Anda di halaman 1dari 11

Nama : Krisriawati

NIM : 41032102211116

TUGAS PENDIDIKAN ABK USIA DINI

Pendidikan anak usia dini, atau biasa disingkat PAUD, adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan
kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki Pendidikan lebih lanjut. Pendidikan anak usia dini dilaksanakan
sebelum jenjang Pendidikan dasar.

Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur Pendidikan formal, nonformal,
dan/atau informal.

PAUD jalur Pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak (TK), Raudatul Atfal (RA) atau bentuk
lainnya sederajat.

PAUD jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok bermain (KB), taman penitipan anak (TPA),
atau bentuk lain yang sederajat.

Pengelolaan dan penyelenggaraan PAUD harus mengacu pada Standar Tingkat Pencapaian
Perkembangan Anak Usia Dini (STPPA).

STPPA adalah kriteria tentang kemampuan yang dicapai anak pada seluruh aspek perkembangan dan
pertumbuhan.

PAUD ini berfungsi untuk membina, menumbuhkan, dan mengembangkan seluruh potensi anak usia
dini secara optimal sehingga terbentuk perilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan tahap
perkembangannya agar memiliki kesiapan untuk memasuki Pendidikan selanjutnya.

PAUD bertujuan :

Membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkepribadian luhur, sehat, berilmu,
cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab.

Mengembangkan potensi kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, kinestetis, dan sosial peserta
didik pada masa emas pertumbuhannya dalam lingkungan bermain yang edukatif dan
menyenangkan.
Teori Perkembangan Anak Usia Dini
Keragaman teori perkembangan dapat dilihat dari pemikiran berbagai sudut pandang para ahli. Ada
lima perspektif teoritis utama dalam perkembangan, yaitu psikoanalisis, kognitif, perilaku dan sosio-
kognitif, etologi, dan ekologis. Pendekatan teoritis tersebut sama-sama meneliti tiga proses utama
dalam perkembangan anak di tingkat yang berbeda-beda, yaitu biologis, didaktis dan psikologis.

1. Teori Psikoanalisis
Teori psikoanalisis menggambarkan perkembangan sebagai sesuatu yang biasanya tidak disadari (di
luar kesadaran) dan diwarnai oleh emosi. Ahli teori psikoanalisis percaya bahwa perilaku hanyalah
sebuah karakteristik permukaan dan bahwa pemahaman yang sebenarnya mengenai perkembangan
hanya didapat dengan menganalisis makna simbolis perilaku dan kerja pikiran yang dalam. Ahli
psikoanalisis juga menekankan bahwa pengalaman dini dengan orang tua secara signifikan
membentuk perkembangan. Karakteristik ini ditekankan dalam teori psikoanalisis dari Sigmund
Freud.
Sigmund Frued memandang manusia sebagai makhluk biologis yang kompleks, baik dalam hal sosial,
emosional dan juga sebagai suatu organisme yang dapat berpikir. Di dalam terminologinya
mengatakan bahwa anak-anak bergerak melalui langkah-langkah yang berbeda dengan tujuan untuk
mencari kepuasan yang berasal dari sumber berbeda, di mana mereka juga harus berusaha
menyeimbangkan keadaan tersebut dengan harapan orang tua. Konflik yang timbul antara
kebutuhan akan kepuasan dan penindasan dapat berguna untuk memuaskan dan juga menciptakan
ketertarikan. Kebanyakan orang belajar untuk mengendalikan perasaan mereka dan juga berusaha
agar dapat diterima dalam lingkungan sosial serta untuk mengintegrasikan diri mereka.

