terjadinya
kematian.
2) Merasakan perubahan dalam cara hidup.
3) Merasakan perubahan ekonomi akibat pemberhentian jabatan dan
peningkatan gaya hidup.
4) Merasakan pensiun (kehilangan) banyak hal seperti finansial,
pekerjaan, sahabat, dan status pekerjaan.
5) Merasakan penyakit kronis dan ketidakmampuan.
6) Merasakan kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial.
7) Mengalami gangguan pancaindera.
8) Lansia mulai mengalami perubahan dalam konsep diri, serta lansia
akan merasakan rangkaian dari proses kehilangan.
c. Perubahan biologis
Perubahan secara biologis ini dapat memengaruhi status gizi pada masa
tua antara lain (Adriani & wiratmadi, 2012) :
1) Massa otot yang berkurang dan massa lemak yang bertambah,
mengakibatkan jumlah cairan tubuh juga berkurang, sehingga kulit
kelihatan mengkerut dan kurus, wajah berlipat serta muncul garis
yang menetap oleh karena itu, pada masa usia lanjut seringkali
terlihat kurus.
2) Penurunan indera penglihatan akibat katarak pada usia lanjut
sehingga dihubungkan dengan kekurangan vitamin a, vitamin c dan
asam folat. Sedangkan gangguan pada indera pengecap yang
dihubungkan dengan kadar Zn dapat menurunkan nafsu makan.
Biasanya para usia lanjut yang menginjak usia 75 tahun, hanya
memiliki pengecapan setengah daripada saat mereka berusia 30
tahun.
3) Dengan banyaknya gigi geligi yang sudah tanggal mengakibatkan
gangguan fungsi mengunyah yang berdampak pada kurangnya
asupan gizi pada usia lanjut.
4) Penurunan mobilitas usus, menyebabkan gangguan pada saluran
pencernaan seperti perut kembung, nyeri yang menyebabkan
turunnya nafsu makan usia lanjut, sehingga menyebabkan sekresi
kelenjar-kelenjar di saluran pencernaan makanan menurun.
Berkurangnya sekresi Hcl lambung mengakibatkan gangguan
penyerapan kalsium dan zat besi. Menurunnya sekresi enzim lipase
mengakibatkan gangguan absorpsi lemak.
5) Kemampuan motorik yang menurun, selain menyebabkan usia lanjut
menjadi lamban, kurang aktif dan kesulitan untuk mengecap
makanan, dapat mengganggu aktivitas atau kegiatan sehari-hari.
6) Pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi sel otak yang menyebabkan
penurunan daya ingat jangka pendek, melambatnya proses informasi,
kesulitan berbahasa, kesulitan mengenal benda-benda, kegagalan
melakukan aktivitas bertujuan, dan gangguan dalam menyusun
rencana, mengatur sesuatu, mengurutkan, daya abstraksi yang dapat
melakukan aktivitas sehari-hari yang disebut demensia atau pikun.
7) Akibat proses menua, kapasitas gagal ginjal untuk mengeluarkan air
dalam jumlah besar juga berkurang. Akibatnya dapat terjadi
pengenceran natrium sampai terjadi hiponatremia yang
menimbulkan rasa lelah.
8) Pada wanita terjadi penurunan sekresi hormon estrogen, yang
menyebabkan mudahnya terjadi peningkatan kadar kolesterol darah,
terganggunya absorpsi kalsium yang dapat mengakibatkan kepadatan
tulang menurun, tulang mudah patah yang dikenal sebagai
“osteoporosis”
3. Asupan Gizi
Asupan adalah jumlah zat gizi yang diperoleh dari bahan makanan yang
dikonsumsi yang dibutuhkan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu
menghasilkan energi, membangun, dan memelihara jaringan, serta mengatur
proses-proses kehidupan. Lansia harus tetap memperhatikan asupan gizinya
meskipun lansia tidak mengalami perkembangan dan pertumbuhan lagi.
Lansia sangat membutuhkan asupan gizi zat yang essensial untuk mengganti
sel-sel yang sudah rusak serta menjaga kestabilan daya tahan tubuhnya
(Wirakusumah, 2000).
Pada prinsipnya zat gizi dibutuhkan oleh lansia sama adalah
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, air dan serat dalam jumlah
seimbang yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing lansia.
Konsumsi makanan yang cukup dan seimbang bermanfaat bagi lansia untuk
mencegah atau mengurangi kemungkinan penyakit degeneratif serta
kemungkinan kurang gizi (Depkes, 2003). Menurut Adriani & wiratmadi
(2012) pengaturan makan untuk usia lanjut sebagai berikut:
a. jadwal waktu makan dibuat lebih sering dengan porsi kecil.
b. banyak minum dan kurangi garam.
c. membatasi asupan makanan sumber kalori untuk menjaga berat badan
tetap dalam batas normal.
d. memilih jenis makanan yang mengandung serat agar baung air besar
menjadi mudah dan teratur.
e. bagi mereka yang proses penuaannya sudah lebih lanjut perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) makanlah makanan yang mudah dicerna.
2) hindari makanan yang terlalu manis dan gurih
3) bila ada kesukaan mengunyah, makanan harus lunak/cincang.
4) makanan selingan diberikan pada jam 10.00 pagi dan 16.00 sore.
4. Prinsip Kebutuhan Gizi Lansia
Pada prinsipnya kebutuhan gizi pada lanjut usia mengikuti prinsip gizi
seimbang. Konsumsi makanan yang cukup dan seimbang bermanfaat bagi
lanjut usia untuk mencegah atau mengurangi risiko penyakit degeneratif dan
kekurangan gizi. Kebutuhan gizi lanjut usia dihitung secara individu
(Kemenkes RI, 2012).
Pesan gizi seimbang pada lanjut usia (Kemenkes RI, 2012). :
a. Makanlah aneka ragam makanan
Makanan ya beraneka ragam adalah makanan yang terdiri dari minimal 4
sumber bahan makanan yaitu bahan makanan pokok, lauk-pauk, sayuran
dan buah. Semakin beraneka ragam dan bervariasi jenis makanan yang
dikonsumsi, semakin baik. Sayur dan buah sangat baik untuk dikonsumsi
(dianjurkan 5 porsi per hari).
b. Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi
Karbohidrat perlukan guna memenuhi kebutuhan energi. Bagi lanjut usia,
dianjurkan untuk memilih karbohidrat kompleks seperti beras, beras
merah, havermout, jagung, sagu, ubi jalar, ubi kayu dan umbi-umbian.
Karbohidrat yang berasal dari biji-bijian dan kacang-kacangan utuh
berfungsi sebagai sumber energi dan sumber serat. Dianjurkan agar lanjut
usia mengurangi konsumsi gula sederhana seperti gula pasir dan sirup.
c. Batasi konsumsi lemak dan minyak
Bagi lanjut usia, mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak
tinggi tidak dianjurkan, karena akan menambah risiko terjadinya berbagai
penyakit degeneratif seperti tekanan darah tinggi, jantung, ginjal, dan
lain-lain. Sumber lemak yang baik adalah lemak tidak jenuh yang berasal
dari kacang-kacangan, alpukat, minyak jagung, minyak zaitun. Lemak
minyak ikan mengandung omega 3, yang dapat menurunkan kolesterol
dan mencegah arthritis, sehingga baik dikonsumsi oleh lanjut usia. Lanjut
usia sebaiknya mengkonsumsi lemak tidak lebih dari seperempat
kebutuhan energi.
d. Makanlah makanan sumber zat besi
Zat besi adalah salah satu unsur penting dalam proses pembentukan sel
darah merah. Zat besi secara alamiah diperoleh dari makanan seperti
daging, hati dan sayuran hijau. Kekurangan zat besi yang dikonsumsi bila
berkelanjutan akan menyebabkan penyakit anemia gizi besi dengan
tanda-tanda pucat, lemah, lesu, pusing, dan mata berkunang-kunang.
Demikian juga pada lanjut usia, perlu mengkonsumsi makanan sumber
zat besi dalam jumlah cukup.
e. Biasakan makan pagi
Makan pagi secara teratur dalam jumlah cukup dapat memelihara
ketahanan fisik, mempertahankan daya tahan tubuh dan meningkatkan
produktifitas kerja. Lanjut usia sebaiknya membiasakan makan pagi agar
selalu sehat dan produktif.
f. Minumlah air bersih dan aman yang cukup jumlahnya
Air minum yang bersih dan aman adalah air yang tidak berbau, tidak
berwarna, tidak berasa dan telah dididihkan serta disimpan dalam wadah
yang bersih dan tertutup. Air sangat dibutuhkan sebagai media dalam
proses metabolisme tubuh. Apabila terjadi kekurangan air minum akan
mengakibatkan kesadaran menurun.
g. Lakukan aktivitas fisik dan olahraga secara teratur
Agar dapat mempertahankan kebugaran, lanjut usia harus tetap berolah
raga. Aktifitas fisik sangat penting peranannya bagi lansia. Dengan
melakukan aktifitas fisik, maka lanjut usia dapat mempertahankan
bahkan meningkatkan derajat kesehatannya. Namun, karena keterbatasan
fisik yang dimilikinya perlu dilakukan penyesuaian dalam melakukan
aktifitas fisik sehari-hari.
h. Tidak minum alkohol dan membaca label makanan
Lansia disarankan untuk tidak minum alkohol karena alkohol bagi lansia
dapat meningkatkan risiko demensia atau penyakit Alzheimer
menyebabkan perubahan pada jantung dan pembuluh darah. Ketika
membeli makanan kemasan diharapkan dapat lebih dahulu membaca
label makanan guna mengetahui bahan-bahan apa saja yang terkandung
di dalam produk makanan sehingga aman dimakan lansia.

