Anda di halaman 1dari 60

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

PADA ANAK USIA SEKOLAH KELAS VII


DI SMP NASIONAL KOTA MALANG

Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik


Departemen Keperawatan Komunitas
Yang Dibimbing oleh Joko Wiyono, S.Kp, M.Kep, Sp.Kom

Disusun Oleh:
Danang Widyanata Adhitama
NIM. P17212205039

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya
penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Laporan Asuhan Keperawatan
Komunitas Pada Anak Usia Sekolah Kelas VII di SMP Nasional Kota Malang.
Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas Praktik Klinik Keperawatan
Komunitas di Program Studi Pendidikan Profesi Ners, Poltekkes Kemenkes
Malang.
Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai
pihak sangatlah sulit untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, atas
terselesaikannya laporan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. Budi Susatia S.Kep, M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kemenkes Malang.
2. Imam Subekti, S.Kp, M.Kep, Sp.Kom selaku Ketua Jurusan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang.
3. Joko Wiyono, S.Kp, M.Kep, Sp.Kom selaku Ketua Pogram Studi
Profesi Ners Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang.
4. Mohammad Fadlulloh, S.Pd selaku staff guru SMP Nasional Malang
5. Seluruh pihak yang telah memberikan penulis energi positif,
pandangan, pengalaman dan motivasi untuk menyelesaikan laporan
ini.

Penulis menyadari sepenuhnya dalam penyusunan laporan ini jauh dari


sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan, menambah pengetahuan
bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Malang, 1 Juli 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman Judul
Lembar Pengesahan ........................................................................................ ii
Kata Pengantar ............................................................................................... iii
Daftar Isi......................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2. Tujuan ................................................................................................ 3
1.3. Manfaat .............................................................................................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Definisi Anak Usia Sekolah ................................................................ 4
2.2. Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Sekolah ............. 5
2.3. Perkembangan Anak Usia Sekolah ..................................................... 6
2.4. Perilaku Menyimpang ....................................................................... 13
2.5. Masalah Anak Usia Sekolah ............................................................. 19
2.6. Konsep Anak Usia Sekolah Sehat..................................................... 21
2.7. Program Pemerintah Untuk Anak Usia Sekolah ............................... 22
2.8. Tinjauan Asuhan Keperawatan ......................................................... 23

BAB III LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN


3.1. Pengkajian ......................................................................................... 28
3.2. Data Inti Komunitas .......................................................................... 28
3.3. Data Subsistem Komunitas ............................................................... 33
3.4. FGD (Focus Group Discussion) ....................................................... 35
3.5. Analisa Data ...................................................................................... 36
3.6. Diagnosa Keperawatan ..................................................................... 37
3.7. Penyusunan Skala Prioritas ............................................................... 38
3.8. Intervensi Keperawatan Komunitas .................................................. 39
3.9. Implementasi dan Evaluasi .............................................................. 41

BAB IV PEMBAHASAN
4.1. Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan Tentang Menjaga Kesehatan
Diri Selama Pandemi pada Siswa dan Siswi Kelas VII SMP
Nasional Malang ............................................................................... 43
4.2. Rencana Tindak Lanjut ..................................................................... 45
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan ....................................................................................... 46
5.2. Saran ................................................................................................. 46

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 47


LAMPIRAN

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Keperawatan komunitas ditujukan untuk mempertahankan kesehatan, serta
memberikan bantuan melalui intervensi keperawatan sebagai dasar keahliannya dalam
membantu individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam mengatasi berbagai
masalah keperawatan kesehatan yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Perawat
sebagai orang pertama dalam tatanan pelayanan kesehatan, melaksanakan fungsi-fungsi
yang sangat relevan dengan kebutuhan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
Sehat secara social merupakan hasil dari interaksi positif di dalam komunitas (Efendi,
2015).
Viralnya Covid-19 yang disebabkan oleh severe acute respiratory syndrome-
corona virus-2 (SARS-CoV-2) telah menimbulkan kepanikan diseluruh dunia termasuk
di Indonesia. Meskipun WHO, Centers for Disease Control and Prevention (CDC)
maupun Kementrian Kesehatan RI telah mengeluarkan banyak informasi-informasi
aktual dan panduan-panduan terkait Covid-19, tetapi berita-berita tidak sahih masih
simpang siur yang tersebar di antara masyarakat. Padahal penularan virus ini dapat
dicegah dengan menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), seperti cuci
tangan dengan baik dan benar, etika batuk, serta menjaga kesehatan dan sistem kekebalan
tubuh.
Hasil survei demografi dan kesehatan Indonesia (2017) menunjukkan bahwa 93%
masyarakat Indonesia sudah terbiasa melakukan cuci tangan menggunakan sabun dan air
mengalir. Sisanya masyarakat Indonesia mencuci tangan hanya menggunakan air dan
deterjen pembersih, serta mencuci tangan dengan sabun tanpa menggunakan air. Hal
tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sudah memiliki kebiasaan yang baik
untuk mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan air mengalir. Hanya saja saat
situasi pandemi ini terjadi intensitasnya di tingkatkan (Kompas: 10 April 2020).
Pencegahan virus COVID-19 sebagaimana di anjurkan oleh pemerintah salah
satunya yaitu dengan sesering mungkin untuk mencuci tangan menggunakan sabun dan
air mengalir sampai tangan bersih. Dan sebaiknya tidak menyentuh bagian muka yang

1
meliputi hidung, mata dan mulut jika tangannya dalam kondisi kotor. Jika memang tidak
ada sabun dan air di anjurkan untuk mencuci tangan menggunakan hand snatizer.
Sehat dalam pengertian atau kondisi mempunyai batasan yang berbeda-beda.
Secara awam sehat diartikan keadaan seseorang dalam kondisi tidak sakit, tidak ada
keluhan, dapat menjalankan kegiatan sehari-hari, dan sebagainya. Menurut lembaga
organisasi kesehatan dunia (WHO), kesehatan adalah keadaan yang sempurna baik fisik,
mental, maupun sosial dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat (Novitasari and
Filtri 2018). Hal ini berarti kesehatan seseorang tidak hanya diukur dari aspek fisik,
mental, dan sosial saja, tetapi juga diukur dari produktifitasnya, di mana seluruh aspek
kehidupan sangat mendukung kondisi kesehatan manusia (Soekidjo Notoatmodjo,
2006:2).
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 79 tentang Kesehatan, ditegaskan
bahwa “Kesehatan Sekolah” diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan hidup
sehat peserta didik dalam lingkungan hidup sehat sehingga dapat belajar, tumbuh,
berkembang secara harmonis sehingga diharapkan menjadi sumber daya manusia yang
berkualitas (Taryatman, 2008:16).
Situasi kesehatan anak usia sekolah dan remaja pada saat ini berdasarkan data
Riskesdas dan GSHS pada anak usia SD kondisi kesehatan lebih terkait pada PHBS dan
gizi, diantaranya stunting, kurus, gemuk, anemia, kecacingan, sarapan dengan mutu
rendah, kurang makan sayur dan buah, tidak menggosok gigi minimal 2 kali sehari,
makan makanan berpenyedap, tidak mencuci tangan pakai sabun dan BAB tidak di
jamban. Sedangkan situasi kesehatan di usia remaja di tingkat SMP sampai SMA lebih
terkait pada gizi, PHBS dan mental emosional. Data tersebut diantaranya kurus, stunting,
gemuk, anemia, konsumsi makanan siap saji, konsumsi softdrink, terpapar rokok,
masalah mental emosional remaja seperti merasa orang tua tidak mengerti serta merasa
kesepian dan khawatir (Kemenkes, 2017).
Oleh karena itu, pada situasi pandemi saat ini, yang mengharuskan kegiatan
mengajar disekolah dilakukan secara daring (online), penting untuk memberikan
perhatian pada perilaku sehat anak usia sekolah, yang mana biasanya dapat diawasi secara
langsung oleh guru dan saat ini peran guru untuk memberikan edukasi pada siswa tidak
dapat dilakukan secara langsung. Dengan demikian peran serta orang tua dibutuhkan,

2
sehingga para orang tua harus mengetahui bagaimana menerapkan pola hidup bersih dan
sehat di masa pandemi dengan baik.

1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari praktik keperawatan komunitas yaitu untuk meningkatkan
perhatian guru dan orang tua pada penerapan pola hidup bersih dan sehat kepada anak
usia sekolah dilingkungan tempat tinggal sehingga tercapai derajat kesehatan yang
optimal.
1.2.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari keperawatan komunitas anak usia sekolah di SMP Nasional
Malang adalah :
a. Mahasiswa mendapatkan pengalaman di lapangan dengan segala situasi dan
kondisi kesehatan anak usia sekolah dengan menggunakan pendekatan
konsep dan proses keperawatan
b. Mahasiswa mendapatkan pengalaman nyata dalam mengelola suatu kegiatan
keperawatan pada anak usia sekolah
c. Mahasiswa mendapatkan pengalaman nyata dalam mengidentifikasi atau
membantu pendidik dan orang tua dalam menjaga kesehatan anak usia
sekolah serta berupaya mencegah/menanggulangi permasalahan yang ada
bersama- sama dengan pendidik dan orang tua.

1.3. Manfaat
Dengan mengetahui proses asuhan keperawatan komunitas pada anak usia sekolah
kita dapat menerapkan suatu langkah pencegahan dan pemeliharaan perilaku sehat baik
dilingkungan sekolah dan tempat tinggal.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Anak Usia Sekolah


Anak usia sekolah merupakan anak yang sedang berada pada periode usia
pertengahan yaitu anak yang berusia 6-12 tahun (Santrock, 2017), sedangkan menurut
(Yusuf, 2016) anak usia sekolah merupakan anak usia 6-12 tahun yang sudah dapat
mereaksikan rangsang intelektual atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut
kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif (seperti: membaca, menulis, dan
menghitung).
Umumnya pada permulaan usia 6 tahun anak mulai masuk sekolah, dengan
demikian anak mulai mengenal dunia baru, anak-anak mulai berhubungan dengan orang-
orang di luar keluarganya dan mulai mengenal suasana baru di lingkungannya. Hal-hal
baru yang dialami oleh anak-anak yang sudah mulai masuk dalam usia sekolah akan
mempengaruhi kebiasaan makan mereka. Anak-anak akan merasakan kegembiraan di
sekolah, rasa takut akan terlambat tiba di sekolah, menyebabkan anak-anak ini
menyimpang dari kebiasaan makan yang diberikan kepada mereka (Moehji, 2009).
Karakteristik anak usia sekolah menurut Hardinsyah dan Supariasa yaitu anak usia
sekolah (6-12 tahun) yang sehat memiliki ciri di antaranya adalah banyak bermain di luar
rumah, melakukan aktivitas fisik yang tinggi, serta beresiko terpapar sumber penyakit dan
perilaku hidup yang tidak sehat. Secara fisik dalam kesehariannya anak akan sangat aktif
bergerak, berlari, melompat, dan sebagainya. Akibat dari tingginya aktivitas yang
dilakukan anak, jika tidak diimbangi dengan asupan zat gizi yang seimbang dapat
menimbulkan beberapa masalah gizi yaitu di antaranya adalah malnutrisi (kurang energi
dan protein), anemia defisiensi besi, kekurangan vitamin A dan kekurangan yodium
(Supariasa & Hardiansyah, 2016).

