A. Teori-Teori Perkembangan
Pada hakikatnya perkembangan mengandung makna perubahan dari waktu ke
waktu, suatu proses ke arah yang lebih maju, lebih dewasa. Pendapat tentang
faktor perkembangan yang bermacam-macam itu berawal pada pendirian masing-
masing ahli. Secara umum, pendapat-pendapat itu mencakup teori psikodinamika,
teori yang berorientasi biologis, konsep yang berorientasi faktor lingkungan, teori
interaksionisme.
Teori psikodinamika Sigmund Freud atau teori psikoanalitik perpandangan
bahwa seorang anak yang terlahir memiliki dua kekuatan biologik, yaitu libido
dan nafsu mati. Kedua kekuatan tersebut melalui proses konsentrasi energi psikis
terhadap suatu objek. Struktur anak pada waktu dilahirkan adalah das es atau
kepribadian yang asli dan sudah ada sejak lahir yang mendorong anak untuk
memuaskan nafsu-nafsunya. Karena pengauh lingkungan maka menimbulkan
struktur das ich atau ego yang berfungsi sebagai penentu diri terhadap dunia luar
maupun terhadap das es. Karena pengaruh lingkungan pula, termasuk orang tua,
maka terbentuklah das uber ich atau super ego yang berfungsi mengatur perilaku
das ich dan tuntunan-tuntunan yang bersumber dari das es. Apabila das ich tidak
berhasil menengahi das es dan uber ich, maka nafsu-nafsu yang berasal dari das
es ditekan secara tidak sadar.
Teori yang berorientasi biologis menitikberatkan pengaruh faktor keturunan,
termasuk faktor bakat atau keadaan psikofisik ysng dibawa sejak lahir.
Perkembangan bersifat endogen yaitu perkembangan itu tidak hanya secara
spontan saja, melainkan sebagai pemekaran predisposisi yang sudah ditentukan
secara biologis. Sebagai contoh konsep biologis mengidentifikasi perilaku agresi
dan kekerasan berdasarkan mekanisme biologis yang spesifik. Pendekatan
menjelaskan secara fisiologis khususnya bagian-bagian spesifik otak dan
hormonal sebagai pemicu perilaku kekerasan. Menurut Tedeschi dan Felson
komposisi genetik individu menjadi predisposisi bentuk-bentuk perilaku khusus.
Secara normal setiap individu memiliki 46 kromosom, yaitu kromosom XX
untuk wanita dan XY untuk pria. Abnormalitas kromosm XYY akan berpengaruh
terhadap perilaku agresi dan akan menunjukkan karakteristik permasalahan
perilaku pada masa kanak-kanak.
Konsep yang berorientasi faktor lingkungan yaitu konsep yang bersal dari
pengaruh lingkungan terhadap perkembangan anak, termasuk konsep-konsep
belajar dan konsep-konsep mengenai sosialisasi yang bersifat sosiologis. Konsep
belajar sosial memandang belajar sebagai suatu bentuk perubahan atas perilaku
seseorang dalam potensi yang bersifat relatif tetap dan tidak disebabkan oleh
pertumbuhan. Menurut konsep ini, potensi untuk berperilaku tidak tergantung
pada perubahan-perubahan spontan pada struktur diri organisme, melainkan
tergantung pada apa yang dipelajari dengan tepat. Ahli-ahli konsep belajar sosial
sangat optimis dan percaya bahwa faktor utama perkembangan bersumber dari
pengalaman. Anak-anak memperoleh perilaku baru dan memodifikasi perilaku-
perilaku sebelumnya berdasar pengaruh lingkungan fisik dan sosialnya.
Perubahan lingkungan dapat mempengaruhi perilaku.
Teori interaksionisme atau teori perkembangan kognitif Piagnet
mementingkan perkembangan intelektual dan moral. Piaget memandang
perkembangan sebagai kelanjutan genesaembrio. Proses perkembangan melalui
stadium-stadium perekembangan dipengaruhi oleh berbagai macam fakor,
diantaranya faktor kematangan, pengalaman, transmisi sosial, dan interaksi
diantara semua faktor-faktor tersebut. Kematangan mengacu pada keadaan
biologis individu yang berinteraksi dengan faktor genetik dan keadaan
lingkungan sosial.
B. Tahap-tahap Perkembangan
Perkembangan setiap individu merupakan perubahan secara beratur, sesuai
dengan tingkat usia, potensi, kuantitas, dan kualitas rangsangan yang di dapat
dalam lingkungannya.