5. Kebutuhan Zat Gizi Pada Lansia


Angka kecukupan gizi yang dianjurkan adalah banyaknya tiap - tiap zat
gizi esensial yang harus dipenuhi dari makanan sehari – hari untuk
mencegah defisiensi zat gizi. AKG dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin,
berat badan, aktifitas fisik dan keadaan fisiologis seperti hamil atau
menyusui (Fatmah, 2010). Berikut angka kecukupan gizi pada lansia.

6. Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Gizi Pada Lansia


Beberapa faktor risiko yang dapat mempengaruhi lansia dalam pemenuhan
gizi adalah :
a. Usia Seiring pertambahan usia, kebutuhan zat gizi karbohidrat dan
lemak menurun, sedangkan kebutuhan protein, vitamin dan mineral
meningkat. Hal ini dikarenakan ketiganya berfungsi sebagai antioksidan
untuk melindungi sel-sel tubuh dari radikal bebas (Fatmah, 2010).
Semakin tinggi usia lansia maka akan semakin rentan mengalami
masalah kesehatan karena adanya faktor-faktor penuaan. Beberapa
penurunan fungsi yang terkait dengan proses pencernaan lansia adalah
menurunnya indra pengecap dan penciuman, tanggalnya gigi, kesulitan
mengunyah dan menelan, dan penurunan asam lambung (Fatmah,
2010).
b. enis kelamin Umumnya laki-laki memerlukan zat gizi lebih banyak
(terutama energi, protein dan lemak) dibandingkan pada wanita, karena
postur, otot dan luas permukaan tubuh laki-laki lebih luas dari wanita.
Namun kebutuhan zat besi (Fe) pada wanita cenderung lebih tinggi,
karena wanita mengalami menstruasi. Pada wanita yang sudah
menopause kebutuhan zat besi (Fe) turun kembali (Kemenkes RI,
2012).
c. Aktivitas fisik dan pekerjaan Lanjut usia mengalami penurunan
kemampuan fisik yang berdampak pada berurangnya aktivitas fisik
sehingga kebutuhan energinya juga berkurang. Kecukupan zat gizi
seseorang juga sangat tergantung dari pekerjaan sehari-hari : ringan,
dang, berat. Makin berat pekerjaaan seseorang makin besar zat gizi
yang dibutuhkan. Lanjut usia dengan pekerjaaan fisik yang berat
memerlukan at gizi yang lebih banyak (Kemenkes RI, 2012).
d. Postur tubuh Postur tubuh yang lebih besar memerlukan energi lebih
banyak dibandingkan postur tubuh yang lebih kecil (Kemenkes RI,
2012).
e. Kurangnya perawatan mulut Kurangnya perawatan mulut dapat
mempengaruhi lansia dalam memenuhi kebutuhan gizinya.
Ketidakbersihan mulut menyebabkan gigi dan gusi kerap terinfeksi,
yang akan mempengaruhi lansia dalam merasakan cita rasa makanan.
Faktor yang menyebabkan kurang perawatan gigi adalah tingkat
ekonomi yang rendah, tingkat pendidikan yang rendah, kurangnya
transportasi, kurangnya perawatan gigi dan mahalnya pelayanan
perawatan gigi (Miller, 2004).
f. Gangguan fungsional dan proses penyakit Gangguan fungsional kuat
hubungannya dengan kekurangan nutrisi dan kesulitan memperoleh
makanan, khususnya pada komunitas lansia (Miler, 2004). Sebanyak
85% dari lansia memiliki penyakit kronis. Akibat penyakit kronis ini
lansia mengelami keterbatasan dalam beraktivitas sehingga
mempengaruhi kemampuan lansia dalam memperoleh, memperisapkan,
dan menikmati makanan. Selain itu pengaturan makanan yang lebih
ketat pada penderita diabetes atau gagal jantung juga mempengaruhi
selera makan pada lansia (Hiemburger, 2006).
g. Efek pengobatan Bertambahnya usia identik dengan ketergantungan
obat. Pada dasarnya, pengobatan dapat memperbaiki kondisi kesehatan
dan meningkatkan kualitas hidup, tetapi di lain pihak pengobatan pun
dapat mempengaruhi asupan kebutuhan gizi lansia. Efek ini timbul
karena obat-obatan tertentu dapat mempengaruhi proses penyerapan zat
gizi (Wirakusumah, 2002). Selain itu, obat yang dikonsumsi dapat
mengubah nafsu makan, rasa atau bau yang mempengaruhi kebutuhan
nutrisi ataupun memiliki efek samping seperti mual, muntah, atau diare
(Heimburger, 2006).
h. Gaya hidup Lansia mengkonsumsi obat-obatan dan alkohol efek yang
terjadi yaitu menurunkan selera makan lansia, terganggunya
kemampuan indra perasadan pembau, terganggunya proses pencernaan,
absorbs, metabolisme, dan eksresi nutrisi, merokok, selain itu pola
makan yang tidak baik dan tidak berolahraga juga sangat
mempengaruhi status gizi pada lansia.
i. Faktor psikososial Faktor psikososial dapat mempengaruhi selera dan
pola makan pada lansia. Stress dan cemas dapat mempengaruhi proses
sistem pencernaan melalui sistem saraf autonomi. Depresi, masalah
memori dan penurunan kognitif lainnya juga dapat mempengaruhi pola
makan dan kemampuan dalam menyiapkan makanan (Miller, 2004).
j. Faktor sosial ekonomi dan budaya Latar belakang suku, kepercayaan
religius dan faktor budaya yang kuat dapat mempengaruhi seseorang
dalam mendefinisikan, memilih, menyiapkan dan memakan makanan
serta minuman. Faktor budaya juga dapat mempengaruhi pola makan
seseorang sehingga hal ini memiliki hubungan dengan status kesehatan
seseorang (Miller, 2004). Status ekonomi yang rendah juga akan
mempengaruhi lansia dalam memilih asupan dan jenis makanan yang
akan dikonsumsi bahkan lansia akan memilih satu kali makan dalam
sehari. Latar belakang pendidikan juga mempengaruhi lansia dalam
memilih makanan yang tepat untuk dikonsumsi yang dapat memenuhi
kebutuhan nutrisi nya (Miller, 2004).
k. Faktor lingkungan Faktor lingkungan mempengaruhi seseorang dalam
menikmati makanan dan kemampuan untuk memperoleh dan
mempersiapkan makanannya. Banyak hambatan diidentifikasi dalam
lingkungan perawatan lansia seperti panti werdha, pelayanan sosial dan
rumah sakit. Lansia yang berada di ekonomi rendah cenderung berada
di rumah yang di bawah standar yang mungkin tidak memiliki
perawatan untuk menyimpan dan memasak makanan. Lansia yang
dirawat di rumah sakit juga akan mempengaruhi status nutrisinya. Hal
ini diakibatkan karena dibatasinya asupan diet serta fasilitas dan waktu
yang kurang mendukung. (Miller, 2004).