2. Teori Kognitif
Teori kognitif meyakini bahwa pembelajaran terjadi saat anak berusaha memahami dunia di
sekeliling mereka, anak membangun pemahaman mereka sendiri terhadap dunia sekitar dan
pembelajaran menjadi proses interaktif yang melibatkan teman sebaya, orang dewasa dan
lingkungan. Setiap anak membangun pengetahuan mereka sendiri berkat pengalaman-pengalaman
dan interaksi aktif dengan lingkungan sekitar dan budaya di mana mereka berada melalui bermain.
Piaget sebagai tokoh aliran ini menganggap bahwa perkembangan kognitif terjadi ketika anak sudah
membangun pengetahuan melalui eksplorasi aktif dan penyelidikan pada lingkungan fisik dan sosial
di lingkungan sekitar. Piaget percaya bahwa kita beradaptasi dalam dua cara, yaitu asimilasi dan
akomodasi. Asimilasi terjadi saat anak menggabungkan informasi ke dalam pengetahuan yang telah
mereka miliki. Akomodasi terjadi bila anak menyesuaikan pengetahuan mereka agar cocok dengan
informasi dan pengalaman baru.
Sedangkan Lev Vygotsky berpendapat bahwa pengetahuan tidak diperoleh dengan cara dialihkan
dari orang lain, melainkan merupakan sesuatu yang dibangun dan diciptakan oleh anak. Vygotsky
yakin bahwa belajar merupakan suatu proses yang tidak dapat dipaksa dari luar karena anak adalah
pembelajar aktif dan memiliki struktur psikologis yang mengendalikan perilaku belajarnya.

3. Teori Perilaku dan Sosial-kognitif


Teori perilaku dan sosial-kognitif merupakan pandangan psikolog yang menekankan bahwa perilaku,
lingkungan dan kognisi faktor kunci dalam perkembangan. Teori ini terkait dengan bagaimana anak-
anak berkembang secara sosial, emosional, dan intelektual, tetapi tidak menjelaskan tentang
perkembangan fisik karena banyak orang yang menyetujui bahwa perkembangan fisik berkaitan
dengan genetika (keturunan) yang ditentukan berdasarkan gen dari kedua orang tuanya, sehingga
dengan demikian tidak mempengaruhi perilaku anak. Tiga versi pendekatan perilaku dan sosial-
kognotif ini adalah classical conditioning dari Pavlov (sebuah stimulus netral memperoleh
kemampuan untuk menghasilkan sebuah respon yang tadinya dihasilkan oleh stimulus lain), operant
conditioning dari Skinner (konsekuensi dari suatu perilaku menghasilkan perubahan dalam
probabilitas kejadian perilaku tersebut), dan teori sosial-kognitif dari Albert Bandura (menekankan
interaksi timbal balik antara manusia (kognisi), perilaku dan lingkungan).

4. Teori Etologi
Teori etologi memandang bahwa perilaku sangat dipengaruhi biologi dan evolusi. Teori ini juga
menekankan bahwa kepekaan kita terhadap jenis pengalaman yang beragam berubah sepanjang
rentang kehidupan. Ada periode kritis atau sensitif bagi beberapa pengalaman, jika kita gagal
mendapat pengalaman selama periode sensitif tersebut, teori etologi menyatakan bahwa
perkembangan kita tidak mungkin dapat optimal.
John Bowbly salah satu tokoh teori etologi menyatakan bahwa kelekatan pada pengasuh selama
satu tahun pertama kehidupan memiliki konsekuensi penting sepanjang hidup. Jika kelekatan ini
positif dan aman, seseorang mempunyai dasar untuk berkembang menjadi individu yang kompeten
yang memiliki hubungan sosial positif dan menjadi matang secara emosional. Jika hubungan
kelekatannya negatif dan tidak aman, maka saat anak tumbuh ia akan menghadapi kesulitan dalam
hubungan sosial serta dalam menangani emosi.

5. Teori Ekologi
Teori ekologi merupakan pandangan Bronfenbrenner bahwa perkembangan dipengaruhi oleh lima
sistem lingkungan, berkisar dari lima konteks dasar mengenai interaksi langsung dengan orang-orang
hingga konteks budaya berdasar luas. Lima sistem dalam teori ekologi Bronfenbrenner yaitu:
a. Mikrosistem adalah lingkungan di mana individu tinggal.
b. Mesosistem mencakup hubungan antar mikrosistem atau hubungan antar konteks.
c. Eksosistem terlibat saat pengalaman dalam lingkungan sosial lain -di mana individu tidak
mempunyai peran aktif- mempengaruhi apa yang dialami individu dalam konteks langsung.
d. Makrosistem mencakup budaya di mana seseorang tinggal.
e. Kronosistem mencakup pembuatan pola kejadian lingkungan dan transisi sepanjang kehidupan.