4
2.2. Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Sekolah
Tahapan tumbuh kembang anak secara garis besar dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Tahap tumbuh kembang usia 0-6 tahun, terdiri atas masa pranatal mulai embrio
(mulai konsepsi -8 minggu) dan masa fetus (9 minggu sampai lahir), serta masa
pascanatal mulai dari masa neonatus (0-28 hari), masa bayi (29 hari-1 tahun),
masa anak (1-2 tahun), dan masa prasekolah (3- 6 tahun).
2. Tahap tumbuh kembang usia 6 tahun ke atas, terdiri atas masa sekolah (6-12
tahun) dan masa remaja (12-18 tahun).
3. Tahapan tumbuh kembang anak usia sekolah
Tahapan ini dimulai sejak anak berusia 6 tahun sampai organ-organ
seksualnya masak. Kematangan seksual ini sangat bervariasi baik antar jenis
kelamin maupun antar budaya berbeda. Berdasarkan pembagian tahapan
perkembangan anak, ada dua masa perkembangan pada anak usia sekolah, 19
yaitu pada usia 6-9 tahun atau masa kanak-kanak tengah dan pada usia 10-12 tahun
atau masa kanak-kanak akhir. Setelah menjalani masa kanak- kanak akhir, anak
akan memasuki masa remaja. Pada usia sekolah, anak memiliki karakteristik yang
berbeda dengan anak-anak yang usianya lebih muda. Perbedaan ini terlihat dari
aspek fisik, mental-intelektual, dan sosial- emosial anak. Pertumbuhan fisik pada
anak usia sekolah tidak secepat pada masamasa sebelumnya. Anak akan tumbuh
antara 5-6 cm setiap tahunnya. Pada masa ini, terdapat perbedaan antara anak
perempuan dan anak laki- laki. Namun, pada usia 10 tahun ke atas pertumbuhan
anak laki-laki akan menyusul ketertinggalan mereka. Perbedaan lain yang akan
terlihat pada aspek fisik antara anak laki-laki dan perempuan adalah pada bentuk
otot yang dimiliki. Anak laki-laki lebih berotot dibandingkan anak perempuan
yang memiliki otot lentur (Gunarsa, 2016).
Pada masa pertengahan dan akhir anak-anak merupakan periode
pertumbuhan fisik yang lambat dan relatif seragam sampai mulai terjadi
perubahan-perubahan pubertas, kira-kira dua tahun menjelang anak menjadi
matang secara seksual, pada masa ini pertumbuhan berkembang pesat. Oleh
karena itu, masa ini sering disebut juga sebagai “periode tenang” sebelum
pertumbuhan yang cepat menjelang masa remaja, meskipun merupakanmasa

5
tenang, tetapi hal ini tidak berarti bahwa pada masa ini tidak terjadi proses
pertumbuhan fisik yang berarti.

2.3. Perkembangan Anak Usia Sekolah


Antara usia 7 sampai 12 tahun, yaitu pada tahapan operasianal konkret, anak-anak
menguasai berbagi konsep konservasi untuk melakukan manipulasi logis lainya.
Misalnya, mereka dapat menyusun benda berdasarkan dimensi, seperti tinggi dan berat.
Mereka juga dapat membentuk penyajian mental mengenai serangkain tindakan. Anak-
anak yang berumur lima tahun dapat mencari jalaqn sendiri ke rumah temenya tetapi
tidxak dapat menunjukkan kepada anda atau menelusuri rute atau menelusuri dengan
kertas dan pensil. Mereka dapat mencari jalan karena mereka tahu harus membelok pada
tempat- tempat tertentu, tetapi mereka tidak mempunnyai gambaran rute secara
keseluruhan. Sebaliknya anak-anak berumur 8 tahun sanggup menggambarkan peta rute
itu.
Pieget menamakan masa ini tahapan operasional konkret: meskipun anak- anak
memakai istilah abstrak, mereka hanya memakai dalam hubungannya dengan objek yang
konkret. Sebelum mencapai tahapan akhir perkembangan kogniti, pada tahapan
operasional formal, yang dimulai sekitar usia 11 sampai 12 tahun, anak-anak sanggup
berfikir logis dengan berbagai istilah simbolik murni (Dharma & Andryanto, 2010).
Stadium pemahaman moral pieget ketiga dimulai pada sekitar waktu ini. Anak
mulai menghargai bahwa beberapa peraturan adalah kebiasaan sosial- persetujuan
bersama yang dapat sekehandak hati diputuskan dan di ubah jikan semua setuju.
Realismemoral anak moral anak juga menyatakan: saat membuat pertimbangan moral,
anak sekarang memberikan bobot pada pertimbangan “subjektif” seperti maksuk
seseorang, dan mereka memandang hukuman sebagai keputusan manusia, bukan retribusi
dari kekuatan yang lebih tinggi.
Awal stadium operasional formal juga timbul bersamaan dengan stadium keempat
dan terakhir pada pemahaman anak tentang peraturan moral. Anak kecil menumjukkan
minatnya dalam membuat peraturan bahkan untuk menghadapi situasi yang belum yang
belum pernah mereka jumpai. Stadium ini ditandai oleh model ideologis penalaran moral,
yang menjawab masalah sosiol yang lebih luas ketimbang hanya situasi personal dan
interpersonal.

6
1. Perkembangan Intelektual
Pada usia sekolah dasar (6-12 tahun) anak sudah dapat mereaksi rangsangan
intelektuan, atau melaksnakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan
intelektual atau kemampuan kognitif (seperti: membaca, menulis dan menghitung).
Sebelum masa ini, yaitu masa prasekolah, daya pikir anak masih bersifat
imajinatif, berangan-angan (berkhayal), sedangkan pada usia SD daya pikirnya sudah
berkembang kearah berfikir konkret dan rasional (dapat diterima akal). Pieget
menamakannya sebagai masa operasi konkrit. Pieget menamakannya sebagai masa
operasi konkret, masa berakhirnya berfikirn khayal dan mulai befikir konkret
(berkaitan dengan dunia nyata).
Periode ini ditandai dengan tiga kemampuan atau kecakapan baru, yaitu
mengklasifikasiakn (mengkelompokkan), menyusun, atau mengasiosikan
(menghubungkan atau manghitung) angka-angka atau bilangan. Kemampuan yang
berkaitan dengan perhitungan (angka), seoerti menambah, mengurangi, mengalikan,
dan membagi. Di samping itu, pada masa ini anak sudah memiliki kemampuan
memecahkan masalah (problem solving) yang sedarhana.
Kemampuan intelektual pada masa ini sudah cukup untuk menjdi
dasardiberikannya berbagai kecakapan yang dapat mengembangkan pola pikir atau
daya nalarnya. Kepada anak sudah dapat diberikan dasar- dasar keilmuan, seprti
membaca, menulis dan berhitung. Di sampin itu, kepada anak diberikan juga
pengetahuan-pengetahuan tentang manusian, hewan lingkungan alam sekitar dan
sebagainya. Untuk mengembangkan daya nalarnya dengan melatih anak untuk
mengungkapkan pendapat,gagasan atau penilaiannya terhadap berbagai hal, baik
yang dialaminya maupun peristiwa yang terjadi dilingkunganya.
Dalam rangka mengembangkan kemampuan anak, maka sekolah dalam hal ini
guru seyogyanya memberikan kesempatan kepada anak untuk mengemukakan
pertanyaan, memberikan komentar atau pendapatnya tentang materi pelajaaran yang
dibacanya atau yang dijelaskan guru, membuat karangan, menyusun laporan (hasil
study tour atau diskusi kelompok).

7
2. Perkembangan Bahasa
Bahasa adalah sarana komunikasi denagan dengan orang lain. Dalam
pewngertian ini mencakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan
perasaan dinyatakan dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat, atau gerak menggunakan
kata-kata, kalimat bunyi, lambang, tuilsan. Denagan bahasa, semua manusia, alam
sekitar, ilmu pengetahuan, dan nilai-nilai moral atau agama.
Usia sekoalah dasar ini merupakan msa perkembangan pesatnya kemampuan
mengenal dan menguasai perbendaharaan kata (vocabulary). Pada awal masa ini,
anak suadah menguasai sekitar 2.500 kata, dan pada masa akhir (usia 11-12 tahun)
telah dapat menguasai sekitar 50.000 kata. Dengan dikuasainya keterampilan
membaca dan berkomunikasi dengan orang lain, anak suadah gemar membaca atau
mendengarkan cerita yang bersifat kritis (tentang perjalanan / petualagan, riwayat
para pahlawan, dsb). Pada masa ini tingkat berfikir anak suadah lebih maju, dia
banyak menanyakan soal waktu dan sebab akibat. Oleh karena itu, kata tanya yang
dipergunakan pun yang semula hanya “apa”, sekarang sudah diikuti dengan
pertanyaan :”dimana”, “darimana”, “kemana”,”mengapa”, dan “bagaimana”.
Terdapat dus faktor penting yang mempemgaruhi perkembangan bahasa, yaitu
sebagai berikut:
a. Proses menjadi matang, dengan perkataan lain anak itu menjadi matang
(organ-organ suara/bicara sudah berfungsi ) untuk berkata- kata.
b. Proses belajar, yang berati bahwa anak yang telah matang untuk berbicara
lalu mempelajari bahasaorang lain dengan jalan mengimitasikan atau
meniru ucapa/kata-kata yang didengarnya.

Di sekolah, diberikan pelajaran bahasa yang didengan sengaja menambah


pembendaharaan katanya,mengajar menyusun struktur kalimat, peribahasa,
kesusastraan dan keterampilan mengarang. Dengan dibekali pelajaran bahasa ini,
diharapkan peserta didik dapat menguasai dan mempergunakan sebagai alat untuk:
a. Berkomunikasi dengan orang lain,
b. Menyatakan isi hatinya (perasaannya),
c. Memahami keterampilan mengolah informasi yang diterimanya,
d. Berfikir (menyatakan gagasan atau pendapat),

8
e. Mengembangkan kepribadiannya, seprti menyatakan sikap dan
kenyakinan.

3. Perkembangan sosial
Maksud perkembengan sosial disni adalah pencapai kematangan dalam
hubungan sosial. Dapat juga dikatakan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan
diri dengan norma-norma kelompok, tradisi dan moral (agama). Perkembangan
sosial pada anak-anak sekolah dasar ditandai dengan adanya perluasan hubungan, di
samping dengan keluarga juga dia mulai membentuk ikatan baru dengan teman
sebaya (peer group) atau teman sekelas, sehingga ruang gerak hubungan sosialnya
telah tembah luas.
Pada usia ini, anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri- sendri
(egosentris) kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau sosiosentris (mau
memperhatiakn kepentingan orang lain). Anak dapat berminat terhadapat kegiatan-
kegiatan teman sebayanya, dan bertambah kuat keinginannya untuk diterima menjadi
anggota kelompok (gang), dia merasa tidak senang apabila tidak diterima dalam
kelompoknya.
Berkat perkembangan sosil, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan
kelompok teman sebayanya maupun dengan lingkungan masyarakat sekitarnya.
Dalm proses belajar di sekolah, kematangan perkembangan sosial ini dapat
dimanfaatkan atau dimaknai dengan memberikan tugas-tugas kelompok, baik yang
membutuhkan tenaga fisik (seperti: membersihkan kelas dan halaman sekolah),
maupun tugas yang membutuhkan pikiran (seperti: merencanakan kegiatan camping,
membuat rencana study tour).

4. Perkembangan Emosi
Menginjak usia sekolah, anak mulai menyadari bahawa pengungkapan emosi
secara kasar tidaklah diterima di masyarakat. Oleh karena itu, dia mulai belajar untuk
mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya. Kemampuan mengontrol emosi
diperoleh anak melalui peniruan dan latihan (pembiasan). Dalam proses
peniruan, kemampuan orang tua daal mengendalikan emosinya sangat berpengaruh.
Emosi-emosi yang secara dialami pada tahap perkembangan usia sekolah ini adalah

9
marah, takut, iri hati, kasih sayang, rasa ingin tahu, dan kegembiraan (rasa senagng,
nikmat, atau bahagia).
Emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu,
dalam hal ini termasuk pula perilaku belajar. Emosi yang positif, seperti perasaan
senang, bergairah, bersemangt atau rasa ingin tahu akan mempengaruhi individu
untuk mengonsentrasikan dirinya terhadap aktivitas belajar, seperti memperhatikan
penjelasan guru, membaca buku,aktif dalam diskusi, mengerjakan tugas, dan disiplin
dalam belajar.

