Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Remaja merupakan individu yang sedang mengalami masa pubertas


dimana perkembangan fisik dan mental berkembang secara pesat. Masa remaja
merupakan awal dari proses menuju kedewasaan. Pada masa inilah individu
sering mengalami pergejolakan dalam dirinya. Emosi yang tak terkontrol (labil)
merupakan ciri khas dalam proses perkembangan remaja. Orang tua, lingkungan,
dan pendidikan merupakan faktor yang berpengaruh dalam pembentukan mental
para remaja. Tidak semua individu bisa melalui masa remaja dengan hal positif
dan berkembang menjadi orang dewasa yang berpikiran matang, cerdas, dan
kritis. Sebagian remaja justru terjebak dalam hal-hal negatif seperti pergaulan
bebas, narkoba, kekerasan, dan lain sebagainya.

Di zaman globalisasi seperti saat ini, kenakalan remaja ataupun masalah


sosial yang melibatkan remaja merupakan suatu hal yang tidak asing lagi bagi
kita. Seringkali kita mendengar berita-berita mengenai kenakalan dan kekerasan
yang terjadi pada remaja. Salah satunya seperti kasus penusukan seorang siswa
SMA berusia 16 tahun oleh teman sekelasnya yang dipicu oleh hal sepele, yaitu
berebut bangku. Ironis memang, apalagi kejadian ini terjadi ketika jam pelajaran
sedang berlangsung di kelas dan disaksikkan oleh guru dan teman sekelasnya.

Dari kasus tersebut tergambar jelas bahwa remaja merupakan individu


yang sangat emosional dan tidak ragu untuk meluapkan emosinya dalam bentuk
hal-hal negatif. Peranan orang tua, sekolah, dan masyarakat sangat dibutuhkan
untuk menghindarkan remaja dari hal-hal negatif serta membimbing,
mengarahkan, dan mengawasi perkembangan remaja terutama perkembangan
psikis atau mental para remaja.

1
1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, rumusan masalah
dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan perkembangan?


2. Bagaimana ciri-ciri perkembangan emosi atau mental yang terjadi di masa
remaja?
3. Hal apa saja yang dapat memicu terjadinya perilaku-perilaku negatif pada
remaja?
4. Apa saja yang dapat dilakukan untuk menghindarkan remaja dari perilaku-
perilaku negatif?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan pembuatan makalah ini berdasarkan rumusan masalah di


atas adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui arti perkembangan.


2. Mengetahui dan menganalisis ciri-ciri perkembangan emosi atau mental
remaja.
3. Menjelaskan dan mendeskripsikan hal-hal yang menyebabkan perilaku
negatif pada remaja.
4. Memberikan solusi-solusi untuk menghindarkan remaja dari perilaku
negatif.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Perkembangan Remaja

Masa usia sekolah menengah bertepatan dengan masa remaja. Masa remaja
merupakan masa yang banyak menarik perhatian, karena sifat-sifat khas dan

2
peranannya yang menentukan dalam kehidupan individu dalam masyarakat orang
dewasa. Ditinjau dari sisi psikologis, hakikat utama masa remaja adalah
menemukan jati dirinya sendiri, meneliti sikap hidup yang lama dan mencoba-
coba yang baru menuju pribadi yang dewasa (Ahmadi, 1997:41).

1. Pengertian Perkembangan

Berikut merupakan pengertian perkembangan yang dikemukakan oleh


beberapa ahli, yaitu:

a. Prof. Dr. F.J. Monks, dkk mengartikan perkembangan sebagai suatu proses ke
arah yang lebih sempurna dan tidak dapat terulang kembali. Perkembangan
juga dapat diartikan sebagai proses yang kekal dan tetap menuju ke arah suatu
organisasi pada tingkat integrasi yang lebih tinggi, berdasarkan pertumbuhan,
pematangan, dan belajar.
b. Desmita mendefinisikan perkembangan tidak terbatas pada pengertian
perubahan secara fisik, melainkan di dalamnya juga terkandung serangkaian
perubahan secara terus menerus dari fungsi-fungsi jasmaniah dan rohaniah
yang dimiliki individu menuju tahap kematangan, melalui pertumbuhan dan
belajar (Desmita, 2005:4).
c. Menurut Harlimsyah perkembangan adalah segala perubahan yang terjadi
pada individu dilihat dari berbagai aspek antara lain aspek fisik (motorik),
emosi, kognitif, dan psikososial.
d. Menurut Zein perkembangan merupakan perubahan-perubahan psiko, fisik
sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi psikis dan fisik pada anak
ditunjang oleh faktor lingkungan dan proses belajar dalam masa waktu
tertentu menuju kedewasaan (digilib.unimus.ac.id).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan
merupakan suatu proses perubahan individu baik fisik, psikis, dan kognitifnya
menuju kedewasaan yang terjadi seumur hidup.