B. KESEHATAN REPRODUKSI LANSIA


1. Pengertian
Menurut WHO (1994), kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan
kesejahteraan fisik, emosional, mental dan sosial yang utuhberhubungan
dengan reproduksi, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan
namun dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi,
fungsi serta prosesnya.
Perubahan dalam siklus kehidupan manusia merupakan sesuatu yang
wajar, namun demikian sedikit sekali orang yang menyadarinya, sehingga
mereka merasa seolah-olah bertahan pada salah satu tingkat perubahan itu
terutama yang akan atau sedang mengalami masa kemunduran. Pada tahap
kemunduruan, segala kesempurnaan mulai berakhir, baik dari segi
biologisjasmaniah, maupun mental rohaniah. Perubahan yang menonjol dan
sangat dirasakan adalah dari segi jasmaniah. Pada tahap kemundurun, secara
perlahan-lahan kesempurnaan fisik, kekuatan, dan fungsi-fungsi organ tubuh
sedikit demi sedikit mulai berkurang. Perubahan jasmani tersebut pada
dasarnya tidak hanya terjadi pada tubuh bagian luar saja, akan tetapi terjadi
juga pada alat-alat dan berbagai kelenjar dari dalam, yang mengakibatkan
berbagai alat yang tak sanggup lagi menjalankan fungsinya. Usia diatas 50
tahun rentan sekali terhadap penyakit-penyakit yang diantaranya : kencing
masnis (diabetes melitus), tekanan darah tinggi (hipertensi), stroke, serta
pengeroposan tulang (osteoporosis). Untuk itu lansia harus selalu menjaga
apa yang mereka makan dan hidup dengan pola sehat, olahraga dan aktif
secara intelektual .
2. Permasalahan pada Lansia
Permasalahan yang seringkali dialami pada saat seseorang masuk pada masa
lansia yaitu (Wijayanti, 2008):
a. Panca indera: Sekresi saliva berkurang mengakibatkan pengeringan
rongga mulut. Papil-papil pada permukaan lidah mengalami atrofi
sehingga terjadi penurunan sensitivitas terhadap rasa terutama rasa
manis dan asin. Keadaan ini akan mempengaruhi nafsu makan, dan
dengan demikian asupan gizi juga akan terpengaruh. Indera penciuman,
penglihatan dan pendengaran juga mengalami penurunan fungsi.
b. Esophagus: Lapisan otot polos mulai melemah yang akan menyebabkan
gangguan kontraksi dan reflek spontan sehingga terjadi kesulitan
menelan dan makan menjadi tidak nyaman.
c. Lambung: Pengosongan lambung lebih lambat, sehingga orang akan
makan lebih sedikit karena lambung terasa penuh, terjadilah anoreksia.
Penyerapan zat gizi berkurang dan produksi asam lambung menjadi
lebih sedikit untuk mencerna makanan. Diatas umur 60 tahun, sekresi
HCl dan pepsin berkurang, akibatnya absorpsi protein, vitamin dan zat
besi menjadi berkurang. Terjadi overgrowth bakteri sehingga terjadi
penurunan faktor intrinsik yang juga membatasi absorbsi vitamin B12.
Fungsi asam empedu menurun menghambat pencernaan lemak dan
protein, terjadi juga malabsorbsi lemak dan diare.
d. Tulang: Kepadatan tulang akan menurun, sehingga akan mudah rapuh
(keropos) dan patah.
e. Otot: Penurunan berat badan sebagai akibat hilangnya jaringan otot dan
jaringan lemak tubuh. Presentasi lemak tubuh bertambah pada usia 40
tahun dan berkurang setelah usia 70 tahun. Penurunan kekuatan otot
mengakibatkan orang sering merasa letih dan merasa lemah, daya tahan
tubuh menurun karena terjadi atrofi. Berkurangnya protein tubuh akan
menambah lemak tubuh. Perubahan metabolisme lemak ditandai
dengan naiknya kadar kolesterol total dan trigliserida.
f. Ginjal: Fungsi ginjal menurun sekitar 55% antara usia 35–80 tahun.
g. Jantung dan pembuluh darah: jumlah jaringan ikat pada jantung (baik
katup maupun ventrikel) meningkat sehingga efisien fungsi pompa
jantung berkurang. Pembuluh darah besar terutama aorta menebal dan
menjadi fibrosis. Pengerasan ini, selain mengurangi aliran darah dan
meningkatkan kerja ventrikel kiri,juga mengakibatkan ketidakefisienan
baroreseptor (tertanam pada dinding aorta, arteri pulmonalis, sinus
karotikus). Kemampuan tubuh untuk mengatur tekanan darah
berkurang.
h. Paru: Elastisitas jaringan paru dan dinding dada berkurang, kekuatan
kontraksi otot pernapasan menurun sehingga konsumsi oksigen akan
menurun.
i. Endokrin: Terjadi perubahan dalam kecepatan dan jumlah sekresi,
respon terhadap stimulasi serta struktur kelenjar endokrin testosterone,
estrogen dan progesterone.
j. Kulit dan rambut: Kulit berubah menjadi tipis, kering, keriput dan tidak
elastis lagi. Rambut rontok dan berwarna putih, kering dan tidak
mengkilat.
k. Sistem imun: Penurunan fungsi imun yang berakibat tingginya
kemungkinan terjadinya infeksi dan keganasan.
3. Masalah kesehatan repproduksi yang di alami oleh lansia
a. Klimakterium
Klimakterium merupakan masa peralihan yang dilalui seorang wanita
dari masa reproduktif ke masa non reproduktif yang terjadi akibat
menurunnya fungsi generative atau endrokinologik dari ovarium. Pada
fase ini seorang wanita akan mengalami "kekacauan" pola
menstruasi,serta terjadi perubahan psikologis dan perubahan fisik.
Kejadian ini berlangsung ratarata selama 5tahun sebelum dan sesudah
menopause, dengan variasi ada yang sampai 10 tahun atau tanpa
kekacauan yang significan, sehingga klimakterium dapat terjadi pada
wanita sejak usia 40 tahun s/d 55tahun.

1) Masa Klimakterium
a) Premenopause Pada fase ini, fungsi reproduksi seorang wanita
mulai menurun hingga muncul keluhan atau tanda-tanda
menopause. Fase ini terjadi pada wanita berumur 40 tahun.
Perdarahan terjadi karena menurunnya kadar hormone estrogen,
kegagalan proses ovulasi yang dapat menyebabkan amenorrhea,
polimenorrhae serta hipermenorrhae.
b) Perimenopause Fase ini terjadi pada rentang 1-2 tahun sebelum
atau sesudah terjadinya menopause. Pada fase ini menopause
masih berlangsung dan timbul beberapa keluhan diantaranya hot
flushes, berkeringat banyak, depresi, serta perasaan mudah
tersinggung.
c) Post menopause Fase ini terjadi pada 3-5 tahun setelah
menopause. Biasanya akan timbul keluhan diantaranya
berkurangnya produksi lender atau timbulnya nyeri pada saat
melakukan senggama. Setelah fase klimakterium selesai,
seorang wanita akan mengalami fase post menopause yang
selanjutnya akan masuk pada fase senilis.
2) Kondisi Psikologis
Pada fase klimakterium terjadi penurunan fungsi hormone estrogen
yang diikuti dengan menurunnya fungsi indung telur yang
menyebabkan seorang wanita tidak bisa memproduksi sel telur. Pada
fase ini secara fisiologis menyebabkan haid tidak teratur, rahim
mengecil, kulit mulai keriput, dan mengalami sakit saat senggama
karena produksi lender pada vagina menurun.
3) Kondisi Fisiologis
Secara psikologis seorang wanita yang berada pada fase
klimakterium akan mengalami rasa cemas, gelisah, mudah
terseinggung, kesepian, merasa terasing, susah tidur, mudah lelah,
dan cemburu pada pasangan.
b. Menopouse
Menopause dikatakan terjadi apabila selama 12 bulan haid tidak datang
lagi, maka ditetapkan menopause sebenarnya. Sebelum menghadapi masa
menopause secara alamiah, seseorang akan dihadapkan pada masa
premenopause yang terjadi 3 – 5 tahun sebelum menopause sebenarnya.
Pada tahap ini keluhan klimakterium mulai berkembang. Selanjutnya
diikuti pada tahap menopause sampai akhirnya postmenopause yaitu
tahap awal setelah 12 bulan tidak haid. Tahap postmenopause akan
dihadapi semua wanita menopause baik yang alamiah maupun
menopause dini karena insidensi tertentu. Gabungan premenopause dan
postmenopause disebut masa perimenopause. Pada masa inilah terjadi
keluhan yang memuncak.
1) Tahapan Menopause