5. Perkembangan Moral
Anak mulai mengenal konsep moral (mengenal benar sah atau baik- buruk)
pertama kali dari lingkungan keluarga. Pada mulanya, mungkin anak tidak mengerti
konsep moral ini, tetapi lambat laun anak akan memahaminya. Usaha menanamkan
konsep moral sejak usia dini (prasekolah) merupakan hal yang seharusnya, karena
informasi yang diterima anak mengenai benar- salah atau baik-buruk akan menjadi
pedoman pada tingkah lakunya di kemudian hari.
Pada usia sekolah dasar, anak sudah dapat mengikuti pertautan atau tuntutan
dari orang tua atau lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini, anak sudah dapat
memahami alasan yang mendasari suatu peratuaran. Di samping itu , anak sudah
dapat mengasosiakan satiap bentuk perilaku dengan konsep benar-benar atau baik-
buruk. Misalnya, dia memandang atau menilai bahwa perbuatan nakal, berdusta, dan
tidak hormat kepada orang tua merupakan suatu yang salah atau buruk. Seadangkan
perbuatan jujur, adil, dan sikap hormat kepada orang tua dan guru merupakan suatu
yang benar/baik.

6. Perkembangan Penghayatan Keagamaan


Pada masa ini, perkembangan penghayatan keagamaan ditandai dengan ciri-
cirisebagai berikut:
a. Sikap keagamaan bersifat reseptif disertai pengertian.
b. Pandangan dan paham ketuhanan diperolehnya secara rasional
berdasarkan kaiadah-kaidah logika yang berpedoman pada indikator alam
semesta sebagai manifestasi dari keagungan-Nya.

10
c. Penghayatan secara rohaniah semakin mendalam, pelaksanaan kegiatan
ritual diterimanya sebagai keharusan moral.

Periode usia sekolah dasar merupakan masa pembentukan nilai-nilai agama


sebagai kelanjutan periode sebrelumnya. Kualitas keagamaan anak akan sangat
dipengaruhi oleh proses pembetukan atau pendidikan yang diterimanya. Berkaitan
denag hal tersebut, pendidikan disekolah dasar mempunyai peranan yang sangat
penting. Oleh karena itu, pendidikan agama (pengajaran, pembiasan, dan penanaman
nilai-nilai) di sekolah dasar harus menjadi perhatian semaua pihak yang terlibat
dalam pendidikan di SD, bukan hanya guru agama tetapi kepala sekolah dan guru-
guru yang lainnya. Apabila semua pihak yang terlibat.

7. Perkembangan Motorik
Seiring perkembangan fisiknya yang beranjak matang, maka perkembangan
motorik anak sudah dapat terkodinasi dengan baik. Setiap gerakannya sudah selaras
dengan kebutuhan atau minatnya. Pada masa ini ditandai dengan kelebihan gerak
atau aktivitas motorik yang
lincah. Oleh karena itu, usia ini merupakan masa yang ideal untuk belajar
keterampilan yang berkaitan dengan motorik ini, seperti menulis, menggambar,
melukis, mengetik (komputer), berenamg, main bola, dan atletik.
Perkembangan fisik yang normal merupakan salah satu faktor penentu
kelancaran proses belajar, baik dalam bidang pengetahuan maupun keterampilan.
Oleh karaena itu, perkembangan motorik sanagat menunjang keberhasilan belajar
peserta didik. Pada masa usia sekolah dasar kematangan perkembangan motorik ini
pada umumnya dicapainya, karaena itu mereka sudah siap menerima pelajaran
keterampilan (Yusuf, 2016).
Sesuai perkembangan fisik (motorik ) maka di kelas-kelas permulaan sangat
tepat diajarkan :
a. Dasar-dasar keterampilan untuk menulis dan menggambar.
b. Keteramilan dalam mempergunakan alat-alat olahraga (menerima,
menendang, dan memukul).

11
c. Gerakan-gerakan untuk meloncat, berlari, berenang, dan
sebagainya.
d. Baris-berbaris secara sederhana untuk menanamkan kebiasaan, ketertiban,
dan kedisiplinan.

8. Perkembangan fisik
Perkembangan fiusik cenderung lebih stabil atau tenang sebelum memasuki
masa remaja yang pertumbuhannya sangat cepat. Masa yang tenang ini diperlukan
oleh anak untuk belajar berbagai kemampuan akademik. Anak lebih tinggi, lebih
berat, lebih kuat serta belajar berbagai keterampilan. Kenikan tinggi dan berat badan
bervariasi antara anak satu dengan yang lain. Peran kesehatan dan gizi sangat penting
dalam pertumbuhan dan perkembangan anak.

9. Perkembangan Bicara
Berbicara merupakan alat komunikasi terpenting dalam berkelompok. Anak
belajar bagaimana berbicara dengan baik dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Bertambahnya kosakata yang berasal dari berbagai sumber menyebabkan semakin
banyak pembendaharaan kat yang dimiliki. Anak mulai menyadari bahwa
komunikasi yang bermakna tidak dapat dicapai bila anak tidak mengerti apa yang
dikatakan oleh orang lain. Hal ini mendorong anak untuk meningkatkan
pengertiannya.

10. Kegiatan Bermain


Permainan yang disukai cenderung kegiatan bermain yang dilakukan secara
kelompok, kecuali anak-anak yang kurang diterima di kelompoknya dan cenderung
memilih bermain sendiri. Bermain yang sifatnya menjelajah, ketempat-tempat yang
belum pernah dikunjungi baik dikota maupun di desa mengasikkan bagi anak.
Permainan konstruktif yaitu membangun atau membentuk sesuatu adalah bentuk
permainan yang disukai anak serta mampu mengembangkan kreativitas anak.
Bernyayi meerupakan bentuk kegiatan kreatif lainnya. Sealain itu bentuk permainan
kelompok yang disenangi meruoakan permainan oleh raga seperti basket, sepak bola,

12
voley dan sebagainya. Jenis permainan ini membantu perkembangan otok dan
perkembangan tubuh.

11. Usia 10-12


Pada usia 10-12 tahun, perhatian membaca puncaknya. Materi bacaan semakin
luas. Anak-anak laki menyenangi hal-hal yang sifatnya menggemparkan, misterius,
dan kisah-kisah pertualangan. Anak perempuan menyenagi cerita kehidupan seputar
rumah tangga. Teman sebaya umumnya dalah teman sekolah dan teman bermain di
luar sekolah. Pengaruah teman sebaya sangat besar bagi arah perkembangan anak
baik yang bersifat positf maupun negatif. Pengaruh positif terlihat pada
pengembanagan konsep diri dan pertumbuhan harga diri. Hanya ditengah-tengah
teman sebaya anak bisa merasakan dan menyadari bagaimana dan dimana kedudukan
atau posisidirinya. Keinginan untuk berada ditengah-tengah temannya membawa
anak untuk keluar rumah menemuinya sepulng sekolah. Anak merasakan kesepian
dirumah, tiada teman. Kegiatan denag teman sebaya ini meliputi belajar bersama,
melihat pertunjukan, bermain, masak-masakkan, dan sebagainya. Mereka sering
melakukan kegiatan yang biasanya dilakukan orang dewasa.

2.4. Perilaku Menyimpang


a. Pengertian Perilaku Menyimpang
Menurut Kartini Kartono (2011: 11) penyimpangan diartikan sebagai
tingkah laku yang menyimpang dari tendensi sentral atau ciri-ciri karakteristik
rata-rata dari rakyat kebanyakan/ populasi. Dalam bukunya yang lain, Kartini
Kartono menyebutkan juvenile delinquency ialah perilaku kenakalan anak-anak;
merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang
disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial sehingga mereka itu
mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang. Juvenile deliquency
menekankan sebab-sebab tingkah laku yang menyimpang/ delinkuen anak-anak
dari aspek psikologis atau sisi kejiwaannya.

13
Menurut James Vander Zanden (dalam Kamanto Sunarto, 2000;182)
penyimpangan merupakan perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap
sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi. Perilaku yang dimaksud yaitu
perilaku yang sebaiknya tidak dilakukan oleh anak usia sekolah. Anak yang
menunjukkan tindakan yang diluar batas toleransi dapat dikenai hukuman.
Pendapat lain dikemukakan M. Gold dan J. Petronio penyimpangan perilaku
dalam arti kenakalan anak (dalam Sarwono, 2011: 251) merupakan tindakan oleh
seseorang yang belum dewasa dengan sengaja melanggar hukum dan yang
diketahui oleh anak itu sendiri bahwa jika perbuatannya itu sempat diketahui oleh
petugas hukum maka anak tersebut bisa dikenai hukuman. Jadi seorang anak
melakukan tindakan menyimpang secara sembunyi-sembunyi.
Terdapat penyimpangan perilaku sederhana dan perilaku ekstrim.
Penyimpangan perilaku yang sederhana semisal: mengantuk, suka menyendiri,
kadang terlambat datang. Sedangkan penyimpangan ekstrim ialah semisal sering
membolos, memeras teman-temannya, ataupun tidak sopan kepada orang lain
juga kepada gurunya (Mustaqim dan Abdul Wahib, 1991:138).
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa semua
penyimpangan terkait dengan istilah-istilah perilaku negative seperti tindak
pidana dan kebrutalan. Akan tetapi, orang yang bertindak terlalu jauh dari patokan
umum lingkungan sekitar bisa juga disebut sebagai penyimpangan.
Penyimpangan kini tidak hanya orangtua, orang muda, bahkan anak-anak usia
sekolah menengah dan anak usia sekolah. Anggota masyarakat yang melakukan
penyimpangan terhadap norma.
Suatu perilaku dikatakan menyimpang apabila perilaku tersebut dapat
mangakibatkan kerugian terhadap diri-sendiri maupun terhadap oranglain.
Perilaku menyimpang cenderung mengakibatkan terjadinya pelanggaran terhadap
norma-norma, aturan-aturan, nilai-nilai, dan bahkan hukum yang berlaku.

b. Bentuk-Bentuk Perilaku Menyimpang Anak Usia Sekolah


Taufiq Rohman D., dkk (2006: 101) menjelaskan terdapat bentuk- bentuk
perilaku menyimpang di kalangan anak sekolah. Adapun bentuk
penyimpangannya meliputi penyimpangan primer, penyimpangan sekunder,

14
penyimpangan individu, penyimpangan kelompok, penyimpangan situasional,
serta penyimpangan sistematik. Berikut penjelasan dari berbagai bentuk
penyimpangan:
1. Penyimpangan Primer
Penyimpangan primer merupakan penyimpangan yang bersifat temporer atau
sementara. Penyimpangan ini hanya menguasai sebagian kecil kehidupan
seseorang. Seorang yang menunjukkan tindakan penyimpangan temporer ini
masih dapat ditolerir. Misalnya seorang siswa membolos atau mencontek
pekerjaan temannya. Ciri-ciri dari penyimpangan primer antara lain:
a) Bersifat sementara
b) Gaya hidupnya tidak didominasi oleh perilaku menyimpang
c) Kesalahannya masih dapat ditolerir
d) Penyimpangan Sekunder

2. Penyimpangan sekunder merupakan sebuah penyimpangan yang dilakukan


oleh seorang anak secara khas. Anak ini disebut melakukan penyimpangan
sekunder karena anak ini sudah terbiasa menunjukkan tindakan menyimpang
di sekolah. Ciri-ciri dari penyimpangan sekunder yaitu:
a) Gaya hidupnya didominasi oleh perilaku menyimpang
b) Lingkungan sekolah tidak dapat mentolerir perilaku menyimpang yang
dilakukan siswa

3. Penyimpangan Individu
Penyimpangan individu adalah penyimpangan yang dilakukan secara
perorangan. Penyimpangan ini ditunjukkan seorang anak dengan melakukan
perbuatan yang menyimpang dari aturan yang sudah dibuat. Misalkan seorang
siswa mencuri uang milik temannya.

4. Penyimpangan Kelompok
Penyimpangan kelompok merupakan tindakan menyimpang yang dilakukan
secara berkelompok. Siswa yang berkelompok dan melakukan tindakan
menyimpang biasanya ingin dianggap jagoan di sekolah, hanya saja

15
sekelompok siswa ini menunjukkan dengan cara yang salah. Biasanya
penyimpangan kelompok ini dilakukan oleh siswa yang membentuk sebuah
gank. Dalam penelitian ini, peneliti menemukan adanya sekelompok siswa
yang membuat gank. Sekelompok siswa ini menunjukkan perbuatan yang
tidak seharusnya dilakukan oleh anak usia sekolah. Sehingga peneliti tertarik
untuk meneliti aktivitas siswa selama berada di sekolah.

5. Penyimpangan Situasional
Penyimpangan jenis ini disebabkan oleh pengaruh bermacam- macam situasi
yang sedang terjadi. Situasi yang dimaksud yaitu situasi atau keadaan di luar
kendali seorang siswa. Siswa terpaksa melakukan tindakan menyimpang
karena situasi yang memaksa siswa tersebut melakukan tindakan
menyimpang.

Peneliti menemukan siswa yang sesuai dengan kriteria penyimpangan


situasional. Seorang siswa yang bertindak melanggar aturan sekolah karena
keadaan yang memaksa siswa tersebut bertindak melawan aturan sekolah yang
sudah ditetapkan. Siswa yang melakukan tindak pemalakan terhadap temannya.
Siswa melakukan pemalakah karena siswa tidak mendapat uang saku dari orang
tuanya. Jadi dapat disimpulkan bahwa bentuk tindakan menyimpang yang
ditunjukkan seorang siswa tidak hanya dilakukan secara mandiri, akan tetapi dapat
dilakukan secara berkelompok. Siswa menunjukkan bentuk tindakan menyimpak
dikarenakan banyak faktor. Salah satunya karena situasi yang memaksa siswa
untuk melakukan tindakan menyimpang.

c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Menyimpang


Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan seseorang melakukan perilaku
menyimpang. Faktor penyebabnya dapat bersasal dari dalam diri seseorang itu
sendiri dan dapat pula berasal dari luar diri seseorang atau yang disebut berasal
dari lingkungan. Menurut Jensen (Sarlito W. Sarwono, 2011: 255) banyak sekali
faktor yang menyebabkan kenakalan remaja maupun kelainan perilaku remaja
pada umumnya. Faktor-faktor tersebut digolongkan sebagai berikut:

16
1. Rational chioce: teori ini mengutamakan faktor individu daripada faktor
lingkungan. Kenakalan yang dilakukannya adalah pilihan, interes, motivasi atau
kemauannya sendiri. Di Indonesia banyak yang percaya pada teori ini,misalnya
kenakalan remaja dianggap sebagai kurang iman sehingga anak dikirim ke
pesantren kilat atau dimasukkan ke sekolah agama. Sebagian orang menganggap
remaja yang nakal kurang disiplin sehingga diberi latihan kemiliteran. Social
disorganization: kaum positivis pada umumnya lebih mengutamakan faktor
budaya. Penyebab kenakalan remaja adalah berkurangnya atau menghilangnya
pranata-pranata masyarakat yang selama ini menjaga keseimbangan atau harmoni
dalam masyarakat. Orang tua yang sibuk dan guru yang kelebihan beban
merupakan penyebab dari berkurangnya fungsi keluarga dan sekolah sebagai
pranata kontrol.
2. Strain: intinya adalah bahwa tekanan yang besar dalam masyarakat, misalnya
kemiskinan, menyebabkan sebagian dari anggota masyarakat yang memilih jalan
rellibion melakukan kejahatan melakukan kejahatan atau kenakalan remaja.
3. Differential association: menirut teori ini, kenakalan remaja adalah akibat salah
pergaulan. Anak-anak nakal karena bergaulnya dengan anak-anak yang nakal
juga. Paham ini banyak dianut orang tua di Indonesia, yang sering kali melarang
anak-anaknya untuk berkawan dengan teman-teman yang pandai dan rajin belajar.
4. Labelling: ada pendapat yang menyatakan bahwa anak nakal selalu dianggap atau
dicap (diberi label) nakal. Di Indonesia, banyak orangtua (khususnya ibu-ibu)
yang ingin berbasa-basi dengan tamunya, sehingga ketika anaknya muncul di
ruang tamu, ia mengatakan pada tamunya, “ini loh, mbakyu, anak sulung saya.
Badannya saja yang tinggi, tetapi nakalnya bukan main”. Kalau terlalu sering anak
diberi label seperti itu, maka ia akan jadi betul- betul nakal.

Male phenomenom: teori ini percaya bahwa anak laki-laki lebih nakal
daripada perempuan. Alasannya karena kenakalan memang adalah sifat laki-laki
atau karena budaya maskulinitas menyatakan bahwa wajar kalau laki-laki nakal.
Willis (2012: 93) mengatakan adanya perilaku menyimpang terjadi karena faktor
dari dalam diri sendiri, dimana faktor-faktor tersebut yaitu:

17
1. Predisposing factor
Merupakan faktor bawaan sejak lahir yang yang bersumber dari kelainan otak.
Hal ini dapat terjadi akibat luka di kepala ketika bayi ditarik dari perut sang ibu.
2. Lemahnya pertahanan diri
Merupakan faktor kontrol dan pertahanan diri terhadap pengaruh- pengaruh
negatif. Anak yang kurang memiliki pertahanan diri akan mudah terpengaruh
ajakan temannya yang kurang baik.
3. Kurangnya kemampuan penyesuaian diri
Keadaan ini amat sangat terasa dalam pergaulan anak. Anak yang mengalami hal
demikian disebut dengan anak kuper atau kurang pergaulan. Inti persoalannya
adalah ketidakmampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial.
4. Kurangnya dasar-dasar keimanan di dalam diri anak
Masalah agama belum diupayakan secara sungguh- sungguh dari orang tua dan
guru. Padahal agama merupakan benteng diri remaja dari segala godaan dan
cobaan.

d. Strategi Penanganan Perilaku Menyimpang


Berger (TaufiqRohman D., dkk 2006:109) menyatakan pengendalian sosial
adalah cara yang digunakan untuk menertibkan anggota masyarakat yang
membangkang. Sedangkan menurut Roucek, pengendalian sosial adalah proses
terencana maupun tidak tempat individu diajarkan, dibujuk, ataupun dipaksa
untuk menyesuaikan diri pada kebiasaan dan nilai hidup kelompok.
Untuk menanggulangi kenakalan pada anak memang tidak mudah. Kenakalan pda
anak memang sangat kompleks dan banyak sekali ragam dan penyebabnya.
Menurut Willis (2012: 127) terdapat 3 upaya dalam penanggulangan kenakalan,
yaitu:
1. Upaya Preventif
Upaya ini merupakan kegiatan yang dilakukan secara sistematis, berencana
dan terarah. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar kenakalan itu tidak timbul.
2. Upaya Kuratif
Upaya kuratif dalam menanggulangi masalah kenakalan anak ialah upaya
antisipasi terhadap gejala-gejala kenakalan tersebut, supaya kenakalan

18
tersebut tidak meluas dan merugikan masyarakat. Apabila seorang anak
melakukan tindak kejahatan, maka kemungkinan tindakan negara yaitu
sebagai berikut:
a) Anak itu dikembalikan kepada orang tua atau walinya.
b) Anak itu dijadikan anak negara.
c) Dijatuhi hukuman seperti biasa, hanya dikurangi dengan sepertiganya.

3. Upaya Pembinaan
Mengenai upaya pembinaan yang dimaksud ialah:
a) Pembinaan terhadap anak yang tidak melakukan kenakalan, dilaksanakan
di rumah, sekolah, dan masyarakat. Pembinaan seperti ini telah
diungkapkan pada upaya preventif yaitu upaya menjaga jangan sampai
terjadi kenakalan remaja.
b) Pembinaan terhadap remaja yang telah mengalami tingkah laku kenakalan
atau yang telah menjalani suatu hukuman karena kenakalannya. Hal ini
perlu dibina agar supaya mereka tidak mengulangi lagi kenakalannya.
Pembinaan dapat diarahkan dalam beberapa aspek, yaitu:
1) Pembinaan mental dan kepribadian beragama.
2) Pembinaan mental ideologi negara yakni Pancsila, agar menjadi
warga negara yang baik.
3) Pembinaan kepribadian yang wajar untuk mencapai pribadi yang
stabil dan sehat.
4) Pembinaan ilmu pengetahuan.
5) Pembinaan keterampilan khusus.
6) Pengembangan bakat-bakat khusus.

2.5. Masalah Anak Usia Sekolah


Masalah–masalah yang sering terjadi pada anak usia ini meliputi bahaya fisik dan
psikologi antara lain:

19
a. Bahaya fisik
1. Penyakit
Penyakit infeksi pada usia ini jarang sekali terjadi, penyakit yang sering ditemui
adalah penyakit yang berhubungan dengan kebersihan diri anak.
2. Kegemukan
Kegemukan terjadi bukan karena adanya perubahan pada kelenjar tapi akibat
banyaknya karbohidrat yang dikonsumsi sehingga anak kesulitan mengikuti
kegiatan bermain, sehingga kehilangan kesempatan untuk mencapai ketrampilan
yang penting untuk keberhasilan sosial.
3. Kecelakaan
Kecelakaan terjadi akibat keinginan anak untuk bermain yang menghasilkan
ketrampilan tertentu.
4. Kecanggungan
Pada masa ini anak mulai membandingkan kemampuannya dengan teman sebaya
bila muncul perasaan tidak mampu dapat menjadi dasar untuk rendah diri.
5. Kesederhanaan
Kesederhanaan sering dilakukan oleh anak-anak pada masa apapun. Orang yang
lebih dewasa memandangnya sebagai perilaku yang kurang menarik, sehingga
anak menafsirkan sebagai penolakan yang dapat mempengaruhi perkembangan
konsep diri pada anak.

b. Bahaya Psikologi
1. Bahaya dalam berbicara
Kesalahan dalam berbicara seperti salah ucap dan kesalahan bahasa, cacat dalam
bicara seperti gagap atau pelat, akan membuat anak menjadi sadar diri sehingga
anak hanya berbicara bila perlu saja.
2. Bahaya emosi
Anak masih menunjukkan pola-pola ekspresi emosi yang kurang menyenangkan
seperti marah yang meledak-ledak, cemburu sehingga kurang disenangi orang
lain.

20
3. Bahaya Bermain
Anak yang kurang memiliki dukungan sosial akan merasa kekurangan
kesempatan untuk mempelajari permainan dan olahraga yang penting untuk
menjadi anggota kelompok. Anak yang dilarang berkhayal karena membuang
waktu atau dilarang melakukan kegiatan kreatif dan bermain akan
mengembangkan kebiasaan penurut yang kaku.
4. Bahaya Konsep Diri
Anak mempunyai konsep diri yang ideal, biasanya merasa tidak puas pada diri
sendiri dan pada perlakuan orang lain. Anak cenderung berprasangka dan bersikap
diskriminatif dalam memperlakukan orang lain.
5. Bahaya Moral
Ada enam bahaya umumnya dikaitkan dengan perkembangan sikap moral dan
perilaku anak-anak:
a) Perkembangan kode moral berdasarkan konsep teman-teman atau
berdasarkan konsep-konsep media masa tentang benar dan salah yang
tidak sesuai dengan kode orang dewasa.
b) Tidak berhasil mengembangkan suara hati sebagai pengawas dalam
terhadap perilaku.
c) Disiplin yang tidak konsisten membuat anak tidak yakin akan apa yang
sebaiknya dilakukan.
d) Hukuman fisik merupakan contoh agresivitas anak.
e) Menganggap dukungan teman terhadap perilaku yang salah begitu
memuaskan sehingga perilaku menjadi kebiasaan.
f) Tidak sabar terhadap perbuatan orang lain yang salah.

2.6. Konsep Anak Usia Sekolah Sehat


Pada anak usia sekolah, umumnya pada permulaan usia 6 tahun anak mulai masuk
sekolah, dengan demikian anak mulai mengenal dunia baru, anak-anak mulai
berhubungan dengan orang-orang di luar keluarganya dan mulai mengenal suasana baru
di lingkungannya. Hal-hal baru yang dialami oleh anak-anak yang sudah mulai masuk
dalam usia sekolah akan mempengaruhi kebiasaan makan mereka. Anak-anak akan
merasakan kegembiraan di sekolah, rasa takut akan terlambat tiba di sekolah,

21
menyebabkan anak-anak ini menyimpang dari kebiasaan makan yang diberikan kepada
mereka (Moehji, 2009).
Anak sehat adalah anak yang dapat tumbuh kembang dengan baik dan teratur,
jiwanya berkembang sesuai dengan tingkat umurnya, aktif, gembira, makannya teratur,
bersih, dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Ciri-ciri anak sehat adalah
tumbuh dengan baik, yang dapat dilihat dari naiknya berat badan dan tinggi badan secara
teratur dan proporsional; Tingkat perkembangannya sesuai dengan tingkat umurnya;
tampak aktif/gesit dan gembira; Mata bersih dan bersinar; Nafsu makan baik; Bibir dan
lidah tampak segar; Pernapasan tidak berbau; Kulit dan rambut tampak bersih dan tidak
kering; dan Mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Menurut (Andriyani, 2012) karakteristik anak usia sekolah 9-11 tahun dijabarkan
sebagai berikut:
a. Karakteristik fisik/jasmani: anak memiliki pertumbuhan yang lambat namun
teratur, BB dan TB anak perempuan lebih besar dibandingkan anak laki-laki
pada usia yang sama, terjadi pertumbuhan tulang yang cepat, pertumbuhan gizi
permanen, nafsu makan mengalami peningkatan, dan timbul haid pada anak
akhir masa usia sekolah ini.
b. Karakteristik emosi: pada masa ini anak mulai memiliki rasa ingin tahu yang
kuat, suka menambah pertemanan, dan kurang kepedulian terhadap lawan
jenis.
c. Karakteristik sosial: anak mulai suka bermain dan mempererat hubungan
pertemanan dengan teman sebayanya.
d. Karakteristik intelektual: anak mulai berani menyuarakan pendapatnya,
memiliki minat besar terhadap belajar, mulai terlihat memiliki keterampilan,
rasa ingin tahu yang kuat, dan memiliki perhatian terhadap sesuatu yang
singkat.

2.7. Program Pemerintah Untuk Anak Usia Sekolah


Berbagai macam masalah yang muncul pada anak usia sekolah, namun masalah
yang biasanya terjadi yaitu masalah kesehatan umum. Masalah kesehatan umum yang
terjadi pada anak usia sekolah biasanya berkaitan dengan kebersihan perorangan dan

22
lingkungan seperti gosok gigi yang baik dan benar, kebersihan diri, serta kebiasaan cuci
tangan pakai sabun (Permata, 2010).
Upaya pemerintah dalam meng- atasi masalah tentang kebersihan yaitu dengan
mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1193/Menkes/SK/ X/2004 tentang
Visi Promosi Kesehatan RI adalah “Perilaku Hidup Bersih Sehat 2010” atau “PHBS
2010”. PHBS terdiri dari beberapa indikator khususnya PHBS tatanan sekolah yaitu
mencuci tangan dengan air yang mengalir dan memakai sabun, mengonsumsi jajanan di
warung/ kantin sekolah, menggunakan jamban yang bersih & sehat, olahraga yang teratur
dan terukur, memberantas jentik nyamuk, tidak merokok, menimbang berat badan dan
mengukur tinggi badan setiap bulan, dan membuang sampah pada tempatnya (Depkes,
2005). Salah satu wadah untuk mengembangkan promosi PHBS anak usia sekolah adalah
layanan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Kegiatan UKS di tinjau dari segi sarana dan
prasarana, pengetahuan, sikap peserta didik di bidang kesehatan, warung sekolah,
makanan sehari- hari/gizi.
Departemen Kesehatan (2008) menjelaskan tujuan umum dari UKS adalah
meningkatkan mutu pendidikan dan prestasi belajar peserta didik dengan meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat serta derajat kesehatan peserta didik maupun warga
belajar, dan menciptakan lingkungan sehat, sehingga memungkinkan pertumbuhan dan
perkembangan yang harmonis dan optimal dalam rangka pembentukan manusia
Indonesia seutuhnya.
Keberhasilan pelaksanaan program kerja UKS tergantung dari keberhasilan
masing-masing program kerja UKS. Menurut Mubarak dan Chayatin (2009), program
kerja UKS meliputi tiga unsur yaitu pendidikan kesehatan di sekolah, pelayanan
kesehatan di sekolah dan pembinaan lingkungan sekolah yang sehat yang terwujud dalam
Trias UKS. Terciptanya kondisi lingkungan yang mendukung terhadap pelaksanaan
proses belajar mengajar tersebut diharapkan dapat berdampak terhadap meningkatnya
presatasi belajar yang akan dicapai oleh siswa.

2.8. Tinjauan Asuhan Keperawatan


Dalam melaksanakan asuhan keperawatan kesehatan masyarakat, metode yang
digunakan adalah proses keperawatan sebagai suatu pendekatan ilmiah di dalam bidang
keperawatan, melalui tahap-tahap sebagai berikut:

23
a. Pengkajian
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan perawat kesehatan masyarakat dalam mengkaji
masalah kesehatan baik di tingkat individu, keluarga, kelompok dan masyarakat
adalah:
b. Pengumpulan Data
Kegiatan ini dilakukan untuk mengidentifikasi masalah kesehatan yang dihadapi
individu, keluarga, kelompok khusus dan masyarakat melalui wawancara,
observasi, studi dokumentasi dengan menggunakan instrumen pengumpulan data
dalam menghimpun informasi.
Pengkajian yang diperlukan adalah inti komunitas beserta faktor lingkungannya.
Elemen pengkajian komunitas menurut Anderson dan MC. Forlane (1958) terdiri
dari inti komunitas, yaitu meliputi demografi; populasi; nilai-nilai keyakinan dan
riwayat individu termasuk riwayat kesehatan. Faktor lingkungan adalah
lingkungan fisik; pendidikan; keamanan dan transportasi; politik dan
pemerintahan; pelayanan kesehatandan sosial; komunikasi; ekonomi dan rekreasi.
Hal diatas perlu dikaji untuk menetapkan tindakan yang sesuai dan efektif dalam
langkah-langkah selanjutnya.
c. Analisa Data
Analisa data dilaksanakan berdasarkan data yang telah diperoleh dan disusun
dalam suatu format yang sistematis.Dalam menganalisa data memerlukan
pemikiran yang kritis.
Data yang terkumpul kemudian dianalisa seberapa besar faktor stressor yang
mengancam dan seberapa berat reaksi yang timbul di komunitas. Selanjutnya
dirumuskan maslah atau diagnosa keperawatan. Menurut Mueke (1987) masalah
tersebut terdiri dari:
1. Masalah sehat sakit
2. Karakteristik populasi
3. Karakteristik lingkungan
d. Perumusan Masalah dan Diagnosa Keperawatan/Kesehatan
Kegiatan ini dilakukan diberbagai tingkat sesuai dengan urutan prioritasnya.
Diagnosa keperawatan yang dirumuskan dapat aktual, ancaman resiko atau

24
wellness. Dasar penentuan masalah keperawatan kesehatan masyarakat antara
lain:
1. Masalah yang ditetapkan dari data umum
2. Masalah yang dianalisa dari hasil kessenjangan pelayanan kesehatan
3. Menetapkan skala prioritas dilakukan untuk enentukan tindakan yang
lebih dahulu ditanggulangi karena dianggap dapat mengancam kehidupan
masyarakat secara keseluruhan dengan mempertimbangkan:
4. Masalah spesifik yang mempengaruhi kesehatan masyarakat
5. Kebijaksanaan nasional dan wilayah setempat
6. Kemampuan dan sumber daya masyarakat
7. Keterlibatan, partisipasi dan peran serta masyarakat

Kriteria skala prioritas:


1. Perhatian masyarakat, meliputi: pengetahuan, sikap, keterlibatan emosi
masyarakat terhadap masalah kesehatan yang dihadapi dan urgensinya
untuk segera ditanggulangi.
2. Prevalensi menunjukkan jumlah kasus yang ditemukan pada suatu kurun
waktu tertentu
3. Besarnya masalah adalah seberapa jauh masalah tersebut dapat
menimbulkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat
4. Kemungkinan masalah untuk dapat dikelola dengan mempertimbangkan
berbagai alternatif dalam cara-cara pengelolaan masalah yang menyangkut
biaya, sumber daya, srana yang tersedia dan kesulitan yang mungkin
timbul (Effendi Nasrul, 1995).

e. Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah:
1. Menetapkan tujuan dan sasaran pelayanan
2. Menetapkan rencana kegiatan untuk mengatasi
masalah kesehatan dan keperawatan
3. Menetapkan kriteria keberhasilan dari rencana tindakan yang akan
dilakukan.

25
f. Pelaksanaan
Pada tahap ini rencana yang telah disusun dilaksanakan dengan melibatkan
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat sepenuhnya dalam mengatasi
masalah kesehatan dan keperawatan yang dihadapi. Hal-hal yang perlu
dipertimbangkan dalam pelaksanaan kegiatan perawatan kesehatan masyarakat
adalah:
1. Melaksanakan kerjasama lintas program dan lintas sektoral denganinstansi
terkait
2. Mengikutsertakan partisipasi aktif individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya
3. Memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada di masyarakat
4. Level pencegahan dalam pelaksanaan praktik keperawatankomunitas
terdiri atas:
a) Pencegahan Primer
Pencegahan yang terjadi sebelum sakit atau ketidak fungsinyadan
diaplikasikannya ke dalam populasi sehat pada umumnya dan
perlindungan khusus terhadap penyakit.
b) Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder menekankan diagnosa diri dan intervensi yang
tepat untuk menghambat proses patologis, sehingga memprependek
waktu sakit dan tingkat keparahan.
c) Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dimulai pad saat cacat atau terjadi
ketidakmampuan sambil stabil atau menetap atau tidak dapat
diperbaiki sama sekali. Rehabilitasi sebagai pencegahan primer lebih
dari upaya menghambat proses penyakit sendiri, yaitu
mengembalikan individu kepada tingkat berfungsi yang optimal dari
ketidakmampuannya.

26
g. Penilaian/Evaluasi
Evaluasi dilakukan atas respon komunitas terhadap program kesehatan. Hal-hal
yang perlu dievaluasi adalah masukan (input), pelaksanaan (proses) dan hasil
akhir (output).
Penilaian yang dilakukan berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai, sesuai
dengan perencanaan yang telah disusun semula. Ada 4 dimensi yang harus
dipertimbangkan dalam melaksanakan penilaian, yaitu:
1. Daya guna
2. Hasil guna
3. Kelayakan
4. Kecukupan Fokus evaluasi adalah:
a) Relevansi atau hubungan antara kenyataan yang ada
denganpelaksanaan
b) Perkembangan atau kemajuan proses
c) Efisiensi biaya
d) Efektifitas Kerja

27
BAB III
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Pengkajian
SMP Nasional Malang merupakan salah satu sekolah swasta yang berada di kota
malang, tepatnya di wilayah kecamatan sukun. SMP Nasional Malang memiliki
siswa yang berjumlah 330 siswa mulai siswa kelas 7 sampai dengan kelas 9 dengan
jumlah 15 kelas, kemudian memiliki guru pengajar sejumlah 35 orang. Siswa SMP
Nasional Malang mayoritas beragama islam dan bersuku Jawa. SMP Nasional
Malang terdiri dari 2 lantai, pada tiap lantai ada 2 buah kamar mandi yang
dipisahkan antara laki-laki dan perempuan. Kegiatan mengajar selama pandemi saat
ini dilakukan secara daring (online), dengan jadwal yang telah disesuaikan pada
masing-masing kelas. Adapun jadwal pada kegiatan akademik dilakukan pada hari
senin – jumat, sedangkan non-akademik seperti kegiatan ekstra kulikuler
dijadwalkan pada hari sabtu dan minggu.

3.2. Data Inti Komunitas


A. Demografi
Identitas Sekolah
Nama Sekolah : SMP Nasional Malang
NPSN : 20533753
Alamat : Jl. S. Supriyadi 50 Malang, Bandungrejosari
Kecamatan : Sukun
Status : Swasta
Bentuk Pendidikan : SMP
Status Kepemilikan : Yayasan
SK Pendirian Sekolah : 32130/104.7.4/1988
Tanggal SK Pendirian : 1988 – 11 – 03
SK Izin Operasional : 422/423/35.73.307/2015
Tanggal SK Izin : 2011- 12 – 13

28
B. Sejarah Sekolah
Cikal bakal SMP Nasional Malang yaitu awal mula setelah didirikannya SMA
Nasional Malang yang sebelunnya bernama SMU Nasional. Sekolah ini
didirikan pada tahun 1983 oleh Yayasan Pendidikan Umum dan Teknologi
Nasional. Saat itu, SMU Nasional berlokasi di dalam kampus Institut Teknologi
Nasional (ITN) Jalan Bendungan Sigura-gura Barat, Kelurahan Sumbersari,
Kecataman Lowokwaru. Saat ini, SMP Nasional Malang di bawah naungan
yayasan yang sama dengan SMA Nasional, SMK Nasional, dan ITN.

C. Struktur Organisasi
Kepala Sekolah : Kukuh Widartono, S.Pd
Waka Kurikulum : Ismiatul Fadhilah, S.P.d.
Waka Kesiswaan : Eka Listianingsih, S.Pd.
Waka Humas : Dwi Agustin, S.Pd.
Waka Sarpras : Evien Hikmawati, S.Pd.
Kepala TU : Trinani Herutami
Bendahara : Susi Herwati

D. Data Siswa Kelas VII


Jumlah siswa kelas VII: 180 siswa

25 Laki-Laki Perempuan

20

15

10

0
Kelas 7A Kelas 7B Kelas 7C Kelas 7D Kelas 7E Kelas 7F

Gambar 3.1. Diagram perbandingan siswa berdasarkan jenis kelamin

29
E. Data Persentase Siswa Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua

PNS; 3; 10%

Pegawai
swasta; 10;
33%
Swasta; 13;
44%

Guru; 4; 13%

PNS Swasta Guru Pegawai swasta

Gambar 3.2. Diagram prosentase pekerjaan orang tua dari 30 siswa kelas VII
Berdasarkan diagram diatas, prosentase pekerjaan dari 30 orang tua siswa kelas
VII mayoritas sebagai swasta.

F. Data Persentase Berdasarkan Pendidikan Orang Tua

SMP; 2; 6%

Sarjana/Diploma
; 8; 27%

SMA; 20; 67%

SMP SMA Sarjana/Diploma

Gambar 3.3. Diagram prosentase pendidikan orang tua dari 30 orang tua siswa
kelas VII
Berdasarkan diagram diatas, prosentase pendidikan orang tua dari 30 orang tua
siswa kelas VII mayoritas berpendidikan SMA.

30
G. Data Persentase Konsumsi Sayur Siswa

Selalu; 10; 33%


Jarang; 20; 67%

Selalu Jarang Tidak Pernah

Gambar 3.4. Diagram prosentase konsumsi dari 30 siswa kelas VII


Berdasarkan diagram diatas, prosentase konsumsi sayur dari 30 siswa kelas VII
didapatkan hasil ada 20 siswa yang jarang mengkonsumsi sayur dari sejumlah 30
siswa.

H. Data Persentase Kebiasaan Mencuci Tangan di Rumah

Selalu; 2;
7%

Jarang; 28;
93%

Selalu Jarang Tidak Pernah

Gambar 3.5. Diagram prosentase kebiasaan mencuci tangan di rumah dari 30


siswa kelas VII

31
Berdasarkan diagram diatas, prosentase kebiasaan mencuci tangan saat di rumah
menunjukkan mayoritas siswa masih jarang melakukan cuci tangan.

I. Data Persentase Kebiasaan Memakai Masker di Lingkungan Rumah

Selalu; 3; 10%

Tidak Pernah;
7; 23%

Jarang; 20; 67%

Selalu Jarang Tidak Pernah

Gambar 3.6. Diagram prosentase kebiasaan memakai masker di lingkungan


rumah dari 30 siswa kelas VII
Berdasarkan diagram diatas, prosentase kebiasaan memakai masker di
lingkungan rumah menunjukkan mayoritas siswa masih jarang memakai masker,
adapun sebanyak 7 siswa yang tidak pernah memakai masker di lingkungan rumah.

J. Data Persentase Kebiasaan Bermain di Lingkungan Rumah

Tidak
Pernah; 6;
20%

Selalu; 10; 33%


Jarang; 14; 47%

Selalu Jarang Tidak Pernah

32
Gambar 3.7. Diagram prosentase kebiasaan bermain di lingkungan rumah dari
30 siswa kelas VII
Berdasarkan diagram diatas, prosentase kebiasaan bermain di lingkungan rumah
menunjukkan hasil sebanyak 14 siswa jarang bermain dilingkungan rumah dan 10
siswa diantaranya masih sering bermain dilingkungan rumah.

3.3. Data Subsistem Komunitas


A. Pendidikan
Kurikulum yang diterapkan pada masa pandemi saat ini tetap mengacu pada
kurikulum 2013. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)
melakukan penyederhanaan kurikulum selama masa pandemi Covid-19.
Kemendikbud telah mengurangi secara dramatis Kompetensi Dasar (KD) untuk
setiap mata pelajaran. Kurikulum darurat ini bukan kurikulum baru, melainkan
hasil saringan dari Kurikulum 2013.
Selain berfokus pada bidang akademik sebagai kompetensi dasar bagi siswa,
SMP Nasional Malang juga memberikan edukasi tatalaksana perilaku sehat bagi
siswa dirumah selama pandemi. Ekstrakulikuler yang biasa dilakukan setiap hari
jumat – minggu, dengan penyesuaian baru ini pun para siswa dapat melakukan
kegiatan secara online, dengan membuat video simulasi secara mandiri atau
kelompok.

B. Lingkungan Fisik
Data Sanitasi Sekolah

No. Nama Variabel Uraian


1 Sumber air PDAM
2 Kecukupan air bersih Cukup
3 Tipe jamban Leher angsa (toilet
jongkok)
4 Jumlah tempat cuci tangan (westafel) 15
5 Jumlah kamar mandi 10

33
6 Pembuangan sampah sekolah Terbagi menjadi 2 tipe
tempat sampah; kering
dan basah
7 Pemilahan sampah Pemilahan dilakukan
berdasarkan tipe
sampah yang dapat
didaur ulang, seperti:
botol plastik, kardus
dsb.

C. Komunikasi
Bahasa yang digunakan pada saat pembelajaran ialah menggunakan Bahasa
Indonesia. Terdapat waktu khusus untuk berkomunikasi menggunakan Bahasa
inggris. Alat komunikasi antara guru, siswa dan orang tua selama pandemi
menggunakan media sosial whatsapp grup. Informasi terkait perencanaan
pembelajaran yang akan ditempuh oleh siswa disampaikan oleh guru pada orang
tua melalui whatsapp grup tersendiri. Adapun selama pembelajaran guru
menggunakan aplikasi zoom meeting atau googlemeet yang digunakan sebagai
media kelas online.

D. Kesehatan
SMP Nasional Malang terdapat fasilitas UKS untuk menunjang kesehatan siswa
disekolah. Kegiatan yang dilakukan oleh staf UKS selama pandemi ialah
memberikan kelas edukasi online bagi siswa. Diantaranya yakni pelaksanaan
perilaku hidup bersih dan sehat saat dirumah. Tidak hanya diikuti oleh siswa,
para orang tua pun juga diajak untuk mengikuti kegiatan tersebut.

34
3.4. FGD (Focus Group Discussion)
Tempat : Google Meet
Hari, Tangal : Kamis, 17 Juni 2021
Waktu : 09.00 - selesai
Peserta : Guru, siswa dan orang tua kelas VII

Pertanyaan yang diajukan beserta jawabannya:


1. Apakah siswa saat dirumah sering mengkonsumsi sayur?
Jawaban:
Mayoritas jawaban orang tua ialah sudah mulai menyediakan masakan sayuran,
namun anak-anak masih belum begitu suka, mereka lebih menyukai masakan
yang digoreng yakni ayam, telur, daging atau masakan tumis. Adapun beberapa
orang tua yang mengatakan anak mereka sudah mulai mau untuk
mengkonsumsi sayur.
2. Apakah siswa saat dirumah sering mengikuti kegiatan di lingkungan rumah
bersama orang tuanya? (seperti: kenduri, yasinan rutin, dsb)
Jawaban:
Beberapa orang tua mengatakan bahwa masih mengikuti kegiatan dilingkungan
rumahnya, seperti istigotsah rutin dan kenduri. Adapun orang tua mengajak
anaknya dan adapula yang menyuruh untuk mewakilkan ke kegiatan tersebut.
3. Jika iya, apakah saat berkegiatan sudah menerapkan protokol kesehatan, seperti
memakai masker dan cuci tangan?
Jawaban:
Mayoritas jawaban orang tua mengatakan masih jarang memakai masker saat
melakukan kegiatan dilingkungan rumahnya, karena warga disekitar pun juga
jarang memakai. Untuk cuci tangan sepulang kegiatan biasanya dilakukan.
4. Apakah siswa saat dirumah sering bermain di luar rumah atau lingkungan
tempat tinggal?
Jawaban:
Mayoritas siswa mengatakan suka bermain dan sering bertemu dengan teman-
temannya dilingkungan rumahnya.

35
5. Jika, iya apakah saat bermain sudah menerapkan protokol kesehatan, seperti
memakai masker dan cuci tangan?
Jawaban:
Mayoritas siswa mengatakan jarang memakai masker, dan jarang melakukan
cuci tangan.

3.5. Analisa Data

No. Data Fokus Etiologi Masalah


DS:
- Orang tua mengatakan Kurangnya minatnya Perilaku kesehatan
sudah mulai menyediakan siswa terhadap sayur cenderung berisiko
masakan sayuran, namun dan buah
anak-anak masih belum
begitu suka, mereka lebih
menyukai masakan yang
digoreng yakni ayam,
telur, daging atau
1
masakan tumis.

DO:
- Didapatkan hasil
prosentase dari hasil
survei 20 dari 30 siswa
jarang mengkonsumsi
sayur

DS: Lingkungan tidak Pemeliharaan


- Orang tua mengatakan terapeutik kesehatan tidak efektif
bahwa masih mengikuti
kegiatan dilingkungan
rumahnya, seperti
istigotsah rutin dan
kenduri. Adapun orang tua
mengajak anaknya dan
adapula yang menyuruh
2
untuk mewakilkan ke
kegiatan tersebut.
- Orang tua mengatakan
masih jarang memakai
masker saat melakukan
kegiatan dilingkungan
rumahnya, karena warga
disekitar pun juga jarang
memakai.

36
- Mayoritas siswa
mengatakan suka bermain
dan sering bertemu dengan
teman-temannya
dilingkungan rumahnya.
- Mayoritas siswa
mengatakan jarang
memakai masker, dan
jarang melakukan cuci
tangan.

DO:
- Didapatkan dari hasil
survei kebiasaan memakai
masker siswa dirumah 20
dari 30 siswa jarang
memakai masker
- Didapatkan dari hasil
survei kebiasaan mencuci
tangan siswa dirumah 28
dari 30 siswa jarang
mencuci tangan
- Didapatkan dari hasil
survei kebiasaan bermain
siswa dilingkungan rumah
10 dari 30 siswa sering
bermain diluar rumah

3.6. Diagnosa Keperawatan


1. Perilaku kesehatan cenderung berisiko b.d kurangnya minatnya siswa terhadap
sayur dan buah d.d didapatkan hasil prosentase dari hasil survei 20 dari 30
siswa jarang mengkonsumsi sayur
2. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif b.d lingkungan tidak terapeutik d.d orang
tua mengatakan masih jarang memakai masker saat melakukan kegiatan
dilingkungan rumahnya, karena warga disekitar pun juga jarang memakai.

37
3.7. Penyusunan Skala Prioritas

Perhatian Poin prevalensi Tingkat bahaya Kemungkinan


masyarakat untuk dikelola
1. Ringan 1. Ringan 1. Ringan 1. Ringan
Diagnosa Keperawatan Nilai total
2. Sedang 2. Sedang 2. Sedang 2. Sedang
3. Berat 3. Berat 3. Berat 3. Berat
4. Sangat berat 4. Sangat berat 4. Sangat berat 4. Sangat berat

Pemeliharaan kesehatan
tidak efektif 3 2 3 3 54

Perilaku kesehatan
cenderung berisiko 3 3 2 2 37

Prioritas Masalah
1. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif b.d lingkungan tidak terapeutik (D.0117)
2. Perilaku kesehatan cenderung berisiko b.d kurangnya minatnya siswa terhadap sayur dan buah (D.0099)

38
3.8. Intervensi Keperawatan Komunitas

Dx. Tujuan Tujuan Rencana Evaluasi


No. Strategi Sumber Tempat PJ
Keperawatan Umum Khusus Tindakan
Kriteria Standar
1 Pemeliharaan Meningkatkan - Meningkatkan - Kerjasama Edukasi Kesehatan - Siswa/i Siswa/i Mahasiswa Google Danang
kesehatan pengetahuan pemahaman dengan (I.12383) memiliki menerapkan dan panitia meeting
tidak efektif siswa dan mengenai pihak kemauan pemakaian sekolah
b.d orang tua protokol sekolah - Pengkajian untuk masker saat
lingkungan mengenai kesehatan - Edukasi kebiasan siswa menerapkan berada di
tidak pemeliharaan selama kesehatan tentang protokol luar rumah
terapeutik kesehatan pandemi di (menjaga penerapan kesehatan atau
(D.0117) yang efektif di lingkungan kesehatan protokol selama berkegiatan
lingkungan tempat tinggal diri selama kesehatan beraktivitas dan dapat
tempat tinggal pandemi di (memakai dirumah melakukan
- Menjadikan lingkungan masker, mencuci - Siswa/I cuci tangan
siswa dan rumah) tangan, menerapkan dengan
orang tua - Penyuluhan intensitas perilaku hidup benar
sadar akan praktik bermain diluar bersih dan
pentingnya mencuci rumah dan sehat dengan
menerapkan tangan konsumsi sayur) menerapkan
protokol dengan di lingkungan protokol
kesehatan benar tempat tinggal kesehatan dan
selama - Musyawarah mengkonsumsi
pandemi di dengan pihak sayur
lingkungan sekolah terkait
tempat tinggal pelaksanaan
edukasi
kesehatan

39
- Sediakan materi
dan media
edukasi
kesehatan
(poster)
- Jelaskan faktor
risiko yang
dapat
mempengaruhi
kesehatan di
masa pandemi
- Jelaskan tata
cara
pelaksanaan
protokol
kesehatan
- Anjurkan
perilaku hidup
bersih dan sehat

40
3.9. Implementasi dan Evaluasi

Nama Sasaran, Tempat &


No Implementasi Evaluasi Analisa
Kegiatan waktu
1 Pendidikan Sasaran: - Memberikan a. Evaluasi struktur: a. Faktor Pendukung
kesehatan - Siswa/i dan - pendidikan - Kegiatan dilakukan secara - Partisipasi dari siswa/i dan
orang tua SMP kesehatan kepada daring (online) dimulai tepat orang tua sangat baik ketika
Nasional Malang siswa/i dan orang pukul 10.30 WIB saat berlangsung kegiatan
tua SMP - Peserta antusias dalam - Selama kegiatan berlangsung,
Tempat: Nasional Malang mendengarkan materi dan aktif media yang digunakan dapat
- Google meeting kelas VII tentang bertanya baik secara langsung berproses sesuai dengan
tatalaksana maupun melalui grup chat harapan
Waktu pelaksanaan: penerapan - Proses kegiatan berlangsung
- Minggu, 20 Juni protokol dengan lancar dan jawaban yang b. Faktor Penghambat
2021 / Pukul kesehatan selama diberikan oleh mahasiswa dapat Kegiatan dilakukan secara
10.30 – 11.00 di lingkungan diterima oleh peserta dengan online, sehingga beberapa kali
tempat tinggal cukup baik sempat delay karena gangguan
koneksi pada masing-masing
b. Evaluasi Proses perangkat. Namun, hal tersebut
dapat diatasi dengan baik oleh
- Kegiatan penyuluhan dimulai
pelaksana
sesuai rencana yaitu jam 10.30
WIB
c. Rencana Tindak lanjut /
- Jumlah peserta yang hadir saat
Rekomendasi
penyuluhan adalah 180
Penyuluhan yang telah diberikan
partisipan dari seluruh jumlah
dapat bermanfaat bagi peserta
siswa kelas VII
penyuluhan yang hadir, juga
- Proses diskusi berjalan lancar, dan
dapat disampaikan ke tetangga
jawaban dari Mahasiswa yang
maupun kerabat terdekat.
diberikan dapat diterima

41
- Seluruh peserta mengamati
ketikadilakukan penyuluhan/
memberikan materi oleh
mahasiswa

c. Evaluasi Hasil
- Semua peserta mengikuti
penyuluhan dari awal hingga
akhir.
- Semua peserta telah melakukan
dengan baik praktik secara online
cara mencuci tangan dengan
benar
- Saat dilakukan evaluasi sebagian
peserta penyuluhan mampu
menjawab dengan baik meski ada
beberapa yang perlu bantuan agar
mengingat kembali.

42
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan Tentang Menjaga Kesehatan Diri Selama


Pandemi pada Siswa dan Siswi Kelas VII SMP Nasional Malang
Berdasarkan hasil pengkajian yang telah dilakukan maka ditegakkan diagnosa
keperawatan komunitas Pemeliharaan kesehatan tidak efektif dengan definisi diagnosa
ketidakmampuan mengidentifikasi, mengelola dan atau menemukan bantuan untuk
mempertahankan kesehatan, dimana berhubungan dengan lingkungan tidak terapeutik.
Berdasarkan wawancara dengan siswa dan orang tua bersama guru pada kamis, 17 Juni
2021 melalui googlemeet, didapatkah data bahwa mayoritas dilingkungan tempat tinggal
siswa dan siswi masih ditemukan dalam berkegiatan tidak menggunakan masker. Dalam
hal ini yang menjadikan alasan bahwa orang tua siswa dan siswi jika melakukan kegiatan
diluar tempat tinggal tidak menggunakan masker.
Setelah di diagnosa di tentukan, maka ditetapkanlah intervensi keperawatan yang
dilakukan untuk mencapai kriteria hasil yang diinginkan dari sebuah diagnosa
(Potter&Perry, 2010). Intervensi keperawatan diberikan pada klien disesuaikan dengan
diagnosa yang didapat dari hasil pengkajian dan disesuaikan dengan kondisi klien.
Intervensi/perencanaan adalah inti dari proses keperawatan, karena perencanaan
merupakan penentu dari tujuan dan hal yang ingin dilakukan, termasuk bagaimana,
kapan, dan siapa yang akan melakukan tindakan keperawatan (Asmadi, 2008). Oleh
karena itu intervensi yang akan dilakukan pada diagnosa ini adalah melakukan
pendidikan kesehatan terkait dengan menjaga kesehatan diri selama pandemi dengan
topik penerapan protokol kesehatan di lingkungan tempat tinggal.
Selanjutnya dilakukan Implementasi, tindakan yang diperlukan untuk mencapai
tujuan dan hasil yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari
asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi keperawatan adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien mengatasi
masalah kesehatan yang sedang dihadapinya ke status kesehatan yang lebih baik
didasarkan pada kriteria hasil yang telah dibuat sebelumnya (Potter&Perry, 2010).

43
Pendidikan kesehatan dilaksanakan pada hari minggu, 20 juni 2021 menggunakan
media pertemuan secara online yakni aplikasi googlemeet. Pemaparan materi oleh
perawat diantaranya berfokus pada menjaga kesehatan diri selama pandemi dengan
menerapkan protokol kesehatan serta perilaku hidup bersih dan sehat di lingkungan
tempat tinggal. Metode penyampaian informasi yang perawat lakukan ialah dengan
pemaparan informasi secara langsung, adapun perawat menggunakan media video terkait
cara praktik mencuci tangan dengan baik, serta memberikan poster yang mana terdapat
informasi tentang cara mencuci tangan dan cara menggunakan masker dengan baik.
Setelah dilakukan implementasi sesuai dengan rencana keperawatan yang telah
dibuat maka dilakukan evaluasi untuk melihat hasil akhir dari tahapan perencanaan yang
telah dibuat. Jika hasil eveluasi menunjukkan tercapainya tujuan dan kriteria hasil, klien
bisa keluar dari siklus proses keperawatan (Asmadi, 2008).

a. Sikap Sebelum diberikan Pendidikan Kesehatan


Sikap merupakan kecenderungan merespon baik secara positif atau negatif orang,
situasi, atau objek tertentu. Sikap mengandung suatu penilaian emosional atau afektif
(senang, benci dan sedih), kognitif (pengetahuan tentang suatu objek), dan
kecenderungan bertindak (Maulana, H, 2009).
Sebelum dilakukan implementasi keperawatan berupa pendidikan kesehatan
kepada siswa, perawat melakukan pengkajian berupa kebiasaan siswa terkait
penerapan protokol kesehatan di lingkungan tempat tinggal, didapatkan hasil sebagai
berikut:
1. Persentasi sikap siswa terhadap kebiasaan menggunakan masker dilingkungan
tempat tinggal adalah sebanyak 20 dari 30 siswa menunjukkan dengan
porsentase 67% siswa jarang memakai masker di lingkungan tempat tinggal.
Angka persentasi ini dikuatkan dengan sebanyak 7 dari 30 siswa bahkan tidak
pernah memakai masker dilingkungan tempat tinggal.
2. Persentasi sikap siswa terhadap kebiasaan mencuci tangan saat di rumah adalah
sebanyak 28 dari 30 siswa jarang mencuci tangan.
3. Persentasi sikap siswa terhadap kebiasaan bermain dilingkungan tempat tinggal
adalah 14 daei 30 siswa jarang bermain, sedangkan 10 siswa masih sering
bermain dilingkungan tempat tinggalnya.

44
4. Persentasi sikap siswa terhadap konsumsi sayur adalah 20 dari 30 siswa jarang
mengkonsumsi sayur.

Salah satu faktor yang mempengaruhi sikap seseorang adalah pengalaman pribadi.
Sikap akan lebih mudah terbentuk jika pengalaman pribadi tersebut terjadi dengan
siatuasi yang melibatkan faktor emosional (Wawan, 2010). Faktor emosional yang
dimaksud ialah hak-hal kebiasaan yang terbentuk dari kebiasaan yang ada
dilingkungan. Rendahnya sikap tentang penerapan protokol kesehatan sebagai upaya
menjaga kesehatan diri selama pandemi bisa dikaitkan dengan karena belum adanya
pengalaman pribadi yang belum pernah mendapat pendidikan tentang hal tesebut.

b. Sikap Setelah diberikan Pendidikan Kesehatan


Setelah dilakukannya implementasi keperawatan berupa pendidikan kesehatan
kepada siswa, tingkat pengetahuan siswa meningkat tentang bagaimana menerapkan
protokol kesehatan dengan baik, serta melakukan perilaku hidup bersih dan sehat di
lingkungan tempat tinggal. Dalam hal ini dibuktikan dengan siswa dapat mengikuti
dengan baik instruksi dari perawat saat praktik cara mencuci tangan, serta mayoritas
siswa sudah dapat menjawab pertanyaan dengan baik.

4.2. Rencana Tindak Lanjut


a. Diharapkan para guru pengajar dapat meningkatkan kegiatan edukasi terkait
kesehatan serta dalam membuat program pembelajaran dapat mengacu pada
panduan pembelajaran di masa pandemi.
b. Diharapkan orang tua siswa untuk dapat mengingatkan serta memberikan contoh
untuk siswa dalam penerapan protokol kesehatan dan perilaku hidup bersih dan
sehat di lingkungan tempat tinggalnya.

45
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Anak usia sekolah merupakan anak yang sedang berada pada periode usia
pertengahan yaitu anak yang berusia 6-12 tahun. Pada usia sekolah, anak memiliki
karakteristik yang berbeda dengan anak-anak yang usianya lebih muda. Perbedaan ini
terlihat dari aspek fisik, mental-intelektual, dan sosial- emosial anak. Sehingga
memerlukan pendekatan lebih untuk dapat menarik perhatian anak agar dapat mengikuti
arahan yang diberikan.
Pada masa pandemi saat ini, dimana seluruh proses pembelajaran dilakukan secara
daring (online) maka peran yang sangat berpengaruh ialah orang tua, yang mana dalam
kesehariannya lebih banyak menghabiskan waktu bersama mereka. Oleh karena itu, orang
tua pun penting untuk mendapatkan arahan oleh pengajar terkait himbauan-himbauan tata
laksana pembelajaran secara daring ini.

5.2 Saran
Pada kelompok anak usia sekolah yang memiliki sifat-sifat khusus, juga diperlukan
suatu intervensi khusus untuk meningkatkan kesehatan pada kelompok mereka. Terutama
pada kondisi saat ini, yang mana di masa pandemi seluruh kegiatan tatap muka
diberlakukan pembatasan secara ketat. Peran pengajar atau pendidik sangat penting untuk
mengolah strategi tersebut, dengan harapan baik anak-anak yang sedang menuntut ilmu
sesuai dengan program sekolah, tidak pula dibebankan dengan kegiatan yang justru
berisiko terhadap kesehatan mereka baik pada siswa-siswa dan orang tua serta
lingkungannya.

46
DAFTAR PUSTAKA

Abdul .Wahib Dan Mustaqim. (1991). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Aulina, Choirun Nisak. (2018). “Peningkatan Kesehatan Anak Usia Dini dengan
Penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di TK Kecamatan Candi
Sidoarjo.” AKSIOLOGIYA: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat 3 (1): 50.
https://doi.org/10.30651/aks.v3i1.1480.
Dharma, A., & Andryanto, M. (2010). Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga.
Gunarsa, D. S. (2016). Psikologi Praktis: Dari Anak Sampai Usia Lanjut. Jakarta:
Erlangga.
Kartono & Kartini. (2011). Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Moehji, S. (2009). Nutritional Science. Jakarta: Publisher of Sinar Sinarti Papas.
Santrock, J. W. (2017). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT Rineka
Cipta. PT. BPK Gunung Mulia.
PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI). Jakarta: Tim Pokja
SDKI DPD PPNI
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). Jakarta: Tim Pokja SIKI
DPD PPNI
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI). Jakarta: Tim PokjaSLKI
DPD PPNI
Sunarto & Kamanto. (2000), Pengantar Sosiologi, Edisi Revisi, Jakarta. Sarwono. 2011.
Psikologi Remaja.Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Pers.
Supariasa, & Hardiansyah. (2016). Nutrition Theory & Application. Jakarta: Book EGC
Medicine.
Tabi’in, A. (2020). “Pola Asuh Demokratis sebagai Upaya Menumbuhkan Kemandirian
Anak di Panti Asuhan Dewi Aminah,” 14.
Taryatman. (2016). “Budaya Hidup Bersih dan Sehat di Sekolah Dasar”, Jurnal
Pendidikan Ke-SD-an, Vol. 3. No. 1. September.
Wilis, S.S. (2012). Remaja Dan Masalahnya mengupas Berbagai Bentuk Kenakalan
Remaja, Narkoba, Free Sex, dan Pemecahannya. Bandung: Afabeta.
Yusuf, S. (2016). Psychology of Child and Adolescent Development. Bandung: PT. Teen
Rosdakarya.

47
Lampiran

Dokumentasi kegiatan penyuluhan kesehatan melalui googleMeet


Lampiran

Poster Pendidikan Kesehatan


Lampiran

SATUAN ACARA PENYULUHAN


MENJAGA KESEHATAN DIRI SELAMA PANDEMI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas


Praktik Klinik Individu
Departemen Keperawatan Komunitas dan Keluarga

Oleh:

Danang Widyanata Adhitama


NIM. P17212205039

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
TAHUN AJARAN 2020/2021
Lampiran

SATUAN ACARA PENYULUHAN


MENJAGA KESEHATAN DIRI SELAMA PANDEMI

Topik : Menjaga Kesehatan Diri Selama Pandemi


Hari/Tanggal : Minggu, 20 Juni 2021
Waktu : 30 menit (10:30 WIB s/d 11.00 WIB)
Tempat : Google Meeting
Sasaran : Siswa kelas VII SMP Nasional Malang
Pemateri : Danang Widyanata Adhitama

I. Tujuan instruksional
a. Tujuan instruksional umum
Setelah mengikuti penyuluhan diharapkan para peserta mampu mengetahui
dan memahami lebih luas mengenai menjaga kesehatan diri selama
pandemi
b. Tujuan instruksional khusus
Setelah penyuluhan peserta mengetahui dan mampu menerapkan tentang:
1. Protokol kesehatan selama pandemi
2. Cara mencuci tangan dengan baik

II. Metode
Diskusi & Tanya Jawab
III. Media
Leaflet dan video
IV. Materi Terlampir
1. Protokol kesehatan selama pandemi
2. Cara mencuci tangan dengan baik
Lampiran

V. Proses Pelaksanaan
No. WAKTU KEGIATAN PENYULUH KEGIATAN PESERTA
1. 5 menit Pembukaan :
1. Mengucapkan Salam Pembuka 1. Menjawab salam
2. Memperkenalkan diri 2. Memperhatikan dan
3. Menyampaikan maksud dan menjawab pertanyaan
tujuan dilaksanakannya
penyuluhan.
4. Menyampaikan Kontrak Waktu
5. Menggali pengetahuan peserta

2. 15 menit Pelaksanaan : Menjelaskan 1. Menyimak penjelasan


1. Protokol kesehatan selama 2. Mengajukan pertanyaan
pandemi seputar materi.
2. Cara mencuci tangan dengan 3. Menjawab pertanyaan
baik seputar materi.

3. 10 menit Penutup : 1. Merangkum materi yang


1. Memberi kesempatan peserta telah diberikan
untuk menerangkan materi yang 2. Mendengarkan
telah disampaikan 3. Mencatat
2. Menyempurnakan hasil 4. Menjawab pertanyaan
rangkuman peserta (kesimpulan) 5. Menjawab salam
3. Memberikan pertanyaan
4. Menutup pertemuan
5. Memberikan salam penutup
Lampiran

VI. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
- Peserta mengikuti penyuluhan.
- Penyelenggaraan penyuluhan melalui media pertemuan online
GoogleMeet

2. Evaluasi Proses
- Peserta memperhatikan materi yang diberikan oleh penyuluh.
- Peserta antusias dalam mengikuti penyuluhan dengan memberikan
umpan balik ketika acara tanya – jawab.
- Peserta tidak meninggalkan tempat penyuluhan sebelum materi selesai
diberikan.

3. Evaluasi Hasil
Peserta mampu mengulang dan memberikan penjelasan yang telah
disampaikan oleh penyuluh, meliputi:
Pertanyaan:
1. Protokol kesehatan selama pandemi
2. Cara mencuci tangan dengan baik
Lampiran

MATERI

A. Protokol Kesehatan
Masyarakat memiliki peran penting dalam memutus mata rantai penularan
COVID-19 agar tidak menimbulkan sumber penularan baru/cluster pada
tempat-tempat dimana terjadinya pergerakan orang, interaksi antar manusia
dan berkumpulnya banyak orang. Masyarakat harus dapat beraktivitas
kembali dalam situasi pandemi COVID-19 dengan beradaptasi pada
kebiasaan baru yang lebih sehat, lebih bersih, dan lebih taat, yang
dilaksanakan oleh seluruh komponen yang ada di masyarakat serta
memberdayakan semua sumber daya yang ada. Peran masyarakat untuk dapat
memutus mata rantai penularan COVID-19 (risiko tertular dan menularkan)
harus dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan. Protokol kesehatan
secara umum harus memuat:

Perlindungan Kesehatan Individu Penularan COVID-19 terjadi melalui


droplet yang dapat menginfeksi manusia dengan masuknya droplet yang
mengandung virus SARS-CoV-2 ke dalam tubuh melalui hidung, mulut, dan
mata. Prinsip pencegahan penularan COVID-19 pada individu dilakukan
dengan menghindari masuknya virus melalui ketiga pintu masuk tersebut
dengan beberapa tindakan, seperti:
a. Menggunakan alat pelindung diri berupa masker yang menutupi hidung
dan mulut hingga dagu, jika harus keluar rumah atau berinteraksi dengan
orang lain yang tidak diketahui status kesehatannya (yang mungkin dapat
menularkan COVID-19). Apabila menggunakan masker kain, sebaiknya
gunakan masker kain 3 lapis.
b. Membersihkan tangan secara teratur dengan cuci tangan pakai sabun
dengan air mengalir atau menggunakan cairan antiseptik berbasis
alkohol/handsanitizer. Selalu menghindari menyentuh mata, hidung, dan
mulut dengan tangan yang tidak bersih (yang mungkin terkontaminasi
droplet yang mengandung virus).
Lampiran

c. Menjaga jarak minimal 1 meter dengan orang lain untuk menghindari


terkena droplet dari orang yang bicara, batuk, atau bersin, serta
menghindari kerumunan, keramaian, dan berdesakan. Jika tidak
memungkinkan melakukan jaga jarak maka dapat dilakukan berbagai
rekayasa administrasi dan teknis lainnya. Rekayasa administrasi dapat
berupa pembatasan jumlah orang, pengaturan jadwal, dan sebagainya.
Sedangkan rekayasa teknis antara lain dapat berupa pembuatan partisi,
pengaturan jalur masuk dan keluar, dan lain sebagainya.
d. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan menerapkan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS) seperti mengkonsumsi gizi seimbang, aktivitas
fisik minimal 30 menit sehari dan istirahat yang cukup (minimal 7 jam),
serta menghindari faktor risiko penyakit.

Orang yang memiliki komorbiditas/penyakit penyerta/kondisi rentan seperti


diabetes, hipertensi, gangguan paru, gangguan jantung, gangguan ginjal,
kondisi immunocompromised/penyakit autoimun, kehamilan, lanjut usia,
anak-anak, dan lain lain, harus lebih berhati-hati dalam beraktifitas di tempat
dan fasilitas umum.

B. Cara Mencuci Tangan


Cuci tangan pakai sabun terbukti efektif mencegah penularan virus corona
karena tangan yang bersih setelah dicuci pakai sabun dapat mengurangi risiko
masuknya virus ke dalam tubuh mengingat:
a. Tanpa disadari, orang sering menyentuh mata, hidung, dan mulut
sehingga dapat menyebabkan virus masuk ke dalam tubuh
b. Virus corona dari tangan yang tidak dicuci dapat berpindah ke benda
lain atau permukaan yang sering disentuh - seperti pegangan tangga
atau eskalator, gagang pintu, permukaan meja, atau mainan- sehingga
menimbulkan risiko penyebaran virus kepada orang lain.
Lampiran

Mencuci tangan dengan benar mesti dilakukan dengan menggunakan sabun


dan air bersih mengalir. Bila tidak ada keran, kita bisa menggunakan timba
atau wadah lain untuk mengalirkan air. Mencuci tangan dengan air saja
tidaklah cukup untuk mematikan kuman penyebab penyakit. Mencuci tangan
dengan sabun dan air bersih mengalir adalah cara yang paling hemat biaya
untuk melindungi kita dari penyakit menular, termasuk COVID-19. Mencuci
tangan pakai sabun selama minimal 40-60 detik dan dengan mengikuti semua
langkah yang dianjurkan terbukti efektif mematikan kuman penyakit.

Mencuci tangan pakai sabun


dan air bersih akan memberi
manfaat yang berbeda dari
cairan pembersih tangan
berbasis alkohol. Sabun dan
air bersih dapat
menghilangkan semua jenis
kuman dari tangan,
sedangkan cairan pembersih
tangan berbasis alcohol hanya
bisa mengurangi jumlah
kuman tertentu dikulit. Selain
itu, cairan pembersih tangan
hanya dapat digunakan bila
tangan kita tidak kotor dan
berminyak. Cairan pembersih
tangan berbasis alkohol juga
tidak bisa menghilangkan
jenis kuman norovirus,
Cryptosporidium, dan
Clostridioides difficile, serta
bahan kimia berbahaya
seperti pestisida dan logam
berat.
Lampiran

Referensi

Kemenkes RI. 2020. Panduan Mencuci Tangan Pakai Sabun. Akses melalui
website:https://kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98f00/f
iles/Panduan_CTPS2020_1636.pdf. Di akses pada 19 Juni 2021.
Kemenkes RI. 2021. Protoko Kesehatan. Akses melalui website:
http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/KMK_No__HK_01_07
-MENKES-382
2020_ttg_Protokol_Kesehatan_Bagi_Masyarakat_di_Tempat_dan_Fasilita
s_Umum_Dalam_Rangka_Pencegahan_COVID-19.pdf. Di akses pada 19
Juni 2021.

Anda mungkin juga menyukai