2. Teori-teori Perkembangan Remaja

Perkembangan remaja bersifat kompleks dan mempunyai banyak sisi.


Walaupun tidak ada satu teori pun yang mampu menjelaskan semua aspek
perkembangan remaja, setiap teori telah memberikan sumbangan penting tentang

3
pemahaman tentang perkembangan remaja ini. Ada empat teori utama mengenai
perkembangan remaja yaitu psikoanalisis, kognitif, belajar sosial dan tingkah
laku, serta teori ekologi (Santrock, 2003:42).

a. Teori Psikoanalisis

Bagi ahli psikoanalisis, perkembangan terutama tidak disadari. Artinya di luar


kesadaran dan sangat diwarnai oleh emosi. Mereka percaya bahwa tingkah laku
hanyalah ciri permukaan, dan untuk betul-betul memahami perkembangan kita
harus mengaalisis arti simbolik tingkah laku dan kerja pikiran yang terdalam. Dua
teori psikoanalisis penting adalah dari Freud dan Erikson. Freud mengatakan
bahwa kepribadian terdiri dari tiga struktur yaitu id, ego, dan superego. Tuntutan
yang saling bertentangan dari struktur kepribadian remaja menimbulkan rasa
cemas. Freud yakin bahwa masalah berkembang karena pengalaman di masa
kecil. Ia mengatakan bahwa individu melalui lima tahap psikoseksual yaitu oral,
anal, falik, latensi, dan genital. Erikson mengembangkan teori yang menekankan
delapan tahap perkembangan psikososial yaitu percaya vs tidak percaya, otonomi
vs rasa malu dan ragu-ragu, inisiatif vs rasa salah, industry vs inferioritas,
identitas vs kekacauan identitas, intimasi vs isolasi, generativitas vs stagnasi, dan
integritas vs rasa putus asa.

b. Teori Kognitif

Bila teori-teori psikoanalisis menekankan pentingnya pikiran remaja yang


tidak disadari, maka teori-teori kognitif mementingkan pikiran-pikiran sadar
mereka. Dua teori kognitif yang penting adalah teori perkembangan kognitif dari
piaget dan teori pemrosesan informasi. Piaget mengatakan bahwa remaja
termotivasi untuk memahami dunia dan menyesuaikan berpikirnya untuk
mendapatkan informasi baru. Piaget mengatakan bahwa kita melalui empat tahap
perkembangan kognitif : sensorimotorik, pra-operasional, operasional konkrit, dan
operasional formal. Teori pemrosesan informasi berkaitan dengan bagaimana
individu memproses informasi tentang dunianya, mengeni bagaiman informasi
masuk ke dalam pikiran remaja, bagaimana informasi disimpan dan ditranformasi,

4
dan bagaimana informasi dikeluarkan kembali untuk memungkinkan berpikir dan
pemecahan masalah.

c. Teori Tingkah Laku dan Belajar Sosial

Behaviorisme menekankan bahwa kognisi tidaklah penting dalam memahami


tingkah laku remaja. Menurut B.F. Skinner (seorang ahli tingkah laku yang
terkenal) perkembangan adalah tingkah laku yang diobservasi, yang ditentukan
oleh ganjaran dan hukuman dalam lingkungan. Teori belajar sosial, dikembangkan
oleh Albert Bandura dan lainnya, menyatakan bahwa lingkungan merupakan
determinan tingkah laku yang penting, tetapi begitu pula proses kognitif. Menurut
pandangan teori belajar sosial, remaja mempunyai kemampuan untuk mengontrol
tingkah laku mereka sendiri.

d. Teori Ekologi

Urie Bronfenbrenner mengusulkan pandangan tentang perkembangan anak


yang sangat berorientasi pada lingkungan, yang sekarang mendapat perhatian.
Teori ekologi adalah pandangan perkembangan sosial-kultural yang terdiri dari
lima sistem lingkungan yang berkisar dari masukan kecil dari interaksi langsung
dengan agen sosial sampai pada masukan dari budaya. Kelima sistem dalam teori
Bronfenbrenner adalah sistem mikro, sistem meso, sistem ekso, sistem makro, dan
sistem krono.