Tahapan menopouse

Tahap-tahap menopause dibagi menjadi empat bagian yaitu tahap


pramenopause, perimenopause, menopause, dan post menopause.
Tahap pramenopause adalah fase dimulainya menopause yang terjadi
sekitar usia 40 tahun. Saat ini menstruasi mulai tidak teratur yang
sering ditandai dengan siklus menstruasi yang memanjang, jumlah
darah relatif banyak dan sering disertai dengan nyeri haid. Fase
peralihan antara pramenopause dan pasca menopause disebut dengan
tahap perimenopause. Gejala yang dialami pada masa perimenopause
hampir sama dengan fase pramenopause. Rata-rata lama masa
perimenopause adalah 4 – 5 tahun, namun kadang-kadang bisa
bervariasi antara beberapa bulan hingga mencapai 10 tahun. Masa
perimenopause berakhir dalam waktu 1 tahun setelah dimulainya
menopause.

2) Tanda dan Gejala Menopause


a) Hot Flashes
Hot flashes yaitu perasaan panas, gerah bahkan rasa seperti
terbakar pada area wajah, lengan, leher, dan tubuh bagian atas serta
munculnya keringat berlebih khususnya pada malam hari. Kondisi
ini adalah kondisi yang paling sering dikeluhkan dan menjadi
pemberat utama dalam menghadapi masa klimakterium
b) Sulit Tidur
Kesulitan tidur sepanjang malam dengan atau tanpa gangguan
keringat. Kesulitan tidur ini bisa terjadi karena kegelisahan akibat
perubahan faal tubuh atau mungkin keinginan buang air kecil yang
datang lebih sering dari biasanya.
c) Nafsu Makan Bertambah
Nafsu makan bertambah menyebabkan seorang wanita Nampak
lebih gemuk yang ditunjang pelebaran pada bagian pinggul,
pinggang dan paha.Belum dapat dideteksi secara ilmiah mengapa
keinginan makan pada wanita perimenopause meningkat, namun
diduga, lemak tubuh akan diolah untuk terus menghasilkan
estrogen sehingga keinginan makan akan bertambah untuk
mensubtitusi pemecahan lemak tubuh.
d) Rambut Rontok
Kerontokan rambut membuat menipisnya rambut di kepala,
kemaluan dan seluruh tubuh.
e) Vagina Kering
Keringnya vagina dapat terjadi karena penurunan produksi hormon
estrogen yang secara berangsur – angsur meminimalkan
pengeluaran cairan vagina
3) Mempersiapkan Diri Menghadapi Menopause
a) Memenuhi makanan bergizi untuk menghambat dampak negative
menopause seperti melambatnya kinerja otak, mencegah kulit
mongering. Asupan zat gizi makanan harus terpenuhi secara
seimbang yaitu dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung
karbohidrat, protein, lemak omega 3 atau 6, vitamin A,B,C dan
lainnya, mineral, dan air.
b) Mengkonsumsi makanan yang mengandung phytohormon estrogen
seperti kacang kedelai, papaya yang bermanfaat untuk mencegah
terjadinya “hot flushes” pada saat seorang wanita mengalami
menopause dan mengurangi risiko peningkatan kolesterol. Seorang
wanita yang mengalami menopause juga perlu mengkonsumsi
makanan yang mengandung vitamin D seperti Ikan Tuna, Ikan
Salmon, minyak ikan, telur, dan susu yang akan memperkuat tulang
dan mengurangi terjadinya osteoporosis.
c) Wanita yang akan memasuki masa menopause sebaiknya
membiasakan diri untuk hidup rileks, menghindari tekanan, pikiran
yang membebani. Hal tersebut bertujuan untuk mengatasi
gangguan psikologis seperti stress.
d) Menghentikan kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alcohol.
Bagi wanita yang memiliki kebiasaan merokok dan mengkonsumsi
alcohol sebaiknya segera menghentikan kebiasaan tersebut agar
dapat mencegah dampak negative dan mengurangi gejala-gejala
menopause (misal kulit wajah mongering, warna kuku kusam
karena kandungan nikotin)
c. Senium
Fase Senium dialami oleh wanita berumur diatas 60 tahun dengan
kondisi mampu beradaptasi terhadap hidup tanpa estrogen.Gejala
psikosomatik menonjol.Secara patologis terdeteksi dengan mudah
terjadinya patah tulang terutam atulang paha sebagai akibat osteoporosis
karena tulang tipis dan keropos.Disamping itu juga terjadi gejala
kemunduran Intelectual Quotient (lQ) yang ditandai dengan cepat
lupa,ingatan berkurang,tidak terasa bila berkemih dan buang air
besar,serta sulit melakukan aktivitas di tempat tidur.
d. Andropouse
Andropause merupakan istilah penyebutan laki-laki yang mengalami
penuaan dengan segala konsekuensi dan gejala-gejala yang
ditimbulkannya dari segi fisik, sosial, dan mental. Andropause disebut
juga sebagai menopause pria.
1) Gejala Andropause
a) Potensi seksual menurun
b) Kurang bergairah
c) Mudah tersinggung
d) Daya konsentrasi menurun
e) Mudah letih, lesu, dan lemah
f) Mengurangi osteoporosis
g) Rambut rontok, kulit kering, organ reproduksi mengecil
2) Dampak Andropause
Suami yang mengalami andropause biasanya akan mudah tersinggung
karena kecewa dengan kondisi yang dialami. Pada masa andropause
seorang laki-laki terobsesi untuk mengetes daya seksualnya kepada
lawan jenis atau terobsesi oleh fantasi seksual yang melibatkan dan
mencari pasangan yang lebih muda usianya, pasangan
lain/berselingkuh.
C. Penurunan pola seksual pada wanita lansia
1. Pengertian
Seks merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang bersifat
mstmktif dan iaten, artinya seks merupakan suatu kebutuhan yang secara
alamiah mengingmkan untuk mendapat pemenuhan. Dan remaja adalah
masa di mana pemenuhan akan kebutuhan seks ini begitu menonjol.
Seksualitas menurut Martono (1981) didefmisikan sebagai bentuk
energi psikis atau kekuatan hidup yang mendorong suatu organisme untuk
berbuat sesuatu yang sifatnya seksual, baik dengan tujuan reproduksi atau
tidak, karena perbuatan seks itu disertai dengan suatu penghayatan yang
menyenangkan. Ditambahkan oieh Sarwono (1991), pengertian seksualitas
dapat dibedakan menjadi dua.
Kehidupan seksual merupakan bagian dari kehidupan manusia sehingga
kualitas kehidupan seksual ikut menentukan kualitas hidup.Hubungan
seksual yang sehat adalah hubungan seksual yang dikehendaki, dapat
dinikmati bersama pasangan suami dan istri dan 4 tidak menimbulkan akibat
buruk baik fisik maupun psikis termasuk dalam hal ini pasangan lansia.
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali
berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti: gangguan jantung,
gangguan metabolism, missal diabetes mellitus, vaginitis, kekurangan gizi,
karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang,
penggunaan obat-obat tertentu seperti antihipertensi, golongan steroid,
transquilizer. Factor psikologis yang menyertai lansia antara lain: rasa tabu
atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia, sikap
keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh
tradisi dan budaya, kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam
kehidupannya, pasangan hidup telah meninggal. Disfungsi seksual karena
perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas,
depresi, pikun, dsb (Utama, 2009).
2. Seksualitas pada wanita
Tidak diketahui atau tidak ada usia tertentu ketika seseorang mencapai
puncak tingginya dorongan seksual atau kemampuan untuk merasakan nafsu
seksual. Beberapa ahli telah mengidentifikasi bahwa puncaknya pada usia
35 tahun, tetapi tidak ada bukti ilmiah yang tepat untuk menentukan kapan
saatnya bagi setiap orang khususnya perempuan. Para ahli telah menemukan
bahwa kadar hormon perempuan biasanya meninggi sekitar usia 35 tahun,
tetapi apa yang sebenarnya terjadi untuk mengukur dorongan seksual adalah
dengan merasakan apa yang akan terjadi pada pikiran dan emosi seseorang.
perasaan terhadap seks dan minatnya mungkin sangat bervariasi, tetapi
kemampuan seorang perempuan untuk melakukan hubungan intim sejauh
ini, memiliki hasrat sehat, dan tentu saja mempunyai pasangan (Masland,
2006).
pada perempuan, ada beberapa gangguan yang sangat berpengaruh
besar terhadap sisi kewanitaannya seperti :
a. Penurunan sekresi estrogen setelah menopause
b. Hilangnya kelenturan/elastisitas jaringan payudara
c. Cerviks yang menyusut ukurannya
d. Dinding vagina atropi ukurannya memendek
e. Berkurangnya pelumas vagina
f. Matinya steroid seks secara tidak langsung mempengaruhi aktivitas
seks
g. Perubahan ageing meliputi penipisan bulu kemaluan, penyusutan bibir
kemaluan, penipisan selaput lendir vagina dan kelemahan otot perineal
3. Masalah Seksual Pada Lanjut Usia
Pertambahan usia menyebabkan perubahan-perubahan jasmani pada
pria atau wanita. Perubahan tersebut dapat berdampak pada kemampuan
seseorang untuk melakukan dan menikmati aktifitas seksual. Sejalan dengan
bertambahnya usia, masalah seksual merupakan masalah yang tidak kalah
pentingnya bagi pasangan usia lanjut. Masalah ini meliput ketakutan akan
berkurangnya atau bahkan tidak berfungsinya organ sex secara normal
sampai ketakutan akan kemampuan secara psikis untuk bisa berhubungan
sex.
Disfungsi seksual dapat diartikan sebagai suatu keadaan di mana yang
meliputi berkurangnya respon erotis terhadap orgasme, ejakulasi premature,
dan sakit pada alat kelamin sewaktu masturbasi.
Orang yang secara fisik sehat dan merasa sangat normal cenderung
melakukan aktivitas seksual sepanjang hidup mereka, kira-kira mendekati
usia 70-an. Ini berarti tidak ada waktu yang khusus kapan seseorang
berhenti melakukan hubungan seks hanya karena beberapa pasangan
menonaktifkan diri dari kegiatan itu (Masland, 2006). Penyesuaian fisik
yang paling sulit dilakukan oleh pria maupun wanita pada usia madya (40-
60 tahun) terdapat pada perubahan-perubahan kemampuan seksual mereka.
Wanita memasuki masa menopause atau perubahan hidup. Adapun pria
mengalami masa klimaterik pria. Terdapat fakta yang berkembang bahwa
perubahan tersebut merupakan bagian yang normal dari pola kehidupan dan
juga diketahui bahwa perubahan-perubahan psikologis selama usia madya
lebih merupakan akibat dari tekanan emosional dari pada gangguan fisik.
Alexander dan Allison dalam Darmojo (2010) mengatakan bahwa pada
dasarnya perubahan fisiologik yang terjadi pada aktifitas seksual pada usia
lanjut biasanya berlangsung secara bertahap dan menunjukkan status dasar
dari aspek vascular, hormonal, dan neurologiknya.
Perubahan fisiologik aktivitas seksual akibat proses penuaan bila
ditinjau dari pembagian tahapan seksual menurut (Kaplan) dalam Darmojo
(2010) adalah berikut ini:
a. Fase Hasrat (Desire)
Dipengaruhi oleh penyakit, masalah hubungan dengan pasangan,
harapan kultural, kecemasan akan kemampuan seks. Hasrat pada lansia
wanita mungkin menurun seiring makin lanjutnya usia, tetapi bias
bervariasi. Interval untuk meningkatkan hasrat seksual pada lansia pria
meningkat serta testosterone menurun secara bertahap sejak usia 55
tahun akan mempengaruhi libido.
b. Fase Arousal
1) Lansia wanita: pembesaran payudara berkurang, terjadi penurunan
flushing, elastisitas dinding vagina, lubrikasi vagina dan peregangan
otot-otot, iritasi uretra dan kandung kemih.
2) Lansia pria: ereksi membutuhkan waktu lebih lama, dan kurang
begitu kuat, penurunan produksi sperma sejak usia 40 tahun akibat
penurunan testosterone; elevasi testis ke perineum lebih lambat.
c. Fase Orgasme (Orgasmic)
1) Lansia wanita: tanggapan orgasme kurang intens disertai lebih
sedikit konstaktil kemampuan mendapatkan orgasme multiple
berkurang.
2) Lansia pria: kemampuan mengontrol ejakulasi membaik; kekuatan
dan jumlah kontraksi otot berkurang, volume ejakulasi menurun.
d. Fase Setelah Orgasme (Pasca Orgasmic)
Mungkin terdapat periode refrakter dimana pembangkitan gairah
sampai timbulnya fase orgasme berikutnya lebih sukar terjadi.