Erickson membedakan tahap perkembangan manusia atas 8 tahap, perrtama
perkembangan pada masa bayi (infancy) pada usia 0-1 tahun. Pada awal pertama
kehidupan, bayi sangat tergantung pada dunia luar terutama kepada orang tua atau
pengasuh dalam memenuhi kebutuhannya, termasuk kebutuhan fisik, kehangatan,
dan afeksi. Jika kebutuhan tersebut dapat terpenuhi secara konsisten dan
mendapat respons positif dari orang tua, bayi akan mengalami perkembangan
kedekatan dengan orang tua, juga memdapatkan pengalaman belajar tentang
kepercayaan terhadap lingkungan sekitarnya.
Kedua, perkembangan pada masa prasekolah (toddler), pada usia 2-6 tahun,
terjadi kerisis otonomi atau independensi melawan rasa malu. Pada tahap inilah
bayi belajar jalan, berbicara, menggunakan toilet dan percaya diri. Jika orang tua
memberikan peluang kepada anak untuk mengembangkan inisiatif dan
memahami anak ketika anak melakukan kesalahan. Maka anak akan berkembang
kepercayaan dirinya dalam mengatasi masalah, kontrol diri dan independensi.
Sebaliknya jika orang tua menentang tindakan independensi anak maka akan
berkembang perilaku negatif seperti rasa malu dan ragu ragu tentang
kemampuannya.
Ketiga, perkembangan pada masa anak anak yaitu pada usia 2-6 tahun. Krisis
yang terjadi adalah inisiatif melawan rasa bersalah. Anak anak menunjukkan
kemampuan dan keterampilan motorik dan menjadi lebih tertarik dalam interaksi
sosial dengan orang orang disekitar.
Keempat, perkembangan pada masa sekolah yaitu usia 6-12 tahun.krisis yang
terjadi adalah kompetensi melawan rendah diri. Sekolah adalah peristiwa penting,
maka anak belajar mengambil keputusan, memperoleh keterampilan pada bidang
tertentu serta pengembangan potensi dasar. Pada masa ini anak mengalami
transisi antara lingkungan keluarga dan pergaulan dengan teman sebaya.
Kelima, perkembangan pada masa remaja, yaitu pada usia 12-18 tahun. Krisis
yang terjadi adalah identitas melawan kebingungan peran. Pada masa inilah
remaja mempertanyakan “siapa saya”. Erickson menyatakan remaja mesti bebas
dari rasa konflik dalam berbagai hal, adanya peluang untuk mengembangkan
kepercayaan diri, independensi, kompetensi dan kontrol diri.
Keenam, masa dewasa yaitu usia 19-40 tahun. Karakteristik periode ini adlah
keintiman dan isolasi. Faktor penting adalah cinta dan kasih sayang dalam
menjalin persahabatan. Individu yang tidak sukses dalam mencapai keakraban
cenderung terisolasi, khawatir dalam melakukan komitmen dan menunjukkan
sifat tergantung.
Ketujuh, tahap dewasa pertengahan yaitu pada usia 40-65 tahun. Pada tahap
ini adalah krisis kebangkitan dan stagnasi. Erickson mendeskripsikan bahwa
generasivitas mengacu pada kemampuan orang dewasa untuk melihat hal-hal
ddiluar dirinya. Sebagai contoh, membina keluarga. Erickson mengatakan bahwa
orang orang dewasa memerrlukan kehaddiran seorang anak, begitupun
sebaliknya. Tahap ini menggambarkan kebutuhan untuk menciptakan sesuatu
untuk warisan kehidupan masa depan.
Kedelapan, masa dewasa akhir yaitu usia lebih dari 65 tahun. Krisis integritas
dan putus asa. Menurut Erickson pada usia ini seseorang akan ditanddai ddengan
perannya dalam mewujudkan kehidupan yang bahagia dan sejahtera, ada perasaan
aman dan tentram.
B. Perkembangan Fisik
Perubahan fisik sudah dimulai pada masa praremaja dan terjadi secara cepat
pada masa remaja awal yang akan makin sempurna pada masa remaja pertengahan
dan remaja akhir. Menurut cole perkembangan fisik merupakan dasar perkembangan
dari aspek lain mencakup perkembangan psikis dan sosial. Pada masa remaja akan
terjadi kematangan seksual yang akan ditandai dengan mulai berfungsinya hormon
seksual menurut Dusek ialah:
a. Fungsi morfogenesis, yaitu hormon seksual memengaruhi pembentukan struktur
dan bentuk tubuh seseorang.
b. Fungsi integrasi, yaitu hormon seksual yang memengaruhi hormon fungsi
insting dan pola tingkah laku sesuai dengan spesiesnya.
c. Fungsi regulasi, yaitu hormon seksual merupakan bagian dari organisme yang
harus bertanggung jawab terhadap keseimbangan diri dalam situasi apapun.