3. Perkembangan Emosi Remaja

Emosi banyak berpengaruh pada fungsi-fungsi psikis seperti pengamatan,


tanggapan, pemikiran, dan kehendak. Individu akan memberikan tanggapan
positif terhadap suatu objek jika disertai emosi yang positif, dan memberikan
tanggapan negatif terhadap objek jika disertai emosi yang negatif pula (Kemali,
2015:66).

Golleman (dalam Kemali, 2015) menyebutkan beberapa ciri utama pikiran


emosional remaja adalah sebagai berikut:

a. Respons yang cepat tetapi ceroboh

5
Dikatakannya bahwa pikran yang emosional itu ternyata jauh lebih cepat
daripada pikiran yang rasional karena pikiran emosional sesungguhnya
langsung melompat bertindak tanpa mempertimbangkan apapun yang akan
dilakukannya. Karena kecepatannya itu sehingga sikap hati-hati dan proses
analitis dalam berpikir dikesampingkan begitu saja sehingga tidak jarang
sekali menjadi ceroboh.
b. Mendahulukan perasaan kemudian pikiran
Pada dasarnya, pikiran rasional sesungguhnya membutuhkan waktu sedikit
lama dibandingkan pikiran emosional sehingga dorongan yang lebih
dahulu muncul adalah dorongan hati atau emosi, kemudian dorongan
pikiran.
c. Memperlakukan realitas sebagai realitas simbolik
Logika pikiran emosional yang disebut juga logika hati bersifat asosiatif.
Artinya memandang unsur-unsur yang melambangkan suatu realitas itu
sendiri. Oleh sebab itu, seringkali berbagai perumpamaan, pantun, kiasan,
gambaran, karya seni, novel, film, puisi, nyanyian, opera, dan teater secara
langsung ditujukan kepada pikiran emosional.
d. Masa lampau diposisikan sebagai masa sekarang
Dari sudut pandang ini, apabila sejumlah ciri suatu peristiwa tampak
serupa dengan kenangan masa lampau yang mengandung muatan emosi
maka pikiran emosional dan menaggapinya dengan memicu perasaan yang
berkaitan dengan peristiwa yang diingat. Pikiran emosional akan bereaksi
terhadap keadaan sekarang seolah keadaan itu adalah masa lampau.

e. Realitas yang ditentukan oleh keadaan


Pikiran emosional individu banyak ditentukan oleh keadaan dan
didiktekan oleh perasaan tertentu yang sedang menonjol pada saat itu.
Cara seseorang berpikir dan bertindak pada saat merasa senang dan
romantis akan sangat berbeda dengan perilakunya ketika sedang dalam
keadaan sedih, marah, atau cemas.

B. Masalah Penusukan

Pada bagian pendahuluan makalah, penulis mengangkat sebuah masalah yang


dipandang sebagai bentuk perilaku negatif remaja yaitu kasus penusukan seorang
siswa SMA terhadap teman sekelasnya yang dipicu oleh masalah perebutan

6
bangku. Emosi yang tidak terkontrol antara kedua remaja yang bersiteru ini
memicu terjadinya perkelahian yang berujung pada penusukan yang dilakukan
oleh Andrian Kaspari terhadap Yusuf Saputra.

Secara psikologis, perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja


digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja. Kenakalan remaja,
dalam hal perkelahian dapat digolongkan menjadi 2 jenis delikuensi yaitu
situasional dan sistematik.

1. Delikuensi Situasional, perkelahian terjadi karena adanya situasi yang


mengharuskan mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya muncul akibat
adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara cepat.
2. Delikuensi Sistematik, para remaja yang terlibat perkelahian itu berada di
dalam suatu organisasi tertentu atau geng. Di sini ada aturan, norma, dan
kebiasaan tertentu yang harus diikuti anggotanya, termasuk berkelahi. Sebagai
anggota, tumbuh kebanggaan apabila dapat melakukan apa yang diharapkan
oleh kelompoknya (Kemali, 2015:162).

Kasus penusukan yang disebutkan di atas merupakan salah satu bentuk


delikuensi situasional. Penusukan dilakukan sebagai salah satu bentuk upaya
meluapkan emosi yang tidak terkontrol.

Sifat individu yang berkaitan dengan emosional dapat dikatakan sebagai


temperamen. Sifat-sifat emosionl adalah bawaan (warisan/turunan), sehingga
bersifat permanen dan tipis kemungkinan untuk dapat berubah (Ahmadi, 1997).