Perubahan Fisiologi Dan Aktivitas Seksual Yang Diakibatkan Oleh


Proses Menua Menurut Kaplan (dalam Darmajo 2010)

Fase
tanggapa Pada wanita lansia Pada pria lansia
n seksual

Fase Terutama dipengaruhi oleh Interval untuk meningkatkan


Desire penyakit baik dirinya sendiri hasrat melakukan kontak
atau pasangan, masalah seksual meningkat, hasrat
hubungan antar keduanya, sangat dipengaruhi oleh
harapan cultural dan hal-hal penyakit kecemasan akan
tentang harga diri. Desire kemampuan seks dan
pada lansia wanita mungkin masalah hubungan antara
menurun dengan makin pasangan. Mulai usia 55
lanjutnya usia, tetapi hal ini tahun testosterone menurun
bisa bervariasi bertahap yang akan
mempengaruhi libido.

Fase Pembesaran payudara Membutuhkan waktu lebih


arousal berkurang, semburan panas di lama untuk ereksi, ereksi
kulit menurun, elastisitas kurang begitu kuat,
dinding vagina menurun, testosterone menurun,
iritasi uretra dan kandung produksi seperma menurun
kemih meningkat, otot-otot bertahap mulai usia 40th,
yang menegang pada fase ini elevasi testis ke perineum
menurun. lebih lambat dan sedikit
penguasaan atas ejakulasi
biasanya membaik.

Fase Tanggapan orgasmic Kemampuan mengontrol


orgasmic mungkin kurang intens ejakulasi membaik, kekuatan
(fase disertai sedikit kontraksi, kontraksi otot dirasakan
muscular) kemampuan untuk berkurang, jumlah kontraksi
mendapatkan orgasme menurun, volume ejakulat
multiple berkurang dengan menurun.
makin lanjutnya usia.

