Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

SEHAT JIWA ANAK SEKOLAH

A. Konsep Dasar Kesehatan Jiwa


1. Definisi Kesehatan Jiwa

Sehat jiwa adalah kemampuan individu dalam kelompok dan


lingkungannya untuk berinteraksi dengan yang lain sebagai cara untuk
mencapai kesejahteraan, perkembangan yang optimal, dengan
menggunakan kemampuan mentalnya (kognisi, afeksi dan relasi)
memiliki prestasi individu serta kelompoknya konsisten dengan hukum
yang berlaku. (Australian Health Minister, Mental Health Nursing
Practice)
Kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan jiwa, melainkan
mengandung berbagai karakteristik yang positif yang menggambarkan
keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan
kedewasaan kepribadiannya. (WHO)
2. Kriteria Sehat Jiwa Menurut Yahoda
a. Sikap positif terhadap diri sendiri
b. Tumbuh kembang dan aktualisasi diri
c. Integrasi (keseimbangan/ keutuhan)
d. Otonomi
e. Persepsi realitas
f. Environmental mastery (kecakapan dalam adaptasi dengan
lingkungan)
3. Rentang Sehat Jiwa
a. Dinamis bukan titik statis
b. Rentang dimulai dari sehat optimal – mati
c. Ada tahap-tahap
d. Adanya variasi tiap individu
e. Menggambarkan kemampuan adaptasi
f. Berfungsi secara efektif: sehat
B. Konsep Dasar Sehat Jiwa Pada Anak Usia Sekolah
1. Definisi Kesehatan Jiwa Usia sekolah ( 5 – 12 Tahun)

Anak usia sekolah sudah mengembangkan kekuatan internal dan


tingkat kematangan yang memungkinkan mereka untuk bergaul di luar
rumah. Tugas perkembangan utama pada tahap ini adalah menanamkan
interaksi yang sesuai dengan teman sebaya dan orang lain,
meningkatkan keterampilan intelektual khususnya di sekolah,
meningkatkan keterampilan motorik halus, dan ekspansi keterampilan
motorik kasar. Pertumbuhan fisik dengan pesat mulai melambat pada
usia 10 hingga 12 tahun. Bentuk wajah berubah karena tulang wajah
tumbuh lebih cepat dari pada tulang kepala. Anak usia sekolah menjadi
lebih kurus, kakinya lebih panjang, koordinasi neuromotorik lebih
berkembang. Gigi tetap mulai tumbuh. Keterampilan bersepeda,
memainkan alat musik, menggambar/ melukis, serta keterampilan lain
yang di perlukan untuk kegiatan kelompok serta kegiatan hidup sehari-
hari sudah berkembang (Berger & williams,1992;kozier;Erb,Blais &
wilkinson, 1995).
Untuk perkembangan emosional dan sosial, anak usia sekolah
perlu di berikan kesempatan untuk belajar menerapkan peraturan dalam
berinteraksi dengan orang lain di luar keluarga. Anak juga mengamati
bahwa tidak semua keluarga berinteraksi dengan cara atau sikap yang
sama bahwa setiap keluarga mempunyai perbedaan norma tentang
perilaku yang di terima atau tidak di terima.
Oleh karena itu, perlu bagi anak untuk mengembangkan
kesadaran dan penghargaan terhadap perbedaan tiap keluarga sehingga
dapat berhubungan dengan orang lain secara efektif.
Menurut Erikson, tugas perkembangan pada tahap ini adalah
mengembangkan pola industri (produktif) versus inferioritas (rendah
diri). Orang tua perlu mendukung dan menjadi contoh peran bagi anak
untuk merangsang anak agar produktif. Perkembangan seksual dan citra
diri tidak hanya berhubungan dengan aspek fisiologis, tetapi juga
perasaan kompeten, penerimaan, dan penghargaan.
Perasaan berhasil melakukan sesuatu menjadi sangat penting
dalam proses tumbuh-kembang anak usia sekolah. Mereka juga telah
memahami konsep gender bahwa anak laki akan menjadi bapak dan
anak wanita akan menjadi ibu kalau sudah dewasa. Perkembangan
kognitif terjadi cukup pesat pada masa ini, yaitu menerapkan
keterampilan merasionalisasikan pemahaman tentang ide atau konsep.
Mereka dapat menghubungkan antara konsep waktu dan ruang, mampu
mengingat, serta keterampilan mengumpulkn benda yang sejenis. Anak
usia sekolah juga telah belajar pentingnya memerhatikan norma di
Rumah, sekolah, agama, dan menghargai tokoh otoriter, seperti orangtua
atau guru.
Pengaruh pengalaman masa kecil terhadap perilaku pada saat
dewasa. Freud menyatakan bahwa masa lima tahun pertama kehidupan
anak sangat penting pada usia lima tahun karakter dasar yang dimiliki
anak sangat penting dan pada usia lima tahun karakter dasar yang
dimiliki anak telah terbentuk dan tidak dan tidak dapat diubah lagi.
Freud juga mengenalkan, anatara lain, konsep transferens, ego,
mekanisme koping ( coping mechanism). Sullivian memfokuskan teori
perkembangan anak pada hubungan antara manusia. Tema sentral teori
Sullivian berkisar pada teori Sullivian berkisar pada ansietas dan
menekankan bahwa masyarakat sebagai pembentuk kepribadian. Anak
belajar perilaku tertentu karena hubungan interpersonal.
2. Landasan Teoritis Keperawatan Jiwa Pada Anak
Keperawatan jiwa anak merupakan bagian spesialisasi dari
keperawatan psikiatrik. Intervensi keperawatan jiwa anak mendukung
pertumbuhan dan perkembangan normal anak yang berlandaskan pada
teori perkembangan fisio – biologis, psikologogis, kognitif, sosial,
sensorimotoris, moral, dan filosofi.
Landasan teoritis perkembangan jiwa anak, terdiri dari
a. Teori Perkembangan Fisio – Biologis
Tiga konsep utama yang melandasi teori fisiobiologis
perkembangan individu adalah kepribadian, sifat (traits), dan
temperamen. Kepribadian di definisikan sebagai elemen – elemen
yang membentuk reaksi menyeluruh individu terhadap lingkungan.
Temperamen adalah gaya perilaku sebagai reaksinya terhadap
lingkungan dan berkaitan dengan trait, yaitu atribut kepribadian.
Walaupun tidak bersifat genetik, sifat bawaan (inborn traits)
menghasilkan gaya respons sosial yang berbeda yang memengaruhi
pola keterikatan (attachment patterns ) dan perkembangan
psikopatologi.