Dari analisis mengenai kasus penusukan yang dilakukan seorang siswa SMA
terhadap teman sekelasnya serta berdasarkan teori yang telah diuraikan mengenai
perkembangan remaja, beberapa faktor yang menyebabkan siswa melakukan
penusukan tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

a. Faktor Internal
1. Emosi yang tidak terkontrol

Kurangnya kecerdasan remaja dalam mengontrol emosi yang meluap-luap


berupa amarah, rasa sedih, maupun senang dapat membuatnya berperilaku di luar

7
kesadaran atau akal sehat. Remaja lebih cenderung melakukan suatu tindakan
tanpa memikirkan akibatnya.

2. Kurangnya dasar-dasar keimanan

Agama merupakan suatu hal yang sangat penting untuk diajarkan karena
agama merupakan salah satu benteng diri. Kurangnya pendidikan agama atau
dasar-dasar keimanan dalam diri remaja dapat membuat seorang remaja
melakukan tindakan-tindakan yang melanggar norma, moral, hukum, dan agama.

b. Faktor Eksternal
1. Keluarga

Keluarga adalah tempat dimana pendidikan pertama dari orang tua diterapkan.
Jika seorang anak terbiasa melihat kekerasan yang dilakukan di dalam
keluarganya maka setelah ia tumbuh menjadi remaja, ia akan terbiasa melakukan
kekerasan karena inilah kebiasaan yang datang dari keluarganya (Kemali,
2015:169). Seperti halnya dalam kasus penusukan ini, Andrian mengungkapkan
bahwa ternyata ayahnya tengah menjadi seorang buronan karena terlibat kasus
pembunuhan. Artinya, telah terjadi kesalahan dalam proses pendidikan oleh orang
tua kepada anak.

2. Sekolah

Sekolah merupakan tempat pendidikan kedua setelah rumah tangga. Karena


itu ia cukup berperan dalam membina anak untuk menjadi orang dewasa yang
bertanggung jawab. Dalam rangka pembinaan anak didik ke arah kedewasaan itu,
kadang-kadang sekolah merupakan penyebab timbulnya kenakalan remaja. Hal ini
mungkin bersumber dari guru, fasilitas pendidikan, norma-norma tingkah laku,
interaksi dengan teman sekolah, dan lain sebagainya.

3. Media

Di zaman canggih seperti saat ini iformasi semakin mudah di dapat baik dari
media cetak maupun elektronik. Berbagai informasi yang bersifat positif atau
negatif bisa dengan mudah kita ketahui. Banyaknya berita-berita seperti
kekerasan, pembunuhan, tawuran, dan lain sebagainya merupakan salah satu

8
pemicu seseorang dapat bertindak demikian terutama remaja. Usia remaja
merupakan usia labil dimana remaja masih cenderung dipengaruhi oleh hal-hal
atau informasi yang diperolehnya tanpa mempertimbangkan sisi positif dan
negatifnya.

C. Solusi Masalah

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengubah kepribadian remaja


yang emosional dan mengatasi perilaku negatif remaja adalah sebagai berikut:

a. Memberikan Pendidikan Agama

Pendidikan agama yang kokoh dan melekat di jiwa dapat dijadikan sebagai
pondasi dan benteng yang kuat untuk meningkatkan keimanan di dalam diri
remaja sehingga para remaja dapat mengontrol emosinya serta bersikap lebih
sabar dalam mengatasi segala masalah yang dihadapinya. Pendidikan agama dapat
diperoleh remaja dari keluarga maupun sekolah.

b. Keteladanan Keluarga

Setiap tingkah laku dan sikap yang ditunjukkan oleh remaja sebagian besar
dipengaruhi oleh keluarga. Pola asuh orang tua terhadap anaknya sangat
menentukan perangai anak. Dalam masalah ini, Adrian sebagai remaja pelaku
penusukan mengatakan bahwa ayahnya menjadi buronan polisi karena terlibat
kasus pembunuhan. Dari sini dapat kita cermati bahwa adanya ketidak harmonisan
di dalam keluarga tersebut. Kurangnya perhatian, pengawasan, kasih sayang, serta
keharmonisan dalam keluarga dapat memicu perilaku negatif remaja. Hal yang
harus disadari adalah bahwa penstabil utama dari anak remaja bukanlah
kewaspadaan atau peraturan atau peringatan atau ancaman dari orang tua.
Melainkan kekaguman anak pada orang tua mereka, keinginan mereka untuk
tumbuh dewasa seperti orang tuanya. Untuk itu orang tua hendaknya memberikan
perhatian, pengawasan, kasih sayang, serta menunjukkan sikap-skap positif yang
dapat diteladani oleh remaja sehingga para remaja tidak melakukan tindakan-
tindakan negatif.