Fasse Mungkin terdapat periode Periode refrakter memanjang


pasca refrakter, dimana secara fisiologis, dimana
orgasmik pembangkitan gairah secara ereksi dan orgasme
segera lebih sukar berikutnya lebih sukar
terjadi.
4. PENGARUH PENUAAN TERHADAP SEKSUAL WANITA PADA
LANJUT USIA
Pengaruh utama proses menua pada seksualitas wanita dihubungkan
dengan perubahan pada saat menopause. Faktor penting adalah reduksi yang
menandai sirkulasi estrogen yang ditemukan pada wanita sesudah
menopause. Hormon estrogen penting untuk mempertahankan keadaan
normal vagina dan untuk tanggapan seksual. Selaput lendir vagina sesudah
menopause mengalami penipisan. Di samping itu, terjadi pengurangan
pelumasan selama bangkitnya gairah seksual. Faktor-faktor ini dapat
menyebabkan ketidaknyamanan selama bersenggama. Terdapat beberapa
bukti bahwa jika seorang wanita tetap aktif secara seksual, perubahan
tersebut kurang nyata. Proses menua juga mengakibatkan beberapa
penyusutan vagina dan labia minora. Kepekaan vagina berkurang (Hawton,
1993).
Perubahan-Perubahan Fisiologis pada Wanita berkaitan dengan
bertambahnya usia :
a. Penurunan Sekresi estrogen setelah menopause
b. Hilangnya kelenturan/elastisitas jaringan payudara
c. Cerviks yang menyusut ukurannya
d. Dinding vagina atropi ukurannya memendek
e. Berkurangnya pelumas vagina
f. Matinya steroid seks secara tidak Iangsung mempengaruhi aktivitas
seks
g. Perubahan “ageing” meliputi penipisan bulu kemaluan, penyusutan
bibir kemaluan, penipisan selaput lendir vagina dan kelemahan utot
perineal

Secara umum pengaruh penuaan fungsi seksual wanita sering dihubungkan


dengan penurunan hormon,seperti berikut ini :

a. Lubrikasi vagina memerlukan waktu lebih lama


b. Pengembangan dinding vagina berkurang pada panjang dan lebarnya
c. Dinding vagina menjadi tipis dan mudah teriritasi
d. Selama hubungan seksual dapat terjadi iritasi pada kandung kemih dan
uretra
e. Sekresi vagina berkurang keasamannya, meningkat kemungkinan
terjadi infeksi
f. Penurunan elivasi uterus
g. Atrofi labia mayora dan ukuran klitoris menurun
h. Fase orgasme lebih pendek
i. Fase resolusi muncul lebih cepat
j. Kemampuan multipel orgasme masih baik

Aktivitas seksual mungkin terbatas karena ketidakmampuan spesifik,


tetapi dorongan seksual, ekspresi cinta, dan perhatian tidak mengalami
penurunan yang sama. Dari pada penurunan fungsi seksual diasumsikan
dengan sakit, lebih baik perhatian difokuskan pada sesuatu yang masih
mungkin dilakukan. Mengembangkan kepercayaan diri dan membentuk
ekspresi seksual yang baru dapat banyak membantu pada lansia yang
mengalami ketidakmampuan seksual.

Atritis dengan deformitas pada sendi, kemungkinan terjadi kontraktur


dan nyeri, kanker dengan nyeri dan komplikasi operasi, kemoterapi dan
radiasi, gangguan neoromuskular yang menyebabkan atrofi otot, tonus yang
tidak normal, dan gerakan yang tidak normal menyebabkan lansia merasa
kurang menarik dan tidak mempunyai daya tarik seksual. Perasaan negatif
ini menghambat pengembangan emosi dan fisik. Beberapa penyakit
dihubungkan dengan daya tahan atau nyeri dapat menyebabkan gangguan
seksual dan aktivitas. Penyakit kronis menyebabkan ketakutan dan
menghalangi dorongan aktivitas seksual. Ketakutan dan persepsi negatif
harus diatasi sehingga lansia dapat menikmati kehidupan/ hubungan
seksualnya. Pada beberapa lansia, kunci utama mempertahankan hubungan
seksual secara penuh adalah kemampuan untuk mengubah pola lama ke pola
baru dengan baik (Pudjiastuti, 2002). Akan tetapi, walaupun pengaruh 16
proses menua sangat mengganggu seksualitas wanita, penemuan bahwa
banyak wanita tetap aktif secara seksual dan menikmati hubungan seks
hingga usia 60 tahun, 70 tahun, dan bahkan 80 tahun sangat
menggembirakan. Sebagai contoh, Persson (1980) di Swedia menemukan
bahwa 16% dari 266 wanita berusia 70 tahun tetap aktif secara seksual.
Dalam studi ini, 36% dari 91 wanita yang menikah masih tetap aktif
(Hawton, 1993).

5. SEKS DAN LIBIDO PADA LANSIA PEREMPUAN


Dengan makin meningkatnya usia, maka sering dijumpai gangguan
seksual pada wanita. Akibat kekurangan hormon estrogen, aliran darah
kevagina berkurang, cairan vagina Berkurang, dan sel – sel epitel vagina
menjadi tipis dan mudah cidera. Beberapa penelitian membuktikan bahwa
kadar estrogen yang cukup merupakan faktor terpenting untuk
mempertahankan kesehatan dan mencegah dan mencegah vagina dari
kekeringan sehingga tidak menimbulkan nyeri saat senggama
(Baziad,2003).
Wanita dengan kadar estrogen yang kurang/menurun, lebih banyak
mengeluh masalah seksual seperti vagina kering,perasaan terbakar, gatal,
dan sering keputihan. Akibat cairan vagina berkurang, umumnya wanita
mengeluh sakit saat senggama sehingga tidak mau lagi melakukan
hubungan sexs. Nyeri senggama ini akan bertambah buruk lagi apabila
hubungan sexs makin jarang dilakukan (Baziad, 2003).
Pada masa menopouse, sebanyak 15% wanita mengeluh vagina kering,
walaupun Haid mereka masih teratur. Pada masa pasca manopouse, wanita
mengeluh vagina kering meningkat sampai dengan 50%. Pada keadaan
kadar esterogen sangat rendah pun wanita tetap mendapatkan orgasme.
Yang terpenting adalah melakukan hubungan sexsual secara teratur agar
elastisitas vagina masih tetap di pertahankan . Hampir 50% wanita usia
antara 55 – 57 tahun seksualnya masih tetap aktif, Orgasme tetap saja
diperoleh hingga usia pasca menopouse, Sehingga bila wanita mengeluh
aktivitas seksual mulai menurun, Maka penyebabnya kemungkinan terletak
kepada pasanganya sendiri (Baziad,2003).
Libido sangat dipengaruhi oleh banyak faktor seperti perasaan,
lingkungan dan hormonal. Androgen kelihatnya memiliki perasaan penting
dalam hal peningkatan libido, karena pada wanita yang telah diangkat kedua
ovariumnya, Penurunan Libido yang terjadi erat kaitanya dengan penurunan
kadar endrogen. Baik pada wanita dengan menopouse 17 alami, maupun
pada wanita pasca ooforektomi. Pemeriksaan androgen kombinasi dengan
estrogen akan meningkatkan Libido.
6. Perubahan fisiologis dalam respon seksual pada wanita lansia
a. excitation phase
1) berkurangnya lubrika vagina perlu waktu 1 sampai 3 menit untuk
sekresi vagina yang ade kuat
2) Berkurangnya kemampuan labia untuk mendatar dan terpisah.
3) Kehilangan kemampuan elevasi labia Mayora.
4) Menurunnya elastisitas vagina.
5) Uterus lebih lama berelevasi.
6) Berkurangnya tekanan otat.
b. jenis perubahan
1) Orgasme phase
a) berkurangnya kontraksi saat orgasme saat muda 2 sampai 3 kali,
lansia hanya satu kali.
b) Kontraksi rektal hanya terjadi dengan tekanan yang kuat.
c) Ereksi puting susu membutuhkan waktu yang lama.
2) fase resolusi titik
a) Klitoris dan orgasme yang berlangsung cepat
7. Hormon yang mempengaruhi pola seksual pada wanita.
Estrogen merupakan hormon utama wanita yang berperan penting
dalam perkembangan reproduksi dan seksual produksi ini dimulai saat
wanita memasuki masa pubertas meskipun sebagian besar produksi estrogen
terjadi di ovarium kelenjar adrenal dan sel-sel lemak menghasilkan kadar
estrogen dalam jumlah kecil.
8. Penyebab hormon esterogen menurun
Hormon estrogen akan berkurang seiring bertambahnya usia ketika
wanita memasuki masa menopause reproduksi hormon estrogen akan
menurun drastis.
Namun wanita yang masih muda juga dapat mengalami hormon
estrogen karena hormon dihasilkan di dalam ovarium maka segala sesuatu
yang mengganggu ovarium dapat mempengaruhi produksi hormon estrogen
Berikut ini beberapa penyebab penurunan hormon estrogen pada wanita
muda:
a. olahraga yang berlebihan
b. mengidap gangguan makanan seperti anoreksia
c. kalender pituitary yang berfungsi rendah
d. kegagalan organ ovarium yang dapat disebabkan oleh cacat genetik
toksin atau kondisi autoimun
e. sindrom Turner
f. penyakit ginjal kronis
pada wanita usia 40 tahun penurunan hormon estrogen bisa
menandakan bahwa masa menopause sudah dekat. Masa transisi ini disebut
juga peri menopause. Selama perimenopause, ovarium masih akan
menghasilkan hormon estrogen. Namun, produksi hormon akan melambat
sampai mencapai masa menopause. Ketika sudah menopause, maka hormon
estrogen tidak akan diproduksi lagi.
D. SENAM LANSIA
1. Pengertian
Senam lansia adalah serangkaian gerakan yang teratur, terarah serta
terencana, dilakukan dengan maksud meningkatkan kemampuan fungsional
tubuh. Jenis aktivitas ringan yang dapat dilakukan pada lansia ialah senam
titik senam bugar lansia adalah serangkaian gerakan yang teratur, terarah
dan terencana yang diikuti oleh lansia yang dilakukan dengan tujuan dapat
meningkatkan kemampuan fungsional raga secara bertahap. Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan Tabita Ma Windri dkk tahun 2019
didapatkan bahwa sebelum dilakukan aktivitas fisik rata-rata kualitas hidup
62,8% dan meningkat menjadi 65,25%. Dalam domain kualitas hidup ini
dibagi menjadi 4 yaitu kesehatan fisik, kesehatan jiwa, hubungan sosial, dan
lingkungan. Dapat disimpulkan terdapat kenaikan kualitas hidup lansia
dengan rata-rata 2,48%.
Senam merupakan suatu latihan tubuh yang dipilih dan dikonstruk
dengan sengaja, dilakukan secara sadar dan terencana, disusun secara
sistematis dengan tujuan meningkatkan kesegaran jasmani, mengembangkan
keterampilan, dan menanamkan nilai-nilai mental spiritual. Menariknya
olahraga senam ini dikarenakan gerakan yang dilakukan diiringi dengan
musik, membawa keceriaan dalam melakukan gerakan, sehingga senam
dapat dijadikan sarana untuk melepas kelelahan baik fisik maupun psikis
selain untuk meningkatkan kondisi fisik.
Senam lansia adalah serangkaian gerak nada yang teratur dan terarah
serta terencana yang diikuti oleh orang lanjut usia yang dilakukan dengan
maksud meningkatkan kemampuan fungsional raga. Senam lansia ini
dirancang secara khusus untuk melatih bagian-bagian tubuh serta pinggang,
kaki serta tangan agar mendapatkan peregangan bagi para lansia, namun
dengan gerakan yang tidak berlebihan. Senam lansia dapat menjadi program
kegiatan olahraga rutin yang dapat dilakukan di posyandu lansia atau di
rumah dalam lingkungan masyarakat. Senam lansia dilakukan dengan
senang hati untuk memperoleh hasil latihan yang lebih baik yaitu kebugaran
tubuh dan kebugaran mental seperti lansia merasa berbahagia, senantiasa
bergembira, bisa tidur lebih nyenyak, pikiran tetap segar.
2. Manfaat Senam Lansia
Menurut Nugroho tahun 2008, manfaat senam lansia adalah sebagai berikut:
a. Memperlambat proses degenerasi karena pertambahan usia
b. Memudahkan penyesuaian kesehatan jasmani dalam kehidupan
(adaptasi)
c. Melindungi dan memperbaiki tenaga cadangan untuk keadaan
bertambahnya kebutuhan, misalnya sakit
d. Olahraga 2-3 kali seminggu membuat tubuh tetap sehat dan segar