Hukum Perkembangan
Perkembangan merupakan suatu perubahan yang terus menerus di alami, tetapi ia tetap menjadi
kesatuan. Suatu konsepsi yang biasanya deduktif dan menunjukkan adanya hubungan yang ajeg
(continue) serta dapat diramalkan sebelumnya antara variabel-variabel yang empirik, hal itu disebut
sebagai hukum perkembangan. Perkembangan jasmani dan rohani berlangsung menurut hukum-
hukum perkembangan tertentu.

1. Hukum Tempo Perkembangan


Perkembangan jiwa tiap-tiap anak itu berlainan menurut tempo masing-masing perkembangan anak
yang ada. Ada yang memiliki tempo singkat (cepat ) adapula yang lambat. Ada anak yang cepat
menguasai keterampilan bicara, ada yang cepat menguasai keterampilan berjalan, sesuai
perkembangan yang dimiliki anak.

2. Hukum Irama Perkembangan


Hukum ini mengungkapkan bukan lagi cepat atau lambatnya perkembangan anak, akan tetapi
tentang iram atau rythme perkembangan. Perkembangan anak itu mengalami gelombang “pasang
surut”, mulai lahir hingga dewasa, kadangkala anak tersebut mengalami juga kemunduran dalam
suatu bidang tertentu. Misalnya, akan mudah sekali diperhatikan jika mengamati perkembangan
pada anak-anak menjelang remaja. Ada anak yang menampakkan kegoncangan yang hebat, tetapi
adapula anak yang melewati masa tersebut dengan tenang tanpa menunjukkan gejala-gejala yang
serius. Coba perhatikan anak usia 03;0 – 05;0 tahun dan pada usia 12;0 -14;0 tahun. Sebab kedua
masa itu merupakan masa transisi/krisis pertama dan kedua bagi seorang anak.

3. Hukum Konvergensi Perkembangan


Pandangan pendidikan tradisional di masa lalu berpendapat bahwa hasil pendidikan yang dicapai
anak selalu dihubung-hubungkan dengan status pendidikan orang tuanya (nativisme). Menurut
kenyataan yang ada sekarang ternyata bahwa pendapat lama itu tidak sesuai lagi dengan keadaan
(empirisme). William Stern menggabungkan kedua pendapat tersebut ke dalam hukum konvergensi
yang mengatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak adalah pengaruh dari
unsur lingkungan dan pembawaan.

4. Hukum Kesatuan Organ


Tiap-tiap anak itu terdiri dari organ-organ (anggota) tubuh yang merupakan satu kesatuan. Di antara
organ-organ tersebut antara fungsi dan bentuknya, tidak dapat dipisahkan berdiri integral. Misalnya,
perkembangan kaki yang semakin besar dan panjang, mesti diiringi oleh perkembangan otak, kepala,
tangan dan organ lainnya.

5. Hukum Hierarchi Perkembangan


Perkembangan anak tidak mungkin akan mencapai suatu fase tertentu dengan cara spontan
sekaligus, akan tetapi harus melalui tahapan tertentu yang telah tersusun sedemikian rupa. Sehingga
perkembangan diri seseorang menyerupai derat perkembangan. Misalnya, perkembangan
pikiran/intelek anak, mesti didahului dengan perkembangan pengenalan dan pengamatan.

6. Hukum Masa Peka


Masa peka ialah suatu masa yang paling tepat untuk berkembang suatu fungsi kejiwaan atau fisik
seseorang anak. Sebab perkembangan suatu fungsi tersebut tidak berjalan secara
serempak/bersamaan antara satu dengan yang lainnya. Misalnya, masa peka untuk berjalan bagi
seorang anak itu pada awal tahun kedua, dan untuk bicara sekitar akhir tahun pertama.

7. Hukum Memperkembangkan Diri


Dalam kehidupan ada dorongan dan hasrat untuk mempertahankan diri. Dorongan pertama adalah
dorongan mempertahankan diri, kemudian disusul dengan dorongan mengembangkan diri.
Dorongan mempertahankan diri terwujud, misalnya pada dorongan makan dan menjaga
keselamatan diri sendiri. Anak menyatakan perasaan haus dan lapar dalam bentuk menangis (anak
mempertahankan dirinya dengan menangis). Jika ibu mendengar anaknya menangis, tangisnya itu
dianggap sebagai drongan mempertahankan diri.
Dalam perkembangan jasmani dan sebagai terlihat hasrat dasar untuk mengembangkan
pembawaan. Untuk anak-anak, dorongan mengembangkan diri berbentuk hasrat mengenal
lingkungan, usaha belajar berjalan, kegiatan bermain, dan sebagainya. Di kalangan remaja timbul
rasa persaingan dan perasaan belum puas terhadap apa yang telah tercapai. Hal ini dapat dianggap
sebagai dorongan mengembangkan diri.