Body image (citra tubuh) merupakan konsep biofisik yang


juga mempunyai dimensi biologis dan sosial dalam perkembangan
seseorang. Bersifat dinamis dan berkembang mengikuti
perkembangan interpersonal, lingkungan, citra tubuh ideal, dan
penyesuaian sebagai respon terhadap pertumbuhan fisik dan
pengalaman hidup.
Maturasi secara teratur dan berangsur terbentuk yang
membedakan anak sebagai bagian yang terpisah dari ibunya, dan
skema tubuh mereka menjadi lebih mantap dan stabil pada akhir
masa remaja.
b. Teori Perkembangan Psikologis
Teori psikonalitis yang di kembangkan oleh freud, begitu
pula teori interpersonal psikiatri yang di kenalkan oleh sullivan
mendasari teori psikologis perkembangan Freud adalah orang
pertama yang menemukan teori perkembangan kepribadian dalam
pengobatan psikonoalitis pada orang dewasa. Ia menekankan pada
tahap perkembangan dan pengaruh pengalaman masa kecil terhadap
masa perilaku pada saat dewasa. Freud menyatakan bahwa masa
lima tahun pertama kehidupan anak sangat penting dan pada usia
lima tahun karakter dasar yang dimiliki anak telah terbentuk dan
tidak dapat diubah lagi. Freud juga mengenalkan antara lain konsep
transferens, ego, mekanisme koping. Sullivan memfokuskan teori
perkembangan anak pada hubungan antara manusia. Tema sentral
teori Sullivan berkisar pada ansietas dan menekankan bahwa
masyarakat sebagai pembentuk kepribadian.
c. Teori Perkembangan Kognitif
Teori piaget menekankan bahwa cara anak berpikir berbeda
dari pada orang dewasa, bahkan anak belajar secara spontan tanpa
mendapatkan masukan dari orang dewasa.
kegiatan asimilasi, dan akomodasi, yang menjabarkan tiap tahap dan
usia dari kematangan kognitif anak. Perkembangan kognitif
mengitegrasikan struktur pola prilaku sebelumnya ke arah pola
prilaku baru yang kompleks. Kecepatan tiap tahap perkembangan
dipengaruhi oleh perbedaan tiap individu dan pengaruh sosial. Piaget
tidak setuju dengan pendapat ilmuan lain bahwa orang dewasa
dipengaruhi oleh tingkat perkembangan sebelumnya.
d. Teori Perkembangan Bahasa
Penguasaan bahasa merupakan tugas perkembangan utama
pada masa kanak-kanak, yang mana struktur linguistik dan kognitif
berkembang secara paralel. Chomsky (1975) dalam teorinya
meyatakan bahwa anak menggunakan dan menginterpretasikan
kalimat baru melalui proses kognitif internal yang disebut dengan
transformasi, yaitu penyusunan kata menjadi kalimat. Mula-mula
anak memverbalisasi persepsi mereka dengan memberi nama tentang
hal yang di persepsikan, kemudian meningkat dengan
memverbalisasi emosi mereka. Pemberian nama pada objek da
perasaan yang dialami, meningkatkan rasa kontrol anak terhadap
perasaannya, yang dengan sendirinya membantu mereka untuk
membedakan apa yang nyata dan yang tidak. Perkembangan bahas
memudahkan uji realitas dan sebagai dasar terhadap identitas diri
dan perbedaan semua dimensi pada anak yang sedang berkembang.
e. Teori Perkembangan Moral
Perkembangan moral diartikan sebagai konversi sikap dan
konsep primitif ke dalam standar moral yang komprehensif. Proses
transformasi ini merupakan bagian dari/dan bergantung pada
kumpulan pertumbuhan kognitif anak, yang timbul sejalan dengan
hubungan anak dengan dunia luar. Teori perkembangan moral,
antara lain, dikemukakan oleh Freud, Piaget, dan Kohlberg.
f. Teori Psikologi Ego
Teori psikologi ego yang menjembatani psikoanalisis dengan
psikologi perkembangan ini menggunakan pendekatan struktural
untuk memahami individu dangan berfokus pada ego atau diri
sebagai unsur mandiri. Ilmuan yang mendukung teori ini
berkeyakinan bahwa ego dan unsur rasional yang menentukan
pencapaian intelektual dan sosial terdiri dari sumber energi, motif
dan rasa tertarik. Pada dasarrnya tidak ada satu teori pun yang secara
lengkap dapat menjelaskan perkembangan jiwa anak dan
menyimpulkan secara holistik tentang pennyimpangan kesehatan
jiwa pada anak termasuk landasan intervensi yang perlu dilakukan.
Oleh karena itu, dalam keperawatan jiwa pada anak dapat digunakan
suatu pendekatan yang berfokus pada keterampilan kompetensi ego
anak.
Menurut stuart dan sundeen (1995), pendekatan ini sangat
efektif dan sensitif secara kultural dalam merencanakan dan
mengimplementasikan intervensi keperawatan apapun diagnosis
psikiatrik atau dimana pun tatanan pelayanan kesehatan jiwa
diberikan. Sembilan keterampilan kompetensi ego yang perlu
dimiliki oleh semua anak untuk menjadi seorang dewasa yang
kompeten menurut Stayhorn (1989) adalah:
Secara lebih terinci keterampilan kompetensi ego yang
berkembang sejak awal kehidupan, yaitu pada masa kanak-kanak
dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Menjalin hubungan dekat yang penuh rasa percaya.
Keterampilan dasar untuk tumbuh-kembang yang positif
adalah kemampuan membina hubungan dekat dan penuh rasa
percaya dengan orang lain. Untuk mengetahui keterampilan