9
Metode yang paling efektif untuk menjangkau anak remaja adalah melalui
sikap orang tua dan cara bicara. Tetapi hal ini tentu saja tidak mudah. Hal yang
mudah bagi orang tua adalah bersikap seperti siap berperang dan antagonis atau
membicarakan usia dan pengalaman mereka atau menyela dengan tidak sabar dan
berbicara dengan merendahkan diri. Anak muda sangat ingin diperlakukan seperti
orang dewasa. Orang tua memiliki tanggung jawab, akan berharga apabila orang
tua mencoba menjaga level antara orang dewasa dengan orang dewasa sebisa
mungkin. Ini berarti menyediakan diri ketika mereka ingin bicara, mendesak
mereka supaya berbicara dengan bebas dan bukannya menyela pembicaraan
mereka, mendengarkan dengan tenggang hati dan penuh pengertian, bersikap
jujur, menunjukkan rasa humor, berusaha untuk santai (John, 2003:195-196).

c. Peran sekolah

Sekolah merupakan tempat memperoleh pendidikan selanjutnya bagi para


remaja setelah pendidikan yang didapat dalam keluarga. Sekolah tentu saja sangat
berperan untuk membentuk mental dan karakter remaja yang bermoral dan
berintegritas. Sekolah bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan dan
pengawasan, mendeteksi dan menagani perilaku negatif remaja, serta menjalin
komunikasi dengan para remaja. Dengan hal-hal tersebut, diharapkan remaja akan
menjadi individu yang matang dalam bersikap, berpikir, dan berinteraksi, serta
individu yang cerdas secara emosi maupun kognitif.

d. Peran Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial tempat remaja tinggal dan berinteraksi akan sangat


berpengaruh terhadap perkembangan emosi dan tingkah laku remaja. Lingkungan
yang buruk dan cenderung memberikan hal-hal negatif akan membuat remaja
melakukan tindakan tindakan negatif pula. Ini dikarenakan remaja merupakan
individu yang sedang mengalami proses perkembangan menuju kedewasaan dan
mencari jati diri sehingga sangat mudah dipengaruhi. Kebanyakan remaja tidak
bisa mengontrol diri dan cenderung mengikuti hal-hal yang biasa dilakukan oleh
lingkungan sosialnya. Oleh sebab itu, remaja hendaknya dibesarkan dalam

10
lingkungan sosial yang baik sehingga akan tumbuh menjadi pribadi yang baik
pula.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Perkembangan merupakan proses menuju kematangan atau kedewasaan
secara fisik, psikis, dan kognitif yang terjadi seumur hidup.
2. Masa remaja merupakan masa yang banyak menarik perhatian, karena
sifat-sifat khas dan peranannya yang menentukan dalam kehidupan
individu dalam masyarakat orang dewasa.
3. Perilaku negatif remaja terjadi karena kurangnya kontrol diri dan emosi
yang masih labil dalam diri remaja.

11
4. Pengawasan dan perhatian dari keluarga, sekolah, maupun lingkungan
sosial sangat dibutuhkan untuk membentuk remaja yang bertanggung
jawab, cerdas secara kognitif maupun emosional.

3.2 Saran

Masalah serta solusi yang dituangkan dalam makalah ini hanyalah salah satu
dari sekian banyak masalah yang menyangkut perkembangan peserta didik, dalam
hal ini terutama pada perkembangan remaja. Untuk itu diharapkan para pembaca
untuk lebih mendalami dan mengkritisi teori-teori perkembangan remaja dari
referensi yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu & Munawar Sholeh. 1997. Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT


Rineka Cipta

Bransford, John D. 2003. The Best Year: Emosi Anak di Masa Remaja. Jakarta:
Prestasi Pustakaraya

Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya

Santrock, John W. 2003. Adolescence: Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga

Syarif, Kemali. 2015. Perkembangan Peserta Didik. Medan: UNIMED Press

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-dimasajila-5137-3-
bab2.pdf (diakses 17 Oktober 2015, pukul 10:46 WIB)

12
13

Anda mungkin juga menyukai