Kemasakan fisik remaja perempuan biasanya lebih cepat sekitar dua tahun
dibanding remaja laki-laki. Mengingat kemasakan fisik merupakan dasar bagi
perkembaangan aspek-aspek yang lain, maka anak perempuan juga akan mengalami
kematangan psikis dan sosial lebih awal dari pada remaja laki-laki.
C. Perkembangan Kognitif
Piaget menjelskan bahwa selama tahap operasi formal yang terjadi sekitar usia
11-15 tahun. Seorang anak mengalami perkembangan penalaran dan kemampuan
berfikir untuk memecahkan persoalan yang dihadapinya berdasar pengalaman
langsung. Struktur kognitif anak mencapai kematangan pada tahap ini. Potensi
kualitas penalaran dan berfikir berkembang secara maksimum. Remaja yang sudah
mencapai pekembngan operasi formal secara maksimum mempunyai kelengkapan
struktural kognitif seperti orang dewasa. Namun, hal ini tidak berarti bahwa
pemikiran remaja dengan penalaran formal sama baiknya dengan pemikiran aktual
orang dewasa karena hanya secara potensial sudah tercapai.
Setelah berkembangnya operasi formal, perubahan penalaran lebih bersifat
kuantitatif. Kualitas penalaran tidak banyak perubahan pada tahap ini.
Perkembangan kuantitatif ini bertitik tolak pada struktur operasi logis, tetapi hal ini
tidak berarti bahwa pemikiran kualitatif tidak mendukung setelah masa remaja.
Secara fungsional, pemikiran formal sama dengan pemikiran konkret. Kedduanya
bekerja atas dasar operasi logis. Perbedaan utama hanya terletak pada aplikasi dan
jenis operasi logis. Pemikiran konkret terbatas pada persoalan-persoalan yang
konkret. Anak dengan kemampuan operasi konkret tidak dapat mengatasi persoalan
verbal yang kompleks, trmasuk persoalan-persoalan hipotesis atau prediksi jauh
kedepan.
D. Perkembangan Emosi
Emosi merupakan salah satu aspek psikologis manusia dalam ranah afektif.
Aspek psikologis ini sangat berperan penting dalam khidupan dan dalam
berhubungan dengan orang lain. Keseimbangan di antara ketiga ranah psikologis
sangat dibutuhkan sehingga manusia dapat berfungsi dengan tepat sesuai dengan
stimulus yang dihadapinya.
Prawitasari mengembangkan alat ungkap emosi dasar manusia berupa foto-
foto berbgai ekspresi wajah dari berbagai model. Berdasar hasil penelitian tersebut ia
mengungkap enam emosi dasar manusia, yaitu senang, sedih, terkejut, jijik, marah,
takut, dan malu. Sedangkan menurut Hurlock, pakar psikologi perkembangan
lainnya Nuryoto mengemukakan bahwa emosi dasar manusia terdiri atas tiga
katagori utama,yaitu marrah, senang dan takut. Emosi-emosi asar tersebut sudah
dimiliki manusia sejak bayi, kemudian berkembang bersamaan dengan pertumbuhan
fisik.
Pada masa remaja, ekspresi emosi yang tampak kadang-kadang tidak
menunjukkan emosi yang sebenarnya, semisal orang marah belum tentu mengamuk,
justru sebaliknya dia hanya diam seribu bahasa. Ekspresi emosi sifatnya sangat
individualis atau subjektif, tergantung pada kondisi pribaddi msing-masing.
Manifestasi emosi yang sering muncul pada remaja termasuk meningkatnya emosi
yaitu kondisi emosinya berbeda dengan keadaan sebelumnya. Ekspresi dari
meningkatnya emosi adalah sikap bingung, emosi yang meledak-ledak, suka
berkelahi, tidak nafsu makan. Sedangkan ekspresi yang menonjol pada remaja
adalah khawatir,cemas, jengkel, frustasi, cemburu, iri, rasa ingin tahu, rasa kasih
sayang dan perasaan bahagia.
E. Perkembangan Moral
Kohlberg, ahli psikologi perkembangan moral dan tokoh pengembang teori Piaget,
mengidentifikasikan isu dilema moral remaja yang dapat menimbulkan konflik,
ermasuk hukuman, properti, afiliasi, otoritas, watak, aturan-aturan, kesepakatan,
kebenaran, kebebasan,kehidupan dan seks. Menurut kohlberg Tahap-tahap
perkembangan moral adalah
1. Tahap prakonvensional. Karakteristik perkembangan moralnya adalah ketaatan
terhadap hukum yaitu berupaya untuk menghindari hukum dan intrumental yaitu
aku akan melakukan itu jika kamu melakukan sesuatu untuk aku.