anak, kita perlu menanyakan pertanyaan sebagai berikut.
a) Apakah anak senang berteman atau bergaul ?
b) Apakah anak sering mengganggu teman ?
c) Apakah anak tidak tahu apa yang harus dikatakan ketika
berkenalan dengan seseorang ?
Untuk meningkatkan keterampilan anak dalam menjalin
hubungan dekat dengan orang lain, kita harus berupaya
meningkatkan interaksi dengan anak melalui permainan atau cara
lain yang menarik bagi anak. Berbicara berhadapan dengan
penuh perhatian merupakan awal tindakan yang berarti dan
terapeutik bagi anak. Anak perlu belajar untuk dapat menerima
kesalahan dan pentingnya memaafkan orang lain dalam
menjalain hubungan rasa percaya.
2) Mengatasi perpisahan dan pengambilan keputusan yang mandiri
Mampu mengidentifikasi dan mengekspresikan perasaan
dan membuat keputusan yang mandiri merupakan hal penting
agar dapat menjadi individu yang kompeten. Kita dapat
mengunakan pertanyaan berikut ini untuk mengevaluasi
keterampilan anak.
a) Apakah anak tampak murung atau cemas ketika tidak
bersama ibunya ?
b) Apakah anak tampak tampak murung atau cemas jika
merasa ada orang yang tidak menyukainya ?
c) Jika murung, apakah ada yang dapat dilakukan oleh anak
untuk mengatasi perasaannya ?
Kegiataan yang berfokus untuk membantu anak
mengidentifikasi dan mengklarifikasi aspek-aspek yang ada pada
dirinya merupakan latihan peningkatan kemandirian yang
penting dilakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan menggalakan
anak untuk menggambar dirinya dan meminta pendapat orang
lain tentang masalah terkait. Setiap pengalaman yang
mengklarifikasi perbedaan antara individu membantu anak untuk
mengidentifikasi dirinya, sebagai individu yang unik dalam
konteks sosial.
Dalam lingkungan terapeutik, dapat juga di beri
kesempatan kepada anak untuk memilih dan memutuskan, yang
selanjutnya mendukung pertumbuhan dan kompetensi ego anak.
3) Membuat keputusan dan mengatasi konflik interpersonal secara
bersama.
Anak yang tidak pernah diberi kesempatan untuk berperan
dalam pengambilan keputusan bersama atau tidak di hargai kerja
sama yang di lakukannya mungkin akan tidak terampilan dalam
membuat keputusan dan mengatasi konflik interpersonal.
Pertanyaan yang dapat di ajukan antara lain, sebagai berikut:
a) Ketika anak mempunyai masalah, apakah ia dapat
memikirkan beberapa cara penyelesaiannya ?
b) Apakah anak menjadi marah jika tidak mendapat
keinginannya ?
c) Apakah orang lain mudah dibuat marah oleh anak tersebut ?
4) Mengatasi frustasi dan kejadian yan tidak menyenangkan
Lingkungan yang aman dapat memberi kesempatan pada
anak untuk belajar dan mempraktikkan keterampilan membuat
keputusan dan mengatasi konflik bersama, seperti latihan
membuat keputusan kelompok yang sangat memerlukan kerja
sama. Anak perlu dibantu untuk mengidentifikasi rasa takutnya
yang berhubungan dengan kerja sama dengan orang lain. Yang
penting diperhatikan bukan kita selaku orang tua yang mengatasi
konflik untuk anak, tetapi menggunakan situasi untuk
mengajarkan anak keterampilan bernegosiasi dan membentuk
sosialisasi yang sesuai melalui penghargaan (reinforcement).
5) Menyatakan perasaan senang dan merasakan kesenangan
a) Apakah ada sesuatu yang sangat disukai dilakukan anak?
b) Dapatkah anak dengan mudah menyukai sesuatu kegiatan?
c) Apakah anak senang duduk-duduk dengan santai
memikirkan sesuatu?
6) Mengatasi penundaan kepuasan
7) Bersantai dan bermain
Untuk meningkatkan keterampilan ini, anak perlu diberi
cukup waktu bermain yang tidak terstruktur sehingga
mempunyai kesempatan untuk belajar dan menguasai bakat atau
kegemarannya.
8) Proses kognitif melalui kata-kata, simbol, dan citra.
Anak yang terganggu emosinya, mungkin kemampuan
kognitifnya belum berkembang. Untuk mengatahui keterampilan
kognitif anak, perlu ditanyakan hal-hal berikut ini.
a) Apakah anak mengalami kesulitan untuk menguraikan
perasaannya pada orang lain?
b) Apakah anak merasa seolah-olah ia tidak pernah tau apa
yang terjadi?
c) Apakah anak dapat mengidentifikasi kelebihan yang
dimilikinya?
Lingkungan yang terapeutik diperlukan untuk menstimulasi
perkembangan kognitif anak. Prawat perlu mrancang mainan,
perlengkapan, komunikasi dan interaksi, serta pertemuan yang
berguna bagi proses kognitif anak.
9) Membina perasaan adaptif tentang arah dan tujuan yang
diinginkan.
Sejak usia pra-sekolah, anak-anak telah mulai memikirkan
tentang kehidupan mereka jika telah dewasa. Keinginan dan
gambaran mereka tentang kehidupan yang akan datang sanagat
dipengaruhi oleh kehidupan yang mereka amati disekitarnya.
Pertanyaan untuk menggali keterampilan anak ini, antara lain,
sebagai berikut.
a) Apakah anak merasa bahwa hidup mereka kelak akan lebih
baik?
b) Apakah anak tidak tahu apa yang harus mereka lakukan jika
telah dewasa?
c) Apakah anak merasa bersekolah merupkan hal yang penting
dan menganggap sekolah sebagai sesuatu yang memang
harus dilakukan.