Senam lansia akan membantu tubuh tetap bugar dan segar karena
melatih tulang tetap kuat, mendorong jantung bekerja optimal, dan
membantu menghilangkan radikal bebas yang berkeliaran di dalam tubuh.
Dapat dikatakan bugar, atau dengan perkataan lain mempunyai kesegaran
jasmani yang baik bila jantung dan peredaran darah baik sehingga tubuh
seluruhnya dapat menjalankan fungsinya dalam waktu yang cukup. Senam
lansia disamping memiliki dampak positif terhadap peningkatan fungsi
organ tubuh juga berpengaruh dalam meningkatkan imunitas dalam tubuh
manusia setelah latihan teratur.

Olahraga dengan teratur seperti senam lansia dapat mencegah atau


memperlambat kehilangan fungsional organ. Bahkan dari berbagai
penelitian menunjukkan bahwa latihan atau olahraga seperti senam lansia
dapat mengurangi berbagai resiko penyakit seperti hipertensi, diabetes
melitus, penyakit arteri koroner dan kecelakaan Semua senam dan aktifitas
olahraga ringan sangat bermanfaat untuk menghambat proses degeneratif.
Senam ini sangat dianjurkan untuk mereka yang memasuki usia pralansia
(45 tahun) dan usia lansia (65 tahun ke atas) (Sumosardjuno,1995). Dengan
mengikuti senam lansia efek minimalnya adalah lansia merasa berbahagia,
senantiasa bergembira, bisa tidur lebih nyenyak, pikiran tetap segar.
Terlebih karena senam lansia sering dilakukan secara berkelompok sehingga
memberikan perasaan nyaman dan aman bersama sesama manusia lanjut
usia lainnya dalam menjalani aktifitas hidup (Setiawan, 2012).

Manfaat kesehatan jasmani pada lanjut usia secara fisiologi dampak


langsung dapat membantu mengatur kadar gula darah, merangsang
adrenalin dan nor-adrenalin, peningkatan kualitas dan kuantitas tidur.
Dampak jangka panjang dapat meningkatkan daya tahan
aerobik/kardiovaskular, kekuatan otot rangka dan kelenturan, keseimbangan
dan koordinasi gerak serta kelincahan. Dampak secara psikologis dapat
membantu memberi perasaan santai, mengurangi ketegangan dan
kecemasan, meningkatkan perasaan senang. Dampak jangka panjang dapat
meningkatkan kesegaran jasmani dan rohani secara utuh, kesehatan jiwa,
fungsi kognitif, penampilan dan fungsi motorik. Manfaat sosial secara
langsung dapat membantu Buku Saku 14 pemberdayaan lansia, peningkatan
integritas sosial dan budaya. Dampak jangka panjang dapat meningkatkan
keterpaduan dan kesetiakawanan.
3. Sistematik gerakan senam pada lansia
Menurut lengkong 2016 mengemukakan senam bugar lansia terdiri dari
berbagai macam urutan gerakan untuk melatih koordinasi tubuh,
keseimbangan, fleksibilitas, dan pernafasan. Senam bugar lansia merupakan
rangkaian gerak ritmis yang teratur terarah dan terencana yang selanjutnya
diikuti oleh lansia yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
fungsional tubuh. Senam lansia ini dirancang khusus untuk melatih bagian-
bagian tubuh seperti pinggang, kaki dan tangan agar mendapat peregangan
dengan gerakan yang mudah dan tidak berlebihan (suparwati dkk 2017).
BAB III

ASUHAN KEBIDANAN PADA KELUARGA

A. Pengkajian data
Format Pengkajian Data

Tanggal : 20 Oktober-19 November

Nama Pewawancara : Yuly Ratna Efendi

Nama Responden : Ibu Rina Febriani

Keluhan : Aur Kuning

Rt :

Kecamatan : Aur Birugo Tigo Baleh

Kabupaten : Bukittinggi

B. Analisa Data

C. Perumusan Masalah
Ruang lingkup pembahasan dalam penulisan laporan penyuluhan

kebidanan komunitas II ini meliputi manajemen asuhan kebidanan pada

Lansia.

1. Apa saja nutrisi yang harus terpenuhi oleh lansia ?

2. Apa saja penyakit reproduksi yang dialami oleh Lansia?

3. Mengapa pola seksualitas pada wanita lansia menurun ?

4. Apa manfaat dilakukannya senam lansia ?

D. Perencanaan
1. Peserta
Mahasiswa semester v prodi D-III Kebidanan universitas muhammadiyah
sumatera barat
2. Waktu
Lokasi waktu penyuluhan asuhan kebidanan komunitas II dilaksanakan
selama 4 minggu , dimulai tanggal 20 oktober sampai 19 november 2022
3. Lokasi
Pengkajian asuhan komunitas pada balita ini dilaksanakan di komplek
perumahan warga belakang kampus universitas muhammadiyah Sumatra
barat.