2. Tahap konvensional. Krakteristik perkembangan moralnya adalah persetujuan
interpersonal yaitu aku akan mlakukan itu dengan baik, dan kumu juga
melakukannya, sebagaimanaa aku melakukannya, kemudian hukum dan aturan
yaitu saya akan melakukan itu, disebabkan itu adalah hukum.
3. Tahap postkonvensional. Karakteristik perkembangan moralnya adalah kontrak
sosial, yaitu saya akan melakukan itu sebab hal itu adalah yang terbaik untuk
semua orang dan etika univrsal, yaitu aku akan melakukan itu sebab adalah hal
atau kebenaran yang bersifat universal.
F. Perkembangan Sosial
BAB IV
A. Pengantar
Usia dini yaitu usia 0-6 tahun merupakan masa penting dalam pembentukan
pribadi seorang anak, baik segi intelektual, kepribadian, kesehatan maupun dari
segi psikososialnya. Perkembangan yang baik tergantung pada beberapa aspek
diantaranya dukungan gizi, kesehatan, stimulassi psikososial yang cukup pada saat
pertumbuhan dan perkembangan di usia dini.
Keluarga adalah pendukung utama nilai-nilai kearifan lokal terutama dalam
mengasuh anak. Didalam keluarga anak merupakan pusat perhatian, bahkan
semenjak masih dalam kandungan. Oleh sebab itu orang tua harus memperhatikan
dalam mengasuh anak.
B. Konsep Pengasuhan Secara Umum
Keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama bagi anak. Melalui
proses interaksi antara anak dan orang tua terbentuklah sikap dan perilaku masing-
masing pihak, anak mempunyai gambaran tertentu mengenai orang tuanya,
beegitupun sebaliknya.
Pengasuhan orang tua sebagai suatu mekanisme yang secra langsung
membentuk anak mencapai tujuan sosialisasi dan secara tidak langsung
memengaruhi internlisasi nilai-nilai sehingga anak lebih terbuka terhadap upaya
sosialisasi melalui berbagai bentuk kompetensi interaksi sosial. Pengasuhan orang
tua memberikan kesempatan kepada anak untuk memperoleh berbagai bentuk
keterampilan melalui eksplanasi, dorongan dan diskusi serta adanya pengakuan
dari pihak orang tua.
Pengawasan terhadap anak dapat dilakukan secara langsung maupun tidak
langsung. Pemantauan langsung dapat dilakukan dengan mengamati secara aktif
keberadaan dan aktivitass anak setiap saat atau secara periodikddisekolah maupun
diluar sekolah. Pemantauan secara tidak langsung ini memberikan kontribusi yang
signifikan terhadap perkembangan kelekatan emosional antar-anggota keluarga.
Bertukarnya informasi dan pengalaman dapat menciptakan dan mengembangkan
rasa kasih sayang dan kehangatan antar-anggota keluarga. Keterlibatan anak
dalam pertukaran informasi dan pengalaman merupakan faktor penting dalam
memperkenakan secara efektif tentang pentingnya nilai-nilai, keterampilan serta
berbagai jenis perilaku prososial.
C. Konsep Pengasuhan Berdasarkan Kearifan Lokal
Keluarga adalah pendukung nilai-nilai kearifan lokal terutama dalam
pengasuhan anak karena anak merupakan pusat perhatian keluarga, bahkan
semenjak ia berada dalam kandungan. Ekowarni menjelaskan variasi kearifan
lokal dalam mendidik dan mengasuh anak. Masyarakat Batak Mandailing sangat
menjunjung tinggi falsafah 3H, yaitu homoroan (kekayaan), hagabeon
(kehormatan), hasangapon (kebahagiaan). Falsafah tersebut menjadi acuan dalam
pola pikir pendidikan, terutama terhadap anak laki-laki yang dianggap ssebagai
penerus marga. Masyarakat batak menganut sistem patrilineal, setelah menikahi
seorang istri mengikuti marga ssuaminya dan seorang anak perempuan tidak
mendapat harta peninggalan orang tuanya.
Sedangkan buddaya Minangkabau mnganut tatanan yang mengatur nilai
masyarakat Minangkabau adalah adat dan syara, kewajiban menjaga kepentingan
keluarga. Peran ninik-mamak sangat berpengaru terutama dalam menjaga
terjadinya pelanggaran nilai-nilai keluarga maupun agama. Posisi seorang
perempuan di Minangkabau sangat kuat, pihak perempuan menjemput pihak laki-
laki dengan membawa jumlah uang dan barang hantaran. Perempuan
Minangkabau memiliki banyak kewenangan keseharian masih bergantung pada
ninik-mamak.
BAB V
ANALISIS SOSIOKULTURAL VYGOTSKY DALAM PERSPEKTIF
PSIKOLOGI PENDIDIKAN
A.