3. Asuhan Keperawatan Sehat Jiwa Pada Anak Usia Sekolah


a. Pengkajian
Perawat mengkaji penguasaan anak terhadap tiap area
keterampilan yang dibutuhkan anak untuk dapat menjadi seorang
dewasa yang kompeten. Perkembangan kemampuan psikososial anak
usia sekolah adalah kemampuan menghasilkan karya berinteraksi
dan berprestasi dalam belajar berdasarkan kemampuan ini akan
memuat anak bangga terhadap dirinya. Hambatan atau kegagalan
dalam mencapai kemampuan ini menyebabkan anak merasa rendah
diri sehingga pada masa dewasa, anak dapat mengalami hambatan
dalam bersosialisasi.
Tugas Perkembangan Perilaku Anak Usia Sekolah
Perkembangan yang normal 1) Menyelesaikan tugas (sekolah atau rumah )
Industry/produktif yang diberikan
2) Mempunyai rasa bersaing (kompetisi)
3) Senang berkelompok dengan teman sebaya
dan mempunyai sahabat karib
4) Berperan dalam kegiatan kelompok
Penyimpangan perkembangan 1) Tidak mau mengerjakan tugas sekolah
Harga diri rendah 2) Membangkang pada orang tua untuk
mengerjakan tugas
3) Tidak ada kemauan untuk bersaing dan
terkesan malas
4) Memisahkan diri dari teman sepermainan
dan teman sekolah
Selain mengkaji keterampilan yang telah diuraikan tersebut,
perawat juga perlu mengkaji data demografi, riwayat kesehatan
terdahulu, kegiatan hidup anak sehari-hari, keadaan fisik, status
mental, hubungan interpersonal, serta riwayat personal dan keluarga.
1) Data demografi.
Pengkajian data demografi meliputi nama; usia; tempat;
dan tanggal lahir anak; nama, pendidikan, alamat orang tua; serta
data lain yang dianggap perlu diketahui. Riwayat kelahiran,
alergi, penyakit dan pengobatan yang pernah diterima anak, juga
perlu di kaji. Selain itu, aktifitas kehidupan sehari-hari anak
meliputi keadaan gizi termasuk berat badan, jadwal makan, dan
minat terhadap makanan tertentu; tidur termasuk kebiasaan dan
masalah kualitas tidur;; eliminasi meliputi kebiasaan dan masalah
yang berkaitan dengan eliminasi; kecacatan dan keterbatasan
lainnya.
2) Fisik
Dalam pengkajian fisik perlu diperiksa keadaan kulit,
kepala, rambut, mata, telinga, hidung, mulut, pernapasan,
kardiovaskuler, muskuloskeletal, dan neurologis anak.
Pemeriksaan fisik lengkap sangat diperlukan untuk mengetahui
kemungkinan pengaruh gangguan fisik terhadap prilaku anak.
Misalnya, anak yang menderita diabetes atau asma sering
berprilaku merusak dalam usahanya mengendalikan lingkungan.
Selain itu, hasil pemeriksaan fisik berguna sebagai dasar dalam
menentukan pengobatan yang diperlukan. Bahkan untuk
mengetahui kemungkinan bekas penganiayaan yang pernah di
alami anak.
3) Status mental
Pemeriksaan status mental anak bermanfaat untuk memberi
gambaran mengenai fungsi ego anak. Perawat membandingkan
perilaku dengan tingkat fungsi ego anak dari waktu kewaktu.
Oleh karena itu, status mental anak perlu dikaji setiap waktu
dengan suasana yang santai dan nyaman bagi anak.
Menggunakan alat bermain sangat bermanfaat untuk
mengalihkan fokus anak (yang menimbulkan ansietas) ke
karakter yang digunakan dalam permainannya. Data dicatat
sesuai dengan perilaku yang di amati untuk menjaga objektivitas
pengkajian, kesan, perasaan, dan pendapat perawat.Pemeriksaan
status mental meliputi keadaan emosi, proses berpikir, dan isi
pikiran; halusinasi dan persepsi; cara bocara dan orientasi;
keinginan untuk bunuh diri atau membunuh. Pengkajian terhadap
hubungan interpersonal anak dilihat dalam hubungannya dengan
anak sebayanya yang penting untuk untuk mengetahui
kesesuaian perilaku dengan usia. Pertanyaan yang perlu
diperhatikan perawat ketika mengkaji hubungan interpersonal
anak, antara lain sebagai berikut
a) Apakah anak berhubungan dengan anak sebaya dan dengan
jenis kelamin tertentu?
b) Apakah anak dalam struktur kekuasaan dalam kelompok?
c) Bagaimana keterampilan sosial anak ketika menjalin dan
berhubungan dengan anak lain?
d) Apakah anak mempunyai teman dekat?
Kemampuan anak berhubungan dengan orang dewasa juga
penting dikaji untuk mengetahui kebutuhan anak akan tokoh
panutan dan kebutuhan anak akan dukunga dan kasih sayang.
4) Riwayat personal dan keluarga.
Riwayat personal dan keluarga meliputi faktor pencetus
masalah, riwayat gejala, tumbuh kembang anak, yang biasanya
dikumpulkan oleh tim kesehatan. Data ini sangat diperlukan
untuk mengerti prilaku anak dan membantu menyusun tujuan
asuhan keperawatan. Pengumpulan data keluarga merupakan
kebagian penting dari pengkajian melalui pengalihan fokus dari
anak sebagai individu ke sistem keluarga. Tiap anggota keluarga
diberi kesempatan untuk mengidentifikasi siapa yang bermasalah
dan apa yang telah dilakukan oleh keluarga untuk menyelesaikan
masalah tersebut.
b. Diagnosis
1) Potensial (normal): potensial berkarya
2) Risiko (penyimpangan): risiko harga diri rendah
c. Perencanaan
Setelah pengkajian selesai dan masalah utama yang
dialami anak telah diidentifikasi, rencana perawatan dan
pengobatan yang komprehensif di susun. Tujuan asuhan
keperawatan disusun sesuai dengan kebutuhan anak, seperti