8. Hukum Rekapitulasi
Perkembangan yang dialami anak merupakan ulangan (secara cepat) sejarah kehidupan yang
berlangsung dengan lambat selama berabad-abad, dari masa berburu hingga masa industri. Hukum
rekapitulasi ini membagi kehidupan anak menjadi:
a. Masa memburu dan menyamun. Masa ini dialami anak ketika anak berusia sekitar 8 tahun.
Misalnya anak-anak senang menangkap-nangkap dalam permainannya, kejar-kejaran, perang-
perangan.
b. Masa menggembala. Masa ini dialami ketika anak berusia sekitar 10 tahun. Misalnya, anak senang
memelihara binatang seperti ikan, kucing, kelinci.
c. Masa bercocok tanam. Masa ini dialami ketika anak berusia12 tahun. Misalnya, anak senang
berkebun, bertanam, menyiram.
d. Masa berdagang. Masa ini dialami ketika anak berusia14 tahun. Misalnya anak senang bertukar
benda koleksinya, kiriman foto, bermain jual-jualan.

Tahapan Perkembangan Anak Usia Dini


Wolkfolk (Masitoh, 2004: 2.3) mengemukakan development orderly, adaptive changes we go
through from conception to death. Sedangkan Sroufe (Masitoh, 2004: 2.3) menegaskan bahwa
development is the process of orderly communicational, directional, and age related behavioral
reorganization and qualitative change in a person. Hal ini berarti perkembangan adalah proses
teratur yang berkaitan dengan reorganisasi perilaku dan perubahan kualitatif dalam diri seseorang.
Perkembangan merupakan suatu proses dalam kehidupan manusia yang berlangsung secara terus
menerus, sejak masa konsepsi sampai akhir hayat. Perkembangan juga diartikan sebagai perubahan-
perubahan yang dialami oleh seorang individu menuju tingkat kedewasaan atau kematangan yang
berlangsung secara:
1. Sistematis, berarti perubahan dalam perkembangan bersifat saling kebergantungan atau saling
mempengaruhi antar bagian organisme (fisik dan psikis) dan bagian-bagian tersebut merupakan satu
kesatuan yang harmonis.
2. Progresif, berarti perubahan yang terjadi bersifat maju, meningkat, dan mendalam (meluas) baik
secara kuantitatif (fisik) maupun kualitatif (psikis).
3. Berkesinambungan, berarti perubahan pada bagian atau fungsi organism berlangsung secara
beraturan dan berurutan. Perubahan tersebut tidak secara kebetulan atau meloncat-loncat.

Fase perkembangan dapat diartikan sebagai penahapan rentang perjalanan kehidupan individu yang
diwarnai ciri-ciri khusus atau pola-pola tingkah laku tertentu. Fase perkembangan tersebut secara
garis besar dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu berdasarkan anailisis biologis, didaktis dan
psikologis.

1. Fase Perkembangan Berdasarkan Biologis


Para ahli kejiwaan mendasarkan pembahasannya pada kondisi atau proses pertumbuhan biologis
anak karena pertumbuhan biologis ikut berpengaruh terhadap perkembangan kejiwaan anak.
a. Pendapat Kretschmer yang membagi perkembangan anak menjadi 4 fase:
1). Fullungs periode 1 : umur anak 0;0 – 3;0, pada masa ini anak dalam keadaan pendek, gemuk,
bersikap terbuka, mudah bergaul dan mudah didekati.
2). Strecungs periode 1 : umur 3;0 – 7;0, kondisi badan anak nampak langsing (tidak begitu gemuk)
biasanya sikap anak tertutup, susah bergaul juga susah didekati.
3). Fullungs periode II : umur 7;0 – 13;0, keadaan fisik anak kembali gemuk.
4). Srecungs periode II : umur 13;0 – 20, keadaan fisik anak kembali langsing.

b. Pendapat Aristoteles yang membagi perkembangan anak menjadi 3 fase:


