Berislam Seperti
Kanak-KanakKata Pengantar
Eddy Najmuddin Aqdhiwijaya
Ketua Gerakan Islam Berislam
Cinta Seperti Kanak-Kanak 1
2 Berislam Seperti Kanak-Kanak
Berislam Seperti
Kanak-Kanak
Kalis Mardiasih
#gerakanislamcinta
ISBN: 978-602-53698-0-3
Cetakan Pertama, Oktober 2018
Ketentuan Pidana
Pasal 72:
1. Barangsiapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00
(satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7(tujuh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual
kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun
dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Ayo ikut sebarkan pesan
cinta dan damai Islam. Gabung dengan
Gerakan Islam Cinta (GIC).
Info selengkapnya
www.islamcinta.co
6 Berislam Seperti Kanak-Kanak
Kata Pengantar
Menjelang pergantian tahun, lini masa
media sosial kita dapat dipastikan akan
dipenuhi oleh serangkaian broadcast
yang berisi pengharaman-pengaharaman.
Mengucap natal itu haram, karena akan
membuat iman kita terganggu. Meniup
terompet haram, karena itu adalah ritual
Yahudi. Menggunakan topi kerucut haram,
karena merupakan topi pemurtadan.
Menyalakan kembang api pun haram,
karena merupakan kebiasaan Majusi.
Kesemuanya dengan dalil bahwa barang
siapa menyerupai suatu kaum, maka ia
termasuk bagian dari mereka.
Bagian Satu:
Berislam di Masa Kecil 27
Bapak dan Ingatan Masa Kecil yang Baik 27
Haji Bapak 36
Anak-anak Tidak Marah 44
Marlina Masih Ingin Pergi 53
Kapan Tepatnya Kita Kehilangan Naluri Kanak-kanak Kita? 58
Bagian Tiga:
Berislam dengan Keteladanan 107
Melihat Islam Lewat Teladan Sederhana 107
Bertemu Abah Maulana Habib Luthfi bin Yahya 112
Belajar Berbeda dari Gus Dur dan Gus Sholah 124
Paradigma Pemimpin Anti Kekerasan 130
Bagian Empat:
Berislam di Media Sosial 151
Soal Broadcast Haram-haraman yang Bikin Lebaran
Ruwet 151
Panik dan Takut Masuk Neraka Karena Broadcast WA
“Umat Sedang Terancam” 158
Kesasar di Video Ustaz Hoax Lalu Pusing Seketika 164
Para Anonim dan Hilangnya Kepakaran di Media Sosial
169
Ketika Temanmu Menjadi Pendukung ISIS 174
Mari Bertanya Hal-hal yang Lebih Rumit dan Penting
Kepada Pak Ustaz 179
Pengalaman Saya “Menikmati” Bully di Media Sosial 186
Kepustakaan 194
Tentang Penulis 196
“Lho, tumben?”
Pada Pagi
Padanya tak ada ungkap kekaguman
selain bahasa pagi. Matanya selalu
pagi. Senyumnya warna-warni kembang
mawar di pekarangan. Jiwanya
selapang daun-daun pisang yang
basah mengembun menerima semua
ngilu dingin dan gelap malam tadi.
Ia adalah pagiku, yang sejak cahaya,
sejak udara, sejak tanah, sejak
gemercik air mengalir dari padasan
subuh lalu. Kuhirupi kesabarannya,
kutangkup dan kutangkapi dengan
segenap kekerdilanku.
Haji Bapak
Pagi mendung di alun-alun Blora tahun 2007.
Bersama Ibu, kami menjemput Bapak yang pagi
itu dijadwalkan pulang dari ibadah hajinya. Hatiku
bergejolak. Seperti akan menjemput seorang
prajurit yang pulang dari medan peperangan. Aku
masih ingat ketika Bapak akan diberangkatkan
dari rumah 40 hari sebelumnya. Ia diazankan oleh
Kiai Muhtadi Noor, guru Bapak, guruku. Santri
langsung Mbah Maimoen. Di depan pintu rumah
Bapak diazankan oleh suara Kiai Muhtadi yang
melengking-lengking khas langgam Jawa daerah
”BAPAK!”
”Ya?”
”Kenapa, Pak?”
”Kenapa?”
Saya menyimak.
“Cucu.”
Nafisa namanya. Kira-kira mungkin kelas dua SD.
“Sudah juz berapa?”
Nafisa mengulum senyum. Memepet Abah.
Dipeluk Abah lagi.
“Habib nanya juz berapa lho… Bukan berapa
juz…” Abah terkekeh.
Masya Allah.
Ingatan tiba-tiba melayang ke Majelis Jumat
Kliwon rutinan Habib Luthfi Bin Yahya. Di Sapuro,
Pekalongan, sejak tengah malam, ribuan orang dari
pelosok kota di Indonesia terjaga, membaca tahlil.
Semakin menjelang subuh, makin sibuk, tapi tidak
riuh. Mereka berjalan beriringan, mengambil wudu,
salat, lalu berjalan bersama ke Kanzus selawat.
Qulhuwallahu ahad.
Qulhuwallahu ahad.
Qulhuwallahu ahad.
Info Selengkapnya
www.islamcinta.co