modifikasi, penyesuaian sekolah anak dan perubhan lingkungan
anak. Tujuan umum untuk anak yang dirawat di unit perawatan
jiwa adalah sebagai berikut
1) Memenuhi kebutuhan emosi anak dan dan kebutuhan untuk
dihargai
2) Mengurangi ketegangan pada anak dan kebutuhan untuk
berprilaku defensif
3) Membantu anak menjalin hubungan positif dengan orang
lain.
4) Membantu mengembangkan identitas anak
5) Memberikan anak kesempatan untuk menjalani kembali
tahapan perkembangan terdahulu yang belum terselesaikan
secara tuntas.
6) Membantu anak berkomunuikasi secara efektif
7) Mencegah anak untuk menyakiti, baik dirinya sendiri
maupun diri orang lain
8) Membantu anak memelihara kesehatan fisiknya
9) Meningkatkan uji coba realitas yang tepat
d. Implementasi
Tindakan keperawatan untuk perkembangan psikososial
anak usia sekolah bertujuan:
1) Anak mengenal kemampuan dirinya
2) Anak mengikuti kegiatan social
3) Anak merasa puas terhadap keberhasilan yang dicapai
Berbagai bentuk terapi pada anak dan keluarga dapat
diterapkan yang terdiri atas sebagai berikut.
1) Terapi Bermain
Pada umumnya merupakan media yang tepat bagi
anak untuk mengekspresikan konflik yang belum
terselesaikan, selain juga berfungsi untuk:
a) Menguasai dan mengasimilasi kembali pengalaman lalu
yang tidak dapat dikendalikan sebelumnya;
b) Berkomunikasi dengan kebutuhan yang tidak disadari;
c) Berkomunikasi dengan orang lain;
d) Menggali dan mencoba belajar bagaimana berhubungan
dengan diri sendiri, dunia luar, dan orang lain;
e) Mencocokan tuntutan dan dorongan dari dalam diri
dengan realitas.
2) Terapi Keluarga
Semua anggota keluarga perlu diikutsertakan dalam
terapi keluarga. Orang tua perlu belajar secara bertahap
tentang peran mereka dalam permasalahan yang dihadapi dan
bertanggung jawab terhadap perubahan yang terjadi pada
anak dan keluarga. Biasanya cukup sulit bagi keluarga untuk
menyadari bahwa keadaan dalam keluarga terus
menimbulkan gangguan pada anak. Oleh karena itu, perawat
perlu berhati-hati dalam meningkatkan kesadaran keluarga.
3) Terapi Kelompok
Terapi kelompok dapat berupa suatu kelompok yang
melakukan kegiatan atau berbicara. Terapi kelompok ini
sangat bermanfaat untuk meningkatkan uji realitas,
mengendaikan impuls (dorongan internal), meningkatkan
harga diri, memfasilitasi pertumbuhan; kematangan dan
keterampilan sosial anak.
Kelompok dengan lingkungan yang terapeutik
memungkinkan anggotanya umtuk menjalin hubungan dan
pengalaman sosial yang positif dalam suatu lingkungan yang
terkendali.
4) Psikofarmalogi
Walaupun terapi obat belum sepenuhnya diterima
dalam psikiatrik anak, tatapi bermanfaat untuk mengurangi
gejala (hiperaktif, depresi, impulsif, dan ansietas) dan
membantu agar pengobatan lain lebih efektif. Pemberian obat
ini tetap diawasi oleh dokter dan menggunakan pedoman
yang tepat.
5) Terapi Individu
Ada berbagai terapi individu, terapi bermain,
psikoanalitis, psikoanalitis berdasarkan psikoterapi, dan
terapi bermain pengalaman. Hubungan antara anak dengan
therapist memberi kesempatan pada anak untuk mendapatkan
pengalaman mengenai hubungan positif dengan orang
dewasa dengan penuh kasih sayang dan uji realitas.
6) Pendidikan Pada Orang Tua
Pendidikan terhadap orang tua merupakan hal yang
penting untuk mencegah gangguan kesehatan jiwa anak,
begitu pula untuk meningkatkan kembali penyembuhan
setelah dirawat. Orang tua diajarkan tentang tahap tumbuh-
kembang abak sehingga orang tua dapat mengetahui prilaku
yang sesuai dengan usia anak. Keterampilan berkomunikasi
juga meningkatkan pengertian dan empati antara orang tua
dan anak. Teknik yang tepat dalam mengasuh anak juga
diperlukan untuk mengembangkan disiplin diri anak. Hal-hal
lain, seperti psikodinamika keluarga, konsep kesehatan jiwa,
dan penggunaan pengobatan, juga diajarkan.
7) Terapi Lingkungan
Konsep terapi lingkungan dilandaskan pada kejadian
dalam kehidupan sehari-hari yang dialami anak. Lingkungan
yang aman dan kegiatan yang teratur daan terprogram,
memungkinkan anak untuk mencapai tugas terapeutik dari
rencana penyembuhan dengan berfokus pada modifikasi
perilaku. Kegiatan yang terstruktur secara formal, seperti
belajar, terapi kelompok, dan terapi rekreasi. Kegiatan rutin
meliputi bangun pagi hari, makan , dan jam tidur. Program
yang berfokus pada prilaku, memungkinkan staf keperawatan
untuk memberi umpan balik terus-menerus kepada anak-anak
tentang perilaku mereka sesuai jadwal kegiatan. Untuk
perilaku yang baik, mereka menrima pujian, stiker, atau nilai,
bergantung pada tingkat perkembangannya. Sebaliknya,
prilaku negatif tidak di toleransi.
Peran perawat sebagai orang tua yang baik menuntut
perawat mampu menciptakan lingkungan yang terbuka,
komunikasi yang jujur, dan memberi gambaran yang jelas
tentang batasan hubungan anak-orang dewasa yang bebas
dari keintiman yang pura-pura. Lingkungan yang terapeutik
harus memberi perlindungan pada anak dari ancaman
dinamika keluarganya yang patologis.