1). Fase I : umur 0;0 -7;0, disebut masa kecil, kegiatan anak pada waktu ini hanya bermain.
2). Fase II : umur 7;0 – 14;0, masa anak atau masa sekolah di mana kegiatan anak mulai belajar di
sekolah dasar.
3). Fase III : umur 14;0 – 21;0, disebut masa remaja atau pubertas, masa ini adalah masa peralihan
(transisi) dari anak menjadi orang dewasa.
Pendapat ini dikategorikan pada periodesasi yang berdasarkan pada biologis karena aristoteles
menunjukkan bahwa antara fase I dan fase ke II ditandai dengan adanya pergantian gigi, serta batas
antara fase ke II dengan fase ke III ditandai dengan mulai bekerjanya atau berfungsinya organ
kelengkapan kelamin.

c. Pendapat Frued yang membagi perkembangan anak menjadi 5 fase:


1). Fase oral : umur 0;0 – 1;0, fase masa ini, mulut merupakan sentral pokok keaktifan dinamis.
2). Fase anal : umur 1;0 – 3;0, dorongan dan tahanan berpusat pada alat pembungan kotoran.
3). Fase falis : umur 3;0 – 6;0, fase ini alat-alat kelamin perempuan merupakan organ paling perasa.
4). Fase laten : umur 6;0 – 11;0, impuls-impuls cenderung untuk berada pada kondisi tertekan.
6). Fase genital : umur 11 ke atas (adolescence), seseorang telah sampai pada awal dewasa.

d. Pendapat Jesse Feiring Williams yang membagi perkembangan anak menjadi 4 fase:
1). Masa nursery dan kindergarten : umur 0;0 – 6;0
2). Masa cepat memperoleh kekuatan/tenaga : umur 6;0 -10;0
3). Masa cepat berkembangnya tubuh : umur 10;0 – 14;0
4). Masa adolescence : umur 14;0 – 19;0 masa perubahan pola dan kepentingan kemampuan anak
dengan cepat.

e. Pendapat Elizabeth Hurlock yang membagi perkembangan anak menjadi 5 fase:


1). Fase prenatal (sebelum lahir), mulai masa konsepsi sampai proses kelahiran, sekitar 9 bulan atau
280 hari.
2). Fase infancy (orok), mulai lahir sampai usia 10 atau 14 hari.
3). Fase babyhood (bayi), mulai 2 minggu sampai 2 tahun.
4). Fase childhood (kanak-kanak), mulai 2 tahun sampai masa remaja.
5). Fase adolescence/puberty, mulai usia 11 atau13 tahun sampai usia 21 tahun. Tahap ini dibagi lagi
menjadi:
a). pre-adolescence : umur 11 – 13 tahun pada wanita, sedangkan pada pria lebih lambat dari itu.
b). early adolescence : umur 16 – 17 tahun.
c). late adolescence : masa perkembangan yang terakhir (sampai masa usia kuliah).

2. Fase Perkembangan Berdasarkan Didaktis


Tinjauan fase perkembangan ini adalah dari segi keperluan/materi apa kiranya yang tepat diberikan
kepada anak didik pada masa-masa tertentu, serta memikirkan tentang kemungkinan metode yang
paling efektif untuk diterapkan di dalam mengajar atau mendidik anak pada masa tertentu tersebut.
a. Pendapat Johan Amos Comenius (komensky) yang membagi perkembangan anak menjadi 4 fase:
1). Scola matema (sekolah ibu) : umur 0;0 – 6;0, masa anak mengambangkan organ tubuh dan panca
indera di bawah asuhan ibu (keluarga).
2). Scole vermacula (sekolah bahasa ibu) : umur 6;0 – 12;0, mengembangkan pikiran, ingatan dan
perasaannya di sekolah dengan menggunakan bahasa daerah (bahasa ibu).
3). Scola latina (sekolah bahasa latin) : umur 12;0 – 18;0, masa anak mengembangkan potensinya
terutama daya intelektualnya dengan bahasa asing.
4). Academia (akademi) : umur 18;0 – 24;0, media pendidikan yang tepat bagi anak.

b. Pendapat Jean Jacques Rousseau yang membagi perkembangan anak menjadi5 fase:
1). Masa asuhan (nursery) : umur 0;0 – 2;0.
2). Masa pentingnya pendidikan jasmani dan alat-alat indera : umur 2;0 – 12;0.
3). Masa perkembangan pikiran dan masa juga terbatas : umur 12;0 – 15;0.
4). Masa pentingnya pendidikan serta pembentukan watak, kesusilaan juga pembinaan mental
agama :
umur 15;0 – 20;0.
5). Masa ini lebih membahas tentang pendidikan kaum wanita : umur 20 ke atas.