E. Pelaksanaan
1. Adapun kegiatan pelaksanaan di lakukan 4 kali kunjungan ke rumah
warga
a. Kegiatan Kunjungan I Dilakukan Tanggal 20 Oktober 2022
b. Kegiatan Kunjungan II Dilakukan Tanggal 31 Oktober 2022
c. Kegiatan Kunjungan III Dilakukan Tanggal 9 November 2022
d. Kegiatan Kunjungan IV Dilakukan Tanggal 19 November 2022
2. Tim pelaksana kegiatan bertanggung jawab dalam penyuluhan , sesuai
dengan rencana
3. Pencatatan dan laporan kegiatan dilaksanakan sesuai dengan petunjuk
penyuluhan asuhan kebidanan komunitas.

F. Evaluasi
1. Ibu sudah mengerti tentang nutrisi apa saja yang harus di penuhi oleh
lansia
2. Ibu mengetri dan memahami penyakit reproduksi apa saja yang oleh
lansia
3. Ibu sudah memehami mengapa pada wanita lansia pola seksualitas
menjadi menurun
4. Ibu sudah mengerti tentang pentingnya dilakukan senam lansia
BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

Pada studi kasus ini, pelaksanaan penyuluhan asuhan kebidanan komunitas

II pada Ny “ R” 57 tahun di komplek perumahan belakang kampus um sumbar,

dari tanggal 20 oktober 2022 sampai 19 november 2022. Asuhan dilakukan ke

rumah warga dengan cara mengumpulkan data subjektif, objektif, menganalisa,

dan melakukan penatalaksanaan sesuai dengan asuhan kebidaanan komunitas II

dijabarkan sebagai berikut:

A. Asuhan Kebidanan Gizi pada lansia

Pada tanggal 20 oktober 2022, datang ke rumah pasien dengan

kunjungan home visit pukul 11.00 wib. Ibu bersedia di beri asuhan gizi

pada lansia oleh mahasiswa kebidanan, kegiatan penyuluhan dilakukan 15

menit mulai dari pembukaan sampai mengucapkan salam penutup. Metode

penyuluhan berupa ceramah dan media alat yang di perlihatkan yaitu

lembar timbal balik.

Asuhan yang diberikan kepada ibu adalah gizi pada Lansia, yaitu

status gizi lansia adalah keadaan tubuh yang merupakan akibat dari

konsumsi makanan dan pengunaan zat-zat gizi dengan 4 klasifikasi, yaitu

status gizi buruk, status kurang, status gizi baik, status gizi lebih. Jadi,

lansia yang mengalami gizi baik disebabkan karena pengetahuan dan

perhatian dari keluarga terhadap asupan nutrisi yang di dapatkan ibu.

B. Asuhan Kebidanan kesehatan reproduksi pada lansia

Pada tanggal 31 oktober 2022, datang ke rumah pasien dengan

kunjungan home visit pukul 15.00 wib. Ibu dan balita bersedia di beri
asuhan oleh mahasiswa kebidanan, kegiatan penyuluhan dilakukan 15

menit mulai dari pembukaan sampai mengucapkan salam penutup. Metode

penyuluhan berupa ceramah dan media alat yang di perlihatkan yaitu video

animasi.

Asuhan yang diberikan kepada ibu adalah, masalah kesehatan

reproduksi apasaja yang di alami oleh lansia, sehingga para lansia tidak

takut lagi dan tidak perlu cemas akan perubahan fisiologis dan psikologis

yang di alami. Masalah kesehatan reproduksi yang di alami oleh lansia

antara lain klimakterium,menopouse,senium,andropouse.

C. Asuhan Kebidanan penurunan pola seksualitas pada wanita lansia

Pada tanggal 9 november 2022, datang ke rumah pasien dengan

kunjungan home visit pukul 15.30 wib. Ibu dan balita bersedia di beri

asuhan oleh mahasiswa kebidanan, kegiatan penyuluhan dilakukan 15

menit mulai dari pembukaan sampai mengucapkan salam penutup. Metode

penyuluhan berupa ceramah dan media alat yang di perlihatkan yaitu

berupa lembar balik.

Asuhan yang diberikan kepada ibu adalah edukasi mengenai pola


seksualitas yang menurun pada wanita lansia, wanita yang telah memasuki
masa menopouse akan mengalami perubahan dari segi pola seksual.
Wanita lansia akan mengalami penurunan hormon esterogen yang mana
hormon tersebut yang tadinya menyebabkan ibu memiliki pola seksual
seperti saat sebelum masa menopouse. Berbeda dengan wanita lansia, pria
lansia tidak memiliki penurunan pola seksual walaupun sudah memasuki
masa andropouse.
D. Asuhan kebidanan pentingnya di lakukan senam lansia

Pada tanggal 19 november 2022, datang ke rumah pasien dengan

kunjungan home visit pukul 14.30 wib. Ibu dan balita bersedia di beri

asuhan oleh mahasiswa kebidanan, kegiatan penyuluhan dilakukan 15

menit mulai dari pembukaan sampai mengucapkan salam penutup. Metode

penyuluhan berupa ceramah dan media alat yang di perlihatkan yaitu

berupa video.

Asuhan yang diberikan kepada ibu adalah betapa pentingnya para

lansia melakukan senam lansia ini secara rutin, guna untuk menjaga

imunitas tubuh lansia dan menjadikan lansia menjadi lebih produktif dan

terhindar dari penyakit-penyakit lansia yang biasa di alamin oleh lansia

pada umumnya. Senam lansia memiliki ritme yang teratur dan sistematis,

sehingga memberikan dampak yang sangat baik bagi lansia.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis melakukan penyuluhan asuhan kebidanan komunitas II

selama empat minggu dari pemenuhan nutrisi pada lansia,kesehatan

reproduksi lansia,penurunan pola seksual pada wanita lansia,dan pentingnya

melaukan senam lansia. Maka penulis mengambil kesimpulan yaitu sebagai

berikut :

1. Penulis telah mampu melaksanakan penyuluhan asuhan kebidanan

komunitas II secara menyeluruh dari pemenuhan nutrisi pada

lansia,kesehatan reproduksi lansia,penurunan pola seksual pada

wanita lansia,dan pentingnya melaukan senam lansia dengan baik dan

lancar.

B. Saran

1. Bagi penulis

Diharapkan lebih dalam mengkaji setiap kasus agar mengetahui

dampak dan risiko kedepannya yang terjadi saat pemenuhan nutrisi

pada lansia,kesehatan reproduksi lansia,penurunan pola seksual pada

lansia wanita, dan pentingnya melakukan senam lansia. Diharapkan

dapat mengaplikasikan teori yang di dapat selama proses penyuluhan

secara langsung di lapangan berkaitan dengan memberikan asuhan

kebidanan pada ibu dan balita yang bermutu dan berkualitas.


2. Bagi Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Sumatra Barat.

Diharapkan Laporan penyuluhan asuhan kebidanan komunitas II

ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi mahasiswa Fakultas

Kesehatan Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat dalam

memahami pelaksanaan laporan penyuluhan asuhan kebidanan

komunitas II dengan baik.


DAFTAR PUSTAKA

Aqila Smart.(2010). Bahagia di Usia Menopause. Yogyakarta : A Plus Books

BKKBN.2012. Media Pembelajaran BKL Seri 2: Pembinaan Kesehatan Fisik


Pada Lansia. BKKBN: Jakart

Goldsmith,C.Theodore. 2014. An Introduction to Biological Aging Theory. Azinet


Press

Bandiyah,Siti. 2009. Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. Numed: Yogyakarta

Al-Kandari, Y.Y. (2011). Relationship of Strength of Social Support and


Frequency of Social Contact with Hypertension and General Health Status
Among Older Adults in the Mobile Care Unit in Kuwait. J Cross Cult
Gerontol, 26:175–187

BKKBN. 2012. Pembinaan Kesehatan Reproduksi Pada Lansia. BKKBN: Jakarta

Bina Keluarga Lansia (BKL) Direktorat Pengembangan Ketahanan


Keluarga,BKKBNPusatJakarta,2010

Martono, (2009). Buku Ajar Boedhi – Darmojo Geriatri Ilmu Kesehatan Usia
Lanjut. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai