Anda di halaman 1dari 43

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

DIABETES MELITUS PADA LANSIA

DI PUSKESMAS MEGANG LUBUKLINGGAU

DISUSUN OLEH :

MUTIA ANNISA

Dosen Pengajar :Ns. Septi Andrianti , S. Kep, M.Bmd

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI HUSADA


BENGKULU

TAHUN 2020-2021
KATA PENGANTAR

Assalammualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Asuhan
Keperawatan Komunitas ini yang berjudul “Asuhan Keperawatan Komunitas
Diabetes Melitus Pada Lansia”.

Tujuan pembuatan Asuhan Keperawatan ini adalah untuk memenuhi salah


satu persyaratan tugas dalam perkulihan. Penulis menyadari dalam pembuatan
tugas ini masih banyak terdapat kekurangan, hal ini dikarenakan keterbatasan
pengetahuan yang dimiliki oleh kami. Namun berkat bantuan dan bimbingan serta
arahan dari berbagai pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan Asuhan
Keperawatan ini tepat pada waktunya.

Dalam pembuatan tugas ini, penulis menyadari masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan dengan tangan terbuka kritik
dan saran yang membangun untuk perbaikan pada masa yang akan datang.

Wassalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Lubuklinggau, Juli 2021


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1. Latar belakang...............................................................................................1
1.2.Rumusan masalah.........................................................................................3
1.3. Tujuan............................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................4
2.1. Konsep Medis...............................................................................................4
2.1.1 Pengertian..................................................................................................4
2.1.2. Etiologi.......................................................................................................4
2.1.3. Anatomi dan fisiologi................................................................................7
2.1.4. Patofisiologi.............................................................................................10
2.1.5. Pathway........................................................................................................... 12
2.1.6. Manifestasi klinik....................................................................................13
2.1.7. Komplikasi...............................................................................................14
2.1.8. Tes diagnostik.........................................................................................16
2.1.9. Penatalksanaan Medis..............................................................................17
2.2 Konsep Lansia........................................................................................... 21
2.1. Konsep Dasar Keperawatan Komunitas.....................................................22
BAB III TINJAUAN KASUS................................................................................29
3.1. Pengkajian Keperawatan.............................................................................29
3.2. Analisa data.................................................................................................42

3.3. Diagnosa keperawatan................................................................................42


3.4. Rencana keperawatan..................................................................................43
3.5. Implementasi dan evaluasi..........................................................................45

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................46


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lansia dikatakan sebagai tahap akhir pada daur kehidupan


manusia.Lansia adalah keadaan yang di tandai oleh kegagalan seseorang
untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi fisiologis yang
berkaitan dengan penurunan kemampuan untuk hidup (Ferry & Makhfudli,
2009). Menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia
disebutkan bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun
(Dewi, S.R, 2014). Namun, menurut WHO, batasan lansia dibagi atas usia
pertengahan (middle age) yaitu antara 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) yaitu
60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very old)
diatas 90 tahun Notoadmodjo, (2011). Dengan bertambahnya usia, fungsi
fisiologis mengalami penurunan sehingga penyakit tidak menular banyak
terjadi pada lanjut usia. Penyakit tidak menular yang banyak diderita oleh
penduduk lansia antara lain Arhtritis, hipertensi, nyeri sendi, stroke dan
diabetes mellitus (Direktorat Statistik Kesejahteraan Rakyat, 2015).

Diabetes Mellitus (DM) atau yang lebih dikenal masyarakat sebagai


“penyakit gula” merupakan penyakit yang banyak bermunculan dewasa ini.
Hal ini terkait dengan gaya hidup dan pola makan yang tidak sehat di
kalangan masyarakat kita. Kurangnya aktivitas fisik (olah raga) dan pola
makan serba fast food semakian mempertinggi kejadian penyakit diabetes
mellitus. Diabetes Mellitus memiliki implikasi yang luas bagi usia lanjut
maupun keluarganya, terutama munculnya keluhan yang menyertai,
penurunan kemandirian usia lanjut dalam melakukan aktivitas keseharian, dan
menurunnya partisipasi sosial usia lanjut. Perawat komunitas sejak awal dapat
berperan dalam meminimalisasi perubahan potensial pada sistem tubuh
pasien.Beberapa penelitian eksperimental memperlihatkan bahwa perawat
mempunyai peran yang cukup berpengaruh terhadap perilaku pasien. Salah
satu peran yang penting guna mendorong masyarakat terutama usia lanjut
adalah agar usia lanjut dan keluarga mampu memahami kondisi usia lanjut
diabetisi sehingga dapat melakukan perawatan diri secara mandiri (Bondan
Palestine, 2007).

Meningkatnya prevalensi DM di Indonesia diduga ada hubungannya


dengan cara hidup (pola makan). Pola makan bergeser dari pola makan
tradisional yang banyak mengandung karbohidrat, serat dan sayuran ke pola
makan kebarat – baratan dengan komposisi yang terlalu banyak mengandung
protein, lemak, gula, garam, dan sedikit serat. Hal ini didukung oleh
kurangnya peran keluarga dalam pengelolaan pada salah satu anggota
keluarga yang menderita DM (Suadana, 2008).Penyebab Diabetes Mellitus
pada lansia dikarenakan beberapa faktor, diantaranya perubahan komposisi
tubuh, menurunnya aktifitas fisik, perubahan life style, faktor perubahan
neurohormonal, serta meningkatnya stres.

Pada usia lanjut diduga terjadi age related metabolic adaptation, oleh
karena itu munculnya diabetes pada usia lanjut kemungkinan karena aged
related insulin resistance atau aged related insulin inefficiency sebagai hasil
dari preserved insulin action despite age (Rochmah, 2006). Bila terlambat
diketahui adanya penyakit diabetes pada lanjut usia, penderita mungkin sudah
dalam keadaan status dekompensasi dari sistem metabolik seperti
hiperglikemi, hiperosmolaritas, sindroma non ketotik atau ketoasidosis
diabetik. Penderita juga dapat dijumpai gejala-helaja hipoglikemi, yang
biasanya disebabkan oleh obat-obat antidiabetik. Penampilan klinis
hipoglikemia yang khas tampak sebagai perubahan status mental dan status
neurologi seperti penurunan fungsi kognitif, konfusio, kejang, diaphoresis
dan bradikadi.Keadaan yang menyertai hiperglikemi seperti hiponatremia
(pseudohiponatremi), kondisi dehidrasi dan hipomagnesia (akibat diuresis
osmotik) dapat juga terjadi (Martono, 2012).
1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut, maka penulis


merumuskan “Bagaimana asuhan keperawatan komunitas pada lansia dengan
gangguan diabetes mellitus Di Puskesmas Megang lubuklinggau”

1.3 Tujuan

1. Tujuan umum

Tujuan dari karya tulis ilmiah ini adalah Mempelajari dan memberikan
pemahaman tentang asuhan keperawatan komunitas pada lansia dengan
gangguan Diabetes Millitus Di Puskesmas Megang lubuklinggau.

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus penulisan karya tulis ini yaitu penulis mampu :

a) Melakukan pengkajian pada pasien diabetes mellitus.


b) Merumuskan analisa sintesa yang sesuai pada pasien diabetes mellitus
c) Merumuskan diagnosa yang muncul pada diabetes mellitus
d) Menentukan intervensi keperawatan pada pasien diabetes mellitus.
e) Melakukan implementasi keperawatan pada pasien diabetes mellitus.
f) Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan pada pasien diabetes
mellitus.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KONSEP MEDIS

2.1.1 Pengertian

Diabetes melitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang


ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia
(Brunner dan Suddarth, 2002).

Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada


seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula
(glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif
(Arjatmo, 2002).

Who sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu


yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat
tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema
anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor dimana didapat
defisiensi insulin absolute atau relatif dan gangguan fungsi insulin. Lebih
dari 90% dari semua populasi diabetes adalah diabetes mellitus tipe 2 yang
ditandai dengan penurunan sekresi insulin karena berkurangya fungsi sel
beta pankreas secara progresif yang disebabkan oleh resistensi insulin

2.1.2 Etiologi

Penyebab diabetes mellitus sampai sekarang belum diketahui dengan


pasti tetapi umumnya diketahui karena kekurangan insulin adalah
penyebab utama dan faktor herediter memegang peranan penting.

a. Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)


Sering terjadi pada usia sebelum 30 tahun. Biasanya juga disebut
Juvenille Diabetes, yang gangguan ini ditandai dengan adanya
hiperglikemia (meningkatnya kadar gula darah).

Faktor genetik dan lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh


karena itu insiden lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari
lingkungan) misalnya coxsackievirus B dan streptococcus sehingga
pengaruh lingkungan dipercaya mempunyai peranan dalam terjadinya
DM.

Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulau – pulau langerhans


pankreas, yang membuat kehilangan produksi insulin. Dapat pula akibat
respon autoimmune, dimana antibody sendiri akan menyerang sel bata
pankreas. Faktor herediter, juga dipercaya memainkan peran munculnya
penyakit ini (Brunner & Suddart, 2002)

b. Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)

Virus dan kuman leukosit antigen tidak nampak memainkan peran


terjadinya NIDDM. Faktor herediter memainkan peran yang sangat
besar. Riset melaporkan bahwa obesitas salah satu faktor determinan
terjadinya NIDDM sekitar 80% klien NIDDM adalah kegemukan.
Overweight membutuhkan banyak insulin untuk metabolisme.
Terjadinya hiperglikemia disaat pankreas tidak cukup menghasilkan
insulin sesuai kebutuhan tubuh atau saat jumlah reseptor insulin
menurun atau mengalami gangguan. Faktor resiko dapat dijumpai pada
klien dengan riwayat keluarga menderita DM adalah resiko yang besar.
Pencegahan utama NIDDM adalah mempertahankan berat badan ideal.
Pencegahan sekunder berupa program penurunan berat badan, olah raga
dan diet. Oleh karena DM tidak selalu dapat dicegah maka sebaiknya
sudah dideteksi pada tahap awal tanda-tanda/gejala yang ditemukan
adalah kegemukan, perasaan haus yang berlebihan, lapar, diuresis dan
kehilangan berat badan, bayi lahir lebih dari berat badan normal,
memiliki riwayat keluarga DM, usia diatas 40 tahun, bila ditemukan
peningkatan gula darah (Brunner & Suddart, 2002)

c. Diabetes tipe khusus lain

a) Kelainan genetik dalam sel beta, diabetes subtipe ini memiliki


prevalensi familiar yang tinggi dan bermanifestasi sebelum usia 14
tahun. Pasien seringkali obesitas dan resisten terhadap insulin
b) Kelainan genetik pada kerja insulin, menyebabkan sindrom resistensi
insulin berat.
c) Penyakit pada endokrin pankreas menyebabkan pankreatitis kronik.
d) Penyakit endokrin seperti sindrom cushing dan akromegali.
e) Obat-obat yangbersifat toksik terhadap sel beta
d. Diabetes gastasional (kehamilan)

Diabetes gastasional didapat pertama kali selama kehamilan dan


mempengaruhi 4% dari semua kehamilan. Faktor resiko terjadinya
GDM adalah usia tua,etnik, obesitas, multiparitas, riwatat keluarga dan
riwayat gastasional terdahulu. Karena terjsdi eningkatan,sekresi
berbagai hormon yang memounyai efek metabolic terhadap toleransi
glukoa, maka kehamilan adalah suatu keadaan diabetogenik.

2.1.3 Anatomi dan Fisiologi

a. Anatomi Pankreas

Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster


didalam ruang retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas mencapai
hilus limpa diarah kronio – dorsal dan bagian atas kiri kaput pankreas
dihubungkan dengan corpus pankreas oleh leher pankreas yaitu bagian
pankreas yang lebarnya biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan vena
mesentrika superior berada dileher pankreas bagian kiri bawah kaput
pankreas ini disebut processus unsinatis pankreas. Pankreas terdiri
dari dua jaringan utama yaitu :
1) Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.
2) Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan
getahnya namun sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon
langsung kedalam darah.
Pankreas manusia mempunyai 1 – 2 juta pulau langerhans, setiap pulau
langerhans hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi
pembuluh darah kapiler.

Gambar anatomi pankreas dapat dilihat berikut ini :

Corpus pankreatikus
Canalis Pylorica
Ductus pankreaticus
Ductus Coledukus

Cauda
Pankreatis

Duodenum Pars
asendens
Caput pankreatis
Duodenum pars horisontal
Processus uricinatus
Gambar 1. Gambar anatomi pankreas, duodenum.

b. Fisiologi Pankreas

Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh


berupa hormon-hormon yang disekresikan oleh sel – sel dipulau
langerhans. Hormon-hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai
hormon yang merendahkan kadar glukosa darah yaitu insulin dan
hormon yang dapat meningkatkan glukosa darah yaitu glukagon.
Fisiologi Insulin :

Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel dipulau langerhans


menyebabkan timbulnya pengaturan secara langsung sekresi beberapa
jenis hormone lainnya, contohnya insulin menghambat sekresi
glukagon, somatostatin menghambat sekresi glukagon dan insulin.
Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-sel beta pulau
langerhans. Rangsangan utama pelepasan insulin diatas kadar basal
adalah peningkatan kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah puasa
dalam keadaan normal adalah 80-90 mg/dl. Insulin bekerja dengan
cara berkaitan dengan reseptor insulin dan setelah berikatan, insulin
bekerja melalui perantara kedua untuk menyebabkan peningkatan
transportasi glukosa kedalam sel dan dapat segera digunakan untuk
menghasilkan energi atau dapat disimpan didalam hati (Guyton &
Hall, 1999)

KLASIFIKASI DM

2.1.4 Patofisiologi

a. DM Tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan pankreas
menghasilkan insulin karena hancurnya sel-sel beta pulau langerhans.
Dalam hal ini menimbulkan hiperglikemia puasa dan hiperglikemia
post prandial.
Dengan tingginya konsentrasi glukosa dalam darah, maka akan muncul
glukosuria (glukosa dalam darah) dan ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan (diuresis osmotic)
sehingga pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih
(poliurra) dan rasa haus (polidipsia).
Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak
sehingga terjadi penurunan berat badan akan muncul gejala
peningkatan selera makan (polifagia). Akibat yang lain yaitu terjadinya
proses glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan
glukogeonesis tanpa hambatan sehingga efeknya berupa pemecahan
lemak dan terjadi peningkatan keton yangdapat mengganggu
keseimbangan asam basa dan mangarah terjadinya ketoasidosis
(Corwin, 2000)
b. DM Tipe II

Terdapat dua masalah utama pada DM Tipe II yaitu resistensi insulin


dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan berkaitan pada
reseptor kurang dan meskipun kadar insulin tinggi dalam darah tetap
saja glukosa tidak dapat masuk kedalam sel sehingga sel akan
kekurangan glukosa.
Mekanisme inilah yang dikatakan sebagai resistensi insulin. Untuk
mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah yang berlebihan maka harus terdapat peningkatan jumlah insulin
yang disekresikan. Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu
mengimbanginya maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadilah
DM tipe II (Corwin, 2000).
2.1.5 Pathway

Defisiensi Insulin peningkatan Katabolisme/Glukoneogenesis

efek terhadap mikrovaskuler Transpor glukosa ke dalam sel Katabolisme protein penurunan penyerapan asam amino

Retina tidak mendapat oksigen metabolisme glukosa dimitokondria penurunan ATP asam amino darah meningkat

Hipoksia peningkatan glukosa darah penurunan energi glukoneogenesis meningkat

Resiko Kebutaan Hiperglikemia Hambatan mobilitas fisik pemakaian lemak dan protein meningkat

Perubahan glukosa ke asam lemak Ketosis

Resiko Gangguan persepsi sensori efek mikrovaskuler aterosklerosis dinding intima napas berbau keton mual, muntah

nefropati mikroangiopati Aliran darah ke perifer terganggu out put berlebihan

penurunan permeabilitas neuron neuropati Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer


Kadar glukosa darah tidak terkontrol
Diuresis meningkat penurunan sensitifitas perifer nutrisi kurang dari kebutuhan

Defisit volume cairan mudah trauma Ketidakmampuan beraktifitas


Ketidakstabilan kadar glukosa darah Kerusakan integritas kulit

Terputusnya kontinuitas jaringan perubahan status kesehatan Penurunan rawat diri

pelepasan mediator kimia kurang informasi kurang pengetahuan

stimulasi reseptor nyeri nyeri invasi kuman/bakteri patogen resiko infeksi


2.1.6 Manifestasi Klinik

a. Poliuria

Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane


dalam sel menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma
meningkat atau hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel berdifusi
kedalam sirkulasi atau cairan intravaskuler, aliran darah ke ginjal
meningkat sebagai akibat dari hiperosmolariti dan akibatnya akan
terjadi diuresis osmotic (poliuria).

b. Polidipsia

Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler


menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah
dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan
sensor haus teraktivasi menyebabkan seseorang haus terus dan ingin
selalu minum (polidipsia).

c. Poliphagia

Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar
insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi akan
menstimulasi rasa lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang
akan lebih banyak makan (poliphagia).

d. Penurunan berat badan

Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel


kekurangan cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat
dari itu maka sel akan menciut, sehingga seluruh jaringan terutama
otot mengalami atrofidan penurunan secara otomatis.

e. Malaise atau kelemahan (Brunner & Suddart, 2002)


2.1.7 Komplikasi

Komplikasi yang paling memungkinkan dari diabetes yang tak


terkontrol, baik itu tipe 1 atau tipe 2, adalah nekrosis. Komplikasi
diabetes satu ini dapat membuat Anda lumpuh. Tanpa pengobatan dan
perawatan yang tepat, sel tubuh Anda tidak akan mampu untuk
menggunakan glukosa di dalam aliran darah dan akan mati secara
perlahan. Nekrosis biasanya terjadi pada tubuh bagian bawah, seperti
kaki.

Selain nekrosis, Anda mungkin dapat mengidap penyakit serius


yaitu ketoasidosis diabetik. Pada penyakit ketoasidosis diabetik, zat keton
menumpuk dalam darah. Keton yang terkandung di dalam darah akan
mengubah darah bersifat asam. Kondisi ini berbahaya karena dapat
memengaruhi organ termasuk otak dan dapat membahayakan
penderitanya jika tidak segera didiagnosis dan dirawat di rumah sakit.
Komplikasi diabetes lainnya yang tak kalah serius adalah :

 Kardiopati
Diabetes dapat meningkatkan risiko berbagai penyakit kardiovaskuler
lainnya, termasuk penyakit arteri koroner dengan nyeri di dada
(angina), penyakit jantung, stroke, menyempitnya arteri
(aterosklerosis), dan tekanan darah tinggi.

 Neuropati
Gula yang berlebihan dapat membahayakan pembuluh darah kecil
(kapiler) yang menutrisi saraf Anda, terutama di kaki. Ini dapat
menyebabkan kesemutan, mati rasa, terbakar atau nyeri dari ujung
kaki dan menjalar ke atas.

Gula darah yang tidak terkontrol dengan baik menyebabkan Anda


dapat mati rasa di kaki salah satu atau kedua kaki. Kerusakan saraf
yang memengaruhi saluran pencernaan dapat menyebabkan beberapa
masalah seperti mual, muntah, diare, atau sembelit. Untuk pria,
masalah tersebut bisa berupa disfungsi ereksi.

 Nefropati
Ginjal mengandung banyak gugusan pembuluh darah yang menyaring
limbah dari darah Anda. Diabetes dapat membahayakan sistem
penyaringan yang halus ini. Beberapa kerusakan dapat mengakibatkan
gagal ginjal atau penyakit ginjal stadium akhir yang dapat dipulihkan,
namun ini membutuhkan dialisis atau transplantasi ginjal.

 Kerusakan Mata
Diabetes dapat membahayakan jaringan darah di retina (diabetes
retinopati), dan berkemungkinan menyebabkan kebutaan. Diabetes
juga dapat meningkatkan kerusakan berat pada penglihatan, seperti
katarak dan glaukoma.

 Kerusakan kaki
Kerusakan saraf atau aliran darah di kaki dapat meningkatkan risiko
komplikasi kaki. Jika tidak dirawat, goresan dan luka di kaki dapat
menjadi infeksi serius, yang susah diobati dan dapat berakibat
amputasi kaki.

 Kondisi Mulut dan Kulit


Menderita diabetes dapat mengakibatkan Anda rentan terhadap
masalah kulit, termasuk infeksi bakteri dan jamur.

 Komplikasi Kehamilan
Kadar gula yang tinggi dapat berbahaya bagi anak dan bayi. Anda
mempunyai risiko yang tinggi untuk keguguran, kelahiran, dan cacat
lahir jika kadar gula Anda tidak dikontrol dengan baik. Untuk sang
ibu, diabetes dapat meningkatkan risiko akan ketoasidosis diabetik,
diabetes retinopati, kehamilan darah tinggi, dan preeklampsia.
2.1.8 Tes Diagnostik

a. Adanya glukosa dalam urine. Dapat diperiksa dengan cara benedict


(reduksi) yang tidak khasuntuk glukosa, karena dapat positif pada
diabetes.
b. Diagnostik lebih pasti adalah dengan memeriksa kadar glukosa
dalam darah dengan cara Hegedroton Jensen (reduksi).
1) Gula darah puasa tinggi < 140 mg/dl.
2) Test toleransi glukosa (TTG) 2 jam pertama < 200 mg/dl.
3) Osmolitas serum 300 m osm/kg.
4) Urine = glukosa positif, keton positif, aseton positif atau negative
(Bare & suzanne, 2002)
2.1.9 Penatalaksanaan Medik

Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akamn menimbulkan


berbagai penyakit dan diperlukan kerjasama semua pihak ditingkat
pelayanan kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai
usaha dan akan diuraikan sebagai berikut :

a. Perencanaan Makanan.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai
dengan kecukupan gizi baik yaitu :

1) Karbohidrat sebanyak 60 – 70 %

2) Protein sebanyak 10 – 15 %

3) Lemak sebanyak 20 – 25 %

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur,


stress akut dan kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis,
penentuan jumlah kalori dipakai rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal
= (TB-100)-10%, sehingga didapatkan =
1) Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal
2) Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal
3) Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal
4) Gemuk = > 120% dari BB Ideal.
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan
kalori basal yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg
BB, kemudian ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas (10-30%
untuk pekerja berat). Koreksi status gizi (gemuk dikurangi, kurus
ditambah) dan kalori untuk menghadapi stress akut sesuai dengan
kebutuhan.

Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas


dibagi dalam beberapa porsi yaitu :

1) Makanan pagi sebanyak 20%

2) Makanan siang sebanyak 30%

3) Makanan sore sebanyak 25%

4) 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya.

BahanMakan Dianjurkan Dibatasi Dihindari


an
Sumber Semua sumber
Karbohid karbohidrat dibatasi:
rat nasi, bubur, roti, mie,
kentang, singkong,
ubi, sagu, gandum,
pasta, jagung, talas,
havermout, sereal,
ketan, makaroni
Sumber Ayam tanpak hewani tinggi lemak Keju, abon,
Protein ulit,ikan, telur, jenuh (kornet, sosis, dendeng, susu
Hewani telur rendah sarden, otak, jeroan, full cream
kolesterol atau kuning telur)
putih telur,
daging tidak
berlemak.
Sumber tempe, tahu,
ProteinNabat kacang hijau,
i kacang merah,
kacang
tanah,kacang
kedelai
Sayuran Sayur tinggi bayam, buncis, daun
serat: kangkung, melinjo, labu siam,
daun kacang, daun singkong, daun
oyong, ketimun, ketela, jagung muda,
tomat, labu air, kapri,kacang panjang,
kembangkol, pare, wortel, daun
lobak, sawi, katuk
selada, seledri,
terong

b. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu)
selama kurang lebih 30 menit yang disesuaikan dengan
kemampuan dan kondisi penyakit penyerta.

Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama
30 menit, olehraga sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah
raga berat jogging.

c. Obat Hipoglikemik

1) Sulfonilurea
Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara :

a) Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan.


b) Menurunkan ambang sekresi insulin.
c) Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB
normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit
lebih.
Klorpropamid kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal
dan orangtua karena resiko hipoglikema yang berkepanjangan,
demikian juga gibenklamid. Glukuidon juga dipakai untuk pasien
dengan gangguan fungsi hati atau ginjal.

d. Biguanid

Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin.

Sebagai obat tunggal dianjurkan pada pasien gemuk (imt 30) untuk
pasien yang berat lebih (imt 27-30) dapat juga dikombinasikan dengan
golongan sulfonylurea

e. Insulin

Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :

a) Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun


NIDDM) dalam keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam
ketoasidosis.
b) DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali
dengan diet (perencanaan makanan).
c) DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral
dosif maksimal. Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan
dosis rendah dan dinaikkan perlahan – lahan sesuai dengan hasil
glukosa darah pasien. Bila sulfonylurea atau metformin telah
diterima sampai dosis maksimal tetapi tidak tercapai sasaran
glukosa darah maka dianjurkan penggunaan kombinasi
sulfonylurea dan insulin.
d) Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting
untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien
diabetes yaitu pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan
keterampilan yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk
meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang
diperlukan untuk mencapai keadaan sehat yang optimal.
Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup yang lebih baik.
Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan
diabetes (Bare & Suzanne, 2002)
2.2. Konsep Lansia

2.2.1 Definisi Lansia


Penuaan adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari,
berjalan secara terus menerus, dan berkesinambungan. Selanjutnya akan
menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia pada tubuh,
sehingga akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara
keseluruhan (Siti, 2011). Lanjut usia (lansia) adalah populasi manusia
yang telah mencapai usia 65 tahun (Touhy, 2014). Lansia sendiri terbagi
dalam beberapa tingkatan yaitu lansia muda dengan rentang usia 65-74
tahun, lansia pertengahan dengan rentang usia 75-84 tahun, lansia sangat
tua dengan rentang usia 85 tahun ke atas (DeLaune, 2002; Mauk, 2006),
(Lestari, 2016). Menurut UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan
dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia
lebih dari 60 tahun (Maryam, 2011). Dari definisi diatas dapat
disimpulkan bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 65
tahun dan mengalami perubahan anatomi, fisiologi dan biokimia pada
tubuh.

2.2.2 Klasifikasi Lansia

Menurut Depkes RI (2013) klasifikasi lansia terdiri dari :


a. Pra lansia yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
b. Lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
dengan masalah kesehatan.
d. Lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan
pekerjaan dan kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.
e. Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari
nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
2.3 Konsep Dasar Keperawatan Komunitas

2.3.1 Definisi
Komunitas (community) adalah sekelompok masyarakat yang
mempunyai persamaan nilai (values), perhatian (interest) yang
merupakan kelompok khusus dengan batas-batas geografi yang jelas,
dengan norma dan nilai yang telah melembaga (Sumijatun dkk, 2013).
Misalnya di dalam kesehatan di kenal kelompok ibu hamil, kelompok ibu
menyusui, kelompok anak balita, kelompok lansia, kelompok masyarakat
dalam suatu wilayah desa binaan dan lain sebagainya.Sedangkan dalam
kelompok masyarakat ada masyarakat petani, masyarakat pedagang,
masyarakat pekerja, masyarakat terasing dan sebagainya (Mubarak,
2016). Keperawatan komunitas sebagai suatu bidang keperawatan yang
merupakan perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat
(public health) dengan dukungan peran serta masyarakat secara aktif
serta mengutamakan pelayanan promotif dan preventif secara
berkesinambungan tanpa mengabaikan perawatan kuratif dan rehabilitatif
secara menyeluruh dan terpadu yang ditujukan kepada individu,
keluarga, kelompok serta masyarakat sebagai kesatuan utuh melalui
proses keperawatan (nursing process) untuk meningkatkan fungsi
kehidupan manusia secara optimal, sehingga mampu mandiri dalam
upaya kesehatan (Mubarak, 2016).
2.3.2 Tujuan dan Fungsi Keperawatan Komunitas
Tujuan proses keperawatan dalam komunitas adalah untuk
pencegahan dan peningkatan kesehatan masyarakat melalui upaya-upaya
sebagai berikut.
1. Pelayanan keperawatan secara langsung (direct care) terhadap
individu, keluarga, dan keluarga dan kelompok dalam konteks
komunitas.
2. Perhatian langsung terhadap kesehatan seluruh masyarakat (health
general community) dengan mempertimbangkan permasalahan atau
isu kesehatan masyarakat yang dapat memengaruhi keluarga,
individu, dan kelompok.
Selanjutnya, secara spesifik diharapkan individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat mempunyai kemampuan untuk:
1. Mengidentifikasi masalah kesehatan yang dialami;
2. Menetapkan masalah kesehatan dan memprioritaskan masalah
tersebut;
3. Merumuskan serta memecahkan masalah kesehatan;
4. Menanggulangi masalah kesehatan yang mereka hadapi;
5. Mengevaluasi sejauh mana pemecahan masalah yang mereka hadapi,
yang akhirnya dapat meningkatkan kemampuan dalam memelihara
kesehatan secara mandiri (self care).
2.3.3 Fungsi Keperawatan Komunitas
1. Memberikan pedoman dan bimbingan yang sistematis dan ilmiah
bagi kesehatan masyarakat dan keperawatan dalam memecahkan
masalah klien melalui asuhan keperawatan.
2. Agar masyarakat mendapatkan pelayanan yang optimal sesuai
dengan kebutuhannya dibidang kesehatan.
3. Memberikan asuhan keperawatan melalui pendekatan pemecahan
masalah, komunikasi yang efektif dan efisien serta melibatkan peran
serta masyarakat.
4. Agar masyarakat bebas mengemukakan pendapat berkaitan dengan
permasalahan atau kebutuhannya sehingga mendapatkan penanganan
dan pelayanan yang cepat dan pada akhirnya dapat mempercepat
proses penyembuhan (Mubarak, 2016).
2.3.4 Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas
Strategi intervensi keperawatan komunitas adalah sebagai berikut:
a. Proses kelompok (group process)
Seseorang dapat mengenal dan mencegah penyakit, tentunya
setelah belajar dari pengalaman sebelumnya, selain faktor
pendidikan/pengetahuan individu, media masa, Televisi, penyuluhan
yang dilakukan petugas kesehatan dan sebagainya.Begitu juga dengan
masalah kesehatan dilingkungan sekitar masyarakat, tentunya
gambaran penyakit yang paling sering mereka temukan sebelumnya
sangat mempengaruhi upaya penangan atau pencegahan penyakit yang
mereka lakukan. Jika masyarakat sadar bahwa penangan yang bersifat
individual tidak akan mampu mencegah, apalagi memberantas
penyakit tertentu, maka mereka telah melakukan pemecahan-
pemecahan masalah kesehatan melalui proses kelompok.
b. Pendidikan Kesehatan (Health Promotion)
Pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku yang
dinamis, dimana perubahan tersebut bukan hanya sekedar proses
transfer materi/teori dari seseorang ke orang lain dan bukan pula
seperangkat prosedur. Akan tetapi, perubahan tersebut terjadi adanya
kesadaran dari dalam diri individu, kelompok atau masyarakat sendiri.
Sedangkan tujuan dari pendidikan kesehatan menurut Undang-Undang
Kesehatan No. 23 Tahun 1992 maupun WHO yaitu ”meningkatkan
kemampuan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan; baik fisik, mental dan sosialnya; sehingga produktif secara
ekonomi maupun secara sosial.
c. Kerjasama (Partnership)
Berbagai persoalan kesehatan yang terjadi dalam lingkungan
masyarakat jika tidak ditangani dengan baik akan menjadi ancaman
bagi lingkungan masyarakat luas. Oleh karena itu, kerja sama sangat
dibutuhkan dalam upaya mencapai tujuan asuhan keperawatan
komunitas melalui upaya ini berbagai persoalan di dalam lingkungan
masyarakat akan dapat diatasi dengan lebih cepat.
2.3.5 Bentuk – Bentuk Pendekatan dan Partisipasi Masyarakat
a. Posyandu
Pos pelayanan terpadu atau yang lebih dikenal dengan
posyandu.Secara sederhana dapat diartikan sebagai pusat kegiatan
dimana masyarakat dapat sekaligus memperoleh pelayanan KB dan
Kesehatan. Selain itu posyandu juga dapat diartikan sebagai wahana
kegiatan keterpaduan KB dan kesehatan ditingkat kelurahan atau desa,
yang melakukan kegiatankegiatan seperti: (1) kesehatan ibu dan anak,
(2) KB, (3) imunisasi, (4) peningkatan gizi, (5) penanggulangan diare,
(6) sanitasi dasar, (7) penyediaan obat esensial (Zulkifli, 2013).
Tujuan pokok penyelenggaraan Posyandu adalah untuk : (1)
mempercepat penurunan angka kematian ibu dan anak, (2)
meningkatkan pelayanan kesehatan ibu untuk menurunkan IMR, (3)
mempercepat penerimaan NKKBS, (4) meningkatkan kemampuan
masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan kegiatan
lain yang menunjang peningkatan kemampuan hidup sehat, (5)
pendekatan dan pemerataan pelayanan kesehatan pada penduduk
berdasarkan letak geografi .
b. Keluarga berencana, pembagian Pil KB dan Kondom.
c. Peberian Oralit dan pengobatan.
d. Penyuluhan kesehatan lingkungan dan penyuluhan pribadi sesuai
permasalahan dilaksanakan oleh kader PKK melalui meja IV dengan
materi dasar dari KMS baita dan ibu hamil. Pelayanan yang diberikan
oleh keperawatan komunitas mencakup kesehatan komunitas yang luas
dan berfokus pada pencegahan yang terdiri dari tiga tingkat yaitu:
1) Pencegahan primer
Pelayanan pencegahan primer ditunjukkan kepada penghentian
penyakit sebelum terjadi karena itu pencegahan primer mencakup
peningkatan derajat kesehatan secara umum dan perlindungan
spesifik.Promosi kesehatan secara umum mencakup pendidikan
kesehatan baik pada individu maupun kelompok.Pencegahan
primer juga mencakup tindakan spesifik yang melindungi
individu melawan agen-agen spesifik misalnya tindakan
perlindungan yang paling umum yaitu memberikan imunisasi
pada bayi, anak balita dan ibu hamil, penyuluhan gizi bayi dan
balita.
2) Pencegahan sekunder
Pelayanan pencegahan sekunder dibuat untuk menditeksi penyakit
lebih awal dengan mengobati secara tepat.Kegiatan-kegiatan yang
mengurangi faktor resiko dikalifikasikansebagai pencegahan
sekunder misalnya memotivasi keluarga untuk melakukan
pemeriksaan kesehatan secara berkala melalui posyandu dan
puskesmas.
3) Pencegahan tersier
Yang mencakup pembatasan kecacatan kelemahan pada
seseorang dengan stadium dini dan rehabilitasi pada orang yang
mengalami kecacatan agar dapat secara optimal berfungsi sesuai
dengan kemampuannya, misalnya mengajarkan latihan fisik pada
penderita patah tulang.Selanjutnya agar dapat memberikan arahan
pelaksanaan kegiatan, berikut ini diuraikan

BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian Keperawatan


Dari hasil pengkajian di kelompok lansia dengan diabetes mellitus
sejumlah 30 Lansia di daerah Megang Kenanga 2 selama 3 hari ( tanggal 24-
26 Juli 2021 ) didapatkan data hasil wawancara dan pengamatan melalui
komponen windshield survey sebagai berikut :
3.1.1 Perumahan Dan Lingkungan Daerah
1. Bangunan di daerah Megang Kenanga 2: Sebagian besar rumah
kelompok lansia dengan DM bangunan terbuat dari tembok
(permanen).
2. Arsitektur daerah Megang Kenanga 2: bantuk rumah kelompok
lansia dengan DM diwilayah RW 2 hampir sama antara satu rumah
dengan yang lain. Sebagian besar lantairumah kelompok lansia
dengan DM terbuat dari tegel, sebagian besar rumah lansia
memiliki jendela dan dibuka dan rata- rata tinggal dirumah sendiri.
3. Halaman rumah lansia di daerah Megang Kenanga 2: sebagian
besar rumah kelompok lansiadengan DM masih mempunyai
halaman.

3.1.2 Lingkungan Terbuka

Luas : Sebagian besar wilayah tempat tinggal kelompok lansia


dengan DM di Di daerah Megang Kenanga 2 masih ada lahan kosong

3. 1.4 Tingkat Sosial Ekonomi

1. Tingkat Sosial : Lansia di daerah Megang Kenanga 2 mempunyai


hubungan social yang baik.

2. Tingkat Ekonomi : sebagian besar lansia tidak memiliki


Penghasilan tetap (dana pensiun), dan tidak
memiliki dana bantuan kesehatan.

3.1.5 Kebiasaan

sebagian besar lansia mengisi waktu luangnya hanya untuk jalan –


jalan disekitar lingkungan rumah, tidak ada ketrampilan khusus
yangdiselenggarakan untuk mengisi waktu luang lansia
3.1.6 Transportasi

Lansia menggunakan sarana transportasi berupa sepeda motor, dan


jalan kaki untuk mendukung aktifitasnya. Situasi jalan disekitar tempat
tinggal lansia terbuat dariaspal, dan sebagian besar lansia menyatakan
bahwa keadaan jalan tidakmembahayakan bagi mereka.

3.1.7 Fasilitas Umum

1. Kesehatan : Terdapat puskesmas Megang sebagai puskesmas induk

2. Agama : Terdapat 3 musholah dan 2 masjid

3. Ekonomi : Terdapat pasar tradisional, mini market, bengkel,


Pedagang pedagang kaki lima, pedagang keliling,
warung makan, toko sembako, counter handphone, dan
toko alat tulis.

4. Agen : Terdapat 4 agen air isi ulang

3.1.8 Suku Bangsa

Sebagian besar lansia berasal dari suku jawa

3.1.9 Agama

seluruh lansia beragama islam

3.1.10 Media informasi

sebagian besar lansia menggunakan media informasi televisi.

Hasil pengolahan data yang berasal dari angket, wawancara dan


observasi akan disajikan sebagai berikut :

3.2.1 Data Demografi

1. Komposisi Lansia Berdasarkan Umur.

No Usia Frekuensi

1 45 – 49 8
2 50 – 54 7
3 55 – 59 10
4 60 – 65 2
5 65 – 69 3
Jumlah 30
1. Komposisi lansia berdasarkan tingkat pendidikan

No Pendidikan Frekuensi

1 SD 8
2 SMP 12
3 SMA 10
Jumlah 30

2. Komposisi lansia berdasarkan jenis kelamin

No Jenis Kelamin Frekuensi

1 Laki – Laki 13
2 Perempuan 17
Jumlah 30
3. Komposisi lansia berdasarkan agama

No Agama Frekuensi

1 Islam 27
2 Kristen 3
Jumlah 30
4. Komposisi lansia berdasarkan pekerjaan

No Pekerjaan Frekuensi

1 PNS 8
2 Swasta 7
3 Wiraswasta 10
4 Tidak bekerja 5
Jumlah 30
3.2.2 Lingkungan Fisik

1). Kebersihan rumah

Tabel Distribusi lansia berdasarkan aktifitas membersikan rumah di


daerah Megang Kenanga 2 pada tanggal 24– 26 Juli 2021.

No Perilaku Membersihkan Frekuensi


Rumah
1 1 kali sehari 4
2 2 kali sehari 20
3  2 kali sehari 4
4 Tidak teratur 2
Jumlah 30

Berdasarkan tabel di atas, sebagian besar lansia membersihkan


rumah 2 kali sehari.

2). Kebersihan tempat penampungan air

Tabel Distribusi lansia berdasarkan aktifitas membersikan


penampungan airdi daerah Megang Kenanga 2 pada tanggal 24– 26
Juli 2021.

No Perilaku membersihkan Frekuensi


penampungan air
1 Tiap Hari 6
2 3 kali sehari 1
3 1 minggu sekali 13
4 Tidak tentu 10
Jumlah 30

3). Sistem ventilasi rumah

Tabel Distribusi lansia berdasarkan system ventilasi rumah di


daerah Megang Kenanga 2 pada tanggal 24– 26 Juli 2021.

No Terdapat Jendela Frekuensi


1 Ada, dibuka 25
2 Ada, ditutup 3
3 Tidak Ada 2
Jumlah 30

4). Kepemilikan genting kaca

Tabel 3.4 Distribusi lansia berdasarkan kepemilikan genting kaca


rumah di daerah Megang Kenanga 2 pada tanggal 24– 26 Juli 2021.

No Genting Kaca Frekuensi


1 Ada 13
2 Tidak Ada 17
Jumlah 30

5). Type perumahan

Tabel Distribusi lansia berdasarkan Type rumah di daerah Megang


Kenanga 2 pada tanggal 24– 26 Juli 2021.

No Tipe Rumah Frekuensi


1 Permanen 25
2 Semi permanen 5
3 Tidak permanen 0
Jumlah 30

6). Status kepemilikan rumah

Tabel Distribusi lansia berdasarkan status kepemilikan rumah di


daerah Megang Kenanga 2 pada tanggal 24– 26 Juli 2021.

No Kepemilikan Rumah Frekuensi


1 Milik sendiri 25
2 Numpang 5
3 Sewa 0
Jumlah 30
3.2.3 Pelayanan Kesehatan dan social

1. Perkesmas

1). Perawatan dirumah bagi lansia yang sakit

Tabel Distribusi lansia berdasarkan perawatan bagi lansia rumah


di daerah Megang Kenanga 2 pada tanggal 24– 26 Juli 2021.

No Pemberian Perawatan Frekuensi


1 Ya 6
2 Tidak 24
Jumlah 30
2). Perawatan bagi anggota keluarga yang sakit :

Tabel Distribusi lansia berdasarkan pemberi parawatan dirumah


di daerah Megang Kenanga 2 pada tanggal 24– 26 Juli 2021.

No Pemberi perawatan Frekuensi


1 Keluarga 4
2 Petugas kesehatan 0
Jumlah 4

3). Kunjungan petugas kesehatan pada lansia yang sakit

Tabel Distribusi lansia berdasarkan kunjungan petugas kesehatan


di rumah di daerah Megang Kenanga 2 pada tanggal 24– 26 Juli
2021.

No Kunjungan Petugas Frekuensi


1 1 kali tiap bulan 3
2 2 kali tiap bulan 0
3 3 kali tiap bulan 1
4 Tidak pernah 0
Jumlah 4

4). Sumber Pendanaan Kesehatan keluarga

Tabel Distribusi lansia berdasarkan sumber dana kesehatan lansia


di daerah Megang Kenanga 2 pada tanggal 24– 26 Juli 2021.

No Pendanaan Kesehatan Frekuensi


1 ASKES/ASTEK 10
2 JAMKESMAS 6
3 UMUM 14
Jumlah 30

5). Partisipasi lansia dalam mengikuti posyandu lansia


Tabel Distribusi lansia berdasarkan partisipasi lansia dalam
posyandu lansia di daerah Megang Kenanga 2 pada tanggal 24– 26
Juli 2021.

No Partisipasi Lansia Frekuensi %


1 Ya 22 72
2 Tidak 8 28
Jumlah 30 100

6). Partisipasi lansia dalam mengikuti senam lansia :

Tabel Distribusi lansia berdasarkan partisipasi lansia dalam


mengikuti senam lansia di daerah Megang Kenanga 2 pada tanggal
24– 26 Juli 2021.

No Senam Lansia Frekuensi %


1 Selalu 20 72
2 Kadang – kadang 6 16
3 Tidak pernah 4 12
Jumlah 30 100

2. Laboratorium

1). Penggunaan fasilitas laboratorium puskesmas


Tabel Distribusi lansia berdasarkan penggunaan fasilitas
laboratorium di lansia di daerah Megang Kenanga 2 pada tanggal
24– 26 Juli 2021.

No penggunaan laboratorium Frekuensi %


1 Ya 6 24
2 Tidak pernah 24 76
Jumlah 30 100

2). Frekuensi pemeriksaan gula darah pada lansia dengan DM


Tabel Distribusi lansia berdasarkan pemeriksaan gula darah pada
lansia di daerah Megang Kenanga 2 pada tanggal 24– 26 Juli 2021.
No Pemeriksaan Gula Darah Frekuensi %
1 1x/minggu 1 4
2 sewaktu – waktu 28 92
3 tidak pernah periksa 1 4
Jumlah 30 100

3. Kesehatan Lansia

1). Sarana kesehatan yang paling dekat dengan tempat tinggal lansia :
Tabel Distribusi lansia berdasarkan sarana kesehatan dekat dengan
tempat tinggal lansia di daerah Megang Kenanga 2 pada tanggal
24– 26 Juli 2021.

No Sarana Kesehatan Frekuensi %


1 Puskesmas 18 60
2 Dokter 8 32
3 Bidan/perawat 0 0
4 Poliklinik 2 8
Jumlah 30 100

2). Tempat berobat lansia yang sakit


Tabel Distribusi lansia berdasarkan tempat berobat lansia di daerah
Megang Kenanga 2 pada tanggal 24– 26 Juli 2021.

No Tempat berobat lansia Frekuensi %


1 Dokter praktik swasta 8 28
2 Bidan/perawat 4 12
3 Rumah Sakit 4 12
4 Puskesmas 14 48
5 Poliklinik 0 0
Jumlah 30 100

3). Pengetahuan lansia tentang Diabetes Mellitus :


Tabel Distribusi lansia berdasarkan pengetahuan lansia tentang
Diabetes Mellitus di daerah Megang Kenanga 2 pada tanggal 24–
26 Juli 2021.
No Pengetahuan Lansia Frekuensi %
1 Lansia Tahu 8 27
2 Lansia Tidak Tahu 22 73
Jumlah 25 100

4). Pengetahuan lansia tentang Diet (pola makan) pada Diabetes


Mellitus

Tabel Distribusi lansia berdasarkan pengetahuan lansia tentang


dietpada Diabetes Millitus di daerah Megang Kenanga 2 pada
tanggal 24– 26 Juli 2021.

No Pengetahuan Lansia tentang Diet Frekuensi %


1 Lansia Tahu 18 80
2 Lansia Tidak Tahu 6 20
Jumlah 30 100

5). Kegemaran lansia dalam mengkonsumsi makanan / minuman


manis :

Tabel Distribusi lansia berdasarkan kegemaran lansia dalam


mengkonsumsi makanaan/minuman manis di daerah Megang
Kenanga 2 pada tanggal 24– 26 Juli 2021.

No Kegemaran Lansia Frekuensi %


1 Lansia suka manis 25 67
2 Lansia tidak suka manis 10 33
Jumlah 30 100

3.2.4 Status Ekonomi

1). Sumber penghasilan lansia setiap bulannya :

Tabel Distribusi lansia berdasarkan sumber penghasilan lansia tiap


bulannya di daerah Megang Kenanga 2 pada tanggal 24– 26 Juli
2021.

No sumber penghasilan Lansia Frekuensi %


1 Penghasilan Tetap (pensiunan) 9 30
2 Penghasilan tidak tetap 21 70
Jumlah 30 100

2). Penghasilan yang didapatkan lansia setiap bulannya :

Tabel Distribusi lansia berdasarkan penghasilan yang didapatkan


lansia setiap bulannya di daerah Megang Kenanga 2 pada tanggal
24– 26 Juli 2021.

No jumlah penghasilan Frekuensi %


1 <Rp.1.500.000 23 72
2 >Rp. 1.500.000 7 28
Jumlah 30 100

3.2.5 Status Pendidikan

1).Kegiatan lansia mengikuti pelatihan ketrampilan :

Tabel Distribusi lansia berdasarkan kegiatan lansia mengikuti


pelatihan ketrampilan di daerah Megang Kenanga 2 pada tanggal
24– 26 Juli 2021.

No pelatihan ketrampilan Frekuensi %


1 Ya 8 26
2 Tidak 22 84
Jumlah 30 100

2). Kemampuan lansia dalam membaca dan menulis

Tabel Distribusi lansia berdasarkan kemampuan lansia dalam


membaca dan menulis di daerah Megang Kenanga 2 pada tanggal
24– 26 Juli 2021.

No kemampuan lansia Frekuensi %


1 Ya 26 84
2 Tidak 4 16
Jumlah 30 100

3.2.6 Sub Sistem Rekreasi


1). Kebiasaan lansia diwaktu senggang

Tabel Distribusi lansia berdasarkan kebiasaan lansia diwaktu


senggang di daerah Megang Kenanga 2 pada tanggal 24– 26 Juli
2021..

No Kebiasaan Lansia Frekuensi %


1 Berkebun/pekerjaan rumah 8 24
2 Senam 2 8
3 Jalan – jalan 16 56
4 Tidak melakukan apa – apa 4 12
Jumlah 30 100

2). Aktifitas Lansia saat diluar rumah

Tabel Distribusi lansia berdasarkan aktifitas lansia saat diluar


rumah di daerah Megang Kenanga 2 pada tanggal 24– 26 Juli
2021.

No Aktifitas Lansia Frekuensi %


1 Mengikuti lomba ketrampilan 0 0
2 Perkumpulan rutin ditempat tinggal 18 60
3 Jalan – jalan 10 33
4 Lainnya.... 2 7
Jumlah 30 100

3.2.7 Keamanan dan Transportasi

1). Keamanan lingkungan tempat tinggal lansia

Tabel Distribusi lansia berdasarkan keamanan lingkungan tempat


tinggal lansia di daerah Megang Kenanga 2 pada tanggal 24– 26
Juli 2021.

No Ronda Malam Frekuensi %


1 Ya 7 28
2 Tidak 23 72
Jumlah 30 100
2). Kondisi jalan disekitar tempat tinggal lansia

Tabel Distribusi lansia berdasarkan kondisi jalan disekitar tempat


tinggal lansia di daerah Megang Kenanga 2 pada tanggal 24– 26
Juli 2021.