Tugas Perkembangan Tindakan Keperawatan


Perkembangan yang normal 1) Diskusikan kemampuan/kelebihan
diri anak dan target pencapaian
tugas
2) Berikan tugas sesuai dengan
kemampuan anak
3) Berikan pujian terhadap
keberhasilan anak di sekolah dan
di keluarga / rumah
4) Fasilitasi kegiatan kelompok
bermain, les, kegiatan keagamaan
5) Libatkan anak dalam kegiatan
sehari hari seperti memasak,
membuat kue, membersihkan
mobil, merapikan tempat tidur
Penyimpangan perkembangan 1) Diskusikan penyebab anak merasa
tidak mampu
2) Berikan tugas sesuai dengan
kemampuan anak
3) Berikan pujian terhadap
keberhasilan yang dicapai
4) Bantu anak agar berhasil
5) Libatkan dalam kegiatan yang
mudah/sederhana

Tindakan keperawatan untuk keluarga bertujuan:


1) Keluarga mampu memahami pengertian perkembangan anak
usia sekolah
2) Keluarga mampu memahami ciri perkembangan anak usia
seklah yang normal dan menyimpang
3) Keluarga mampu menyusun rencana stimulasi agar anak
mampu berkarya
4) Keluarga mampu mestimulus kemampuan anak berkarya

Tindakan keperawatan untuk keluarga adalah sebagai berikut:


1) Jelaskan ciri perkembangan anak usia sekolah yang normal
dan menyimpang
2) Jelaskan kepada keluarga mengenai cara menstimulasi
kemampuan anak berkarya
a) Libatkan anak dalam kegiatan sehari-hari yang sederhana
di rumah seperti membuat kue,merapikan kamar tidur
b) Puji keberhasilan yang dicapai oleh anak
c) Diskusikan dengan anak mengenai harapan dalam
berinteraksi dan belajar
d) Tidak menutut anak untuk melakukan hal-hal yang tidak
sesuai dengan kemampuanya (menerima anak apa
adanya),membantu kemampuan belajar
e) Tidak menyalahkan dan menghina anak
f) Beri contoh cara menerima orang lain apa adanya
g) Beri kesempatan untuk mengikuti aktifitas kelompok
yang terorganisasi
h) Buat/tetapkan aturan /disipiln di rumah bersama anak
3) Demotrasikan dan latih cara menstimulasi kemampuan anak
untuk berkarya
4) Bersama keluarga susun rencana setimulasi kemampuan
berkarya
SP 1 – Keluarga : Membina Hubungan Saling Percaya Dengan
Keluarga Serta Menjelaskan Ciri Perkembangan Anak Di Usia
Sekolah Yang Nomar Dan Menyimpang
Orientasi
‘selamat pagi pak,saya suster I dari puskesmas tanggul.siapa nama
bapak?biasanya di panggil apa, bagimana perasaan bapak hari ini?
apakah bapak punyak purta yang berusia 6-12 tahun?siapa
namanya bapak apakah bapak mengalami kesulitan perilakunya?
agara kemampuan anak bapak bias berkembang kita akan
mendiskusikan ciri kahas perundangan anak usia 6-12.dimana kita
akan berbicara pak?apakah di ruangan ini ?baiklah kita akan
berdisukusi 30 menit
Kerja
‘apakah bapak tau perkembangan anak usia 6-12 tahun yang
normal ?mari kita baca leaflet ini disitu tertulias ciri
perkembangan anak usia 6-12 tahun yang normal dan yang
menyimpang.anak usia 6-12 tahun di harapakan mempunyai
kemampuan bergaul dengan teman sebaya,tidak bergantung lagi
pada oaring tua ,menghasilkan suatu karya sesuai dengan
kemampuanaya,baik parestasi di sekolah maupun di keluarga atau
masyarakat.hasil karya anak berupa perstasi sekolah maupun
masyarakat,seperti membuat sendiri benda benda apakah anak
mempunyai kemapuan yang tertulis di leaflet itu?bapak bias
memotifasinya supaya kemapuan lain tetap tercapai jika anak
tidak dapat menujukan hasil karyanya,iya dapat mengalami rendah
diri,karena merasa tidak menghasilkan suatu yang nyata
Terminasi
Kita telah selesai berdiskusi.bagaimana perasana bapak setelah
kita bicara apakah bapak masik ingat ciri perkembgan anak usia 6-
12 tahun apa saja?.bapak ibu sudah ingat ciri cirinya sehingga
bapak dapat membandingkanya dengan perkembanga anak
bapak.nantik bapak lihat perilaku anak yang tidak ada pada anak
bapak jika menyimpang kita akan mendiskusikan bersama pada
pertemuan berikutnya.kesini lagi minggu depan mendikusikan
cara yang akan bapak lakukan.
SP 2-Keluarga: Membina Hubungan Saling Percaya Dengan
Anak, Mendemonstrasiakan, Dan Mendiskusikan Cara Yang
Akan Dilakukan Keluarga Untuk Menstimulasi Perkembangan
Psikososial Anak Sekolah
Orientasi
“Selamat pagi/siang/sore. Apakah Bapak/Ibu masih ingat diskusi kita
minggu lalu tentang ciri perkembangan anak usia 6-12 tahun? hari
ini kita mencoba cara yang dapat Bapak/Ibu lakukan untuk
menstimulasi perkembangan D, nanti Bapak.Ibu bias langsung
mencobanya. Dimana D? Saya ingin mengenalnya. Dimana kita akan
berbicara selama kurang lebih 30 menit ya.”
Kerja
“Selamat pagi/siang/ sore. Kenalkan, saya suster I dari puskesmas
Meuraksa. Ini D nya? Senangnya di panggil apa? Sedang gambar
apa? Gambarnya bagus lho. Lihat dimana gambar seperti ini?
Ngarang sendiri? Hebat sekali. Suster tidak bisa bikin gambar seperti
itu. Menuruut D, apa warna yang cocok untuk bajunya? Dinding
rumahnya? Wah, pintar sekali milih warnanya. D suka menggambar
ya. Sudah pernah ikut lomba? Kalau nanti ada lomba, mau ikut apa
enggak? Selain menggambar, apa saja yang disukai? Artinya, D
punya bakat kea rah itu. Senang sekali dapat berbicara dengan D.
Kita sudahi dulu ya. Suster mau bicara dengan Bapak/Ibu.”
“Tadi Bapak/Ibu sudah melihat bagaimana saya membantu D
mengenali kemampuannya. Bapak/Ibu dapat meneruskan dengan
memfasilitasi kegiatannya tersebut supaya D lebih merasa percaya
diri dan dapat berinteraksi denga teman sebayanya. Coba juga
Bapak/Ibu mengobservasi kemapuannya yang lain, seperti kegiatan
rumah tangga.”
Terminasi
“Bapak/Ibu, kita sudah selesai mempraktekkan cara menstimulasi
kemampuan D. Bagaimana perasaan Bapak/Ibu? Apakah masih ada
hal yang lain yang ingin Bapak/Ibu ketahui? Sudah cukup? Kalau
begitu, saya permisi dulu dan kalau ada kesulitan dengan D, silahkan
Bapak/Ibu menghubungi saya di puskesmas Meuraksa, saya bertugas
disana dan saya akan senang sekali membantu Bapak/Ibu. Sampai
jumpa.”
Evaluasi
Evaluasi kemampuan anak dan keluarga dalam perkembangan
psikososial anak usia sekolah dan evaluasi kemampuan perawat
dalam memfasilitasi perkembangan psikososial anak usia sekolah
dapat dilihat pada tabel diatas
e. Evaluasi
Pada umumnya, pengamatan perawat berfokus pada
perubahan perilaku anak. Apakah anak menunjukan kesadaran
dan pengertian tentang dirinya sendriri melalui refleksi diri dan
meningkatnya kemampuan untuk membuat keputusan secara
rasional. Anak harus mulai beradaptasi dengan lingkungannya
dan tidak impulsif. Aspek yang perlu di evaluasi, antara lain,
sebagai berikut.
1) Keefektifan intervensi penanggulangan perilaku
2) Kemampuan untuk berhubungan dengan teman sebaya, orang
dewasa dan orang tua secara wajar
3) Kemampuan untuk melakukan asuhan mandiri
4) Kemampuan untuk menggunakan kegitan program sebagai
rekreasi dan proses belajar
5) Respons terhadap peraturan dan rutinitas
6) Status mental secara menyeluruh
7) Koordinasi dan rencana pemulangan
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna et all. 2012 Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta:
EGC
Keliat, Budi Anna et all. Manajemen Keperawatan Psikososial & Kader
Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC
Nasriati, Ririn. 2011. Kesehatan Jiwa Remaja. Ponorogo: Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo
Nurhalimah. 2016. Keperawatan Jiwa. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan
Videbeck, Sheila L. 2014. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta; EGC
Yosep, Iyus & Sutini, Titin. 2014. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika
Aditama

Anda mungkin juga menyukai