c. Pendapat Maria Montessori yang membagi perkembangan anak menjadi 4 fase:


1). Masa penerimaan dan pengaturan rangsangan dari dunia luar melalui alat indera : umur 1;0 –
7;0.
2). Masa abstrak, di mana anak sudah mulai memperhatikan masalah kesusilaan, mulai berfungsi
perasaan ethnisnya yang bersumber dari kata hatinya dan mulai tahu akan kebutuhan orang lain :
umur 7;0 – 12;0.
3). Masa penemuan diri serta kepuasan terhadap masalah-masalah sosial : 12;0 – 18;0.
4). Masa pendidikan di perguruan tinggi, masa untuk melatih anak akan realitas kepentingan dunia.
Ia
harus mampu berppikir jernih, jauh dari perbuatan tercela.

d. Pendapat Charles E Skinner yang membagi perkembangan anak menjadi 2 fase:


1). Tahap pre-natal : – germinal: dua minggu setelah conception
– embrio: dari akhir minggu kedua sampai minggu keenam
– janin: akhir minggu keenam sampai kelahiran
2). Tahap post-natal : – Parturate dari lahir sampai dengan pemutusan tali pusat
– Neonatus dua sampai empat minggu pertama kehidupan
– Bayi firtst dua tahun
– Prasekolah anak dari usia dua tahun sampai enam tahun
– Anak sekolah dasar 6-9 tahun
– Murid sekolah menengah 9-12 tahun
– Murid SMP SMA 12-15 tahun, suatu periode yang biasanya meliputi masa
pubertas dan tahap remaja

3. Fase Perkembangan Berdasarkan Psikologis


Fase pembagian ini mengembalikan permasalahan kejiwaan dalam kedudukannya yang murni.
a. Pendapat Kroh yang membagi perkembangan anak menjadi 3 fase:
1). Sejak lahir hingga trotz periode I disebut masa anak-anak awal : umur 0;0 – 3;0/4;0.
2). Dari trotz periode I hingga trozt periode II disebut masa keserasian bersekolah : umur 3;0/4;0 –
12;0/13;0.
3). Dari trotz periode II hingga akhir masa remaja disebut masa kematangan : umur 12;0/13;0 – 21;0.

Pada dasarnya perkembangan jiwa anak itu berjalan secara evolutif. Pada umumnya proses tersebut
pada waktu-waktu tertentu mengalami kegoncangan (aktivitas revolusi). Masa kegoncangan ini oleh
Kroh disebut Trotz periode, biasanaya tiap anak akan mengalaminya sebanyak dua kali, yaitu trotz I
sekitar usia 3-4 tahun dan trotz II sekitar umur 12 tahun bagi putri dan umur 13 tahun bagi putra.

b. Pendapat Charlotte Buhler yang membagi perkembangan anak menjadi 5 fase:


1). Fase I : perkembangan sikap subyektif menuju obyektif : umur 0;0 – 1;0.
2). Fase II : makin meluasnya hubungan dengan benda-benda sekitarnya atau mengenal dunia secara
subyektif : umur 1;0 – 4;0.
3). Fase III : masa memasukkan diri ke dalam masyarakat secara obyektif, adanya hubungan diri
dengan
lingkungan sosial dan mulai menyadari akan kerja, tugas serta prestasi : umur 4;0 – 8;0.
4). Fase IV : munculnya minat ke dunia obyek sampai pada puncaknya, ia mulai memisahkan diri dari
orang lain dan sekitarnya secara sadar : umur 8;0 – 13;0.
5). Fase V : masa penemuan diri dan kematangan yakni synthesa sikap subyektif dan obyektif : umur
13;0 – 19;0.

E. Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini


Sesuai dengan sifat individu yang unik, adanya variasi individual dalam perkembangan anak
merupakan hal normal terjadi. Terkadang anak yang satu lebih cepat berkembang daripada anak
yang lainnya, begitupun dalam perbedaan minat dan kecakapan, sementara sebagian anak lebih
senang melakukan gerakan-gerakan fisik atau bermain kelompok dengan temannya. Berdasarkan
dari tahapan perkembangan yang telah dibahas, uraian berikut mengetengahkan tentang
karakteristik anak yang dibatasi pada hal-hal yang bersifat menonjol dan lebih terkait dengan proses
pembelajaran anak:

1. Perkembangan anak usia 0 – 2 tahun


Pada masa bayi secara umum anak mengalami perubahan yang jauh lebih pesat dibanding dengan
yang akan dialami pada fase-fase berikutnya. Berbagai kemampuan dan keterampilan dasar, baik
yang berupa keterampilan lokomotor (bergulir, duduk, berdiri, merangkak, dan berjalan),
keterampilan memegang benda, penginderaan (melihat, mencium, mendengar, dan merasakan
sentuhan), maupun kemampuan untuk mereaksi secara emosional dan sosial (berhubungan dengan
orang tua, pengasuh, dan orang-orang dekat lainnya) dapat dikuasai pada fase ini. Berbagai
kemampuan dan keterampilan dasar tersebut merupakan modal penting bagi anak untuk
mengarungi dan menjalani proses perkembangan selanjutnya.
Bagi bayi, gerakan-gerakan motorik dan pengalaman-pengalaman sensori ini sangat vital.
Pengalaman-pengalaman demikian di samping dapat merangsang pertumbuhan fisik, juga sekaligus
meningkatkan dan memperkaya kualitas fungsi fisik tersebut. Sehingga bayi yang memiliki
kesempatan luas untuk melakukan gerakan-gerakan motorik akan terdorong untuk mengalami
pertumbuhan fisik yang sehat dengan penguasaan keterampilan-keterampilan motorik dasar yang
cepat. Sebaliknya, bayi yang kurang mendapat kesempatan demikian sangat dimungkinkan untuk
mengalami hambatan dalam pertumbuhan fisik dan perkembangan keterampilan motoriknya.
Komunikasi responsif dengan orang dewasa akan mendorong dan memperluas respon-respon verbal
dan non-verbal bayi. Bayi mulai belajar tentang pengalaman-pengalaman sensori dan ekspresi-
ekspresi perasaan, meskipun bayi belum memahami kata-kata. Penyajian pengalaman-pengalaman
menarik dengan menyediakan obyek-obyek mainan menarik merupakan hal yang bias berpengaruh
positif terhadap perkembangan kemampuan bayi dalam mengekspresikan perasaan dan
keterampilan-keterampilan sensori lainnya. Menurut Bredkamp (Solehuddin, 2000), jika bayi
terasing dari pengalaman-pengalaman sensori-motor tersebut, maka bukan saja perkembangan
emosionalnya yang akan terhambat melainkan juga perkembangan kognisinya.
Bayi yang baru lahir ke dunia dilengkapi dengan kesiapan untuk melakukan kontak sosial. Selama 9
bulan pertama ia akan mengembangkan kemampuannya untuk membedakan antara orang-orang
yang dikenalnya dengan orang-orang yang tidak dikenalnya. Pada usia ini bayi sudah mulai belajar
melafalkan suara-suara dan gerakan-gerakan yang mengkomunikasikan suasana emosinya seperti
senang, terkejut, marah, cemas dan perasan lainnya. Dalam hal ini bayi mengembangkan harapan-
harapan tentang perilaku orang berdasarkan pada bagaimana cara orang tua dan pengasuh lainnya
memperlakukannya. Melalui interaksi-interaksi sosial yang penuh kehangatan dan kasih saying ini,
bayi mulai mengembangkan hubungan cinta kasih yang positif
Hal yang perlu diingat adalah bahwa pemenuhan kebutuhan bayi sepenuhnya masih tergantung
kepada orang dewasa. Bayi juga masih mudah untuk mengalami frustasi karena belum mampu
mengatasi ketidaknyamanan atau suasana stress secara aktif. Hal ini , diakibatkan belum dikuasainya
keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan untuk itu. Bayi mengekspresikan apa yang
dirasakan dan diinginkannya melalui bahasanya sendiri seperti tertawa, menangis, terkejut, dan
sejenisnya. Terhadap ekspresi-ekspresi bayi tersebut, orang tua dan pengasuh lainnya harus
memahami dan memberikan respon secara tepat namun tidak berlebihan.

Anda mungkin juga menyukai