No kondisi jalan Frekuensi %


1 jalan tidak membahayakan bagi 23 76
lansia
2 jalan rusak, membahayakan bagi 7 24
lansia
Jumlah 30 100

3). Jenis transportasi yang biasanya digunakan oleh lansia

Tabel Distribusi lansia berdasarkan jenis transportasi yang


biasanya dilakukan oleh lansia di daerah Megang Kenanga 2 pada
tanggal 24– 26 Juli 2021.

No Jenis Transport Frekuensi %


1 Mobil 2 7
2 Sepeda Motor 18 60
3 Angkutan Umum 10 33
Jumlah 30 100
3.2 ANALISA DATA

No Data Problem Etiologi


1 Ds : Diabetes pada Kebiasaan hidup
- Kader posyandu lansia lansia yang tidak
mengatakan ( 60 % ) terkontrol
lansia menderita
diabetes namun jarang
memeriksakan
kondisinya.
Do :
- Lansia mengkonsumsi
makanan dengan tidak
terkontrol.

2 Ds : Diabetes pada Perilaku tidak


- Kader posyandu lansia mengikuti
mengatakan lansia program
menolak menjalani pengobatan
pengobatan
Do :
- Lansia tidak
mengikuti pengobatan

3. Ds : Kurangnya
- Kader posyandu informasi dalam
mengatakan ( 40 % ) kesehatan
lansia tidak tahu
mengenai masalah
kesehatan yang
dihadapi.
Do :
- Lansia tidak menjalani
pemeriksaan
pengobatan yang tepat

Diagnosa Keperawatan :

1 Manajemen kesehatan tidak efektif b.d kompleksitas program pengobatan

2. Pemeliharan kesehatan tidak efektif b.d ketidakadekuatan pemahaman

3. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi

3.3 Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa Tupen Tupan Intervensi
1. Manajemen Setelah dilakukan Setelah dilakukan SIKI : EDUKASI
kesehatan tidak tindakan tindakan KESEHATAN
efektif b.d keperawatan selama keperawatan 1.Jelaskan factor
kompleksitas 1 minggu, komunitas selama 2 minggu, resiko yang dapat
program diharapkan : komunitas mempengaruhi
pengobatan - Lansia mampu diharapkan, kadar kesehatan
mengontrol glukosa lansia 2. Ajarkan perilaku
asupan menurun hidup bersih dan sehat
makanan sehari 3. jelskan Konsmsi
hari diet makanan
kesehatan
4.Identifikasi
kebiasaan pola makan
2. Pemeliharaan Setelah dilakukan Setelah dilakukan SIKI : PROMOSI
kesehatan tidak tindakan tindakan PERILAKU
efektif b.d keperawatan selama keperawatan UPAYA
ketidakadekuata 1 minggu, komunitas selama 2 minggu, KESEHATAN
n pemahaman diharapkan : komunitas 1. Identifikasi
- Lansia dapat diharapkan, lansia perilaku upaya
menghadiri dan berpatisipasi aktif kesehatan yang
rutin dalam kegiatan dapat diterapkan
memeriksakan kesehatan di 2. Anjurkan
kesehatannya posyandu melakukan
setiap bulan aktivitas fisik
setiap hari
SIKI :
DUKUNGANKEPA
TUHAN
PROGRAM
PENGOBATAN
1. Buat komitmen
menjalani
program
pengobatan
dengan baik
2. Informasikan
program
pengobatan yang
harus dijalani
3. Anjurkan
keluarga untuk
mendampingi dan
merawat pasien
selama menjalani
program
pengobatan
3. Defisit Setelah dilakukan Setelah dilakukan SIKI : EDUKASI
pengetahuan b.d tindakan tindakan KESEHATAN
kurang terpapar keperawatan selama keperawatan 1. Jelaskan factor
informasi 1 minggu, komunitas selama 2 minggu, resiko yang dapat
diharapkan : komunitas mempengaruhi
- Lansia diharapkan, lansia kesehatan
mengetahui mengetahui SIKI : DUKUNGAN
masalah masalah kesehatan KEPATUHAN
kesehatan penyakit DM PROGRAM
penyakit DM PENGOBATAN
- Lansia dapat 2. Informasikan
melakukan program
pengobatan pengobatan yang
rutin harus dijalan
penyakit DM SIKI : EDUKASI
DIET
3. Identifikasi
tingkat
pengetahuan saat
ini
4. Identifikasi
kebiasaan pola
makan saat ini
dan masa lalu
5. Jelaskan tujuan
kepatuhan diet

3.4 Implementasi Keperawatan


No Diagnosa keperawatan Implementasi
1. Manajemen kesehatan tidak 1. Menjelaskan factor resiko
efektif b.d kompleksitas program yang dapat mempengaruhi
pengobatan kesehatan
2. Mengajarkan perilaku hidup
bersih dan sehat
3. Menjela skan Konsmsi diet
makanan kesehatan
4. Mengidentifikasi kebiasaan
pola makan
2. Pemeliharaan kesehatan tidak PROMOSI PERILAKU UPAYA
efektif b.d ketidakadekuatan KESEHATAN
pemahaman 1. Mengidentifikasi perilaku
upaya kesehatan yang dapat
diterapkan
2. Menganjurkan melakukan
aktivitas fisik setiap hari
DUKUNGAN KEPATUHAN
PROGRAM PENGOBATAN
3. Mengajarkan membuat uat
komitmen menjalani program
pengobatan dengan baik
4. Menginformasikan program
pengobatan
yang harus dijalani
5. Menganjurkan keluarga untuk
mendampingi dan merawat
pasien selama menjalani
program pengobatan
3. Defisit pengetahuan b.dkurang EDUKASI KESEHATAN
terpapar informasi 1. Jelaskan factor resiko yang
dapat mempengaruhi
kesehatan
DUKUNGAN KEPATUHAN
PROGRAM PENGOBATAN
2. Informasikan program
pengobatan yang harus dijalani
EDUKASI DIET
3. Identifikasi tingkat
pengetahuan saat ini
4. Identifikasi kebiasaan pola
makan saat ini dan masa lalu
5. Jelaskan tujuan kepatuhan diet

DAFTAR PUSTAKA
Clevo, H. d. (2012).Ilmu penyakit dalam: patologi diabetes mellitus. Yogyakarta:
yayasan essentia medica (YEM).

Direktorat Statistik Kesejahteraan Rakyat (2015). Undang-Undang No. 13 Tahun


1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia.Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 190.Sekretariat Negara. Jakarta

Fatimah, R. N. (2015). Diabetes Melitus Tipe 2. J Majority Volume 4 Nomor 5 ,


98.

Marewa, L. W. (2015). KENCING MANIS (DIABETES MELLITUS) di Sulawesi

Maryam Siti (2011). Mengenal Usia Lanjut Dan Perawatannya 1st ji. Jakarta:
Salemba Medika

Nurarif Huda (2015). Aplikasi Asuhan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA.
Yogyakarta

PPNI, T. P ( 2016 ). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan :


DPP PPNI.

PPNI, T. P ( 2018 ). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan :


DPP PPNI

PPNI, T. P ( 2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan :


DPP PPNI

Tarwoto, W. I. (2012).keperawatan medikal bedah gangguan sistem


endokrin.jakarta: CV. Trans Info Medika.

Anda mungkin juga menyukai